• Tidak ada hasil yang ditemukan

(1)SKRIPSI NOVEMBER 2017 EVALUASI PENATALAKSANAAN PENDERITA TRAUMA MATA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE 2015-2016 Diusulkan Oleh: KHAERIAH AMRU C Pembimbing: Dr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "(1)SKRIPSI NOVEMBER 2017 EVALUASI PENATALAKSANAAN PENDERITA TRAUMA MATA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE 2015-2016 Diusulkan Oleh: KHAERIAH AMRU C Pembimbing: Dr"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI NOVEMBER 2017 EVALUASI PENATALAKSANAAN PENDERITA TRAUMA MATA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER WAHIDIN SUDIROHUSODO

MAKASSAR PERIODE 2015-2016

Diusulkan Oleh:

KHAERIAH AMRU C 111 14 067

Pembimbing:

Dr. dr. Halimah Pagarra, Sp.M (K)

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan strata satu program studi pendidikan dokter

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

(2)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : KHAERIAH AMRU

Stambuk : C111 14 067

Judul : Evaluasi Penatalaksanaan Penderita Trauma Mata Di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar

Periode 2015-2016

Dengan ini telah dinyatakan memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.

Makassar, 28 November 2017 Pembimbing

Dr. dr. Halimah Pagarra, Sp.M (K) NIP 19580803 198710 2 001

(3)

iv

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Skripsi dengan judul:

“EVALUASI PENATALAKSANAAN PENDERITA TRAUMA MATA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER WAHIDIN SUDIROHUSODO

MAKASSAR PERIODE 2015-2016”

Dinyatakan telah dipertahankan dihadapan tim penguji dan telah diperiksa serta disetujui untuk dinyatakan lulus pada sidang skripsi di Departemen Ilmu Kesehatan

Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar, 28 November 2017 Ketua tim penguji

Dr. dr. Halimah Pagarra, Sp.M (K) NIP 19580803 198710 2 001

Anggota,

Dr. dr. Habibah S. Muhidin, Sp.M (K) Prof. dr. Budu, Ph.D., Sp.M., MmedEd NIP 19611215 198803 2 001 NIP 19661231 199503 1 009

(4)

v

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK

JUDUL SKRIPSI:

“EVALUASI PENATALAKSANAAN PENDERITA TRAUMA MATA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER WAHIDIN SUDIROHUSODO

MAKASSAR PERIODE 2015-2016”

Makassar, 28 November 2017 Pembimbing

Dr. dr. Halimah Pagarra, Sp.M (K) NIP 19580803 198710 2 001

(5)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Evaluasi Penderita Trauma Mata di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016” ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran.

Selesainya skripsi ini tidak semata-mata karena hasil kerja dari penulis sendiri melainkan juga adanya bantuan dari berbagai pihak. Olehnya itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya baik dari segi materi maupun yang non materi.

Ucapan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya dari penulis diberikan kepada Dr. dr. Halimah S. Pagarra, Sp.M (K), Dr. dr. Habibah S. Muhidin, Sp.M (K), Prof. dr. Budu, Ph.D., Sp.M., MmedEd selaku pembimbing dan penguji dalam penulisan skripsi ini atas waktu, tenaga, pikiran, semangat, dorongan serta bimbingan yang tidak bosan-bosannya diberikan selama penulisan skripsi ini.

Tidak hanya itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak atas jasa-jasanya yang tidak mungkin dilupakan oleh penulis, yaitu:

1. Allah SWT., yang memberikan kesehatan, kesabaran, dan kekuatan kepada penulis

2. Bapak Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, yang telah memberikan kesempatan serta dukungan untuk menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

(6)

vii

3. Seluruh staf pegawai Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK Unhas, yang telah memberikan arahan selama penulis mengerjakan skripsi.

4. Saudaraku Kakak Iyun, Adek Ai yang tak henti – hentinya memberikan semangat.

5. Teman-teman Athena FK Unhas (Indah Try Meylani, Ghaniah Alvita, Widya Astuti Muslimin, Ainun, Irma, Dhiyaul, Jusma, Ani, Tiara, Ipul, Sakkir), Ratih, dan Afni, Bidadari Surga (Aci, Ana, Cici, Eka, Mala, MJ, Ka Muthiah, Nuna, Qanitah, Rani, Tari, Wiphy), dan seluruh teman-teman “Neutroflavine 2014” atas dukungan dan semangatnya.

Secara khusus dan teristimewa ucapan terima kasih serta hormat yang teramat tinggi penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang tercinta, ayahanda Ambo Marusu dan ibunda Hasniah. Terima kasih atas semua doa, dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada anakda sejak kecil sampai sekarang ini.

Mohon maaf mungkin untuk saat ini anakda belum dapat membalas semua jasa dan mempersembahkan yang terbaik bagi ayahanda dan ibunda.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, permohonan maaf, kritik, dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagaimana mestinya. Amin.

Makassar, 28 November 2017

Khaeriah Amru

(7)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

BAB 1 ...1

PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang Permasalahan ...1

1.2. Rumusan Masalah ...4

1.3. Tujuan Penelitian...4

1.4. Manfaat Penelitian...5

BAB 2 ...7

TINJAUAN PUSTAKA...7

2.1. Anatomi dan fisiologi mata ...7

2.2. Pengertian trauma mata ...16

2.3. Klasifikasi trauma mata ...17

2.4. Penyebab trauma mata...18

2.5. Penatalaksanaan trauma mata ...21

BAB 3 ... 25

KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN ... 25

3.1. Identifikasi Variabel ...25

3.3. Kerangka Konsep ...27

3.4. Definisi Operasional ...28

BAB 4 ... 31

(8)

ix

METODE PENELITIAN ... 31

4.1. Desain Penelitian ...31

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian...31

4.3. Populasi dan Sampel ...31

4.4. Kriteria Seleksi ...32

4.5. Jenis Data dan Instrumen Penelitian ...32

4.6. Manajemen Penelitian ...33

4.7. Alur Penelitian ...34

4.8. Etika Penelitian ...34

BAB 5 ... 35

HASIL PENELITIAN ... 35

5.1. Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Jenis Kelamin ...35

5.2. Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Lateralisasi Mata ...36

5.3. Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Penyebab Trauma ...37

5.4. Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Tipe Trauma ...38

5.5. Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Visus Awal dan Visus Akhir ...39

5.6. Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Tatalaksana ...40

BAB 6 ... 42

PEMBAHASAN ... 42

6.1. Karakteristik Penderita Trauma Mata berdasarkan Jenis Kelamin ...42

6.2. Karakteristik Penderita Trauma Mata berdasarkan Lateralitas Mata ...43

6.3. Karakteristik Penderita Trauma Mata berdasarkan Penyebab Trauma ...44

6.4. Karakteristik Penderita Trauma Mata berdasarkan Tipe Trauma ...51

6.5. Karakteristik Penderita Trauma Mata berdasarkan Visus Awal dan Visus Akhir ...57

6.6. Karakteristik Penderita Trauma Mata berdasarkan Tatalaksana ...59

BAB 7 ... 63

KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

7.1. Kesimpulan ...63

7.2. Saran ...64

DAFTAR PUSTAKA ... ix

LAMPIRAN... xii

(9)

x

Lampiran I. Data Rekam Medik Penderita Trauma Mata di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo ... xii Lampiran II. Data hasil analisis SPSS ... xix Lampiran III. Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian ... liv Lampiran IV Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Data Rekam Medik ... lv Lampiran V. Biodata Penulis ... lvi

