18 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai upaya untuk mempengaruhi
banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan (Dubrin, 2005:4). Thoha
(2008:262) mendefenisikan kepemimpinan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi
perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan
maupun kelompok dalam mencapai suatu tujuan organisasi.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi
untuk memperbaiki kelompok dan budaya (Rivai dan Mulyadi, 2008:3). Menurut
Siagian (2003:154) kepemimpinan adalah suatu kegiatan yang tidak hanya
dibatasi oleh aturan-aturan atau tata krama birokrasi, tidak harus diikat dalam
organisasi tertentu, melainkan dapat terjadi dimana saja, asalkan seseorang
menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah
tercapainya suatu tujuan tertentu.
Menurut Robbins (2008:342) kepemimpinan adalah sebagai kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau
19 2.1.2 Sifat-Sifat Pemimpin
Menurut Kartono (2011:47) sifat-sifat pemimpin terdiri dari :
1. Kekuatan
Kekuatan badaniah dan rohaniah merupakan syarat pokok bagi pemimpin
yang harus bekerja lama dan berat pada waktu-waktu yang lama serta
tidak teratur, dan ditengah-tengah situasi yang sering tidak menentu.
2. Stabilitas emosi
Pemimpin yang baik itu memiliki emosi yang stabil, artinya seorang
pimpinan tidak mudah tersinggung perasaan dan tidak meledak-ledak
secara emosional.
3. Pengetahuan tentang relasi insani
Seorang pemimpin harus memajukan dan mengembangkan semua bakat
serta potensi anggotanya, untuk dapat bersama-sama maju dan merasakan
kesejahteraan.
4. Kejujuran
Pemimpin yang baik harus memiliki kejujuran yang tinggi, yaitu jujur
pada diri sendiri dan pada orang lain (terutama bawahannya).
5. Objektif
Pertimbangan pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani yang bersih,
supaya objektif (tidak subjektif, berdasarkan prasangka sendiri).
6. Dorongan pribadi
Keinginan dan kesesuaian untuk menjadi pemimpin itu harus muncul dari
20 7. Keterampilan berkomunikasi
Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap
maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang luar dan
mudah memahami maksud para anggotanya.
8. Kemampuan mengajar
Pemimpin yang baik diharapkan dapat menjadi guru yang baik bagi
bawahannya, mengajar secara sistematis dan intensional pada sasaran
tertentu, guna mengembangkan pengetahuan dan keterampilan para
pengikutnya.
9. Keterampilan sosial
Seorang pemimpin harus dapat bersikap ramah, terbuka, dan mudah
menjalin persahabatan berdasarkan rasa saling percaya dan mempercayai.
10. Cakap secara teknis atau manajerial
Pemimpin harus superior dalam satu atau beberapa kemahiran tekhnis
tertentu, juga memiliki kemahiran manajerial untuk membuat rencana,
mengelola, menganalisis keadaan, dan membuat keputusan yang baik.
Sedangkan menurut Matondang, (2008:14) ada 7 (tujuh) prinsip pemimpin
yang dapat meningkatkan pengaruh dan kekuasaan seorang pemimpin didalam
suatu organisasi antara lain :
1. Keramahan yang rasional
2. Setiakawan
3. Memiliki kebaikan timbal balik
21 5. Kelompok
6. Permohonan langsung
7. Memiliki kewenangan formal
Tindakan kepemimpinan pada dasarnya adalah pembentukan hubungan
social yang efektif dan mencapai masa depan yang diinginkan melalui perjanjian
serta kerjasama. Para pemimpin yang bermoral menggunakan kekuasaan untuk
mencapai tujuan organisasi, menghormati hak individu dan kelompok, dan adil
dalam berhubungan dengan orang lain.
