• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Cuci Hidung dengan NaCl 0,9% Terhadap Peningkatan Kualitas Mahasiswa dengan Rinitis Alergi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Cuci Hidung dengan NaCl 0,9% Terhadap Peningkatan Kualitas Mahasiswa dengan Rinitis Alergi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hidung dan Sinus Paranasal 2.1.1. Anatomi hidung

(2)

Gambar 2.1. Struktur Dinding Lateral Hidung10

Sedangkan hidung dalam, terbentang dari os internum di anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum hidung merupakan garis tengah yang membagi hidung menjadi 2 buah rongga yang pada bagian lateral masing-masing rongga terdapat konka. Konka memiliki rongga udara yang tak teratur di antaranya, yaitu meatus superior, media, dan inferior. Duktus nasolakrimalis bermuara pada meatus inferior di bagian inferior. Sinus frontalis, etmoidalis anterior, dan maksilaris bermuara pada hiatus semilunaris dari meatus media. Sel – sel sinus etmoidalis posterior bermuara pada meatus superior, sedangkan sinus sfenoidalis berakhir pada resesus sfenoetmoidalis. Ujung - ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil di bagian medial dan lateral dinding hidung dalam dan ke atas hingga kubah hidung.7

(3)

Suplai darah ke rongga hidung berasal dari cabang arteri maksilaris interna. Cabang sfenopalatina dari arteri maksilaris interna menyuplai daerah konka, meatus dan septum. Cabang etmoidalis anterior dan posterior dari arteri oftalmika menyuplai sinus frontalis dan etmoidalis serta atap hidung. Sinus maksilaris disuplai oleh cabang arteri labialis superior dan cabang infraorbitalis. Sedangkan sinus sfenoidalis mendapatkan suplai dari alveolaris dari arteri maksilaris interna dan cabang faringealis dari arteri maksilaris interna.7

Vena-vena membentuk suatu pleksus kavernosa yang rapat di bawah membrana mukosa. Pleksus ini terlihat nyata di atas konka media dan inferior, serta bagian bawah septum dimana ia membentuk jaringan erektil. Drainase vena terutama melalui vena oftalmika, fasialis anterior, dan sfenopalatina.7

Salah satu saraf yang berperan dalam rongga hidung adalah N. olfaktorius yang terdapat pada membrana mukosa. Saraf ini naik ke atas melalui lamina cribrosa dan mencapai bulbus olfactorius. Saraf – saraf sensasi umum berasal dari

divisi ophtalmica dan maxillaris N. trigeminus. Persarafan bagian anterior rongga hidung berasal dari n. etmoidalis anterior. Sedangkan bagian posteriornya berasal dari ramus nasalis, ramus nasopalatinus, dan ramus palatinus ganglion pterygopalatinum.11

2.1.3. Sistem limfatik

Jaringan limfatik anterior adalah kecil dan bermuara di sepanjang pembuluh fasialis yang menuju leher. Jaringan ini mengurus hampir seluruh bagian anterior hidung – vestibulum dan daerah prekonka.7

Jaringan limfatik posterior mengurus mayoritas anatomi hidung, menghubungkan ketiga saluran utama di daerah hidung belakang, yaitu saluran superior, media, dan inferior.7

• Kelompok superior, berasal dari konka media dan superior dan bagian dinding hidung yang berkaitan, berjalan di atas tuba eustakius dan bermuara pada kelenjar limfe retrofaringea.

(4)

• Kelompok inferior, berasal dari septum dan sebagian dasar hidung, berjalan menuju kelenjar limfe di sepanjang pembuluh jugularis interna.7

2.1.4. Anatomi sinus paranasal

Sinus paranasal merupakan rongga-rongga udara yang terdapat di dalam os maxilla, os frontale, os sphenoidale, dan os ethmoidale. Sinus memiliki fungsi

sebagai resonator suara, juga untuk mengurangi berat tengkorak. Bila muara sinus tersumbat atau sinus terisi cairan kualitas suara akan berubah.11

