• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disparitas Putusan Hakim Terhadap Kasus kekerasan Fisik dalam Tumah Tangga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Disparitas Putusan Hakim Terhadap Kasus kekerasan Fisik dalam Tumah Tangga"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ATURAN HUKUM YANG MENGATUR MENGENAI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

A.Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Anggapan perilaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hanyalah

masalah domestik rumah tangga semata ternyata menimbulkan masalah yang

serius dalam menjaga keutuhan sebuah biduk rumah tangga. Ketidakharmonisan

dalam rumah tangga sedikit banyak dapat mempengaruhi kehidupan sosial

bermasyarakat.

Para korban tidak seharusnya berkecil hati karena penderitaan yang

dialami. Pemerintah telah memberikan perlindungan kepada korban melalui

Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)

serta PP No 4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan

Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga bahkan dalam KUHP ada beberapa

Pasal yang dapat digunakan oleh korban kekerasan untuk mengadukan pelaku

kepada pihak yang berwajib.

Kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya dilakukan terhadap pasangan

suami isteri saja tetapi juga memiliki ruang lingkup yang lebih besar, ruang

lingkup rumah tangga menurut Undang-undang meliputi :†††††††

a. Suami, istri dan anak. Termasuk juga anak angkat dan anak tiri. b. Orang-orang yang mempunyai hubungsn keluarga dengan orang

karena hubungan darah, perkawinan, pesusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga. Hubungan perkawinan misalnya mertua, menantu, ipar dan besan. dan / atau c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam

rumah tangga tersebut. Orang yang bekerja dipandang sebagai

†††††††

(2)

anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

Untuk mencegah atau melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan

dalam rumah tangga, masyarakat dan negara wajib melaksanakan pencegahan,

perlindungan dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan

Undang-undang Dasar 1945. Negara berpandangan bahwa segala bentuk

kekerasan, penindasan diskriminasi terutama kekerasan dalam rumah tangga

merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

manusia.

Pandangan negara tersebut didasarkan pada Pasal 28 Undang Undang

Dasar 1945, beserta perubahannya Pasal 28 G (ayat 1) UUD 1945 menentukan

bahwa “setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,

martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman

dan perlindungan dari ancaman kekuatan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu

yang merupakan hak azazi “. Pasal 28 H (Ayat 2) UUD 1945 menentukan bahwa “setiap orang berhak atas kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh

kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan

“‡‡‡‡‡‡‡

Adapun Pasal –Pasal dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak ada yang membicarakan tentang kekerasan secara eksplisit, namun ada beberapa

‡‡‡‡‡‡‡

(3)

Pasal yang dapat digunakan oleh korban kekerasan untuk mengadukan pelaku

kepada pihak yang berwajib. Pasal-Pasal tersebut adalah :§§§§§§§

1. Kejahatan kesusilaan, Bab XIV Pasal 281-297.

2. Pelanggaran kesusilaan, Bab VI, Buku III , Pasal 523-535 3. Penganiayaan, Bab XII, Pasal 351-356.

4. Kejahatan terhadap nyawa, Bab XIX. Pasal 338-340.

5. Kejahatan terhadap Kemerdekaan orang, Bab XVIII Pasal 328,330 dan 332.

6. Pemerasan dan pengancaman, Bab XIII Pasal 368

Sebelum disahkannya Undang-undang No.23 Tahun 2004 yang secara

khusus mengatur Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, maka

secara umum kekerasan fisik yang lazim disebut dengan penganiayaan yang telah

diatur dalam KUHP yaitu:********

Pasal 351 KUHP:

1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak –banyaknya Rp 4500,

2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya lima tahun

3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun

Pasal 352 KUHP Yaitu :††††††††

1) Selain dari pada dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sebagai penganiayaan ringan, dihukum penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda, sebanyak-banyaknya Rp.4500, Hukuman ini boleh ditambah dengan sepertiganya, bila, kejahatan itu dilakukan terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada dibawah perintahnya .

2) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum

Pasal 353 KUHP yaitu :‡‡‡‡‡‡‡‡

§§§§§§§

Nurul Anisa. 2016. Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Fisik Yang Dilakukan oleh Suami Terhadap Isteri (Studi Kasus Putusan Nomor 53/Pid.B/2015/PN. Mrs). Makassar: Universitas Hasanuddin.

******** Ibid. ††††††††

(4)

1) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.

