• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan Bagian Sumber Daya Manusia di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan Bagian Sumber Daya Manusia di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

18 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai upaya untuk mempengaruhi

banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan (Dubrin, 2005:4). Thoha

(2008:262) mendefenisikan kepemimpinan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi

perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan

maupun kelompok dalam mencapai suatu tujuan organisasi.

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan

organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi

untuk memperbaiki kelompok dan budaya (Rivai dan Mulyadi, 2008:3). Menurut

Siagian (2003:154) kepemimpinan adalah suatu kegiatan yang tidak hanya

dibatasi oleh aturan-aturan atau tata krama birokrasi, tidak harus diikat dalam

organisasi tertentu, melainkan dapat terjadi dimana saja, asalkan seseorang

menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah

tercapainya suatu tujuan tertentu.

Menurut Robbins (2008:342) kepemimpinan adalah sebagai kemampuan

untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau

(2)

19 2.1.2 Sifat-Sifat Pemimpin

Menurut Kartono (2011:47) sifat-sifat pemimpin terdiri dari :

1. Kekuatan

Kekuatan badaniah dan rohaniah merupakan syarat pokok bagi pemimpin

yang harus bekerja lama dan berat pada waktu-waktu yang lama serta

tidak teratur, dan ditengah-tengah situasi yang sering tidak menentu.

2. Stabilitas emosi

Pemimpin yang baik itu memiliki emosi yang stabil, artinya seorang

pimpinan tidak mudah tersinggung perasaan dan tidak meledak-ledak

secara emosional.

3. Pengetahuan tentang relasi insani

Seorang pemimpin harus memajukan dan mengembangkan semua bakat

serta potensi anggotanya, untuk dapat bersama-sama maju dan merasakan

kesejahteraan.

4. Kejujuran

Pemimpin yang baik harus memiliki kejujuran yang tinggi, yaitu jujur

pada diri sendiri dan pada orang lain (terutama bawahannya).

5. Objektif

Pertimbangan pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani yang bersih,

supaya objektif (tidak subjektif, berdasarkan prasangka sendiri).

6. Dorongan pribadi

Keinginan dan kesesuaian untuk menjadi pemimpin itu harus muncul dari

(3)

20 7. Keterampilan berkomunikasi

Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap

maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang luar dan

mudah memahami maksud para anggotanya.

8. Kemampuan mengajar

Pemimpin yang baik diharapkan dapat menjadi guru yang baik bagi

bawahannya, mengajar secara sistematis dan intensional pada sasaran

tertentu, guna mengembangkan pengetahuan dan keterampilan para

pengikutnya.

9. Keterampilan sosial

Seorang pemimpin harus dapat bersikap ramah, terbuka, dan mudah

menjalin persahabatan berdasarkan rasa saling percaya dan mempercayai.

10. Cakap secara teknis atau manajerial

Pemimpin harus superior dalam satu atau beberapa kemahiran tekhnis

tertentu, juga memiliki kemahiran manajerial untuk membuat rencana,

mengelola, menganalisis keadaan, dan membuat keputusan yang baik.

Sedangkan menurut Matondang, (2008:14) ada 7 (tujuh) prinsip pemimpin

yang dapat meningkatkan pengaruh dan kekuasaan seorang pemimpin didalam

suatu organisasi antara lain :

1. Keramahan yang rasional

2. Setiakawan

3. Memiliki kebaikan timbal balik

(4)

21 5. Kelompok

6. Permohonan langsung

7. Memiliki kewenangan formal

Tindakan kepemimpinan pada dasarnya adalah pembentukan hubungan

social yang efektif dan mencapai masa depan yang diinginkan melalui perjanjian

serta kerjasama. Para pemimpin yang bermoral menggunakan kekuasaan untuk

mencapai tujuan organisasi, menghormati hak individu dan kelompok, dan adil

dalam berhubungan dengan orang lain.