Sinus maksilaris terdapat dalam korpus maksilaris yang berbentuk piramid dengan basis membentuk dinding lateral hidung dan apeks di dalam prosesus zigomatikus maksila. Membran mukosa sinus maksilaris dipersarafi oleh n. alveolaris superior dan n. infraorbitalis.11

Sinus frontalis ada 2 buah yang dipisahkan oleh septum tulang yang sering menyimpang dari bidang median. Setiap sinus berbentuk segitiga dan meluas ke atas. Membran mukosanya dipersarafi oleh n. supraorbitalis.11

Sinus sfenoidalis, juga terdiri atas 2 buah rongga di dalam corpus ossis sphenoidalis. Membran mukosanya dipersarafi oleh n. etmoidalis posterior.11

Sinus etmoidalis yang terdapat di antara hidung dan mata. Sinus ini dibagi menjadi kelompok anterior, media, dan posterior. Kelompok anterior bermuara ke dalam infundibulum, kelompok media bermuara ke dalam meatus media, dan kelompok posterior bermuara ke dalam meatus superior. Membran mukosanya dipersarafi oleh n. etmoidalis anterior dan posterior.11

2.1.5. Fisiologi hidung

Hidung sebagai organ penting dalam jalur pernafasan manusia memiliki beberapa fungsi penting yaitu: 1) sebagai organ penghidu, 2) sebagai tahanan jalan nafas, 3) sebagai penyesuai udara, 4) sebagai purifikasi udara, dan 5) sebagai fungsi mukosiliar.7

(5)

1. Fungsi respirasi, mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal

2. Fungsi penghidu, karena terdapatnya mukosa olfaktorius (penciuman), dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu

3. Fungsi fonetik, berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang 4. Fungsi statistik dan mekanik, untuk meringankan beban kepala, proteksi

terhadap trauma dan pelindung panas 5. Refleks nasal

2.1.6. Sistem transpor mukosiliar

Transpor mukosiliar atau pembersihan mukosiliar adalah mekanisme pertahanan terhadap setiap zat / mikroorganisme asing yang masuk ke dalam hidung. Silia dan lapisan mukus merupakan komponen yang berperan penting dalam hal ini. Silia memiliki panjang sekitar 6 mikron dengan diameter 250 nm, jumlah silia bervariasi antara 50 – 100 setiap sel saluran nafas, dipengaruhi oleh usia dan posisinya di saluran nafas. Jumlahnya dalam saluran nafas diperkirakan sekitar 109 silia per cm2.13Strukturnya terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi sembilan pasang mikrotubulus, semuanya terbungkus dalam membran sel berlapis tiga yang tipis dan rapuh.7 Silia memiliki gerakan yang metakronis yang berfungsi mendorong mukus untuk bergerak ke arah nasofaring, kemudian ke orofaring dan hipofaring, yang selanjutnya sekretnya akan ditelan.13 Kerja silia dapat terganggu oleh adanya udara yang sangat kering, yang sering terjadi di rumah pada bulan – bulan musim dingin dengan pemanasan. Polusi udara (nitrogen dioksida dan sulfur dioksida) mengganggu efektivitas silia dalam berbagai cara.7

(6)

membran apikal epitel. Pada individu sehat, mukus dari saluran nafas mengandung 97% air dan hanya 3% zat padat yang 30% terdiri dari musin.13 Arah gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang dikarenakan silia lebih aktif pada meatus media dan inferior yang terlindung, maka cenderung menarik lapisan mukus dari meatus komunis ke dalam celah – celah ini. Pada septum arah gerakannya ke belakang dan ke bawah menuju dasar. Pada dasar hidung, arahnya ke belakang dan cenderung bergerak di bawah konka inferior ke dalam meatus inferior. Sedangkan sisi medial konka, arah gerakan ke belakang dan ke bawah, lewat di bawah tepi inferior meatus yang bersangkutan. Kecepatan gerakan mukus dipengaruhi oleh kerja silia yang berbeda di berbagai bagian hidung. Kecepatan pada segmen hidung anterior mungkin hanya seperenam dari segmen posterior, yaitu sekitar 1 – 20 mm/menit.7

