• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Dan Besar Risiko Kadar Lipid Serum Terhadap Gangguan Fungsi Kognitif Pada Pasien Stroke Iskemik Dan Non Stroke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Dan Besar Risiko Kadar Lipid Serum Terhadap Gangguan Fungsi Kognitif Pada Pasien Stroke Iskemik Dan Non Stroke"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Stroke Iskemik II.1.1. Definisi

Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh iskemia atau perdarahan, berlangsung selama 24 jam atau meninggal, tetapi tidak mempunyai bukti yang cukup untuk diklasifikasikan (Sacco dkk, 2013).

Stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal, atau infark retinal. Dimana infark susunan saraf pusat (SSP) adalah kematian sel pada otak, medula spinalis, atau sel retinal akibat iskemia berdasarkan hasil patologi, imaging

atau bukti objektif dari iskemik fokal serebral, medula spinalis atau retinal pada suatu distribusi vaskular tertentu. Atau adanya bukti klinis dari iskemik fokal serebral, medula spinalis atau retinal berdasarkan gejala yang bertahan ≥ 24 jam atau meninggal dan etiologis lainnya telah dieksklusikan (Sacco dkk, 2013).

II.1.2. Epidemiologi

(2)

serangan pertama dan 185.000 stroke berulang dimana stroke merupakan satu dari 20 penyebab kematian di Amerika Serikat (Enders dkk, 2009; Goldstein dkk, 2011; Mozaffarian dkk, 2015).

Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat dengan bertambahnya usia dan terjadi lebih banyak pada wanita pada usia yang lebih muda tetapi tidak pada usia yang lebih tua. Perbandingan insiden pria dan wanita pada umur 55 – 64 tahun adalah 1,25; pada umur 65 – 74 tahun adalah 1,50; 75 – 84 tahun adalah 1,07; dan pada umur ≥ 85 tahun adalah 0,76 (Rosamond dkk, 2007).

II.1.3 Faktor Risiko

Faktor- faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (Sjahrir, 2003)

1. Non modifiable risk factors : a. Usia

b. Jenis Kelamin c. Keturunan / genetik

2. Modifiable risk factors

a. Behavioral risk factors

1. Merokok

2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol,

low fruit diet

(3)

4. Obat – obatan: narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat kontrasepsi

b. Physiological risk factors

1. Penyakit hipertensi 2. Penyakit jantung 3. Diabetes mellitus

4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic , Acquired Immune Deficiency Syndrome

5. Gangguan ginjal

(AIDS), lupus

6. Kegemukan (obesitas)

7. Polisitemia, viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan 8. Kelainan anatomi pembuluh darah

9. Dan lain-lain.

II.1.4. Klasifikasi

Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke, berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya: (Misbach dan Jannis, 2011))

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya : 1. Stroke iskemik

a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Thrombosis serebri

(4)

2. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarakhnoid

II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu 1. Transient Ischemic Attack (TIA)

2. Stroke in evolution

3. Complete stroke

III. Berdasarkan sistem pembuluh darah 1. Sistem karotis

2. Sistem vertebrobasiler

IV. Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST) dan Stroke Data Bank Classifications:

1. Large- artery atherosclerosis (embolus/thrombosis) 2. Kardioembolisme

3. Small- vessel occlusion (lacunar infarct)

4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan

5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan V. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu :

1. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) 2. Total Anterior Circulation Infarcy (TACI) 3. Lacunar Infarct (LACI)

(5)

Pada stroke iskemik, hilangnya perfusi ke otak dalam beberapa detik sampai menit menyebabkan terjadinya kaskade iskemik yang menyebabkan gambaran pusat sentral area infark irreversible yang dikelilingi area penumbra (potensial reversible) (Gofir, 2009).

Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel – sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi–fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemis akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat di reperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach dan Soertidewi, 2011).

