• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Jiwa halusinasi (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asuhan Keperawatan Jiwa halusinasi (2)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Asuhan Keperawatan Jiwa :

HALUSINASI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005)

Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan, 2007).

Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat. Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama(Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.

Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).

(2)

Dimana pasien terbagi atas berbagai macam masalah diagnose keperawatan yang berbeda dari 31 orang pasien terdapat 3 masalah utama pasien dimana 58% pasien menderita gangguan sensori persepsi: Halusinasi, 24% pasien menderita Isolasi social, dan 18% pasien menderita gangguan pola pikir: Waham.

Berdasarkan hal diatas, kami kelompok tertarik untuk mencari serta membahas halusinasi dalam seminar kelompok yang sebagai salah satu syarat tugas untuk menyelesaikan praktek klinik di RS. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

1.2 Tujuan.

1.2.1 Tujuan Umum.

Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruangan Yudistira RS. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

1.2.2 Tujuan khusus

1) Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan persepsi sensori:

halusinasi pendengaran

2) Membuat diagnosa keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori :

halusinasi

3) Melakukan intervensi keperawatan kepada klien perubahan persepsi

sensori:halusinasi pendengaran

4) Melakukan tiundakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori

: halusinasi pendengaran

5) Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien perubahan persepsi

sensori: halusinasi pendengaran

6) Pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan perubahan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran

7) Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang

penulis dapatkan.

(3)

Sistematika penulisan laporan penulisan terdiri dari:

BAB I : Pendahuluan, meliputi latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Teoritis, meliputi konsep dalam asuhan keperawatan halusinasi.

BAB III : Tinjauan Kasus, meliputi pengkajian, diagnosa, pohon masalah, intervensi, implementasi, evaluasi.

BAB IV : Pembahasan, meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi.

(4)

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1.Konsep Halusinasi 2.1.1.Pengertian

Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap semua stimulus (Towsend, 1998).

Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. (Budi Anna Keliat, 1999).

Menurut Izzudin, 2005, Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut. Halusinasi merupakan kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).

2.1.2.Proses terjadinya masalah

Penyebab halusinasi tidak diketahui secara spesifik, beberapa penyebabnya dapat dibagi menjadi faktor predisposisi dan presipitasi.

a. Faktor predisposisi pada halusinasi adalah :

1. Biologis

Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah : hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri.

2. Psikologis

(5)

gangguan orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3. Sosial budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Faktor Presipitasi pada halusinasi adalah :

Faktor presipitasi pada klien dengan halusinasi antara lain akibat pengolahan informasi yang berlebihan, mekanisme penghantaran listrik yang abnormal, adanya gejala pemicu. Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Pada halusinasi stimulus internal menjadi lebih dominan dibandingkan stimulus eksternal. Klien lamakelamaan kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stumulus eksternal. Kondisi ini memicu terjadinya halusinasi.

2.1.3. Klasifikasi halusinasi

Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu, diantaranya :

a. Halusinasi pendengaran (akustik, audiotorik) : Gangguan stimulus dimana

klien mendengar suara- suaraterutama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b. Halusinasi penglihatan (visual) : Stimulus visual dalam bentuk beragam

seperti bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.

c. Halusinasi penghidu (olfaktori) : Gangguan stimulus pada penghidu,

yang ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

d. Halusinasi peraba (taktil, kinaestatik) : Gangguan stimulus yang ditandai

dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap (gustatorik) : Gangguan stimulus yang ditandai

(6)

f. Halusinasi sinestetik : Gangguan stimulus yang ditandai dengan

merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. (Yosep Iyus, 2007)

2.1.4. Tanda dan Gejala:

Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).

Berikut ini merupakan gejala klinisberdasarkan halusinasi : 1. Tahap 1 : Halusinasi bersifat tidak menyenangkan

Gejala :

- Menyeringai/tertawa keras

- Menggerakan bibir tanpa bicara

- Gerakan mata cepa

- Bicara lambat

- Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan

2. Tahap 2 : Halusinasi bersifat menjijikan

Gejala : Cemas, konsentrasi menurun, ketidakmampuan 3. Tahap 3 : Halusinasi bersifat mengendalikan

Gejala : Cenderung mengikuti halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, perhatian atau konsentrasi dan cepat berubah, kecemasan berat (Berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)

4. Tahap 4 : Halusinasi bersifat menaklukan

Gejala : Pasien mengikuti halusinasi, tidak mampu mengendalikan diri, tidak mampu mengikuti perintah nyata nyata, beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. (Budi Anna Keliat, 1999)

2.1.5. Akibat

(7)

Tanda dan gejala: muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.

