• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Pemerintah Republik Indonesia Dalam Menanggapi Tuduhan Atas Pelanggaran Ham Di Papua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Pemerintah Republik Indonesia Dalam Menanggapi Tuduhan Atas Pelanggaran Ham Di Papua"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PELANGGARAN HAM DI PAPUA YANG MENIMBULKAN TUDUHAN TERHADAP INDONESIA

A. Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia (HAM) yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah human rights dan fundamental rights, dalam bahasa Perancis droit de I’homme, sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah mensenrechten,

grondrechten, rechten van den mens sering disebut sebagai hak kodrat, hak dasar manusia atau hak mutlak. Dan pada terjemahan bahasa Indonesia, sampailah pada kata hak-hak kemanusiaan atau hak-hak asasi manusia.

Secara sederhana Hak Asasi Manusia itu dipahami sebagai hak dasar (asasi) yang dimiliki oleh manusia, keberadaannya tidak tergantung dan bukan berasal dari manusia, melainkan dari dzat yang lebih tinggi dari manusia.Oleh karena itu, hak asasi tidak bisa direndahkan dan dicabut oleh hukum psitif manapun, bahkan dengan prinsipdemikian hak asasi wajib diadopsi oleh hukum positif.15

Secara etimologis, Hak Asasi Manusia terbentuk dari tiga kata, hak, asasi dan manusia.Dua kata pertama hak dan asasi berasal dari bahasa Arab, sementara kata manusia adalah kata dalam bahasa Indonesia.Kata hak berasal dari kata

haqqterambil dari akar kata haqqa, yahiqqu, haqqaan yang artinya benar, nyata, pasti, tetap, dan wajib. Apabila dikatakan, yahiqqu ‘alaika an taf’ala kadza, itu artinya kamu wajib melakukan seperti ini. Berdasarkan pengertian tersebut, maka

15

(2)

hak adalah kewenangan atau kewajiban untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan kata asas berasal dari kata asasiy yang berasal dari akar kata assa, yaussu,asasaan artinya membangun, mendirikan, meletakkan. Dapat juga berarti asal, asas, pangkal, dasar dari segala sesuatu.Dengan demikian, asasi artinya segala sesuatu yang bersifat mendasar dan fundamental yang selalu melekat pada objeknya.16 Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai hak-hak mendasar pada diri manusia.17

Menurut Teaching Human Right yang diterbitkan oleh perserikatan bangsa-bangsa (PBB), Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak hidup, misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup. Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.18

Senada dengan pengertian di atas adalah pernyataan awal Hak Asasi Manusia (HAM) yang dikemukakan oleh Jhon Locke. Menurut Jhon Locke Hak Asasi Manusia adalah “hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan yang Maha Pencipta kepada manusia sebagai hak kodrati. Oleh karenanya tidak ada kekuatan apapun di dunia yang bisa mencabutnya.HAM bersifat mendasar (fundamental) bagi kehidupan manusia dan pada hakekatnya sangat suci, bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.19

16

Majda El Muhtaj, Op.cit. 17

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 334.

18

(3)

Seorang pakar ilmu politik Indonesia Prof. Miriam Budiarjo menyatakan “HAM adalah hak yang dimiliki setiap orang yang dibawa sejak lahir ke dunia, hak itu sifatnya universal sebab dipunyai tanpa adanya perbedaan kelamin, ras, budaya, suku, agama maupun sebagainya”.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusiasebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

HAM merupakan hak yang melekat dengan kuat di dalam diri manusia. Keberadaanya diyakini sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia meskipun kemunculan HAM adalah sebagai respon dan reaksi atas berbagai tindakan yang mengancam kehidupan manusia, namun sebagai hak maka HAM pada hakikatnya telah ada ketika manusia itu ada di muka bumi. Dengan kata lain, wacana HAM bukanlah berarti menafikan eksistensi hak-hak asasi yang sebelumnya memang telah diakui manusia itu sendiri secara universal.20

Hak Asasi Manusia mencakup segala bidang kehidupan manusia baik politik, ekonomi, sipil, sosial dan kebudayaan. Kelimanya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Hak-hak asasi politik dan sipil tidak artinya apabila rakyat masih harus bergelut dengan penderitaan dan kemiskinan.Tetapi, di lain pihak, persoalan keamanan kemiskinan, dan alasan lainnya tidak dapat digunakan secara sadar untuk melakukan pelanggaran HAM dan kebebasan politik serta sosial

20

(4)

masyarkat.Hak Asasi Manusia tidak mendukung individualisme melainkan membendungnya dengan melindungi individu, golongan maupun kelompok ditengah-tengah kekerasan kehidupan modern.HAM merupakan tanda solidaritas nyata sebuah bangsa degan warganya yang lemah.

