• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek Pemasaran dan Kebutuhan Komoditi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Prospek Pemasaran dan Kebutuhan Komoditi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1. Prospek Pemasaran dan Kebutuhan Komoditi Karet Indonesia dalam Pemasaran Internasional

Perkembangan komoditi karet menurut data tahun 2011, Indonesia hanya mampu memberikan kontribusi untuk kebutuhan karet dunia sebanyak 2,41 juta ton karet alam atau urutan kedua setelah Thailand yang sebesar 3,25 juta ton. Menurut data Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), untuk tahun 2011 produksi karet alam dunia diasumsikan hanya berkisar 10,970 juta ton sementara untuk konsumsi diperkirakan mencapai 11,151 juta ton sehingga terjadi kekurangan pasokan atau minus sekitar 181.000 ton.

Kurangnya produk karet alam dunia di tahun 2011 salah satunya di karenakan terganggunya produksi karet di beberapa negara seperti Australia, hujan deras yang disebabkan oleh lamina yang juga menyebabkan banjir di negara tersebut telah mengganggu proses penyadapan karet. Negara penghasil karet alam seperti Thailand, Indonesia dan Malaysia yang dikenal dengan International Tripartite Rubber Council (ITRC) karena ketiga negara tersebut menjadi penghasil karet alam terbesar. Thailand menjadi negara penghasil karet alam terbesar dengan produksi karet pada tahun 2012 sebesar 3,5 juta ton, sementara Indonesia di peringkat kedua dengan produksi karet pada periode yang sama sebesar 3 juta ton kemudian disusul oleh Malaysia dengan produksi 946 ribu ton pada periode yang sama. Jika melihat kondisi harga karet di pasar rubber Tokyo, Jepang sudah berada di level USD 3,3/kg. Untuk terus menjaga stabilitas harga karet, ITRC akan meminta Vietnam untuk ikut bergabung. Pasalnya, secara statistik produksi karet Vietnam juga mempunyai porsi yang cukup tinggi di kawasan Asia Tenggara (pada tahun 2012 melebihi mencapai 860 ribu ton). Empat negara yakni Indonesia, Thailand, Malaysia dan Vietnam akan menguasai hampir 74 persen pasar dunia.

(2)

kualitas karet dalam potensi pemasaran Internasional dengan daya saing mutu produk karet yang berkualitas dan kontinuitas, kapasitas dalam memenuhi pemasaran global.

Produk karet dicantumkan dalam Harmonised System (HS) bab 40, yang mencakup “karet dan bahan-bahannya”. Tabel di bawah ini menggambarkan ekspor utama Indonesia, berdasarkan data rata-rata ekspor tahunan dari antara tahun 2007 hingga 2011:

Tabel 1. Ekspor Utama Produk Karet Indonesia

DESKRIPSI KOMODITAS KODE HS

Ban bertekanan baru, dari karet, dari jenis yang digunakan untuk kendaraan bermotor (termasuk station wagon dan mobil balap).

401110 128.734.188

Sarung tangan, kecuali sarung tangan untuk bedah dan medis, dari karet vulkanisasi, NESOI.

401519 76.343.149

Ban bertekanan baru, dari karet, dari jenis yang digunakan untuk sepeda roda dua.

401150 53.927.429

Karet alam dalam bentuk smoked sheets.

400121 52.488.654

Ban dalam, dari karet, dari jenis yang digunakan untuk sepeda roda dua.

401320 14.351.000

Ban bertekanan baru, dari karet, dari jenis yang digunakan untuk bus atau truk.

401120 12.162.988

Ban bertekanan baru, dari karet, memiliki "herring-bone" atau telapak semacam itu, dari jenis yang digunakan untuk kendaraan dan mesin konstruksi atau industri serta memiliki ukuran pelek tidak melebihi 61 cm.

(3)

Barang lain dari karet vulkanisasi selain karet keras, NESOI.