2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun

3) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya ia dihukum penjara selama-lamanya Sembilan tahun

Pasal 354 KUHP yaitu :§§§§§§§§

1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena penganiayaan berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun

2) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya sitersalah dihukum penjara selama-lamanya sepuluh tahun.

Pasal 355 KUHP yaitu :*********

1) Penganiayaan berat yang dilakukan terencana terlebih dahulu, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun

2) Jika perbuatan itu menyebabkan kematian orangnya, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 356 KUHP yaitu : Hukuman yang ditentukan dalam Pasal 351, 353,

354, dan 355 dapat ditambah dengan sepertiganya :†††††††††

1. Juga sitersalah melakukan kejahatan itu kepada ibunya, bapanya yang sah, isterinya (suaminya ) atau anaknya .

2. Jika kejahatan itu dilakukan kepada seseorang pegawai negeri pada waktu atau sebab ia menjalankan pekerjaan yang sah.

3. jika kejahatan itu dilakukan dengan memakai bahan yang merusakkan jiwa atau kesehatan orang.

B.Dalam Undang-undang No 23 Tahun 2004

Terlebih dahulu akan dikemukakan bahwa Undang-undang Nomor 23

Tahun 2004, Sebagaimana halnya undang-undang khusus yang lain, mempunyai

‡‡‡‡‡‡‡‡Ibid §§§§§§§§

Ibid *********

Ibid †††††††††

(5)

hubungan yang erat dengan kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Hubungan tersebut terletak pada Buku I KUHP tentang Aturan Umum, yang

terdiri atas pasal 1 sampai dengan Pasal 103 KUHP.

Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 menetapkan sanksi pidana bagi

barang siapa yang melanggarnya. Oleh karena itu, ketentuan yang tercantum

dalam Bab 1 KUHP, juga berlaku bagi Undang-undang Nomor 23 tahun 2004

Misalnya Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi :‡‡‡‡‡‡‡‡‡

“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana

dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.”

Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut mengandung makna, bahwa suatu

perbuatan baru dapat dijatuhi pidana, setelah ada undang-undang yang

mengaturnya terlebih dahulu. Berarti dalam menjatuhkan pidana, harus

berpedoman pada undang-undang yang tertulis. Hal ini diperjelas oleh Pasal 1

KUHP yang menganut asas legalitas (principles of legality) yakni asas yang

menentukan bahwa tiap-tiap perbuatan pidana harus ditentukan sebagai demikian

oleh suatu aturan undang-undang. Dalam bahasa latin:Nullum delictum, nulla

poena sine praevia lege poenali (tidak ada delik, tiada pidana tanpa terlebih

dahulu diadakan ketentuan pidana).§§§§§§§§§

Selanjutnya ditentukan barang siapa melakukan perbuatan pidana diancam

dengan pidana. Akan tetapi, tidak setiap orang yang melakukan perbuatan pidana

tersebut meski dipidana. Karena untuk menjatuhkan pidana pada seseorang,

dikenal asas yang berbunyi :”tidak dipidana jika tidak ada kesalahan” Jadi, dalam

‡‡‡‡‡‡‡‡‡Moerti,Op.Cit.,hal.154. §§§§§§§§§

(6)

hal ini harus dibuktikan dulu ada tidaknya kesalahan seseorang. Hal ini berkaitan

dengan masalah dapat dipertanggungjawabkannya seseorang atas perbuatan yang

telah dilakukan. Jadi mengenal criminal responsibility. Adapun bentuk kesalahan

ada dua, yaitu kesengajaan dan kealpaan. “kesengajaan dilakukan dengan dilandasi adanya “niat” untuk melakukan suatu perbuatan pidana, sedangkan dalam “kealpaan “ tidak terdapat unsur –unsur “niat” tersebut. Misalnya dalam

kasus kekerasan dalam rumah tangga, harus dibuktikan dulu adanya kesalahan

dari pelaku, yaitu kesengajaan atau kealpaan. Karena hal ini berkaitan juga dengan

masalah pertanggungjawaban dan kemampuan bertanggungjawab dari si pelaku.

Pasal lain yang berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah

pasal 10 KUHP tentang jenis-jenis pidana. Pasal 10 KUHP ini masih relevan

diterapkan pada kasus kekerasan dalam rumah tangga.**********

Pidana yang dijatukan pada pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah

pidana penjara atau denda, sedangkan pidana tambahan, berbeda dengan Pasal 10

KUHP. Dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 disebutkan

pidana tambahan bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai

berikut :††††††††††

a. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku.

b. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.