Menurut Siagian (2003:52) ciri-ciri kepemimpinan yaitu :
1. Sumber genetika, dalam arti bakat yang dibawa sejak orang dilahirkan.
2. Ciri-ciri yang diperoleh karena belajar dari pengalaman.
3. Ciri-ciri yang diperoleh melalui pendalaman teori kepemimpinan.
Yang dikemukakan diatas merupakan serangkaian ciri-ciri yang bersifat
ideal.Artinya betapa pun besarnya bakat kepemimpinan yang dimiliki seseorang
dan betapa banyak pun kesempatan untuk menempa diri menjadi pemimpin yang
efektif melalui pengalaman dan pendidikan serta latihan, tidak ada seorang pun
yang memiliki semua ciri tersebut. Lebih jelasnya, meningkatkan efektivitas
kepemimpinan merupakan proses. Oleh karena itu kepemimpinan yang maksimal
dapat dilakukan oleh setiap orang yang menduduki jabatan kepemimpinan dengan
terus-menerus berusaha agar semakin banyak ciri-ciri tersebut menjadi miliknya
22 Menurut Kouzes dan Posner (2004:26) ada 4 ciri-ciri pemimpin antara
lain:
1. Jujur
Kejujuran berkaitan erat dengan nilai-nilai dan etika, yang bersikukuh
pada prinsip-prinsip utama.
2. Berorientasi ke depan
Kemampuan berorientasi ke depan bukan berarti orang harus memiliki
kekuatan penglihatan magis untuk melihat sesuatu hal yang ada dimasa
depan. Realitanya jauh lebih sederhana, yaitu: kemampuan menentukan
atau memilih tujuan yang diinginkan, ke arah mana perusahaan, atau
komunitas akan dibawa.
3. Kompeten
Kompetensi kepimpinan mengacu pada catatan prestasi si pemimpin dan
kemampuannya untuk menyelesaikan pekerjaan.Hal ini tidak mengacu
secara spesifik kepada kemampuan pemimpin dibidang tekhnologi dalam
kegiatan operasional saja, tetapi tergantung dari posisi pemimpin dan
kondisi organisasi.Seorang pemimpin harus mampu memberi contoh,
inspirasi, tantangan, memungkinkan orang bertindak, dan member
semangat pada bawahannya.
4. Membangkitkan semangat
Kepemimpinan yang membangkitkan semangat dapat memenuhi
23 menjadikan anggotanya lebih bersemangat, positif, dan optimis mengenai
masa depan yang memberikan harapan pada orang lain.
Tindakan kepemimpinan adalah sebuah hubungan, dan bahwa hubungan
itu merupakan bentuk pelayanan untuk suatu tujuan dan orang banyak. Ketika
seorang pemimpin berada di puncak, ia melakukan lebih dari sekedar memberikan
hasil tetapi ia juga menjawab ekspektasi dari pengikutnya.
2.1.3 Gaya Kepemimpinan
Menurut teori path-goal versi house (dalam Thoha, 2008:296) ada 4
(empat) tipe atau gaya kepemimpinan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan otoriter (direktif)
Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis, cenderung
otoriter, dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.
2. Kepemimpinan yang mendukung (Supportive Leadership)
Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan
sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian
kemanusiaan yang murni terhadap bawahannya.
3. Kepemimpinan partisipatif
Gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan
mempergunakan saran-saran dari bawahannya.
4. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi
Menetapkan serangkaian tujuan yang menantang bawahannya untuk
24 Sedangkan Menurut Rivai (2002:122) ada tiga macam gaya kepemimpinan
yang lazim digunakan, yaitu:
1. Kepemimpinan demokrasi, ditandai dengan adanya suatu struktur yang
pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan
yang kooperatif. Dalam gaya kepemimpinan ini, ada kerja sama antara
atasan dengan bawahan. Dibawah kepemimpinan demokrasi bawahan
cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja
dan dapat mengarahkan diri sendiri.
2. Kepemimpinan diktator atau otokrasi, dimana pimpinan memberikan
instruksi kepada bawahan, menjelaskan apa yang harus dikerjakan,
selanjutnya karyawan melanjutkan tugasnya sesuai dengan yang
diperintahkan oleh atasan. Gaya kepemimpinan ini menggunakan metode
pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan
strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam
organisasi.
