• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Religiusitas dengan Kecemasan terhadap Kematian pada Individu Setengah Baya Desa Randusari T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Religiusitas dengan Kecemasan terhadap Kematian pada Individu Setengah Baya Desa Randusari T1 BAB II"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kecemasan Terhadap Kematian

Kecemasan merupakan satu hal yang pasti dialami oleh manusia dalam kehidupannya. Kecemasan dapat melumpuhkan tindakan dan membuat seseorang menjadi panik. Kecemasan terhadap kematian disebabkan karena ketidakmampuan menguatkan diri sehingga membentuk berbagai macam gambaran komprehensif tentang surga dan kehidupan setelah kematian.

May (2010: 209- 211) mengatakan bahwa pada akhirnya ini merupakan masalah religius. Individu setengah baya menjadi cemas dan sakit karena kehilangan sesuatu yang selama ini diberikan oleh agama yang eksis sepanjang zaman kepada para pengikutnya, dan tidak seorang pun dapat sembuh jika tidak mendapatkan kembali pegangan hidupnya, maka dapat dikatakan pula bahwa salah satu cara seseorang untuk menghadapi kecemasan terhadap kematian adalah dengan mendapatkan kembali pegangan religiusitasnya

(2)

menyebabkan kegelisahan yang tentu membuat diri seseorang menjadi tidak nyaman. Sehingga kematian dapat menimbulkan sebuah kecemasan yang mendalam yang membuat seseorang menjadi takut untuk membicarakan hal-hal berkaitan dengan kematian, takut untuk memikirkan tentang kematian atau bahkan takut untuk bersentuhan langsung dengan hal-hal yang berkaitan dengan kematian. Karena kematian dapat memisahkan seseorang yang saling mencintai bahkan menghancurkan sebuah keluarga (Templer 1970: 172).

Collet and Lester 1990 (dalam Lester & Castromayor 1992: 113) menyatakan bahwa 15 item death anxiety scale yang dibuat oleh Templer (1970) berguna untuk mengukur ketakutan akan kematian baik kematian diri sendiri maupun kematian orang lain. Hal ini dapat dilihat pula pada 15 item death anxiety scale milik Templer yang banyak menggunakan kata takut (fear), 15 item dalam skala ini mencakup dimensi kecemasan terhadap kematian secara umum, dimensi pemikiran dan pembicaraan tentang kematian, dimensi yang membahas topik yang berkaitan dengan kematian, dan dimensi refleksi ketakutan dari kesakitan dan penderitaan. Selain itu pernyataan-pernyataan yang digunakan juga menggunakan topik-topik yang umum sehingga masih relevan untuk digunakan saat ini (Cicirelli 2002: 124).

(3)

kematian keluarga atau kerabat, maupun topik pembicaraan seputar kematian yang menimbulkan rasa ngeri (Templer 1976: 91).

(4)

kecemasan terhadap kematian. Templer (1971: 19-29) menyatakan bahwa individu dengan gangguan psikiatri seperti scizoprenia, obsesif-kompulsif, dan depresi karena terganggu dengan hal-ha yang berkaitan dengan kematian memiliki kecemasan terhadap kematian lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami hal tersebut. Selain itu individu yang maskulin, tegas dan pragmatis memiliki kecemasan terhadap kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang feminine, pasif dan empatik (Templer 1971: 32). Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi kecemasan terhadap kematian. Individu yang bekerja memiliki skor kecemasan terhadap kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang tidak bekerja. Selain itu jenis pekerjaan seseorang juga menjadi salah satu penyebab, seperti pekerjaan yang terlalu berisiko tinggi (Templer 1971: 33).

Dalam mencari korelasi kecemasan terhadap kematian , agama tentu

akan muncul menjadi area utama untuk mengeksplorasi . Hampir semua

agama yang terdapat di dunia memiliki sutau ajaran atau dotrin-doktrin

maupun pemahaman tentang kematian. (Templer 1971: 13).

(5)

2.1 Religiusitas

Glock dan Stark (Mutiara 2014: 16-22), religiusitas merupakan keberagamaan yang menunjukan pada ketaatan dan komitmen seseorang terhadap agamanya, yang dapat dilihat dari perilaku, sikap, perkataan, serta seluruh kehidupannya mengikuti aturan-aturan yang diajarkan oleh agama. Faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas :

1. Perkembangan pikiran : kemampuan berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakannya sebagai alat untuk membedakan yang apa benar dan yang salah dapat mempengaruhi perkembangan religiusitas seseorang.

