• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI EKSTRAK ETANOL DAUN KIPAHIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POTENSI EKSTRAK ETANOL DAUN KIPAHIT"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI EKSTRAK ETANOL DAUN KIPAHIT (Tithonia diversifolia ) SEBAGAI ANTIPIRETIK MELALUI

PENDEKATAN SITOKIN PROINFLAMASI INTERLEUKIN 6 (IL-6) DAN TUMOR NECROSIS FACTOR α (TNFα)

FIRDA AGUSTIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Ekstrak Etanol Daun Kipahit (Tithonia diversifolia) sebagai Antipiretik melalui Pendekatan Sitokin Proinflamasi Interleukin 6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor α (TNF-α) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun k epada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2017 Firda Agustin NRP B151150091

(4)
(5)

RINGKASAN

FIRDA AGUSTIN. Potensi Ekstrak Etanol Daun Kipahit (Tithonia diversifolia) sebagai Antipiretik melalui Pendekatan Sitokin Proinflamasi Interleukin 6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor α (TNF-α). Dibimbing oleh WASMEN MANALU dan ANDRIYANTO.

Demam adalah suatu respons peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh infeksi dan materi toksik yang memengaruhi pusat pengaturan temperatur tubuh.

Hampir semua penyakit, baik yang menular maupun tidak menular seperti malaria, demam berdarah, atau penyakit infeksi lainnya, ditandai dengan gejala demam. Beberapa penelitian terkait antipiretik alami maupun sintetis menunjukkan adanya potensi suatu senyawa yang mampu menurunkan demam melalui penghambatan sintesis prostaglandin dengan menurunkan aktivitas enzim cyclooxygenase (COX) dan menghambat keberadaan sitokin proinflamasi sehingga peradangan dapat dikurangi pada kondisi demam. Salah satu tanaman berkhasiat yang memiliki mekanisme kerja menghambat enzim COX ialah daun tanaman Kipahit (Tithonia diversifolia). Berdasarkan senyawa aktif dan mekanisme kerja daun Kipahit, tanaman ini diperkirakan dapat menurunkan demam (antipiretik) dan sitokin proinflamasi (IL-6 dan TNF-a). Penelitian dilakukan untuk mengetahui khasiat daun Kipahit sebagai antipiretik melalui pendekatan sitokin proinflamasinya.

Hewan coba yang digunakan pada penelitian ialah tikus jantan galur Sprague-dawley dengan kisaran bobot badan antara 150-200 g yang telah diaklimatisasi selama 2 minggu. Induksi demam pada tikus pecobaan dilakukan dengan menyuntikkan vaksin DTP HB-Hib dosis 0.2 m L/200 g BB secara intramuskuler pada bagian paha.

Tahap penentuan dosis efektif ekstrak daun kipahit digunakan tikus percobaan sebanyak 20 ekor. Tikus percobaan dibagi ke dalam 5 ke lompok dengan 4 ulangan pada setiap kelompok. Kelompok yang digunakan pada tahapan ini terdiri atas kelompok kontrol normal (K0), tikus percobaan yang diinduksi demam tanpa diberikan perlakuan sebagai kontrol negatif (K-), dan tikus percobaan yang diinduksi demam dan diberi perlakuan daun kipahit dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 300 mg/kg BB, dan 400 mg/kg BB sebagai perlakuan.

Rancangan percobaan yang digunakan ialah rancangan acak lengkap. Parameter yang digunakan ialah suhu rektal tikus yang diamati pada menit ke-0, 90, 120, 150, dan 180 pa scainduksi demam. Tahap berikutnya ialah tahap pengujian kombinasi dosis efektif dan waktu pemberian ekstrak daun kipahit dalam menurunkan demam. Tahapan ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial ukuran 2 x 5 dengan 3 ulangan. Faktor pertama ialah waktu pemberian ekstrak daun Kipahit, yaitu pada waktu awal demam dan puncak demam.

Sementara itu, faktor kedua ialah jenis perlakuan yang terdiri atas kontrol normal (K0), kontrol negatif (demam dengan induksi vaksin DPT HB 0.2 mL/200 g BB tikus), kontrol positif (Aspirin dosis 4.5 m g/g BB tikus), ekstrak daun Kipahit dosis 100 mg/kg BB tikus dan dosis 200 mg/kg BB tikus. Parameter yang diukur meliputi suhu rektal, sitokin proinflamasi (IL-6 dan TNF-α), sel TCD4, sel makrofag (CD68), SGPT, SGOT, ureum, BUN, dan kreatinin.