3. Kepemimpinan bebas, kepemimpinan ini memberikan kekuasaan penuh
pada bawahan, struktur organisasi bersifat longgar, pemimpin
25 2.1.4 Fungsi Kepemimpinan
Menurut Sule dan Saefullah, (2005:259) fungsi kepemimpinan dalam
hubungannya dengan peningkatan aktivitas dan efisiensi perusahaan yaitu:
1. Fungsi kepemimpinan sebagai inovator
Sebagai inovator, pemimpin harus mampu mengadakan berbagai
inovasiinovasi baik yang menyangkut pengembangan produk, sistem
manajemen yang efektif dan efesiensi, maupun dibidang konseptual yang
keseluruhannya dilaksanakan dalam upaya mempertahankan dan atau
meningkatkan kinerja perusahaan.
2. Fungsi kepemimpinan sebagai komunikator
Sebagai komunikator, maka pimpinan harus mampu menyampaikan
maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada
seseorang dan atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di
kalangan mereka.
a. pemimpin harus mampu menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi
yang dilakukan secara baik kepada seseorang dan atau sekelompok
karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan mereka.
b. pemimpin harus mampu memahami, mengerti dan mengambil intisari
pembicaraan – pembicaraan orang lain.
3. Fungsi kepemimpinan sebagai motivator
Sebagai motivator, pemimpin merumuskan dan melaksanakan berbagai
kebijaksanaan yang mengarah kepada upaya mendorong karyawan untuk
26 jawab yang mampu memberikan sumbangan terhadap keberhasilan
pencapaian tujuan perusahaan.
4. Fungsi kepemimpinan sebagai kontroler
Sebagai kontroler (pengendali) pemimpin melaksanakan fungsi
pengawasan terhadap berbagai aktivitas perusahaan agar terhindar dari
penyimpangan baik terhadap pemakaian sumber daya maupun didalam
pelaksanaan rencana atau program kerja perusahaan sehingga pencapaian
tujuan menjadi efektif dan efisiensi.
2.1.5 Indikator dan dimensi Kepemimpinan
Campbell dan Samiec (2005:123) menyatakan bahwa kesuksesan seorang
pemimpin menuju kinerja mengesankan apabila ia menjalankan 5 dimensi
kepemimpinan, antara lain:
1. Commanding: mengambil alih tanggung jawab dan segera mengambil keputusan untuk pencapaian kinerja secara cepat.
2. Visioning: kecakapan komunikasi pemimpin dalam menjelaskan kepada seluruh konstituen akan masa depan perusahaan.
3. Enrolling: kecakapan dari sang pemimpin dalam menciptakan peluang- peluang, membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Hal ini
berhubungan dengan kecakapan manajerial.
27 para anak buah atau bawahan. Di samping itu, para bawahannya juga
memiliki hubungan yang harmonis antara mereka.
5. Coaching: ialah keahlian melatih. Seorang pemimpin akan melatih bawahannya secara berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja karyawan
melalui proses pengembangan pada aktivitas sehari- hari, yang
dimaksudkan disini adalah bagaimana seorang pemimpin mampu melatih
anggota timnya sehingga mereka menjadi mandiri dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya.
2.2 Konflik
2.2.1 Pengertian Konflik
Dalam kehidupan yang dinamis antar individu dan antar komunitas, baik
dalam organisasi maupun dimasyarakat yang majemuk, konflik sering terjadi
manakala saling berbenturan kepentingan. Konflik pada dasarnya merupakan
sesuatu hal yang alamiah yang dapat diperkirakan terjadi ketika sebuah
lingkungan atau organisasi terdiri dari berbagai karakteristik individu.
Stress merupakan perilaku individu yang dapat menimpa siapapun dalam
organisasi. Stres yang berkepanjangan dan tidak ditangani segera, akan
memunculkan konflik antar individu atau kelompok dalam organisasi yang akan
menurunkan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Konflik dan stress adalah dua hal yang beriringan dalam perilaku organisasi.