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap, yaitu: (Sjahrir, 2003)

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah otak b. Pengurangan O

c. Kegagalan energi

(6)

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2 :

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi

Respon inflamatorik pada stroke iskemik akut mempunyai pengaruh buruk yang memperberat bagi perkembangan infark serebri. Berbagai penelitian menunjukkan adanya perubahan kadar sitokin pada penderita stroke iskemik akut. Mikroglia merupakan makrofag serebral yang merupakan sumber sitokin utama di serebral. Sitokin adalah mediator peptida molekuler, merupakan protein atau glikoprotein yang dikeluarkan oleh suatu sel dan mempengaruhi sel lain dalam suatu proses inflamasi, contohnya limfokin dan interleukin (IL-1 beta, IL-6, IL-8, TNF-α) yang merupakan sitokin pro inflamatorik. Produksi sitokin yang berlebihan mengakibatkan plugging mikrovaskuler serebral dan pelepasan mediator vasokonstriktif endothelin sehingga memperberat penurunan aliran darah, juga mengakibatkan eksaserbasi kerusakan blood brain barrier dan parenkim melalui pelepasan enzim hidrolitik, proteolitik dan produksi radikal bebas yang akan menambah neuron yang mati (Sjahrir, 2003; Harukuni dan Bhardwaj, 2006; Farhoudi M dkk, 2013).

Tahap 4 : Apoptosis

(7)

II.2.1. Definisi

Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar seperti berpikir, mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. Fungsi kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi dan melakukan evaluasi (Strub dan Black, 2000). II.2.2. Domain Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif terdiri dari: (Diatri dkk, 2008) a. Atensi

Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus dengan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi merupakan hasil hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktivitas korteks sehingga mampu untuk fokus pada stimulus spesifik dan mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan. Konsentrasi merupakan kemampuan untuk mempertahankan atensi dalam periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan fungsi eksekutif.

b. Bahasa

(8)

verbal dan fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak dapat dilakukan.

Fungsi bahasa meliputi 4 parameter, yaitu : 1. Kelancaran

Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Metode yang dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara secara spontan.

2. Pemahaman

Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan atau perintah, dibuktikan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan perintah tersebut. 3. Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau kalimat yang diucapkan seseorang.

4. Penamaan

Merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta bagian-bagiannya.

(9)

hubungan yang spesifik antara sindroma afasia dengan lesi

neuroanatomi.

c. Memori

Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian informasi, proses penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang berpengaruh dalam ketiga proses tersebut akan mempengaruhi fungsi memori. Fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan bergantung pada lamanya rentang waktu antara stimulus dengan recall, yaitu :

1. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus dengan recall hanya beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (attention)

2. Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu bebrapa menit, jam, bulan bahkan tahun.

3. Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-tahun bahkan seusia hidup.

d. Visuospasial

(10)

Menggambar jam sering digunakan untuk skrining kemampuan visuospasial dan fungsi eksekutif dimana berkaitan dengan gangguan di lobus frontal dan parietal.

e. Fungsi eksekutif

Fungsi eksekutif dari otak dapat didefenisikan sebagai suatu proses kompleks seseorang dalam memecahkan masalah/persoalan baru. Proses ini meliputi kesadaran akan keberadaan suatu masalah, mengevaluasinya, menganalisa serta memecahkan / mencari jalan keluar suatu persoalan.

II.2.3. Anatomi Fungsi Kognitif

Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri dalam menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut sistem limbik. Sistem limbik terdiri dari amigdala, hipokampus, nukleus talamik anterior, girus subkalosus, girus singuli, girus parahipokampus, formasio hipokampus dan korpus mamilare. Alveus, fimbria, forniks, traktus mamilotalmikus dan striae terminalis membentuk jaras-jaras penghubung sistem ini (Waxman, 2007).

Peran sentral sistem limbik meliputi memori, pembelajaran, motivasi, emosi, fungsi neuroendokrin dan aktivitas otonom. Struktur otak berikut ini merupakan bagian dari sistem limbik: (Markam, 2003)

(11)

tidak sadar, dan pada hemisfer kiri predominan untuk belajar emosi pada saat sadar.

2. Hipokampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang, pemeliharaan fungsi kognitif yaitu proses pembelajaran.

3. Girus parahipokampus, berperan dalam pembentukan memori spasial.

4. Girus singulatus, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan darah dan kognitif yaitu atensi.

5. Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammillary bodies dan septal nuclei. Forniks berperan dalam memori dan pembelajaran.

6. Hipotalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui produksi dan pelepasan hormon, tekanan darah, denyut jantung, lapar, haus, libido dan siklus tidur/bangun, perubahan memori baru menjadi memori jangka panjang.

7. Talamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon

membentuk dinding lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai pusat hantaran rangsang indra dari perifer ke korteks serebri. Dengan kata lain, talamus merupakan pusat pengaturan fungsi kognitif di otak/sebagai stasiun relay ke korteks serebri. 8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan

(12)

9. Girus dentata, berperan dalam memori baru

10. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan komponen asosiasi.

Sedangkan lobus otak yang berperan dalam fungsi kognitif antara lain : (Markam, 2003)

1. Lobus frontalis

Pada lobus frontalis mengatur motorik, prilaku, kepribadian, bahasa, memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisa dan sintesis. Sebagian korteks medial lobus frontalis dikaitkan sebagai bagian sistem limbik, karena banyaknya koneksi anatomik dengan struktur limbik dan adanya perubahan emosi bila terjadi kerusakan.

2. Lobus parietalis

(13)

3. Lobus temporalis

Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan, emosi, memori, kategorisasi benda-benda dan seleksi rangsangan auditorik dan visual.

4. Lobus oksipitalis

Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer, visuospasial, memori dan bahasa.

II.2.4. Gangguan Kognitif pada Stroke Iskemik

Penentuan disfungsi kognitif setelah stroke merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi pilihan pengobatan. Suatu studi prospektif case control menilai fungsi kognitif pada onset stroke iskemik hari ke- 15. Pada analisis bivariat, gangguan fungsi kognitif berhubungan dengan usia (p˂ 0,003), tingkat pendidikan (p˂ 0,003), depresi (p˂ 0,019),

defisit neurologis pada hari ke- 15 (p˂ 0,028) (Jaillard dkk, 2009).

(14)

parenkim serebral akibat penyakit serebrovaskluar dimana merupakan prediktor penurunan kognitif dan berhubungan dengan level gangguan kognitif (Sun dkk, 2014).

Gangguan kognitif yang tampak dalam fase akut stroke sebagian besar ditentukan oleh efek lokal lesi atau hipoperfusi. Namun sejumlah disfungsi kognitif akut dapat membaik selama minggu-minggu dan bulan pertama setelah stroke karena adanya rekanalisasi diikuti oleh reperfusi, atau plastisitas serebral. Sementara banyak dari gangguan kognitif paska stroke membaik selama periode sub akut, namun beberapa pasien menjalani disfungsi kognitif dan fisik yang progresif, meskipun tanpa terdeteksi kejadian serebrovaskular baru (Danovska dkk, 2012).

Faktor risiko vaskular seperti hipertensi, diabetes melitus, hiperlipidemia, merokok, atrial fibrilasi meningkatkan risiko gangguan kognitif dan juga stroke (Sun dkk, 2014).

(15)

Karena berperan sebagai faktor risiko vaskular, diabetes dapat mempengaruhi fungsi kognitif. Stres metabolik yang disebabkan keadaan hiperglikemia atau hipoglikemia dan pengaruh hiperinsulinemia merupakan penyebab potensial gangguan kognitif. Gangguan kognitif yang bermakna merupakan outcome dari episode hipoglikemia akut atau hipoglikemia kronik sub akut yang berulang. Hiperglikemia juga berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif. Dihipotesakan bahwa hiperglikemia dapat beraksi melalui advanced glycation end- products (AGE) yang ditemukan pada neuritic plaque (NP) dan

intracellular neurofibrillary tangles (NFT) bahkan pada stadium dini

Alzheimer’s disease. Dikatakan bahwa Aβ mengaktifkan diekspresikan

berlebihan reseptor AGE yang terlihat pada otak Alzheimer’s disease, sehingga menyebabkan peningkatan stres oksidatif dan kerusakan selular. Hiperglikemia pada stadium preklinik dari diabetes Melitus (DM) tipe 2 menyebabkan hiperinsulinemia. Diperkirakan peningkatan kadar insulin menghabat aksi enzim insulin-degrading yang merupakan protease mayor yang terlibat dalam clearance Aβ. Ada bukti histopatologi dari

(16)

II.2.5 Tes Menilai Fungsi Kognitif

II.2.5.1. Mini Mental State Examination (MMSE)

Sebagai satu penilaian awal, pemeriksaan MMSE adalah tes yang paling banyak dipakai. Penilaian dengan nilai maksimal 30, cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognitif, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognitif dalam kurun waktu tertentu. Skor MMSE normal 24–30. Bila skor kurang dari 24 mengindikasikan gangguan fungsi kognitif. Namun pada individu yang berpendidikan tinggi bila skor MMSE≤ 27 dicurigai suatu gangguan fungsi kognitif (Kusumoputro dkk, 2003).