401699 6.856.786

Ban bertekanan baru, dari karet, NESOI. 401199 5.032.022

Sumber: BPS (disiapkan oleh Pusat Data dan Informasi, Kementerian Perdagangan Indonesia)

2. Pasar Global Untuk Karet dan Produk Karet

Pada akhir tahun 2011, konsumsi karet global mencapai 25,8 juta ton, mencatat peningkatan sebesar 4% dari data sejenis pada tahun 2010. Jika kita membandingkan data kendaraan dan permintaan untuk ban antara tahun 2011 dengan 2010, maka dapat dilihat adanya penurunan yang kecil pada laju peningkatan konsumsi. Produksi global untuk karet sintetis meningkat sebesar 6%, sejalan dengan pertumbuhan konsumsi karet sintetis yang cukup kuat. Konsumsi karet alam pada akhir tahun 2011 meningkat sebesar 1,4% dari akhir tahun 2010. Tabel di bawah ini memuat beberapa data mengenai konsumsi karet alam dan karet sintetis dunia, berdasarkan wilayah, untuk periode 2010-2012 (dalam ribuan ton):

Tabel 2. Konsumsi Karet Alam dan Sintetis Dunia

Sumber: International Rubber Study Group (2012)

(4)

Tabel 3. Statistik industri Karet Dunia

(5)

Tabel di bawah ini menunjukkan negara-negara produsen karet utama:

Sumber: FAOSTAT (2010)

Beberapa perusahaan karet ternama yang beroperasi di seluruh dunia termasuk: Trelleborg (Swedia), Hutchinson (Perancis), Continental (Jerman), Bridgestone (Jepang), Freudenberg (Jerman), Tomkins (Inggris), Cooper-Standard Automotive (Amerika Serikat), Tokai Rubber (Jepang), Parker-Hannifin (Amerika Serikat), dan NOK (Jepang).

3. Pasar Ekspor Utama Indonesia Untuk Karet Dan Produk Karet

Indonesia merupakan negara penghasil karet terbesar kedua, setelah Thailand. Indonesia berencana untuk meningkatkan produksinya pada tahun 2013 sebesar 7%, untuk mencapai 3,2 juta ton. Pada tahun 2012, ekspor karet mencapai 2,8 juta ton, dan angka tersebut diperkirakan akan tetap stabil pada tahun 2013. Tabel di bawah ini memberikan gambaran mengenai pasar industri karet Indonesia periode 2009-2011:

(6)

Sumber: Pemerintah Indonesia, seperti yang dikumpulkan oleh ANRPC (2012)

Hampir 90% produksi karet Indonesia berasal dari petani berskala kecil, sedangkan 70% dari total produksi karet Indonesia berasal dari pulau Sumatera. Amerika Serikat merupakan pasar karet terbesar bagi Indonesia, membeli hampir 20% dari ekspor karet Indonesia, yang diikuti oleh Cina dan Jepang, yang masing-masing mengimpor sekitar 15% dari total ekspor karet Indonesia. Tabel di bawah ini memberikan gambaran mengenai pasar ekspor karet Indonesia:

(7)

Sumber: Badan Pusat Statistik, seperti yang dikumpulkan oleh Gapkindo (2006).

Di Indonesia, organisasi-organisasi utama yang relevan dengan perdagangan karet adalah: Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor (dulunya, INIRO); Direktorat Jenderal Perkebunan, di bawah Kementerian Pertanian; Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, di bawah Kementerian Perdagangan; Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, di bawah Kementerian Pertanian; Direktorat Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, Badan Pusat Statistik Indonesia, Pusat Riset Getas, Dewan Karet Indonesia (DEKARINDO), Pusat Penelitian Karet Indonesia, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), Pusat Riset Sembawa, serta Pusat Riset Sungai Putih.

(8)

P.T. Bakrie Sumatera, P.T. Batanghari TebingPratama, dan P.T. Bridgestone Sumatra Rubber Estate.

4. Pemasaran Karet Rakyat

Karet merupakan komoditi ekpor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia sejak 20 tahun yang lalu meningkat dari 1, 0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 ton, pada tahun 1995 dan 2,0 juta ton dari produksi karet 2,2 juta ton pada tahun 2005, sehingga pendapatan devisa negara dari komoditi karet pada semester pertama tahun 2006 mencapai US$ 2,0 milyar.

