• Tidak ada hasil yang ditemukan

ZAKAT PROFESI DI INDONESIA SEBUAH DISKUS (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ZAKAT PROFESI DI INDONESIA SEBUAH DISKUS (1)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ZAKAT PROFESI DI INDONESIA: SEBUAH DISKUSI PERBANDINGAN PERSPEKTIF YUSUF AL-QARDHAWI DAN DIDIN HAFIDHUDDIN Profession Zakah in Indonesia: A Comparative Study Between Yusuf Al-Qardhawi’s

Perspective and Didin Hafidhuddin’s Perspective

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia Dosen Pengampu: Zein Muttaqin, S.E.I., M.A

Disusun Oleh:

Nama NIM

Nisa‟ulِMu‟minah

Siti Nurul Aulia Ahmad

: 14423154 14423179

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

(2)

KATA PENGANTAR

يحَرلا نم ْحَرلا ه ْسب

هت اكرب ه ةم ْحر ْ كْي ع ََسلا

اندِيس ع ِلص َ َ لا .ني يلا نامْي ْْاب انابح ذَلا ،نْيبمْلا ِقحْلا مْلا ه دْمحْلا

تاخ ،دَمحم

يبِيَطلا هلآ ع ،ني س ْرملا ءايبْنأا

ْ ي لإ ناس ْحإب ْ عبت ْنم ،نيعم ْجأ رايْخأا هباحْصأ ،ن

دْعب اَمأ .نْيِدلا

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam Dzat yang Maha mengetahui dan Maha mengetahui ilmu pengetahuan, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini bisa diselesaikan.

Makalah yang berjudul Zakat Profesi di Indonesia: Sebuah Diskusi Perbandingan Perspektif Yusuf Al-Qardhawi dan Didin Hafidhuddin ini penulis susun guna memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan makalah ini hingga selesai.

Secara khusus rasa terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Zein Muttaqin, S.E.I., M.A. selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan makalah ini.

2. Keduaِorangِtuaِtercintaِyangِtelahِmemberikanِsemangatِdanِdo‟aِkepadaِpenulisِ sehingga proses penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar.

3. Wulan Suci, Nadia Nuril Ferdaus, Evita Dwi Atmaja selaku sahabat yang selalu memberikan canda tawa, nasehat dan bantuan kalian selama ini.

4. Teman-teman jurusan Ekonomi Islam 2014 yang juga telah banyak membantu penulis.

5. Para pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas segala

kebaikanِdanِdo‟aِbagiِ penulisِsemogaِsegalaِkebaikanِdibalasِolehِAllahِdenganِ

nikmat yang tidak ternilai. Aamiin.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, baik dari segi materi dan penyajiannya. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan makalah ini.

Terakhir penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.

Yogyakarta, 3 Desember 2016 M

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….. i

DAFTAR ISI………. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. RumusanِMasalah………. 3

C. Tujuan Penulisan……… 3 BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian……… 4 B. LandasanِHukum………. 5 C. Syarat, Nisbah, Waktu, Kadar dan Cara Mengeluarkan Zakat Profesi…… 6 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……… 9

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki penduduk dengan mayoritas beragama Islam terbesar di dunia. Sebanyak 87 persen dari 246.9 juta penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam di tahun 2012 (Statistik, 2012). Sebagaimana kenyataannya bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, maka agama Islam sangat berpengaruh terhadap kultur yang berkembang. Termasuk pola dan kecenderungan masyarakat dalam berzakat.

Potensi zakat di Indonesia, berdasarkan hasil survey Public Interest Research and Advocary Center (PIRAC) meyatakan bahwa potensi dana zakat di Indonesia sangat besar hingga mencapai Rp 9,09 triliun pada tahun 2007. Potensi ini meningkat Rp 4,64 triliun dibanding tahun 2004 yang potensinya hanya sebesar Rp 4,45 triliun.