Ada dua penyebab gangguan pada pembersihan mukosiliar, yaitu: 1) gerak silia yang dihambat secara langsung, seperti pada kasus defek genetik pada protein sentral aksonem, atau 2) disfungsi sementara yang disebabkan oleh infeksi dan pengaruh lingkungan. Beberapa kasus yang sering mengganggu proses pembersihan mukosiliar adalah diskinesia silia primer dan sekunder, kistik fibrosis, PPOK, asma, dan gangguan rinologi lain ya.13

2.2. Rinitis Alergi

2.2.1. Definisi rinitis alergi

Rinitis alergi adalah suatu penyakit respon inflamasi yang diperantarai oleh IgE pada membran mukosa hidung setelah terpajan oleh alergen inhalan. Gejalanya meliputi rinore (anterior atau posterior), hidung tersumbat, hidung gatal, dan bersin.14

2.2.2. Klasifikasi rinitis alergi

(7)

alergi seasonal berkaitan dengan variasi alergen di luar lingkungan rumah seperti polen (serbuk sari) ataupun jamur. Namun klasifikasi ini masih belum

memuaskan, sehingga ARIA – WHO melakukan revisi dan

mengklasifikasikannya berdasarkan lamanya serangan dan derajat keparahan.2

Tabel 2.1 Klasifikasi Rinitis Alergi2

Klasifikasi Gejala

Intermittent Gejala berlangsung kurang dari 4 hari/minggu

atau kurang dari 4 minggu

Persistent Gejala berlangsung lebih dari 4 hari/minggu

dan lebih dari 4 minggu

Mild

Tidak ditemukan gangguan tidur, aktivitas harian, olahraga, bersantai, aktivitas sekolah dan bekerja

Moderate – Severe

Ditemukan adanya gangguan tidur, gangguan terhadap aktivitas harian, olahraga, bersantai, aktivitas sekolah dan bekerja

Berdasarkan tabel di atas, maka rinitis alergi diklasifikasikan menjadi:

• Rinitis alergi dengan gejala intermittent – mild

• Rinitis alergi dengan gejala intermittent – moderate-severe

• Rinitis alergi dengan gejala persistent – mild

• Rinitis alergi dengan gejala persistent – moderate-severe

2.2.3. Faktor resiko rinitis alergi

(8)

pada usia 6 tahun. Sekitar 30% berkembang pada usia remaja.15 Pada anak-anak rinitis alergi lebih dominan terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan. Tetapi pada orang dewasa prevalensinya lebih sering terjadi pada perempuan.16

Beberapa faktor resiko lainnya yang berpengaruh adalah :

• Riwayat atopi dari keluarga. Ada peranan genetik yang turut menentukan kondisi ini. Beberapa penelitian menemukan adanya bentuk

polimorfisme pada beberapa kromosom (1,2,3,5,6,7,9,11,12,13,14,16,17,19,dll) dan juga dijumpai adanya

perbedaan distribusi allel yang berkaitan alergi (IL-4 dan gen IL-4R) pada beberapa ras.17

• Serum IgE > 100 IU/ml pada anak sebelum usia 6 tahun.

• Hasil positif pada uji cukit kulit / Skin Prick Test (SPT).16

• Terpapar alergen. Alergen inhalan merupakan faktor utama. Alergen inhalan yang paling sering terlibat adalah debu, tungau rumah (Dermatophagoides pteronyssinus & Euroglypus maynei), polen, jamur, bulu binatang, polusi (NO, Sulfur dioksida, CO, ozon) . Makanan jarang menyebabkan terjadinya rinitis alergi.2

2.2.4. Patofisiologi rinitis alergi

(9)