(6)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus percobaan mengalami awal demam pada menit ke-30 pascapenyuntikan dan puncak demam terjadi pada menit ke-90 pascapenyuntikan. Pemberian EEDK dosis 100 da n 200 m g/kg BB merupakan rentang dosis efektif yang dapat menurunkan suhu rektal tikus percobaan yang diinduksi demam. Tahap penelitian berikutnya menunjukkan bahwa EEDK dosis 100 mg/kg BB terbukti efektif menurunkan demam dan sitokin proinflamasi (IL-6 dan TNF-α). Senyawa aktif kuat pada EEDK, yakni steroid, tanin, dan saponin, diduga berperan sebagai antipiretik alami. Kelompok yang diberi EEDK memberikan pengaruh yang sama dengan kelompok kontrol terkait kadar SGOT, SGPT, ureum, BUN, dan kreatinin. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian EEDK tidak memberikan efek gangguan fungsi pada organ hati dan ginjal. Kesimpulan dari penelitian ialah EEDK memiliki aktivitas antipiretik.

Kata Kunci: EEDK, demam, sitokin, proinflamasi, suhu tubuh.

(7)

SUMMARY

FIRDA AGSUTIN. The Potency of Ethanol Extract of Kipahit Leaf (Tithonia diversifolia) as an Antipyretic by Using Proinflammatory Cytokines Interleukin 6 (IL-6) and Tumor Necrosis Factor α (TNFα) as Markers. Supervised by WASMEN MANALU and ANDRIYANTO

Fever is a response to increasing body temperature caused by infection and toxic substances that affect the center of body temperature regulation. Fever is usually a symptom of several diseases. Researches about natural or synthetics antipyretics have a potency to decrease fever by inhibiting the synthesis of prostaglandin by blocking the activity of cyclooxygenase (COX) and inhibiting the synthesis of pro-inflammatory cytokines (IL-6 and TNF- a).

Leaf of Kipahit has many compounds with potencies to inhibit the activity of COX enzyme and pro-inflammatory cytokines. This experiment was conducted to study the potency of ethanol extract of kipahit leaf (Tithonia diversifolia) as an antipyretic and its ability to suppress the production of pro-inflammatory cytokine.

Male white rats of Sprague–dawley strain with body weight range of 150- 200 g were used as animal models. Fever was induced by injecting DTP-HB-Hib vaccines intramuscularly at a dose of 0.2 mL/200 g BW.

The first phase of the experiment was designed to determine the effective dose of kipahit leaf extract by using 20 experimental rats. The experimental rats were divided into 5 gr oups with 4 r eplications in each group. The groups consisted of normal control group (K0), experimental rats induced fever without treatment as a negative control (K-), and experimental rats induced fever and administrated with kipahit leaf extract at doses of 100 mg /kg BW, 200 mg/kg BW, 300 mg/kg BW, and 400 mg /kg BW. The experimental design used was a completely randomized design. The parameters analyzed were rectal temperatures observed at 0, 90, 120, 150, and 180 minutes post-injection fever stimulant. Then, the second phase was designed to test the effective dose and the time of kipahit leaf extract injection in lowering fever. This experimental phase used a completely randomized design with a 2 x 5 factorial arrangement with 3 replications. The first factor was the time of administration of Kipahit leaf extract consisted of 2 l evels i.e., at the beginning of fever and at the peak of fever.

Meanwhile, the second factor consisted of 5 l evels i.e., normal control (K0) without fever and without administration of Kipahit leafe extract, negative control (stimulated fever by injecting DPT HB vaccine HB 0.2 mL /200 g BW without administration of Kipahit leaf extract), positive control (stimulated fever and injected with aspirin dose 4.5 m g /g BW), and rats stimulated fever and administered Kipahit leaf extract at doses 100 mg /kg BW and 200 mg /kg BW.

The parameters measured were rectal temperature, pro-inflammatory cytokines (IL-6 and TNF-α), TCD4 cells, macrophage cells (CD68), SGPT, SGOT, urea, BUN, and creatinine.

The results showed that the experimental rats started fever 30 minutes after injection of vaccines DTP HB-Hib and peak of fever was found 90 minutes after the injection of vaccines. Administration of EEDK at doses 100 and 200 mg/kg

(8)

BW were effective in decreasing rectal temperature. The second phase experiment showed that injection of Kipahit leaf extract at a dose of 100 mg/kg BW at the peak of fever was effective in decreasing rectal temperature and production of pro-inflammatory cytokines (IL-6 and TNF-α). The antipyretic activity of EEDK was caused by active compounds such as tannins, steroids, saponins, and flavonoids. Rats administrated with EEDK had similar SGOT, SGPT, ureum, BUN, and creatinine with control rats. This condition indicated that EEDK did not disrupt the functions of liver and kidney. It was concluded on research that the EEDK has an antipyretic activity.

