BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Job Insecurity
2.1.1 Pengertian Job Insecurity
Keamanan kerja didefinisikan sebagai harapan-harapan karyawan terhadap
keberlangsungan pekerjaannya. Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari
perhatian terhadap ketidakpastian kelanjutan pekerjaan seseorang dan situasi yang
tidak pasti yang dihasilkan dari adanya perubahan dalam organisasi seperti
downsizing, merger dan reorganisasi dan belum adanya penelitian yang
sistematikyang dilakukan untuk menguraikan peran ketidakpastian dalam
mempengaruhi reaksi individual dari adanya perubahan organisasi (Widodo,
2010:27). Job insecurity didefinisikan sebagai keadaan rasa tidak aman
yangdiakibatkan oleh adanya ancaman terhadap keberlangsungan pekerjaannya.
Hal ini menjelaskan bahwa job insecurity merupakan sebuah pengalaman internal
individu yang dicirikan dengan adanya ketidakpastian terhadap keberlangsungan
pekerjaannya. Ratnaningsih, (2009:45) mengartikan job insecurity sebagai kondisi
psikologis seorang karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau rasa tidak
aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah.Setiawan dkk (2007:5)
menambahkan, menurutnya job insecurity merupakan kondisi ketidakamanan
kerja yang dialami oleh seseorang yang disebabkan oleh perubahan-perubahan
lingkungan (faktor eksternal) dan watak atau 5 (lima) kepribadian dan mental
seseorang yang mengalami kondisi tersebut (faktor internal).
Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa Job Insecurity
dalam sebuah sebuah organisasi, dimana rasa tidak aman inilah yang nantinya
akan memicu terjadinya hal-hal yang lebih buruk lagi, bahkan di dalam tahap
lebih lanjut lagi dapat terjadi penurunan kualitas pegawai, komitmen berkurang,
kepuasan kerja berkurang, kinerja tidak maksimal, dan bahkan dapat terjadi
turnover secara besar-besaran. Job Insecurity juga merupakanmerupakan
penilaian karyawan terhadap pekerjaannya yang menyebabkan dirinya merasa
pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun
terhadap situasi tersebut. Hal ini dapat di deteksi secara lebih dini, yaitu dengan
cara melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap karyawan, misalnya dengan
cara mengevaluasi kinerja karyawan secara bertahap, atau juga dapat dilihat dari
tingkat absensi karyawan. Karena semakin cepat perusahan dapat mengetahui
gejala ini lebih awal, perusahaan dapat segera mencari solusi agar dampak dari
job insecurity ini tidak segera meluas keseluruh lapisan karyawan. 2.1.2 Dimensi Job Insecurity
Adapun yang menjadi dimensi atau komponen yang membentuk
Job Insecurity menurut Menurut Chirumbolo dan Hellgren, (2003:220) :
1. Pada aspek pekerjaan, misalnya tidak adanya promosi, tidak
adanya kenaikan upah, dan pengaturan jadwal yang berubah-ubah
2. Kemungkinan perubahan terhadap keberlanjutan pekerjaan,
misalnya seperti timbulnya tingkat kekhawatiran dipecat dan juga
tingkat kekhawatiran kehilangan harkat dan martabat.
3. Kemungkinan perubahan pada tingkat lingkungan kerja, misalnya
seperti adanya perubahan peraturan dalam perusahaan dan juga
4. Komitmen organisasi.Penelitian Pangat (2013:167), Wening
(142:2005) dan Darmawati dkk (2005:20), menemukan bahwa job
insecurity juga mempengaruhi komitmen kerja. Terdapat tiga
bentuk komitmen yang dimiliki oleh individu, yang ketiganya
mempunyai pengaruh yang berbeda bagi perilaku individu
terhadap organisasi dan pekerjaannya. Tiga bentuk komitmen
tersebut adalah:
a. Komitmen afektif (affective commitment) Yaitu munculnya
keterikatan psikologis individu / pegawai terhadap
organisasinya (indivdiu menginginkan bergabung dengan
organisasi tanpa memperhitungkan unsur untung rugi dalam
sisi biaya). Komitmen afektif ini meliputi : arti penting
organisasi, keterikatan dengan organisasi, bagian dari
organisasi, dan pemanfaatan.
b. Komitmen kontinuan (continuance commitment) Yaitu
komitmen yang berkaitan dengan pertimbangan untung-rugi
meninggalkan organisasi (individu bertahan dalam suatu
organisasi karena mereka membutuhkan organisasi tersebut).