2.1.6. Penatalaksanaan Medis

a. Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga

sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat (Maramis,2004)

1. Farmakoterapi

a. Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia

(8)

Dibenzondiazepi n

Klozapin (Clorazil) 300-900 mg

Dibenzokasazepi n

Loksapin (Loxitane) 20-150 mg

Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

2. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.

3. Psikoterapi dan Rehabilitasi

Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari :

a. Terapi aktivitas

1. Terapi musik

Fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai klien.

2. Terapi seni

Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni. 3. Terapi menari

Fokus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh 4. Terapi relaksasi

Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok

Rasional : untuk koping / prilaku mal adaptif / deskriptif, meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.

b. Terapi sosial

Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain

c. Terapi kelompok

Terapi kelompok (Group therapy)

(9)

2. Terapi aktivitas kelompok (Adjunctive group activity therapy)

TAK Stimulus Persepsi : Halusinasi

- Sesi 1 : Mengenal halusinasi

- Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik

- Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan

- Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap

- Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat

d. Terapi lingkungan

(10)

2.2. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI HALUSINASI 2.2.1. Pengkajian

Pada proses pengkajian, data penting yang harus didapatkan adalah : Data yang diperoleh dari wawancara :

1. Alasan Masuk :

Apa yang menyebabkan klien dibawa ke RS?

Bagaimana kondisi klein di rumah sehingga dibawa ke RS?

2. Faktor Herediter

Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (halusinasi)?

3. Resiko bunuh diri

Apakah klien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri atau menyatakan ingin melakukan bunuh diri?

Pernahkan isi halusinasi tersebut memerintahkan klien untuk bunuh diri?

4. Halusinasi

- Apa jenis halusinasinya?

- Apa isi halusinasi?

- Kapan halusinasi itu terjadi? Berapa kali halusinasi tersebut terjadi dalam

sehari?

- Apa situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi?

- Bagaimana perasaan klien untuk menghadapi saat halusinasi terjadi?

Data yang diperoleh melalui observasi :

1. Pasien dibawa karena sering terlihat tertawa sendiri, berbicara sendiri,

mulut komat-kamit

2. Klien sulit berkonsentrasi, cemas

3. Klien tampak sulit berhubungan dengan orang lain, tidak dapat

mengendalikan diri

4. Klien tidak mampu membedakan realita dan bukan realita

2.2.2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Diagnosis keperawatan pada klien dengan halusinasi ditetapkan berdasarkan data subyektif dan objektif yang ditemukan pada pasien :

Gangguan sensori persepsi : halusinasi

(11)

eksternal. Klien selanjutnya kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu timbulnya halusinasi.

2.2.3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :

a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

b. Perkenalkan diri dengan sopan

c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai

d. Jelaskan tujuan pertemuan

e. Jujur dan menepati janji

f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengenal halusinasinya

Tindakan :

2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan

tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara

2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya

a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar

b. Apa yang dikatakan halusinasinya

c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat

sendiri tidak mendengarnya.

d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu

e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien

2.4 Diskusikan dengan klien :

a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi

b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)

2.5 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah,

takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya

(12)

3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi

halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll).

3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian

3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:

a. Katakan “ saya tidak mau dengar”

b. Menemui orang lain

c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari

d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara

sendiri

3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara

bertahap.

3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.

3.6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.

3.7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi.

4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya

Tindakan :

4.1 Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi

4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan

rumah):

a.Gejala halusinasi yang dialami klien

b.Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus halusinasi c.Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan,

jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama

d. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan :

halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain 5. Klien memanfaatkan obat dengan baik

Tindakan :

5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan

manfaat minum obat

5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan

manfaatnya

5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping

minum obat yang dirasakan

5.4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi

5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.

2.2.4. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien halusinasi dilakukan masing-masing 4x pertemuan. Pada pasien dan keluarga (minimal 8x pertemuan) dan sesuaikan dengan kebutuhan.