Keywords: EEDK, fever, cytokine, pro inflammatory, rectal temperature.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu-Ilmu Faal dan Khasiat Obat

POTENSI EKSTRAK ETANOL DAUN KIPAHIT (Tithonia diversifolia ) SEBAGAI ANTIPIRETIK MELALUI

PENDEKATAN SITOKIN PROINFLAMASI INTERLEUKIN 6 (IL-6) DAN TUMOR NECROSIS FACTOR α (TNFα)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

FIRDA AGUSTIN

(12)

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis : Dr Drh Aulia Andi Mustika, MSi

(13)
(14)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan berkah-Nya sehingga tesis ini dapat dibuat. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah tanaman berkhasiat, dengan judul Potensi Ekstrak Daun Kipahit (Tithonia diversifolia) sebagai Antipiretik melalui Pendekatan Sitokin Proinflamasi Interleukin 6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor α (TNF-α). Penulisan tesis juga dikarenakan do’a dan semangat dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof Ir Wasmen Manalu, PhD dan Dr Drh Andriyanto, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan do’a, semangat, dan saran dalam pembuatan karya ilmiah ini.

2. Prof Dr Drh Agik Suprayogi, MSc. Agr, Dr Drh Damiana Rita Ekastuti, MS, Dr Drh Koekoeh Susanto, MSi, Dr Drh Ariyani Sismin Setyaningtyas, MSc, dan Drh Aulia Andi Mustika MSi yang telah memberikan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik dan benar.

3. Drh Aulia Andi Mustika MSi selaku kepala Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL) FKH IPB, staff laboratorium Fisiologi FKH IPB, dan Prof Muhaimin Rifa’i selaku kepala laboratorium Fisiologi Hewan FMIPA Universitas Brawijaya (UB) sekaligus dosen imunologi UB yang memberikan dukungan sarana dan prasarana serta saran dan ilmu untuk penulisan tesis ini.

4. Semua dosen-dosen di Program Studi Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat (IFO) yang telah memberikan ilmu-ilmu kepada saya sehingga memberikan bekal kepada penulis untuk membuat tesis ini.

5. Bapak Muarip, Ibu Drs Endras Warni, Mohammad Bastian Arif, Gaberila Dewi Kemalasari, dan Rizky Maulana Iqbal, serta seluruh keluarga besar dari ayah dan ibu yang telah memberikan do’a, semangat, dan kasih sayangnya.

6. Teman seperjuangan kuliah IFO, yaitu Rahmania Hanim, Ice Lusia Marta, Nuri Ardiani, Desrayni Hanandita, Anisa Rahma, Dwi Budiono, Diah Nugrahani, Olivita Priyono, Vista Budiarti, dan Ayu Adelina yang telah menemani dan bersedia berbagi ilmu selama perkuliahan hingga penyusunan tesis ini.

7. Keluarga besar UPHL yang telah memberikan semangat dan membantu penyelesaian penelitian ini.

8. Pihak-pihak di lingkungan FKH IPB yang telah membantu penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

9. Sahabat Biologi UB, yaitu Tria Irma Muhibah, Imanda Nurul Setia, Yulanda Antonius, Lailiya Vina Rochmatika, dan Niken Candra Bestari yang telah memberikan do’a dan semangat kepada penulis untuk terus berusaha menyelesaikan penelitian ini.

10. Olivia Yofananda dan Desak Ketut Tristianadewi yang telah memberikan dorongan semangat kepada penulis untuk menyusun dan menyelesaikan penelitian ini.

(15)

11. Hendro Muryanto SSos, MSi dan Ibu Supiyani sekeluarga yang telah memberikan do’a serta dorongan untuk terus bersemangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi.

12. Jakti K Prasojo, Bahtiar Bhaskara Dwi Putra, Dasti Bina Tiantivalen, Mely Novyandani, Thallita Rahma Z, Ratna Ayu L, Desy Dwi Azizah, Andina Nurrahma, dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan do’a dan semangat kepada penulis agar dapat terus bekerja keras menyelesaikan penelitian ini.

Penulis meminta maaf atas segala kekurangan yang ada pada penyusunan karya ilmiah ini. Semoga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik, benar, dan bermanfaat.