Luas areal kebun karet di Indonesia mencapai 3,2 juta ha pada tahun 2005 yang sebagian besar tersebar di Sumatera dan Kalimantan, diantaranya 85 % merupakan karet rakyat. Harga karet yang membaik saat ini harus dijadikan momentum yang mampu mendorong percepatan, pembenahan dan peremajaan karet yang kurang produktif dengan menggunakan klon - klon unggul dan perbaikan teknologi budidaya lainnya.

Untuk meningkatkan peranan dan daya saing komoditas karet, salah satu upaya yang harus dilakukan melalui perbaikan mutu bahan olah karet. Atas dasar hal-hal tersebut pemerintah telah menetapkan Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet Rakyat (BOKAR). Saat ini para petani pekebun telah berkelompok dengan membentuk kelompoktani. Kemudian dua atau lebih kelompoktani tersebut bergabung membentuk Unit Pengolahan dan Pemasaran Bersama BOKAR atau disingkat menjadi UPPB. UPPB ini merupakan tempat penyelenggaraan bimbingan teknis pekebun, pengolahan, pemasaran dan penyimpanan. Untuk memasarkan BOKAR milik anggota kelompok yang dikuasakan kepada UPPB dapat menjamin kerjasama dan transaksi lansung. Kerjasama pemasaran milik anggota kelompok tersebut dilakukan melalui kontrak jual beli dengan pabrik pengolahan dan pedagang BOKAR. Bila dilakukan transaksi langsung dalam pemasaran BOKAR milik petani pekebun, maka kelompok petani pekebun harus mendelegasikan kepada UPPB dan baru UPPB yang melakukan pemasaran kepada pabrik pengolahan/ pedagang BOKAR dengan melalui pelelangan supaya lebih transparan.

(9)

harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (SKA) yang diterbitkan oleh UPPB tersebut. Bila dalam perdagangan BOKAR ini, bila tidak ada dokumen SKA maka pembeli dapat menolak BOKAR yang dikirim oleh UPPB tersebut, baik oleh pabrik BOKAR atau pedagang BOKAR, ini bertujuan untuk menjamin mutu BOKAR yang beredar di pasaran. Harga BOKAR yang beredar di pasaran harus berpedoman pada harga penjualan BOKAR di pelabuhan ekspor atau lebih dikenal dengan harga FOB (Free On Board) yang berlaku pada saat transaksi dengan didasarkan keadaan Kadar Karet Kering (KKK) sebesar 100 persen, sedangkan harga BOKAR di tingkat UPPB diharapkan menggunakan rumus paling kurang sebesar 75 persen dari harga FOB. Untuk harga BOKAR di tingkat pabrik pengolahan BOKAR, diharapkan menggunakan rumus paling kurang sebesar 85 persen dari harga FOB, sedangkan harga BOKAR pada transaksi perdagangan di tingkat UPPB harus diperhitungkan dengan biaya penggunaan fasilitas peralatan dan bahan yang digunakan di UPPB. Informasi harga yang berlaku di tingkat FOB harus bersumber dari berita media cetak, elektronik dan internet yang terjangkau oleh daerah tersebut. Setiap hari UPPB wajib menyampaikan informasi harga penjualan BOKAR kepada masyarakat petani pekebun dengan cara menempelkan di papan pengumuman UPPB setempat. Untuk penentuan harga Bokar yang berlaku di tingkat petani pekebun harus ditetapkan oleh suatu tim yang beranggotakan wakil dari petani pekebun, wakil dari asosiasi pedagang, wakil dari asosiasi pabrik dan pemerintah.

