• Tidak ada hasil yang ditemukan

ETIKA DALAM BISNIS GLOBAL docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ETIKA DALAM BISNIS GLOBAL docx"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ETIKA DALAM BISNIS GLOBAL

A. Etika dalam Bisnis Internasional

Dilihat dari perspektif sejarah, perdagangan merupakan faktor penting dalam pergaulan antar bangsa-bangsa. Sejarawan besar dari Skotlandia, William Roberson (1721-1793) menegaskan bahwa perdagangan memperlunak dan memperhalus cara pergaulan manusia. Begitupun menurut filsuf dan ahli ilmu politik Perancis, Montesquieu (1689-1755) yaitu hampir menjadi gejala umum bahwa di mana adat istiadat bersifat halus, di situ ada perdagangan, dan dimana ada perdagangan di situ adat istiadat bersifat halus. Yang pasti perdagangan sanggup menjembatani jarak jauh dan menjalin komunikasi serta hubungan baik antara manusia.

Hubungan yang sudah memiliki tradisi lama itu kini tampak dengan cara baru. Dengan sarana transportasi dan komunikasi yang dimiliki sekarang bisnis menjadi lebih penting lagi. Namun gejala globalisasi ekonomi jika dipandang dari sudut moral memiliki sisi negatif dan positif. Di satu pihak meningkatkan rasa persaudaraan dan kesetiakawanan antara bangsa-bangsa dan demikian melanjutkan tradisi perdagangan internasional sejak dulu. Di lain pihak bisa berakhir dalam suasana konfrontasi dan permusuhan karena mengakibatkan pertentangan ekonomi dan perang dagang melihat kepentingan-kepentingan raksasa yang dipertaruhkan di situ. Berikut beberapa masalah moral yang khusus berkaitan dengan bisnis pada taraf internasional :

1. Norma-Norma Moral yang Umum pada Taraf Internasional

Salah satu masalah besar yang sudah lama disoroti serta didiskusikan dalam etika filosofis adalah relatif tidaknya norma-norma moral. Richard De George membicarakan 3 jawaban atas masalah itu. Tiga-tiganya ada benarnya dan ada salahnya, tapi secara menyeluruh tidak bisa diterima. Berikut ketiga jawaban :

1. Menyesuaikan diri

(2)

Kebenaran yang terkandung dalam pandangan ini maksudnya norma-norma moral yang penting berlaku di seluruh dunia. Sedangkan norma-norma non-moral untuk perilaku manusia bisa berbeda diberbagai tempat. Sehingga memperhatikan situasi yang berbeda turut mempengaruhi keputusan etis.

2. Rigorisme moral

Pandangan ini dapat disebut rigorisme moral karena mau mempertahankan kemurnian etika yang sama seperti di negerinya sendiri. Mereka mengatakan bahwa perusahaan di luar negeri hanya boleh melakukan apa yang boleh dilakukan di negaranya sendiri dan justru tidak boleh menyesuaikan diri dengan norma etis yang berbeda di tempat lain.

Mereka berpendapat bahwa apa yang dianggap baik di negerinya sendiri, tidak mungkin menjadi kurang baik di tempat lain. Kebenaran yang dapat ditemukan dalam pandangan ini adalah bahwa kita harus konsisten dalam perilaku moral kita. Norma-norma etis memang bersifat umum. Yang buruk di suatu tempat tidak mungkin menjadi baik dan terpuji di tempat lain.

3. Imoralisme naif

Menurut pandangan ini dalam bisnis internasional tidak perlu berpegang pada norma-norma etika. Memang harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum (sejauh ketentuan itu ditegakan di negara bersangkutan) tetapi tidak terikat oleh norma-norma moral. Malah jika perusahaan terlalu memperhatikan etika, ia berada dalam posisi merugikan karena daya saingnya akan terganggu. Perusahaan lain yang tidak begitu scrupulous atau cermat dengan etika akan menduduki posisi yang lebih menguntungkan.

