• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pragmatik Terhadap Cerita Novel “Nijushi No Hitomi” Karya Sakae Tsuboi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pragmatik Terhadap Cerita Novel “Nijushi No Hitomi” Karya Sakae Tsuboi"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “NIJUSHI NO HITOMI”

2.1 Definisi Novel

Novel merupakan jenis dari gendre prosa dalam karya sastra.Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut sebagai fiksi.Karya fiksi menyaran pada suatu karya sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenaran pada dunia nyata (Nurgiantoro, 1991: 2).Tokoh, peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajiner.

Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan.Pengarang menghayati berbagi permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui saran fiksi sesuai dengan pandangannya. Sehingga menurut Attenbern dan Lewis dalam Nurgiantoro (1995: 2), fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia yang dikemukakan oleh pengarang berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan dan dilakukan secara selektif dan di bentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsus hiburan dan peperangan terhadap pengalaman kehidupan manusia.

(2)

imajiner yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya bersifat imajiner (Nurgiantoro, 1995: 14).

Sebuah novel berasal dari bahasa Italia, yakni novella yang secara harafiah berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai : cerita pendek dalam bentuk prosa (Abram dalam Nurgiantoro, 1995: 9). Dalam bahasa Jerman disebut dengan novella dan dalam bahasa Inggris disebut dengan novel, istilah inilah yang kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia. Dewasa ini istilah novelle dan novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan novellete dan dalam bahasa Inggris disebut sebagai novellete, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak teralu panjang namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiantoro, 1995: 9)

Jenis-jenis novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu novel. Suharianto (1982: 67) membagi jenis novel berdasarkan tinjauan isi, gambaran dan maksud pengaran, yaitu sebagai berikut:

1. Novel Berendens yaitu sebuah novel yang menunjukkan keganjilan-keganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh karena itu novel ini sering disebut sebagai novel bertujuan.

2. Novel Psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai dan jiwa seseorang serta perjuangannya.

(3)

4. Novel Anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia anak-anak yang dapat dibacakan oleh orangtua umtuk pembelajaran kepada anaknya, ada pula yang biasanya hanya dibaca oleh anak-anak saja.

5. Novel Detektif, yaitu novel yang isinya mengajak pembaca memutar otak guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan pengaran dalam cerita. 6. Novel Perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangan dan peperangan

yang di derita seseorang.

7. Novel Propaganda, yaitu novel yang isinya semata-mata untuk kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.

Berdasarkan penjelasan pembagian jenis-jenis novel di atas, maka dapat dilihat bahwa novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi termasuk dalam jenis Novel Sejarah dan Novel Perjuangan. Meskipun dalam novel “Nijushi no Hitomi” membahas tentang kehidupan tentang anak-anak tetapi novel ini tidak termasuk ke dalam novel anak-anak. Novel ini diangkat dari kisah nyata kehidupan di sebuah desa di Laut Seto tepatnya di desa tanjung dan desa pohon pinus. Dalam novel itu diceritakan tentang seorang Ibu Guru dan dua belas murid didiknya. Kisah ini berlangsung pada April 1928 sampai setelah perang April 1946. Perang yang berlangsung pada saat itu memporak- porandakan kehidupan di desa tersebut, hingga semua impian tersapu oleh kenyataan hidup. Ibu guru dan dua belas muridnya beserta masyarakat yang hidup di desa tersebut harus dapat belajar memahami dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

(4)

atau pusat pengisahan. Sedangkan unsur ektrinsik adalah unsur luar dari sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya suatu karya sastra, unsur ini meliputi latar belakang pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang dan sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai kehidupan sosial yang menjadi landasan pengarang untuk membuat suatu karya sastra.

2.2 Resensi Novel “Nijushi no Hitomi”

2.2.1 Tema

Tema adalah sesuatu yang menjadi pokok permasalahan atau sesuatu yang menjadi pemikiran pengarang (ide cerita) yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Tema ini disampaikan pengarang melalui jalinan cerita yang ia buat di dalam novel. Selain ide cerita, tema dapat berupa pandangan hidup, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Brook dalam Tarigan (1984: 125) bahwa tema adalah pandangan hidup tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.

Menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000: 91) istilah tema berasal dari bahasa latin yang berarti tempat melektakkan suatu perangkat. Hal ini karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai titik tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Lebih lanjut lagi Scharbach menjelaskan bahwa tema is not synonimous with moral or message.... theme does relate to meaning an purpose, in

the sense. Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa

(5)

Sementara itu, menurut Fananie (2000: 84) tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi terciptanya karya sastra.Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangan beragam.Tema dapat berupa persoalan moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi dan tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan.

Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau ditafsirkan setelah kita membaca cerita serta menganalisis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui alur cerita serta penokohan dan dialog-dialognya, hal ini sangat penting karena ketiganya memilki keterkaitan satu sama lain dalam sebuah cerita. Dialog biasanya mendukung penokohan/perwatakan sedangkan tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita tersebut berfungsing untuk mendukung alur dan mengetahui bagaimana jalannya cerita tersebut, dari alur inilah kita dapat menafsirkan tema cerita novel tersebut.

(6)

mengajar kedua belas anak tersebut ketika mereka kelas lima. Karena di desa Tanjung sekolah cabang hanya menyediakan untuk kelas satu sampai kelas empat.Kehidupan mereka semua berubah ketika perang memporak-porandakan semuanya.Mereka harus menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dimana Miss Oishi tidak pernah setuju atas anak laki-laki untuk berperang.Bahkan Miss Oishi ingin meminta berhenti untuk menjadi guru kepada Ibunya karena sebagian dari murid laki-lakinya bercita-cita untuk menjadi tentara. Miss Oishi sangat kecewa pada saat itu, dia sangat tidak setuju akan laki-laki harus menjadi tentara dan mati secepat itu tapi itu semua hanya di dalam hatinya dia tidak pernah berontak apapun. Miss Oishi mengikuti semua perjalanan tersebut hingga perang berakhir.

Dari cerita diatas tampak tema yang ingin disampaikan oleh pengarang adalah “Bagaimanapun keadaan yang terjadi dalam hidup, kita harus belajar memahami dan menyesuaikan diri kita atas perubahan zaman”.

2.2.2 Alur (Plot)

Alur atau Plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu per satu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai peristiwa itu berakhir (Aminuddin, 2000: 83).

(7)

1. Perkenalan (Exposition)

Sejenak kemudian, seorang murid lain bertanya, “siapa nama guru baru itu?”

“Miss Oishi”. Tapi dia kecil sekali. Aku jangkung, walaupun aku seorang

Kobayashi-(“Oishi” artinya “batu besar”, sedangkan “Kobayashi” artinya “kayu kecil”. Miss

Kobayashi menggunakan permainan kata dari arti nama mereka)

... ... ...

Tiba-tiba saja sepeda itu sudah berada di depan mereka, mendatangi dengan cepat,

seperti burung, dan pengendaranya adalah perempuan yang mengenakan pakaian

model Barat. Dia tersenyum pada mereka dan menyapa, “Selamat pagii !” Lalu

lenyap, seperti hembusan angin.

... ... ...

“Tadi ada gadis berpakaian Barat baru saja lewat, naik sepeda! Menurutmu itu si Ibu

Guru, bukan?”

“Apa dia memakai kemeja putih dan jas hitam, seperti laki-laki?”

“Ya” (halaman 20-24)

Cuplikan diatas merupakan bagian dimana pengarang memperkenalkan tokoh utama cerita, yaitu Miss Oishi, menuliskan keadaan dan situasi yang melatar belakangi cerita tersebut.

2. Pertikaian (Inciting Force)

‘Dia anakku satu-satunya. Aku tidak bakal membolehkan dia datang ke desa kalian

lagi. Orang-orang desa disana jahat sekali.”(halaman 59)

(8)

berbicara adalah Ibu dari Miss Oishi yang merasa tidak ingin lagi anaknya kembali mengajar di desa tanjung tersebut.

3. Perumitan (Rissing Action)

Akan tetapi tujuan kedatangan kepala sekolah kemari bukanlah untuk mendesak ibu

guru. Dia sekedar ingin menanyakan kesehatan Miss Oishi, sekaligus untuk

membawakan kabar baik. Hari ini dia menyebut anak perempuan sahabatnya itu

dengan nama depannya saja, sewaktu berbicara, “Hisako, Kau sudah mengorbankan

salah satu kakimu, jadi ku pikir sebaiknya kau berhenti mengajar di sekolah cabang

itu. Aku sudah mengambil keputusan untuk memindahkanmu ke sekolah utama, tapi

kalau melihat caramu berjalan, kurasa kau belum bisa mengajar disana.”

... ... ...

“Hisako, mengapa diam saja? Mengapa Kau tidak mengucapkan terima kasih?”

... ... ...