Bogor, Mei 2017 Firda Agustin

(16)
(17)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iL

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Demam 4

Mekanisme Infeksi Demam 4

Daun Tithonia diversifolia 5

3 METODE PENELITIAN 7

Waktu dan Tempat 3HQHOLWLDQ

Prosedur Penelitian 7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Kipahit (EEDK) 12

Penentuan Waktu Awal dan Puncak Demam 12

Penentuan Dosis Efektif Ekstrak Etanol Daun Kipahit (EEDK) 13

Pengaruh Pemberian EEDK pada Suhu Rektal 14

Pengaruh Pemberian EEDK pada Sitokin Proinflamasi 15

Pengaruh Pemberian EEDK pada Hati dan Ginjal 15

Pembahasan 24

5 SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 32

RIWAYAT HIDUP 35

7

(18)

ii

DAFTAR TABEL

1 Uji Fitokimia senyawa aktif ekstrak etanol daun kipahit (Tithonia diversifolia) 12 2 Pengaruh ekstrak etanol daun kipahit dan berbagai waktu pemberian pada

suhu rektal tikus percobaan 14

3 Suhu rektal tikus percobaan yang diberi perlakuan pada awal demam dan

puncak demam 16

4 Persentase relatif CD4+/TNFα+ dan CD68+/IL-6+ tikus percobaan yang

diberi perlakuan pada awal demam dan puncak demam 17 5 Fungsi hati (SGPT dan SGOT) dan fungsi ginjal (ureum, BUN, dan

kreatinin) tikus percobaan yang diberi perlakuan pada awal demam dan

puncak demam 22

DAFTAR GAMBAR

1 Mekanisme terjadinya demam (Cimpello et al. 2000) 4 2 Mekanisme infeksi pada demam (Sharon et al. 2015) 5

3 Daun Tithonia diversifolia (CABI 2016) 6

4 Suhu rektal tikus percobaan (♦: normal, ■: disuntik vaksin DTP HB-Hib)

pada berbagi waktu pengukuran 13

5 Persentase sel limfosit TCD4 yang teraktivasi dan mensekresikan sitokin TNFα (CD4+TNFα+) pada organ spleen tikus percobaan setelah

pemberian ekstrak etanol daun kipahit pada awal demam 18 6 Persentase sel limfosit TCD4 yang teraktivasi dan mensekresikan sitokin

TNFα (CD4+TNFα+) pada organ spleen tikus percobaan setelah

pemberian ekstrak etanol daun kipahit pada puncak demam 19 7 Persentase sel makrofag yang teraktivasi dan mensekresikan sitokin IL-6

(CD68+IL6+) pada organ spleen tikus percobaan setelah pemberian

ekstrak etanol daun kipahit pada awal demam 20

8 Persentase sel makrofag yang teraktivasi dan mensekresikan sitokin IL-6 (CD68+IL6+) pada organ spleen tikus percobaan setelah pemberian

ekstrak etanol daun kipahit pada puncak demam 21

9 Aktivitas senyawa aktif saponin dan triterpenoid (Moses et al. 2014) 25 10 Mekanisme sitokin proinflamasi (IL-1β, IL-6, dan tumor necrosis factor

atau TNF-α) dalam induksi demam (Fabricio et al. 2006) 25 11 Sintesis sitokin proinflamasi pada demam (Roth dan Blatteis 2014) 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sertifikat Persetujuan Etik Hewan dari KEH, FKH, IPB 33

2 Determinasi Daun Kipahit 34

(19)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Demam adalah suatu respons peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh infeksi dan materi toksik yang memengaruhi pusat pengaturan temperatur tubuh.

Hampir semua penyakit, baik yang menular maupun tidak menular seperti malaria, demam berdarah, atau penyakit infeksi lainnya, ditandai dengan gejala demam. Kematian akibat penyakit tidak menular yang gejala utamanya demam diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia dengan peningkatan terbesar terjadi di negara-negara berkembang. Pada tahun 2030, penyakit tidak menular, yang gejala utamanya demam, diprediksi akan meningkatkan kematian sebesar 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini (Kemenkes RI 2012).

Agen yang menginduksi gejala demam disebut pirogen. Pirogen yang masuk ke dalam tubuh melalui jaringan yang terinfeksi beredar di dalam tubuh hingga meningkatkan set-point termostat pada bagian hipotalamus otak. Senyawa pirogen terdiri atas pirogen eksogen (bakteri, virus, dan jamur) dan pirogen endogen (toksin, produk sel-sel limfosit proinflamasi, dan kompleks antigen- antibodi). Pirogen eksogen, seperti bakteri, beredar ke sel-sel di jaringan yang terinfeksi (Cimpello et al. 2000) yang selanjutnya mengeluarkan produknya berupa lipopolisakarida (LPS). Keberadaan LPS menginduksi aktivasi sel-sel imun innate untuk menyekresikan sitokin-sitokin proinflamasi (IL-6, IL-1, dan TNF) yang berperan dalam sintesis prostaglandin melalui kerja enzim cyclooxygenase (COX). Selanjutnya, prostaglandin menjadi mediator demam dengan berikatan pada reseptor sel-sel saraf di hipotalamus (Sharon et al. 2015) sehingga akan memengaruhi termostat tubuh yang pada akhirnya akan menimbulkan peningkatan suhu tubuh (demam).