Untuk menjaga kesinambungan hubungan antara petani pekebun dengan UPPB dikembangkan bentuk pelayanan melalui cara pembayaran kepada anggota dalam bentuk isentif lain. Pemberian insentif dari petani pekebun kepada UPPB dapat berbentuk pelayanan kebutuhan hidup harian, kebutuhan sarana usahatani dan kebutuhan pinjaman modal kerja kepada petani pekebun. Dalam rangka pengembangan pelayanan kepada petani pekebun, maka UPPB dapat dikembangkan menjadi unit usaha yang berbadan hukum antara lain koperasi atau Perseroan Terbatas (PT).

(10)

dihasilkan oleh petani pekebun, maka pemerintah kabupaten/kota atau instansi yang ditunjuk harus melakukan pembinaan kepada petani pekebun secara terjadwal melalui kegiatan UPPB.

Pengawasan perdagangan dan peredaran BOKAR harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat melalui petugas khusus berdasarkan laporan dari masyarakat. Pedagang BOKAR atau pabrik pengolahan karet bila membeli BOKAR yang mutunya tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dapat menyampaikan ketidak puasannya terhadap mutu BOKAR tersebut kepada UPPB dengan menembuskan keluhannya kepada pemerintah kabupaten/kota. Bila hasil kinerja UPPB dalam mengasilkan BOKAR dibawah baku mutu yang telah ditetapkan, maka pemerintah kabupaten/kota dapat memberikan teguran peringatan kepada UPPB yang bersangkutan. Bila teguran peringatan sudah mencapai tiga kali terhadap UPPB yang berkinerja dibawah baku teknis yang ditetapkan, operasinal UPPB dapat dihentikan dan kemudian dilakukan pembinaan kembali. Pengawasan terhadap BOKAR yang diperdagangkan dapat dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota melalui Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) setempat.

A. Sistem dan Pemasaran Bahan Olahan Karet Rakyat

Pemasaran Bokar merupakan kegiatan ekonomi yang berfungsi menyampaikan bokar dari petani kepabrik pengolah ( SIR, RSS, Lateks Pekat ) dan selanjutnya diekspor atau dijadikan barang jadi karet.

Penyampaian Bokar dari petani ke pihak pabrik pengolah dilakukan oleh lembaga pemasaran melalui fungsi pemasaran. Fungsi pemasaran meliputi fungsi pertukaran ( Penjualan dan Pembelian ), fungsi fisik ( Pengumpulan, Penyimpanan, Pengangkutan, Pengolahan), Fungsi fasilitas standarisasi, grading, Penanggungan Resiko, Pembiayaan, dan Penyediaan Informasi Pasar/Harga. Dalam melaksanakan Fungsinya Lembaga Pemasaran akan memerlukan Biaya dan Memperoleh Jasa Keuntungan.

(11)

menyebabkan biaya angkut yang tinggi dan ada resiko susut yang harus ditanggung oleh lembaga Pemasaran dan pada akhirnya berpengaruh terhadap harga yang diterima petani. Artinya dengan semakin besar biaya dan jasa pemasaran makan bagian harga yang diterima petani semakin rendah.

Gambar 1. Sistem Pemasaran Bokar

__________________________ ______________________________

↓ ↑

Petani → Pedagang Desa → Pedagang Besar → Pool Pabrik → Pabrik/Eksportir

_______________________________ ________________

Gambar 2. Rantai Pemasaran Bokar Tradisional Kemitraan

____________________________________________

Rantai pemasaran Bokar yang telah terorganisasi Kelompok Tani dan KUD tidak menguasai fisik bokar tetapi hanya sebagai pengelola yang memperoleh fee / komisi.

B. Sistem Penentuan Harga Bokar

Harga bokar yang diterima Petani seperti yang diuraikan diatas ditentukan oleh sistem kelembagaan, dan panjangnya rantai pemasaran yang pada dasarnya menentukan tingkat kekuatan petani dalam melakukan negosiasi pembentukan harga. Selain itu harga bokar ditentukan oleh : Jenis dan Mutu Bokar, Kadar Karet Kering (KKK), Harga Karet Alam Dunia, Marjin Pemasaran.