Komitmen kontinuan ini meliputi: konsekuensi,
ketergantungan, kelangsungan organisasi, dan rasa berat
meninggalkan organisasi.
c. Komitmen normatif (normative commitment) Yaitu komitmen
yang terbentuk berkaitan dengan persepsi individu bahwa
untuk tetap bertahan di organisasinya. Komitmen normatif,
meliputi loyalitas pada organisasi, menerima organisasi, dan
karier yang diperhatikan.
5. Kepuasan kerja. Pangat (2013:167) dan (Munandar, 2004 :
74),menunjukkan bahwa ada pengaruh langsung dan signifikan
dari job insecurity terhadap kepuasan kerja.
1. Pekerjaan Itu
Sendiri Setiap karyawan lebih menyukai pekerjaan yang
memberikan peluang kepada mereka untuk menggunakan
ketrampilan dan kemampuan yang dimiliki, yang mampu
menawarkan satu variasi tugas, kebebasan dan umpan balik
tentang seberapa baiknya merek dalam melakukan hal tersebut.
Karakteristik tersebut membuat pekerjaan menjadi lebih
menantang secara mental. Studi-studi mengenai karakteristik
pekerjaan, diketahui bahwa sifat dari pekerjaan itu sendiri
adalah determinan utama dari kepuasan kerja. Lima dimensi
inti dari materi pekerjaan yang meliputi ragam ketrampilan
(skill variety), identitas pekerjaan (task identity), keberartian
pekerjaan (task significance), otonomi (autonomy) dan umpan
balik (feed back). Dari setiap dimensi inti dari pekerjaan
mencakup 36 sejumlah aspek materi pekerjaan yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Adapun kaitan
masing-masing dimensi tersebut dengan semakin besarnya
merasa pekerjaanya semakin berarti.
2. Mutu Pengawasan Supervisi
Kegiatan pengawasan merupakan suatu proses dimana
seorang manajer dapat memastikan bahwa kegiatan yang
dilakukan oleh karyawannya sesuai dengan apa yang telah
direncanakan sebelumnya. Proses pengawasan mencatat
perkembangan pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan
sehingga memungkinkan manajer untuk dapat mendeteksi
adanya penyimpangan dari apa yang telah direncanakan
dengan hasil saat ini, dan kemudian dapat dilakukan tindakan
pembetulan untuk mengatasinya. Perilaku pengawas
merupakan hal penting yang menentukan selain dari kepuasan
kerja itu sendiri. Sebagian besar dari studi yang telah
dilakukan menunjukkan hasil bahwa karyawan akan lebih puas
dengan pemimpin yang lebih bijaksana, memperhatikan
kemajuan, perkembangan dan prestasi kerja dari karyawan
nya.
3. Rekan Kerja
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan
interaksi dengan orang lain, begitu juga dengan karyawan di
dalam melakukan pekerjaannya membutuhkan interaksi
dengan orang lain baik rekan kerja maupun atasan mereka.
sosial, dimana tidak hanya dalam artikerja juga merupakan
bagian dari perwujudan salah satu teori motivasi menurut
Alderfer yaitu kebutuhan akan hubungan (Relatedness Needs),
dimana penekanan ada pada pentingnya hubungan
antar-individu (interpersonal relationship) dan bermasyarakat (social
relationship).
Penelitian sebelumnya oleh Kinnunen dkk (2000:443), terdapat beberapa
faktor yang dapat menjadi penyebab bagi job insecurity, diantaranya ialah
perubahan tingkat organisasional, faktor individual dan karekteristik posisional
pegawai (jenis kelamin, umur, pengalaman dan status sosial), kepribadian dari
individu tersebut (locus of control) serta kemampuan mengatasi perubahan atau
ancaman pekerjaan.
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab bagi job
insecurity, diantaranya ialah perubahan tingkat organisasional, faktor individual
dan karakteristik posisional pegawai (jenis kelamin, umur, pengalaman dan status
sosial), kepribadian dari individu tersebut (locus of control) serta kemampuan
mengatasi perubahan atau ancaman pekerjaan.
2.1.3 Dampak Job Insecurity
1. Bagi Perusahaan
Job insecurity pada pegawai perlu dipahami perusahaan
performa dari perusahaan sendiri. Hal tersebut dapat terjadi karena
job insecurity dapat mengganggu semangat kerja karyawan
sehingga efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan tugas tidak
maksimal dan mengakibatkan turunnya produktivitas kerja
2. Bagi Karyawan
Selain dampak bagi perusahaan, job insecurity juga berdampak
bagi karyawan yang merasakan job insecurity secara langsung.
Para pekerja merasa khawatir akan kehilangan pekerjaan secara
berlebihan, akan berdampak pada kesehatan karyawan dan tingkat
depresi yang tinggi walaupun pegawai telah melakukan
penyesuaian sosial dan demografi.