(13)

1. Membantu klien mengenal halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi : Menghardik

- Menanyakan pada klien (apa yang didengar atau dilihat), waktu

terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi

2. Melatih mengontrol halusinasi : Bercakap - cakap dengan orang lain

- Mengevaluasi tanda dan gejala halusinasi dan kemampuan mengontrol

- Menyusun jadwal kegiatan sehari-hari sesuai aktiviatas yang telah dilatih

(14)

2.2.5. EVALUASI

Evaluasi hasil pelaksanaan tindakan dlakukan kepada klien dan keluarga (apabila keluarga berkunjung), Hasil Evaluasi :

A. Evaluasi pada klien :

1. Klien dapat mengenal halusinasi

2. Klien dapat menghardik halusinasi

3. Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengalihkan halusinasi

4. Klien dapat menggunakan obat dengan benar

B. Evaluasi pada keluarga

1. Keluarga dapat mengenal halusinasi

2. Klien dapat merawat klien saat pulang

3. Keluarga dapat membuat perencanaan pulang

(15)

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 21 April 2012 dengan nama pasien Tn. A berusia 27 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan terakhir SLTP dengan alamat Dsn Cempaka RT 05/03 Astana Dapura Cirebon. Pasien masuk RS pada tanggal 14 Maret 2012 di ruangan Kresna Laki-laki dengan No. RM 053453 dan masuk di ruangan Yudistira pada tanggal 31 Maret 2012. Pasien dibawa ke rumah sakit dengan alasan, pasien selalu marah-marah tanpa sebab, memukul ibu, bicara dan tertawa sendiri, tidak mau minum obat, keluyuran dan mengganggu lingkungan (merusak alat-alat rumah tangga). Pasien pernah mengalami gangguan jiwa kurang lebih 10 tahun yang lalu, dan saat ini sudah yang ke-8 kalinya, sebelumnya pasien pernah dirawat inap di RS H. Marzoeki Mahdi Bogor, dengan riwayat pengobatan sebelumnya kurang berhasil dikarenakan pasien putus obat. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa tidak ada.

Berdasarkan hasil wawancara klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk marah, suara itu terdengar saat klien sendirian terutama pada sore hari dan sangat sering terjadi. Terakhir kali mendengar suara-suara seperti itu kemaren sore. Cara pasien mengatasi halusinasi yaitu dengan menutup telinga dan menyuruh suara-suara itu pergi karena tidak nyata, selain itu pasien juga melakukan kegiatan seperti menyapu lantai. Pasien merupakan anak ke- 4 dari 4 bersaudara. Pasien tinggal bersama ibunya. Pasien mengatakan bagian tubuh yang disukai mengetahui agama yang dianutnya adalah islam, dan selama dirumah sakit pasien melakukan kegiatan ibadah yaitu sholat 5 waktu. Pasien merasa malu terhadap orang lain karena penyakit yang dideritanya saat ini.

(16)

cuci piring, membereskan meja makan, mengambil makanan dan lain-lain. TTV pasien pada tanggal 21 Maret 2012 di dapat : TD 120/80mmHg, ST 360C, HR : 82X/menit, RR 20X/menit, dan tidak ada keluhan fisik.

Pasien tidak mampu mengingat tentang kejadian-kejadian yang sudah lama terjadi. Pasien mampu mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang lain dengan penjelasan yang benar dan klien menyatakan bahwa ia masuk ke RSJ karena marah-marah, dll.

Didalam kehidupan sehari-hari pasien mampu untuk melakukan perawatan diri seperti mandi, makan, BAB/BAK serta ganti pakaian. Pasien mengatakan selama di rumah sakit, nafsu makan meningkat namun berat badan tidak meningkat. Pasien mengatakan tidak ada masalah pada tidurnya. Pasien menyatakan puas dengan pekerjaannya dalam membantu ibunya mencari nafkah. Pasien mempunyai koping yang adaptif yaitu jika ada masalah maka pasien mengerjakan sholat. Terapi yang didapat adalah Stelazin 3x5 mg, THP/ TRihexypenidil 3x2 mg, CPZ/Clorpromazine 3x100 mg, Persidal 1x2 mg.