Berdasarkan beberapa rumusan Hak Asasi Manusia (HAM) di atas, maka dapat diketahui beberapa ciri pokok hakikat Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu sebagai berikut:

1. Hak Asasi Manusia (HAM) tidak perlu diberikan, dibeli, ataupun diwarisi. Hak Asasi Manusia adalah bagian dari manusia secara otomatis.

2. Hak Asasi Manusia (HAM) berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial dan bangsa.

3. Hak Asasi Manusia (HAM) tidak bisa dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai Hak Asasi Manusia (HAM) walaupun sebuah negara membuat hukum yag tidak melindungi atau melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Pembicaraan tentang keberadaan Hak Asasi Manusia (HAM) tidak terlepas dari pengakuan terhadap adanya hukum alam (natural law) yang menjadi cikal bakal bagi kelahiran Hak Asasi Manusia (HAM).

(5)

1. Hak-hak alami (natural rights). berpandangan bahwa HAM adalah hak yang dimiliki oleh seluruh manusia pada segala waktu dan tempat berdasarkan takdirnya sebagai manusia (human rights are rights that belong to all human beings at all times and in all places by virtue of being born as human

being)

2. Teori positivis (positivist theory). Berpandangan bahwa karena hak harus tetuang dalam hukum yang riel, maka dipandang sebagai hak melalui adanya jaminan konstitusi (rights, then should be created and granted by constitution, laws and contracts). Pandangan ini secara nyata berasal dari ungkapan Bentham yang menyatakan, rights is a child of law, from real laws comes real rights but from imaginary law, laws of nature, come

imaginary rights. Natural right is simple nonsens, natural and impresicible

rights rhetorical nonsens, nonsens upon still.

3. Teori relativis kultural (cultural relativist theory). Teori ini adalah salah satu bentuk anti tesis dari teori hak-hak alami (natural rights). Teori ini berpandangan bahwa menganggap hak itu bersifat universal merupakan pelanggaran satu dimensi kultural terhadap dimensi kultural yang lain, atau disebut dengan imperialisme kultural (cultural imperialism). Yang ditekankan dalam teori ini adalah bahwa manusia merupakan interaksi sosial dan kultural serta perbedaan tradisi budaya dan peradapan berisikan perbedaan cara pandang kemanusiaan (different ways of being human). Oleh karenanya penganut teori ini mengatakan, that rights belonging to all human being at all times in all places would be the rights of desocialized and

(6)

4. Doktrin marxis (Marxist doctrine and human rights). Doktrin Marxis menolak teori hak-hak alami karena negara atau kolektivitas adalah sumber galian seluruh hak (repositiory of all rights).

B. Aturan Hukum Internasional dan Nasional Mengenai Hak Asasi Manusia

Secara empiris-historis tonggak-tonggak penting pemikiran dan gerakan HAM dapat dilacak kembali pada lahirnya:

a. Magna Charta (Piagam Agung, 1215),22 b. Glorius Revolution 1688,23

c. Pemikiran Trias Politika yang dikemukakan oleh Montesquieu (1689-1755),24

d. Deklarasi Kemerdekaan Amerika,25 e. Kontrak Sosial,26

Wacana awal HAM di Eropa dimulai dengan lahirnya Magna Charta yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan absolut raja, seperti menciptakan hukum tetapi tidak terikat degan peraturan yag mereka buat, menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggungjawabkan

dan sebagainya.

22

Suatu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja Jhon dari Inggris kepada bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka.Naskah ini juga sekaligus membatasi kekuasaan Raja Jhon.

23

Suatu peristiwa perlawanan rakyat tak berdarah terhadap Raja James II, yang pada akhirnya dengan dikeluarkannya Bill of Rights (Undang-undang Hak, 1689).

24

Yakni sistem politik yang membagi kekuasaan pemerintahan negara dalam tiga bidang, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif.