2.2 Kinerja Karyawan 2.2.1 Pengertian Kinerja
Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance
yang berarti prestasi kerja atau prestasi yang dicapai oleh seseorang. Kinerja
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2005:67). Kinerja mempunyai makna
yang lebih luas, bukan hanya menyatakan hasil kerja, tetapi juga bagaimana
proses pekerjaan berlangsung.
Menurut Rivai dan Basri (2005:50), kinerja adalah hasil atau tingkat
keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam
hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
dan disepakati bersama.
Menurut Armstrong dan Baron (dalam Wibowo, 2007:7) kinerja
merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan yang kuat dengan tujuan
strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada
ekonomi. Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil
yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan
dan bagaimana cara mengerjakannya.
Sedangkan menurut Suyadi P.S (dalam Umar, 2008:209), kinerja atau
prestasi kerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan
etika.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seorang karyawan dalam
melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepada karyawan tersebut.
2.2.2 Dimensi Kinerja
Menurut Mathis (2002:78) terdapat beberapa dimensi kinerja, yaitu:
1. Kualitas kerja
mengabaikan volume kerja. Dengan adanya kualitas kerja yang baik dapat
menghindari tingkat kesalahan dalam penyelesaian suatu pekerjaan serta
produktivitas kerja yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi kemajuan
perusaaan.
2. Kuantitas kerja
Kuantitas kerja yaitu volume kerja yang dihasilkan dibawah kondisi normal.
Kuantitas kerja menunjukkan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan dalam
satu waktu sehingga efisiensi dan efektivitas dapat terlaksana sesuai dengan
tujuan perusahaan.
3. Kerja sama
Kerjasama yaitu kemampuan menangani hubungan kerja antar karyawan.
4. Pemanfaatan waktu
Pemanfaatan waktu yaitu penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan
target waktu yang ditentukan.
2.2.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Simanjuntak (2005:10) kinerja setiap orang dipengaruhi oleh
banyak faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu:
1. Kompetensi Individu
Kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja.
Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
dikelompokkan dua golongan yaitu:
setiap orang dipengaruhi oleh kebugaran fisik dan kesehatan jiwa individu
yang bersangkutan, pendidikan, akumulasi pelatihan, dan pengalaman
kerjanya.
b. Motivasi dan etos kerja. Motivasi dan etos kerja sangat penting
mendorong semangat kerja. Motivasi dan etos kerja dipengaruhi oleh latar
belakang keluarga, lingkungan masyarakat, budaya dan nilai-nilai agama
yang dianutnya. Seseorang yang melihat pekerjaan sebagai beban dan
keterpaksaan untuk memperoleh uang, akan mempunyai kinerja yang
rendah. Sebaliknya seseorang yang memandang pekerjaan sebagai
kebutuhan, pengabdian, tantangan dan prestasi, akan menghasilkan kinerja
yang tinggi.
2. Dukungan Organisasi
Kinerja setiap orang juga tergantung dari lingkungan organisasi dalam bentuk
pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, serta kondisi dan
syarat kerja. Pengorganisasian dimaksudkan untuk member kejelasan bagi
setiap unit kerja dan setiap orang tentang sasaran yang harus dicapai dan apa
yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut.
3. Dukungan Manajemen
Kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang sangat tergantung pada
kemampuan pada kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan, baik
dengan membangun system kerja dan hubungan industrial yang aman dan
juga dengan menumbuhkan motivasi dan memobilisasi seluruh karyawan
untuk bekerja secara optimal. Dalam rangka pengembangan kompetensi
pekerja, manajemen dapat melakukan antara lain:
a. Mengidentifikasikan dan mengoptimalkan pemanfaatan kekuatan,
keunggulan dan potensi yang dimiliki oleh setiap pekerja.
b. Mendorong pekerja untuk terus belajar meningkatkan wawasan dan
pengetahuannya.
c. Membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada pekerja untuk belajar,
baik secara pribadi maupun melalui pendidikan dan pelatihan yang
dirancang dan diprogramkan.
2.2.4 Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan
untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas (Wirawan,
2007:62). Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah
kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau apakah hasil
kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk melakukan
pengukuran tersebut, diperlukan kemampuan untuk mengukur kinerja sehingga
diperlukan adanya ukuran kinerja. Pengukuran kinerja hanya dapat
dilakukanterhadap kinerja yang nyata dan terukur. Apabila kinerja tidak dapat
diukur, tidak dapat dikelola.
masalah. Masalah yang dapat timbul dari pengukuran adalah terdapatnya banyak
ukuran, pengukuran tidak ada hubungannya dengan strategi, pengukuran bersifat
bias terhadap hasil dan memberitahu bagaimana hasil dicapai, dan bagaimana
sampai kesana, sistem reward tidak sejajar dengan ukuran kinerja dan pengukuran
tidak mendukung struktur manajemen berdasar tim.