Menurut Siagian (2003:52) ciri-ciri kepemimpinan yaitu :

1. Sumber genetika, dalam arti bakat yang dibawa sejak orang dilahirkan.

2. Ciri-ciri yang diperoleh karena belajar dari pengalaman.

3. Ciri-ciri yang diperoleh melalui pendalaman teori kepemimpinan.

Yang dikemukakan diatas merupakan serangkaian ciri-ciri yang bersifat

ideal.Artinya betapa pun besarnya bakat kepemimpinan yang dimiliki seseorang

dan betapa banyak pun kesempatan untuk menempa diri menjadi pemimpin yang

efektif melalui pengalaman dan pendidikan serta latihan, tidak ada seorang pun

yang memiliki semua ciri tersebut. Lebih jelasnya, meningkatkan efektivitas

kepemimpinan merupakan proses. Oleh karena itu kepemimpinan yang maksimal

dapat dilakukan oleh setiap orang yang menduduki jabatan kepemimpinan dengan

terus-menerus berusaha agar semakin banyak ciri-ciri tersebut menjadi miliknya

(5)

22 Menurut Kouzes dan Posner (2004:26) ada 4 ciri-ciri pemimpin antara

lain:

1. Jujur

Kejujuran berkaitan erat dengan nilai-nilai dan etika, yang bersikukuh

pada prinsip-prinsip utama.

2. Berorientasi ke depan

Kemampuan berorientasi ke depan bukan berarti orang harus memiliki

kekuatan penglihatan magis untuk melihat sesuatu hal yang ada dimasa

depan. Realitanya jauh lebih sederhana, yaitu: kemampuan menentukan

atau memilih tujuan yang diinginkan, ke arah mana perusahaan, atau

komunitas akan dibawa.

3. Kompeten

Kompetensi kepimpinan mengacu pada catatan prestasi si pemimpin dan

kemampuannya untuk menyelesaikan pekerjaan.Hal ini tidak mengacu

secara spesifik kepada kemampuan pemimpin dibidang tekhnologi dalam

kegiatan operasional saja, tetapi tergantung dari posisi pemimpin dan

kondisi organisasi.Seorang pemimpin harus mampu memberi contoh,

inspirasi, tantangan, memungkinkan orang bertindak, dan member

semangat pada bawahannya.

4. Membangkitkan semangat

Kepemimpinan yang membangkitkan semangat dapat memenuhi

(6)

23 menjadikan anggotanya lebih bersemangat, positif, dan optimis mengenai

masa depan yang memberikan harapan pada orang lain.

Tindakan kepemimpinan adalah sebuah hubungan, dan bahwa hubungan

itu merupakan bentuk pelayanan untuk suatu tujuan dan orang banyak. Ketika

seorang pemimpin berada di puncak, ia melakukan lebih dari sekedar memberikan

hasil tetapi ia juga menjawab ekspektasi dari pengikutnya.

2.1.3 Gaya Kepemimpinan

Menurut teori path-goal versi house (dalam Thoha, 2008:296) ada 4

(empat) tipe atau gaya kepemimpinan sebagai berikut:

1. Kepemimpinan otoriter (direktif)

Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis, cenderung

otoriter, dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.

2. Kepemimpinan yang mendukung (Supportive Leadership)

Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan

sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian

kemanusiaan yang murni terhadap bawahannya.

3. Kepemimpinan partisipatif

Gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan

mempergunakan saran-saran dari bawahannya.

4. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi

Menetapkan serangkaian tujuan yang menantang bawahannya untuk

(7)

24 Sedangkan Menurut Rivai (2002:122) ada tiga macam gaya kepemimpinan

yang lazim digunakan, yaitu:

1. Kepemimpinan demokrasi, ditandai dengan adanya suatu struktur yang

pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan

yang kooperatif. Dalam gaya kepemimpinan ini, ada kerja sama antara

atasan dengan bawahan. Dibawah kepemimpinan demokrasi bawahan

cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja

dan dapat mengarahkan diri sendiri.

2. Kepemimpinan diktator atau otokrasi, dimana pimpinan memberikan

instruksi kepada bawahan, menjelaskan apa yang harus dikerjakan,

selanjutnya karyawan melanjutkan tugasnya sesuai dengan yang

diperintahkan oleh atasan. Gaya kepemimpinan ini menggunakan metode

pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan

strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam

organisasi.