28 negatif. Dan keduanya merupakan perkara yang tidak bisa dihindari dalam
dinamika organisasi.
Konflik didefenisikan sebagai suatu proses interaksi sosial dimana dua
orang atau lebih, bertentangan dalam pendapat atau tujuan mereka (Siagian,
2003:160). Menurut Kusnadi (2003:11) konflik diartikan sebagai adanya
kesenjangan atau ketidaksesuaian diantara berbagai pihak dalam suatu organisasi
dengan organisasi lain, diantara berbagai bidang dalam sebuah organisasi,
maupun diantara anggota didalam suatu bagian tertentu dalam organisasi maupun
pemimpin dengan bawahan didalam suatu organisasi. Konflik juga bisa dianggap
persaingan.Persaingan yang dimaksud adalah antar kelompok/antar anggota
didalam suatu bagian saling beradu dalam pembagian kerja, karena kepemimpinan
yang kurang baik.Sedangkan konflik lebih mengacu pada gangguan terhadap
pencapaian tujuan tersebut.
Menurut Daft (2006:482) konflik adalah segala bentuk perbedaan
perlawanan, bertentangan atau berseberangan dari pemikiran masing-masing
individu. Sedangkan Rivai dan Mulyadi, (2008:507) menyatakan bahwa konflik
kerja adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau
kelompok dalam suatu organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas
atau kegiatan-kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai
perbedaan status, tujuan, dan persepsi. Menurut Sedarmayanti, (2011:73) Konflik
kerja juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan
untuk beroposisi terhadap anggota yang lain. Selain itu konflik diartikan sebagai
29 Sedangkan Wahyudi, (2006:273) menyatakan bahwa, konflik mengacu
pada pertentangan atau individu atau kelompok yang dapat meningkatkan
ketegangan sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan.
Demikian halnya persoalan alokasi sumber daya yang terbatas dalam organisasi
dapat menimbulkan konflik antar individu maupun antar kelompok.
Menurut Robbins, (2008:32) konflik adalah sebagai proses yang bermula
ketika satu pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi
keperdulian pihak pertama.
Konflik yang terjadi didalam sebuah organisasi, secara pasti berakibat
pada pelaksanaan pekerjaan yang tidak efektif dan efisien. Kondisi itu jika
dibiarkan akan berakibat pada kepemimpinan yang sulit untuk mencapai tujuan
organisasi. Untuk itulah setiap pemimpin harus mampu menyelesaikan atau
sekurang-kurangnya membantu penyelesaian konflik yang terjadi dalam
organisasinya, agar tidak terjadi penghambat dalam mewujudkan tujuan
organisasi.
2.2.2 Sumber Konflik
Menurut Sule dan Saefullah, (2005:291). Sumber konflik dapat dibagi
menjadi 4 (empat) faktor, yaitu :
1. Faktor komunikasi (communication factors) : faktor komunikasi dapat
menjadi penyebab konflik ketika para anggota dalam sebuah organisasi
maupun antarorganisasi tidak dapat atau tidak mau untuk saling mengerti
30 2. Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi (job structure or
organization structure): struktur tugas dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota tidak bisa memahami pekerjaan mereka dari struktur
tugas yang ada, atau juga terjadi ketidaksesuaian dalam hal pembagian
kerja, maupun prosedur kerja yang tidak dipahami.
3. Faktor personal (Personal factors) : faktor personal dapat menjadi sumber
konflik dalam organisasi ketika individu-individu dalam organisasi tidak
dapat saling memahami satu sama lain, sehingga terjadi berbagai persoalan
yang dapat mendorong terciptanya konflik antarindividu, baik di dalam
satu bagian tertentu maupun antarbagian tertentu dalam organisasi.
