• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi Dengan Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Jumlah Klebsiella pneumoniae dan Perubahan Dimensi Model

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi Dengan Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Jumlah Klebsiella pneumoniae dan Perubahan Dimensi Model"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia atau infeksi saluran napas bawah merupakan salah satu masalah

utama dalam bidang kesehatan, baik di negara berkembang maupun maju. Pneumonia

dapat menyebabkan kematian yang salah satunya disebabkan oleh bakteri Klebsiella pneumoniae. Prevalensi hemimaksilektomi tinggi di Indonesia. Pasca hemimaksilektomi hubungan antara rongga hidung ke antrum dan nasofaring menjadi

terbuka, bakteri patogen seperti Klebsiella pneumoniae dapat dengan mudah melakukan penetrasi ke rongga mulut. Pasca hemimaksilektomi diperlukan integrasi

bedah mulut dengan prostodontis untuk pembuatan obturator. Pembuatan obturator

memerlukan pencetakan rahang pasien dengan menggunakan alginat (Kumar, 2013;

Vojvodic, 2013).

Alginat merupakan salah satu bahan cetak yang sering digunakan di

kedokteran gigi karena mudah dimanipulasi, nyaman untuk pasien dan ekonomis.

Cetakan alginat merupakan hidrokoloid gel yang terdiri dari 80% air. Cetakan alginat

bila dibiarkan di udara terbuka air yang terkandung di dalamnya akan menguap

(2)

Gigi-geligi dan struktur rongga mulut sekitarnya dicetak dengan alginat

menghasilkan cetakan yang dapat diisi dengan gips tipe III sehingga akan

menghasilkan model. Model memiliki banyak kegunaan dalam kedokteran gigi yaitu

untuk diagnostik dan rencana perawatan dalam bidang prostodontik (Anusavice,

2013). Rencana perawatan pasca hemimaksilektomi memerlukan rehabilitasi

prostodontik karena terdapat defek pada maksila. Defek maksila dapat

menyebabkan seseorang tidak percaya diri karena menimbulkan gangguan suara

pada saat berbicara, mengunyah, penelanan dan mengurangi estetik wajah. Pada

kondisi ini pasien memerlukan bantuan untuk mengoreksi kelainan tersebut dengan

obturator (Vojvodic, 2013).

Cetakan alginat berperan sebagai sarana transmisi mikroorganisme dari pasien

ke dokter gigi, asisten, perawat dan tekniker. Alginat mempunyai sifat hidrofilik

sehingga menyatu dengan saliva dan darah yang berpotensi mengandung

mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan infeksi (Power, 2008; Egusa,

2008). Cetakan alginat yang terdapat mikroorganisme bila diisi dengan gips akan

menghasilkan model yang mengandung mikroorganisme karena mikroorganisme

akan berpindah dari permukaan cetakan ke model (Zilinskas, 2014). Salah satu

mikroorganisme patogen yang terdapat pada cetakan alginat dan model adalah

Klebsiella pneumoniae.

Klebsiella pneumoniae termasuk genus Klebsiella dalam famili

(3)

rumah sakit. Klebsiella pneumoniae merupakan salah satu bakteri penyebab pneumonia dan infeksi lain di luar sistem pernapasan seperti infeksi saluran kemih

nosokomial (Samaranayake, 2012).

Mencegah infeksi silang diperlukan kontrol infeksi. American Dental Association (ADA) (1996), Centers for Disease Control and Prevention (CDC) (2003), British Dental Association (BDA) (2009) mempublikasikan pedoman untuk mendesinfeksi cetakan. Pedoman tersebut terdiri dari membersihkan dan desinfeksi

cetakan menggunakan disinfektan. Bakteri yang terdapat pada cetakan alginat dapat

berpindah ke model sehingga perlu pencegahan infeksi silang ke tekniker

laboratorium. Koloni bakteri pada model tergantung dari prosedur desinfeksi cetakan

(Haralur, dkk, 2012). Cetakan alginat setelah dikeluarkan dari rongga mulut

sebaiknya dibilas dengan air terlebih dahulu untuk menghilangkan darah, saliva, atau

debris yang dapat menghalangi permukaan cetakan dari paparan disinfektan

(Al-Jabrah, dkk, 2007). Membilas cetakan alginat dengan air akan mengurangi jumlah

mikroorganisme sebesar 48,5% (Correia-Sousa, dkk, 2013).