3. Kepemimpinan bebas, kepemimpinan ini memberikan kekuasaan penuh

pada bawahan, struktur organisasi bersifat longgar, pemimpin

(8)

25 2.1.4 Fungsi Kepemimpinan

Menurut Sule dan Saefullah, (2005:259) fungsi kepemimpinan dalam

hubungannya dengan peningkatan aktivitas dan efisiensi perusahaan yaitu:

1. Fungsi kepemimpinan sebagai inovator

Sebagai inovator, pemimpin harus mampu mengadakan berbagai

inovasiinovasi baik yang menyangkut pengembangan produk, sistem

manajemen yang efektif dan efesiensi, maupun dibidang konseptual yang

keseluruhannya dilaksanakan dalam upaya mempertahankan dan atau

meningkatkan kinerja perusahaan.

2. Fungsi kepemimpinan sebagai komunikator

Sebagai komunikator, maka pimpinan harus mampu menyampaikan

maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada

seseorang dan atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di

kalangan mereka.

a. pemimpin harus mampu menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi

yang dilakukan secara baik kepada seseorang dan atau sekelompok

karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan mereka.

b. pemimpin harus mampu memahami, mengerti dan mengambil intisari

pembicaraan – pembicaraan orang lain.

3. Fungsi kepemimpinan sebagai motivator

Sebagai motivator, pemimpin merumuskan dan melaksanakan berbagai

kebijaksanaan yang mengarah kepada upaya mendorong karyawan untuk

(9)

26 jawab yang mampu memberikan sumbangan terhadap keberhasilan

pencapaian tujuan perusahaan.

4. Fungsi kepemimpinan sebagai kontroler

Sebagai kontroler (pengendali) pemimpin melaksanakan fungsi

pengawasan terhadap berbagai aktivitas perusahaan agar terhindar dari

penyimpangan baik terhadap pemakaian sumber daya maupun didalam

pelaksanaan rencana atau program kerja perusahaan sehingga pencapaian

tujuan menjadi efektif dan efisiensi.

2.1.5 Indikator dan dimensi Kepemimpinan

Campbell dan Samiec (2005:123) menyatakan bahwa kesuksesan seorang

pemimpin menuju kinerja mengesankan apabila ia menjalankan 5 dimensi

kepemimpinan, antara lain:

1. Commanding: mengambil alih tanggung jawab dan segera mengambil keputusan untuk pencapaian kinerja secara cepat.

2. Visioning: kecakapan komunikasi pemimpin dalam menjelaskan kepada seluruh konstituen akan masa depan perusahaan.

3. Enrolling: kecakapan dari sang pemimpin dalam menciptakan peluang- peluang, membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Hal ini

berhubungan dengan kecakapan manajerial.

(10)

27 para anak buah atau bawahan. Di samping itu, para bawahannya juga

memiliki hubungan yang harmonis antara mereka.

5. Coaching: ialah keahlian melatih. Seorang pemimpin akan melatih bawahannya secara berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja karyawan

melalui proses pengembangan pada aktivitas sehari- hari, yang

dimaksudkan disini adalah bagaimana seorang pemimpin mampu melatih

anggota timnya sehingga mereka menjadi mandiri dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawabnya.

2.2 Konflik

2.2.1 Pengertian Konflik

Dalam kehidupan yang dinamis antar individu dan antar komunitas, baik

dalam organisasi maupun dimasyarakat yang majemuk, konflik sering terjadi

manakala saling berbenturan kepentingan. Konflik pada dasarnya merupakan

sesuatu hal yang alamiah yang dapat diperkirakan terjadi ketika sebuah

lingkungan atau organisasi terdiri dari berbagai karakteristik individu.

Stress merupakan perilaku individu yang dapat menimpa siapapun dalam

organisasi. Stres yang berkepanjangan dan tidak ditangani segera, akan

memunculkan konflik antar individu atau kelompok dalam organisasi yang akan

menurunkan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Konflik dan stress adalah dua hal yang beriringan dalam perilaku organisasi.

(11)

28 negatif. Dan keduanya merupakan perkara yang tidak bisa dihindari dalam

dinamika organisasi.