4. Faktor Lingkungan (environmental factors) : faktor lingkungan dapat
menjadi sumber konflik ketika lingkungan dimana setiap individu bekerja
tidak mendukung terwujudnya suasana kerja yang kondusif bagi efektifitas
pekerjaan yang dilakukan oleh setiap orang maupun setiap kelompok kerja
2.2.3 Cara-Cara Mengendalikan Konflik
Menurut Daft, (2006:486) ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh
seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya untuk mengatasi atau
mengendalikan konflik yaitu :
1. Berkompetisi, maksudnya mencerminkan ketegasan untuk mendapatkan
yang diinginkan, dan harus digunakan ketika tindakan yang cepat dan
tegas sangat diperlukan dalam isu-isu penting atau tindakan-tindakan yang
31 2. Menghindar, maksudnya tidak mencerminkan ketegasan ataupun
kekooperatifan.
3. Berkompromi, maksudnya mencerminkan jumlah ketegasan dan
kekooperatifan yang cukup.
4. Mengakomodasi, maksudnya mencerminkan tingkat kekooperatifan yang
tinggi, yang cocok digunakan ketika orang-orang sadar bahwa mereka
salah, sebuah isu lebih penting bagi orang lain dari pada bagi diri sendiri.
5. Berkolaborasi, maksudnya mencerminkan tingkat ketegasan dan
kekooperatifan yang tinggi.
2.2.4 Bentuk –Bentuk Konflik
Rivai dan Mulyadi, (2008:508) mengkategorikan bentuk – bentuk dalam
konflik menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Berdasarkan pelakunya
Menurut pelakunya, konflik bisa bersifat internal atau ekstrenal bagi
individu yang mengalaminya.
2. Berdasarkan penyebabnya
Menurut penyebabnya, konflik disebabkan karena mereka yang bertikai
ingin memperoleh keuntungan sendiri atau karena timbulnya perbedaan
pendapat, penilaian dan norma.
3. Berdasarkan akibatnya.
32 2.2.5 Jenis-jenis Konflik
Menurut Sagala, (2009:99) Jenis – Jenis Konflik adalah :
1. Konflik dalam diri seseorang.
Seseorang dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus
memilih tujuan yang saling bertentangan. Ia merasa bimbang mana yang
harus dipilih atau dilakukan. Konflik dalam diri seseorang juga dapat
terjadi karena tuntutan tugas yang melebihi kemampuannya.
2. Konflik antar individu.
konflik antaraindividu terjadi seringkali disebabkan oleh adanya
perbedaan
tentang isu tertentu, tindakan, dan tujuan di mana hasil bersama sangat
menentukan.
3. Konflik antar-anggota kelompok
suatu kelompok dapat mengalami konflik substantif atau konflik afektif
4. Konflik intra perusahaan
konflik intra perusahaan meliputi empat subjenis, yaitu konflik vertikal,
horizontal, lini-staff dan konflik peran.
5. konflik antar perusahaan
konflik bisa juga terjadi antarorganisasi karena mereka memiliki saling
ketergantungan satu sama lain terhadap pemasok, pelanggan, maupun
33 2.3 Stres Kerja
2.3.1 Pengertian Stres Kerja
Menurut Robbins (2008:321) stres sebagai suatu istilah payung yang
merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panik, perasaan
gemuruh, kemurungan dan hilang daya. Sedangkan Sedarmayanti (2011:76)
menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu kondisi berupa kelebihan tuntutan dan
tekanan dari pimpinan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan
psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang karyawan.
Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungan. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan
penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil
manfaat dari situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stress
dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsikan suatu
peristiwa.