(10)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.2 Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Lateralisasi Mata Tabel 5.3 Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Penyebab Trauma Tabel 5.4 Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Tipe Trauma

Tabel 5.5 Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Visus Awal dan Visus Akhir

Tabel 5.6 Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Penatalaksanaan

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Orbita

Gambar 2.2. Palpebra Gambar 2.3. Bola mata

Gambar 2.4. Otot penggerak bola mata Gambar 2.5. Klasifikasi BETT

Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Data Rekam Medik Penderita Trauma Mata di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo

Lampiran II Data hasil analisis SPSS

Lampiran III Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian

Lampiran IV Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Data Rekam Medik Lampiran V Biodata penulis

(11)

xii

SKRIPSI Fakultas KedokteranUniversitas Hasanuddin November 2017 Khaeriah Amru (C111 14 067)

Dr. dr. Halimah S. Pagarra, Sp.M(K)

EVALUASI PENATALAKSANAAN PENDERITA TRAUMA MATA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE 2015-2016

ABSTRAK

Latar belakang: Trauma mata adalah salah satu dari penyebab tersering gangguan penglihatan, kebutaan monokular, morbiditas mata, yang dapat dicegah. Prevalensi trauma mata di Amerika Serikat sebesar 2,4 juta pertahun dan sedikitnya setengah juta di antaranya menyebabkan kebutaan. Prevalensi kejadian trauma mata di Indonesia masih sangat terbatas. Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung selama tahun 2011, didapatkan angka kejadian trauma mata pada 188 anak usia 0-14 tahun paling banyak terjadi dengan jenis kelamin laki-laki (69.1%) dan perempuan (30.9 %). Selain itu, ditemukan 22 mata dengan luka terbuka dan 170 mata dengan luka tertutup. Terdapat beberapa karakteristik dari trauma mata yang diduga memegang peran penting terhadap angka kejadian trauma mata seperti umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan lain – lain.

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh evaluasi penatalaksanaan penderita trauma mata di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan metode cross sectional retrospektif dengan menggunakan data rekam medik.

Hasil penelitian: Distribusi penderita trauma mata berdasarkan jenis kelamin lebih banyak diderita pada laki-laki yaitu sebanyak 81 orang (86.2 %) dan perempuan 13 orang (13.8 %), berdasarkan lateralisasi mata lebih banyak terjadi pada mata kanan (unilateral OD) yaitu sebanyak 62 orang (66 %) dan mata kiri (Unilateral OS) yaitu sebanyak 32 orang (34 %), berdasarkan penyebab trauma mata lebih banyak terjadi akibat benda tumpul yaitu sebanyak 48 mata (51.5 %) dan paling sedikit akibat petasan dan kekerasan, masing-masing yaitu sebanyak 2 mata (2.1 %), berdasarkan tipe trauma paling banyak terjadi pada laserasi palpebra yaitu 24 mata (25.5 %) dan paling sedikit yaitu trauma non perforasi abrasi kornea terjadi pada 4 mata (4.3 %), berdasarkan pemeriksaan visus awal lebih banyak didapatkan pada visus ≥6/12 yaitu sebanyak 35 mata (37.2 %) dan paling sedikit tidak dievaluasi yaitu 1 mata (1.1

%). Setelah diberi tatalaksana, mengalami peningkatan visus, didapatkan pada visus akhir ≥6/12 yaitu sebanyak 39 mata (41.5 %) dan paling sedikit didapakan pada visus akhir 6/15 – 6/19 yaitu sebanyak 5 mata (5.3 %), berdasarkan tatalaksana yang diberikan paling banyak dengan pemberian medikamentosa secara tunggal yaitu 27 mata (28.7 %) dan paling sedikit tindakan parasintesis yaitu 1 mata (1.1 %)

Kata kunci: trauma mata

(12)

xiii

SKRIPSI Fakultas KedokteranUniversitas Hasanuddin November 2017 Khaeriah Amru (C111 14 067)

Dr. dr. Halimah S. Pagarra, Sp.M(K)

EVALUATION OF EYE TRAUMA PATIENTS AT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR WAHIDIN SUDIROHUSODO PERIOD 2015 – 2016

ABSTRACT

Background: Eye trauma is one of the most common causes of visual impairment, monocular blindness, eye morbidity, which can be prevented. The prevalance of eye trauma in the United States is 2.4 million per year and at least half of a million of it causes blindness. The prevalance of eye trauma in Indonesia is still very limited. In a study conducted at Cicendo Eye Hospital Bandung in 2011, the number of eye trauma incidence in 188 children aged 0 – 14 years was most common with male gender (69.1 %) and female (30.9 %). In addition, found 22 eyes with open wounds and 170 eyes with a closed wound. There are several characteristics of eye trauma that are thought to play an important role in the incidence of eye trauma such as age, sex, family history, and so on.

Objective: to obtain evaluation of management of eye trauma in Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo period 2015 – 2016.

Method: This was an observational descriptive study with retrospective cross sectional method using medical record data.

Result: Distribution of eye trauma patient based on gender is more commen in men that is 81 people (86.2 %) and female 13 people (13.8 %), based on lateralization of the eye is more happen in right eye (unilateral OD) that is 62 (66 %) and left eye (unilateral OS) that is 32 people (34 %), based on the cause of eye trauma is more due to blunt objects that is as much as 48 eyes (51.5 %) and at least fireworks and violence each causes 2 eyes (2.1 %), based on the most common type of trauma in lid lacerations of 24 eyes (25.5 %) and at least non-perforated corneal abrasion trauma occuring in 4 eyes (4.3 %), based on initial visus examination obtained more on visus

≥6/12 as many as 35 eyes (37.2 %) and at least not evaluated 1 eye (1.1 %). Once administered, increased visus, obtained in the final visus ≥6/12 of 39 eyes (41.5 %) and at least applied to the final visus 6/15 – 6/19 in 5 eyes (5.3 %), based on the treatment most by single medical administration 27 eyes (28.7 %) and at least parasynthesis of 1 eye (1.1 %).

Keywords: eye trauma

(13)

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

Mata merupakan salah satu indera yang penting bagi manusia. Melalui mata manusia menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanankan berbagai aktivitas, sehingga kerusakan pada mata sangat mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi seseorang (Kuhn F., dkk., 2002a) . Mata merupakan bagian yang sangat peka. Persentasi mata sebesar 0,1 % dari seluruh permukaan tubuh dan hanya 0,27% dari anterior permukaan badan. Mata mendapat perlindungan rongga orbita, kelopak dan jaringan lemak retrobulbar, namun mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Salah satu penyebab gangguan fungsi penglihatan adalah trauma mata.