3.2 DIAGNOSA

Berdasarkan analisa data pengkajian pasien Tn A, maka di peroleh diagnosa keperawatan yaitu :

1. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran

2. Isolasi social

3. Harga Diri Rendah

4. Resiko Perilaku Kekerasan

3.3 POHON MASALAH

Resiko Perilaku Kekerasan Gangguan sensori presepsi :

Halusinasi

Isolasi Sosial

3.4 RENCANA TINDAKAN

(17)

Diagnosa keperawatan : Ganguan sensoris presepsi halusinasi, dengan tujuan umum yaitu klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya dan tujuan khusus dimana klien dapat membina hubungan saling percaya, klien mengenal

halusinasinya,klien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik, bercakap – cakap dengan orang lain ,klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal, dan klien dapat memanfaatkan obat dengan benar.

Dalam rencana tindakan keperawatan yang akan di lakukan adalah dengan bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip terapeutik yaitu dengan

memberi sapa kepada klien dengan ramah baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama panggilan serta tujuan perawat berkenalan, tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien, tunjukan sikap jujur dan

menepati janji setiap kali interaksi, tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya serta memberikan perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap dengan cara observasi tingkahlaku klien terkait halusinasinya, tanyakan apakah klien mengalami sesuatu jika klien menjawab ya tanyakan apa yang sedang dialaminya,dengan nada beersahabat katakan perawat percaya klien mengalami hal tersebut namun perawat sendiri tidak mengalaminya serta mengakatakan bawah perawat akan membantu klien. Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi,

diskusikan dengan klien isi, waktu, dan frekuensi terjadinya halusinasi terdapat juga situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.

Ada beberapa cara dalam mengatasi halusinasi antara lain, menghardik,

bercakap – cakap dengan orang lain, meelakukan kegiatan dan minum obat. Ajarkan 1 cara yaitu dengan menghardik halusinasi dimana klien diajarkan dengan cara

menutup kedua telingan dengan mengakatan “apa yang saya dengar itu palsu”. Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.

Cara ke dua dalam menghardik halusinasi yaitu dengan bercakap – cakap dengan orang lain, tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dimana tetap

membangun hubungan saling percaya, tanyakan perasaan klien saat ini, evaluasi cara menghardik halusinasi, kontrol halusinasi dengan bercakap – cakap dengan orang lain dimana klien menemui orang lain untuk menceritakan tentang halusinasinya, serta membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari – harinya dimana dengan

melakukan kegiatan merupakan salah satu contoh untuk meminimalkan / memutuskan kontak klien dengan halusinasinya. Beri kesempatan kepada klien untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil berikan pujian, ajurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.

Obat merupakan hal yang penting dengan tujuan khusus klien dapat memanfaatkan obat dengan benar. Dimana setelah berinteraksi klien dapat

(18)

penggunaan obat dengan benar dan klien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.

Tindakan keperawatan yang dapat di lakukan dengan cara diskusikan dengan klien manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek samping penggunaan obat, pandu klien saat penggunaan obat, beri pujian jika klien

menggunakan obat dengan benar, diskusikan dengan klien akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter dan anjurkan klien untuk konsultasi kepada

dokter/perawat jika terjadi hal – hal yang tidak diinginkan.

3.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pertemuan pertama pada klien dengan gangguan sensori presepsi halusinasi yang diadakan pada tanggal 21 april 2012, pukul 11.30 dengan masalah halusinasi pendengara implementasinya adalah sebagai berikut:

1. Hal pertama yang dilakukan perawat sebelum melaksanakan SP yaitu

membina hubungan saling percaya antar klien dan perawat. Hasilnya klien yaitu Tn.A mau berkenalan dengan perawat, klien menyebutkan nama lengkapnya dan nama panggilannya.

2. Membantu klien mengungkapkan perasaannya saat ini. Hasilnya klien Tn.A

mengatakan perasaanya saat ini baik-baik saja. Sebelumnya klien sudah diajarkan cara mengontrol halusinasi tapi klien tidak pernah melakukannya karena malas.

3. Membantu klien mengenal halusinasinya. Hasilnya klien mengatakan isi

dari halusinasi ialah ada suara-suara yang menyuruh klien untuk marah-marah dan sampai saat ini suara tersebut sering muncul. Biasanya suara-suara tersebut muncul apabila klien sedang menyendiri atau sedang diam kurang lebih 10 menit. Klien mengatakan ia merasa risih dengan suara/bisikan tersebut.