Pada dasarnya stres tidak selalu berdampak buruk bagi individu, hal
tersebut berarti bahwa pada situasi atau kondisi tertentu stres yang dialami
seorang individu akan memberikan akibat positif yang mengharuskan individu
tersebut melakukan tugas lebih baik. Akan tetapi pada tingkat stres yang tinggi
atau stres ringan yang berkepanjangan akan menyebabkan menurunnya kinerja
karyawan. Ada beberapa faktor penyebab stres kerja menurut Hasibuan
(2007:204) antara lain:
a) Konflik antar pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja,
34 c) Terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan,
d) Tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan tidak wajar,
e) Balas jasa yang teralu rendah,
Menurut Fathoni, (2006:130) stres kerja adalah suatu kondisi dimana
individu mendapatkan tekanan dari pihak internal maupun eksternal. Sumber
tekanan internal dapat berupa kondisi fisik, perilaku, kognitif, emosional, dan
lain-lain.Sedangkan sumber eksternal dapat berupa lingkungan fisik, karakteristik
pekerjaan, lingkungan dan lain sebagainya. Stres dipandang tidak hanya sekedar
sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik
antara kondisi stimulus lingkungan dan kecendrungan individu untuk memberikan
tanggapan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena
tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat
berbeda. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous,
merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses
berpikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja
karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan
mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresif, tidak
dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan
tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
35 dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua
kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya
tahan stres seorang karyawan.
2.3.2 Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
Menurut Permadi (2010:49) faktor-faktor dipekerjaan yang dapat
menimbulkan stres dikelompokkan ke dalam dua faktor penyebab atau sumber
munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan factor
personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor
maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa
berupa tipe kepribadiaan, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial
ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapa pun
kedua faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan perkerjaan, namun
karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi
ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres.
Menurut Fathoni (2006:128) secara umum faktor-faktor penyebab stress
kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Tidak adanya dukungan sosial. Artinya stres akan cenderung muncul pada
Para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial
mereka. Dukungan sosial disini bisa berupa dukungan dari lingkungan
pekerjaan maupun lingkungan keluarga.Banyak kasus menunjukkan
bahwa Para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mereka yang
36 tua, mertua, anak, teman, dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang
tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pemimpin
maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres. Hal ini
disebabkan oleh tidak adanya dukungan sosial yang menyebabkan
ketidaknyamanan menjalankan pekerjaandan tugasnya.
2. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di
kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam
menjalankan tugas dan pekerjaannya.Banyak orang mengalami stres kerja
ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung
jawab dan kewenangannya.Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang
karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut
dirinya.
3. Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau
dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan.Pelecehan
seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian
badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang
paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada
konteksnya.Stres akibat pelecehan seksual yang banyak terjadi dinegara
yang tingkat kesadaran warga khususnya wanita terhadap persamaan jenis
kelamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang
melindunginya.
4. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa
37 semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan
seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang
terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara, tetapi
juga sirkulasi atau arus udara. Disamping itu, kebisingan juga memberi
andil yang tidak kecil bagi munculnya stres kerja, sebab beberapa orang
sangat sensitive pada kebisingan dibanding yang lain.
5. Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan
ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni
seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain
(khususnya bawahan), terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa
sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan ditempat kerja. Situasi
kerja atasan selalu mencurigai bawahan, memperbesarkan
peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang
akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, hingga akhirnya
menimbulkan stress kerja.
6. Tipe kepribadian. Seseorang dengan kepribadian yang cenderung tidak
merasa puas terhadap hidup, apa yang diraihnya, cenderung berkompetisi
dengan orang lain meskipun dalam situasi atau banyak peristiwa yang non
kompetitif.
7. Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman
pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak
sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis
38 Sedangkan menurut Sedarmayanti (2011:79) faktor – faktor penyebab
stress kerja karyawan antara lain :
1. Kondisi kerja
Kondisi kerja adalah suatu keadaan dimana ketidaksetujuan antara dua
orang atau lebih anggota atau kelompok dalam organisasi yang timbul
karena mereka harus menggunakan sumber daya secara bersama – sama
atau menjalankan kegiatan bersama – sama, atau karena mempunyai
persepsi yang berbeda. Konflik kerja juga merupakan kondisi yang
dipersepsikan ada diantara pihak – pihak yang merasakan adanya
ketidaksesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian
tujuan lain.
2. Beban kerja
Beban kerja adalah keadaan karyawan dihadapkan pada sejumlah
pekerjaan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan
pekerjaannya.