Zakat dan sholat di dalam al-Qur‟anِdanِhaditsِdijadikanِsebagaiِlambangِimanِ seorang Muslim. Pelaksanaan sholat melambangkan baiknya hubungan seseorang dengan Tuhannya, sedangkan zakat adalah lambang hubungan antara sesama manusia. Oleh karena itu, zakat dan sholat merupakan pilar-pilar berdirinya bangunan iman di dalam diri seseorang. Jika keduanya hancur, makan iman seseorang tersebut akan hancur.

Di dalam al-Qur‟an,ِ Allahِ SWTِ telahِ menyinggungِ tentangِ zakatِ danِ sholatِ sebanyak 28 ayat. Sebanyak 27 kali disebutkan dalam satu ayat bersama sholat dan hanya satu kali disebutkan dalam konteks yang sama dengan sholat, namun tidak dalam satu ayat (al-Qardhawi, 1996). Dari sini dapat disimpulkan bahwa setelah sholat, zakat merupakan rukun Islam terpenting.

Zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada mereka yang disebutkan dalam al-Qur‟anِsurahِAt

-Taubahِ(9)ِayatِ60ِyaituِfakir,ِmiskin,ِamil,ِmu‟allafِatauِorang yang baru masuk Islam, riqab atau budak, gharim atau orang yang memiliki banyak hutang, sabilillah atau pejuang di jalan Allah, dan ibnu sabil atau musafir.

ِ

ِف ْ ِ ْي عِ ي م عْ ِ يك س ْ ِء قفْ ِ قد ِ

ِ

ِ ق ِيف ِْم ب ق

ِمي حِمي عَِ َِِِ مِ ي فِِ ي س ِ ْب َِِ ي سِيف ِ يم غْ

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah (9): 60).

(5)

Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam, pertama adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri, tanpa tergantung pada orang lain berkat cekatan tangan ataupun otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini, merupakan penghasilan professional seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, advokat, seniman, penjahit, tukang kayu dan lain-lainnya. Yang kedua adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain yaitu baik pihak pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah yang diberikan dengan tangan, otak ataupun kedua-duanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berrupa gaji, upah, ataupun honorarium (Qardhawi, 1996, p. 459).

Berdasarkan fatwa ulama yang dihasilkan pada waktu Muktaman Internasional Pertama tentang Zakat di Kuwait pada tanggal 29 Rajab 1404 H yang bertepatan dengan tanggal 30 April 1984 Masehi, bahwa salah kegiatan yang menghasilkan kekuatan bagi manusia sekarang adalah kegiatan profesi yang menghasilkan amal yang bermanfaat, baik yang dilakukan sendiri, seperti dokter, arsitek, dan yang lainnya, maupun yang dilakukan secara bersama-sama, seperti karyawan atau para pegawai. Semua itu menghasilkan pendapatan atau gaji. Adapun mengenai penentuan nishab, kadar dan waktu mengeluarkan zakat profesi sangat bergantung pada qiyas (analogi) (Didin, 2002, p. 96) yang dilakukan oleh para ulama melalui ijtihadnya.

Zakat profesi adalah istilah yang muncul di zaman sekarang ini. Adapun istilah

ulama‟ِsalafِbagiِzakatِprofesiِbiasanyaِdisebutِdenganِal-mal al-mustafad yang masuk dalam kategorinya adalah pendapatan yang dihasilkan dari profesi non zakat yang dijalani, seperti gaji pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter dan lain-lain, atau rezeki yang dihasilkan secara tidak terduga seperti undian, kuis berhadiah (yang tidak mengandung unsur judi), dan lain-lain (Suryorini, 2012).