Pembatasan gerak pelaku selain bertujuan menjauhkan pelaku dari korban,

juga bertujuan ntuk melindungi korban, karena dari beberapa kasus yang pernah

**********

Ibid.,hal.155.

(7)

terjadi, pelaku sering melakukan terror kepada korban. Bentuk terror tersebut

dapat melalui telepon, surat atau sms. Upaya lain untuk menjauhkan pelaku dari

korban adalah menempatkan korban di “rumah aman “di suatu tempat yang tidak diketahui oleh pelaku.

Adapun penetapan pelaku untuk mengikuti program konseling, merupakan

suatu upaya untuk mengubah sikap atau perangai dari pelaku, agar tidak

melakukan tindak kekerasan lagi. Keberhasilan upaya ini sebagian juga

tergantung pada karakter dan latar belakang keluarga pelaku.

Selanjutnya akan diuraikan beberapa Pasal dari Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) yang lain, namun perlu diuraikan lagi tentang pengertian

“kekerasan” yang terdapat dalam pasal 89 KUHP yang berbunyi : “membuat

orang pingsan atau tidak berdaya, disamakan dengan menggunakan

kekerasan”‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Akan tetapi, selanjtunya tidak diperjelas bagaimana cara membuat orang

tidak berdaya tersebut. Karena dalam kenyataanya membuat orang tidak berdaya

bisa dilakukan dengan 2 (dua) cara, secara fisik, misalnya dipukul dan secara

nonfisik, misalnya dibius. Tindak pidana yang dapat terjadi dalam ruang lingkup

rumah tangga, secara umum merupakan tindak kekerasan terhadap perempuan.

Perbuatan ini misalnya, dapat berupa : tindak pidana perkosaan (Pasal 285 KUHP

), Karena tindak pidana tersebut selalu dilakukan dengan kekerasan . Jenis tindak

pidana perkosaan adalah tindak perkosaan terhadap perempuan yang sedang

pingsan (pasal 286 KUHP), Perkosaan terhadap istri dibawah umur (Pasal 288

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

(8)

(KUHP), Perbuatan cabul/ pelecehan seksual (Pasal 294 KUHP), tindak pidana

pidana pembunuhan (Pasal 388 KUHP ) dan tindak pidana penganiayaan (pasal

351,353,354,355, dan Pasal 356 KUHP ) Tindak pidana yang telah disebutkan di

muka, menurut ketentuan Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 merupakan

kekerasan fisik. pasal 6 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 menyebutkan

bahwa, kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh

sakit atau luka berat.§§§§§§§§§§

Selanjutnya, perlu dikemukakan di sini bunyi pasal 285 KUHP sebagai

berikut :***********

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa

seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena

melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun .” Dari bunyi pasal tersebut, dapat diuraikan unsur- unsur Pasal 285 KUHP

tentang perkosaan sebagai berikut :†††††††††††

a. Barang siapa, artinya pelaku adalah semua orang, laki-laik, dari segala usia, tidak dibatasi dalam derajad dan kedudukan sosialnya.

b. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, di sini tidak disebutkan bagaimana kekerasan itu dilakukan, sedangkan ancaman kekerasan dapat dikategorikan di dalam perbuatan nonfisik.

c. Memaksa seorang wanita berarti perbuatan tersebut dilakukan terhadap perempuan, bukan terhadap laki-laki dan perbuatan tersebut dilakukan dengan paksaan.

d. Bersetubuh diluar perkawinan. Artinya tujuan yang ingin dicapai oleh pelaku adalah terjadinya persetubuhan, yang dilakukan diluar perkawinan.

Jadi, dalam hal ini tindak perkosaan tidak dapat dilakukan dalam sebuah

perkawinan. Dengan perkataan lain dalam kitab undang –undang Hukum pidana

§§§§§§§§§§ Ibid. ***********

Ibid.,hal.157.