“Jaga mulutmu Hisako ! Kau bahkan belum mengucapkan terima kasih selayaknya

atas kebaikan hati Pak kepala sekolah. Aku membiarkanmu menjawab sendiri, tapi

kau justru bicara yang tidak-tidak semenjak dia datang.” (halaman 82-85)

Cuplikan di atas merupakan bagian dimana pengarang mulai menampilkan pertikaian yang telah terjadi pada tahap sebelumnya menjadi semakin rumit, masalah yang terjadi pada tokoh semakin kompleks.

4. Krisis (Crisis)

Mereka hidup dalam kekurangan, dan Mrs Oishi tidak mampu menyediakan bahan

(9)

menggunakan sebuah meja tua yang sudah bobrok. Bunga-bunga juga tidak ada di

kebun, maka Daikichi (anak sulung) dan Namiki (anak kedua) memetik sejumlah

bunga liat di pemakaman, untuk di persembahkan kepada adik perempuan mereka

yang telah meninggal itu. (halaman 207)

Cuplikan di atas merupakan bagian dimana situasi semakin panas dan para pelaku sudah di beri gambaran nasib oleh pengarangnya.

5. Puncak (Climax)

Perang telah membuat orang-orang tidak mampu memiliki sepeda-padahal sepeda

adalah kebutuhan sehari-hari. Setengah tahun setelah perang usai, masih sangat sulit

untuk membeli sepeda. Inilah masalah yang paling membebani Mrs Oishi ketika dia

ditugaskan kembali ke desa Tanjung itu. Dulu setengah perjalanan ke sana bisa di

tempuh dengan naik bus, tapi semasa perang layanan bus dihentikan, dan sampai

sekarang belum ada lagi. Semuanya sepertinya tidak ada cara lain selain berjalan

kaki sejauh delapan kilometer, yang semasa mudanya dulu pun biasa dia tempuh

dengan bersepeda. Mrs Oishi khawatir akan jatuh sakit kalau mesti menggunakan

cara itu. (halaman 194)

(10)

6. Anti Klimaks (Falling Action)

“Ada surat untuk Bu Guru Oishi.” Katsuko menyodorkan surat itu dengan bangga.

Isinya : Hari minggu adalah satu-satunya hari libur Anda, berarti Anda tentunya sibuk

sekali di rumah. Tetapi kami sungguh berharap Anda bisa datang ke pesta kami pada

hari minggu ini. Sebelum kami sempat mencari tahu, hari apa yang sekiranya sesuai

untuk Anda, gandum di ladang tahu-tahu sudah masak dan panen gandum sudah dekat.

Berhubung kami merasa akan sulit mencari kesempatan lain untuk berkumpul, maka

kami mengatur acara ini dengan tergesa-gesa. Sebagian besar kawan-kawan sekelas

kami kemungkinan akan datang, jadi, kira-kira bersediakah Anda untuk datang juga?...

(halaman 229-230)

... ... ...

Saya rasa pengalaman-pengalaman hidup kami yang keras telah menjadikan kami

lebih matang. Saya yakin kami sanggup melakukan hal-hal yang tidak bakal pernah

berani dilakukan oleh perempuan-perempuan yang menikah seperti Miisan, atau oleh

para lajang yang penuh harga diri seperti Kotsuru atau Sanae. Benar, Matchan ? Mari

kita tunjukkan semangat kita pada mereka !” (halaman 241)

Cuplikan di atas merupakan bagian penyelesaian, persoalan yang datang dari tahap-tahap sebelumnya mulai diselesaikan satu per satu, pada bagian ini masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara, bisa saja dengan mematikan tokoh cerita ataupun membiarkan tokoh mengambang, hal ini sesuai dengan kreatifitas pengarang.

(11)

menampilkan suasana tertentu pula. Sebab itulah dengan memahami plot pembaca dapat sekaligus berusaha memahami penokohan/perwatakan maupun setting.

Dalam tahapan alur selalu terdapat konflik. Konflik merupakan inti dari sebuah alur. Konflik dapat diartikan sebagai sebuah pertentangan. Menurut Kosashi (2011: 226) bentuk-bentuk pertentanga antara lain:

1. Pertentangan Manusia dangan Dirinya sendiri; 2. Pertentangan Manusia dengan sesamanya;

3. Pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan ekonomi, sosial, politik dan budaya;

4. Pertentangan Manusia dengan Tuhan atau Keyakinannya

Bentuk-bentuk konflik inilah yang kemudian diangkat ke dalam novel dan menggerakkan alur cerita. Berdasarkan uraian tentang konflik di atas, maka konflik yang terdapata dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakeo Tsuboi adalah pertentangan

(12)

Alur atau plot di bagi menjadi 2 jenis yaitu:

1. Alur maju adalah susunannya mulai dari peristiwa pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai cerita itu berakhir.

2. Alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari peristiwa terakhir, kemudian kembali pada peristiwa awal kemudian kembali pada peristiwa akhir tadi.

Dari penjelasan alur atau plot di atas, maka alur yang ada pada novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi adalah alur campuran. Karena cerita dalam novel ini tidaklah berurut dari awal, tetapi bolak balik dari masa depan kemudian kembali ke masa lalu.

2.2.3 Penokohan/ Perwatakan

Penokohan dan perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batiniah yang dapat merubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadat dan sebagainya. Menurut Jones dalam Nurgiantoro (1995: 165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Sedangkan menurut Kosashi (2011: 228) penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter dalam tokoh-tokoh cerita.

(13)

Penokohan dalam novel “Nijushi no Hitomi” adalah sebagai berikut:

1. Miss Oishi / Hisako Oishi adalah tokoh utama dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi yang merupakan ibu guru dari desa Pohon Pinus yang mengajar di desa yang ada di tanjung. Sebagai seorang guru Miss Oishi berhasil menjadi guru yang disayangi oleh murid-muridnya karena kebaikan dan keteladanannya.

Cuplikannya sebagai berikut: “Tak lama lagi akan ada ibu guru baru. Kalian semua mesti menjadi murid-murid yang baik, Ya ? Mau, kan ? Aku suka sekali mengajar disini,

tapi sayangnya kakiku seperti ini. Aku akan kembali setelah sembuh nanti.”

Anak-anak itu memandangi kaki Ibu Guru. Kedua mata Sanae berkaca-kaca; sengaja dia

membuka matanya lebar-lebar supaya air matanya yang berkilat-kilat itu tidak tumpah.

(halaman 95)

2. Orangtua Miss Oishi (Ibu) adalah orang yang sangat baik dan orang yang paling menyayangi Miss Oishi. Mereka hidup berdua sejak kematian sang ayah ketika Miss Oishi berumur tiga tahun.

Cuplikannya sebagai berikut: ‘Dia anakku satu-satunya. Aku tidak bakal membolehkan dia datang ke desa kalian lagi. Orang-orang desa di sana jahat-jahat sekali”(halaman

59)

3. Kotoe Katagiri, anak perempuan seorang nelayan. Kotoe memiliki sifat yang sangat baik sebagai anak perempuan pertama. Di usianya yang sangat kecil dia harus mengurus adik-adiknya. Dia sangat menyesal telah dilahirkan sebagai anak perempuan.

Cuplikannya sebagai berikut: Aku menyesal dilahirkan sebagai anak perempuan. Ayahku selalu mengeluh, kenapa aku bukan anak laki-laki. Gara-gara aku bukan anak lelaki, aku

(14)

menggantikan aku melaut, umtuk bekerja, pada hari-hari musim dingin yang

menggigilkan dan pada hari-hari musim panas yang terik. Kalau sudah besar nanti, aku

akan melakukan apapun sebisaku untuk ibu.”(halaman 154)

4. Fujiko Kinoshita, anak perempuan seorang bangsawan dan dia adalah orang yang sangat pendiam.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: Fujiko adalah anak perempuan yang berwajah pucat yang tampak tidak sehat. Dia selalu kelihatan menggigil, kedua tangannya

dimasukkan ke balik lengan baju, sikapnya yang penuh harga diri nyaris tak kelihatan di

balik tatapan matanya yang dingin dan muram, serta sifatnya yang tidak banyak

berbicara.(halaman 158)

5. Tadashi (Tanko) Morioka, anak lelaki seorang ketua nelayan. Tanko adalah anak lelaki yang bercita-cita menjadi tentara dan nelayan.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Aku akan ikut kursus sekolah lanjutan disini. Setelah lulus, aku akan menjadi nelayan, sampai aku diterima sebaigai

tentara.”(halaman 158)

6. Takeichi Takeshita, anak laki-laki cerdas seorang pedagang beras. Takeichi juga mempunyai cita-cita menjadi tentara.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Aku akan menjadi kadet. Kau tidak akan bisa mengalahkanku Tanko. Aku akan lansung menjadi letnan dua.” (halaman 159)

7. Nita Aizawa, anak lelaki cerewet bersuara lantang. Nita akhirnya tewas di medan perang. Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Kau agak terlalu banyak ikut campur urusan orang lain, Master Nita Aizawa. Suaramu juga terlalu lantang. Mulai sekarang, kalau

(15)

8. Kotsuru Kabe, anak perempuan seorang pengantar barang; gadis yang banyak bicara. Anak perempuan yang bercita-cita menjadi bidan.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Kotsuru, sepertinya kau agak terlalu cerewet, ya ?Kau ingin menjadi bidan, bukan? Bidan yang baik tidak boleh terlalu banyak

membicarakan orang lain. Ini pesan terakhirku untukmu. Jadilah bidan yang baik, ya?”

