• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM biologi (4). docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM biologi (4). docx"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR

PERCOBAAN V

POPULASI, KOMUNITAS DAN EKOSISTEM

LABORATORIUM BIOLOGI DASAR

UNIT PELAKSANA TEKNIS MATA KULIAH UMUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

(2)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Di dalam lingkungan terjadi interaksi kisaran yang luas dan kompleks. Ekologi merupakan cabang ilmu biologi yang menggabungkan pendekatan hipotesis deduktif, yang menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menguji penjelasan hipotesis dari fenomena-fenomena ekologis (Campbell, 2000).

Semua organisme yang hidup di alam tidak dapat hidup sendiri melainkan harus selalu berinteraksi baik dengan alam (lingkungan). Organisme hidup dalam sebuah system ditopang oleh berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kehidupan semua jenis makhluk hidup sering mempengaruhi, cara berinteraksi dengan alam membentuk kesatuan disebut ekosistem. Ekosistem juga menunjukkan adanya interaksi bolak balik antara makhluk hidup (biotik) dengan alam (abiotik) (Firmansyah, 2009).

Fungsi ekosistem menggambarkan hubungan sebab akibat yang terjadi dalam system. Berdasarkan struktur dan fungsi ekosistem, maka seseorang yang belajar ekologi harus didukung oleh pengetahuan yang komprehensip berbagai ilmu pengetahuan yang relevan dengan kehidupan. Ekologi tidak hanya mempelajari ekosistem tetapi juga otomatis mempelajari organisme pada tingkatan organisasi yang lebih kecil seperti individu, populasi dan komunitas. (Karmana, 2007).

(3)

perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur tangan manusia (Andri, 2011).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukanlah percobaan populasi, komunitas dan ekosistem.

I.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah:

a) Menggunakan model untuk meneliti bagaimana suatu populasi dapat tumbuh.

b) Mempelajari suatu komunitas, mengumpulkan data sebanyak mungkin

selama waktu dan kesempatan memungkinkan. Kemudian memeriksa

hubungan antara masing-masing spesies, agar dapat memperkirakan urutan

mana yang paling penting dan untuk mengetahui struktur komunitas itu.

I.3 Waktu dan Tempat

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Individu berasal dari bahasa latin yaitu in (tidak) dan dividuus (dapat dibagi) jadi individu merupakan bagian organisasi kehidupan yang tidak dapat dibagi lagi. Masing-masing unit yang disebut individu tersebut dapat melakukan proses hidup yang Masing-masing-Masing-masing terpisah. Setiap individu seperti pohon pisang dalam rumpunnya akan dapat hidup apabila dipisahkan dari rumpunnya tersebut. Individu dalam ekologi memiliki makna yang sangat penting, karena dari individu dapat dikumpulkan bermacam-macam data untuk mempelajari tentang kehidupan dalam hubungannya dengan lingkungannya (Zoer´aini, 2003). Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita. Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut (Sativan, 2010) : a. Netral

Hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contohnya : antara capung dan sapi.

(5)

Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh : Singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung hantu dengan tikus.

c. Parasitisme

Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.

d. Komensalisme

Komensalisme merupakan hubunganantara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.

e. Mutualisme

Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang-kacangan.

Ekosistem adalah suatu komunitas tumbuhan, hewan dan mikroorganisme beserta lingkungan non-hayati yang dinamis dan kompleks, serta saling berinteraksi sebagai suatu unit yang fungsional. Manusia merupakan bagian yang terintegrasi dalam ekosistem. Ekosistem sangat bervariasi dalam hal ukuran, dapat berupa genangan air pada suatu lubang pohon hingga ke samudera luas (Caudill, 2005).

(6)

 Ekosistem Alami, yaitu ekosistem yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia. Contoh : padang rumput, gurun,laut.

 Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang terjadi karena buatan manusia. Contoh : kolam, sawah, waduk, kebun.