Trauma mata adalah salah satu dari penyebab tersering gangguan penglihatan, kebutaan monokular, morbiditas mata, yang dapat dicegah (Katz J, 1993; Scein OD, 1988;Nirmalan PK, dkk, 2004). Sebanyak 40.000-60.000 mata yang trauma menjadi buta. (Wong TY, dkk, 2000). Trauma mata dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak, saraf mata dan rongga orbita.

Prevalensi trauma mata di Amerika Serikat sebesar 2,4 juta pertahun dan sedikitnya setengah juta di antaranya menyebabkan kebutaan (Negel AD, 1998). Di India, dilaporkan angka kejadian trauma mata lebih sedikit yakni 2.4%. (Vats S., dkk, 2008). Di dunia, kira-kira terdapat 1,6 juta orang yang mengalami kebutaan, 2,3 juta

(14)

2

mengalami penurunan fungsi penglihatan bilateral, dan 19 juta mengalami penurnan fungsi unilateral akibat trauma mata (Scein OD, 1988). Berdasarkan jenis kelamin, beberapa penelitian yang menggunakan data rumah sakit maupun data populasi, menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai prevalensi lebih tinggi. Wong mendapatkan angka insiden trauma pada laki-laki sebesar 20 per 100.000 dibandingkan 5 per 100.000 pada wanita. (Wong TY, dkk, 2000). Trauma mata terbanyak terjadi pada usia muda, di mana Vats mendapatkan rerata umur kejadian trauma dalah 24,2 tahun (±13,5). %. (Vats S., dkk, 2008).

Data prevalensi kejadian trauma mata di Indonesia masih sangat terbatas.

Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung selama tahun 2011, didapatkan angka kejadian trauma mata pada 188 anak usia 0-14 tahun paling banyak terjadi dengan jenis kelamin laki-laki (69.1%) dan perempuan (30.9 %).

Selain itu, ditemukan 22 mata dengan luka terbuka dan 170 mata dengan luka tertutup (Laila Wahyuni, 2015).

Akibat yang ditimbulkan oleh trauma mata juga bervariasi, mulai dari sembuh total sampai pada kebutaan dengan kerugian baik itu fisik, psikologis, dan biaya pengobatan serta perawatan yang tidak sedikit (Castellarin dan Pieramici, 2007). Kebutaan yang diakibatkan oleh trauma mata dapat berupa dampak langsung dari trauma mata tersebut. Komplikasi trauma mata seperti kebutaan dipengaruhi oleh kesesuaian teknik maupun ketepatan waktu dari pengobatan yang digunakan.

Pengetahuan tentang pola dan penyebab trauma mata di lingkungan sekitar akan membantu untuk mengetahui penyebab umum serta mendapatkan fakta-fakta yang

(15)

3

diperlukan untuk bahan pendidikan kesehatan dalam rangka perencanaan tindakan preventif serta kebutuhan untuk mencari pengobatan yang tepat sedini mungkin setelah terjadi trauma (Ajayi, et al., 2014).

Trauma mata mempunyai manifestasi klinis yang beragam dan bisa terjadi pada semua kalangan usia. Penatalaksanaan yang dilakukan juga berbeda sesuai dengan manifestasi klinis, penyebab dan potensi perbaikan setelah dilakukan tindakan. Sebagian besar kasus trauma mata tidak bisa selesai di daerah saja dan harus dirujuk ke pusat pelayanan yang lebih lengkap seperti ke tingkat pelayanan tersier. Komplikasi yang ditimbulkan trauma mata bisa dari yang paling ringan seperti akibat dari ruptur kornea, ruptur sklera, prolaps cairan bola mata sampai yang menimbulkan kebutaan dan kecacatan seumur hidup.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Emergency Department of The Pusan National University Hospital (PNUH) Korea, selama Januari 1994 hingga Desember 2000, didapatkan jumlah kasus trauma mata terbuka lebih banyak dari trauma mata tertutup dengan penatalaksanaan operatif penjahitan kornea-sklera, diikuti tindakan operatif pengeluaran benda asing intraokular dan paling sedikit berupa tindakan eviserasi.(Bs Oum, 2004). Sedangkan, penelitian yang dilakukan di Eye Clinic of Ekiti State University Teaching Hospital Nigeria selama Januari 2012 hingga Desember 2014 menunjukkan hasil kasus trauma mata tertutup lebih banyak dibandingkan trauma mata terbuka dengan penatalaksanaan medikamentosa lebih banyak dibandingkan tindakan operatif.(Ajite, 2017)

Data mengenai penatalaksanaan trauma mata di Indonesia, masih sangat terbatas. Namun, berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

(16)

4

menunjukkan hasil kasus trauma mata tertutup lebih banyak dibandingkan trauma mata terbuka dengan penatalaksanaan medikamentosa lebih banyak dibandingkan tindakan operatif. (Laila Wahyuni, 2015).

Berdasarkan hal-hal di atas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana evaluasi penatalaksanaan trauma mata di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016. Data yang diperoleh diharapkan dapat menjadi acuan dalam meningkatkan kualitas penatalaksanaan trauma mata di RS Wahidin Sudirohusodo.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas diperoleh rumusan masalah yaitu:

Bagaimanakah evaluasi penatalaksanaan penderita trauma mata di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo selama periode 2015-2016?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui evaluasi penatalaksanaan penderita trauma mata di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015- 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui:

1. Distribusi penderita trauma mata menurut jenis kelamin di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016.

(17)

5

2. Distribusi penderita trauma mata menurut tipe trauma mata di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016.

3. Distribusi penderita trauma mata menurut penyebab trauma mata di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016.

4. Distribusi penderita trauma mata lateralisasi mata di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015- 2016.

5. Distribusi penderita trauma mata menurut visus sebelum dan setelah dilakukan penatalaksanaan di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016.

6. Distribusi penatalaksanaan penderita trauma di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai data bagi para praktisi kesehatan mengenai evaluasi penatalaksanaan trauma mata di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini adalah:

(18)

6

1. Sebagai bahan masukan bagi dokter umum maupun dokter ahli untuk meningkatkan kualitas penatalaksanaan trauma mata.

2. Sebagai acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian mengenai trauma mata di daerah lain.

3. Sebagai tambahan ilmu, kompetensi, dan pengalaman berharga bagi peneliti dalam melakukan penelitian kesehatan pada umumnya, dan terkait tentang trauma mata pada khususnya.