Gambar 2.2. Mekanisme Rinitis Alergi18

Reaksi alergi tipe I diawali dengan adanya sensitisasi. Pada fase ini, setiap alergen / antigen yang masuk ke mukosa akan diangkut oleh antigen presenting cell (APC) melalui MHC Class II ke sel CD+4 T limfosit (T cell). T cell akan

berdiferensiasi menjadi sel Th1 dan Th2. Selanjutnya sel Th2 akan melepaskan berbagai sitokin seperti IL-4 dan IL-13. Sitokin tersebut akan berikatan dengan reseptor di permukaan sel B dan mengaktifkan sel B untuk memproduksi IgE spesifik antigen yang akan berikatan pada permukaan sel mast dan basofil pada reseptor Fc.19

(10)

menyebabkan vasodilatasi. Aktivasi dari saraf sensoris akan menimbulkan rasa gatal dan berbagai refleks sentral. Hal tersebut meliputi refleks bersin dan refleks parasimpatis yang menstimulasi sekresi banyak mukus di hidung dan kejadian vasodilatasi. Hiperresponsif saraf sensoris merupakan gejala yang paling menonjol pada rinitis alergi.20

Pada reaksi fase lambat, mediator inflamasi yang paling berperan adalah eosinofil. Aktivasi dari eosinofil ini akan mengeluarkan beberapa produk granul yang toksik seperti major basic protein (MBP), eosinophil cationic protein (ECP), dan eosinophil peroxidase (EPO) yang dapat merusak sel – sel epitel dari rongga hidung.19

2.2.5. Manifestasi klinis rinitis alergi

Beberapa gejala klinis yang mengarah ke rinitis alergi jika dijumpainya 2 atau lebih gejala yang berlangsung lebih dari 1 jam selama beberapa hari, yaitu2 :

• Rinore (hidung berair)

• Bersin, yang sering kambuh (> 5 kali/serangan)

• Hidung tersumbat

• Hidung terasa gatal

• ± Konjungtivitis

Namun ada beberapa gejala yang tidak berhubungan dengan rinitis alergi dan dapat menjadi diagnosa banding yaitu2 :

• Gejala unilateral

• Hidung tersumbat tanpa gejala lain

• Rinore yang mukopurulen

• Rinore posterior (post nasal drip) disertai lendir kental

• Ada nyeri

• Epistaksis berulang

• Anosmia

(11)

2.2.6.1. Anamnesis

Dalam anamnesis perlu ditanyakan gejala-gejala yang dialami pasien. Gejala rinitis alergi berbeda dengan rinitis infeksiosa. Respon alergi biasa ditandai oleh bersin, kongesti hidung, dan rinore yang encer dan banyak. Tidak ada demam dan biasanya sekret tidak mengental atau menjadi purulen. Gejala penyerta seperti mual, bersendawa, kembung diare, somnolen atau insomnia dapat juga memberi kesan suatu alergen yang ditelan, serta membedakan pasien-pasien ini dari penderita rinitis virus. Pola serangan (hilang timbul / menetap), durasi dan derajat keparahan perlu ditanyakan serta riwayat penyakit alergi dalam keluarga.7

2.2.6.2. Pemeriksaan fisik

Mukosa hidung pada pasien alergi biasanya basah, pucat, dan berwarna merah jambu keabuan. Konka tampak membengkak. Polip dapat timbul pada antrum maksilaris dan regio etmoidalis, kemudian meluas ke dalam meatus superior dan media.7 Selain itu dijumpai juga tanda khas, yaitu: 1) Allergic shiners / Dennie-Morgan lines, yaitu bayangan gelap di daerah periorbita karena stasis vena

sekunder akibat obstruksi hidung, 2) Allergic salute, garis yang timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan, 3) Allergic crease, garis horizontal pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah.21 Pada pemeriksaan mata dapat dijumpai adanya injeksi dan pembengkakan pada konjungtiva palpebra dengan lakrimasi yang berlebihan.22

2.2.6.3. Pemeriksaan penunjang

(12)

kardiovaskular yang berat dan tidak stabil, dan pasien dalam pengobatan beta-blocker.14

Tabel 2.2 Interpretasi Hasil Skin Prick Test23

Ukuran (mm) Skala Interpretasi

<4 0+ Negative

5 – 10 2+ Mildly sensitive

10 – 15 3+ Moderate sensitive

>15 4+ Very sensitive

Pemeriksaan secara in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan Radioallergosorbent Test (RAST). Pemeriksaan ini juga digunakan untuk