Tabel 1. Skor Median MMSE

Lama Pendidikan Median

0-6 tahun 24

Dikutip dari : Sjahrir, H., Ritarwan, K., Tarigan, S., Rambe, A.S., Lubis, I.D., Bhakti, I. 2001. The Mini Mental State Examination in healthy individuals in Medan, Indonesia by age and education level. Neurol J Southeast Asia: 6:19-22.

(17)

kalkulasi, immediate and short term recall, kemampuan untuk menyelesaikan instruksi lisan dan tertulis yang sederhana sebagaimana konstruksi visual (Sjahrir dkk, 2001).

Sebuah studi yang dilakukan pada 473 orang sehat yang berumur lebih dari 15 tahun dengan latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang beragam di Medan didapatkan skor median MMSE berdasarkan usia dan lama pendidikan dapat dilihat pada tabel 1. (Sjahrir dkk, 2001)

II.2.5.2. Clock Drawing Test (CDT)

(18)

Clock drawing test memberikan penilaian fungsi eksekutif dan visuospasial yang lebih baik (Kusumoputro dkk, 2003).

Pada umumnya, tes ini menilai sejumlah fungsi kognitif, yang menyerupai MMSE. Banyak area di otak yang terlibat dan harus bekerja secara simultan untuk menggambar jam dinding, terutama daerah frontal, temporal dan parietal. Oleh karenanya CDT merupakan suatu instrumen yang menarik untuk identifikasi dan follow-up pasien-pasien dengan

possible dementia. Tes ini menilai banyak kemampuan kognitif yang tampaknya terlibat pada awal demensia, seperti memori jangka pendek, pemahaman instruksi verbal, orientasi spasial, pemikiran abstrak, merencanakan, konsentrasi eksekutif dan visuospasial (Aprahamian dkk, 2009).

II.3. Lipid II.3.1. Definisi

Lipid merupakan kelompok heterogen dari senyawa, termasuk lemak, minyak, steroid, wax, dan senyawa lain yang terkait. Lipid memiliki sifat (1) relatif tidak larut dalam air dan (2) larut dalam pelarut nonpolar seperti sebagai eter dan kloroform (Botham dan Mayes, 2012).

(19)

Lipid diklasifikasikan menjadi dua yaitu lipid sederhana dan lipid kompleks: (Botham dan Mayes, 2012)

II.3.2.1. Lipid sederhana meliputi ester asam lemak dengan berbagai alkohol. Contoh lipid sederhana antara lain :

1. Lemak (fat) merupakan ester asam lemak dengan gliserol. 2. Minyak (oil) adalah lemak dalam keadaan cair.

3. Wax (malam) merupakan ester asam lemak dengan alkohol monohidrat yang berat molekulnya tinggi.

II.3.2.2. Lipid kompleks merupakan ester asam lemak yang mengandung gugus-gugus selain alkohol dan satu atau lebih asam lemak, yang dibagi atas tiga kelompok, yaitu:

1. Fosfolipid adalah lipid yang mengandung suatu residu asam fosfor, selain asam lemak dan alkohol.

2. Glikolipid adalah lipid yang mengandung asam lemak, sfingosin, dan karbohidrat.

3. Lipid kompleks lain juga meliputi sulfolipid, aminolipid, dan lipoprotein.

II.3.3. Lipid Plasma

Lipid plasma terdiri dari trigliserida (16%), fosfolipid (30%), kolesterol (14%), dan kolesterol ester (36%) dan fraksi yang lebih kecil dari asam lemak rantai panjang yang tidak teresterifikasi (Free Fatty Acid

(20)

paling aktif dari lipid plasma. Agar lipid dapat diangkut dalam sirkulasi, maka susunan molekul lipid harus dimodifikasi, yaitu dalam bentuk lipoprotein yang bersifat larut dalam air. Lipoprotein terdiri dari kolesterol ester dan trigliserida yang mengisi inti dan dikelilingi oleh fosfolipid, kolesterol non ester dan apolipoprotein. Lipoprotein ini bertugas mengangkut lipid dari tempat sintesisnya ke tempat penggunaannya (Botham dan Mayes, 2012).