(19)

7 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan fisiologi mata

2.1.1. Orbita

Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama-sama tulang palatinum dan zigomatikus (Ilyas, 2010). Rongga orbita yang berbentuk pyramid ini terletak pada kedua sisi rongga hidung. Dinding lateral orbita membentuki sudut 45 derajat dengan dinding medialnya. Dinding orbita terdiri atas tulang :

1. Atap atau superior : os.frontal

2. Lateral : os.frontal, os. zigomatik, ala magna os sfenoid 3. Inferior : os. zigomatik, os. maksila, os. Palatin

4. Nasal : os. maksila, os. lakrimal, os. etmoid

Foramen optik terletak pada apeks rongga orbita, dilalui oleh saraf optik, arteri, vena, dan saraf simpatik yang berasal dari pleksus karotid. Fisura orbita superior di sudut orbita atas temporal dilalui oleh saraf lakrimal (V), saraf frontal (V), saraf troklear (IV), saraf okulomotor (III), saraf nasosiliar (V), abdusen (VI), dan arteri vena oftalmik.

(20)

8

Fisura orbita inferior terletak di dasar tengah temporal orbita dilalui oleh saraf infra-orbita, zigomatik dan arteri infra orbita. Fosa lakrimal terletak di sebelah temporal atas tempat duduknya kelenjar lakrimal.

Gambar 2.1. Orbita (Sobotta, 2006)

2.1.2. Palpebra

Palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Pada palpebra terdapat bagian-bagian: kelenjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus. Otot seperti: Muskulus orbikularis mata untuk menutup bola mata yang dipersarafi Nervus Fasial. M. levator palpebra yang dipersarafi N. III yang berfungsi untuk membuka mata. Pembuluh darah yang mempedarahinya adalah arteri palpebra. Persarafan sensorik kelopak mata atas

(21)

9

didapatkan dari ramus frontal N. V, sedang kelopak mata bawah oleh cabang ke II saraf ke V (Ilyas, 2010; Snell RS, 2006).

Gambar 2.2. Palpebra (Sobotta, 2006)

2.1.3. Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva mempunyai kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu:

konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva bulbi yang menutupi sklera, dan konjungtiva forniks (Ilyas, 2010).

2.1.4. Bola mata

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :

(22)

10

1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebeut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera

Sklera berjalan dari papil saraf optik sampai kornea.

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari atas lapis :

1. Epitel

a. Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.

b. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel.

c. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

d. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman

a. Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

b. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

(23)

11 3. Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang.

4. Membran descement

a. Merupakan membran aseluler dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.

b. Bersifat sangat elastik dan berkembang seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm.

5. Endotel

a. Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.

b. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya (Ilyas, 2010).

c. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (Ilyas, 2010).

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada

(24)

12

ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuous humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.

Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan sudut ini di dapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris (Ilyas, 2010).

3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.

Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya (Ilyas, 2010). Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan :

a. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.

b. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

c. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapisan nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.

(25)

13

d. Lapis fleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat asinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

e. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

f. Lapis fleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

g. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.

h. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju saraf optik.

Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

i. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca. Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam (Ilyas, 2010).

j. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dan koroid.

Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina seperti : tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapangan pandang. (Ilyas, 2010).

Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis.

Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan pada orang tua, pupil mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis (Ilyas, 2010). Pupil waktu tidur kecil, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma dan tidur sesungguhnya.

Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang diafragmanya di kecilkan (Ilyas, 2010).

(26)

14

Lensa terletak dibelakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peran dan akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea (Ilyas, 2010).

Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dan retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin dan hanya menempel papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila terdapat jaringan ikat didalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air (Ilyas, 2010).

Gambar 2.3. Bola mata (Sobotta, 2006) 2.1.6. Saraf Optik

Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis serabut saraf, yaitu : saraf penglihat dan serabut pupilomotor. Kelainan saraf optik menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak langsung terhadap saraf optik ataupun perbuatan toksik dan anoksik yang mempengaruhi penyaluran aliran listrik (Ilyas, 2010).

(27)

15 2.1.7. Otot penggerak bola mata

Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakan mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot (Ilyas, 2010). Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot yaitu :

a. Oblik inferior mempunyai origo pada fosa lakrimal tulang lakrimal, berinsersi pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf okulomotor, bekerja untuk menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi (Ilyas, 2010).

b. Otot Oblik Superior. Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenoid di atas foramen optik, berjalan menuju troklea dan dikatrol balik dan kemudian berjalan di atas otot rektus superior, yang kemudian berinsersi pada sklera dibagian temporal belakang bola mata. Oblik superior dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear yang keluar dari bagian dorsal susunan saraf pusat (Ilyas, 2010).

c. Otot Rektus Inferior. Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik inferior dan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada persilangan dengan oblik inferior diikat kuat oleh ligamen Lockwood. Rektus inferior dipersarafi oleh n. III (Ilyas, 2010).

d. Otot Rektus Lateral. Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen optik. Rektus lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan pekerjaan menggerakkan mata terutama abduksi (Ilyas, 2010).

e. Otot Rektus Medius. Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dura saraf optik yang sering memberikan dan rasa sakit pada

(28)

16

pergerakkan mata bila terdapat retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus medius merupakan otot mata yang paling tebal dengan tendon terpendek. Menggerakkan mata untuk aduksi (gerakan primer) (Ilyas, 2010).

f. Otot Rektus Superior. Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakkan bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus dan dipersarafi cabang superior N.III (Ilyas, 2010).

Gambar 2.4. Otot penggerak bola mata (Sobotta, 2007)

2.2. Pengertian trauma mata

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan cedera pada mata. Trauma mata adalah penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan dewasa. (Augsburger & Asbury, 2014).

(29)

17 2.3. Klasifikasi trauma mata

2.3.1 Berdasarkan Birmingham Eye TraumaTerminology (BETT), (Kuhn F, 2002b) mengklasifikasikan trauma mata berdasarkan diagram dibawah ini

Gambar 2.5. Klasifikasi BETT

Berdasarkan diagram yang dikategorikan oleh Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT), berikut adalah penjelasannya yaitu :

2.3.1.1 Trauma tertutup adalah luka pada dinding bola mata (sklera atau kornea) dan luka ini tidak merusak bagian dari intraokuler.

i. Kontusio adalah tidak ada luka (no full-thickness). Trauma disebabkan oleh energi langsung dari objek (mis., pecahnya koroid) atau perubahan bentuk bola dunia (misalnya, resesi sudut)

ii. Laserasi lamellar adalah trauma tertutup pada bola mata yang ditandai oleh luka yang mengenai sebagian ketebalan dinding bola mata. Trauma ini biasa disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul.

2.3.1.2 Trauma terbuka pada bola mata adalah trauma yang menyebabkan luka dan mengenai keseluruhan dinding dari bola mata (sklera dan kornea).

(30)

18

i. Ruptur adalah adanya luka yang mengenai dari seluruh ketebalan dinding bola mata, yang disebabkan oleh trauma tumpul dan mekanisme ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan intraokuli. Luka terjadi akbat mekanisme dari dalam ke luar mata.

ii. Laserasi adalah luka yang mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang disebabkan oleh benda tajam. Keadaan ini akan menimbulkan adanya trauma penetrasi ataupun trauma perforasi. Luka terjadi akbat mekanisme dari luar ke dalam mata.

iii. Trauma penetrasi adalah luka yang masuk (entrance wound). Jika terdapat lebih dari satu luka, setiap luka memiliki penyebab yang berbeda.

iv. Trauma perforasi adalah luka yang masuk dan keluar (entrance and exit wound). Kedua luka memiliki penyebab yang sama.

v. Intraocular foreign body (IOFB) adalah adanya benda asing pada intraokular yang keadaan ini sangat berhubungan dengan adanya trauma penetrasi.

