PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki luasan ketiga terbesar se-Indonesia. Selain komoditas perkebunan, Sumatera Utara dikenal sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan buah-buahan), misalnya jeruk medan, markisa, jambu deli, kol, tomat, kentang, dan wortel yang dihasilkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Salah satu komoditas unggulan yang terdapat di Sumatera Utara adalah buah markisa (Passiflora edulis Sims F.edulis Deg).
Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (2009), Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara menjadi penghasil buah markisa. Dengan hadirnya sentra-sentra markisa di Sumatera Utara, maka potensi limbah yang dihasilkan dari industri tersebut cukup melimpah Simanihuruk (2005) menjelaskan bahwa potensi limbah kulit markisa di Sumatera Utara sebanyak 2,5– 4 ton per harinya. Melimpahnya limbah kulit buah markisa selama ini belum termanfaatkan secara maksimal.
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Astuti (2008) limbah kulit buah markisa dimanfaatkan untuk pakan ternak oleh warga sekitar. Namun seiring dengan tingginya jumlah limbah yang dihasilkan, diperlukan upaya atau teknologi untuk mengolah limbah tersebut menjadi produk yang bernilai jual lebih tinggi sehingga dapat membuka peluang munculnya industri baru.
Kebutuhan masyarakat yang sangat tinggi terhadap kayu untuk bahan baku dalam konstruksi bangunan dan furniture, mendorong pengembangan teknologi
komposit terutama papan partikel untuk dapat memanfaatkan limbah kulit buah markisa sebagai bahan bakunya.
Karakteristik kulit buah markisa sendiri telah diteliti oleh Astuti (2008) yang menyatakan bahwa kulit buah markisa mempunyai kandungan protein kasar 7,32%, anti nutrisi tannin 1,85% dan tingginya kandungan lignin 31,79%. Selanjutnya Tangdilintin et al (1994) menyatakan bahwa kulit buah markisa memiliki serat kasar 38,89%.
Dalam penelitian ini menggunakan perekat isosianat. Perekat isosianat merupakan perekat yang penggunaanya untuk produk eksterior. Isosianat juga tidak menimbulkan emisi formaldehide. Harga yang relatif mahal namun dalam penggunaan.
Dalam pembuatan papan partikel tidak terlepas dari penggunaan perekat.Jenis perekat thermosetting yang umumnya dipergunakan dalam pembuatan papan partikel yaitu urea formaldehida. Namun penggunaan jenis perekat ini memiliki kelemahan salah satunya stabilitas dimensinya yang rendah. Selanjutnya jenis perekat thermosetting lainnya yang relatif tahan terhadap pengaruh kadar air dan memiliki stabilitas dimensi lebih baik yaitu phenol formaldehida dan isosianat. Pada penelitian ini dipergunakan perekat isosianat. Perekat isosianat merupakan perekat yang penggunaanya untuk produk eksterior. Keunggulan dari perekat isosianat diantaranya adalah tidak menimbulkan emisi formaldehide, dalam jumlah sedikit mampu menghasilkan kualitas produk papan yang lebih baik bila dibandingkan dengan perekat PF. Menurut Marra (1992), perekat isosianat lebih toleran terhadap partikel dengan kadar air yang tinggi, suhu kempa yang lebih
rendah dan siklus kempa dapat lebih cepat sehingga konsumsi energinya lebih rendah, serta stabilitas dimensi papan yang dihasilkan tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian pemanfaatan limbah kulit buah markisa sebagai bahan baku papan partikel dengan menggunakan perekat isosianat ini dilakukan.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kadar perekat isosianat terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel yang terbuat dari kulit buah markisa.
C. Hipotesis
Kadar perekat isosianat berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel dari kulit buah markisa.
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan limbah kulit buah markisa sehingga dapat dijadikan referensi untuk mengembangkan upaya-upaya peningkatan nilai manfaat dari limbah kulit buah markisa khususnya pada industri papan komposit.