Efek cairan disinfektan pada stabilitas dimensi perlu diperhatikan, hasilnya

bervariasi tergantung jenis material, jenis dan konsentrasi disinfektan, metode

desinfeksi (semprot atau rendam) dan lamanya terpapar disinfektan (Nassar, dkk,

2011). Sebuah disinfektan idealnya harus mempunyai tujuan yaitu agen antimikrobial

yang efektif, tidak terdapat pengaruh terhadap keakuratan dimensi dan karakteristik

permukaan dari bahan cetak dan model (Amin, dkk, 2009). Tidak semua bahan cetak

(4)

mempengaruhi kualitas bahan cetak, mengubah reproduksi detail permukaan,

kekasaran permukaan dan stabilitas dimensi (Al-Jabrah, 2007). Berdasarkan pedoman

ADA (1996) dan CDC (2003), produk yang direkomendasikan untuk mendesinfeksi

cetakan adalah klorheksidin, sodium hipoklorit, glutaraldehid dan iodin.

Sodium hipoklorit merupakan bahan disinfektan yang sering digunakan di

kedokteran gigi untuk membersihkan saluran akar. Sodium hipoklorit mudah

dijumpai di setiap rumah tangga dengan konsentrasi 5,25% dan dapat menjadi pilihan

untuk mendesinfeksi cetakan alginat. ADA (1996) merekomendasikan penggunaan

sodium hipoklorit dengan pengenceran 1:10 (0,525%) selama 10 menit untuk

mendesinfeksi cetakan alginat. Sodium hipoklorit direkomendasikan oleh

Environmental Protection Agency (EPA) dan merupakan disinfektan yang baik untuk permukaan, tidak mengiritasi dan efisien melawan mikroorganisme spektrum luas.

Sodium hipoklorit mempunyai bau yang tidak menyenangkan dan ketidakstabilan

kimia yang relevan (Fukuzaki, 2006; Samanarayake, 2007).

Ada dua metode desinfeksi cetakan, yaitu dengan penyemprotan dan

perendaman. Cetakan alginat awalnya mengembang, tapi kemudian menyusut sampai

akhirnya proses penyeimbangan dengan penyusutan tetap. Cetakan alginat terus

mengembang seiring dengan waktu, pada saat perendaman dalam air (Anusavice,

2013). Teknik desinfeksi bahan cetak pada dokter gigi swasta di Hong Kong yaitu

merendam cetakan ke dalam disinfektan (69%) dan dengan penyemprotan disinfektan

pada cetakan (23%) (Siu Kei Pang, 2006). BDA (2009) merekomendasikan

(5)

desinfeksi dengan perendaman, semua permukaan sendok cetak dan cetakan terpapar

bahan disinfektan namun tidak demikian dengan penyemprotan yang menggunakan

sprayer.

Merendam cetakan dalam sodium hipoklorit 0,5% selama 5 menit efektif

mendesinfeksi cetakan alginat dan mengurangi waktu perendaman dapat

meminimalkan perubahan dimensi (Bustos, dkk, 2010). Perendaman cetakan alginat

dalam sodium hipoklorit selama 2 menit mampu mengeliminasi jumlah koloni

Pseudomonas aeruginosa dan rerata perubahan dimensi cross arch 0,05 mm dan

anteroposterior 0,03 mm. Perendaman alginat dalam sodium hipoklorit sampai 5 menit, model yang dihasilkan terjadi perubahan dimensi yang tidak signifikan secara

klinis (Retzia, 2011). Merendam cetakan dalam sodium hipoklorit konsentrasi

0,5%-1% selama 10-15 menit mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti

S. sanguis, S. pyogenes, S. agalactiae, S. aureus, S. epidermidis, P. aeruginosa (Memarian, dkk, 2007). Desinfeksi cetakan alginat dengan perendaman dalam sodium hipoklorit 0,5% selama 15 menit menghasilkan perubahan dimensi kurang

dari 15 µm yang secara klinis masih dapat diterima (Hiraguchi, dkk, 2012).

Desinfeksi cetakan alginat dengan penyemprotan sodium hipoklorit 0,5%

lebih efektif terhadap bakteri gram positif dan negatif bila dibandingkan glutaraldehid

2% (Aeran, dkk, 2010). Desinfeksi cetakan alginat yang disemprotkan dengan sodium

hipoklorit 0,5% efektif mengurangi jumlah koloni bakteri aerob sebesar 0,18 CFU

pada permukaan cetakan tetapi setelah diisi gips tipe III jumlah koloni bakteri aerob

(6)

dengan cara semprot tidak dapat menjangkau seluruh cetakan yang terkontaminasi

bakteri (Haralur, dkk, 2012). Desinfeksi pada cetakan dapat menjadi sebuah

tantangan tersendiri. Disinfektan harus membunuh secara efektif mikroorganisme

yang berpindah ke cetakan tanpa merusak cetakan atau mengurangi keakuratannya.

1.2 Permasalahan

Prostodontis berperan membuat rencana perawatan rehabilitasi prostodontik

pada pasien pasca hemimaksilektomi pada daerah defek maksila. Untuk membuat

rencana perawatan diperlukan model yang dibuat dari cetakan alginat. Alginat

mempunyai sifat hidrofilik sehingga dapat terkontaminasi Klebsiella pneumoniae dari saliva dan darah yang terdapat pada rongga mulut. Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri yang dapat menyebabkan pneumonia dan infeksi saluran kemih nosokomial.

Prostodontis memiliki peran penting dalam upaya pencegahan infeksi silang dari

pasien ke dokter gigi, perawat dan tekniker. Cetakan yang terdapat Klebsiella pneumoniae bila tidak didesinfeksi atau desinfeksi yang tidak adekuat dapat menyebabkan perpindahan Klebsiella pneumoniae dari permukaan cetakan ke model. Perawat gigi yang mengisi cetakan, dokter gigi yang membuat rencana

perawatan dan tekniker yang akan melakukan pembuatan protesa di laboratorium

akan memegang model yang masih terdapat Klebsiella pneumoniae dengan tangan yang sering luka saat bekerja. Salah satu kontrol infeksi adalah desinfeksi cetakan alginat dengan menggunakan bahan kimia yaitu sodium hipoklorit 0,5%. Berdasarkan

(7)

0,5% selama 5 menit dengan metode perendaman menunjukkan bahwa sodium

hipoklorit 0,5% efektif dapat membunuh bakteri tetapi diperlukan penelitian lebih

lanjut dengan waktu perendaman yang singkat (kurang dari 5 menit) untuk

meminimalkan terjadinya perubahan dimensi tetapi efek desinfeksi maksimal. Efek

disinfektan pada cetakan yang terkontaminasi secara artifisial (in vitro) mungkin berbeda dengan cetakan yang dicetak dari pasien (in vivo) karena adanya saliva dan serum protein pada permukaan cetakan, dan perbedaan komposisi mikroorganisme

rongga mulut setiap individu. Efek cairan disinfektan pada stabilitas dimensi perlu

diperhatikan.