Tabel 2. Komposisi Lipoprotein Plasma

(21)

Empat kelompok utama lipoprotein yang penting secara fisiologis dan diagnosa klinis adalah (1) kilomikron, berasal dari penyerapan usus atas trigliserida dan lipid lainnya; (2) very low density lipoproteins (VLDL), yang berasal dari hati untuk ekspor trigliserida; (3) low density lipoproteins

(LDL), yang mewakili tahap akhir dalam katabolisme VLDL; dan (4) high density lipoproteins (HDL), yang terlibat dalam transportasi kolesterol dan juga dalam VLDL dan metabolisme kilomikron. Trigliserida adalah lipid dominan di kilomikron dan VLDL, sedangkan kolesterol dan fosfolipid adalah lipid dominan dalam LDL dan HDL, yang dapat dilihat pada tabel 2 (Botham dan Mayes, 2012).

(22)

II.3.4. Metabolisme Lipid II.3.4.1. Jalur Eksogen

Makanan berlemak terdiri atas trigliserida dan kolesterol. Selain kolesterol yang berasal dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di usus halus yang berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati disebut lemak eksogen. Trigliserida dan kolesterol dalam usus halus akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserida akan diserap sebagai asam lemak bebas sedangkan kolesterol sebagai kolesterol. Di dalam usus halus, asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserida, sedangkan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester dan keduanya bersama dengan fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron (Adam, 2006).

Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam aliran darah. Trigliserida dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas (free fatty acid (FFA)=

(23)

menjadi kilomikron remnant yang mengandung ester dan akan dibawa ke hati (Adam, 2006).

II.3.4.2. Jalur Endogen

Trigliserida dan kolesterol yang disintesis di hati dan disekresikan dalam sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Apolipoprotein yang terkandung dalam VLDL adalah apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi, trigliserida di VLDL berubah menjadi intermediate density lipoproteins (IDL) yang juga akan mengalami hidrolisis akan berubah menjadi LDL. Sebagian dari VLDL, IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali ke hati.

Low density lipoproteins (LDL) adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. Sebagian dari kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis dan ovarium yang mempunyai reseptor untuk K-LDL. Sebagian lagi K-LDL akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag. Jumlah kolesterol yang kan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol yang terkandung di LDL (Adam, 2006).

Beberapa kaadaan mempengaruhi tingkat oksidasi, seperti : (Adam, 2006)

1. Meningkatnya jumlah LDL kecil padat (small dense LDL), seperti pada sindrom metabolik dan diabetes mellitus.

(24)

II.3.4.3. Jalur Reverse Cholesterol Transport

High dense lipoprotein (HDL) dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang mengandung apolipoprotin (apo) A, C dan E; dan disebut HDL nascent. High density lipoproteins nascent berasal dari usus halus dan hati, mempunyai bentuk gepeng dan mengandung apolipoprotein A1. High density lipoproteins nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang disimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesterol dari makrofag, HDL nascent berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat. Agar dapat diambil oleh HDL nascent, kolesterol bebas di bagian dalam makrofag harus dibawa ke permukaan membran sel makrofag oleh suatu transporter yang disebut adenosin triphosphate- binding cassette transporter-1 atau disingkat ABC-1 (Adam, 2006).

(25)

jalur tak langsung melalui VLDL dan IDL untuk membawa kolesterol kembali ke hati (Adam, 2006).