I. Jenis Dan Mutu Bokar

Jenis dan mutu bokar yang terstandarisasai biasanya berhubungan dengan Kadar Karet Kering ( KKK ) yang merupakan salah satu faktor terpenting dalam penentuan harga bokar. Mutu bokar yang baik harus memenuhi

(12)

kriteria, diantaranya adalah : 1. lateks dibekukan dengan asam semut atau pembeku lain yang dianjurkan, 2. Bersih dan bebas kontaminasi kotoran, 3. Tidak Direndam dalam air atau dijemur dibawah terik matahari, 4. KKK ditingkat Petani minimum 50%, 5. Dicetak dalam Ukuran Tertentu.

Standar Nasional Indonesia(SNI) bokar Nomor 06-2047-2002 tanggal 17 oktober 2002, dalam SNI tersebut bokar terdapat 4 jenis mutu Sleb dan Lum, maka harga pembelian bokar dibedakan berdasarkan jenis mutu agar petani terdorong untuk menghasilkan bokar yang bermutu baik.

II. Kadar Karet Kering ( KKK )

Kadar Karet kering adalah persentase kandungan karet yang terdapat didalam bokar. KKK merupakan faktor terpenting penentuan harga bokar. KKK bokar ditentukan oleh KKK lateks, sistem pengolahan dan penyimpanan bokar di tingkat petani.

Secara sederhana Penentuan KKK dapat dihitung sebagai berikut :

KKK : Sb / Bk x 100 %

Sb : Sleb basah(mula2)

Bk : Blanket kering(sleb setelah digiling)

Penentuan KKK oleh lembaga pemasaran hanya berdasarkan perkiraan visual dan ada unsur spekulasinya. Hal ini dipengaruhi dengan penanggungan resiko misalnya kesalahan taksir KKK. Selain itu kondisi tersebut masih ditambah lagi dengan adanya resiko susut angkut dan salah taksir tingkat kebersihan mutu sleb, kondisi ini menyebabkan lembaga pemasaran umumnya melakukan potongan berat dalam membeli bokar petani untuk mengurangi resiko.

III. Harga Karet Alam Indonesia

Penentuan Harga Bokar menggunakan pedoman yang bersumber dari harga karet alam dunia yang telah disesuaikan jika karet (SIR/RSS) akan diekspor dari pelabuhan setempat (harga FOB). Harga tersebut biasanya diumumkan lewat media radio, Koran, atau juga bisa diakses melalui website www.bappebti.go.id atau www.sicom.co.sg

(13)

pabrik dan penyusutan, berbagai biaya variable, khususnya biaya tenaga kerja dan energi proses pengolahan. Harga Pembelian ditingkat Pabrik (100% KK) berkisar antara 80 % – 92 % FOB SIR 20. Harga Pembelian Pabrik sangat dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan bokar dalam suatu wilayah .

IV. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran adalah selisih antara harga ditingkat konsumen dengan harga ditingkat petani dalam arti penjumlahan dari biaya-biaya dan keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran yang terlibat. Semakin panjang rantai pemasaran dan semakin rendah mutu bokar, akan menyebabkan total biaya pemasaran dan keuntungan yang diambil oleh berbagai tingkat lembaga pemasaran semakin besar yang pada akhirnya akan memperkecil bagian yang akan diterima oleh petani.

C. Alternatif Pengorganisasian Pemasaran Bokar

Pemasaran bokar melalui kelompok tani diharapkan mampu memupuk dan melatih jiwa kebersamaan petani yang progresif, meningkatkan posisi tawar menawar petani, serta menghasilkan volume jual yang efisien yang dapat menurunkan biaya-biaya pemasaran sekaligus meningkatkan harga jual bokar dan bagian harga yang diterima petani.

1. Pemasaran Bokar dengan Pola kemitraan

Secara konseptual Pola kemitraan dinilai sangat ideal karena terjadi komunikasi antara kelembagaan petani, pabrik pengolah/pengekspor, dan instansi pemerintah yang berfungsi menetapkan harga pembelian bokar, pembakuan mutu sesuai standar SNI, dan menentukan aturan main sistem kemitraan yang diawasi dengan jelas dan praktis. Namun operasionalnya bagi pihak mitra dinilai memberatkan dan petani sendiri seringsekali tidak merasa diuntungkan, salah satu penyebabnya adalah karena karet merupakan komoditas yang pasarnya terbuka, jumlah pembelinya sangat banyak dan harganya bersaing, akibatnya pola ini tidak populer dan tidak berkembang.