2.4. Penyebab trauma mata

Berdasarkan British Medical Journal (BMJ), trauma mata dapat di golongkan berdasarkan penyebabnya yaitu, trauma mekanik, trauma non mekanik yaitu trauma kimiawi, trauma termal, dan trauma radiasi.

2.4.1 Trauma Mekanik

Trauma mekanik dapat dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma tumpul merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda

(31)

19

tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya (Augsburger & Asbury, 2014). Trauma tumpul pada mata lebih sering disebabkan oleh trauma yang berasal dari benda tumpul seperti pukulan, terbentur bola. Trauma tumpul dengan kekuatan yang besar akan menghasilkan tekanan anteroposterior, sehingga keadaan ini dapat juga menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli, ruptur, dan robekan pada struktur intamata lainnya. Keadaan ini juga dapat meluas sehingga dapat menyebabkan kerusakan segmen posterior.

a. Trauma tumpul pada bola mata dapat menyebabkan kerusakan dengan nilai yang maksimum karena gelombang tekanan yang menyusuri cairan mata akan mencapai kamera mata anterior sehingga cairan mata ini akan terdorong ke dapan bersama lensa, iris, dan kopus vitreus ke polus posterior.

Gelombang tekanan ini juga dapat mencapai retina dan koroid sehingga dapat menimbulkan kerusakan. Setelah gelombang tekanan bagian luar tertutupi, maka gelombang ini akan di pantulkan ke arah posterior sehingga dapat merusak foveal. Setelah gelombang tekanan mencapai dinding posterior pada bola mata, gelombang tekanan ini dipantulkan kearah belakang secara anterior. Pada keadaan ini dapat merusak retina juga koroid.

Kelainan-kelainan yang dapat ditimbulkan oleh trauma tumpul dapat berupa hipema, sbuluksasio lentis, luksasio lentis, katarak traumatika, pendarahan pada korpus vitreus, ruptur kornea, ruptur koroid dan lain sebagainya.

b. Trauma tajam adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata, dimana mata ditembus oleh benda tajam atau benda

(32)

20

berukuran kecil dengan kecepatan tinggi yang menembus kornea atau sklera, trauma tajam mata dapat diklasifikasikan atas luka tajam tanpa preforasi dan luka tajam dengan perforasi yang meliputi perforasi tanpa benda asing inta okuler dan perforasi benda asing intra okuler.

2.4.2 Trauma non mekanik a. Trauma Kimia

Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpapar bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Kerusakan yang terjadi tergantung pada beberapa faktor yaitu: kekuatan agen kimiawi, konsentrasi, volume larutan dan lamanya paparan. Kebanyakan trauma terjadi secara tidak disengaja pada tempat kerja terutama di area industri.

b. Trauma bakar termal

Trauma bakar termal dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu: flame dan contact burns. Pada flame terjadi paparan secara sekunder antara mata dengan api, dan pada contact burn terjadi paparan secara langsung misalnya dengan air panas, atau benda-benda panas.

c. Trauma Radiasi

Trauma radiasi yang sering terjadi akibat paparan sinar UV sehingga menyebabkan keratitis pada permukaan kornea, yang akan tampak dengan pewarnaan fluorescein. Rasa sakit yang sangat parah, fotofobia, dan berntuk kornea yang tidak teratur akan timbul 6-10 jam setelah paparan diikuti dengan penurunan ketajaman penglihatan. Nyeri dapat dihilangkan dengan pemberian

(33)

21

obat anastesi topikal untuk jangka pendek. Selain itu juga diberikan obat antibiotik secara topikal dan pengukuran tekanan mata tempel selama 24 jam.

Pada umumnya, prognosis baik dan kornea akan kembali normal dalam waktu 24 jam. Namun, sisi mata yang terkena paparan sebelumnya akan lebih sensitif terhadap cahaya untuk beberapa bulan (Augsburger & Asbury, 2014).

2.5. Penatalaksanaan trauma mata 2.4.3 Palpebra

i. Hematoma palpebra, pengobatan dilakukan dengan pemberian kompres dingin untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan absorbsi darah dapat dilakukan kompres hangat kelopak mata.(FKUI Edisi V, 2014)

ii. Abrasi dan laserasi palpebra, pengobatan dilakukan apabila terjadi abrasi karena partikel benda asing harus segera dikeluarkan dengan irigasi. Luka kemudian diirigasi dengan saline serta ditutup dengan salep antibiotik dan kasa steril. Bila terjadi laserasi palpebra maka dilakukan tindakan bedah. (Ausburger, 2014)

2.4.4 Konjungtiva

i. Edema konjungtiva, pengobatan dilakukan dengan pemberian dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva. Bila terjadi kemotik konjungtiva dapat dilakukan insisi untuk mengeluarkan cairan konjungtiva. (FKUI Edisi V, 2014)

(34)

22

ii. Hematoma subkonjungtiva, pengobatan dini ialah dengan kompres hangat. Perdarahan subkonjungtva akan hilang atau diabsorbsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati. (FKUI Edisi V, 2014)

2.4.5 Kornea

i. Edema kornea, pengobatan dilakukan dengan pemberian larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau garam hipertonik 2-8 %, glukosa 40%

dan larutan albumin. Bila terjadi peninggian tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak. (FKUI Edisi V, 2014)

ii. Erosi kornea, pengobatan dilakukan dengan pemberian anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotik sprektrum luas seperti kloramfenikol dan sulfasetamid tetes mata. Bila mengabitkan spasme siliar, maka diberikan siklopegik aksi- pendek seperti tropikmida. (FKUI Edisi V, 2014)

2.4.6 Uvea

i. Hifema, pengobatan dilakukan dengan parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang. (FKUI Edisi V, 2014)

(35)

23

ii. Iridodialisis, pengobatan dilakukan dengan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas. (FKUI Edisi V, 2014) iii. Iridoplegia, pengobatan dilakukan dengan tirah baring untuk

mencegah terjadinya kelelahan sfingter. (FKUI Edisi V, 2014)

iv. Iridosiklitis, bila terjadi uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal. Bila terjadi infeksi berat, maka dapat diberikan steroid sistemik. (FKUI Edisi V, 2014)

2.4.7 Lensa

i. Luksasi lensa anterior, penatalaksanaan awal berupa azetasolamida untuk menurunkan tekanan bola mata dan ekstraksi lensa. (FKUI Edisi V, 2014)

ii. Luksasi lensa posterior, pengobatan dilakukan dengan ekstraksi lensa. (FKUI Edisi V, 2014)

iii. Katarak trauma, pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lenda intraokuler primer atau sekunder. Ekstraksi lensa dilakukan bila terjadi penyulit seperti glaukoma dan uveitis.