4. Kasus : bisnis dengan Afrika Selatan yang rasistis

(3)

diwajibkan untuk mengikuti sistem apartheid juga dalam pabrik-pabrik dan kantor-kantor. Mengelola perusahaan atas dasar diskriminasi merupakan hal yang tidak etis. Maka jalan keluarnya banyak perusahaan Barat memegang pada The Sullivan Principles yang untuk pertama kalinya dirumuskan dan dipraktekan oleh perusahaan mobil Amerika, General Motors. Leon Sullivan adalah pendeta Baptis (kulit hitam) dan anggota dewan direksi General Motors di Amerika Serikat mengusulkan untuk meneruskan perusahaannya di Afrika Selatan dengan ditambah 2 syarat yang bertujuan untuk memperbaiki nasib golongan kulit hitam di sana. Pertama, General Motors dan pabriknya tidak akan menerapkan UU apartheid karena tidak adil. Kedua, General Motors akan berusaha terus pada kesempatan apa saja di Afrika Selatan sendiri maupun dalam forum internasional, agar UU apartheid itu dihapus.

2. Masalah Dumping dalam Bisnis Internasional

Dumping adalah menjual sebuah produk dalam kuantitas besar di suatu negara lain dengan harga di bawah harga pasar dan kadang-kadang malah di bawah biaya produksi. Para konsumen justru merasa beruntung sekurang-kurangnya dalam jangka pendek karena dapt membeli produk dengan harga murah, sedangkan para produsen menderita kerugian karena tidak sanggup menawarkan produk dengan harga semurah itu.

Dumping produk bisa terjadi karena si penjual mempunyai persediaan terlalu besar, sehingga ia memutuskan untuk menjual produk bersangkutan di bawah harga saja. Motif lebih jelek adalah berusaha untuk merebut monopoli dengan membanting harga. Sebenarnya praktek dumping produk itu tidak etis karena melanggar etika pasar bebas. Kelompok bisnis yang ingin terjun ke dalam bisnis internasional dengan sendirinya melibatkan diri untuk menghormati keutuhan sistem pasar bebas.

(4)

Sulit memang menentukan adanya dumping. Bertumpu pada kesadaran tidaklah cukup, dibutuhkan suatu pengertian jelas yang diterima secara internasional dan suatu prosedur obyektif yang menerapkannya. Meskipun dalam organisasi perdagangan dunia (WTO) telah dibuat sebuah dokumen tentang dumping, tetapi hanya sebagai model untuk membuat peraturan hukum di negara-negara anggotanya.

3. Aspek-Aspek Etis dari Korporasi Multinasional

Fenomena yang agak baru di atas panggung bisnis dunia adalah korporasi multinasional (multinational corporations) / korporasi transnasional (transnational corporations). Yaitu perusahaan yang memiliki inventasi langsung dalam 2 negara / lebih. Jadi, perusahaan yang mempunyai hubungan dagang dengan luar negeri tapi belum mencapai status korporasi multinasional (KMN), namun perusahaan yang memiliki pabrik di beberapa negara termasuk didalamnya. Bentuk pengorganisasian KMN bisa berbeda-beda. Biasanya perusahaan di negara lain sekurang-kurangnya untuk sebagian dimiliki oleh orang setempat sedangkan manajemen dan kebijakan bisnis yang umum ditanggung oleh pimpinan perusahaan di negara asalnya. KMN pertama kali muncul tahun 1950-an dan mengalami perkembangan pesat.

Karena memiliki kekuatan ekonomis yang sering kali sangat besar dan beroperasi di berbagai tempat yang berbeda dan memiliki mobilitas tinggi KMN menimbulkan masalah etis tersendiri. Terutama dipraktekan di negara berkembang yang sebagian lemah terhadap yang kuat. Negara berkembang sudah mengambil berbagai tindakan untuk melindungi dirinya. Misalnya tidak mengizinkan masuk KMN yang bisa merusak / melemahkan suatu industri dalam negeri. Mengizinkan jika mayoritas saham (sekurang-kurangnya 50,1 %), berada dalam tangan warga negara setempat. Ada juga beberapa usaha internasional untuk membuat kode etik bagi kegiatan korporasi multinasional di dunia ketiga seperti Guidelines for Multinational Enterprises dari Organization for Economis Coorporations and Development (OECD) (1976 direvisi 1984) dan aturan-aturan yang diusulkan oleh Commission on Transnational Corporations dari PBB (1990). Tetapi peraturan itu hanya bersifat anjuran dan belum dapat dipaksakan.

(5)

pertama berlaku untuk semua KMN sedangkan 3 aturan terakhir terutama dirumuskan untuk industri beresiko khusus seperti pabrik kimia / instalasi nuklir. Berikut usulan De George :

a. Koorporasi multinasional tidak boleh dengan sengaja mengakibatkan kerugian langsung.