2. Perkembangan emosi : setiap pemeluk agama memiliki pengalaman emosional tertentu yang berkaitan dengan agamanya. Akan tetapi ada beberapa orang yang memiliki pengalaman keagamaan yang unik, kuat dan berbeda dengan pengalaman yang dialami oleh orang lain. 3. Perkembangan sosial : sosial sangat mempengaruhi keyakinan dan

religiusitas seseorang. Interaksi dengan orang sekeliling, norma yang berlaku di sekitar, pendidikan yang diterima saat masih kanak-kanak, budaya dimana seseorang tinggal sangat berpengaruh terhadap sikap-sikap keagamaan seseorang yang tentu akan berpengaruh pula terhadap tingkat religiusitas seseorang.

(6)

moralitas yang diajarkan dikeluarga dan kehidupan moral orang-orang dilingkungan tempat tinggal, sekolah dan lain sebagainya.

Glock dan Stark (Mutiara 2014: 16-22) menyatakan bahwa religiusitas seseorang dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :

1) Ideological Involvement atau keyakinan (Ideology Dimension)

Keyakinan atau kepercayaan seseorang terhadap ajaran agama yang diyakini dan seberapa besar seseorang mempertahankan kepercayaan atas kebenaran ajaran agama yang dianut tersebut. Adanya pengharapan-pengharapan dengan berpegang teguh pada suatu ajaran tertentu yang mengakui kebenaran-kebenaran dan doktrin-doktrin, misalnya mempercayai adanya malaikat, surga, neraka, karma, muzizat, dan sebagainya.

2) Ritual Involvement atau Perilaku

Perilaku seseorang dalam melaksanakan kegiatan ritual keagamaannya, intensitas seseorang dalam melaksanakan upacara keagamaan untuk menunjukan komitmen terhadap agama yang dianut, seperti berdoa, puasa, membaca kitab suci, dll.

a. Ritual Practice, mengarah kepada kumpulan tata cara, aktivitas keagamaan dan tindakan religius formal seperti babtis, menghadiri ibadah dan mengikuti pelayanan.

(7)

tertutup secara pribadi oleh individu seperti berdoa dan membaca kitab suci.

3) Experiential Involvement atau berpengalaman

Membahas tentang pengalaman rohani yang membuat seseorang percaya akan kuasa dan kebenaran Tuhan. Hal ini terwujud dalam perasaan bersyukur kepada Tuhan, secara pribadi memiliki pengalamn bersama Tuhan seperti terkabulnya doa yang diserukan dan perasaan bahwa Tuhan itu ada bahkan dekat dengan dirinya.

a. Confirming experience

Bentuk kontak yang dirasakan antara manusia dengan Tuhan, kesadaran khusus mengenai kehadiran “sesuatu” yang bersifat

ke-Tuhanan sehingga seseorang dapat merasakan hadirat Tuhan didekatnya. Seperti kekhusukan saat beroa dan perasaan tenang setelah berdoa.

b. Salvational Experience

Gambaran dari suatu peristiwa selama seseorang merasakan kehadiran Tuhan yang hendak menyampaikan perintah dan kebijaksanaanya sehingga orang tersebut merasakan bahwa Tuhan telah memberinya berkat.

4) Intelectual Involvement atau Pengetahuan

(8)

seseorang mengetahui ajaran agamanya, yang juga harus diimbangi dengan aktivitas agamanya.

5) Consequential Involvement atau konsekuensi

Perilaku individu yang dimotivasi oleh ajaran agamanya dalam kehidupan sosial. Dimensi ini menunjukan akibat dari keempat dimensi lain dikehidupan sehari-hari dalam perilaku religiusitas. Misalnya ada tetangga yang sakit mau menjenguk atau tidak, berbagi sedekah kepada fakir miskin, dan sikap hidup lainnya yang menunjukan bahwa seseorang telah menimplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

2.2 Hubungan Antara Religiusitas Dengan Kecemasan Terhadap Kematian Pada Individu Setengah Baya

Individu setengah baya atau usia madya adalah individu usia 40-60 (Hurlock 1991: 320). Alasan penelitian ini melibatkan individu setengah baya, karena usia setengah baya memiliki ciri stress psikologis yang disebabkan karena kematian suami atau istri, kepergian anak dari rumah, kebosanan terhadap perkawinan, rasa hilangnya masa muda dan mendekati ambang kematian. Menurut Kalish dan Reynolds (Santrok 2011: 249) karena Individu pada fase setengah baya memiliki ketakutan yang lebih besar terhadap kematian dibandingkan orang dewasa yang lebih muda atau lebih tua.