Komponen Penyusun Ekosistem

Suatu ekosistem disusun oleh dua komponen utama yaitu komponen biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup dan komponen abiotik meliputi lingkungan fisik dan kimia (lingkungan tak hidup) (Herni, 2009) :

1. Komponen Biotik

Komponen biotik suatu ekosistem meliputi semua jenismakhluk hidup, baik berupa tumbuhan, hewan, jamur, maupun mikroorganisme lain. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Berdasarkan peranannya, komponen biotik dibedakan menjadi komponen autotrof, heterotrof, dan pengurai.

a. Komponen autotrof

Komponen autotrof adalah organisme yang mampu mensintesis makanan sendiri berupa bahan organik daribahan anorganik dengan bantuan energi seperti energi cahaya matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen yang menyediakan makanan bagi organisme heterotrof. Komponen autotrof yang utama adalah berbagai tumbuhan hijau.

b. Komponen heterotrof

(7)

herbivora memperoleh makanan dari tumbuh-tumbuhan dan karnivora memperoleh makanan dari mangsanya. Contoh

komponen heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba. c. Detrivor dan Pengurai (dekomposer)

Detrivor adalah komponen ekosistem yang memakan detritus atau sampah, sedangkan pengurai adalah organisme heterotrof yang memperoleh makanan dengan menguraikanbahan organik berupa sisa-sisa organisme yang telah mati. Organisme ini menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen.

2. Komponen Abiotik

Komponen abiotik adalah semua faktor penyusun ekosistem yang terdiri dari benda-benda mati, antara lain oksigen, kelembapan dan suhu, air dan garam mineral, cahaya matahari, dan tingkat keasaman tanah atau pH tanah (Suwarno, 2009) :

a. Oksigen

Makhluk hidup dalam ekosistem membutuhkan oksigen untuk respirasi

atau pernapasan. Dengan adanya oksigen, zat organik yang ada dalam

tubuh akan dioksidasi untuk menghasilkan energi untuk tetap bisa bertahan

hidup.

(8)

Kelembapan dan suhu juga sangat memengaruhi keberadaan suatu

organisme dalam suatu ekosistem. Kelembapan dan suhu berpengaruh

terhadap hilangnya air yang terjadi melalui penguapan. Setiap organisme

memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu dan kelembapan. Jamur

dan lumut hanya mampu bertahan pada habitat yang memiliki kelembapan

tinggi dan tak mampu hidup pada daerah yang panas. Suhu terendah yang

masih memungkinkan organisme hidup disebut sebagai suhu minimum.

Suhu yang paling sesuai dan mendukung kehidupan untuk organisme

disebut sebagai suhu optimum, sedangkan suhu tertinggi yang masih dapat

ditoleransi atau memungkinkan organisme hidup disebut sebagai suhu

maksimum.

c. Air dan garam mineral

Air merupakan penyusun tubuh setiap makhluk hidup. Sebagian besar

tubuh tersusun oleh air, sehingga begitu pentingnya air bagi metabolisme

kehidupan makhluk hidup. Selain itu, baik hewan maupun tumbuhan juga

memerlukan garam-garam mineral. Meskipun jumlah yang dibutuhkan

sedikit, namun harus ada karena tak bisa diganti oleh zat yang lain.

Contohnya tumbuhan memerlukan zat besi (Fe) untuk pembentukan klorofil.

d. Cahaya matahari

Cahaya matahari merupakan sumber energi dari semua organisme

yang ada.

(9)

Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Tanah

jugamenyediakan unsur-unsur penting bagi kehidupan organisme, terutama

tumbuhan.

 Keseimbangan Ekosistem

Dalam suatu ekosistem yang masih alami dan belum terganggu akan didapati adanya keseimbangan antara komponen-komponen penyusun ekosistem tersebut. Keadaan seperti ini disebut juga sebagai homeostatis, yaitu kemampuan ekosistem untuk dapat menahan berbagai perubahan dalam sistem secara menyeluruh. Sistem yang dimaksud meliputi penyimpanan zat hara, pertumbuhan dan perkembangan organisme yang ada, pelepasan zat hara di lingkungan, reproduksi organisme dan juga meliputi sistem penguraian jasad-jasad makhluk hidup yang telah mati (Suwarno, 2009).

 Rantai makanan.

Rantai makanan adalah peristiwa makan dan dimakan antara makhluk hidup dengan urutan tertentu. Dalam rantai makanan ada makhluk hidup yang berperan sebagai produsen, konsumen, dan dekomposer (Anonim, 2013).