Walaupun pada dasarnya dia anak yang lancang, Kotsuru mengangkat pundak dengan

malu dan tersenyum dengan matanya yang sipit itu. “saya mengerti. Terima kasih.”

(halaman 165)

9. Sanae Yamaishi, anak perempuan yang pemalu namun cerdas. Sanae bercita-cita menjadi seorang pendidik.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Dan Sanae, ku harap kau akan menjadi guru yang baik. Menurutku, sebaiknya kau belajar untuk lebih banyak berbicara.” (halaman 165)

10. Matsue (Matchan) Kawamoto, anak perempuan seorang tukang kayu. Kematian ibunya membuat anak perempuan ini harus mengurus semua adik-adiknya. Dan pada akhirnya dia hidup di lingkungan yang asing.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Kematian ibunya telah melemparkan gadis itu ke dalam lingkungan yang asing dan tak bisa di tebak”. (halaman 151)

(16)

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Kepalaku langsung pening ketika melihat angka-angka. Mana mungkin aku bisa ikut ujian? Lihat saja nanti, begitu hari ujian tiba, aku

pasti sakit.” (halaman 152)

15. Isokichi (Sonki) Okada, anak lelaki seorang penjual tahu. Isokichi adalah salah satu yang selamat saat perang, meskipun dia kehilangan penglihatannya.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “Besok malam saya akan berangkat ke Osaka untuk magang. Atasan saya akan mendaftarkan saya ke sekolah malam di sana.” (halaman

168)

16. Masuno Kagawa, anak perempuan pemilik restoran; dia memiliki bakat musik. Namun dia gagal untuk masuk sekolah lanjutan karena nenek dan ayahnya tidak mengizinkan.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: “nenek dan ayah Masuno sangat keberatan dia meneruskan sekolah lanjutan, jadi akhirnya dia menyerah. Kata mereka, tidak apa-apa

kalau anak pemilik restauran manjadi pemain samisen, tapi mereka tidak mau dia menjadi

penyanyi konser. Masuno menangis habis-habisan, bahkan sampai mogok makan

segala....” (halaman 164)

17. Kichiji (Kitchin) Tokuda, anak lelaki pendiam

2.2.4 Latar (Setting)

(17)

Sebagai salah satu bagian dari unsur pembangun karya fiksi, setting selalu memiliki hubungan dengan unsur-unsur signifikan yang lain dalam rangka membangun totalitas makna serta adanya kesatuan (unity) dari keseluruhan isi yang dipaparkan pengarang . Setting selalu memiliki hubungan dengan penokohan dan alur untuk mewujudkan suatu tema cerita.

Menurut Abrams dalam Zainuddin (2001: 99) secara garis besar latar dapat dikategorikan dalam 3 bagian, yaitu:

1. Latar Tempat

Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas.

Dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi lokasi berlangsungnya peristiwa adalah di sebuah sekolah di desa sederhana di laut Seto, di tengah masyarakat petani dan nelayan. Namun tidak semua peristiwa tersebut terjadi disana. Ada beberapa peristiwa yang terjadi di desa Pohon pinus yang merupakan desa asal Miss Oishi.

2. Latar Waktu

Latar waktu mengarah padah saat terjadinya peristiwa, yang meliputi hari, tanggal, bulan, tahun bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita tersebut.

Novel ini memiliki latar belakang cerita tentang keadaan kehidupan masyarakat sebelum dan sesudah perang dengan China. Bermula pada saat pertama kali Miss Oishi mengajar di desa Tanjung pada April 1928 sampai setelah berakhirnya perang pada April 1946.

3. Latar Sosial

(18)

cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain sebagainya. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah atau tinggi.