4. Melatih klien mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik. Hasilnya

perawat menjelaskan dan mempraktekkan menghardik halusinasi dengan menutup telinga dan mengatakan “pergi-pergi kalian tidak nyata, kalian palsu” beberapa kali. Kemudian setelah perawat memberi penjelasan dan contoh, klien melakukan/mempraktekan seperti apa yang telah dilakukan perawat sebelumnya. Dan mengajak klien untuk memasukkan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik kedalama jadwal kegiatan klien.

5. Setelah itu melakukan kontrak waktu dengan klien untuk membicarakan

(19)

Pertemuan kedua yaitu pada hari senin tanggal 23 april 2012, pukul 09.00 masih dengan masalah keperawatan yang sama yaitu halusinasi pendengaran, bertempat diruang tamu klien dan perawat berbincang-bincang. Isi perbincangannya yaitu:

1. Perawat mengevaluasi kembali kegiatan yang dilakukan kemarin yaitu SP

1. Hasilnya klien dapat mengingat dan memperagakan yang telah diajarkan sebelumnya, yaitu cara menghardik halusinasi.

2. Perawat melatih berbicara/bercakap-cakap dengan orang lain saat

halusinasinya muncul. Hasilnya, perawat memberi contoh: “teman kita ngobrol ya, soalnya saya mendengar suara/bisikan-bisikan”. Perawat mengulang beberapa kali setelah itu meminta klien untuk mengulangi lagi apa yang dilakukan perawat dan klien dapat melakukan hal tersebut.

3. Mengajak klien untuk memasukkan kegiatan yang baru saja dilakukan

kedalam jadwal kegiatan harian klien. Hasilnya, bersama dengan perawat klien memasukkan cara menghilangkan halusinasi kedalam jadwal klien. Dan perawat memotivasi klien untuk melakukan apa yang telah diajarkan kemarin dan hari ini untuk selalu dilakukan apabila suara/bisikan-bisikan muncul.

Pertemuan ketiga, yaitu pada hari Selasa 24 April 2012, bertempat di teras ruangan Yudistira tepatnya pada pukul 11.15. Isi perbincangan yaitu:

1. Perawat mengevaluasi kembali kegiatan yang sebelumnya ( SP1 dan 2).

Hasilnya klien bisa menyebutkan dan memperagakan apa yang telah di pelajari lalu, tapi sayangnya ketika di tanya apakah klien menerapkan pada saat klien mengalami halusinasi atau pada saat suara/bisikan muncul, klien menjawab jarang menerapkannya. Dari sini perawat memotivasi si klien agar melakukan hal tersebut apabila mengalami halusinasi.

2. Perawat mengajarkan atau melatih untuk melakukan kegiatan yang sesuai

dengan kemampuan klien apabila halusinasi muncul. Disini perawat menjelaskan pentingnya beraktivitas, selain itu juga perawat mendiskusikan/membicarakan aktivitas apa yang sering klien lakukan yang sesuai dengan kemampuannya. Hasilnya klien mengatakan setelah bangun pagi klien langsung membereskan tempat tidur, setelah itu klien mandi. Selain kegiatan itu klien juga sering terlibat dalam kegiatan membersikan ruangan Yudistira, seperti mengepel, mengantar/mengambil cucian dan juga membersihkan ruangan makan.

3. Bersama-sama dengan pasien, perawat menyusun jadwal aktivitas

(20)

4. Perawat memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, dan berikan penguatan

atau dorongan untuk terus melakukan kegiatan yang baik. Hasilnya, setiap hari perawat harus memantau apa saja yang dilakukan pasien.

Setelah itu perawat membuat kontrak mendatang dengan klien untuk membicarakan tentang program pengobatan, pada tanggal 25 April 2012, bertempat di ruangan makan tepatnya pada pukul 08.30.

Pertemuan keempat tanggal 25 April 2012, bertujuan untuk mengajarkan klien tentang program pengobatan, bertempat diruang makan, tepatnya pukul 08.30, dengan klien Tn.A masalah keperawatan Halusinasi pendengaran.

1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP 1,2,dan 3), bagaiman kemampuan

klien. Hasilnya klien dapat menyebutkan apas aja yang sudah di pelajari dan klien bisa mempraktekan semanya.

2. Menanyakan program pengobatan. Hasilnya, klien mengatakan setiap hari

tiga kali sehari klien minum obat, klien juga menyebutkan warna dari obat yaitu; ada orenge,putih dan merah jambu. Tapi klien lupa untuk apa obat tersebut.