Tujuan dari pengukuran kinerja adalah untuk memberikan bukti apakah
hasil yang diinginkan telah dicapai atau belum dan apakah muatan yang terdapat
di tempat pekerja memproduksi hasil tersebut.
2.2.5 Penilaian Kinerja
Menurut Sofyandi (2008:122), Penilaian kinerja (performance appraisal)
adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan. Dalam
penilaian dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu
tertentu. Umpan balik kinerja memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik
bekerja jika dibandingkan dengan standar organisasi. Apabila penilaian kinerja
dilakukan secara benar, para karyawan, penyelia, departemen SDM, dan akhirnya
organisasi akan diuntungkan dengan melalui upaya - upaya karyawan
memberikan kontribusi yang memuaskan pada organisasi.
Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan
pekerjaan yang ditugaskannya. Penilaian kinerja adalah penilaian tentang prestasi
kerja karyawan dan penilaian kerja sangat penting bagi manajemen untuk
memotivasi karyawan di waktu berikutnya. Penilaian kinerja memberikan dasar
bagi keputusan-keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian,
pelatihan, transfer, dan kondisi-kondisi kepegawaian lainnya. Dalam persaingan
global, perusahaan menuntut kinerja yang tinggi. Seiring dengan itu, karyawan
membutuhkan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman perilakunya
dimasa mendatang.
Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan sesuatu yang sangat
bermanfaat bagi perencanaan kebijakan-kebijakan organisasi. Adapun manfaat
penilaian kinerja bagi organisasi adalah:
1. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
2. Perbaikan kinerja
3. Kebutuhan latihan dan pengembangan
4. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi,
pemecahan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja
5. Untuk kepentingan penelitian kepegawaian
6. Membantu diagnosis terhadap kesalahan disiplin pegawai
2.3Turnover Intentions 2.3.1 DefenisiIntention
Keinginan (intentions) adalah adalah niat yang timbul pada individu untuk
melakukan sesuatu.Menurut Mathis dan Jackson (2006:125), perputaran adalah
proses dimana karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan.
Sedangkan menurut Rivai (2009:238) turnover merupakan keinginan karyawan
ketempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri. Perputaran (turnover)
dikelompokkan ke dalam beberapa cara yang berbeda antara lain :
1.Peputaran secara tidak sukarela
2. Perputaran secara sukarela
2.3.2 Defenisi Turnover
Perputaran (turnover) adalah berhentinya seseorang karyawan secara
sukarela atau pindah kerja dari tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Turnover
yang tingi mengindikasikan bahwa karyawan tidah betah bekerja di perusahaan
tersebut. Jika dilihat dari segi ekonomi tentu perusahaan akan mengeluarkan cost
yang cukup besar karena perusahaan cukup sering melakukan recruitment,
pelatihan yang memerlukan biaya yang sangat tinggi, dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi suasana kerja yang menjadi kurang menyenangkan.
Turnover yang tinggi dapat membahayakan perusahaan karena pekerja
terampil sering meninggalkan perusahaan sehingga didalam populasi pekerja
terdapat presentase yang tinggi untuk pekerja pemula. Sedangkan menurut Rivai
(2009:238)turnover merupakan keinginan pekerja untuk berhenti dari perusahaan
karena pindah ke lain perusahaan, menciptakan tantangan bagi pengembangan
SDM.
Dalam pengertian umum, turnover mengacu pada perubahan dalam
keanggotaan dari organisasi dimana posisi yang ditinggalkan oleh pemegang
jabatan yang keluar dari organisasi digantikan oleh pendatang baru, sementara
Berdasarkan pemaparan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa turnover
adalah berhentinya hubungan kerja karyawan dengan perusahaan tempatnya
bekerja.
2.3.3 Jenis-jenis Turnover
Menurut Mathis (2006:125) turnover atau perputaran dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa cara yang berbeda. Setiap klasifikasinya dapat
digunakan dan tidak terpisah satu sama lain.
a. Perputaran secara tidak sukarela : pemecatan karena kinerja buruk dan
pelanggaran aturan kerja
b. Perputaran secara sukarela: karyawan meninggalkan perusahaan karena
kemauan sendiri.