25

(7)

secara hukum. Sejak lahirnya Magna Charta (1215), raja yang melanggar aturan kekuasaan harus diadili dan mempertanggungjawabkan kebijakan pemerintahannya di hadapan parlemen.Sekalipun kekuasaan para raja masih sangat dominan dalam hal pembuatan undang- udang, Magna Charta telah menyulut ide tentang keterikatan penguasa kepada hukum dan pertanggungjawaban kekuasaan mereka kepada rakyat.27

I. Instrumen Hukum Internasional Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Setelah melalui beberapa perkembangan dalam pengaturan HAM, perkembangan yang paling penting dalam HAM, termasuk keberadaannya sampai saat ini, adalah ketika PBB mengesahkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights 1948), Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (The International Covenant on Economic, Sosial and Cultural Right) dan Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights), sedang maksud ditetapkannya kedua kovenan itu adalah untuk menempatkan hak-hak dalam DUHAM ke dalam perangkat hukum yang mengikat.28

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) adalah sebuah deklarasi yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 di Palais de Chailot, Paris. DUHAM terdiri dari 30 pasal yang selanjutnya telah dijabarkan ke dalam perjanjian-perjanjian Internasional, Instrumen Regional tentang Hak Asasi Manusia dan hukum nasional.

.

UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS (UDHR) / DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA (DUHAM)

27

A. Ubaedillah & Abdul Rozak, Op.cithlm. 149. 28

(8)

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), merupakan langkah besar yang diambil oleh masyarakat internasional pada tahun 1948. Norma-norma yang terdapat dalam DUHAM merupakan norma internasional yang disepakati dan diterima oleh negara-negara di dunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

DUHAM merupakan kerangka tujuan HAM yang dirancang dalam bentuk umum dan merupakan sumber utama pembentukan dua instrumen HAM, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Menurut DUHAM, terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu yaitu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi); hak legal (hak jaminan perlindunag hukum); hak sipil dan politik; hak subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk perlindungan hukum); dan hak ekonomi, sosial, budaya.

Hak-hak yang terdapat dalam DUHAM merupakan realisasi dari hak-hak dasar yang terdapat dalam Piagam PBB, seperti hak untuk hidup; hak atas kebebasan dan keamanan diri; pelarangan penyiksaan-perlakuan-penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia; pelarangan penangkapan sewenang-wenang; hak atas keadilan; hak atas praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah; serta pelarangan hukuman berlaku surut. Hak-hak dasar tersebut merupakan hak asasi setiap manusia yang harus dihormati tanpa memandang perbedaan apapun.

(9)

1. Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi 2. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan

3. Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berperikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan

4. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi 5. Hak untuk pengampunan hukum secara efektif

6. Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang sewenang-wenang

7. Hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak 8. Hak utuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah

9. Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal, maupun surat-surat

10. Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik 11. Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu 12. Hak bergerak

13. Hak memperoleh suaka 14. Hak atas suatu kebangsaan

15. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga 16. Hak untuk mempunyai hak milik

17. Hak bebas berfikir, berkesadaran, dan beragama 18. Hak bebas berfikir dan menyatakan pendapat 19. Hak untuk berhimpun dan berserikat

(10)

Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi: 1. Hak atas jaminan sosial

2. Hak untuk bekerja

3. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama 4. Hak utuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh 5. Hak atas istirahat dan waktu senggang

6. Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan 7. Hak atas pendidikan

8. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat

Banyak negara-negara yang mengadopsi DUHAM ke dalam hukum domestik negara tersebut.Termasuk pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Dasar 1945. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mewajibkan semua anggotanya untuk melaksanakan apa yang dideklarasikan oleh DUHAM. Hal tersebut tercantum pada piagam PBB pasal 55 ayat c , yang isinya menyebutkan bahwa PBB wajib mempromosikan penghargaan dan pelaksanaan HAM dan hak-hak fundamental lainnya, seperti kebebasan untuk semua orang, tanpa memandang ras, jenis kelamin, bahasa, dan agama yang dianutnya.

Selain DUHAM yang berbentuk sebuah deklarasi universal terdapat juga instrumen hukum Internasional mengenai Hak Asasi Manusia dalam bentuk Konvenan atau Konvensi, diantaranya:

(11)

konvenan ini merupakan pengaturan lebih rinci mengenai hak sipil dan politik dalam DUHAM yang mulai berlaku secara Internasional sejak Maret 1976. Konvenan ini mengatur mengenai:

a. Hak hidup;

b. Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara kejam, tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya;

c. Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi;

d. Hak untuk tidak dipenjara semata-mata atas dasar ketidakmampuan memenuhi kewajiban kontraktual;

e. Hak atas kpersamaan kedudukan di depan pengadilan atau badan peradilan; dan

f. Hak untuk tidak dihukum dengan hukuman yang berlaku surut dalam penerapan hukum pidana.

2. Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights)

Konvenan ini mengukuhkan dan menjabarkan pokok-pokok HAM di bidang ekonomi, sosial dan budaya dari DUHAM dalam ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum.

Indonesia meratifikasi Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya pada 26 Februari 2006.

Ada beberapa pokok dari Konvenan Internasional Ekonomi, Sosial dan Budaya ini, yaitu:

(12)

pemerintahan Wilayah yang Tidak Berpemerintahan Sendiri dan Wilayah Perwalian, untuk memajukan perwujudan hak tersebut.

b. Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, seperti yang tercantum pada pasal 3 bagian 2, yang menyebutkan bahwa: “Negara Pihak pada Konvenan ini berjanji untuk menjamin hak yang sama antara laki-laki

dan perempuan untuk menikmati semua hak-hak ekonomi, sosial dan

budaya yang tercantum dalam Konvenan ini”.

c. Hak asasi setiap orang di bidang ekonomi, sosial dan budaya yag diatur dari pasal 6 sampai dengan 15. Negara megakui yakni hak atas pekerjaan (pasal6), hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menyenangkan (pasal7), hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh (pasal 8), hak atas jaminan sosial, temasuk asuransi sosial (pasal 9), hak atas perlindungan dan bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak dan remaja (pasal 10), hak atas standar kehidupan yang memadai (pasal 11), hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi yang dapat dicapai (pasal 12), hak atas pendidikan (pasal 13 dan 14) dan hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya (pasal 15). 3. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)

(13)

kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lainnya, kewarganegaraan, asal usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kecacatan, kelahiran atau status lain. Konvensi ini juga membentuk Komite Hak Anak (CRC) untuk mengawasi pelaksanaan isi konvensi ini.

4. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination)

Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial adalah satu dari resolusi PBB dalam menangani permasalahan dan konflik diskriminasi rasial. Kovensi ini menekankan bagi setiap negara terutama negara yang telah meratifikasi dan akan meratifikasi Konvensi ini untuk tidak menciptakan segala bentuk diskriminasi rasial dan menghapuskannya dari dalam setiap negara, baik dalam tatanan hukumnya maupun implementasinya ke masyarakat.

Konvensi ini mulai berlaku sejak Januari 1969 dan dirarifikasi atau disahkan oleh Indonesia melalui Undang-undang No. 29 Tahun 1999.

5. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All forms of Discrimination Against Women)

(14)

dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan sipil.Dalam pelaksanaanya, konvensi ini juga mengatur mengenai pembentukan Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW).Konvensi ini mulai berlaku sejak September 1981 dan diratifikasi Indonesia melalui Undang-undang No. 7 Tahun 1984.

6. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment)

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan kejam lainnya, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia, Merupakan Konvensi yang Mengatur lebih lanjut mengenai apa yang terdapat dalam Konvenan tentang Hak Sipil dan Politik. Konvensi ini mewajibkan negara untuk mengambil langkah-langkah legislatif, administrasi, hukum atau langkah-langkah-langkah-langkah efektif lainnya. Konvensi ini dalam pelaksanaannya diawasi oleh Komite Menentang Penyiksaan/Comitee Against Torture (CAT). Konvensi ini mulai berlaku sejak Januari 1987 dan Indonesia mensahkan Konvensi ini melalui undang-undang No.5 Tahun 1998.

7. Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide)

(15)

8. Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention Relating to the Status of Refugees)

Konvensi ini menentukan empat prinsip HAM dalam menangani pengungsi, yaitu persamaan hak, tidak adanya pengasingan terhadap hak-hak mereka, universalitas dari hak-hak mereka, serta hak untuk mencari dan mendapatkan suaka dari penghukuman.Konvensi ini mulai berlaku sejak April 1954.Indonesia belum mensahkan Konvensi ini walaupun menghadapi banyak masalah pengungsi.

II. Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional

Pemerintahan Indonesia di era Reformasi telah melakukan ratifikasi terhadap Instrumen HAM Internasional untuk mendukung pelaksanaan HAM di Indonesia.Pada masa pemerintahan B.J. Habibie misalnya, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan HAM mengalami perkembangan yang sangat signifikan.Lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator keseriusan pemerintahan era Reformasi akan penegakan HAM. Sejumlah Konvensi HAM juga diratifikasi di antaranya: Konvensi HAM tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi; Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan kejam; Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial; konvensi tentang penghapusa kerja paksa; Konvensi tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; serta Konvensi tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja.29

Kesungguhan pemerintahan B.J. Habibie dalam perbaikan pelaksanaaan HAM ditunjukkan dengan pencanangan program HAM yang dikenal dengan

29

(16)

istilah Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM), pada Agustus 1998. Agenda HAM ini bersandar pada empat pilar, yaitu:

1. Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM; 2. Diseminasi informasi dan pendidikan di bidang HAM;

3. Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM; dan

4. Pelaksanaan isi perangkat Internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi melalui perundang-undangan nasional.30

Komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM juga ditunjukkan dengan pengesahan UU tentag HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departemen Kehakiman dan HAM, penambahan pasal-pasal khusus tentang HAM dalam Amandemen UUD 1945, penerbitan inpres tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, pengesahan UU tentang pengadilan HAM. Pada tahun 2001, Indonesia juga menandatangani duaProtokol Hak Anak, yakni Protokol yang terkait dengan larangan perdagangan, prostitusi, dan pornografi anak, serta protokol yang terkait dengan keterlibatan anak dalam konflik bersenjata. Menyusul kemudian, pada tahun yang 6 sama, pemerintah membuat beberapa pengesahan UU di antaranya tentang perlindungan anak, pengesahan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dan penerbitan Keppres tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM di Indonesia Tahun 2004-2009.31

(17)

Ketentuan mengenai HAM dalam UUD 1945 sebelum Amandemen yang disahkan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 18 Agustus 1945 melalui perbedaan pendapat dalam perumusannya, yaitu antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dan Muhammad Hatta dan Muhammad Yamin di pihak lain. Pihak pertama menolak dimasukkannya HAM terutama yang bersifat Individual ke dalam UUD karena menurut mereka Indonesia harus dibangun sebagai Negara Kekeluargaan.Sedangkan pihak lainnya menghendaki agar UUD itu memuat masalah-masalah Hak Asasi Manusia, yang dimuat secara Eksplisit.32

32

Moh.Mahfud, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999.Hlm. 110. Di dalam UUD 1945 istilah atau perkataan HAM tidak dijumpai, baik pada

pembukaan, batang tubuh maupun penjelasannya, istilah HAM yang ditemukan di sini adalah hak-hak yang bersifat klasik dan hak-hak asasi manusia yang bersifat sosial yang pengakuan dan pengaturannya sendiri masih bersifat terbatas.

Hak Asasi Manusia yang bersifat klasik dala UUD 1945 antara lain terdapat dalam pasal berikut ini:

Pasal 27

(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib mendukung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Pasal 28

(18)

Pasal 29

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut kepercayaannya itu.

Pasal 30

(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.

Dalam UUD 1945 terdapat pula Hak Asasi Manusia yang bersifat Sosial, diantaranya terdapat dalam pasal berikut ini:

Pasal 27

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pasal 31

(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

Pasal 34

Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.

(19)

Ketentuan-ketentuan mengenai Hak Asasi Manusia ini diatur lebih tegas lagi dalam UUD 1945 setelah amandemen (perubahan) ke-2 UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Hak Asasi Manusia ini diatur dalam Bab tersendiri yaitu Bab XA tentang Hak Asasi Manusia.Ketentuan-ketentuan HAM dalam Bab XA ini dimulai dari Pasal 28 (huruf A-J). Hak-hak Asasi Manusia yang tercantum dalam Bab XA ini, muatan hak asasinya sedikit-banyak mencontoh inti dan makna dari Undang-UndangNomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang diundangkan pada tanggal 23 September 1999 sebelum disahkannya Amandemen kedua UUD 1945 tanggal 18 Agustus 2000.

B. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(20)

Di dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dapat digolongkan hak-hak asasi manusia yang dilindungi, yaitu33

1. Hak Untuk Hidup – Pasal 9

:

a. Hak untuk Hidup dan meningkatkan taraf hidup b. Hidup tentram aman dan damai

c. Lingkungan hidup yang baik

2. Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan – Pasal 10

a. Hak untuk membentuk keluarga dalam perkawinan yang sah b. Perkawinan atas kehendak bebas calon suami dan calon istri 3. Hak Mengembangkan Diri – Pasal 11-16

a. Hak untuk pemenuhan kebutuhan dasar b. Hak pengembangan pribadi

c. Hak atas manfaat IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) d. Hak atas Komunikasi dan Informasi