Konflik didefenisikan sebagai suatu proses interaksi sosial dimana dua

orang atau lebih, bertentangan dalam pendapat atau tujuan mereka (Siagian,

2003:160). Menurut Kusnadi (2003:11) konflik diartikan sebagai adanya

kesenjangan atau ketidaksesuaian diantara berbagai pihak dalam suatu organisasi

dengan organisasi lain, diantara berbagai bidang dalam sebuah organisasi,

maupun diantara anggota didalam suatu bagian tertentu dalam organisasi maupun

pemimpin dengan bawahan didalam suatu organisasi. Konflik juga bisa dianggap

persaingan.Persaingan yang dimaksud adalah antar kelompok/antar anggota

didalam suatu bagian saling beradu dalam pembagian kerja, karena kepemimpinan

yang kurang baik.Sedangkan konflik lebih mengacu pada gangguan terhadap

pencapaian tujuan tersebut.

Menurut Daft (2006:482) konflik adalah segala bentuk perbedaan

perlawanan, bertentangan atau berseberangan dari pemikiran masing-masing

individu. Sedangkan Rivai dan Mulyadi, (2008:507) menyatakan bahwa konflik

kerja adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau

kelompok dalam suatu organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas

atau kegiatan-kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai

perbedaan status, tujuan, dan persepsi. Menurut Sedarmayanti, (2011:73) Konflik

kerja juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan

untuk beroposisi terhadap anggota yang lain. Selain itu konflik diartikan sebagai

(12)

29 Sedangkan Wahyudi, (2006:273) menyatakan bahwa, konflik mengacu

pada pertentangan atau individu atau kelompok yang dapat meningkatkan

ketegangan sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan.

Demikian halnya persoalan alokasi sumber daya yang terbatas dalam organisasi

dapat menimbulkan konflik antar individu maupun antar kelompok.

Menurut Robbins, (2008:32) konflik adalah sebagai proses yang bermula

ketika satu pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi

keperdulian pihak pertama.

Konflik yang terjadi didalam sebuah organisasi, secara pasti berakibat

pada pelaksanaan pekerjaan yang tidak efektif dan efisien. Kondisi itu jika

dibiarkan akan berakibat pada kepemimpinan yang sulit untuk mencapai tujuan

organisasi. Untuk itulah setiap pemimpin harus mampu menyelesaikan atau

sekurang-kurangnya membantu penyelesaian konflik yang terjadi dalam

organisasinya, agar tidak terjadi penghambat dalam mewujudkan tujuan

organisasi.

2.2.2 Sumber Konflik

Menurut Sule dan Saefullah, (2005:291). Sumber konflik dapat dibagi

menjadi 4 (empat) faktor, yaitu :

1. Faktor komunikasi (communication factors) : faktor komunikasi dapat

menjadi penyebab konflik ketika para anggota dalam sebuah organisasi

maupun antarorganisasi tidak dapat atau tidak mau untuk saling mengerti

(13)

30 2. Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi (job structure or

organization structure): struktur tugas dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota tidak bisa memahami pekerjaan mereka dari struktur

tugas yang ada, atau juga terjadi ketidaksesuaian dalam hal pembagian

kerja, maupun prosedur kerja yang tidak dipahami.

3. Faktor personal (Personal factors) : faktor personal dapat menjadi sumber

konflik dalam organisasi ketika individu-individu dalam organisasi tidak

dapat saling memahami satu sama lain, sehingga terjadi berbagai persoalan

yang dapat mendorong terciptanya konflik antarindividu, baik di dalam

satu bagian tertentu maupun antarbagian tertentu dalam organisasi.

4. Faktor Lingkungan (environmental factors) : faktor lingkungan dapat

menjadi sumber konflik ketika lingkungan dimana setiap individu bekerja

tidak mendukung terwujudnya suasana kerja yang kondusif bagi efektifitas

pekerjaan yang dilakukan oleh setiap orang maupun setiap kelompok kerja

2.2.3 Cara-Cara Mengendalikan Konflik

Menurut Daft, (2006:486) ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh

seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya untuk mengatasi atau

mengendalikan konflik yaitu :

1. Berkompetisi, maksudnya mencerminkan ketegasan untuk mendapatkan

yang diinginkan, dan harus digunakan ketika tindakan yang cepat dan

tegas sangat diperlukan dalam isu-isu penting atau tindakan-tindakan yang

(14)

31 2. Menghindar, maksudnya tidak mencerminkan ketegasan ataupun

kekooperatifan.