2. Pemasaran Bokar dengan Lelang

Mekanisme umum pasar lelang bokar adalah sebagai berikut :

(14)

 Panitia lelang mengundang pabrik pengolah atau pedagang besar untuk

mengikuti lelang pada waktu yang ditentukan, disertai estimasi tentang jenis dan volume bokar yang akan dilelang.

 Para petani / kelompok tani mengumpulkan sejumlah bokar dengan volume tertentu

 Diadakan pemeriksaan mutu bokar petani / kelompok tani oleh panitia

lelang dan penawar lelang dan penawar lelang.

 Panitia lelang menentukan harga indikator yang disesuaikan dengan perkembangan harga umum ( terutama harga internasional ) dengan memperhatikan mutu

 Pembeli mengadakan penawaran secara terbuka dan ditentukan harga

penawaran tertinggi

 Pengukuran volume lelang ( penimbangan )  Pembayaran transaksi dilakukan secara tunai.

Sistem dan kelembagaan pemasaran bokar akan menentukan tingkat harga dan bagian yang akan dterima petani, yang selanjutnya akan menentukan pendapatan petani. Didalam mekanisme pembentukan harga bokar yang diterima petani, selain terdapat faktor-faktor yang dikuasai oleh petani sendiri (jenis mutu bokar dengan KKK optimum yang sesuai permintaan pasar dan meminimumkan marjin pemasaran) juga terdapat faktor yang tidak dapat / tidak langsung dikuasai oleh petani (misalnya harga karet internasional). Upaya pengorganisasian sistem pemasaran bokar untuk meningkatkan efisiensi dapat dilakukan dengan mengoptimumkan berbagai faktor yang dapat dikuasai oleh petani, apabila arus pemasaran bokar kekonsumen lancar dan berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN, NOMO: 38/ Permentan/ OT. 140 /8 / 2008, tentang PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR).

(15)

Purba, Hero. 2012. Prospek Pemasaran dan Kebutuhan Komoditi Karet Indonesia dalam Pemasaran Internasional.Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. http://pphp.pertanian.go.id/. Diakses pada tanggal 7 April 2014.

Gambar

Tabel 1. Ekspor Utama Produk Karet Indonesia
Tabel 2. Konsumsi Karet Alam dan Sintetis Dunia
Tabel 3. Statistik industri Karet Dunia
Tabel di bawah ini menunjukkan negara-negara produsen karet utama:
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pembiayaan kecelakan kerja ditanggung seluruhnya oleh perusahaan apabila masih dalam hubungan kerja, karena kecelakaan dan penyakit yang timbul dalam hubungan kerja

Seleksi dilaksanakan secara obyektif dan transparan, berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan, serta tidak membedakan jenis kelamin (kecuali yang dipersyaratkan

Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan

Faktor-faktor yang berpengaruhi terhadap berlangsungnya Industri Kerajinan Kulit di Kecamatan Magetan Tahun 2017 yaitu Modal yang didapat dari Pengusaha diperoleh

Sekretaris Jenderal Kementerian Agarna, Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan, BupatiIWalikota atau Kepala Dinas yang rnembidangi pendidikan, Pimpinan

Selain itu keputusan untuk menggunakan jasa merupakan suatu keputusan yang kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, selain kualitas pelayanan yang di berikan perusahaan

c.. Di dalam menjalankan sebuah pelatihan, ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan Bapak/Ibu dalam menerapkan hasil pelatihan yang sudah dilakukan. Menurut

Oleh karena itu, guru menyarankan agar penelitian pengembangan ini benar-benar dilakukan dan disesuaikan dengan karakteristik peserta didik maupun materi pembelajaran yang