(9)

tidak dikenal adanyatindak perkosaan dalam perkawinan, sehingga untuk dapat

disebut tindak pidana perkosaan, perbuatan tersebut harus dillakukan di luar

perkawinan.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Masalah tindak perkosaan dalam perkawinan merupakan bahan

perbincangan yang menarik, karena pada kekerasan dalam rumah tangga, dapat

terjadi pemaksaan hubungan seksual oleh suami terhadap istri. Namun tentang hal

ini, meskipun telah diatur secara khusus dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 23

Tahun 2004, tetapi tidak menyebutkan apakah kekerasan seksual dilakukan

terhadap istri. Selain itu juga tidak diadakan perincian apakah perkosaan (tindak

kekerasan) tersebut dilakukan terhadap perempuan yang sedang pingsan atau tidak

berdaya (Pasal 286 KUHP ), Tehadap perempuan yang belum berumur lima belas

tahun (pasal 287 KUHP) atau persetubuhan dengan seorang perempuan dalam

perkawinan yang sepatutnya dapat diduga belum waktunya dinikahi (Pasal 288

KUHP ) Atau dilakukan perbuatan cabul terhadap anaknya, anak tiri, anak

angkatatau anak di bawah asuhannya (Pasal 294 KUHP ).§§§§§§§§§§§

Dalam Pasal 8 butir a Undang–undang Nomor 23 Tahun 2004 hanya

disebutkan :”Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang

menetap dalam lingkup rumah tangga”. Demikian pula pasal 46 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, tidak menjelaskan kekerasan seksual tersebut ditujukan

kepada siapa. Apakah ditujukan kepada istri, anak, atau orang lain yang tinggal

serumah.************

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡Ibid.,hal.158. §§§§§§§§§§§

Ibid.,hal.158.

************

(10)

Hal ini berbeda dengan apa yang telah diatur dalam Pasal 44 dan Pasal 45

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, yang secara tegas menyebutkan bahwa

kekerasan fisik dan psikis dapat dilakukan oleh suami terhadap istri atau

sebaliknya, oleh istri terhadap suami.

Dalam hal kekerasan fisik mengakibatkan matinya korban (Pasal 44 ayat

(3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 ), ditentukan adanya pemberatan

pidana (hukuman). jadi tidak diatur dalam pasal tersendiri seperti pada Kitab

Undang –undang Hukum Pidana, yaitu dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi

“barang siapa menghilangkan nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan”.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana kekerasan fisik digolongkan

pada tindak pidana penganiayaan dan dikelompokkan ke dalam beberapa jenis

,seperti penganiayaan biasa, penganiayaan berat, penganiayaan sampai korban

meninggal atau penganiayaan yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu dan

penganiayaan terhadap ibu, bapak, istri dan anak (pasal 351 sampai dengan Pasal

356 KUHP,)††††††††††††

Adapun kekerasan psikis, diatur dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 23

Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa :

“Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,

hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak ,rasa tidak

bahagia dan penderitaan psikis berat pada seseorang “.

Hal ini berbeda dengan apa yang diatur dalam pasal 310 sampai dengan

318 KUHP, yang hanya menyebutkan dengan sengaja menyerang kehormatan

atau nama baik seseorang atau melakukan penghinaan (penghinaan dapat

dikategorikan sebagai kekerasan psikis bunyi pasal 310 KUHP adalah :

(11)

“(1) Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik

seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam, karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan ,dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka ditentukan, karena pencemaran tertulis, pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan

terang dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk bela diri”.

Jadi akibat dari perbuatan pelaku terhadap korban, tidak disebutkan secara

rinci seperti yang tercantum dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 23 Tahun

2004 tersebut. Berikut ini akan diuraikan Pasal 335 KUHP, yang dapat

dikategorikan ke dalam kekerasan fisik dan psikis. Bunyi Pasal 335 KUHP :

“(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda

paling banyak tiga ratus ribu rupiah :

Ke-1 : barang siapa secara hukum memaksa orang lain supaya melakukan , tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakukan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.

Ke-2 : Barang siap memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.

(2) Dalam hal diterangkan ke-2 kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.

Masalah pencemaran dan perbuatan tidak menyenangkan, dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dapat dilakukan secara fisik (dengan kekerasan) dan psikis (dengan ancaman kekerasan), berlaku untuk semua orang. Sedangkan kalau perbuatan tersebut terjadi dalam lingkup rumah tangga, hanya ditujukan pada orang tertentu saja, yaitu istri, anak, dan orang yang tinggal dalam rumah tersebut.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 juga merumuskan ketentuan

pidana sebagai bagian penegakan hukum atas UU no . 23 Tahun 2004 .rumusan

ketentuan pidana dimaksud tertuang dalam Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47,

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

(12)

Pasal 48, Pasal 49 , Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53 UU No. 23 Tahun

2004.