(FKUI Edisi V, 2014) 2.4.8 Benda asing intraokular

Benda asing pada bagian superfisial cukup dengan irigasi, diambil dengan pemberian anstesi topikal sebelumnya. Sementara benda asing intraokular ialah dengan mengeluarkannya dan dilakukan dengan perencanaan

(36)

24

pembedahan agar tidak memberikan kerusakan yang lebih berat terhadap bola mata. (FKUI Edisi V, 2014)

2.4.9 Trauma kimia

i. Trauma asam, pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan selama mungkin untuk menghilangkan larutan bahan yang mengakibatkan trauma (FKUI Edisi V, 2014)

ii. Trauma basa, pengobatan dilakukan dengan secepatnya melakukan irigasi dengan garam fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin, Penderita diberi siklopegiam antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. (FKUI Edisi V, 2014)

2.4.10 Trauma radiasi

i. Trauma sinar infra merah, pengobatan dilakukan dengan steroid sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah terbentuknya jaringan parut pada maukla atau untuk mengurangi gejala radang yang timbul (FKUI Edisi V, 2014)

ii. Trauma sinar ultra violet, pengobatan dilakukan dengan siklopgia, antibiotik lokal, analgetik, dana mata ditutup selama 2-3 hari. (FKUI Edisi V, 2014)

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada jenis trauma, dibedakan atas penatalaksanaan secara medikamentosa dan operatif (Augsburger & Asbury, 2014).

(37)

25 BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Identifikasi Variabel

Pada setiap populasi, tiap individu anggota tersebut memiliki penatalaksanaan yang berbeda-beda untuk setiap penyakit tertentu. Berdasarkan tinjauan pustaka, terdapat berbagai karakteristik penderita trauma mata diantaranya jenis kelamin, pekerjaan, tempat kejadian, lateralitas, tipe trauma, penyebab trauma dan ketajaman penglihatan sebelum dan setelah dilakukan penatalaksanaan, penatalaksanaan, dan komplikasi. Di antara berbagai karakteristik tersebut, maka variabel pada penderita trauma mata yang akan diteliti dibatasi pada penderita trauma mata berdasarkan jenis kelamin, tipe trauma, lateralitas, penyebab trauma, visus sebelum dan setelah penatalaksanaan, dan jenis penatalaksanaan yang diberikan. Oleh karena keterbatasan waktu dan tempat penelitian, maka penelitian ini dikhususkan pada penderita trauma mata yang datang berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter

Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016.

(38)

26 3.2. Kerangka Teori

Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, maka disusunlah pola variabel sebagai berikut.

Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian BETT

Klasifikasi

Trauma mata

Closed Globe

Kontusio

Lamelar Laserasi

Ruptur Laserasi

IOFB Penetrasi

Open Globe

Perforasi

Penyebab

Mekanik Non mekanik

Tumpul

Tajam

Kimia

Termal

Radiasi

Jenis penatalaksanaan

Konservatif Medikamentosa Tindakan/Bedah

(39)

27 Keterangan:

Variabel yang Diteliti Variabel yang Tidak Diteliti 3.3.Kerangka Konsep

Berdasarkan konsep pemikiran yang dikemukakan di atas, maka disusunlah pola variabel sebagai berikut.

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Tipe

trauma

Visus sebelum terapi Penyebab

trauma

Penatalaksanaan

Visus setelah

terapi Komplikasi

Jenis kelamin

Lateralitas

(40)

28 3.4. Definisi Operasional

3.4.1 Jenis Kelamin

Definisi : Jenis kelamin yang tercatat di rekam medik pasien.

Alat ukur : Rekam medik pasien

Cara ukur : Dengan mencatat variabel jenis kelamin penderita setelah terapi sesuai dengan yang tercantum pada data pasien (rekam medik)

Hasil ukur : 1. Laki-laki 2. Perempuan 3.4.2 Lateralitas

Definisi : Mata yang terkena trauma Alat ukur : Rekam medik pasien

Cara ukur : Dengan mencatat variabel mata yang terkena trauma yang tercantum pada data pasien (rekam medik)

Hasil ukur : 1. Unilateral Ocular Dextra (mata kanan) 2. Unilateral Ocular Sinistra (mata kiri) 3. Bilateral (kedua mata)

3.4.3 Penyebab trauma

Definisi : Hal yang menyebabkan trauma Alat ukur : Rekam medik pasien

Cara ukur : Dengan mencatat variabel penyebab trauma sesuai dengan yang tercantum pada data pasien (rekam medik)

Hasil ukur : 1. Benda logam 5. Petasan

(41)

29

2. Benda tajam 6. Kekerasan tinju

3. Benda tumpul 7. Jatuh

4. Kecelakaan Lalu Lintas (KLL) 8. Sekunder 3.4.4. Tipe trauma

Definisi : Tipe trauma yang terjadi berdasarkan BETT dan sesuai dengan yang tertulis di rekam medik pasien

Alat ukur : Rekam medik pasien

Cara ukur : Dengan mencatat variabel tipe trauma dilakukan sesuai dengan yang tercantum pada data pasien (rekam medik) Hasil ukur :

1. Laserasi palpebra 2. Ruptur kanalikuli 3. Penetrasi

4. Perforasi

5. Non perforasi, laserasi konjungtiva

6. Non perforasi, perdarahan subkonjungtiva

7. Non perforasi, abrasi retina

8. Non perforasi, hifema 9. Corpus alineum kornea 3.4.5 Visus awal dan akhir

Definisi : Visus awal adalah ketajaman penglihatan saat pertama kali datang ke rumah sakit dan visus akhir adalah ketajaman penglihatan saat terakhir kali kontrol.

Alat ukur : Rekam medik pasien

Cara ukur : Dengan mencatat variabel ketajaman penglihatan penderita setelah terapi sesuai dengan yang tercantum pada data pasien (rekam medik)

(42)

30 Hasil ukur : 1. ≥6/12

2. 6/15 – 6/24

3. 6/30 – Counting Fingers 1 Meter

4. Counting Fingers 1 Meter – LP (Light Perceiption) 5. NLP (No Light Perceiption)

6. Sulit/Tidak dinilai 3.4.6 Penatalaksanaan

Definisi : Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien trauma mata Alat ukur : Rekam medik pasien

Cara ukur : Dengan mencatat variabel penatalaksanaan sesuai dengan yang tercantum pada data pasien (rekam medik)

Hasil ukur : 1. Medikamentosa 5. Sklerotomi

2. Eviserasi 6. Repair ruptur korneasklera 3. Parasintesis 7. Repair ruptur kanalikuli 4. Ekstraksi 8. Rekontruksi palpebra berat

(43)

31 BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan metode cross sectional untuk mengetahui evaluasi penatalaksanaan penderita trauma mata di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015- 2016. dengan menggunakan pendekatan yang bersifat retrospektif melalui penggunaan data sekunder sebagai data penelitian.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar.