Jalur metabolisme lipid dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Jalur Metabolisme Lipid

Diambil dari: Sheperd, J. 2001. The Role of The Exogenous Pathway in Hypercholesterolaemia. Eur Heart J Supplements. 3: 2-5

II.3.5.Hubungan Lipid Serum dengan Fungsi Kognitif II.3.5.1.Kolesterol Total dengan Fungsi Kognitif

Kolesterol memainkan peran penting dalam pemeliharaan lapisan ganda lipid dari membran sel dan dapat diharapkan memiliki efek difus. Perubahan level fundamental kolesterol dapat mempengaruhi fungsi membran sel, mungkin mengorbankan transmisi sinaptik dalam beberapa sistem neurotransmitter. Penelitian telah menunjukkan hubungan antara perubahan dalam kadar kolesterol serum dan sistem 5-hydroxytryptamine

(26)

mempengaruhi fungsi kognitif melalui gangguan transmisi lobus frontal. Mengingat peran lipid dalam pemeliharaan sel, kolesterol penting untuk perkembangan dan fungsi otak. Otak adalah organ yang paling kaya kolesterol (diperkirakan mengandung 20% dari total kolesterol tubuh). Kolesterol sangat penting dalam mielinasi dan pembentukan sinaps dan dendrit. Terlalu sedikit kolesterol bisa memiliki efek buruk pada otak, terutama selama perkembangannya (Chrichton dkk, 2016).

Kadar kolesterol yang rendah juga mungkin bersamaan dengan adanya penyakit kronis, asupan buruk atau penyerapan nutrisi, serta adanya keganasan, yang pada gilirannya dapat berhubungan dengan kinerja kognitif yang lebih buruk. Kolesterol serum yang rendah dan fungsi kognitif yang menurun mungkin terkait karena sel-sel saraf memerlukan kolesterol total untuk proses metabolisme normal (Elias dkk, 2005).

Penjelasan ini telah digunakan sebelumnya untuk menjelaskan hasil penelitian di mana kolesterol total terkait dengan kinerja kognitif yang lebih baik (Chrichton dkk, 2016).

II.3.5.2.Trigliserida dengan Fungsi Kognitif

(27)

fungsi kognitif. Hal inilah yang membuat trigliserida memainkan peran penting untuk meningkatkan fungsi kognitif (Yin dkk, 2012).

Trigliserida yang bersirkulasi selama puasa adalah dalam bentuk VLDL yang disintesa hati dengan menggunakan asam lemak. Oleh karena itu, kadar trigliserida yang lebih tinggi menandakan jumlah asam lemak yang bersirkulasi berlimpah, dimana merupakan komponen molekul penting yang menentukan integritas dan kinerja otak, dan menjaga tingkat berlimpah asam lemak sangat penting untuk menjaga fungsi otak yang baik. Selain itu, asam lemak tak jenuh bisa menurunkan produksi sitokin inflamasi atau menurunkan respon jaringan. Penelitian telah menunjukkan bahwa asupan tinggi asam lemak tak jenuh bisa melindungi fungsi kognitif atau mengurangi risiko demensia (Yin dkk, 2012).

Ketiga, trigliserida serum dapat menjadi indikator status gizi, tingkat normal begitu tinggi dari trigliserida menunjukkan asupan nutrisi dan energi memadai tapi tidak berlebihan. Lee dkk (2001) dalam Yin dkk (2012) menunjukkan bahwa status gizi yang baik, penting untuk menjaga fungsi kognitif. Dalam penelitian ini, adanya nutrisi yang penting dengan asam lemak penting, termasuk anti oksidan dan vitamin, merupakan dasar status gizi yang baik dalam mempertahankan fungsi kognitif.

II.3.5.3. High Density Lipoproteins (HDL ) dengan Fungsi Kognitif

(28)

transportasi kolesterol jenis lain dari berbagai jaringan, termasuk otak ke hati. Apolipoprotein E memiliki peran fisiologis utama dalam regulasi lipid dan homeostasis lipoprotein, dimana isoform APOE-ε4 merupakan faktor risiko yang terkenal untuk Alzheimer’s disease. Isoform ε2 dan ε4 telah

terbukti mempengaruhi kadar kolesterol HDL dalam arah yang berlawanan dan beberapa temuan menunjukkan bahwa hubungan antara APOE-ε4 dan penurunan kadar HDL meningkatkan kerentanan untuk Alzheimer’s disease. Selanjutnya, HDL rendah dan genotipe APOE-ε4 keduanya dikaitkan dengan peningkatan kejadian aterosklerosis, kontributor yang bermakna untuk hipoperfusi serebral, dan stroke. Serebrovaskular dan perubahan patologis Alzheimer’s disease sering bertepatan dalam kasus demensia dan dapat bertindak secara sinergis dalam penurunan kognitif.