3. Berkompromi, maksudnya mencerminkan jumlah ketegasan dan

kekooperatifan yang cukup.

4. Mengakomodasi, maksudnya mencerminkan tingkat kekooperatifan yang

tinggi, yang cocok digunakan ketika orang-orang sadar bahwa mereka

salah, sebuah isu lebih penting bagi orang lain dari pada bagi diri sendiri.

5. Berkolaborasi, maksudnya mencerminkan tingkat ketegasan dan

kekooperatifan yang tinggi.

2.2.4 Bentuk –Bentuk Konflik

Rivai dan Mulyadi, (2008:508) mengkategorikan bentuk – bentuk dalam

konflik menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Berdasarkan pelakunya

Menurut pelakunya, konflik bisa bersifat internal atau ekstrenal bagi

individu yang mengalaminya.

2. Berdasarkan penyebabnya

Menurut penyebabnya, konflik disebabkan karena mereka yang bertikai

ingin memperoleh keuntungan sendiri atau karena timbulnya perbedaan

pendapat, penilaian dan norma.

3. Berdasarkan akibatnya.

(15)

32 2.2.5 Jenis-jenis Konflik

Menurut Sagala, (2009:99) Jenis – Jenis Konflik adalah :

1. Konflik dalam diri seseorang.

Seseorang dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus

memilih tujuan yang saling bertentangan. Ia merasa bimbang mana yang

harus dipilih atau dilakukan. Konflik dalam diri seseorang juga dapat

terjadi karena tuntutan tugas yang melebihi kemampuannya.

2. Konflik antar individu.

konflik antaraindividu terjadi seringkali disebabkan oleh adanya

perbedaan

tentang isu tertentu, tindakan, dan tujuan di mana hasil bersama sangat

menentukan.

3. Konflik antar-anggota kelompok

suatu kelompok dapat mengalami konflik substantif atau konflik afektif

4. Konflik intra perusahaan

konflik intra perusahaan meliputi empat subjenis, yaitu konflik vertikal,

horizontal, lini-staff dan konflik peran.

5. konflik antar perusahaan

konflik bisa juga terjadi antarorganisasi karena mereka memiliki saling

ketergantungan satu sama lain terhadap pemasok, pelanggan, maupun

(16)

33 2.3 Stres Kerja

2.3.1 Pengertian Stres Kerja

Menurut Robbins (2008:321) stres sebagai suatu istilah payung yang

merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panik, perasaan

gemuruh, kemurungan dan hilang daya. Sedangkan Sedarmayanti (2011:76)

menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu kondisi berupa kelebihan tuntutan dan

tekanan dari pimpinan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan

psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang karyawan.

Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk

menghadapi lingkungan. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan

penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil

manfaat dari situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stress

dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsikan suatu

peristiwa.

Pada dasarnya stres tidak selalu berdampak buruk bagi individu, hal

tersebut berarti bahwa pada situasi atau kondisi tertentu stres yang dialami

seorang individu akan memberikan akibat positif yang mengharuskan individu

tersebut melakukan tugas lebih baik. Akan tetapi pada tingkat stres yang tinggi

atau stres ringan yang berkepanjangan akan menyebabkan menurunnya kinerja

karyawan. Ada beberapa faktor penyebab stres kerja menurut Hasibuan

(2007:204) antara lain:

a) Konflik antar pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja,

(17)

34 c) Terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan,

d) Tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan tidak wajar,

e) Balas jasa yang teralu rendah,

Menurut Fathoni, (2006:130) stres kerja adalah suatu kondisi dimana

individu mendapatkan tekanan dari pihak internal maupun eksternal. Sumber

tekanan internal dapat berupa kondisi fisik, perilaku, kognitif, emosional, dan

lain-lain.Sedangkan sumber eksternal dapat berupa lingkungan fisik, karakteristik

pekerjaan, lingkungan dan lain sebagainya. Stres dipandang tidak hanya sekedar

sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik

antara kondisi stimulus lingkungan dan kecendrungan individu untuk memberikan

tanggapan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena

tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat

berbeda. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous,

merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses

berpikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja

karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan

mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresif, tidak

dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan

tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah

(18)

35 dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua

kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya

tahan stres seorang karyawan.