Ketentuan Pasal 44 ayat (1), (2), (3),(4), UU no 23 Tahun 2004 berbunyi

sebagai berikut:§§§§§§§§§§§§

„‟(1)Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(lima ) tahun atau denda paling banyak Rp 15000.000,00 (lima belas juta rupiah ).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapatkan jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh ) tahun atau denda paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah ).

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas ) tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah ).

(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencarian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4(empat) bulan atau denda paling banyak Rp5.00.000.00(lima juta rupiah).”

Kemudian pasal ini perlu dikaitkan dengan Pasal 51 dari undang undang

yang sama, yang berbunyi :*************

“Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44

ayat (4) merupakan delik aduan.”

Ketentuan Pasal 45 ayat (1) dan (2) UU No.23 Tahun 2004 berbunyi

sebagai berikut :.

‟(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan huruf b dipidana dengan

perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaiman dimaksud dalam pasal 5 huruf b dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9000.000,00 (Sembilan juta rupiah).

§§§§§§§§§§§§

Aziz Syamsuddin, Op.Cit, hal.106.

(13)

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencarian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4(empat)

bulan atau denda paling banyak Rp.3000.000.00 ( tiga juta rupiah ).”†††††††††††††

Pasal 44 berkaitan dengan Pasal 52 dari Undang-undang yang sama yang

berbunyi :

“Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan.”

Ketentuan pasal 46 UU No. 23 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut.

“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12(dua belas ) tahun atau denda paling banyak Rp36.000.000,00 ( tiga puluh enam

juta rupiah).”‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Pasal 46 tersebut berkaitan dengan pasal 53 dari undang-undang yang

sama yang berbunyi :

“Tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 46

yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya merupakan delik aduan

.”

Ketentuan pasal 47 UU No. 23 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut .

“ Setiap orang yang memaksa menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaiman dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana penjara paling lama 15 (lima belas ) tahun atau denda paling sedikit Rp12.000.000.00 ( dua belas juta rupiah ) atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 ( Tiga ratus juta rupiah ).§§§§§§§§§§§§§

Ketentuan Pasal 48 UU No. 23 Tahun 2004 Berbunyi sebagai berikut .

„‟ Dalam hal perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang – kurangnya selam 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat refroduksi, dipidana penjara paling singkat 5(lima) tahun

†††††††††††††Ibid.

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡Ibid.,hal.107. §§§§§§§§§§§§§

(14)

dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp25000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah )dan denda paling banyak

Rp500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 49 UU N0. 23 tahun 2004 berbunyi sebagai berikut .

“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda

paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang : a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana

dimaksud dalam pasal 9 ayat (1);

b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).” Ketentuan pasal 50 UU No. 23 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut .

“ Selain pidana yang dimaksud dalam bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa :

a. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;

b. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu

Ketentuan Pasal 51 UU No. 23 tahun 2004 berbunyi sebagai berikut .

“Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) merupakan delik aduan .”

Ketentuan pasal 52 UU No. 23 tahun 2004 berbunyi sebagai berikut.

“Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan .”

Ketentuan pasal 53 UU No. 23 tahun 2004 berbunyi sebagai berikut .

“Tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana yang dimaksud dalam

pasal 46 yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya merupakan

delik aduan.”:**************

**************

(15)

C.Dalam Peraturan pemerintah No.4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Setelah diketahui korban mengalami kekerasan, maka korban berhak

mendapatkan upaya pemulihan dari pemerintah. Upaya pemulihan Korban adalah

segala upaya untuk penguatan korban kekerasan dalam rumah tangga agar lebih

berdaya, baik secara fisik maupun psikis.

Upaya pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga perlu terus

dilakukan, yang pelaksanaanya dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu

antarlintas sector baik pada tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.