Dari uraian di atas maka timbul pemikiran untuk memanfaatkan sodium

hipoklorit yang mudah dijumpai di setiap rumah tangga dengan pengenceran 1:10

(NaOCl 0,5%) sebagai salah satu bahan disinfektan sehingga diperlukan penelitian

tentang apakah ada pengaruh desinfeksi dengan metode perendaman cetakan alginat

selama 2 menit, 4 menit dengan sodium hipoklorit 0,5% terhadap jumlah Klebsiella pneumoniae dan perubahan dimensi pada model.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh perendaman cetakan alginat pasien pasca

hemimaksilektomi dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 2 dan 4 menit

(8)

2. Apakah ada pengaruh perendaman cetakan alginat pasien pasca

hemimaksilektomi dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 2 dan 4 menit

terhadap jumlah Klebsiella pneumoniae pada model?

3. Apakah ada pengaruh perendaman cetakan alginat dengan larutan sodium

hipoklorit 0,5% selama 2 dan 4 menit terhadap perubahan dimensi model?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk:

1. Mengetahui pengaruh perendaman cetakan alginat pasien pasca

hemimaksilektomi dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 2 dan 4 menit

terhadap jumlah Klebsiella pneumoniae pada cetakan alginat.

2. Mengetahui pengaruh perendaman cetakan alginat pasien pasca

hemimaksilektomi dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 2 dan 4 menit

terhadap jumlah Klebsiella pneumoniae pada model.

3. Mengetahui pengaruh perendaman cetakan alginat dengan larutan sodium

hipoklorit 0,5% selama 2 dan 4 menit terhadap perubahan dimensi model.

1.5Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Memberi informasi di bidang kedokteran gigi tentang kontrol infeksi

dengan mendesinfeksi cetakan alginat untuk mencegah infeksi silang yang dapat

terjadi pada dokter gigi, perawat, tekniker dan pasien.

(9)

1.5.2 Manfaat Praktis 1.5.2.1 Manfaat Klinis

1. Sebagai pedoman bagi dokter gigi dalam mendesinfeksi cetakan alginat

yang efektif dengan menggunakan sodium hipoklorit.

2. Sebagai pedoman bagi dokter gigi untuk memilih bahan disinfektan dengan

perubahan dimensi yang minimal sehingga akan didapatkan model yang akurat untuk

pembuatan obturator.

1.5.2.2Manfaat Laboratoris

1. Mencegah infeksi silang terhadap tekniker melalui model untuk pembuatan

obturator.

2. Sebagai pedoman bagi tekniker untuk memilih bahan disinfektan yang

menyebabkan perubahan dimensi yang minimal terutama untuk mengisi cetakan

pasien pasca hemimaksilektomi.

3. Mempermudah tekniker supaya tidak perlu mendesinfeksi model yang

Referensi

Dokumen terkait

1. Karakteristik visual yang dimiliki. Prinsip pengulangan memanfaatkan keduanya dari konsepsi untuk mengatur sesuatu yang berulang didalam suatu komposisi. Seperti contoh bentuk

Uji Normalitas Data Organoleptik Rasa pada Selai Lembaran Jambu Biji Merah.. Kolm ogorov-Sm irnov(a)

Alhamdulillah atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “ PENGARUH KOMUNIKASI, MOTIVASI, DAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA KARYAWAN

UJI TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL HERBA SAWI PAHIT ( Brassica junceae (L.) Czern) PADA ORGAN..

Fitur pengelolaan file software Adobe Audition dapat digunakan, seperti: buat (new ), buka (open), simpan (save ), simpan dengan nama lain (save as) Fasilitas siap pakai

Pada hasil uji ketuntasan belajar individual disimpulkan bahwa siswa yang memperoleh model pembelajaran TPS mendapat nilai rata-rata tes kemampuan komunikasi

maka diperoleh bobot untuk setiap subkriteria yang dapat dilihat pada Tabel 5.57. Tabel 5.57 Bobot

Hasil : setelah dilakukan uji statistik terdapat perbandingan konsentrasi garam yang dikonsumsi responden yang menderita hipertensi dengan responden normotensi (P=0,000),