3. Waktu kerja
Karyawan selalu dituntun untuk segera menyelesaikan tugas piker sesuai
dengan yang telah ditentukan. Dalam melakukan pekerjaan karyawan
merasa dikejar oleh waktu untuk mencapai target kerja.
4. Sikap kepemimpinan
Dalam setiap organisasi, kedudukan pemimpin sangat penting.Seorang
pemimpin melalui pengaruhnyaa dapat memberikan dampak yang sangat
39 karyawan bekerja lebih baik jika pemimpinnya mengambil tanggung
jawab lebih besar dalam memberikan pengarahan.
Menurut Robbins (2001:565) ada tiga sumber utama yang dapat
menyebabkan timbulnya stress yaitu :
1. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan
pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap
karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat
menimbulkan stress bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi.
Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga
hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal
ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat.
Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian
seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua
pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat
dengan adanya teknologi yang digunakannya.
2. Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan
stress yaitu :
a. Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu
40 memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi
tersebut.
b. Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam
organisasi. Hubungan
dengan karyawan lainnya akan dapat menyeba bkan komunikasi yang
tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama
yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan
sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.
c. Organizational Structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan
tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat
keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi
d. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh
seorang
menurut The Michigan group dibagi dua yaitu
yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta
karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada
41 Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam
mengukur tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah
muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul
yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan,
batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan
keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi
penting.
3. Faktor Individu
Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam
keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan.
Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat
pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam
pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana
seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan
keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya.
Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan
stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut.
Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur
dengan benar dalam kepribadian seseorang.
Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan akan
menampilkan gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu : Physiological,
42 1. Physiological memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada
metabolisme tubuh, meningkatnya kecepatan detak jantung dan napas,
meningkatnya tekanan darah, timbulnya sakit kepala dan menyebabkan serangan
jantung.
2. Psychological memiliki indikator yaitu: terdapat ketidakpuasan
hubungan kerja, tegang, gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan dan sering
menunda pekerjaan.
3. Behavior memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada
produktivitas, ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan,
meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, berbicara dengan intonasi cepat,
43 2.4 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti
dan Tahun Penelitian
Judul Penelitian Variabel Penelitian
Teknis
Analisis Hasil Penelitian
Agusniar Betenia Harefa 2011 Pengaruh Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stress Kerja Karyawan pada PT. Bibit Baru Medan
Kepemimpinan, Konflik, Stress Kerja Analisis Regresi Berganda
Hasil pengujian koefisien determinasi adalah sebesar 0.435 (43.5%) berarti varibel dependen (stres kerja karyawan) dapat dijelaskan oleh kepemimpinan dan konflik sebesar 43.5% sedangkan sisanya sebesar 56.6% dijelaskan oleh factor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Anak Agung Wiranata 2011
Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja dan Stress Kerja Karyawan pada CV. Meranadi Denpsar Kepemimpinan, Kinerja, Stress Kerja Analisis Korelasi produk Momen kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan juga terhadap stres karyawan.
Nugroho 2007 Pengaruh Konflik
dan Stress Terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan pada PT.BRI cab. Medan Konflik, Stress Kerja, Kepuasan Kerja Analisis kuesioner Analisis wawancara Analisis dokumentasi
Semakin tinggi tingkat konflik dan stres akan menurunkankepuasan kerja sebaliknya apabila tingkat konflik dan stres menurun makakepuasan kerja pegawai meningkat. Roslena Elishabet Sitanggang 2013 Pengaruh Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stress Kerja Karyawan pada PT.