3. Menjelaskan pentingnya penggunaan obat pada klien. Hasilnya klien dapat

mengerti manfaat obat setelah dijelaskan oleh perawat, dan klien dapat mengulang manfaat setiap obat, walaupun kadang masih lupa.

4. Menjelaskan akibat bila klien putus obat. Hasilnya perawat menjelaskan,

apabila kilen putus obat atau berhenti obat penyakit klien akan kambuh lagi dan penyembuhnanya akan lebih lama lagi.

5. Menjelaskan cara mendapatkan obat dan pengobatannya dengan

menggunakan perinsip 5 benar. Hasil perawat menjelaskan apabila setelah makan baik sarapan,makan siang dan makan malam klien harus meminta obat kepada perawat dan harus mengecek dengan 5 perinsip yaitu, apakah obat itu milik klien dengan mengecek nama pada kemasan obat, mengecek apakah oabt itu sesuai dengan yang biasa klien minum, apakah benar waktu minumnya, apakah dosisnya sesuai dengan yang di berikan. Klien dengan menganggukan kepala dapat memahami apa yang disampaikan perawat

(21)

3.6 EVALUASI TINDAKAN KEPERAWATAN

Setelah di laksanakan tindakan keperawatan selama 4 hari pada pasien Tn A 27 tahun dengan masalah keperawatan gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran maka evaluasi yang di dapat yaitu :

Pada tanggal 21 April 2012 pkl 11.30, Klien mengatakan Klien mau membina hubungan saling percaya dengan perawat, klien mengungkapkan perasaannya klien mengatakan mengenal halusinasinya suara/bisikan yang menyuruh klien untuk marah-marah dan sampai saat ini suara tersebut sering muncul, klien mengatakan suara-suara itu muncul apabila klien sedang menyendiri atau sedang diam. kurang lebih 10 menit. klien mengatakan ia merasa risih dengan suara/bisikan tersebut. Dengan data objektif : Exspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Disini dapat dilihat bahwa klien masih perlu bimbingan dalam kegiatan untuk mengontrol halusinasinya, Jadi pelaksanaan SP I telah tercapai dengan 1 kali interaksi

Pada tanggal 23 April 2012 pkl 09.00 Klien mengatakan dapat mengingat dan dapat mempraktekan apa yang telah diajarkan sebelumnya, yaitu menghardik halusinasi. Klien mengatakan dapat mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Dengan data objektif : Klien kooperatif dalam komunikasi mengenai kegiatan mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan suster, kontak mata dapat di pertahankan. Jadi pelaksanaan SP II telah tercapai dengan 1 kali interaksi.

Pada tanggal 24 April 2012 pkl 11.15 Klien mengatakan senang di libatkan dalam kegiatan jadwal harian di ruangan. Dengan data objektif : Klien nampak kooperatif dalam komunikasi, dan aktif dalam melakukan kegiatan di ruangan. Jadi pelaksanaan SP III telah tercapai dengan 1 kali interaksi.

(22)

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah kelompok kami melakukan tindakan keperawatan terhadap klien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi di ruangan Yudistira mulai dari tanggal 21 s/d 25 April 2012 dengan 4 kali interaksi, kelompok kami menemukan kesenjangan-kesenjangan antara konsep teoritis dengan studi dilapangan yang dilakukan oleh kelompok kami, maka dari itu kelompok kami akan membahas kesenjangan berikut. Adapun kesenjangan -kesenjangan tersebut adalah sebagai berikut:

4.1 PENGKAJIAN

Tn.A (27 tahun) dirawat di rumah sakit jiwa Marzoeki Madhi di ruang Yudistira dengan Diagnosa Medis Gangguansensori persepsi:

halusinasi pendengaran. Klien mengatakan mendengar suara-suara tersebut menyuruh untuk memukul orang, suara-suara itu sering di dengar pada sore hari dan saat sendirian, klien mengatakan marah-marah saat mendengar suara-suara, suara klien keras saat marah-marah dan tatapan mata klien tajam saat marah. Klien mengatakan berpisah dengan istrinya merasa sedih kerena dirawat di RS, klien tampak marah tanpa sebab. Dari hasil observasi kelompok didapatkan klien terlihat berbicara sendiri, mondar- mandir, dan tampak menutup telinga, klien tampak tersenyum dan tertawa sendiri. Sedangkan data tambahan dari catatan keperawatan melalui status klien, klien pernah mengamuk membanting-banting alat-alat rumah tangga.