 Jaring-Jaring Makanan.

ghJaring-jaring makanan adalah kumpulan dari rantai makanan yang saling berhubungan. Kelangsungan hidup organisme membutuhkan energi dari bahan organik yang dimakan. Bahan organik yang mengandung energi dan unsur-unsur kimia transfer dari satu organisme ke organisme lain berlangsung melalui interaksi makan dan dimakan. Peristiwa makan dan dimakan antar organisme dalam suatu ekosistem membentuk struktur trofik yang bertingkat-tingkat (Anonim, 1997).

(10)

Piramida makanan adalah suatu piramida yang menggambarkan jumlah individu pada setiap tingkat trofik dalam suatu ekosistem.Piramida jumlah umumnya berbentuk menyempit ke atas. Artinya jumlah tumbuhan dalam taraf trofik pertama lebih banyak dari pada hewan (konsumen primer) di taraf trofik kedua, jumlah organisme kosumen sekunder lebih sedikit dari konsumen primer, serta jumlah organisme konsumen tertier lebih sedikit dari organisme konsumen sekunder (Anonin, 2002).

(11)

besar dan konsumen tingkat II jumlah lebih sedikit dan jumlah paling sedikit terdapat pada konsumen tingkat terakhir (Anonim, 1997).

BAB III

METODE KERJA

III.1. Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pensil, pulpen,

penghapus, kalkulator dan pengalas kertas.

III.1. Bahan

Bahan yang digunakan adalah kertas grafik, komponen biotik (Belalang,

kadal, semut, rumput, putri malu, kupu-kupu, burung) dan komponen abotik

(batu, tanah, air)

III.3. Cara Kerja

Adapun cara kerja dalam percobaan ini adalah:

1. Menentukan tempat yang dijadikan objek percobaan untuk mengamati suatu

(12)

2. Melakukan percobaan, dan mengumpulkan data mengenai komponen yang

terlibat dalam komunitas.

3. Menghitung dan mempersiapkan model, yaitu model I, model II, model III,

(13)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan

a. Komponen abiotik :

1. Batu

2. Tanah

3. Air

4. Cahaya

5. Sampah

b. Komponen biotik :

1. Cyperus rotundus (rumput teki)

2. Drosophila melanogaster (lalat buah) 3. Monomorium sp. (nyamuk)

4. Diplacodes trivialis (capung) 5. Valanga sp. (belalang)

6. Bufo marinus (katak)

IV.2 Pembahasan

a. Percobaan mengamati ekosistem di lapangan

Rantai Makanan

Pada rantai makanan, proses makan dan dimakan hanya berlangsung

dalam satu arah, sehingga tidak ada kompunen di dalamnya yang memiliki

dua fungsi sekaligus, karena mereka telah menempati peran masing masing

(14)

energi kimia yang tersimpan dalam tumbuhan berpindah ke dalam tubuh

herbivora dan sebagian energi hilang berupa panas. Demikian juga sewaktu

herbivora dimakan karnivora. Oleh karena itu, aliran energi pada rantai

makanan jumlahnya semakin berkurang. Pergerakan energi di dalam

ekosistem hanya satu jalur, berupa aliran energy.

Semua rantai makanan dimulai dengan organisme autrofik, yaitu

organisme yang melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau.organisme

ini disebut produsen karena hanya mereka yang dapat membuat makan dari

bahan mentah anorganik.

Jaring-jaring Makanan

Pada jaring-jaring makanan arah proses makan dimakan tidak hanya

berlangsung dalam satu arah, melainkan beberapa arah. Karena aring-jaring

makanan merupakan penggabungan dari beberapa rantai makanan. Hal ini

menyebabkan adalah organism yang memiliki dua paranan dalam reaksi

perputaran energy yang terjadi. Semua rantai makanan dimulai dengan

organisme autrofik, yaitu organisme yang melakukan fotosintesis seperti

tumbuhan hijau.organisme ini disebut produsen karena hanya mereka yang

dapat membuat makan dari bahan mentah anorganik. Setiap organisme,

misalnya sapi atau belalang yang memakan tumbuhan disebut herbivora

atau konsumen primer. Karnivora seperti halnya katak yang memakan

herbivora disebut konsumen sekunder. Karnivora sebagaimana ular, yang

memakan konsumen sekunder dinamakan konsumen tersier, dan

(15)