Dengan sengaja mengakibatkan kerugian bagi orang lain selalu merupakan tindakan yang tidak etis. Norma pertama ini mengatakan bahwa suatu tindakan tidak etis, bila KMN dengan tahu dan mau mengakibatkan kerugian bagi negara biarpun tidak dengan sengaja atau langsung- menurut keadilan kompensatoris ia wajib memberi ganti rugi.

b. Koorporasi multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada kerugian bagi negara dimana mereka beroperasi.

Hampir semua kegiatan manusia mempunyai akibat jelek,bisnis tidak tekecuali. Norma kedua menuntut secara menyeluruh akibat- akibat baik melebihi akibat- akibat jelek. Norma ini tidak membatasi diri pada segi negatif, tapi memerintahkan sesuatu yang positif da ditegasakan lagi bahwa yang positif harus melebihi yang negatif.

c. Dengan kegiatannya korporasi multinasional itu harus memberi kontribusi kepada pembangunan negara dimana dia beroperasi.

KMN harus menyumbangkan juga pada pembangunan negara berkmbang. KMN harus bersedia melakukan alih teknologi dan alih keahlian.

d. Korporasi multinasional harus menghormati HAM dari semua karyawannya. KMN harus memperhatikan tentang upah dan kondisi kerja di negara berkembang.

e. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar norma-norma etis, korporasi multinasional harus menghormati kebudayaan lokal itu dan bekerja sama dengannya, bukan menantangnya.

KMN akan merugikan negara dimana ia beroperasi, jika ia tidak menghormati kebudayaan setempat.KMN harus menyesuaikan diri dengan nilai- nilai budaya setempat dan tidak memaksakan nilai-nilainya sendiri.

f. Koorporasi multinasional harus membayar pajak yang “fair”

(6)

g. Koorporasi multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setempat dalam mengembangkan dan menegakkan “backgroud institutions” yang tepat

Yang dimaksud “background institutions” adalah lembaga- lembaga yang mengatur serta memperkuat kegiatan ekonomi dan industri suatu negara.

h. Negara yang memiliki mayoritas saham sebuah perusahaan harus memikul tanggung jawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut.

Norma ini mengatakan bahwa tanggung jawab moral harus dipikul oleh pemilik mayoritas saham.

i. Jika suatu korporasi multinasional membangun pabrik yang berisiko tinggi, ia wajib menjaga supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman.

Yang membangun pabrik-pabrik berisiko tinggi harus juga merundingkan prosedur-prosedur keamanan bagi mereka yang menjalankan pabrik tersebut. KMN bertanggung jawab untuk membangun pabrik yang aman dan melatih serta membina secara sebaik mungkin mereka yang akan mengoperasikan pabrik itu.

j. Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang, korporasi multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi demikian rupa, sehingga dapat dipakai dengan aman dalam negara yang belum berpengalaman. Menurut norma ini prioritas harus diberikan kepada keamanan. Kalau mungkin, teknologi harus dirancang sesuai dengan kebudayaan dan kondisi stempat, sehingga terjamin keamanan optimal.

Sepuluh norma yang diuraikan di atas bisa bermanfaat untuk menciptakan suatu kerangka moral bagi kegiatan-kegiatan KMN yang melihat status internasionalnya sering kali belum begitu terkait dengan peraturan-peraturan hukum. Akan lebih berguna lagi jika KMN-KMN mengikat diri dengan kode etik yang relevan untuk bidang tertentu dengan berpegang pada norma-norma itu.

4. Masalah Korupsi pada Taraf Internasional

- Skandal suap Lockheed dan usaha mencegah terjadinya kasus serupa - Pemakaian uang suap bertentangan dengan etika

(7)

B. Peranan Etika dalam Bisnis

Jika perusahaan ingin mencatat suksses dalam bisnis menurut Richard De George membutuhkan 3 hal pokok yaitu produk yang baik, manajemen yang mulus, dan etika. Guna memperoleh produk yang baik, si pebisnis bisa memanfaatkan seluruh perangkat ilmu dan teknologi modern. Guna mencapai manajemen yang mulus, si pebisnis bisa memakai sepenuhnya ilmu ekonomi dan teori manajemen. Namun dibandingkan dengan segala usaha dan program yang diadakan untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan bisnis, etika daam bisnis masih sangat terbatas. Tetapi yang penting sekarang peranan etika mulai diakui dan diperhatikan. Berikut adalah kesimpulan umum tentang berbagai aspek dari peranan etika dalam bisnis:

1. Bisnis Berlangsung dalam Konteks Moral

Ternyata makin maju suatu masyarakat, makin besar pula ketergantungan satu sama lain dibidang ekonomi. Bisnis merupakan suatu unsur mutlak dalam masyarakat modern. Tetapi kalau merupakan suatu fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak dapat dilepaskan dari aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral. Berikut adalah beberapa pendapat yang masih menyangkal perkaitan etika dengan bisnis:

Mitos mengenai bisnis amoral

Sebagaimana fungsi khusus matahari adalah memancarkan cahaya serta panas dan di situ tidak masuk faktor etika, demikian juga pebisnis membatasi diri pada tugasnya saja. Richard De George menyebut pandangan itu the myth of amoral business, mitos yang mengatakan bahwa bisnis itu amoral saja. Dalam bisnis orang menyibukan diri dengan jual beli, membuat produk / menawarkan jasa dengan merebut pasaran dan mencari untung tetapi orang tidak berurusan dengan etika / moralitas.

(8)

dalam media massa sering diberi liputan luas kepada skandal-skandal di bidang bisnis. Bisnis ternyata disoroti tajam oleh masyarakat. Masyarakat tidak ragu-ragu mengaitkan bisnis dengan moralitas. (2) Bisnis diamati dan dikritik oleh semakin banyak LSM terutama LSM konsumen dan LSM pecintan lingkungan hidup yang berkaitan dengan etika. (3) Bisnis sendiri mulai prihatin dengan dimensi etis dalam kegiatannya. Hal itu tamapak dalam refleksi yang mereka buat mengenai aspek-aspek etis dari bisnis melalui konferensi, seminar, artikel dalam surat kabar, timbulnya kode-kode etik yang disusun oleh semakin banyak perusahaan dll.

Kini telah terbentuk keyakinan cukup mantap bahwa bisnis tidak terlepas dari segi moral. Bisnis tidak saja berurusan dengan angka penjualan (sales figures) / adanya profit pada akhir tahun anggaran. Good bussiness memiliki juga suatu makna moral.

Mengapa bisnis harus berlaku etis?

Bertanya mengapa bisnis harus berlaku etis sebetulnya sama dengan bertanya mengapa manusia pada umumnya harus berlaku etis. Bisnis hanya merupakan suatu bidang khusus dari kondisi manusia yang umum. Secara singkat ada 3 jawabannya berasal dari agama, filsafat modern dan filsafat Yunani Kuno:

o Tuhan adalah hakim kita

Menurut agama, sesudah kehidupan jasmani manusia hidup terus dalam dunia baka di mana Tuhan sebagai Hakim Maha Agung akan menghukum kejahatan yang pernah dilakukan dan mengganjar kebaikan. Walaupun tentu sangat diharapkan setiap pebsinis akan dibimbing oleh iman kepercayaannya menjadi tugas agama (bukan etika filosofis) mengajak para pemeluknya untuk tetap berpegang pada motivasi moral itu.

o Kontrak sosial

(9)

masyarakat lainnya. Moralitas merupakan syarat mutlak yang harus diakui semua orang jika kita ingin terjun dalam kegiatan bisnis.

o Keutamaan

Menurut Palto dan Aristoteles keutamaan sebagai disposisi tetap untuk melakukan yang baik adalah penyempurnaan tertinggi dari kodrat manusia. Manusia yang berlaku etis adalah baik begitu saja, baik secara menyeluruh bukan menurut aspek tertentu saja. Mestinya pebisnis menjalankan pekerjaannya dengan baik serta jujur. Karena jika ia berada di luar moral community, ia membuang martabatnya sebagai manusia sehingga ia tidak bisa lagi disebut makhluk moral.

2. Kode Etik Perusahaan

a. Manfaat dan kesulitan aneka macam kode etik perusahaan

Suatu fenomena yang masih agak baru adalah kode etik tertulis untuk sebuah perusahaan. Fenomena itu mulai mencuat dalam dasawarsa 1970-an karena terjadinya skandal korupsi dalam kalangan bisnis. Baru setelah itu timbul keinsafan untuk mencegah terjadinya hal negatif itu. Perkembangan itu mulai tampak di Amerika Serikat kemudian diikuti Inggris dan negara-negara Eropa Barat lainnya.