Sediaan yang digunakan untuk menurunkan demam disebut antipiretik.

Sekarang ini, sediaan antipiretik sintetis yang banyak dikonsumsi ialah parasetamol atau acetaminophen, ibuprofen, dan aspirin. Diketahui seiring berjalannya waktu, penggunaan obat-obat antipiretik tersebut dapat menimbulkan kerusakan organ dan gangguan fungsi fisiologis tubuh. Laporan American Academy of Pediatric ( AAP) menetapkan penggunaan beberapa kali dosis acetaminophen dalam 2 hari berdampak pada kejadian acetaminophen hepatotoxicity (Leonis et al. 2013). Penyakit gangguan hati yang sering terjadi akibat mengonsumsi ibuprofen berupa kolestasis hepatoseluler (Nayudu et al.

2013). Aspirin dapat menimbulkan kelainan hati dengan gejala mual, muntah, dan nyeri pada bagian perut (Yusri et al. 2015).

Mengingat kerugian antipiretik sintetik yang telah dipaparkan maka sudah selayaknya kajian mengenai tanaman berkhasiat antipiretik saat ini harus terus dikembangkan. Sediaan tanaman berkhasiat obat biasanya memiliki efek toksik yang relatif sedikit dibandingkan dengan obat sintetik. Penelitian terkait antipiretik yang berasal dari tanaman berkhasiat menunjukkan adanya potensi suatu senyawa yang mampu menurunkan demam melalui penghambatan sintesis prostaglandin dengan menurunkan aktivitas enzim cyclooxygenase (COX) (Reanmongkol et al. 2006; Likhitwitayawuid et al. 2002; Kassuya et al. 2009)

(20)

2

Mediator demam dan peradangan secara umum terdiri atas prostaglandin dan leukotriens yang berasal dari pengaktifan arachidonic acid berturut-turut oleh enzim COX dan lypooxygenase (LOX). Enzim COX dibagi menjadi enzim COX- 1 dan COX-2. Enzim COX-1 banyak ditemukan pada jaringan normal dengan peranannya menjaga homeostasis pada mukosa lambung dan pengaturan darah ke ginjal, dan COX-2 yang keberadaannya dikarenakan adanya suatu stimulus inflamasi seperti sitokin, mitogen, dan endotoksin. COX-2 berperan dalam reaksi inflamasi dan gejala-gejala yang dapat timbul karena inflamasi seperti nyeri, demam, dan edema (Zhang et al. 2004; Fang et al. 2002). Laporan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa enzim COX banyak menjadi target obat-obatan antiinflamasi golongan non-steroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs) (Ringbom 2002).

Salah satu tanaman berkhasiat yang memiliki mekanisme kerja menghambat enzim COX dan LOX ialah daun tanaman kipahit (Tithonia diversifolia) (Chagas- Paula et al. 2015a). Senyawa yang terkandung dalam tanaman kipahit yang berkhasiat dalam menghambat kedua enzim tersebut berasal dari golongan sesquiterpene lactones, seperti tagitinin. Daun tanaman kipahit mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, terpenoid, dan fenol (Olayinka et al.

2015). Penelitian tentang eksplorasi khasiat senyawa flavonoid sebelumnya menyebutkan bahwa senyawa ini memiliki peranan dalam menghambat aktivasi Nuclear factor-kappa B (NF-κB) sehingga sitokin proinflamasi (seperti Interleukin 6 atau IL-6 dan Tumor necrosis factor-a atau TNF- a) dalam tubuh akan menurun (Yamamoto dan Gainor 2001). Penurunan sitokin proinflamasi ini akan menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin sebagai mediator demam dan peradangan (Sharon et al. 2015).

Berdasarkan senyawa aktif dan mekanisme kerja daun kipahit yang telah dipaparkan sebelumnya, tanaman ini diperkirakan dapat menurunkan demam (antipiretik) dan sitokin proinflamasi (IL-6 dan TNF-a). Penelitian dilakukan untuk mengetahui khasiat daun Kipahit sebagai antipiretik melalui pendekatan sitokin proinflamasinya.