4.2.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian mulai September hingga November 2017.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita trauma mata yang dating di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015- 2016.

(44)

32 4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah penderita trauma mata yang datang di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015- 2016.

4.3.3 Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan metode total sampling yaitu semua populasi dijadikan sebagai sampel.

4.4. Kriteria Seleksi 4.4.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien dengan kelainan pada bola mata yang disebabkan oleh berbagai macam trauma di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016.

4.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien dengan data rekam medik tidak lengkap

2. Pasien dengan penyakit penyerta yang telah ada sebelum trauma mata mengenai.

4.5. Jenis Data dan Instrumen Penelitian 4.5.1 Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016.

(45)

33 4.5.2 Instrumen Penelitian

Alat pengumpul data dan instrumen penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan rekam medik sebagai data sekunder.

4.6. Manajemen Penelitian 4.6.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo. Kemudian mengisi form pernyataan dan biodata penelitian serta menyelesaikan biaya administrasi. Setelah itu, data penderita trauma mata yang datang berobat dalam periode yang telah ditentukan dikumpulkan untuk memperoleh data medis di bagian Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo.

4.6.2 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan dilakukan setelah pencatatan data rekam medik dengan menggunakan program komputer IBM SPSS 22.0 dan Microsoft Excel 2010 untuk memperoleh hasil statistik deskriptif yang diharapkan.

4.6.3 Penyajian Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel disertai penjelasan serta disusun dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian.

(46)

34 4.7. Alur Penelitian

4.8. Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak terkait sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.

2. Menjaga kerahasiaan identitas pasien sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.

Persiapan Data rekam

medik

Pengumpulan data berdasarkan variabel

 Jenis kelamin

 Lateralitas

 Tipe trauma

 Penyebab

 Visus sebelum dan setelah terapi

 Penatalaksanaan Analisis data

Kesimpulan

(47)

35 BAB 5

HASIL PENELITIAN

Data pada penelitian ini merupakan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dalam waktu 1 minggu yaitu pada tanggal 5 – 12 Oktober 2017. Data sekunder yang didapatkan dari rekam medik penderita trauma mata diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2010, kemudian diolah dengan menggunakan program komputer Statistical Package for The Social Sciences (SPSS) for Windows 22,00, hasilnya disajikan dalam bentuk tabel disertai penjelasan.

Dari hasil pengumpulan data didapatkan prevalensi trauma mata Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015-2016 sebanyak 117 orang. Namun yang menjadi sampel penelitian hanya 94 orang karena adanya kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi dan ekslusi dimasukkan sebagai syarat untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan diolah menurut jenis kelamin, lateralitas mata, tipe trauma mata, penyebab trauma, visus awal dan akhir, dan penatalaksanaan yang diberikan. Hasil pengolahan data disajikan sebagai berikut:

5.1. Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Jenis Kelamin

Pada tabel 5.1 memperlihatkan distribusi penderita trauma mata berdasarkan jenis kelamin, 81 orang (86.2 %) terjadi pada laki-laki dan sisanya 13 orang (13.8 %) terjadi pada perempuan.

(48)

36

Tabel 5.1 Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi

(n)

Persentasi (%)

Perempuan 13 13.8

Laki-laki 81 86.2

Total 94 100%

Sumber: Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015 – 2016

5.2. Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Lateralisasi Mata

Pada tabel 5.2 memperlihatkan distribusi lateralisasi mata yang terkena trauma, 62 orang (66 %) dengan Unilateral Ocular Dextra (OD), 32 orang (34 %) dengan Unilateral Ocular Sinistra (OS), dan 0 orang (0 %) dengan Bilateral.

Tabel 5.2 Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Lateralisasi Mata Lateralisasi Frekuensi

(n)

Persentasi (%) Unilateral Ocular

Sinistra 32 34

Unilateral Ocular Dextra 62 66

Bilateral 0 0

Total 94 100

Sumber: Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015 – 2016

(49)

37

5.3. Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Penyebab Trauma

Pada tabel 5.3 memperlihatkan distribusi penyebab trauma mata, benda tumpul merupakan penyebab trauma mata paling sering yaitu sebanyak 48 mata (51.1

%) terkena benda tumpul, diikuti Kecelakaan Lalu Lintas (KLL) sebanyak 13 mata (13.8 %), benda logam sebanyak 12 mata (12.8 %), benda tajam sebanyak 10 mata (10.6 %), akibat jatuh 7 sebanyak 7 mata (7.4 %), akibat petasan sebanyak 2 mata (2.1 %), dan akibat kekerasan sebanyak 2 mata (2.1 %).

Tabel 5.2 Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Penyebab Trauma

Penyebab Frekuensi

(n)

Persentasi (%)

Kekerasan 2 2.1

Petasan 2 2.1

Jatuh 7 7.4

Benda tajam 10 10.6

Benda logam 12 12.8

KLL 13 13.8

Benda tumpul 48 51.1

Total 94 100

*KLL = Kecelakaan Lalu Lintas

Sumber: Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015 – 2016

(50)

38

5.4. Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Tipe Trauma

Pada tabel 5.4 memperlihatkan distribusi tipe trauma mata, laserasi palpebra terjadi pada 24 mata (25.5 %), non perforasi laserasi konjungtiva terjadi pada 16 mata (17 %), trauma penetrasi terjadi pada 13 mata (13.8 %), non perforasi hifema terjadi pada 10 mata (10.6 %), corpus alineum kornea terjadi pada 9 mata (9.6 %), trauma perforasi terjadi pada 8 mata (8.5 %), non perforasi perdarahan subkonjungtiva terjadi pada 5 mata (5.3 %), ruptur kanalikuli terjadi pada 5 mata (5.3 %), dan non perforasi abrasi kornea terjadi pada 4 mata (4.3 %).

Tabel 5.4 Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Tipe Trauma Tipe trauma Frekuensi

(n)

Persentasi (%) Non perforasi, abrasi

kornea 4 4.3

Ruptur kanalikuli 5 5.3

Non perforasi, perdarahan subkonjungtiva

5 5.3

Perforasi 8 8.5

Corpus alineum kornea 9 9.6

Non perforasi, hifema 10 10.6

Penetrasi 13 13.8

Non perforasi, laserasi

konjungtiva 16 17

Laserasi palpebra 24 25.5

Total 94 100

Sumber: Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015 – 2016

(51)

39

5.5. Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Visus Awal dan Visus Akhir

Pada tabel 5.5 memperlihatkan distribusi visus awal penderita trauma mata, sebanyak 35 mata (37.2 %) dengan visus awal ≥6/12, sebanyak 6 mata (6.4 %) dengan visus awal 6/15 – 6/19, sebanyak 23 mata (24.5 %) dengan visus awal 6/24 – Counting Fingers 2 Meter, sebanyak 22 mata (23.4 %) dengan visus awal Counting Fingers 1 Meter – Light perceiption, sebanyak 7 mata (7.4 %) dengan visus awal No Light Perceiption, dan 1 mata (1.1 %) tidak dilakukan penilaian. Sedangkan untuk distribusi visus akhir penderita trauma mata, sebanyak 39 mata (41.5 %) dengan visus awal ≥6/12, sebanyak 5 mata (5.3 %) dengan visus awal 6/15 – 6/19, sebanyak 16 mata (17 %) dengan visus awal 6/24 – Counting Fingers 2 Meter, sebanyak 9 mata (9.6 %) dengan visus awal Counting Fingers 1 Meter – Light perceiption, sebanyak 6 mata (6.4 %) dengan visus awal No Light Perceiption, dan 19 mata (20.2 %) tidak dilakukan penilaian.