Pada pengkajian pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan format pengkajian keperawatan jiwa yang telah di tetapkan. Data yang dikumpulkan dengan wawancara langsung pada klien, dan perawat diruangan, dari data catatan keperawatan dan medis ditemukan kesenjangan antara data-data teoritis dengan apa yang didapat pada kasus dilapangan. Pengumpulan data yang dilakukan hanya melalui wawancara dengan klien juga perawat diruangan, observasikeadaan dan kemampuan klien juga dari pendokumentasian keperawatan diruangan, sedangkan data dari keluarga tidak didapatkan hal tersebut dikarenakan selama proses pengkajian keluarga klien belum sempat menjenguk klien di RS.

Menurut Data yang didapat dilapangan oleh kelompok kami temukan bahwa:

(23)

DS: - Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh untuk memukul orang,

- Klien mengatakan suara itu muncul pada sore hari dan saat sendirian,

- Klien mengatakan frekuensi munculnya suara itu tidak tentu, suara yang

terdengar berlangsung sebentar,

- Klien mengatakan bila mendengar suara tersebut klien merasa gelisah dan

pikiranya kacau. DO:

- Pasien tampak mondar-mandir,

- Klien tampak menutup telinga,

- Klien tampak gelisah dan tegang,

- Klien tampak sering menyendiri dan bengong ditempat tidurnya,

- Klien tampak cemas, serta mengatakan malas ngomong dengan orang lain

dan lebih senang menyendiri,

- Saat proses interaksi kontak mata klien kurang, kadang-kadang klien

sering memalingkan mukanya dari perawat, dan tatapan mata klien kosong, di dalam kamar klien tampak berdiam diri dan tidur-tiduran diruangannya. Menurut data teoritis menjelaskan secara umum dari faktor predisposisi diterangkan bahwa halusinasi dapat terjadi dari berbagai faktor berupa faktor pisikologis, biologis, dan faktor genetik. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan kelompok kami terhadap klien tidak ditemukan adanya faktor genetik yang dapat mempengaruhi

halusinasi karena anggota keluarga klien tidak

ada yang menderita skizofrenia. Sedangkan dari faktor presipitasi diterangkan bahwa secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan timbulnya halusinasi dimana dapat terjadi dari berbagai faktor pendukung yaitu biologis, stress lingkungan, dan sumber koping, (kelliat,2006). Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh kelompok kami terhadap klien ditemukan data-data yang tergolong didalam faktor presipitasi sangat mendukung timbulnya gangguan sensori persepsi halusinasi karena klien awalnya masuk RS sering mendengar suara-suara yang mengatakan ingin memukul orang, merasa dirinya tidak berguna lagi, sehingga klien suka menyendiri saja dan tidak mau bergaul dengan orang lain.

(24)

Dalam teori asuhan keperawatan tentang gangguan persepsi sensori: Halusinasi terdapat perbedaan masalah keperawatan yang muncul kalau pada asuhan keperawatan teori diagonasa yang muncul selain Gangguan persepsi sensori halusinasi ada tiga lagi masalah keperawatan yaitu : masalah utama yang diangkat yaitu Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran.

4.3 RENCANA KEPERAWATAN

Kesenjangan yang terdapat pada praktik tindakan keperawatan dengan kasus gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran ditemukan pada beberapa bagian, seperti pada tujuan umumnya yang pada teorinya terdapat lima tujuan seperti klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat mengenal halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasinya dan klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya, dan klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

Pada praktek tindakan keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran ditemukan bahwa dari kelima tindakan keperawatan hanya ada empat yang terlaksanakan dan pada tindakan keperawatan poin keempat yaitu klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya belum sempat dilakukan tindakan keperawatannya, disebabkan karena keluarga belum sempat mengunjungi pasien sehingga untuk saat ini intervensi keempat belum terlaksanakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien, buat kontrak yang jelas mengenai topik, waktu pertemuan dan tempat pertemuan, beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

(25)

pencetus dengan tujuan klien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya. Pada intervensi kedua ini dilakukan tindakan keperawatan seperti tanyakan apakah klien saat sedang sendirian, atau sedang tidur pernah melihat atau mendengar sesuatu, tanyakan isi halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, terapi aktifitas kelopok persepsi sensori halusinasi sesi 1.