Untuk kelancaran pelaksanaan pemulihan korban kekerasan dalam rumah

tangga, perlu peraturan perundang-undangan yang Penyelenggaraan dan kerja

sama antarinstansi pemerintahan dengan melibatkan masyarakat. Upaya

pemulihan tersebut merupakan amanat dari Pasal 43 Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Guna

menunjang pelaksanaan tersebut, perlu pengaturan mengenai penyelenggaraan

dan kerja sama pemulihan korban dengan menentukan tugas dan fungsi

masing0masing dan kewajiban serta tanggung-jawab tenaga kesehatan, pekerja

social, pembimbing rohani dan relawan pendamping.††††††††††††††

Pendampingan adalah segala tindakan berupa konseling, terapi psikologis,

advokasi, dan bimbingan rohani, guna penguatan diri, korban kekerasan dalam

rumah tangga untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.Kerjasama

adalah cara yang sistematis dan terpadu antar penyelenggara pemulihan dan

††††††††††††††

(16)

memberikan pelayanan untuk memulihkan korban kekerasan dalam rumah

tangga.Petugas penyelenggara pemulihan adalah tenaga kesehatan, relawan,

pendamping, dan /atau pembimbing rohani.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Penyelenggaraan pemulihan terhadap korban dilaksanakan oleh instansi

pemerintah dan pemerintah daerah serta lembaga sosial sesuai dengan tugas dan

fungsi masing-masing, termasuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk

pemulihan korban.

Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Ruang pelayanan khusus dijajaran kepolisian b. Tenaga yang ahli dan propesional

c. Pusat pelayanan dan rumah aman; dan

d. Sarana dan prasarana lain yang diperlukan untuk pemulihan korban.

Menteri dapat melakukan kordinasi dengan instansi terkait dalam

melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

((2).§§§§§§§§§§§§§§ Menteri juga menetapkan pedoman pemulihan korban kekerasan

dalam rumah tangga yang sensitive gender berdasarkan standard pelayanan

minimal, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.***************

Penyelenggaraan kegiatan pemulihan korban meliputi :†††††††††††††††

1. Pelayanan kesehatan 2. Pendampingan korban 3. Konseling

4. Bimbingan rohani dan 5. Resosialisasi.

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan disarana kesehatan

milik pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, termasuk swasta dengan

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Lihat Pasal 1 PP No 4 tahun 2006. §§§§§§§§§§§§§§

Lihat Pasal 2 PP No 4 tahun 2006.

***************

Lihat Pasal 3 PP No 4 tahun 2006. ΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏ

(17)

cara memberikan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan korban.

Pendampingan korban dilakukan oleh tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan

pendamping, dan/ atau pembimbing rohani dengan cara memberikan konseling,

terapi, bimbingan rohani dan advokasi guna penguatan dan pemulihan diri korban.

Pemberian konseling dilakukan oleh pekerja sosial relawan pendamping

dengan mendengarkan secara empati dan menggali permasalahan untuk penguatan

psikologis korban. Bimbingan rohani dilakukan oleh pembimbing rohani dengan

cara memberikan penjelasan mengenai hak dan kewajibannya, serta penguatan

iman dan takwa sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.

Resosialisasi korban dilaksanakan oleh instansi sosial dan lembaga sosial agar

korban dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya dalam

masyarakat.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Untuk kepentingan pemulihan, korban berhak

mendapatkan pelayanan dari tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan

pendamping, dan /atau pembimbing rohani.§§§§§§§§§§§§§§§

Tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan pengobatan dan

pemulihan kesehatan korban sesuai dengan standard profesi, standard prosedur

operasional. Dan kebutuhan medis korban. Pelayanan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan disarana kesehatan dasar dan sarana kesehatan rujukan

milik pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat termasuk swasta. Ketentuan

lebih lanjut sebagaimana yang dimaksud Pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan

peraturan menteri kesehatan.****************

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Lihat Pasal 5 PP No 56 tahun 2006. §§§§§§§§§§§§§§§

Lihat Pasal 6 PP No 4 Tahun 2006.

****************

(18)

Dalam memberikan pelayanan kepada korban, tenaga kesehatan

melakukan upaya :

a. Anamnesis kepada korban b. Pemeriksaan kepada korban c. Pengobatan penyakit

d. Pemulihan kesehatan, baik fisik maupun psikis e. Konseling ; dan/ atau

f. Merujuk kesarana kesehatan yang lebih memadai bila diperlukan.