Perumusan Masalah

Demam merupakan salah satu gejala awal yang muncul dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi. Peningkatan suhu tubuh pada kondisi demam disebabkan oleh adanya sintesis prostaglandin (PGE2) yang menstimulasi set-point pada hipotalamus melalui aktivasi kerja enzim COX. Aktivasi kerja enzim COX dipengaruhi oleh pirogen endogen yang berupa sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan TNF-α. Saat ini, obat antipiretik sintetik yang digunakan sebagai penurun demam ialah parasetamol, ibuprofen, dan aspirin. Penggunaan parasetamol (acetaminophen), ibuprofen, dan aspirin dalam jangka panjang dan dosis tinggi menyebabkan kerusakan hati. Kelainan hati muncul dengan gejala mual, muntah, dan nyeri pada bagian perut. Daun kipahit sebagai salah satu tanaman herbal memiliki senyawa-senyawa Sesquiterpene lactones dan flavanoid yang berpotensi sebagai antiinflamasi dan inhibitor COX sehingga berpotensi sebagai sediaan antipiretik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi daun kipahit (Tithonia diversifolia) sebagai antipiretik melalui pendekatan sitokin

(21)

3

proinflamasi (IL-6 dan TNF-α) yang berkaitan erat dengan keberadaan COX dan prostaglandin sebagai mediator demam.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi daun kipahit (Tithonia diversifolia) sebagai antipiretik alami. Tujuan lain penelitian ini ialah untuk melihat hubungan antara pemberian daun kipahit dengan mekanisme penurunan sitokin proinflamasi (IL-6 danTNF-α) yang pada akhirnya juga akan menurunkan respons inflamasi pada demam.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam penanganan medis alternatif yang relatif aman untuk demam. Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kekayaan tanaman herbal berkhasiat.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan meliputi pengujian potensi ekstrak daun kipahit sebagai antipiretik secara in vivo dengan menggunakan tikus Sprague-dawley.

Pengamatan menggunakan parameter makro maupun mikro. Pengamatan makro berupa pengukuran suhu, sedangkan pengamatan mikro berupa sitokin proinflamasi (IL-6 dan TNF-α), sel TCD4, sel makrofag (CD68), serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT), serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT), BUN, ureum, dan kreatinin.

(22)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Demam

Demam merupakan peningkatan suhu tubuh yang melebihi normal. Kisaran nilai suhu tubuh normal manusia menurut Breman (2009), pada beberapa bagian tubuh seperti suhu oral memiliki rentang suhu normal 35.5-37.5oC, suhu aksila antara 34.7-37.3oC, suhu rektal 36.6-37.9oC, dan suhu telinga antara 35.5-37.5oC.

Demam dapat disebabkan oleh paparan panas yang berlebih. Respons demam juga dapat distimulasi oleh sirkulasi pirogen. Stimulus pirogen dibagi menjadi pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen berasal dari mikroorganisme, seperti bakteri, virus, dan jamur, sedangkan pirogen endogen berupa molekul-molekul kimia, seperti kompleks antigen-antibodi, metabolit steroid androgenik, dan sitokin inflamasi (IL-1, IL-6, TNF dan IFN). Pirogen dapat menyebabkan demam melalui stimulus hipotalamus. Rangsangan hipotalamus akan mengaktivasi sel-sel inflamasi, seperti sel limfosit dan sel makrofag, pada berbagai jaringan (Gambar 1) (Cimpello et al. 2000).

Gambar 1 Mekanisme terjadinya demam (Cimpello et al. 2000) Mekanisme Infeksi Demam

Demam menjadi salah satu gejala dari adanya infeksi jaringan dalam tubuh.

Jaringan yang terinfeksi mengandung bakteri yang sifatnya patogen. Bakteri di dalam jaringan yang terinfeksi akan mensekresikan LPS. Produk LPS bakteri berinteraksi dengan Toll-like receptors (TLRs) untuk aktivasi sel-sel imun innate, seperti makrofag dan sel dendritik di sekitar area yang terinfeksi. Sel makrofag yang teraktivasi mengeluarkan prostaglandin E2 (PGE2) dan sel dendritik aktif mensekresikan pirogen endogen berupa sitokin (IL-1, IL-6, dan TNF-α) yang secara sistemik menginduksi demam. Selanjutnya, IL-6 melakukan downstream IL-1 pada daerah median preoptic nucleus di hipotalamus untuk aktivasi COX-2.