Beta-amiloid (Aβ), ciri patologis Alzheimer’s disease, mengikat HDL, mempertahankan kelarutannya dalam cairan serebrospinal (CSF) dan plasma. Interaksi HDL-Aβ ini mencegah pengendapan Aβ ke dalam otak dan dapat berfungsi sebagai penanda untuk penyakit neurodegeneratif. Apolipoprotein E -ε4 telah terbukti mempengaruhi interaksi HDL-Aβ ini dan telah terlibat sebagai faktor risiko untuk angiopati amiloid serebral, ciri patologis lain yang menonjol dari Alzheimer’s disease (Ward dkk, 2010).

(29)

juga telah terbukti memberikan efek neuroprotektif. Selain itu, kadar K-HDL berpotensi dimediasi oleh aktivitas CETP juga berhubungan dengan umur panjang, meningkatkan kognisi, dan bebas demensia. Karena HDL adalah lipoprotein yang bertanggung jawab untuk efluks kolesterol dalam sel otak, kemungkinan kekurangan atau disfungsi K-HDL dapat menyebabkan tauopathies tertentu atau disgenesis proses sinaptik, sehingga individu dengan dislipidemia mungkin lebih rentan terhadap penyakit neurodegeneratif (McGrowder dkk, 2011).

Sifat neuroprotektif HDL termasuk percepatan pematangan sinapsis, pemeliharaan plastisitas sinaptik, meningkatkan metabolisme Aβ, peningkatan volume hipokampus, dan anti-inflamasi dan kegiatan antioksidan. Selanjutnya, HDL otak dapat menekan produksi Aβ dengan

menurunkan kolesterol selular melalui aktivasi transportasi kolesterol terbalik dimediasi oleh ABC transporter. High density lipoproteins dapat langsung mengikat kelebihan Aβ dan dengan demikian menghambat

oligomerisasinya. Oligomerisasi merupakan langkah besar dalam transformasi peptida beracun monomer ke bentuk gabungan neurotoksik yang dapat menjelaskan penurunan memori (McGrowder dkk, 2011).

(30)

II.3.5.4. Low Density Lipoproteins (LDL) dengan Fungsi Kognitif

Mekanisme kadar K-LDL yang tinggi menyebabkan demensia pada pasien stroke tidak jelas, tetapi kemungkinan berhubungan dengan aterosklerosis. Kadar K-LDL yang tinggi diketahui berhubungan dengan penyakit jantung koroner dan aterosklerosis arteri karotis, yang dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif melalui emboli serebral atau hipoperfusi. Studi patologi klinik sebelumnya menekankan pada infark makroskopik besar, tapi kemudian disarankan bahwa penyakit mikrovaskular dan infark lakunar adalah gambaran patologis umum dari demensia vaskular. Infark lakunar dan penyakit cerebral white matter

dapat menyebabkan penurunan kognitif akibat terganggunya

corticosubcortical connection. Peranan kadar lipid pada penyakit pembuluh darah kecil dan infark lakunar memerlukan penyelidikan lebih lanjut (Reitz dkk, 2004).

Selain itu, lipid peroksidase mungkin menjadi faktor utama dalam proses penuaan dan diet hiperkolesterolemia dapat menyebabkan aktivasi mikroglia dan plak deposisi β-amiloid. Sebaliknya, pembatasan diet dapat

(31)

Studi yang berbeda telah menemukan bukti lebih rendah kadar antioksidan pada pasien dengan demensia vaskular. Selain itu, ada bukti bahwa K-LDL peroksidasi meningkat dengan usia (Reitz dkk, 2004).

II.3.5.5. Lipoprotein (a) dengan Fungsi Kognitif

Mekanisme patofisiologis dimana peningkatan Lp (a) mungkin berhubungan dengan AD tidak diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa alel apolipoprotein E ε2 dikaitkan dengan penurunan konsentrasi serum Lp (a), namun tidak ada kesepakatan tentang pengaruh polimorfisme apolipoprotein E pada konsentrasi Lp (a) (Solfrizzi dkk, 2002).