Pada kenyataannya kode etik perusahaan ada beraneka ragam. Patrick Murphy menggunakan istilah umum ethics statements dan membedakan 3 macam. Pertama, terdapat value statements atau pernyataan nilai. Dokumen seperti itu singkat saja dan melukiskan apa yang dilihat oleh perusahaan sebagai misinya. Jadi nilai-nilai yang dikemukakan sering kali lebih luas daripada nilai-nilai etis saja. Kedua, ada corporate credo atau kredo perusahaan. Yang biasanya merumuskan tanggung jawab perusahaan terhadap para stakeholder khususnya konsumen, karyawan, pemilik saham, masyarakat umum, dan lingkungan hidup.

(10)

panjang dan bervarisi dari dua tiga halaman sampai menjadi buku kecil berisikan sekitar 50 halaman.

Kadang-kadang perushaan hanya memiliki 1 macam pernyataan etika itu atau dua atau malah tiga. Pembuatan kode etik adalah cara ampuh untuk melembagakan etika dalam struktur dan kegiatan perusahaan. Manfaat kode etik perusahaan dapat dilukiskan sebagai berikut:

- Kode etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan.

- Kode etik dapat membantu dalam menghilangkan grey area / kawasan kelabu di bidang etika.

- Kode etik dapat menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab sosialnya. - Kode etik menyediakan bagi perusahaan dan dunia bisnis pada umumnya kemungkinan

untuk mengatur dirinya sendiri.

Membuat sebuah kode etik ternyata tidak merupakan solusi yang cukup untuk memecahkan semua kesulitan moral bagi perusahaan. Tidak mengherankan jika kode etik perusahaan menuai kritik juga berikut ini:

- Kode etik perusahaan sering kali merupakan formalitas belaka.

- Banyak kode etik perusahaan dirumuskan dengan terlalu umum, sehingga tidak menunjukan jalan keluar bagi masalah konkret yang dihadapi oleh perusahaan.

- Kritik yang paling berat adalah bahwa jarang sekali tersedia enforcement untuk kode etik perusahaan.

Kode etik perusahaan tetap berguna untuk merumuskan standar etis yang jelas dan tegas untuk semua karyawan dan jangkauan tanggung jawab sosial perusahaan. Hanya perlu dicari lagi jalan keluar untuk menjamin keefektifan kode etik. Berikut faktor-faktor yang dapat membantu agar usaha itu berhasil:

- Kode etik sebaiknya dirumuskan berdasarkan masukan dari semua karyawan sehingga mencerminkan kesepakatan semua pihak yang terikat olehnya.

- Harus dipertimbangkan dengan teliti bidang-bidang apa dan topik-topik mana sebaiknya tercakup oleh kode etik perusahaan.

- Kode etik perusahaan sewaktu-waktu harus direvisi dan disesuaikan dengan perkembangan intern maupun ekstern.

(11)

b. Ethical Auditing

Suatu inisiatif yang menarik adalah pemeriksaan atas kinerja etis dan sosial perusahaan oleh sebuah institut independen. Di Amerika Serikat inisiatif itu baru dilaporkan dalam dasawarsa 1980-an, sedangkan di Eropa baru tampak akhir-akhir ini. Selain ethical auditing dipakai juga nama ethical accounting, social auditing, stakeholder auditing, social performance report dll. Tentang isinya bervariasi kadang-kadang aspek etis diperikasa dalam kerangka sosial yang lebih luas. Tapi bisa juga dari segi etika disoroti dengan eksplisit terutama jika kode etik perusahaan menjadi obyek langsung dari pemeriksaan.

Untuk menilai kinerja finasnial sebuah perusahaan sudah lama ada standar-standar acounting yang diterima secara nasional dalam suatu negara dan malah secara internasional. Untuk menilai kualitas manajemen sudah terbentuk standar juga seperti ISO 9000. Kode etik tidak lagi sebatas perhiasan saja. Pemeriksaan atas kinerja etis dan sosial itu tidak saja dilakukan terhadap perusahaan tapi juga terhadap organisasi nirlaba. Organisasi-organisasi seprti itu pun harus berpegang pada standar-standar etis, entah mereka memiliki kode etik tertulis atau tidak.

c. The Body Shop sebagai contoh

The body shop adalah sebuah perusahaan internasional yang berasal dari Inggris dan bergerak di bidang kosmetika serta toiletries. Perusahaan ini didirikan oleh Anita Roddick pada tahun 1976, dan dua puluh tahun kemudian sudah memiliki omzet setengah milyar dollar AS. Kini memiliki toko tersebar di seluruh dunia, antara lain sekitar 300 toko di Amerika Serikat. Perusahaan ini selalu menitikberatkan manajemen yang etis. First and foremost are the values merupakan ungkapan terkenal dari Anita Roddick. Rupanya Roddick pula yang pertama kali melontarkan gagasan mengenai audit sosial dan etis.