Zakat profesi tidak pernah ada dalam sepanjang sejarah Islam sejak masa Rasulullah SAW hingga tahun 60-an terakhir pada abad ke-20 yang lalu. Penggagas zakat profesi adalah Syeikh Yusuf al-Qardhawi dalam kitabnya Fiqh Az-Zakah, yang cetakan pertamanya terbit pada tahun 1969. Namun nampaknya Yusuf Qardhawi dalam hal ini mendapat pengaruh dari dua ulama lainnya, yaitu Syeikh Abdul Wahhab Khillaf dan Syeikh Abu Zahrah (Riyadi, 2015). Di Indonesia salah satu ikon zakat profesi yang cukup terkenal adalah Dr. Didin Hafidhuddin, M.Sc. sebagaimana naskah disertasi doktor yang diajukannya. Guru Besar IPB dan ketua umum BAZNAS ini mencoba mendefinisikan profesi ialah setiap keahlian atau pekerjaan apapun yang halal, baik yang digunakan sendiri maupun yang terkait dengan pihak lain, seperti pegawai atau karyawan (Riyadi, 2015)

Yusuf al-Qardhawi menyandarkan hukum zakat profesi pada hadits dan beberapa riwayat yang berasalِIbnuِAbbas,ِMu‟awiyyah,ِUmarِbinِAbdِal-„AzizِdanِIbnuِMas‟udِ serta metode yang digunakan merupakan metode qiyas. Diantara riwayat tersebut di atas yang ditonjolkan oleh Yusuf al-Qardhawiِ ialahِ riwayatِ dariِ Ibnuِ Mas‟udِ yangِ memotong gaji para tentara untuk zakat sebesar 25 dari tiap seribu.

(6)

Dari argumen di atas, baik yang dikemukakan oleh Yusuf al-Qardhawi maupun oleh Didin Hafidhuddin dapat dilihat adanya perbedaan metode yang digunakan dalam menetapkan hukum zakat profesi tersebut. Metode yang digunakan oleh Yusuf al-Qardhawi adalah metode qiyas, sedangkan metode yang digunakan oleh Didin Hafidhuddin adalah metode qiyas syibhi. Selain perbedaan metode dalam menggali hukum zakat profesi, masih ada perbedaan dalam hal dasar hukum, syarat, nisabah, waktu, kadar dan cara mengeluarkan zakat profesi yang perlu digali lebih dalam.

Oleh sebab itu dengan dilatarbelakangi masalah tersebut, penulis tertarik untuk membuatِ makalahِ yangِ berjudulِ “Zakatِ Profesiِ diِ Indonesia:ِ Sebuahِ Diskusiِ Perbandingan Perspektif Yusuf al-QardhawiِdanِDidinِHafidhuddin”.

1.2.Rumusan Masalah

Dari pendapat yang dikemukakan oleh Yusuf al-Qardhawi maupun oleh Didin Hafidhuddin dapat dilihat adanya perbedaan metode yang digunakan dalam menetapkan hukum zakat profesi tersebut. Metode yang digunakan oleh Yusuf al-Qardhawi adalah metode qiyas, sedangkan metode yang digunakan oleh Didin Hafidhuddin adalah metode qiyas syibhi. Selain perbedaan metode dalam menggali hukum zakat profesi, masih ada perbedaan dalam hal dasar hukum, syarat, nisbah, waktu, kadar dan cara mengeluarkan zakat profesi yang perlu digali lebih dalam.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut dan untuk memfokuskan makalah ini, maka penulis mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana definisi zakat profesi?

2. Apa saja landasan hukum dari zakat profesi?

3. Bagaimana perbandingan zakat profesi perspektif Yusuf al-Qardhawi dan Didin Hafidhuddin dari segi syarat, nisbah, waktu, kadar dan cara mengeluarkannya?

1.3.Tujuan Penulisan

1. Untuk menjelaskan definisi zakat profesi.

2. Untuk menjelaskan perbandingan landasan hukum yang digunakan oleh Yusuf al-Qardhawi dan Didin Hafidhuddin dalam mengkaji zakat profesi.

(7)

BAB II PEMBAHASAN

2.1.Pengertian

A. Menurut Etimologi (Bahasa)

Zakat menurut bahasa dari awal kata zakka, tuzakki, tazkiyah, zakat yang mempunyai arti membersihkan atau menyucikan harta kita yang lebih yang bukan haknya (Bakry, 1988, p. 243). Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur‟anِ surahِ At -Taubah ayat 103 yang berbunyi:

ِ سِكتَصِ ِِْم ْي عِ ص ِ بِْم يك ت ِْمه طتِ قدصِْم ْم ِ ْ مِْ خ

ِمي عِعي سَِ ِِْم

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah (9): 103).