(52)

40

Tabel 5.5 Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Visus Awal dan Visus Akhir

Visus

Visus awal Visus akhir

Frekuensi (n)

Persentasi (%)

Frekuensi (n)

Persentasi (%)

≥6/12 35 37.2 39 41.5

6/15-6/19 6 6.4 5 5.3

6/24- CF 2 M 23 24.5 16 17

CF 1 M – LP 22 23.4 9 9.6

NLP 7 7.4 6 6.4

Sulit/Tidak

dinilai 1 1.1 19 20.2

Total 94 100.0 94 100.0

*CF 1/ 2 M=Counting Fingers 1 / 2 meter LP=Light Perceiption

NLP=No Light Perceiption

Sumber: Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015 – 2016

5.6. Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Tatalaksana

Pada diagram dan tabel 5.6 memperlihatkan distribusi tatalaksana trauma mata, tatalaksana yang paling banyak dilakukan adalah medikamentosa sebanyak 27 mata (28.7 %), kemudian rekonstruksi palpebra berat sebanyak 26 mata (27.7 %), 16 mata (17 %) dengan repair ruptur korneal sklera, 10 mata (10.6 %) dengan sklerotomi, dan secara berturut-turut ekstraksi pada 9 mata (9.6 %), eviserasi pada 2 mata (2.1 %), repair ruptur kanalikuli pada 3 mata (3.0 %), serta parasitensis pada 1 mata (1.0 %)

(53)

41

Tabel 5.6 Distribusi Penderita Trauma Mata berdasarkan Tatalaksana Tatalaksana Frekuensi

(n)

Persentasi (%)

Parasintesis 1 1.1

Eviserasi 2 2.1

Repair ruptur kanalikuli 3 3.2

Ekstraksi 9 9.6

Sklerotomi 10 10.6

Repair ruptur kornea-

sklera 16 17

Rekonstruksi palpebra

berat 26 27.7

Medikamentosa 27 28.7

Total 94 100

Sumber: Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015 – 2016

(54)

42 BAB 6 PEMBAHASAN

Penelitian pada penderita trauma mata tentang evaluasi penatalaksanaan belum banyak dilakukan di Indonesia sehingga dapat menjadi data dasar bagi penelitian lain tentang evaluasi penatalaksanaan trauma mata.

Berdasarkan pengolahan daftar tilik penderita trauma mata di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2015 - 2016, diperoleh hasil penelitian dari 94 pasien yamg memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memaparkan karakteristik dan hasil tatalaksana trauma mata.

Adapun karakteristik trauma mata yang menjadi fokus pada penelitian ini antara lain jenis kelamin tipe trauma mata, penyebab trauma mata, lateralisasi mata, visus awal dan hasil tatalaksana trauma mata yang dimaksud adalah jenis tatalaksana dan visus akhir. Adapun penjelasan karakteristik dan hasil tatalaksana akan dibahas secara terperinci sebagai berikut:

6.1. Karakteristik Penderita Trauma Mata berdasarkan Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian telah dipaparkan bahwa distribusi penderita trauma mata berdasarkan jenis kelamin paling banyak pada laki-laki sebanyak 81 orang dan paling sedikit pada perempuan sebanyak 13 orang. Hal ini mungkin disebabkan karena berdasarkan penyebabnya, laki-laki lebih banyak terkena trauma mata akibat benda tumpul seperti batu ketapel, benturan kayu, pelepah kelapa, obeng, timbangan besi, dll. dimana rata-rata benda tumpul tersebut didapatkan saat bekerja dan aktivitas

(55)

43

fisik, oleh karena itu kejadian trauma mata pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal yang sama terjadi pada perempuan dimana penyebab paling banyak adalah akibat benda tumpul seperti kayu pohon, tali gelang karet, mesin pemotong padi, setir sepeda, dan lemparan biji pete namun dengan prevalensi yang jauh lebih sedikit dibandingkan laki-laki.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Mingming Cai dan Jie Zhang pada 1 Januari hingga 31 Desember 2014 menunjukkan bahwa kejadian trauma mata paling banyak terjadi pada laki-laki 848 orang (80.3 %) sedangkan pada perempuan sebanyak 207 orang (19.7 %). (Cai M., Zhang J., 2015). Penelitian lain juga menunjukkan kejadian trauma mata terbanyak pada laki-laki sebanyak 71.9 % sedangkan pada perempuan 28.1 %. (Long J., Mitchell R., 2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mingming Cair dan Jie Zhang, hasil dari penelitian ini sejalan dimana ditemukan pasien dengan prevalensi paling banyak pada laki-laki. Kemungkinan penyebabnya adalah karena laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik dibandingkan perempuan, hal ini berhubungan dengan gambaran pekerjaan yang lebih beresiko untuk terkena trauma dibandingkan perempuan dan kebiasaan laki-laki bermain lebih banyak dibandingkan perempuan.

6.2. Karakteristik Penderita Trauma Mata berdasarkan Lateralitas Mata

Trauma mata dapat terjadi pada salah satu ataupun kedua mata, dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mata kanan (Unilateral Ocular Dextra) lebih sering terkena trauma yaitu 62 orang (66.3 %), sedangkan pada mata kiri (Unilateral Ocular Sinistra) sebanyak 32 orang (33.7 %) dan terkena pada kedua mata (Bilateral)

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai Gambaran jumlah Perda dan Peraturan lain yang di Keluarkan yang dilaksanakan oleh Instansi-instansi memiliki Record data yang luar biasa jumlahnya untuk

Sementara itu, produktivitas kedelai pada tahun 2015 juga mengalami peningkatan, provitas kedelai pada tahun 2015 mencapai 13,72 kuintal per hektar naik sebesar 0,46 kuintal per

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Sekolah Pascasarjana).

[r]

Puja dan puji syukur, penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-Nya sehingga Skripsi yang saya kerjakan dengan judu “Deteksi

Dengan demikian, mengingat pentingnya keterampilan memahami teks bacaan bagi siswa di Madrasah Ibtidaiyah (MI), maka sudah sepatutnya kemampuan ini di

(6) Guru membuat keompok-kelompok siswa. Pelaksanaan tindakan kegiatan yang dilakukan guru pada tahap pelaksanaan ini adalah: 1) Guru membuka pembelajaran dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap miskonsepsi pada penyelesaian soal aljabar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kota Malang maka peneliti mendapatkan