Perputaran secara tidak sukarela dipicu oleh kebijakan organisasional,
peraturan kerja dan standar kinerja yang tidak dipenuhi oleh karyawan. Perputaran
secara sukarela dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk peluang karir, gaji,
pengawasan, geografis, dan alasan pribadi/keluarga.
Tidak semua perputaran memberi dampak negatif bagi suatu organisasi
karena kehilangan beberapa angkatan kerja yang sangat diinginkan, terutama
apabila pekerja yang berkinerja rendah, individu yang kurang dapat diandalkan,
atau mereka yang mengganggu rekan kerja. Sayangnya bagi organisasi,
perputaran disfungsional terjadi ketika karyawan penting pergi, sering kali pada
saat-saat genting.
a. Perputaran yang tidak dapat dikendalikan: muncul karena alasan di luar
b. Perputaran yang dapat dikendalikan: muncul karena faktor yang dapat
dipengaruhi oleh pemberi kerja.
Banyak alasan karyawan yang berhenti tidak dapat dikendalikan oleh
organisasidan alasan-alasan tersebut meliputi:
1. Karyawan pindah dari daerah geografis
2. Karyawan memutuskan untuk tinggal di rumah karena alasan keluarga
3. Suami atau istri karyawan dipindahkan
4. Karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi.
Organisasi lebih mampu memelihara karyawan apabila mereka menangani
persoalan karyawan yang dapat menimbulkan perputaran. Walaupun beberapa
perputaran tidak dapat dihindari, banyak pemberi kerja pada zaman sekarang
mengetahui bahwa mengurangi perputaran sangatlah penting. Kerugian
perputaran, termasuk produktivitas organisasional yang berkurang, telah membuat
para pemberi kerja mengeluarkan usaha yang sungguh-sungguh untuk memelihara
karyawan.
Dari penjelasan diatas diketahui bahwa terdapat dua jenis pembagian
turnover intentions yang dibagi atas keadaan karyawan saat keluar dan
bagaimanadari sisi organisasi tempatnya bekerja. Pada penelitian ini turnover
yang dimaksudkan adalah turnover sukarela (voluntary turnover).
2.3.4 Defenisi Turnover Intention
Menurut Siregar (2006:214) turnover intention adalah kecenderungan atau
pilihannya sendiri. Menurut Mobley (2002:44)turnover intentions merupakan
prediktor dominan yang bersifat positif terhadap terjadinya turnover.
Turnover intention merupakan suatu fenomena penting dalam kehidupan
organisasi. Namun turnover lebih mudah dilihat dari sudut pandang negatif saja.
Padahal ada kalanya turnover justru memiliki impikasi-impilikasi sebagai perilaku
manusia yang penting, baik dari sudut pandang individual maupun dari sudut
pandang sosial. Organisasi selalu mencari cara untuk menurunkan tingkat
perputaran karyawan, terutama perputaran disfungsional yang menimbulkan
berbagai potensi biaya seperti biaya pelatihan dan biaya rekrutmen. Walaupun
pada kasus tertentu perputaran kerja terutama terdiri dari karyawan dengan kinerja
rendah tetapi tingkat perpindahan karyawan yang terlalu tinggi mengakibatkan
biaya yang ditanggung organisasi jauh lebih tinggi dibanding kesempatan
memperoleh peningkatan kinerja dari karyawan baru.
Indikator pengukuran turnover intention adalah :
1. Upah atau gaji
a. Kebijakan pengupahan
b. Standarisasi upah
2. Promosi jabatan
a. Kebijakan promosi jabatan
b. Peluang promosi jabatan
3. Lingkungan kerja
a. Suasana lingkungan kerja
Berikut rumus persentasi turnover yang digunakan dalam penelitian ini :
Jumlah karyawan masuk + Jumlah karyawan yang keluar X100% Jumlah karyawan awal tahun + Jumlah karyawan akhir tahun
(Siregar,2006 )
2.3.4.1 Prediktor Turnover
Menurut Siregar (2006) ada beberapa aspek yang bisa dipakai sebagai
prediktor dari turnover, yakni:
1. Variabel Kontekstual (Contextual Variables)
Permasalahan mengenai konteks adalah komponen yang penting dalam
mempelajari perilaku. Faktor yang penting dalam permasalahan mengenai
turnover adalah adanya alternatif-alternatif organisasi dan bagaimana individu
tersebut menerima nilai atau menghargai perubahan kerja (perceived costs of job
change). Variabel kontekstual ini tercangkup didalamnya adalah: a. External Alternatives
Dikarenakan adanya kecenderungan karyawan untuk meninggalkan
organisasi di saat mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan, maka literatur
lebih menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal sebagai prediktor
dari turnover organisasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka
pengangguran yang rendah berkaitan dengan peningkatan angka turnover.