4. Hak Memperoleh Keadilan – Pasal 17-19 a. Hak perlindungan hukum

b. Hak atas keadilan dalam proses hukum c. Hak atas hukuman yang adil

5. Hak Atas Kebebasan Pribadi – Pasal 20-27 a. Hak untuk bebas dari perbudakan b. Hak atas keutuhan pribadi

(21)

e. Kebebasan untuk menyampaikan pendapat f. Status kewarganegaraan

g. Kebebasan untuk bergerak 6. Hak Atas Rasa Aman – Pasal 28-35

a. Hak untuk mencari suaka b. Perlindungan diri pribadi 7. Hak Atas Kesejahteraan – Pasal 36-42

a. Hak milik

b. Hak atas pekerjaan

c. Hak untuk bertempat tinggal secara layak d. Jaminan sosial

e. Perlindungan bagi kelompok rentan

8. Hak Turut Serta Dalam Pemerintahan

a. Hak pilih dan hak turut serta dalam pemerintahan b. Hak untuk berpendapat

9. Hak Wanita – Pasal 45-51

a. Hak pengembangan pribadi dan persamaan dalam hukum b. Hak perlindungan reproduksi

10.Hak Anak – Pasal 52-66 a. Hak hidup anak b. Status warganegara c. Hak anak yang rentan

(22)

e. Hak jaminan sosial anak

Pasal 18 UU No. 39 Tahun 1999 ini merupakan pasal yang tidak kalah pentingnya mengingat beberapa asas hukum yang terpatri di dalamnya.

Pasal 18 ayat (1) menyatakan: “Setiap yang ditangkap, ditahan, san dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana berhak dianggap tidak

bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang

pengadilan...”.disini berlaku asas Equality before the Law yaitu persamaan kedudukan dalam hukum bagi setiap orang.

Pasal 18 ayat (2) menyatakan: “Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan perundang-undangan yang

sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukan”. Pada pasal ini dengan tegas menyatakan bahwa hukum tidak berlaku surut atau menolak asas Retroaktif. Hal ini sama dengan yang diatur UUD 1945 pada pasal 28 I ayat (1).

Pasal 18 ayat (5) menyatakan: “Setiap orang tidak dapat dituntuk untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu yang telah memperoleh

putusan pengadilan yang berkekuatan huum tetap”. Disini berlaku asas ne bis in

idem.

C. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

(23)

Ad Hoc. Pengadilan HAM ini kewenangannya terbatas pada masalah-masalah pelanggaran HAM berat, seperti yang disebutkan dalam Pasal 4 UU No. 26 tahun 2000, yaitu sebagai berikut:

“Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus

perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.”

Dalam UU No. 26/2000 ini dijelaskan yang termasuk kategori HAM yang berat yang sesuai dengan Rome Statue of The International Criminal Court yang terdapat dalam pasal 7, pasal 8 dan pasal 9, yaitu:

1. Kejahatan Genosida (pembunuhan masal), yaitu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara:

a. Membunuh anggota kelompok

b. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok

c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok, yag akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya

d. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegak kelahiran di dalam kelompok, atau

(24)

2. Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang secara langsung ditujukan terhadap penduduk sipil, meliputi:

a. Pembunuhan; b. Pemusnahan; c. Perbudakan;

d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;

e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar asas-asas atau ketentuan pokok hukum internasional;

f. Penyiksaan;

g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;

h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnik, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; atau

i. Kejahatan apartheid

(25)

dalam Pasal 43 ayat (1) dan Pasal 47 ayat (1) UU No. 26/2000). Disamping itu, untuk pelanggaran HAM yang berat tidak berlaku kadaluarsa.

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 23 Nopember 2000, maka Undang-Undang Pengadilan HAM ini mencabut berlakunya Peraturan P

emerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (Pasal 50, Ketentuan penutup UU Pengadilan HAM). Namun dalam rangka penyelidikan, penyidikan dan penuntutan HAM yang berat sebagaimana diatur dalam Perpu No. 1 tahun 1999, selama tidak bertentanga dengan UU No. 26/2000 dinyatakan tetap berlaku (Pasal 48, Ketentuan penutup UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM ).

D. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis

Tindakan diskriminasi ras dan etnis berupa memberlakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan atau pemiihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya.34

Di Indonesia, tindakan diskriminasi ras dan etnis bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, Konstitusi 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Selain itu Negara mengakui bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya

34

(26)

di dalam hukum dan berhak atas perlindungan terhadap setiap bentuk diskriminasi ras dan etnis.35

Untuk menjamin tidak terjadinya konflik dan diskriminasi maka

pemerintah Indonesia membentuk sebuah Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis yang ditetapkan dan berlaku pada tanggal 10 November 2008.36

C. Kondisi HAM Serta Pelanggaran HAM yang Terjadi Di Papua Papua adalah daerah di ujung timur Indonesia yang selama ini masih menjadi perhatian publik nasional dan internasional karena situasi yang jauh dari kesan kondusif dan aman.Sejak awal, baik saat menjalankan adsministrasi pemerintahan sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) atau sesudah, Papua secara resmi menjadi bagian dari wilayah Indonesia.Pemerintah memilih dan menggunakan pendekatan keamanan (militer) dengan dalih menegakkan kedaulatan negara, mengikis habis gerakan separatisme yang telah ada sejak masa penjajahan Belanda.Bahkan pendekatan ini juga dijalankan oleh pemerintah pusat untuk menangani sejumlah gerakan masyarakat sipil yang kritis terhadap

pemerintah maupun perlawanan dari kelompok di Papua yang sejak awal menolak integrasi Papua ke Indonesia dengan jalan damai.

(27)

integrasi Papua ke Indonesia. Faktanya pendekatan keamanan dan militer masih dipertahankan dan digunakan dengan alasan ancaman keamanan dan kedaulatan negara.Kemudian ketika terjadi perubahan politik nasional seiring tumbangnya rezim orde baru tahun 1998, penanganan konflik Papua tidak beranjak dari pola pendekatan politik militer. Meskipun tahun 2001 pemerintah pusat yang ketika itu dipimpin oleh Presiden Megawati Soekarnoputri memberikan Otonomi Khusus (OTSUS) sebagai suatu alat politik terhadap Papua melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001, namun hal tersebut tidak menandakan adanya gejala perubahan pola penanganan di Papua, karena kenyataannya pendekatan yang bertumpu pada penggunaan aparat TNI masih diberlakukan.37

Pelanggaran HAM dapat dilakukan oleh siapa saja, dengan kata lain pelanggaran HAM tidak terbatas pada kalangan aparat negara dan militer namun dapat juga dilakukan oleh setiap orang atau kelompok.38Dengan satu ketentuan bahwa mereka telah melakukan tindakan yang masuk ke dalam kategori

pelanggaran HAM, misalnya mengganggu hak hidup, ketentraman hidup, kesejahteraan hidup, hak atas lingkunagan hidup dan lain-lain.39

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,

Hal demikian sesuai pula dengan ketentuan pasal 1 ayat 6 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan:

38

Hamid Awaludin, “Siapa Pelanggar HAM”, Forum Keadilan No. 51, 2 April 2000, hlm. 26.

39

(28)

menghalangi, membatasi dan atau membatasi Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin Undang-undang ini.

Pelanggaran HAM yang terjadi di Papua antara lain:

1. Pelanggaran Primer Pada UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pelanggaran yang termasuk dalam Undang-undang ini yaitu pelanggaran kebebasan individu untuk hidup (Liberty), pelanggaran keamanan (Safety), pelanggaran perlawanan terhadap penindasan (Resistance to Oppression). Seperti pembunuhan dengan segala cara dan juga pemerkosaan. Banyak pembunuhan yang dilakukan oleh TNI terhadap warga Papua yang kemudian tidak diusut dan dibiarkan begitu saja diantaranya: kasus Kimaam, Pembunuhan terhadap Thyes Eluay dan penghilangan sopirnya, Aristoteles Masoka, Kasus Wasior, Kasus Abepura, Kasus Wamena, Operasi Puncak Jaya, dan lain sebagainya.

2. Pelanggaran Terhadap Hak-hak Sipil dan Politik (Mengacu pada International Convenant on Civil and Political Rights)

Dalam hal ini, pelanggaran terkait dengan penyelewengan penerapan otonomi khusus yang pada realitanya ternyata tidak berpihak pada penduduk Papua.Juga terkait dengan pelanggaran pada MRP (Majelis Rakyat Papua) yang sangat dicampuri oleh pemerintah pusat dan bidang keuangan cenderung tidak transparan pada pembagian sumber daya alam Papua.Selain itu, pelanggaran yang mendasar adalah segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk Papua tidak pernah mengikutcampurkan suara Papua atau wakil-wakil Papua di dalamnya. 3. Pelanggaran Terhadap Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Terkait

(29)

Dalam hal ini, sektor ekonomi, pendidikan dan kesehatan penduduk Papua sangat buruk sekali.Hal ini dikarenakan pengalokasian APBD yang pada

realitanya tidak sesuai dengan angka yang tertera.Juga terkait dengan

pengeksploitasian sumber daya alam Papua yang hasilnya tidak bisa dinikmati oleh penduduk Papua itu sendiri.