tingkatan trofik. Sedangkan jaring-jaring makanan dibentuk oleh beberapa

rantai makanan yang saling berhubungan. Pada rantai makanan telah kita

ketahui bahwa tingkat tropik yang terdiri atas produsen, konsumen tingkat I,

konsumen tingkat II, dan seterusnya. Produsen yang bersifat autotrof selalu

menempati tingkatan tropik utama, herbivora menempati tingkat tropik

kedua, karnivora menduduki tingkat tropik ketiga, dan seterusnya. Setiap

perpindahan energi dari satu tingkat tropik ke tingkat tropik berikutnya akan

terjadi pelepasan sebagian energi berupa panas sehingga jumlah energi

pada rantai makanan untuk tingkat tropik yang sema- kin tinggi, jumlahnya

semakin sedikit. Maka terbentuklah piramida ekologi/piramida makanan.

Salah satu jenis piramida ekologi adalah piramida jumlah yang dilukiskan

dengan jumlah individu. Piramida jumlah pada suatu ekosistem menunjukkan

bahwa produsen mempunyai jumlah paling besar dan konsumen tingkat II

jumlah lebih sedikit dan jumlah paling sedikit terdapat pada konsumen

tingkat terakhir.

Piramida Makanan dan Piramida Massa

Penentuan piramida makanan didasarkan pada jumlah organisme yang

terdapat pada satuan luas tertentu atau kepadatan populasi antar trofiknya

dan mengelompokan sesuai dengan tingkat trofiknya. Perbandingan populasi

antar trofik umumnya menunjukkan jumlah populasi produsen lebih besar

dari populasi konsumen primer lebih besar dari populasi konsumen skunder

lebih besar dari populasi konsumen tersier. Ada kalanya tidak dapat

(16)

Piramida biomassa dibuat berdasarkan pada massa (berat) kering

organisme dari tiap tingkat trofik persatuan luas areal tertentu. Secara

umum perbandingan berat kering menunjukkan adanya penurunan biomassa

pada tiap tingkat trofik. Perbandingan biomassa antar trofik belum dapat

menggambarkan kondisi sebagaimana piramida ekologi. Kandungan energi

tiap trofik sangat ditentukan oleh tingkat trofiknya sehingga bentuk

grafiknya sesuai dengan piramida ekologi yang sesungguhnya di lingkungan.

Energi yang mampu disimpan oleh individu tiap trofik dinyatakan dalam

Kkal/m2/hari.

b. Percobaan menghitung pertumbuhan populasi

Pada model 1, asumsi 1 (tahun 2013) terdapat 10 ekor burung, setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi

totalnya 60 ekor (30 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan

induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung

berkurang 10 dan totalnya 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi III, semua

keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung

masih tetap 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang

meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun

2013, jumlah burung yaitu 50 ekor (25 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2014) terdapat 50 ekor burung, setiap pasang burung

menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 250

(17)

pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan induk betina) mati

sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung berkurang 50 dan

totalnya 250 ekor (125 pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup

sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 250 ekor

(125 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau

yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2013, jumlah burung

yaitu 250 ekor (125 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2015) terdapat 250 ekor burung, setiap pasang

burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 1250 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi

totalnya 1500 ekor (750 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan

dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah

burung berkurang 250 dan totalnya 1250 ekor (625 pasang). Pada asumsi III,

semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah

burung masih tetap 1250 ekor (625 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada

burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga

pada tahun 2014, jumlah burung yaitu 1250 ekor (625 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2016) terdapat 1250 ekor burung, setiap pasang

burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 6250 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi

totalnya 7500 ekor (3750 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan

dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah

(18)

III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah

burung masih tetap 6250 ekor (3125 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada

burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga

pada tahun 2015, jumlah burung yaitu 6250 ekor (3125 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2017) terdapat 6250 ekor burung, setiap pasang

burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 31250 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi

totalnya 37500 ekor (18750 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk

jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi

jumlah burung berkurang 6250 dan totalnya 31250 ekor (15625 pasang).

Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya,

jadi jumlah burung masih tetap 31250 ekor (15625 pasang). Pada asumsi IV,

tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.

Sehingga pada tahun 2016, jumlah burung yaitu 31250 ekor (15625 pasang).