b. Internal Alternatives
Bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada pekerjaan tidak hanya
keseluruhan. Ketersediaan dan kualitas pekerjaa yang bisa dicapai dalam
organisasi bisa digunakan sebagai indeks utilitas dari turnover disamping persepsi
terhadap alternatif eksternal. Karyawan tidak akan melakukan turnover dari
organisasi jika iamerasa bahwa ia bisa atau mempunyai kesempatan untuk pindah
(internal transfer) ke pekerjaan lain, di organisasi yang sama yang dianggapnya
lebih baik.
c. Cost of Turnover
Individu meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya
alternatif-alternatif yang mendorong mereka untuk keluar dari organisasi. Namun
ada faktor lain yang membuat individu memilih untuk tetap bertahan, yakni faktor
keterikatan (embeddedness). Individu yang merasa terikat dengan organisasi
cenderung untuk tetap bertahan di organisasi. Keterikatan menunjukkan pada
kesulitan yang dihadapkan kepada individu untuk berpindah/mengubah pekerjaan,
meski ia mengetahui adanya alternatif yang lebih baik. Salah satu faktor yang
meningkatkan harga dari turnover adalah asuransi kesehatan dan
keuntungan-keuntungan yang didapat dari organisasi. Hubungan finansial ini juga berkaitan
erat dengan komitmen berkelanjutan (continuance commitment), yaitu kesadaran
karyawan bahwa turnover membutuhkan.
2. Sikap Kerja (Work Attitides)
Hampir semua model turnover dimulai dengan alasan yang menyatakan
bahwa keputusan untuk turnover dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja dan
komitmen organisasi yang rendah.
Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap turnover
kepuasan ini adalah variabel memaksa. Kepuasan ini dapat dikonsepsikan sebagai
ketidaksesuaian antara apa yang dinilai individu dengan apa
yang disediakan oleh organisasi. Beberapa bentuk kepuasan adalah :
1) Kepuasan terhadap pekerjaan secara menyeluruh
2) Kepuasan terhadap pembayaran
3) Kepuasan terhadap promosi
4) Kepuasan terhadap beban pekerjaan
5) Kepuasan terhadap rekan kerja
6) Kepuasan terhadap penyelia
7) Kepuasan terhadap kondisi kerja
b. Komitmen Organisasi (Organizational Commitment)
Selain kepuasan dengan pekerjaan, komitmen seseorang terhadap
organisasi dan tujuannya merupakan salah satu alasan seseorang untuk Tetap
bertahan telah dirumuskan sebagai kekuatan relatif dari identifikasi dan
keterlibatan seseorang dalam organisasi. Keterikatan ini ditandai oleh tiga faktor,
yaitu:
1) Keyakinan yang kuat terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai organisasi
2) Kesediaan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi.
3) Keinginan yang keras untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.
Kebanyakan orang jarang memutuskan apakah mereka tetap bertahan di
pekerjaan yang atau tidak, dan tetap mempertahankan pekerjaan yang sama
sebagai suatu kebiasaan. Kejadian-kejadian kritis, memberikan kejutan yang
cukup kuat bagi sistem kognitif individu untuk menilai ulang kembali situasi yang
dihadapi dan melakukan tindakan nyata. Contoh dari kejadiankejadian kritis
diantaranya adalah perkawinan, perceraian, sakit atau kematian dari pasangan,
kelahiran anak, kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan seperti diabaikan dalam
hal promosi, menerima tawaranyang lebih menjanjikan atau mendengar tentang
kesempatan kerja yang lain. Semua kejadian tersebut dapat meningkatkan atau
menurunkan keinginan seseorang untuk turnover, karena setiap kejadian bisa
disikapi berbeda antara individu yang satu dengan yang lain.
4. Organizational Withdrawal
Penarikan diri dari organisasi (organizational withdrawal) adalah suatu
konstruk yang menjelaskan berbagai variasi perilaku yang berkaitan dengan
proses penarikan diri yang merupakan substitusi atau pertanda akan adanya
keputusan melakukan turnover. Ada dua macam model penarikan diri yang akan
dijelaskan, yaitu:
a ). Mengurangi Jangka Waktu Dalam Bekerja (Work Withdrawal)
Karyawan yang merasa tidak puas dalam bekerja akan melakukan
beberapa kombinasi perilaku seperti tidak menghadiri rapat, tidak masuk kerja,
menampilkan kinerja yang rendah dan mengurangi keterlibatannya secara
psikologis dari pekerjaan yang dihadapi.