4. Pelanggaran Terhadap Dikriminasi Rasial (Terkait Dengan International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination)

Pelanggaran di Papua mencakup pelanggaran terhadap diskriminasi rasial dikarenakan terjadinya diskriminasi bahwa semua orang Papua adalah anggota OPM dan tindakan sewenang-wenang TNI membunuh tanpa aturan dan tidak ada hukuman membuat populasi penduduk Papua menipis.Selain itu, apabila hal ini terus berkelanjutan, maka kekerasan tersebut bisa menjadi Genoside yaitu pemusnahan suatu ras atau suku.

5. Pelanggaran Diskriminasi Terhadap Perempuan (Terkait Dengan

Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against

Women)

Pelanggaran diskriminasi terhadap perempuan juga termasuk dalam pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, bahkan Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia belum mampu melindungi Perempuan terhadap hak asasinya antara lain dalam bentuk: Kekerasan berbasis gender yang bersifat kekerasan fisik, seksual atau psikologis, penganiayaan, pemerkosaan dan berbagai jenis pelecehan; Diskriminasi dalam lapangan pekerjaan dan Diskriminasi dalam sistem

(30)

Sementara itu, berdasarkan data yang diverifikasi oleh Papua Behind Bars, 1083 orang Papua telah ditangkap di seluruh Indonesia pada tahun 2015. Jumlah penangkapan ini merupakan jumlah tertinggi sejak tahun 2012.Mayoritas (80%) ditahan karena berpartisipasi atau merencanakan aksi damai. Pada tahun 2015 penggunaan Pasal 160 KUHP mengenai makar telah menurun secara signifikan tetapi penggunaan Pasal 160 KUHP mengenai tuduhan penghasutan justru meningkat. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa tindak penyiksaan di luar proses penahanan sering terjadi dan perlakuan buruk terhadap tahanan terus meningkat. Pada tahun 2015 terdapat 690 kasus perlakuan buruk terhadap tahanan.Laporan tersebut juga menyebutkan para narapidana politik menyatakan keprihatinan mereka karena kunjungan keluarga sering kali ditolak serta diawasi ketat oleh petugas keamanan, dan terdapat keluhan tentang keterbatasan akses terhadap perawatan kesehatan.Laporan Papua Behind Bars juga mencatat 11 orang meninggal akibat kekerasan aparat keamanan di Papua pada tahun 2015. Kesemua catatan kekerasan di atas, ironisnya berlangsung di saat Indonesia disebut sebagai negara demokrasi terbesar yang mempraktikkan demokrasi multipartai lewat pemilu yang bebas, adil dan damai sejak tahun 1999.40

Di bawah pemerintahan Jokowi-JK, pendekatan keamanan masih

(31)

Referensi

Dokumen terkait

1) Ciri Fisik dan Bahasa.. Ciri lain dari Asimilasi tersebut adalah ciri biologis yang khas misalnya bentuk wajah, hidung, warna kulit yang membedakan dengan

At the same time, Bank Indonesia shared that it may maintain the benchmark rate at 7.5%, this would trigger more selling activity as market will start to

Pada penelitian ini didapatkan bahwa kelompok terbesar adalah kelompok jenis kelamin perempuan usia 20—40 tahun, berpendidikan SMU, jumlah yang bekerja hampir sama dengan yang

Hasil analisis denyut nadi sesudah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol memperlihatkan bahwa denyut nadi kelompok intervensi (65 kali/ menit)

Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil analisis didapatkan nilai OR dari variabel Ruang Dinas Melati Bawah adalah 24,2 artinya perawat yang berada di Ruang Dinas Melati Bawah

Tingkat Kesesuaian Dimensi Kualitas Jasa Layanan Terhadap Kepuasan Penumpang Maskapai Garuda Indonesia Rute Makassar – Jakarta. Makasar: Program Magister Manajemen Fakultas

Beberapa indikator yang bisa dipenggunakan terhadap penilaian dampak kesehatan masyarakat antara lain Human Development Index (HDI), Physical Quality of Life Index (PQLI),

Hal ini dikarenakan oleh banyaknya anggota kelompok dukungan ter- sebut, dukungan emosi yang diberikan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan baik dari segi waktu