Pada intervensi ke tiga yaitu mengidentifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi. Intervensi ini memiliki tujuan agar pasien bisa dapat mengontrol halusinasinya, tindakan keperawatan yang dilakukan seperti diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol timbulnya halusinasi dengan cara menjelaskan cara menghardik halusinasi, peragakan cara mengahradik, minta pasien memperagakan ulang, pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien dan memasukan intervensi ini ke jadwal kegiatan pasien dan ikutkan pasien dalam terapi aktifitas kelompok persepsi sensori halusinasi : sesi 2,3,4.

Pada intervensi lima yaitu diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat. Dengan tujuan intervensi klien dapat memanfaatkan obat dengan baik, tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu jelaskan pada klien tentang nama obat, warna obat, bentuk obat, cara minum obat, waktu minum obat berapa kali sehari, kegunaan obat, dan efek samping obat dan jelaskan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.

4.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

(26)

keluarga dalam mengontrol halusinasinya, hal ini dikarenakan selama melakukan tindakan keperawatan keluarga klien belum datang menjenguk klien di RS.

4.5 EVALUASI TINDAKAN KEPERAWATAN

Setelah dilakukan interaksi selama 4 hari didapatkan adanya perubahan dalam tingkah laku klien. Klien dapat meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya dengan perawat sehingga mempermudah dalam proses interaksi, saat halusinasinya muncul yaitu saat klien sendirian pada sore hari, klien mampu menyebutkan tindakan yang bisa dilakukan seperti menghardik atau menghindar, bercakap-cakap dengan orang lain dan melakukan aktivitas secara mandiri, klien dapat mengenal jika halusinasi mulai muncul dan klien tahu bagaimana cara mengontrol halusinasinya, klien mau mengungkapkan perasaannya setelah dilakukan interaksi dari perawat kepada klien, klien tidak melakukan tindakan yang dapat melukai dirinya sendiri dan orang lain sehingga menghindarkan klien dari resiko perilaku

kekerasan,klien dapat berhubungan dengan orang lain secara baik sehingga

(27)

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi

ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang dapat menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan.

2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan

halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem pendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam memberi perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan klien.

5.2 SARAN

1. Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat

mengikuti langkah-langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis dan tertulis agar tindakan berhasil dengan optimal

2. Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat

melakukan pendekatan secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan saling percaya antara perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan

3. Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Dep Kes RI ( 2001 ). Kpererawatan Jiwa Teori dan Tindakan kperawatan. Cetakan I Jakarta : Dep Kes RI.

Hawari dadang ( 2001). Pendekatan holistic Pada gangguan Jiwa Skizofrenia. FK-UI Jakarta.

Stuart dan Sundeen ( 1991 ) Pocket Guide Psychiatric Nursing Second Edition, Mosby.

Stuart dan Sundeen ( 1998 ) Buku Saku Keperawatan Jiwa, ECG Jakarta.

Stuart Gail W and Laraia Michele T ( 1979). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Ed.7. Copyright by Mosby, Inc. USA (2001).

Maslim Rusdi, Dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III.

Referensi

Dokumen terkait

Dan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam didapatkan hasil klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat menyebutkan dan mengetahui

Hasil : klien setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam didapatkan hasil klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat menyebutkan penyebab menarik

Hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam di dapatkan hasil klien dapat membina hubungan saling percaya, klien mampu mendiskusikan aspek positif yang di

Tindakan pertama dilakukan perawat pada tanggal 16 April 2015 jam 09.30 WIB dengan strategi pelaksanaan pertama yaitu membina hubungan saling percaya, membantu Tn.S

Implementasi yang penulis terapkau pada kasus nyata adalah : strategi pelaksanaan pada pasien yaitu : membina hubungan saling percaya antara pasien dan perawat dengan

Tujuan dari strategi pelaksanaan satu adalah klien dan penulis dapat membina hubungan saling percaya agar terlaksananya proses keperawatan, klien dapat menyebutkan

Evaluasi yang diperoleh penulis pada hari ketiga, 17 februari 2021 didapatkan data subjektif klien mengatakan cara ketika halusinasi muncul dapat dicegah dengan

Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa pada klien dengan defisit perawatan diri adalah membina hubungan saling percaya, klien mampu menjelaskan