Pada model ini, ada keinginan dari individu yang bersangkutan untuk
meninggalkan tempat ia bekerja secara permanen. Jika turnover adalah proses
rasional, individu akan mencari alternatif sebanyak mungkin untuk mencari yang
terbaik.
2.3.4.2Faktor yang mempengaruhi Turnover Intention
Menurut Mobley (2002:45), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang
untuk pindah kerja (turnover intention) antara lain:
1. Karateristik Individu
Organisasi merupakan wadah bagi individu untuk mencapai tujuan yang
ditentukan secara bersama oleh orang-orang yang terlibat didalamnya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya interaksi yang
berkesinambungan dari unsur-unsur organisasi. Karakter individu yang
mempengaruhi keinginan pindah kerja antara lain umur, pendidikan dan status
perkawinan.
2. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja dapat meliputi lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan
fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi, bangunan, dan lokasi pekerjaan.
Sedangkan lingkungan sosial meliputi sosial budaya di lingkungan kerjanya,
besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima, hubungan kerja
se-profesi, dan kualitas kehidupan kerjanya. Lingkungan kerja dapat
mempengaruhi turnover intention pada karyawan. Hal ini dapat disebabkan
apabila lingkungan kerja yang dirasakan oleh karyawan kurang nyaman
lingkungan kerja yang dirasakan karyawan menyenangkan maka akan
membawa dampak positif bagi karyawan, sehingga akan menimbulkan rasa
betah bekerja pada perusahaan tersebut dan dapat menghilangkan keinginan
pindah kerja (turnover intention).
Menurut Oetomo dalam Riley (2006:2), keinginan untuk keluar dapat
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Organisasi
Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar
antara lain berupa upah/gaji, lingkungan kerja, beban kerja, promosi jabatan,
dan jam kerja yang tidak fleksibel.
2. Individu
Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar
antara lain berupa pendidikan, umur, dan status perkawinan.
Menurut Rivai (2009: 240), beberapa karateristik pekerjaan yang
dapatmempengaruhi keinginan pindah kerja adalah sebagai berikut:
a. Beban Kerja
Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan
tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja,
keterampilan, perilaku, dan persepsi dari pekerjaan. Beban kerja dibedakan
menjadi dua yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja kuantitatif
timbul karena tugas-tugas yang terlalu banyak yang diberikan kepada tenaga
kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, sedangkan secara kuantitatif
diberikan tidak menggunakan keterampilan potensi yang sesuai dari tenaga
kerja.
b. Lama Kerja
Pada dasarnya, karyawan yang ingin pindah dari tempat kerja disebabkan
karena setelah lama bekerja, dimana harapan-harapan yang semula dari
pekerjaan itu berbeda dengan kenyataan yang didapat. Adanya korelasi yang
negatif antara masa kerja dengan kecenderungan turnover, yang berarti
semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan perpindahan tenaga
kerja. Perpindahan tenaga kerja ini lebih banyak terjadi pada karyawan dengan
masa kerja lebih singkat.
c. Dukungan Sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah adanya hubungan saling membantu
untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dukungan sosial memiliki pengaruh yang
cukup besar dalam mendukung aspek psikologis karyawan, sehingga mereka
mampu bekerja dengan tenang, konsentrasi, termotivasi, dan mempunyai
komitmen yang tinggi terhadap organisasinya. Sedangkan karyawan yang
kurang mendapatkan dukungan sosial bisa mengalami frustasi, stress dalam
bekerja sehingga prestasi kerja menjadi buruk, dan dampak lainnya tingginya
absensi kerja, keinginan pindah kerja bahkan sampai pada berhenti bekerja.
d. Kompensasi
Kompensasi didefenisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan
kepada organisasi. Kompensasi mempunyai arti yang sangat penting karena
kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Kompensasi yang tidak memadai
akan menimbulkan terjadinya turnover intention pada karyawan. Kompensasi
terbagi menjadi kompensasi finansial dan kompensasi nonfinansial.
Kompensasi finansial adalah kompensasi yang diwujudkan dengan sejumlah
uang, sedangkan kompensasi nonfinansial adalah balas jasa yang diterima
karyawan bukan dalam bentuk uang. Bentuk dari kompensasi nonfinansial
yaitu lingkungan fisik/psikologi dimana seseorang bekerja.
2.3.5 DimensiTurnover Intention
Adapun yang menjadi dimensi atau komponen yang membentuk
Turnover Intentionmenurut Handoko (2002:2) sebagai berikut : 1. Absensi
Semangat kerja dapat diukur melalui absensi /presensi pegawai ditempat
kerja, tanggung jawabnya terhadap pekerjaan, disiplin kerja, kerja sama
dengan pimpinan atau teman sejawat dalam organisasi serta tingkat
produktivitas kerjanya.Untuk mengukur tinggi rendahnya absensi kerja
pegawai dapat melalui unsur-unsur yang meliputi jumlah pindah pegawai
dan tingkat tanggung jawab pegawai.