(12)

Manajemen diberi kesempatan untuk menanggapi kelemahan dengan merumuskan Next Steps. Dalam audit berikutnya diperiksa lagi bagaimana rencana ditidaklanjuti dan laporan akhir dipublikasikan (bersama dengan ringkasan dan lembar khusus untuk karyawan) dan diharapkan komentar dari luar.

3. Good Ethics, Good Business

Rupanya dalam dunia bisnis kini telah terbentuk sikap lebih positif. Sudah tertanam keinsafan bahwa bisnis harus berlaku etis demi kepentingan bisnis itu sendiri. Terdengar semboyan baru seperti Ethics pay (etika membawa untung), Good business is ethical business, Corporate ethics: a prime business assets. Dalam buku populer yang ditulis oleh Kenneth Blanchard dan Norman Vincent Peale tentang etika bisnis tertulis dengan huruf besar: Integrity pays! You dont have to cheat to win (Integritas moral membawa untung! Tidak perlu Anda menipu untuk menang).

Sukses perusahaan menjadi penyebab dan bukan akibat dari perhatiannya untuk etika. Kendati tidak ada jaminan mutlak, pada umumnya perusahaan yang etis adalah perusahaan yang mencapai sukses juga. Berikut adalah beberapa catatan sebagai penutup yang menjabarkan etika dalam bisnis:

1. Etika bisnis hanya bisa berperan dalam suatu komunitas moral. Moralitas bukan hanya merupakan suatu komitmen individual saja, tetapi tercantum dalam suatu kerangka sosial. Kalangan bisnis sebagai keseluruhan harus berusaha mengubah haluan moral dan menuntut agar penguasa di atas menjamin suatu kerangka moral yang sehat. Namun membangun suatu etika bisnis yang baik tetap akan merupakan suatu perjuangan berat tetapi perjuangan juga yang sangat diperlukan.

2. Orang yang berpendapat dengan berpegang pada “etika pasti kalah” kemungkinan besar terlalu menitikberatkan jangka pendek dalam proses berbisnis dan mengabaikan jangka panjang, padahal jangka panjang yang justru paling hakiki untuk berhasil dalam bisnis. 3. Mereka yang meragukan perlunya etika dalam bisnis, sebaiknya tidak melupakan sejarah

(13)

Referensi

Dokumen terkait

berbeda dari perilaku etis dan pedoman yang berbeda dalam perilaku tanggung jawab social1. Konfrontasi praktek bisnis yang tidak begitu familiar menghadapkan

 Kebebasan dan tanggung jawab adalah unsur pokok dari otonomi moral yang merupakan salah satu prinsip utama moralitas, termasuk etika bisnis.... Norma Khusus dan

PERANAN ETIKA BISNIS DALAM MENGHADAPI GLOBAL. WARMING

Lebih memperhatikan aturan-aturan yang ada dalam Islam dan prinsip-prinsip etika bisnis Islam dalam melahkukan jual beli bibit ikan lele, agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan

Latar belakang Di dunia modem, erika dan tanggung jawab sosial bisnis merupakan pokok bahasan yang serius dalam diskusi-diskusi bisnis kontemporer tentang perencanaan-perencanaan

Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kuantitas kepemilikan hartanya barang/jasa termasuk

Erly Juliyani, Etika Bisnis Dalam Persepektif Islam, Jurnal Umum Qura Vol.VII No.1 Tahun 2016 Firona Warham dan Donant Alananto Iskandar, Pengaruh Direct Selling dan Media Sosial

Keseimbangan Equilibrium Menurut Bapak Zaki selaku Kepala Toko Ritel Basmalah menjelaskan bahwa: Kalau menurut prinsip keseimbangan yang berada di Ritel Basmalah selalu menerapkan