Pada model 2, asumsi I(tahun 2013), terdapat 10 ekor burung (5

pasang) setiap pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan

dan 5 betina menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah

induk, jadi totalnya 60 ekor (30 pasang). Pada asumsi II, dua perlima dari

tertua (jantan dan betina)masih dapat mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5

dari 10 yaitu 4 (2pasang ). 60 dikurang 6 jadi 54 ekor (27 pasang). Pada

asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi

(19)

burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga

pada tahun 2013, jumlah burung yaitu 54 ekor (27 pasang).

Asumsi I (tahun 2014), terdapat 54 ekor burung (27 pasang), setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 270 ekor (135 pasang)kemudian burung tetua yang telah

menghasilkan 2 keturunan mati, jadi dikurang 4 totalnya 50 ekor, kemudian

ditambah dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi

totalnya 320 ekor (160 pasang). Pada asumsi II, dua perlima dari tertua

(jantan dan betina)masih dapat mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari 50

yaitu 20 (10 pasang ).320 dikurang 30 jadi 290 ekor (145 pasang). Pada

asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi

jumlah burung masih tetap 290 ekor (145 pasang). Pada asumsi IV, tidak

adaburung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.

Sehingga pada tahun 2013, jumlah burung yaitu 290 ekor (145 pasang).

Asumsi I (tahun 2015), terdapat 290 ekor burung (145 pasang), setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 1450 ekor kemudian burung tetua yang telah menghasilkan 2

keturunan mati, jadi dikurang 20 totalnya 270 ekor, kemudian ditambah

dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi totalnya 1720

ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tertua (jantan dan betina) masih dapat

mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari 270 yaitu 108 ekor. 1720 dikurang

162 jadi 1558 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim

(20)

1558 ekor (779 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang

meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun

2014, jumlah burung yaitu 1558 ekor (779 pasang).

Asumsi I (tahun 2016), terdapat 1558 ekor (779 pasang), setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 7790 ekor kemudian burung tetua yang telah menghasilkan 2

keturunan mati, jadi dikurang 108 totalnya 1450 ekor, kemudian ditambah

dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi totalnya 9240

ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tertua (jantan dan betina) masih dapat

mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari 1450ekor yaitu 580 ekor. 9240ekor

dikurang 870 ekor jadi 8370 ekor (4185 pasang). . Pada asumsi III, semua

keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung 8370

ekor (4185 pasang) masih tetap 8370 ekor (4185 pasang). Pada asumsi IV,

tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.

Sehingga pada tahun 2015, jumlah burung yaitu 8370 ekor (4185 pasang).

Asumsi I (tahun 2017), terdapat 8370 ekor (4185 pasang), setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 4180 ekor kemudian burung tetua yang telah menghasilkan 2

keturunan mati, jadi dikurang 580 ekor totalnya 7790 ekor, kemudian

ditambah dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi

totalnya 49640 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tertua (jantan dan

betina) masih dapat mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari 7790 ekor

(21)

pasang). .Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur

berikutnya, jadi jumlah burung 44966 ekor (22483 pasang) masih tetap

44966 ekor (22483 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang

meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun

2015, jumlah burung yaitu 44966 ekor (22483 pasang).

Pada model ke III, asumsi I (2013), terdapat 10 ekor (5 pasang), setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 50 ekor (25 pasang), kemudian ditambah jumlah induk jadi 60

ekor (30 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina) mati

sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 60 ekor dikurang 10 ekor

menjadi 50 ekor (25 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 50 mati sebelum

musim bertelur yaitu 20 ekor (10 pasang). 50 ekor dikurang 20 ekor jadi 30

ekor (15 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau

yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2013, jumlah burung

yaitu 30 ekor (15 pasang).

Asumsi I (2014), terdapat 30 ekor (15 pasang), setiap pasang burung

menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 150

ekor (75 pasang), kemudian ditambah jumlah induk jadi 180 ekor (90

pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum

musim musim bertelur berikutnya jadi 180 ekor dikurang 30 ekor menjadi

150 ekor (75 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 150 mati sebelum musim

bertelur yaitu 60 ekor (30 pasang). 150 ekor dikurang 60 ekor jadi 90 ekor

(22)

yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2013, jumlah burung

yaitu 90 ekor (45 pasang).