(9)

perkembangan tersebut seseorang mulai sadar mengenai kematian yang semakin dekat, namun kekhawatiran tersebut mampu teredam jika individu mampu berkembang dengan baik serta memberi contoh yang baik pada generasi di bawahnya (Cicirelli 2002: 119).

Masalah-masalah yang terjadi dengan individu pada fase setengah baya bisa menyebabkan munculnya kecemasan terhadap kematian. Kekhawatiran mengenai kehilangan pekerjaan, inflasi, jaminan perawatan kesehatan yang tidak pasti, dan kesulitan penyesuaian dengan birokrasi maupun teknologi menyebabkan perasaan ketidakberdayaan, sehingga meningkatkan pemikiran mengenai kematian (Fink 2010: 101 dalam Archentari 2015). Kecemasan terhadap kematian individu pada fase setengah baya terkait dengan masalah-masalah yang terjadi saat masa transisi. Masalah-masalah-masalah tersebut membuat individu memiliki kecenderungan berpikir negatif mengenai kematian.

Hubungan religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian pada individu setengah baya yaitu hubungan positif antara partisipasi religius dengan panjangnya usia (Oman & Thoresen: 2006 dalam Santrok 2011: 96) berbagai dimensi religiusitas dapat membantu menghadapi hidup secara efektif (jarang khawatir, jarang cemas dan punya depresi yang rendah).

(10)

semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah kecemasan terhadap kematian. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,131, artinya religiusitas memberikan pengaruh sebesar 13,1% pada kecemasan terhadap kematian. Sebesar 86,9% pengaruh terhadap kecemasan terhadap kematian dapat disebabkan oleh faktor usia, jenis kelamin, pengalaman, sosioekonomi, keluarga, kepribadian. Disamping itu Wen (2012) juga melakukan penelitian mengenai korelasi antara kecemasan kematian dengan religiusitas pada 236 mahasiswa di Taiwan dimana hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang memiliki motivasi religiusitas menengah memiliki kecemasan kematian yang tinggi.

Wen pada tahun 2010 juga melakukan penelitian mengenai religiusitas dan kecemasan kematian dengan subjek 165 aktivis gereja, yang mana hasil menunjukan bahwa individu yang dengan skor religiusitas rendah memiliki skor tinggi pada kecemasan kematian.

(11)

Chan (2009) melakukan penelitian pada 320 responden (35 Malaysia, 173 Cina, 38 India, 44 dari ras lainnya) dengan rentang usia 17-70 tahun di area Klang Valley dengan judul “Age, Gender, And Religiosity As Related To death Anxiety”, dimana hasil menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian. 2.3Hipotesis

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “ Ada hubungan yang signifikan dengan arah negatif antara perilaku religiusitas

Referensi

Dokumen terkait

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-4/W1, 29th Urban Data Management Symposium, 29 – 31 May, 2013, London,

“ PENGARUH KUALITAS PELAYANAN, LOKASI USAHA DAN JAM KERJA TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG (STUDI PADA PEDAGANG DI KARANGREJO).. Apakah terdapat pengaruh kualitas

Statistika Penelitian Pendidikan merupakan salah satu mata kuliah syarat agar mahasiswa dapat mengambil Skripsi. Hal ini tertuang dalam Borang Program Studi Matematika tahun

Pada hari ini, tanggal...bulan...Tahun...telah dilakukan penyusunan visi, misi, tujuan dan sasaran unit kerja...yang dihadiri oleh sebagaimana terlampir

In-service trainning (pelatihan dalam tugas) adalah pelatihan dalam tugas yang di lakukan untuk karyawan yang sedang berertugas dalam organisasi dengan

Desa Sojomerto merupakan salah satu desa di Kabupaten Kendal yang memiliki karakteristik hidrogeologis berupa daerah Bukan CAT (Bukan Cekungan Air Tanah), dimana

Mata Kuliah yang di tawarkan : a. Sosiologi b. Ilmu Komunikasi c. Psikologi d. Ilmu Politik e. Hubungan Internasionalf. Ilmu Pemerintahan 3.. Biodata mahasiswa

Putra asisten 2010 yang pertama ditunjuk untuk mepraktekkan kompetensi membuka pelajaran saat dikelas.. “Assalamu’alaikum wr wb., apa