Maksud dari ayat tersebut adalah zakat itu berfungsi untuk membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebihan kepada harta benda. Zakat disini dimaksudkan untuk menyuburkan sifat-sifat kebaikan seperti solidaritas dan kasih sayang dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

Sedangkan menurut Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad al-Husaini dalam kitabnya Kifayatul Akhyar (terjemahan), lafadz zakat menurut bahasa berarti tumbuh dan berkah serta banyaknya kebajikan.

Sementara itu, profesi dalam Islam dikenal dengan istilah al-kasb, yaitu harta yang diperoleh melalui berbagai usaha, baik melalui kekuatan fisik, akal pikiran, maupun jasa (Hadi, 2010).

Kata profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan dan kejuruan) yang terkait dengan jasa yang diusahakan oleh manusia, baik itu perorangan juga secara perkelompok atau grup seperti dokter, insyinyur, desainer, konsultan hukum, dan lainnya (Nasional, 2007).

B. Menurut Terminologi (Istilah)

Zakat menurut para ulama adalah harta yang wajib dikeluarkan pada nisabnya dan pembagiannya pun diatur kepada orang-orang yang berhak menerimanya semua itu diatur

olehِ syari‟atnya.ِ Imamِ Taqiyuddinِ dalamِ kitab Syarah Kifayatul Akhyar (terjemahan) menambahkan bahwa zakat menurut syara ialah nama dari sejumlah harta yang tertentu yang diberikan kepada golongan tertentu dengan syarat-syarat tertentu. Dinamakan zakat, karena harta itu akan bertambah (tumbuh) disebabkan berkah dikeluarkan zakatnya dan

(8)

ِْمتْيتآِ م َِِِدْ عِ بْ يَِفِ

ِ ْم ِيفِ بْ ي ِ ب ِ ْ مِْمتْيتآِ م

ِ ك ِ ْ م

فعْ ْ ِمهِك ٰ فَِِهْج ِ دي ت

Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (QS. Ar-Rum (30): 39).

Yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat yang berasal dari penghasilan dan pendapatan yang diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian yang dilakukan sendiri maupun bersama-sama juga berkelompok dan sebagainya melalui sistem upah dan gaji, yang sampai nisabnya wajib dikeluarkan (al-Qardhawi, 1991).

Sedangkan menurut Didin Hafidhuddin (2002), zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian tertentu, baik yang dilakukn sendiri maupun bersama orang lain atau lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (batas minimum untuk berzakat) (p. 103).

Jadi, yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap-tiap pekerjaan tertentu baik yang dilakukan sendiri maupun dilakukan bersama-sama atau lembaga tertentu yang menghasilkan uang.

2.2.Landasan Hukum

Landasan hukum yang dijadikan landasan umum oleh Yusuf al-Qardhawi dalam menetapkan hukum zakat profesi diantaranya adalah firman Allah surah al-Baqarah ayat 267 yang berbunyi:

ِ م ِْمتْ سكِ مِ ي ِ ْ مِ قفْ ِ مآِ ي ِ ي ِ ي

َِ ِِ ْ ْْ ِ مِْم ِ ْج ْخ

ِغَِِ ِ

ْع ِِۚهيفِ

ْغتِ ْ َِ ِهي خ بِْمتْس ِ قفْ تِهْ مِثي خْ ِ يت

ٌِي

َِدي ح

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Baqarah (2): 267).

Dari ayat tersebut, Yusuf al-Qardhawi berkesimpulan bahwa seluruh hasil usaha yang dilakukan oleh manusia terkena kewajiban zakat, karena kata anfiqu tersebut juga

bermaknaِ“zakat”.