2.3.2 Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja

Menurut Permadi (2010:49) faktor-faktor dipekerjaan yang dapat

menimbulkan stres dikelompokkan ke dalam dua faktor penyebab atau sumber

munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan factor

personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor

maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa

berupa tipe kepribadiaan, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial

ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapa pun

kedua faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan perkerjaan, namun

karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi

ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres.

Menurut Fathoni (2006:128) secara umum faktor-faktor penyebab stress

kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Tidak adanya dukungan sosial. Artinya stres akan cenderung muncul pada

Para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial

mereka. Dukungan sosial disini bisa berupa dukungan dari lingkungan

pekerjaan maupun lingkungan keluarga.Banyak kasus menunjukkan

bahwa Para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mereka yang

(19)

36 tua, mertua, anak, teman, dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang

tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pemimpin

maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres. Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya dukungan sosial yang menyebabkan

ketidaknyamanan menjalankan pekerjaandan tugasnya.

2. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di

kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam

menjalankan tugas dan pekerjaannya.Banyak orang mengalami stres kerja

ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung

jawab dan kewenangannya.Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang

karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut

dirinya.

3. Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau

dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan.Pelecehan

seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian

badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang

paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada

konteksnya.Stres akibat pelecehan seksual yang banyak terjadi dinegara

yang tingkat kesadaran warga khususnya wanita terhadap persamaan jenis

kelamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang

melindunginya.

4. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa

(20)

37 semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan

seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang

terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara, tetapi

juga sirkulasi atau arus udara. Disamping itu, kebisingan juga memberi

andil yang tidak kecil bagi munculnya stres kerja, sebab beberapa orang

sangat sensitive pada kebisingan dibanding yang lain.

5. Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan

ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni

seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain

(khususnya bawahan), terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa

sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan ditempat kerja. Situasi

kerja atasan selalu mencurigai bawahan, memperbesarkan

peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang

akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, hingga akhirnya

menimbulkan stress kerja.

6. Tipe kepribadian. Seseorang dengan kepribadian yang cenderung tidak

merasa puas terhadap hidup, apa yang diraihnya, cenderung berkompetisi

dengan orang lain meskipun dalam situasi atau banyak peristiwa yang non

kompetitif.

7. Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman

pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak

sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis

(21)

38 Sedangkan menurut Sedarmayanti (2011:79) faktor – faktor penyebab

stress kerja karyawan antara lain :

1. Kondisi kerja

Kondisi kerja adalah suatu keadaan dimana ketidaksetujuan antara dua

orang atau lebih anggota atau kelompok dalam organisasi yang timbul

karena mereka harus menggunakan sumber daya secara bersama – sama

atau menjalankan kegiatan bersama – sama, atau karena mempunyai

persepsi yang berbeda. Konflik kerja juga merupakan kondisi yang

dipersepsikan ada diantara pihak – pihak yang merasakan adanya

ketidaksesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian

tujuan lain.

2. Beban kerja

Beban kerja adalah keadaan karyawan dihadapkan pada sejumlah

pekerjaan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan

pekerjaannya.

3. Waktu kerja

Karyawan selalu dituntun untuk segera menyelesaikan tugas piker sesuai

dengan yang telah ditentukan. Dalam melakukan pekerjaan karyawan

merasa dikejar oleh waktu untuk mencapai target kerja.

4. Sikap kepemimpinan

Dalam setiap organisasi, kedudukan pemimpin sangat penting.Seorang

pemimpin melalui pengaruhnyaa dapat memberikan dampak yang sangat

(22)

39 karyawan bekerja lebih baik jika pemimpinnya mengambil tanggung

jawab lebih besar dalam memberikan pengarahan.

Menurut Robbins (2001:565) ada tiga sumber utama yang dapat

menyebabkan timbulnya stress yaitu :

1. Faktor Lingkungan

Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan

pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap

karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat

menimbulkan stress bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi.

Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga

hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal

ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat.

Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian

seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua

pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat

dengan adanya teknologi yang digunakannya.