Asumsi I (2015), terdapat 90 ekor (45 pasang), setiap pasang burung

menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 450

ekor (225 pasang), kemudian ditambah jumlah induk jadi 540 ekor (270

pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum

musim musim bertelur berikutnya jadi 540 ekor dikurang 90 ekor menjadi

450 ekor (225 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 450 mati sebelum musim

bertelur yaitu 180 ekor (90 pasang). 450 ekor dikurang 180 ekor jadi 270

ekor (135 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan

atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2014, jumlah

burung yaitu 270 ekor (135 pasang).

Asumsi I (2016), terdapat 270 ekor (135 pasang), setiap pasang

burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 1350 ekor (675 pasang), kemudian ditambah jumlah induk

jadi 1620 ekor (810 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina)

mati sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 1620 ekor dikurang 270

ekor menjadi 1350 ekor (675 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 1350 mati

sebelum musim bertelur yaitu 540 ekor (270 pasang). 1350 ekor dikurang

540 ekor jadi 810 ekor (405 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang

meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun

(23)

Asumsi I (2017), terdapat 810 ekor (405 pasang), setiap pasang

burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 4050 ekor (2025 pasang), kemudian ditambah jumlah induk

jadi 4860 ekor (2430 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan

betina) mati sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 4860 ekor

dikurang 810 ekor menjadi 4050 ekor (2025 pasang). Asumsi III Dua per lima

dari 4050 mati sebelum musim bertelur yaitu 1620 ekor (810 pasang). 4050

ekor dikurang 1620 ekor jadi 2430 ekor (1215 pasang). Pada asumsi IV, tidak

ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.

Sehingga pada tahun 2015, jumlah burung yaitu 2430 ekor (1215 pasang).

Pada model IV, asumsi 1 (tahun 2013) terdapat 10 ekor burung, setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi

totalnya 60 ekor (30 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan

induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung

berkurang 10 dan totalnya 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi III, semua

keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung

masih tetap 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi IV, terdapat 50 burung gereja

datang ke pulau tersebut jadi 50 ekor ditambah 50 ekor menjadi 100 ekor

(50 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2014) terdapat 100 ekor burung (50 pasang), setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

(24)

totalnya 600 ekor (300 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan

dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah

burung berkurang 100 dan totalnya 500 ekor (250 pasang). Pada asumsi III,

semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah

burung masih tetap 500 ekor (250 pasang). Pada asumsi IV, terdapat 50

burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 500 ekor ditambah 50 ekor

menjadi 550 ekor (275 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2015) terdapat 550 ekor burung, setiap pasang

burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi

totalnya 3300 ekor (1650 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan

dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah

burung berkurang 550 dan totalnya 2750 ekor (1375 pasang). Pada asumsi

III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah

burung masih tetap 2750 ekor (1375 pasang). Pada asumsi IV, terdapat 50

burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 2750 ekor ditambah 50 ekor

menjadi 2800 ekor (1400 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2016) terdapat 2800 ekor burung (1400 pasang),

setiap pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5

betina menghasilkan 14000 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk,

jadi totalnya 16800 ekor (8400 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk

jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi

(25)

asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi

jumlah burung masih tetap 14000 ekor (7000 pasang). Pada asumsi IV,

terdapat 50 burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 14000 ekor

ditambah 50 ekor menjadi 14050 ekor (7025 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2017) terdapat 14050 ekor burung (7025 pasang),

setiap pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5

betina menghasilkan 70250 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk,

jadi totalnya 84300 ekor (42150 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk

jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi

jumlah burung berkurang 14050 dan totalnya 70250 ekor (35125 pasang).

Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya,

jadi jumlah burung masih tetap 70250 ekor (35125 pasang). Pada asumsi IV,

terdapat 50 burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 70250 ekor

(26)

BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Pada pengamatan untuk meneliti suatu populasi dapat tumbuh,

menggunakan empat model dengan empat asumsi setiap model serta pada

model pertama faktor yang mempengaruhi populasi yaitu faktor kelahiran,

pada model kedua yaitu adanya faktor kelahiran dan kematian, pada model

ketiga yaitu faktor kematian dan pada model ke empat faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan populasi adalah factor migrasi atau

perpindahan. Model model inilah yang dapat digunakan sebagai model untuk

meneliti pertumbuhan suatu populasi populasi.