Setelah itu Yusuf al-Qardhawi menyandarkan hukum zakat profesi itu pada hadits

(9)

danِ Ibnuِ Mas‟ud.ِ Diantaraِ riwayatِ tersebutِ diِ atasِ yangِ ditonjolkan oleh Yusuf

al-QardhawiِadalahِriwayatِdariِIbnuِMas‟udِyangِmemotongِgajiِparaِtentaraِuntukِzakatِ

sebesar 25 dari tiap seribu. Yusuf al-Qardhawi menyimpulkan bahwa pemotongan tersebut sama dengan 2.5% dari gaji mereka (para tentara).

Sedangkan menurut Didin Hafidhuddin ada beberapa hal yang bisa dijadikan landasan hukum tentang adanya kewajiban zakat profesi, salah satunya adalah ayat berikut: membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah (9): 103).

Didin Hafidhuddin (2002) berpandangan bahwa dalam konteks masyarakat modern sumber zakat telah berkembang dari waktu ke waktu dan perlu mendapatkan perhatian serta keputusan status zakatnya (p. 92). Untuk itu, menurutnya qiyas sebagai salah satu yang banyak dipergunakan untuk menentukan hukum.

Didin Hafidhuddin (2002) dalam menggali hukum zakat profesi dengan menggunakan qiyas syibhi (penyerupaan), lebih jauh lagi profesi sebagai kegiatan yang menghasilkan amal yang bermanfaat apakah dengan berwirausaha sendiri seperti dokter, insyinyur, ahli hukum maupun yang dilakukan secara bersama-sama, seperti para karyawan atau para pegawai, apabila penghasilan dan pendapatannya mencapai nisbah, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Semua itu menghasilkan pendapatan atau gaji (p. 94). Sehingga permasalahan tentang zakat profesi diukur melalui penghasilan atau keahlian yang halal.

2.3.Syarat, Nisbah, Waktu, Kadar dan Cara Mengeluarkan Zakat Profesi A. Menurut Yusuf Al-Qardhawi

Menurut Yusuf al-Qardhawi kategori zakat profesi (yang wajib dizakati) adalah segala macam pendapatan yang didapat bukan dari harta yang sudah dikenakan zakat (p. 947). Artinya, zakat profesi didapat dari hasil usaha manusia yang mendatangkan pendapatan dan sudah mencapai nishab. Bukan dari jenis harta kekayaan yang memang sudah ditetapkan kewajibannya melalui al-Qu‟anِdanِhaditsِNabi,ِsepertiِhasilِpertanian,ِ peternakan, perdagangan, harta simpanan berupa uang, emas dan perak, dan harta rikaz. Jadi kewajiban zakat profesi merupakan kewajiban baru dari hasil ijtihad ulama yang belum ditetapkan sebelumnya, melalui dalil al-Qur‟anِataupunِas-Sunnah.

(10)

atas, bahwa mereka tidak menemukan persamaannya dalam fikih selain apa yang dilaporkan tentang pendapat Ahmad tentang sewa rumah diatas. Tetapi sesungguhnya persamaan itu ada yang perlu disebutkan di sini, yaitu bahwa kekayaan tersebut dapat digolongkan kepada kekayaan penghasilan, yaitu kekayaan yang diperoleh seseorang Muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syariat agama. Jadi pandangan

fikihِ tentangِ bentukِ penghasilanِ ituِ adalah,ِ bahwaِ iaِ adalahِ “hartaِ penghasilan”ِ (al-Qardhawi, 1973, p. 491).

Intinya, kewajiban zakat profesi merupakan kewajiban baru dari hasil ijtihad ulama yang belum diterapkan sebelumnya, melalui dalil al-Qur‟anِyangِumumِataupunِ melalui inspirasi Sunnah yang sejalan dengan prinsip al-Qur‟anِtersebut.

Al-Qardhawi (1973) mengutip pendapat Muhammad al Ghazali dalam membahas nishab zakat profesi yang cenderung menqiyaskan zakat profesi dengan zakat al zuru’ (zakat tanaman dan buah-buahan) (p. 491).