Telkom Indonesia Divisi Enterprise Servise Medan Kepemimpinan, Konflik, Stress Kerja Analisis Rergresi Berganda
Melalui Pengujian Koefisien Determinasi diperoleh
adjusted R Square (R 2
) 16,7% variabel stres kerja dapat dijelaskan oleh variabel kepemimpinan dan varibael konflik sedangkan 83,3% dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Konflik merupakan faktor yang
paling dominan mempengaruhi stres kerja
44 Lynn R. Offermann and Peta S. Hellmann 1996 Leadership Behavior and Subordinate Stres : A 360⁰ View
Leadership and Stress
Regression Analysis
The results of this study present consisten verification that leader behaviors do relate to the degree of stress experienced by their staffs. In the case of some leader behaviors, such as work facilitation and applying pressure, leaders make the same associations of their behavior to stress as do their staffs. For emotional support behaviors, the relationship of leader emotional support with subordinate stress is significant from all perspectives on all measures except team building, where only leaders do not show an association. Mehmet ULUTAŞ, Adnan KALKAN, and Özlem ÇETİNKAYA BOZKURT 2011
The Effect Of
Person-Organization Fit On Job Stress And Conflict: An Application On Employees Of Businesses In Dalaman Internasional Airport Person-Organization Fit, Job Stress, Conflict Regression Analysis
The results of our research show that probable compliance problem in organization causes stress and, as a result, organizations experience stress related problems. Lovelace and Rosen's (1996) research findings also support that result. The findings of this research state that conflict affects person-organization fit adversely and in organizations with high conflict level, compatibility level will be low. Organizations, capable of keeping employees' compatibility level under control, can protect themselves from the adverse outcomes like stress, conflict,
45 2.5 Kerangka Konseptual
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi
untuk memperbaiki kelompok dan budaya (Rivai dan Mulyadi, 2008:3).
kepemimpinan menurut Kartono, (2011:47) adalah seorang pemimpin harus
memiliki kekuatan, memiliki stabilitas emosi: pengetahuan tentang relasi insani,
kejujuran, objektif, dorongan pribadi, keterampilan berkomunikasi, kemampuan
mengajar, adanya keterampilan sosial, cakap secara tekhnis atau manjerial.
Rivai dan Mulyadi, (2008:507) menyatakan bahwa konflik kerja adalah
ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok dalam suatu
organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan
kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan,
dan persepsi. Sedangkan menurut Siagian (2003:160) Konflik didefinisikan
sebagai suatu proses interaksi social dimana dua orang atau lebih, bertantangan
dalam berpendapat atau tujuan mereka.
Sedangkan Sedarmayanti (2011:76) menyatakan bahwa stress kerja adalah
suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidaksimbangan fisik dan
psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi karyawan. Stres
dikatakan positif dan merupakan suatu peluang bila stres tersebut memotivasi para
karyawan untuk meningkatkan kinerjanya agar memperoleh hasil yang maksimal.
Beberapa karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja yang mengandung stres
antara lain adalah konflik antar pribadi dengan pimpinan, struktur tugas maupun
46 komunikasi, beban kerja yang sulit dan berlebihan, terbatasnya waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan, tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan
tidak wajar. Semua faktor tersebut dapat menimbulkan stres kerja pada karyawan.
Akibat – akibat stres kerja dapat dibedakan ke dalam tiga golongan, yaitu:
perilaku, kognitif dan psikologis. Stres kerja yang diakibatkan perilaku dapat
menimbulkan menurunnya kepuasan kerja, menurunnya kinerja, tekanan sikap
pemimpin yang kurang adil dan wajar, terjadinya konflik antar pribadi dan
lemahnya pengawasan dari masing-masing pimpinan divisi terhadap karyawan
yang melanggar aturan dijam-jam kerja yang nantinya akan menyebabkan
menurunnya kinerja karyawan
Berdasarkan uraian tersebut maka dibuat kerangka konseptual yang dapat
dilihat pada Gambar 2.1
Sumber : Kartono(2011:39), Rivai dan Mulyadi, (2008:507) diolah.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Stress Kerja Karyawan (Y)
47 2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban yang sifatnya sementara terhadap rumusan
masalah penelitian.Oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun
dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sukardi, 2003:41).
Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan maka dirumuskan
hipotesis sebagai berikut: Kepemimpinan dan konflik mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap stres kerja karyawan. Variable kepemimpinan lebih dominan