(32)

mengalami oksidasi dari LDL sendiri mungkin memfasilitasi ambilan oleh makrofag melalui reseptors scavenger. Hal ini adalah mekanisme universal dari aterogenesis, di mana makrofag 'Memanjakan diri' di kolesterol dari LDL, dan akhirnya dari Lp (a), mengubah diri menjadi sel

foam, prekursor aterosklerosis. Mekanisme pro-aterogenik lain dari Lp (a) akan berhubungan dengan korelasi terbalik antara kadar lipoprotein dan reaktivitas vaskular, dalam hal peningkatan kadar Lp plasma (a) akan mendorong disfungsi endotel (Maranhao dkk, 2014; Solfrizzi dkk, 2002).

Selanjutnya, data klinis dan epidemiologis menunjukkan bahwa inflamasi kronik muncul sebagai prekursor dari gejala penyakit Alzeimer, menunjukkan hubungan lain yang mungkin antara peningkatan serum Lp (a) dan penyakit Alzeimer. Pada pasien dengan lesi otak neuropatologis khas penyakit Alzeimer, infark otak, dan infark terutama lakunar, lebih sering mengakibatkan klinis dementia. Dilaporkan bahwa aktivitas prekursor protein amiloid dan produksi amiloid β meningkat pada hipokampus setelah iskemik transien yang parah. Karena peningkatan konsentrasi Lp (a) serum umumnya meningkatkan risiko stroke, hal ini mungkin memiliki peran dalam menentukan klinis penyakit Alzeimer (Solfrizzi dkk, 2002).

(33)

II.4. Kerangka Teori ghrelin & insulin efek + kognitif Yin dkk, 2012: TG ↓ produksi sitokin ↓ risiko demensia

Yin dkk, 2012: Elias dkk, 2005  K-total ↑,TG ↑ indikator gizi fungsi kognitif ↑

McGrowder dkk, 2011: HDL sebagai neuroprotektif, ↑metabolisma Aβ, anti inflamasi , antioksidan efek + kognitif

Reitz dkk, 2004: lipid peroksidase aktivasi mikroglia plak deposisi B-amiloid

Reiz dkk, 2004: LDL ↑ 

aterosklerosis hipoperfusi

terganggu corticosubcortical

connection↓ fs.kognitif Singh-Manoux dkk, 2008: ↓K -HDL mempengaruhi memori melalui aterosklerosis dan stroke

i

Reiz dkk, 2004: lebih rendah kadar oksidan pada demensia vaskular

FUNGSI

KOGNITIF

Henderson dkk, 2003: kadar K-total & K-LDL yang ↑  kinerja yang baik pada fungsi kognitif. Namun, ↑ lipid

(34)

II.5. KERANGKA KONSEP

LIPID SERUM: Ktotal, K-LDL, TG, K-HDL

FUNGSI KOGNITIF: MMSE , CDT STROKE ISKEMIK (SI) :

SI dengan Hiperetensi dan DM, SI dengan Hipertensi

SI dengan DM

Gambar

Tabel 1. Skor Median MMSE
Tabel 2. Komposisi Lipoprotein Plasma
Gambar 1. Jalur Metabolisme Lipid  Diambil dari: Sheperd, J. 2001. The Role of The Exogenous Pathway in Hypercholesterolaemia

Referensi

Dokumen terkait

Based on the data analysis and the interpretation in the previous chapter, the writer would like to elaborate the conformity of English Summative Test of the odd semester for

U poglavlju su opisana tri algoritma koja omogu´cuju raˇcunanje DMD-a u realnom vremenu, a to se online DMD, teˇzinski DMD i windowed DMD.. Nakon detaljnog teorijskog opisa

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya sehingga penulis diberikan kemampuan dan kesempatan untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini

[r]

Hasil dari analisis aktivitas utama dan pendukung yang diperoleh dari value chain pada e-learning pembelajaran al-qur’an menunjukkan bahwa organisasi pengembang

Raja Bangkalan dalam legenda “Asal Usul Dusun Kajuabuh.” Dikisahkan bah - wa raja Bangkalan menjatuhkan kutuk pada warga Desa Lar-lar yang dianggap membangkang karena

Dalam perkembangannya, IEEE ( Institute Of Electrical And Electronics ) telah melakukan perkembangan standar-standar untuk WLAN, yaitu standar jaringan IEEE 802.11

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa moralitas asketik yang digunakan dalam novel heptalogi Syekh Siti Jenar berupa moralitas yang sarat dengan humanisme dan terikat