Menurut Muhammad al Ghazali, nishab zakat profesi disamakan dengan nishabnya zakat tanaman dan buah-buahan, sebagai pelengkap, dia memberikan

penjelasanِ “siapapunِ yangِ mempunyaiِ pendapatanِ yangِ mencapaiِ (senilai)ِ 635ِ kgِ (padi),ِmakaِwajibِberzakat”.ِ

Al-Qardhawi dalam menetapkan rumusan nishab zakat profesi adalah menyamakannya dengan nishab zakat emas atau perak, hal tersebut sebagaimana dikatakan al-Qardhawi (1973), yang paling penting dari besar nisab tersebut adalah bahwa nisab uang diukur dari nisab tersebut yang telah kita tetapkan sebesar nilai 85 gram emas. Besar itu sama dengan dua puluh misqal hasil pertanian yang disebutkan oleh banyak hadits. Banyak orang memperoleh gaji dan pendapatan dalam bentuk uang, maka yang paling baik adalah menetapkan nisab gaji itu berdasarkan nisab uang (p. 513).

Dari keterangan tersebut dapat diketahui al-Qardhawi (1996) berpendapat bahwa orang memperoleh gaji dan pendapatan dalam bentuk uang, maka yang paling baik adalah menetapkan nishab gaji itu berdasarkan nishab uang (p. 482). Oleh karena itu, berdasarkan pendapat al-Qardhawi tersebut nishab dan prosentase zakat profesi adalah disamakan dengan zakat uang, emas, dan perak senilai 85 gram dan kadarnya 2.5%.

Sistem yang dipergunakan dalam pengeluaran zakatnya adalah dengan mengumpulkan gaji atau penghasilan yang diterima berkali-kali dalam waktu tertentu mencapai nishab yaitu 85 gram emas (al-Qardhawi, 1973, p. 484). Hal ini dapat ditemukan pada kasus nishab pertambangan, di mana ulama-ulama fiqh berpendapat hasil yang diperoleh dari waktu ke waktu yang tidak pernah terputus di tengah akan melengkapi untuk mencapai nishab.

Menurut al-Qardhawi, zakat profesi tersebut diambilkan dari sisa pendapatan bersih setahun, yang dimaksudkan supaya apabila ada hutang dan biaya hidup terendah serta yang menjadi tanggungan seseorang bisa dikeluarkan.

B. Menurut Didin Hafidhuddin

(11)

Pertama, jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nishab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengannya dan sama pula dengan zakat emas dan perak. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2.5% dan waktu mengeluarkannya setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok.

Contoh: jika A berpenghasilan Rp 5.000.000,00 setiap bulan dan kenutuhan pokok per bulannya sebesar Rp 3.000.000,00 maka besar zakat yang dikeluarkannya adalah: 2,5% x 12 x Rp 2.000.000,00 atau sebesar Rp 600.000,00 per tahun atau Rp 50.000,00 per bulan.

Kedua, jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka nishabnya senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar lima persen dan dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan, misalnya sebulan sekali. Dalam contoh kasus di atas, maka kewajiban zakat si A adalah sebesar 5% x 12 x Rp 2.000.000,00 atau sebesar Rp 1.200.000,00 per tahun atau Rp 100.000,00 per bulan.

Ketiga, jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 persen tanpa ada nisbah, dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Pada contoh di atas, maka si A mempunyai kewajiban berzakat sebesar 20% x Rp 5.000.000,00 atau sebesar Rp 1.000.000,00 setiap bulan.