2. Gaji
Gaji adalah hak karyawan atau pegawai yang diterima dan dinyatakan
dalam bentuk uang sebagai imbalan dari perusahaan. Indikator pengukuran
standarisasi pengupahan.
3. Promosi Jabatan
Promosi Jabatan yakni menerima kekuasaan dan tanggung jawab lebih
besar dari kekuasaan dan tanggung jawab sebelumnya. Indikator
Pengukuran Promosi dalam sebuah perusahaan biasanya meliputi
kebijakan promosi jabatan dan peluang promosi jabatan
4. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam
perusahaan yang berpengaruh terhadap pekerja dalam melaksanakan
tugasnya. Indikator Pengukuran di lingkungan kerja adalah suasana
lingkungan kerja dan hubungan kerja.
5. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan.
Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa
atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
2.4 Penelitian Terdahulu
Berikut ini merupakan beberapa hasil penelitian terdahulu yang menjadi acuan
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Metode dan
Variabel Hasil
1 Suparno Sudarwati (2014)
Pengaruh motivasi disiplin Kerja, dan Kompetensi terhadap Kinerja Pegawai dinas Kabupaten Sragen
Analisis Regresi Job Stress, Workload, Environment and Employees Turnover
Pengaruh Stres Kerja Terhadap Turnover Karyawan Bagian Produksi PT. Longvin Indonesia Sukabumi
Pengaruh Disiplin dan Kompetensi Kinerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN Wilayah Sumatera Utara
5 Tarigan (2011)
Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Niat Pindah Kerja Karyawan Pada PT. Pertamina (Persero) Cabang
The Effects Of Job Insecurity On Job Satisfaction, Organizational Citizenship Behavior, Deviant Behavior, And Negative Emotions Of Employees Emosi Negatif
Ketidakaman
Perceived Job Insecurity And Worker Health In The United States
Keamanan
Satisfaction on Turnover Intention: An Empirical Evidence Kerja Terhadap Intensi
Turnover Karyawan
Produksi Pada PT. Riau
CrumbRubber Factory
10 Syafira (2006)
Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Niat Pindah KaryawanPada
2.5 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan beberapa
variabel yang diteliti, yang disusun dari berbagai teori yang dideskripsikan.
(Sugiyono, 2012:49). Kerangka pemikiran menunjukkan hubungan atau
keterkaitan antara variabel yang digunakan yaitu pengaruh antara job insecurity
terhadap turnover intention.
Menurut Handoyo (2004 : 2) keinginan untuk mengakhiri tugas atau
meninggalkan perusahaan berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Individu
yang merasa terpuaskan dengan pekerjaannya cenderung untuk bertahan dalam
perusahaan, sedangkan individu yang merasa kurang terpuaskan dengan
pekerjaannya akan memilih untuk keluar dari perusahaan.
Menurut Sofyandi (2008 : 188) ada beberapa alasan seorang karyawan
meninggalkan pekerjaannya, antara lain :
1. Pindah ketempat lain
2. Kesehatan yang kurang baik
3. Pendapatan yang tidak sesuai
5. Lingkungan kerja yang tidak nyaman.
Berdasarkan kutipan teori yang dikemukan diatas bahwa lingkungan kerja yang
tidak nyaman yang dirasakan oleh seorang pegawai dapat menyebebkan untuk
meninggalkan organisasi tersebut dan mencari pekerjaan lain (turnover intention).
Sistem promosi jabatan yang baik dapat mempertahankan karyawan untuk
tetap bergabung dalam suatu perusahaan, dalam hal ini tentu saja mengakibatkan
rendahnya tingkat perputaran karyawan akibat dari rendahnya turnover intention.
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang berada disekitar karyawan sebagai
penunjang untuk aktivitas dalam melaksanakan kegiatan. Lingkungan kerja yang
baik berdampak pada penurunan tingkat perputaran karyawan sebagai akibat dari
rendahnya turnover intention.
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat digambarkan kerangka
konseptual dalam penelitian ini.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.6 Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2012:84) “hipotesis penelitian merupakan dugaan
sementara yang digunakan sebelum dilakukannya penelitian”.Berdasarkan Kinerja
(X2)
Turnover Intention (Y)
penjelasan diatas, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian adalah adanya
pengaruh positif job insecurity dan Kinerjaterhadap turnover intentions pada