Selain upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kasus tertentu,

tenaga kesehatan dapat melakukan :

a. pelayanan keluarga berencana darurat untuk korban perkosaan ; dan b. pelayanan kesehatan reproduksi lainnya sesuai dengan kebutuhan

medis

Dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2

tenaga kesehatan harus membuat rekam medis sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Untuk setiap tindakan medis yang akan dilakukan oleh

tenaga kesehatan harus ada persetujuan tindakan medis (informed consent) dari

korban atau keluarganya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk keperluan penyidikan, tenaga kesehatan yang berwenang harus membuat

visum et revertum psichiatricum atau membuat surat keterangan medis. Ketentuan

lebih lanjut sebagaiman yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan

peraturan menteri kesehatan.††††††††††††††††

Pekerja sosial dalam memberikan pelayanan kepada korban, dapat

dilakukan dirumah aman, pusat pelayanan atau tempat tinggal alternative milik

pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat. Dalam hal diperlukan dan atas

persetujuan korban, korban dapat ditempatkan oleh pekerja sosial dirumah aman,

††††††††††††††††

(19)

pusat pelayanan, atau tempat tinggal alternative yang aman untuk melindungi

korban dari ancaman. Pengadaan rumah aman, pusat pelayanan, atau tempat

tinggal alternative yang dilakukan masyarakat dapat difasilitasi oleh pemerintah

dan/ atau pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan pelayanan

pada rumah aman, atau tempat tinggal alternative milik pemerintah, diatur dengan

peraturan menteri sosial.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Menteri sosial dan menteri kesehatan, setelah memperhatikan saran dan

pertimbangan menteri, dapat menyelenggarakan pusat pelayanan milik

pemerintah.§§§§§§§§§§§§§§§§

Dalam memberikan pelayanan pemulihan kepada korban, pekerja social

melakukan upaya :

a. Menggali permasalahan korban untuk membantu pemecahan masalahnya b. Memulihkan korban dari kondisi traumatis melalui terapi psikososial c. Melakukan rujukan kerumah sakit atau rumah aman atau dengan

pelayanan atau tempat alternative lainnya sesuai dengan kebutuhan korban d. Mendampingi korban dalam upaya pemulihan melalui pendampingan dan

konseling dan /atau

e. Melakukan resosialisasi agar korban dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya didalam masyarakat.*****************

Dalam memberikan pelayanan pemulihan kepada korban, relawan

pendamping melakukan upaya :†††††††††††††††††

a. Membangun hubungan yang setara dengan korban agar bersedia membuka diri dalam mengemukakan persoalannya

b. Berempati dan tidak menyalahkan korban mengenai atau yang terkait dengan permasalahannya

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Lihat Pasal 9 PP No 4 tahun 2006. §§§§§§§§§§§§§§§§

Lihat Pasal 10 PP No 4 tahun 2006.

*****************

Lihat Pasal 11 PP No 4 tahun 2006. ΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏ

(20)

c. Meyakinkan kepada korban bahwa tidak seorang pun boleh melakukan tindakan kekerasan

d. Menanyakan apa yang ingin dilakukan dan bantuan apa yang diperlukan e. Memberikan informasi dan menghubungkan dengan lembaga atau

perorangan yang dapat membantu mengatasi persoalannya dan /atau f. Membantu memberikan informasi layanan konsultasi hukum.

Dalam memberikan pelayanan pemulihan kepada korban, pembimbing

rohani melakukan upaya:‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

a. Menggali informasi dan mendengarkan keluah kesah dari korban

b. Mempertebal keimanan dan ketakwaan korban serta mendorong untuk menjalankan ibadat menurut agama masing-masing korban dan kepercayaannya itu

c. Menyarankan pemecahan masalah kekerasan dalam rumah tangga menurut agama masing-masing korban dan kepercayaannya itu

d. Memberikan pemahaman mengenai kesetaraan laki-laki dan perempuan. Pelayanan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan

Pasal 12 dapat diberikan juga kepada pelaku dan anggota

keluarganya.§§§§§§§§§§§§§§§§§

Kerja Sama Pemulihan

Menteri dapat melakukan kordinasi mengenai pelaksanaan kerja sama

dalam rangka pemulihan korban. Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana

yang dimaksud pada ayat (1) menteri dapat membentuk forum kordinasi pusat

yang keanggotaanya berasal dari instansi terkait dan masyarakat yang peduli

terhadap penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Ketentuan lebih lanjut

mengenai pelaksanaan kordinasi, syarat dan tata cara pembentukan forum

kordinasi diatur dengan peraturan menteri.******************

ΐΐΐΐΐΐΐΐΐΐΐΐΐΐΐΐΐ

Lihat Pasal 13 PP No 4 tahun 2006.