Hafidhuddin (2002) berpendapat, bahwa zakat profesi bisa dianalogikan pada dua hal secara sekaligus, yaitu pada zakat pertanian dan zakat emas dan perak. Dari sudut nishab dianalogikan pada zakat pertanian, yaitu sebesar lima ausaq atau senilai 653 kg padi atau gandum dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Misalnya setiap bulan bagi karyawan yang menerima gaji bulanan langsung dikelarkan zakatnya, sama seperti pertanian yang dikeluarkan pada saat panen. Zakat profesi tidak ada ketentuan haul, karena dianalogikan pada zakat pertanian. Pengeluaran dilakukan pada saat menerima, misalnya setiap bulan. (p. 97)

Zakat profesi dianalogikan dengan zakat pertanian, karena ada kemiripan antara keduanya (al-syabah). Dari sudut kadar zakat, dianalogikan pada zakat uang, karena memang gaji, honorarium, upah dan yang lainnya, pada umumnya diterima dalam bentuk uang. Karena itu kadar zakatnya adalah sebesar 2.5%.

(12)

BAB III PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap-tiap pekerjaan tertentu baik yang dilakukan sendiri maupun dilakukan bersama-sama atau lembaga tertentu yang menghasilkan uang. Adapun landasan hukum zakat profess adalah sebagai berikut:

ِ ي ِ ي

َِ ِِ ْ ْْ ِ مِْم ِ ْج ْخ ِ م ِْمتْ سكِ مِ ي ِ ْ مِ قفْ ِ مآِ ي

ِغَِِ ِ

ْع ِِۚهيفِ

ْغتِ ْ َِ ِهي خ بِْمتْس ِ قفْ تِهْ مِثي خْ ِ يت

ٌِي

َِدي ح

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Baqarah (2): 267).

Dari ayat tersebut, Yusuf al-Qardhawi berkesimpulan bahwa seluruh hasil usaha yang dilakukan oleh manusia terkena kewajiban zakat, karena kata anfiqu tersebut juga

bermaknaِ“zakat”.

Sedangkan menurut Didin Hafidhuddin ada beberapa hal yang bisa dijadikan landasan hukum tentang adanya kewajiban zakat profesi, salah satunya adalah ayat berikut:

ِ سِكتَصِ ِِْم ْي عِ ص ِ بِْم يك ت ِْمه طتِ قدصِْم ْم ِ ْ مِْ خ

ِمي عِعي سَِ ِِْم

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah (9): 103).

Didin Hafidhuddin berpandangan bahwa dalam konteks masyarakat modern sumber zakat telah berkembang dari waktu ke waktu dan perlu mendapatkan perhatian serta keputusan status zakatnya. Untuk itu, menurutnya qiyas sebagai salah satu yang banyak dipergunakan untuk menentukan hukum.

(13)

yang termasuk kategori zakat profesi adalah upah dan gaji yang dihasilkan seseorang dari bekerja. Sedangkan ketentuan wajib zakat adalah cukup nisab penuh pada awal tahun atau akhir tahun.

Al-Qardhawi mengutip pendapat Muhammad al Ghazali dalam membahas nishab zakat profesi yang cenderung menqiyaskan zakat profesi dengan zakat al zuru’ (zakat tanaman dan buah-buahan). Sistem yang dipergunakan dalam pengeluaran zakatnya adalah dengan mengumpulkan gaji atau penghasilan yang diterima berkali-kali dalam waktu tertentu mencapai nishab yaitu 85 gram emas. Hal ini dapat ditemukan pada kasus nishab pertambangan, di mana ulama-ulama fiqh berpendapat hasil yang diperoleh dari waktu ke waktu yang tidak pernah terputus di tengah akan melengkapi untuk mencapai nishab. Menurut al-Qardhawi, zakat profesi tersebut diambilkan dari sisa pendapatan bersih setahun, yang dimaksudkan supaya apabila ada hutang dan biaya hidup terendah serta yang menjadi tanggungan seseorang bisa dikeluarkan.

Sedangkan menurut Didin Haafidhuddin, syarat-syarat harta kekayaan yang wajib dizakati salah satunya adalah cukup batas nishab. Dengan demikian, penghasilan yang mencapai nishab seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang besar dari para pegawai atau karyawan serta penghasilan yang didapat dari keterampilan atau keahlian tertentu, maka wajib dikenakan zakat. Menurut Hafidhuddin terdapat beberapa kemungkinan dalam menentukan nishab, kadar, dan waktu pengeluaran zakat profesi. Hal ini tergantung pada qiyas (analogi) yang dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nishab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengannya dan sama pula dengan zakat emas dan perak. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2.5% dan waktu mengeluarkannya setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok.

2) Jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka nishabnya senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar lima persen dan dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan.

3) Jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 persen tanpa ada nisbah, dan dikeluarkan pada saat menerimanya.

3.2.Saran

Sosialisasi zakat secara komprehensif yang berkaitan dengan hukum, hikmah, tujuan, dan sumber-sumber zakat secara rinci serta tata cara perhitungannya, harus terus-menerus dilakukan. Sosialisasi ini dilakukan dengan menggunakan berbagai media, seperti khotbah Jum‟at, majelis taklim, audio visual, brosur, surat kabar, dan majalah. Sosialisasi ini dilakukan oleh para da‟i dan tokoh agama, dan terutama juga oleh lembaga-lembaga pemgumpul zakat.

(14)
(15)

DAFTAR PUSTAKA

al-Qardhawi, Y. (1973). Fiqh al Zakah Dirasah Muqaranah li Ahkamiha wa Falsafatiha fi Dhawi' al Quranwa al-Sunnah. Bairut: Muassasah al Risalah.

al-Qardhawi, Y. (1991). Hukum dan Fungsi Zakat. Bandung: Mizan.

al-Qardhawi, Y. (1996). Fiqh az-Zakat. In S. H. Hasanuddin, Fiqh az-Zakat (alih bahasa) (p. 39). Bogor: Litera Antar Nusa dan Mizan.

Bakry, H. (1988). Pedoman Islam di Indonesia. Jakarta: UI Press.

Didin, H. (2002). Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press.

Hadi, M. (2010). Problematika Zakat Profesi dan Solusinya (Sebuah Tinjauan Sosiologi Hukum Islam). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Munawar, A. (2001). Ilmu Fiqh dan Perkembangannya. Jakarta: Logos.

Nasional, D. P. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Qardhawi, Y. (1996). Hukum Zakat. Bandung: Mizan.

Riyadi, F. (2015). Kontroversi Zakat Perspektif Ulama Kontemporer. ZISWAF. Sabiq, S. (1983). Zakat dan Pembagiannya. Bandung: Ma'arif.

Statistik, B. P. (2012). Retrieved Desember 2, 2016, from http://www.bps.go.id

Referensi

Dokumen terkait

Explosion adalah pecah secara tiba-tiba dan dengan cara kekerasan dari suatu “plant” yang disebabkan oleh kekuatan tekanan uap atau cairan dari dalam (selain

DAFTAR NOMINATIF TENAGA HONORER DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM TAHUN 2005 UNTUK FORMASI TAHUN 2006 DIURUT BERDASARKAN USIA KRITIS,MASA KERJA DAN USIA NON KRITIS UNIT ORGANISASI

Jadi untuk ketiga saluran pemasaran cabai rawit di Kecamatan Kanigoro semuanya efisien karena nilai share harga yang di terima petani semuanya lebih dari

Hasil pengukuran terhadap keasaman menunjukkan bahwa puree jambu biji merah dengan penambahan gum arab berpengaruh nyata.. Tetapi jenis gum berpengaruh nyata

Sejalan dengan penelitian di Kuwait tahun 2009 dikatakan bahwa perawat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan merasa kurang puas dengan pekerjaan mereka,

Dalam memahami masalah, kedua siswa menggunakan pola sama yaitu terlebih dahulu membaca kembali masalah yang diberikan dan menyebutkan apa yang diketahui dan

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan laju perubahan mutu, menentukan parameter kritis, dan menduga umur simpan tepung bumbu ayam goreng dengan metode akselerasi

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah populasi aktual (Na) itik Lokal di Kecamatan Tilatang Kamang adalah 1.510 ekor.. Subandriyo (2003) menjelaskan bahwa populasi