Penggunaan model dapat mempermudah dalam studi tentang struktur

komunitas. Model yang dibicarakan hanya suatu angan-angan. Model ini

dapat membantu keadaan yang rumit menjadi sederhana sehingga lebih

mudah kita pahami.

V.2 Saran

Adapun saran dari percobaan ini :

1. Sebaiknya , dalam pemilihan lokasi menggunakan tempat yang agak luas

(27)

2. Dalam melakukan percobaan di butuhkan ketelitian pada saat

mengumpulkan data

DAFTAR PUSTAKA

Andri.2011. Laporan Tetap Ekologi Pertanian.

http://andriecaale.blogspot.com/ 2011/06/laporan-tetap-ekologi-pertanian.html. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2013 pukul 21.40 WITA.

Anonim.2002.Pengaruh Faktor Biotik Ekosistem. http://novyjuli.blogspot.com / 2013/02/laporan-praktikum-ekologi.html Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 21.00 WITA.

Anonim. 2000. Simulasi estimasi Populasi Hewan. http://umiraummy.blogspot. com, Diakses pada tanggal 23 Oktober 2013 pukul 20.19 WITA.

Anonim, 1997. Biologi science 1. http://BiologicalScienceI.com. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 20.00 WITA.

Anonim. 2013. Pengaruh Faktor Biotik Ekosistem. http://novyjuli.blogspot.com / 2013/02/laporan-praktikum-ekologi.html. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2013 pukul 19.55 WITA.

Campbell. 2000. Biologi jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama, Erlangga. Caudill. 2005. Ekosistem dan Kesejahteraan Manusia:Suatu Kerangka Pikir untuk Penilaian.

Jakarta : Millennium Ecosystem Assessment.

Herni. 2009. Keragaman Komunitas. http://megabohari.blogspot.com/ 2011/

12/laporan-ekwan-keragaman-komunitas.html. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 21.44 WITA.

Herni. 2009. Keragaman Komunitas. http://megabohari.blogspot.com/ 2011/

12/laporan-ekwan-keragaman-komunitas.html. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 21.44 WITA.

(28)

Herni. 2009. Keragaman Komunitas. http://megabohari.blogspot.com/ 2011/

12/laporan-ekwan-keragaman-komunitas.html. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 21.44 WITA.

Karmana Oman. 2007. Cerdas Belajar Biologi Untuk Kelas X SMA/MA program IPA. Bandung : Grafindo.

Sativan. 2010. Ekologi Populasi. http://oryza-sativa135rsh. blogspot.com/ 2010/01 /ekologi-populasi.html. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 20.00 WITA.

Suwarno. 2009. Praktikum Ekologi Umum. www.scribd.com /laporanestimas ipopulasi hewan.com. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 22.40 WITA.

Referensi

Dokumen terkait

Tumbuhan hijau akan tumbuh subur bila cukup mem- peroleh cahaya. Mengapa? Karena tumbuhan dapat mela- kukan kegiatan yang disebut fotosintesis. Cahaya dapat diserap tumbuhan bila

Struktur yang tampak mengembang dan mengempis pada Euglena yaitu Vakuola Kontraktil yang berfungsi guna memompa sisa makanan ke luar sel

Respirasi adalah serangkaian reaksi biokimiawi yang memerlukan oksigen untuk mengoksidasi atau membakar zat-zat makanan guna mmenghasilkan energi diperlukan oleh

Suatu ciri hidup yang hanya dimiliki khusus oleh tumbuhan hijau adalah kemampuan dalam menggunakan zat karbon dari udara untuk diubah menjadi

Klorofil merupakan suatu pigmen yang memiliki warna hijau atau biasa disebut dengan zat warna hijau yang terdapat pada daun tanaman.. Fotosintesis merupakan

Tumbuhan terutama tumbuhan tingkat tinggi, untuk memperoleh makanan sebagai kebutuhan pokoknya harus melakukan suatu proses yang dinamakan proses

Sawi langit atau biasa disebut salentrong maupun buyung merupakan tumbuhan dikotil. Maka struktur anatomi batangnya memiliki struktur batang dikotil. Pada

A. Tujuan Sesudah melakukan percobaan ini, diharapkan mahasiswa dapat mengetahui hubungan antara intensitas cahaya dengan laju