§§§§§§§§§§§§§§§§§

Lihat Pasal 14 PP No 4 tahun 2006.

******************

(21)

Untuk melaksanakan kerja sama dalam rangka pemulihan korban.

pemerintah daerah dapat melakukan kordinasi antar instansi terkait dengan

masyarakat yang peduli terhadap penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Kordinasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu badan

khusus membidangi pemberdayaan perempuan dan anak. Badan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk oleh gubernur.††††††††††††††††††

Tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan pembimbing

rohani dapat melakukan kerja sama dalam melaksanakan pemulihan korban.Kerja

sama sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan sehari-hari

sebagai berikut :

a. Melakukan rujukan dalam pelaksanaan upaya pemulihan korban; dan

b. Penyiapan fasilitas rumah aman atau tempat alternative bagi

korban.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Dalam hal tertentu, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping

dan/atau pembimbing rohani dapat menjalin kerja sama dengan :

a. Kepolisian, untuk melaporkan dan memproses pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga

b. Advokat, untuk membantu korban dalam proses peradilan

c. Penegak hukum lainnya, untuk membantu korban dalam proses disidang pengadilan

d. Komisi Nasiaonal Anti Kekerasan terhadap perempuan; e. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

f. Pihak tertentu yang diinginkan demi kepentingan korban.§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Untuk penyelenggaraan pemulihan, pemerintah dan pemerintah daerah

sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dapat melakukan kerjasama

†††††††††††††††††† Lihat Pasal 16 PP No 4 tahun 2006. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Lihat Pasal 17 PP No 4 tahun 2006. §§§§§§§§§§§§§§§§§§

(22)

dengan masyarakat atau lembaga sosial, baik nasional maupun internasioanl yang

pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.*******************

Pemerintah dan pemerintah daerah :†††††††††††††††††††

a. Menjamin terlaksananya kemudahan pelayanan kepada korban

b. Mengupayakan efektivitas dan efisiensi bagi proses pemulihan korban dan c. Mengupayakan terciptanya kerjasama dan koordinasi dalam upaya

pemulihan korban.

Menteri melakukan pemantauan, evaluasi, dan peningkatan kinerja

pelaksanaan kerjasama pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga secara

transparan dan bertanggung jawab.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Pembiayaan

Segala biaya untuk pelaksanaan pemulihan yang dilakukan oleh

pemerintah dan pemerintah daerah terhadap korban kekerasan dalam rumah

tangga dibebankan pada :§§§§§§§§§§§§§§§§§§§

a. Anggaran pendapatan belanja negara b. Anggaran pendapatan belanja daerah; dan

c. Sumber pendapatan lain yang sah yang perolehannya sesuai dengan peraturan perundang undangan.

*******************

Lihat Pasal 19 PP No 4 tahun 2006. ΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏΏ

Lihat Pasal 20 PP No 4 tahun 2006.

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Lihat Pasal 21 PP No 4 tahun 2006. §§§§§§§§§§§§§§§§§§§

Referensi

Dokumen terkait

Dasar kolaborasi adalah adanya rantai anggota yang memiliki jumlah tingkatan jaringan rantai pasok bisa beragam dan memiliki peran ( role ) yang berbeda pada

Lemahnya ikatan karbon aktif dengan LAS dapat disebabkan oleh adsorpsi yang bersifat bilayer, karena lapisan kedua mempunyai energi lebih kecil daripada yang pertama sehingga

celebrity endorser karena Tasya Kamila multitalent dan Dalam penyampaian pesan iklan produk Garnier Facial Wash Fruit Energy Tasya Kamila terlihat karismatik” masuk pada

Asal ibu dan bapak memberikan kesempatan yang berimbang untuk anak berlatih berbahasa dengan orang lain maupun orangtuanya, maka tidak ada yang perlu

Paparan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) yang dilaksanakan dalam penelitian ini cukup efektif, karena dapat meningkatkan

Salah satu produk yang dibuat dari tempurung kelapa adalah pembuatan arang tempurung yang merupakan bahan baku untuk pembuatan arang briket yang pada proses selanjutnya

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa (1) terdapat hubungan positif dan signifikan antara pengetahuan kewirausahaan dengan

Langkah pengumpulan data adalah satu tahap yang sangat menentukan terhadap proses dan hasil penelitian yang akan dilaksanakan tersebut. Kesalahan dalam melaksanakan