Dalam novel ini pengarang menampilkan kehidupan sosial masyarakat Jepang sebelum perang hingga perang dan sampai perang berakhir. Pada masa itu mereka harus belajar memahami kehidupan yang sederhana sementara waktu berlalu tahun-tahun yang bagai impian disapu oleh kenyataan hidup. Perang memporak-porandakan semua hingga akhirnya mereka harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

2.2.5 Sudut Pandang (Point of View)

Sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita novel tersebut. Dengan kata lain posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita tersebut, apakah dia ikut terlibat langsung atau hanya sebagai pengamat yang berdiri diluar cerita (Aminuddin, 2000: 90). Sedangkan menurut Abrams dalam Nurgiantoro (1998: 248) sudut pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa dalam bentuk sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Terdapat beberapa jenis point of view, yaitu:

(19)

mampu memaparkannya meskipun itu hanya beberapa lamunan pelaku atau merupakan sesuatu yang belum terjadi.

2. Narator observer, yaitu pengarang berfungsi sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas tertentu prilaku batiniah para pelaku.

Dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi ini pengarang termasuk ke dalam narrator observer, yaitu pengarang yang hanya berfungsi sebagai pengamat saja, karena tidak

terlihat langsung dalam cerita novel. Pengarang mengangkat cerita sejarah Jepang ke dalam bentuk novelnya lalu mengemas cerita tersebut lebih menarik agar lebih mudah dipahami oleh pembaca, tetapi ini cerita di dalam novel tetap sama dengan kisah sejarahnya tanpa ada yang di ubah sedikitpun.

2.3 Biografi Pengarang

Sakae Tsuboi, pengarang buku ini lahir di Pulau Shodo di Laut Seto pada tahun 1900. Setelah lulus sekolah dasar, dia bekerja sebagai juru tulis di kantor pos dan kantor desa di pulau itu selama kurang lebih sepuluh tahun. Pada tahun 1925 Ia pindah ke Tokyo dan menikah dengan Shigeji Tsuboi, seorang penyair. Kelak dia berkenalan dengan para novelis perempuan, diantaranya Yuriko Miyamoto dan Ineko Sata, dan berkat dorongan mereka, dia mulai menulis fiksi.

(20)

kehormatan Uchinomi, Kagawa, dan pada tahun 1979 untuk menghormati karyanya Prefektur Kagawa menetapkan Sakae Tsuboi Prize untuk anak-anak dari prefektur mereka.

2.4 Studi Pragmatik Sastra

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pragmatik sastra untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerita novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi, penulis mengambil beberapa cuplikan teks yang ada di dalam novel yang memiliki nilai di dalam novel tersebut.

Pragmatik sastra adalah cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah pada aspek kegunaan sastra. Penelitian ini muncul atas dasar ketidakpuasan terhadap penelitian struktural murni yang mengandung karya sastra hanya sebagai teks itu saja.

Siswanto Roekhan dalam Endraswara (2008: 70) mengatakan pragmatik sastra lebih menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra, karena pembaca sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan karya sastra atau tidak dan sebuah keutuhan komunikasi sastrawan-karya sastra-pembaca, maka pada hakikatnya karya yang tidak sampai kepada pembacanya bukanlah karya sastra.

(21)

Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatik diantaranya adalah berbagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra.

Referensi

Dokumen terkait

Upaya peningkatan monitoring di pelabuhan perikanan dalam kegiatan alih muat pada rawai tuna dapat dilakukan dengan menggabungkan data komposisi hasil tangkapan dan

Pada pembelajaran Open dan Guided hasil yang mereka dapatkan dalam evaluasi soal berfikir tingkat tinggi berdasarkan pengalaman yang mereka dapatkan

Hasil analisis dari penelitian ini adalah tingkat pemahaman pesan, tingkat ketertarikan terhadap iklan layanan berhenti merokok berdasarkan faktor yang paling kuat adalah

Jadi dari Tabel fasa Bulan dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 6 Mei dan 6 Juni tahun 2018 hanya ada satu fasa bulan purnama maka hari Raya Waisak 2562 bertepatan dengan hari

Ruang lingkup materi dalam penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai hubungan penerapan KADARZI (yang difokuskan pada pemberian hanya ASI saja sampai usia 6 bulan dan

[r]

#amaka fenotip individu satu spesies yang idup pada tempat yang berbeda+ #amaka fenotip individu satu spesies yang idup pada tempat yang berbeda+ ikalau anda tela

Proses pembuatan aplikasi ini terfokus hanya pada bagaimana proses pembuatan aplikasi sistem pakar pemilihan tipe rumah ideal pada perumahan di Kalisari dengan menggunakan