2. Faktor Organisasi

Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan

stress yaitu :

a. Role Demands

Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu

(23)

40 memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi

tersebut.

b. Interpersonal Demands

Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam

organisasi. Hubungan

dengan karyawan lainnya akan dapat menyeba bkan komunikasi yang

tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama

yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan

sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.

c. Organizational Structure

Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan

tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat

keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi

d. Organizational Leadership

Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh

seorang

menurut The Michigan group dibagi dua yaitu

yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta

karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada

(24)

41 Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam

mengukur tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah

muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul

yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan,

batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan

keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi

penting.

3. Faktor Individu

Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam

keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan.

Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat

pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam

pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana

seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan

keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya.

Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan

stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut.

Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur

dengan benar dalam kepribadian seseorang.

Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan akan

menampilkan gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu : Physiological,

(25)

42 1. Physiological memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada

metabolisme tubuh, meningkatnya kecepatan detak jantung dan napas,

meningkatnya tekanan darah, timbulnya sakit kepala dan menyebabkan serangan

jantung.

2. Psychological memiliki indikator yaitu: terdapat ketidakpuasan

hubungan kerja, tegang, gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan dan sering

menunda pekerjaan.

3. Behavior memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada

produktivitas, ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan,

meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, berbicara dengan intonasi cepat,

(26)

43 2.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti

dan Tahun Penelitian

Judul Penelitian Variabel Penelitian

Teknis

Analisis Hasil Penelitian

Agusniar Betenia Harefa 2011 Pengaruh Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stress Kerja Karyawan pada PT. Bibit Baru Medan

Kepemimpinan, Konflik, Stress Kerja Analisis Regresi Berganda

Hasil pengujian koefisien determinasi adalah sebesar 0.435 (43.5%) berarti varibel dependen (stres kerja karyawan) dapat dijelaskan oleh kepemimpinan dan konflik sebesar 43.5% sedangkan sisanya sebesar 56.6% dijelaskan oleh factor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Anak Agung Wiranata 2011

Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja dan Stress Kerja Karyawan pada CV. Meranadi Denpsar Kepemimpinan, Kinerja, Stress Kerja Analisis Korelasi produk Momen kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan juga terhadap stres karyawan.

Nugroho 2007 Pengaruh Konflik

dan Stress Terhadap Kepuasan

Kerja Karyawan pada PT.BRI cab. Medan Konflik, Stress Kerja, Kepuasan Kerja Analisis kuesioner Analisis wawancara Analisis dokumentasi

Semakin tinggi tingkat konflik dan stres akan menurunkankepuasan kerja sebaliknya apabila tingkat konflik dan stres menurun makakepuasan kerja pegawai meningkat. Roslena Elishabet Sitanggang 2013 Pengaruh Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stress Kerja Karyawan pada PT.

Telkom Indonesia Divisi Enterprise Servise Medan Kepemimpinan, Konflik, Stress Kerja Analisis Rergresi Berganda

Melalui Pengujian Koefisien Determinasi diperoleh

adjusted R Square (R 2

) 16,7% variabel stres kerja dapat dijelaskan oleh variabel kepemimpinan dan varibael konflik sedangkan 83,3% dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Konflik merupakan faktor yang

paling dominan mempengaruhi stres kerja

(27)

44 Lynn R. Offermann and Peta S. Hellmann 1996 Leadership Behavior and Subordinate Stres : A 360⁰ View

Leadership and Stress

Regression Analysis

The results of this study present consisten verification that leader behaviors do relate to the degree of stress experienced by their staffs. In the case of some leader behaviors, such as work facilitation and applying pressure, leaders make the same associations of their behavior to stress as do their staffs. For emotional support behaviors, the relationship of leader emotional support with subordinate stress is significant from all perspectives on all measures except team building, where only leaders do not show an association. Mehmet ULUTAŞ, Adnan KALKAN, and Özlem ÇETİNKAYA BOZKURT 2011

The Effect Of

Person-Organization Fit On Job Stress And Conflict: An Application On Employees Of Businesses In Dalaman Internasional Airport Person-Organization Fit, Job Stress, Conflict Regression Analysis