(13)

2.2.7. Algoritma tatalaksana rinitis alergi

(14)

2.2.8. Komplikasi rinitis alergi

Survei epidemiologi secara retrospektif maupun prospektif memperlihatkan bahwa rinitis alergi sering berkaitan dan bahkan menjadi faktor penyebab dari asma, sinusitis, dan otitis media efusi. Pada 70% anak yang menderita alergi dan rinitis kronis dijumpai adanya gambaran radiologis yang abnormal pada sinusnya. Begitu juga pada anak-anak yang menderita OME, 40-50% memiliki riwayat rinitis alergi yang telah dikonfirmasi dengan Skin Prick Test (SPT) dan dijumpai peningkatan serum antibodi IgE.25

2.3. Kualitas Hidup

Kualitas hidup memiliki banyak arti tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Kualitas hidup menurut WHO (1994), didefinisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki, atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan hubungan pada karakteristik lingkungan mereka.

Oleh sebab itu kualitas hidup pada setiap orang akan berbeda hasilnya. Kualitas hidup memberikan manfaat bagi penyelenggara kesehatan, antara lain: 1) Sebagai parameter keberhasilan suatu terapi, 2) Indikator diperlukannya terapi suportif, 3) Indikator prognostik, 4) Membantu dalam membuat keputusan, 5) Informasi dalam alokasi sumberdaya dan kebijakan kesehatan.26

(15)

pada anak-anak, sedangkan pada orang dewasa sering didapati adanya penurunan poduktivitas dan konsentrasi.27 Untuk rinitis alergi, kuesioner yang sudah tervalidasi adalah kuesioner Rhinitis Quality of Life Questionnaire (RQLQ) yang terdiri atas 28 pertanyaan, 7 area, dan skala 0-6.9

2.4. Cuci Hidung

Cuci hidung bukanlah merupakan suatu hal yang baru, melainkan sudah ada sejak kurang lebih 15 abad yang lalu pada masyarakat India kuno. Jalaneti dalam bahasa India adalah perkembangan awal cuci hidung yang merupakan salah satu dari enam bagian dari terapi yoga (kriyas). Cuci hidung diyakini dapat membersihkan pernafasan dan akan mengembalikan kejernihan pikiran. Penelitian ilmiah mengenai cuci hidung pertama kali muncul dalam British Medical Journal pada tahun 1895. Tahun 2007, sebuah studi meta-analisis dengan RCT menunjukkan bahwa penggunaan terapi cuci hidung terhadap perbaikan gejala inflamasi pada hidung menunjukkan hasil peningkatan yang signifikan dengan standard mean deviation (SMD) 1,14. Cuci hidung merupakan terapi yang murah,

sederhana, dan dapat ditoleransi dengan efek samping yang minimal.28

2.4.1. Mekanisme kerja

(16)

Sejumlah hipotesa yang menjelaskan peranan cuci hidung terhadap perbaikan gejala hidung antara lain31 :

1. Perbaikan terhadap pembersihan mukosiliar 2. Mengurangi edema mukosa

3. Mengurangi mediator inflamasi

4. Membersihkan kotoran (kerak) dan lendir kental di rongga hidung.

2.4.2. Indikasi dan kontraindikasi serta efek samping

Cuci hidung diindikasikan pada pasien-pasien dengan gangguan sinonasal, di antaranya dapat berupa rinosinusitis (akut & kronis), rinitis alergi & non alergi, ISPA, dan terapi pasca bedah sinus endoskopi.8 Penggunaannya perlu diperhatikan pada pasien rinitis terkait usia, rinitis alergi, perforasi septum hidung, dan rinosinusitis yang berkaitan dengan infeksi HIV.32 Namun pada pasien dengan trauma wajah atau trauma basis cranii, terapi ini dikontraindikasikan. Cuci hidung dengan larutan salin menghasilkan efek samping yang minimal, di antaranya berupa iritasi lokal, rasa gatal, rasa terbakar, otalgia, dan cairan yang tertinggal di rongga sinus.29