The results of our research show that probable compliance problem in organization causes stress and, as a result, organizations experience stress related problems. Lovelace and Rosen's (1996) research findings also support that result. The findings of this research state that conflict affects person-organization fit adversely and in organizations with high conflict level, compatibility level will be low. Organizations, capable of keeping employees' compatibility level under control, can protect themselves from the adverse outcomes like stress, conflict,

(28)

45 2.5 Kerangka Konseptual

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan

organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi

untuk memperbaiki kelompok dan budaya (Rivai dan Mulyadi, 2008:3).

kepemimpinan menurut Kartono, (2011:47) adalah seorang pemimpin harus

memiliki kekuatan, memiliki stabilitas emosi: pengetahuan tentang relasi insani,

kejujuran, objektif, dorongan pribadi, keterampilan berkomunikasi, kemampuan

mengajar, adanya keterampilan sosial, cakap secara tekhnis atau manjerial.

Rivai dan Mulyadi, (2008:507) menyatakan bahwa konflik kerja adalah

ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok dalam suatu

organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan

kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan,

dan persepsi. Sedangkan menurut Siagian (2003:160) Konflik didefinisikan

sebagai suatu proses interaksi social dimana dua orang atau lebih, bertantangan

dalam berpendapat atau tujuan mereka.

Sedangkan Sedarmayanti (2011:76) menyatakan bahwa stress kerja adalah

suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidaksimbangan fisik dan

psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi karyawan. Stres

dikatakan positif dan merupakan suatu peluang bila stres tersebut memotivasi para

karyawan untuk meningkatkan kinerjanya agar memperoleh hasil yang maksimal.

Beberapa karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja yang mengandung stres

antara lain adalah konflik antar pribadi dengan pimpinan, struktur tugas maupun

(29)

46 komunikasi, beban kerja yang sulit dan berlebihan, terbatasnya waktu untuk

menyelesaikan pekerjaan, tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan

tidak wajar. Semua faktor tersebut dapat menimbulkan stres kerja pada karyawan.

Akibat – akibat stres kerja dapat dibedakan ke dalam tiga golongan, yaitu:

perilaku, kognitif dan psikologis. Stres kerja yang diakibatkan perilaku dapat

menimbulkan menurunnya kepuasan kerja, menurunnya kinerja, tekanan sikap

pemimpin yang kurang adil dan wajar, terjadinya konflik antar pribadi dan

lemahnya pengawasan dari masing-masing pimpinan divisi terhadap karyawan

yang melanggar aturan dijam-jam kerja yang nantinya akan menyebabkan

menurunnya kinerja karyawan

Berdasarkan uraian tersebut maka dibuat kerangka konseptual yang dapat

dilihat pada Gambar 2.1

Sumber : Kartono(2011:39), Rivai dan Mulyadi, (2008:507) diolah.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Stress Kerja Karyawan (Y)

(30)

47 2.6 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban yang sifatnya sementara terhadap rumusan

masalah penelitian.Oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun

dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sukardi, 2003:41).

Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan maka dirumuskan

hipotesis sebagai berikut: Kepemimpinan dan konflik mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap stres kerja karyawan. Variable kepemimpinan lebih dominan

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Lampu lalu lintas adalah suatu rangkaian peralatan elektronika yang digunakan untuk mengatur lalu lintas di jalan raya. Outputnya berupa led merah, kuning

[r]

Apabila dalam keadaan tertentu komunikasi melalui telepon selular gagal dan tidak dapat diterima oleh GSM modem yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti gangguan jaringan, maka

Behavioral metrics and normative guidance for household preparedness generally focus on six of the dimensions discussed earlier: hazard knowledge, formal and informal response

The hardest challenges con- cern to e-Learning issues with a two-fold goal: (a) Provide anal- ysis tools to different workers in cultural heritage interventions (re-qualification),

Bersama ini kami sampaikan data permohonan tambah PTK dari Sekolah Anda, sebagai berikut

12.00 WIB, Panitia Pengadaan Barang/Jasa pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Sekretariat Negara Tahun Anggaran 2012 telah mengadakan Rapat Pemberian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai konsentrasi pestisida golongan karbamat dengan jenis karbofuran dan metomil di perairan Pantai Mlonggo, Kabupaten