2.4.3. Bahan cuci hidung

(17)

Efek pH terhadap kecepatan pembersihan mukosiliar juga diteliti. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan kecepatan pembersihan mukosiliar pada kelompok yang diberikan larutan salin hipertonis buffer (pH 8) dan larutan salin hipertonis non-buffer.34

Tabel 2.3 Komposisi Larutan untuk Irigasi Rongga Hidung16

Referensi NaCl (%) Garam (nonion) Air Hangat Soda Kue Buffer

Beberapa jenis obat yang juga sering ditambahkan pada penggunaan cuci hidung adalah antibiotik dan antifungi. Gentamisin dan Tobramisin adalah antibiotik yang paling sering digunakan. Salep Bactroban sering dipakai untuk mengeradikasi infeksi stafilokokus. Amfoterisin B yang dilarutkan dalam air steril (100µg/ml) dapat memperbaiki gejala sinusitis dan polip hidung. Namun dalam penelitian lain oleh Gosepath et al, bahwa penggunaan antiseptik dan antifungi (Betadine, hydrogen peroxide, amphotericin B, itraconazole) dapat menurunkan pembersihan mukosiliar.29

2.4.4. Metode cuci hidung

1. Persiapkan alat dan bahan berupa spuit 10 cc, larutan salin (NaCl 0,9% atau NaCl 3%), tisu, dan wadah tampung.

2. Isi wadah tampung dengan larutan salin yang akan digunakan.

3. Lepaskan jarum dari spuit dan isi spuit tersebut dengan larutan salin yang akan digunakan.

(18)

5. Posisikan spuit lurus terhadap lubang hidung (jangan menekan bagian tengah dan septum hidung) dan mulut terbuka.

6. Bernafaslah melalui mulut dan semprotkan cairan tersebut ke dalam rongga hidung bagian atas hingga keluar melewati lubang hidung yang dibawahnya.

7. Ketika spuit sudah kosong, maka hembuskan udara secara lembut melalui kedua lubang hidung untuk membersihkan sisa cairan dan mukus yang tertinggal.

8. Bersihkan hidung dengan menggunakan tisu.35,36

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Dinding Lateral Hidung10
Gambar 2.2. Mekanisme Rinitis Alergi18
Tabel 2.2 Interpretasi Hasil Skin Prick Test23
Gambar 2.3. Algoritma Tatalaksana Rinitis Alergi24
+3

Referensi

Dokumen terkait

Satu hal yang perlu diingat dalam pelaksanaan PKB harus dapat mematuhi prinsip -prinsip sebagai berikut. 1) PKB harus fokus kepada keberhasilan peserta didik atau

Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk menganalisis Pengaruh Etos Kerja, Kepemimpinan, dan Komitmen Moral terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Kelurahan

Pada organisasi profit bobot terbesar diberikan pada perspektif finansial, sedangkan pada Direktorat Pelayanan Usaha Penangkap- an Ikan yang merupakan organisasi non

Selanjutnya hasil belajar siswa pada siklus I submateri materi kitab-kitab suci melalui rasulnya dapat diukur melalui post-test dengan soal pilihan ganda sebanyak

Pada pengamatan selanjutnya (benih ikan dipelihara selama lima hari dalam akuarium), diperoleh data SR pada saat pemeliharaan dalam akuarium tidak berbeda nyata

Keputusan Walikota Pematangsiantar Nomor 582/538/VII/WK Tahun 2014 Tentang Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Pematangsiantar Sebagai Pelaksana Sistem Pelayanan Informasi

sedang; (3) Kecenderungan prestasi belajar matematika dengan nilai rata- rata 66,5 berada pada interval 56,09 &lt; ̅ ≤ 68,27 sehingga dapat disimpulkan bahwa

Namun semangat mahasiswa Katolik jugalah yang pada akhirnya membangkitkan PS Gloria dan sejak September 2002 paduan suara ini kembali ber-Gloria..... Bertempat di Pondok Mahasiswa,