Aktivasi enzim COX-2 selanjutnya menstimulasi sintesis PGE2 sebagai mediator Pirogen Eksogen

Pirogen Endogen

Sirkulasi Sel-sel inflamasi

Hipotalamus anterior Sitokin-sitokin proinflamasi

Peningkatan sintesis PGE2

Set point tinggi Hipotalamus anterior

Demam

(23)

5

reaksi inflamasi dan demam. Senyawa PGE2 menginduksi demam dengan berikatan pada reseptor 3 ( EP3) di saraf. Interaksi tersebut akan merangsang sistem saraf simpatik untuk mengeluarkan noradrenaline yang berkaitan dengan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan termogenesis pada brown adipocytes dan pembuluh darah, serta sel otot (miosit) dengan kontribusi stimulasi asetilkolin (Gambar 2). Sitokin TNF-α menjadi sitokin yang dikeluarkan pertama kali oleh sel dendritik akibat adanya paparan pirogen eksogen (bakteri). Sitokin TNF-α dan IL-12 disekresikan oleh sel dendritik untuk aktivasi sel T (Sharon et al. 2015).

Gambar 2 Mekanisme infeksi pada demam (Sharon et al. 2015)

Biosintesis PGE2 berasal dari metabolisme arachidonic acid oleh aktivitas enzim COX. Keberadaan PGE2 juga berkontribusi dalam proses vasodilatasi, pyrexia, dan peningkatan permiabilitas pembuluh vaskuler. Secara umum, enzim COX memiliki 2 jenis, yakni COX-1 dan COX-2. Sekuens asam amino antara COX-1 dan COX-2 memiliki homologi sebesar 60%. Enzim COX-1 bekerja di dalam sel pada kondisi normal, sedangkan enzim COX-2 bekerja dalam suatu proses inflamasi (Ringbom 2002).

Daun Tithonia diversifolia

Daun Tithonia diversifolia yang dikenal dengan nama lokal daun kipahit atau daun kembang bulan tergolong tanaman Asteraceae yang berasal dari Amerika Serikat dan Meksiko (Gambar 3) (CABI 2016). Daun ini mulai dikembangkan di benua Asia, Australia, dan Afrika. Daun kipahit memiliki beberapa khasiat, antara lain sebagai antiinflamasi dan analgesik (Sijuade et al.

2016), antimalaria (Nafiu et al. 2014), antiviral (Chiang et al. 2004), dan

(24)

6

antibakteri (Ogunfolakan et al. 2010). Daun Tithonia diversifolia memiliki kandungan senyawa kimia seperti camphene, myrcene, α-humulene, α-pinene, β- caryophyllene, germacrene D, β-pinene, dan 1, 8-cineole (Moronkola et al. 2007).

Gambar 3 Daun Tithonia diversifolia (CABI 2016)

Daun Tithonia diversifolia secara kuantitatif pada uji fitokimia mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tannins, terpenoid, dan phenolic (Olayinka et al. 2015). Golongan senyawa flavanoid dapat berperan dalam menghambat aktivasi NF-κB (Yamamoto dan Gainor 2001). Sesquiterpene lactones juga menjadi salah satu senyawa antiinflamasi pada Tithonia diversifolia yang dapat menghambat aktivasi faktor transkripsi Nf-κB sehingga mediator seperti sitokin maupun kemokin proinflamasi menjadi berkurang dalam tubuh (Rüngeler et al 1998). Kelompok golongan Sesquiterpene lactones pada daun Tithonia diversifolia seperti tagitinin F memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi dengan melakukan penghambatan pada enzim COX dan lypoxygenase LOX (Chagas- Paula et al. 2015a). Enzim COX-1 dan LOX-5 menjadi target enzim yang akan dihambat oleh senyawa tagitinin F dari Tithonia diversifolia. Enzim COX-1 yang dihambat dapat mencegah pembentukan mediator proinflamasi, seperti prostaglandin dan thromboxanes yang menyebabkan nyeri, demam, edema, dan mediasi inflamasi lainnya. Enzim LOX-5 apabila dihambat dapat mencegah produksi proinflamasi leukotrienes yang berperan dalam induksi sel-sel proinflamasi, konstriksi otot halus, dan gastric ulceration (Chagas-Paula et al.

2015b).

(25)

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai dengan April 2017 di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL) dan Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Simplisia daun kipahit diperoleh dari Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKKB), Pusat studi Biofarmaka Tropika LPPM IPB dan analisis fitokimia dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Intitut Pertanian Bogor. Analisis imunologi dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya.

Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Hewan (KEH) FKH, IPB dengan nomor sertifikat KEH: 051/KEH/SKE/I/2017 (Lampiran 1). Penelitian ini terdiri atas 3 tahap, yaitu tahap persiapan, tahap penentuan dosis efektif ekstrak daun Kipahit dalam menurunkan demam. Tahap selanjutnya yakni tahap pengujian kombinasi dosis efektif dan waktu pemberian ekstrak daun Kipahit dalam menurunkan demam.

1. Tahap Persiapan 1.1. Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan pada penelitian ialah tikus jantan galur Sprague-dawley dengan kisaran bobot badan antara 150-200 g. Sebelum perlakuan, tikus percobaan diaklimatisasi selama 2 minggu.

1.2. Kandang Percobaan, Pakan, dan Air Minum

Tikus percobaan ditempatkan dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik yang berukuran (33 x 26 x 12) cm dan dialasi dengan serutan kayu steril.

Serutan kayu (beeding) diganti setiap 3 hari sekali. Bagian atas bak ditutup dengan anyaman kawat. Selanjutnya, kandang tikus percobaan ditempatkan pada rak khusus tikus dan diletakkan di dalam ruangan bersuhu sekitar 20oC.

Tikus percobaan diberikan pakan berbentuk pelet dengan komposisi nutrisi sesuai dengan standar kebutuhan tikus. Komposisi pakan tersebut terdiri atas air 13%, protein 19-21%, lemak 5%, protein 5%, abu 7%, kalsium 0.9 %, dan fosfor 0.6%. Pakan diberikan pada sore hari, sedangkan air minum tikus diberikan ad libitum.

1.3. Ekstraksi daun Kipahit

Proses ekstraksi daun kipahit diawali dengan determinasi tanaman (Lampiran 2), menyeleksi daun yang akan diekstrak, dan sortasi basah. Setelah

(26)

8

itu, daun kipahit dikeringkan di bawah matahari. Kemudian, daun kipahit yang sudah kering digiling dengan menggunakan blender sampai halus.

Metode yang digunakan dalam mengekstraksi daun kipahit pada penelitian ini ialah metode maserasi. Proses maserasi daun kipahit diawali dengan mencampur daun tersebut dalam pelarut etanol 70% dengan perbandingan 1 bagian simplisia daun kipahit berbanding 6 b agian pelarut. Perendaman atau maserasi dilakukan selama 24 jam dan setiap jam dilakukan pengadukan campuran tersebut. Campuran antara simplisia daun kipahit dan pelarut disaring dengan menggunakan kain kasa. Kemudian, filtrat yang diperoleh dipisahkan dari pelarutnya dengan menggunakan evaporator untuk memperoleh ekstrak daun kipahit.

1.4. Fitokimia Ekstrak Daun Kipahit

Pengujian fitokimia daun kipahit dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalam daun tersebut. Pengujian fitokimia dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, FMIPA, IPB.

2. Tahap Penentuan Dosis Efektif Ekstrak Daun Kipahit 2.1. Induksi Demam

Sebelum diinduksi, tikus percobaan dipuasakan selama 8 jam. Induksi demam tikus percobaan dilakukan dengan menyuntikkan vaksin DTP HB dosis 0.2 mL/200 g BB secara intramuskuler pada bagian paha (Jansen et al. 2015).

2.2. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini ialah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan tersebut terdiri atas tikus percobaan yang tidak diinduksi demam dan tidak diberikan perlakuan sebagai kontrol normal (K0), tikus percobaan yang diinduksi demam tanpa diberikan perlakuan sebagai kontrol negatif (K-), dan tikus percobaan yang diinduksi demam dan diberi perlakuan daun kipahit dosis 100 m g/kg BB, 200 mg/kg BB, 300 mg/kg BB, dan 400 mg/kg BB sebagai perlakuan.

Tikus percobaan diidentifikasi demam jika suhu rektalnya meningkat melebihi 0.1ºC di atas suhu normal tikus tersebut (Jansen et al. 2015). Ekstrak etanol daun kipahit diberikan pada tikus percobaan secara oral dengan menggunakan sonde lambung pada 90 m enit pascapemberian vaksin DTP HB- Hib.

2.3. Pengambilan Data

Data yang diambil dalam penelitian ini ialah suhu rektal tikus percobaan.

Suhu rektal tikus percobaan diukur dengan termometer digital dengan tingkat ketelitian 0.01oC. Pengukuran suhu dilakukan pada menit ke-0 (sebelum diinduksi demam), 90, 120, 150, dan 180 pascainduksi demam.

(27)

9

2.4. Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati meliputi penentuan waktu suhu awal dan puncak demam, serta pada penentuan dosis efektif ekstrak daun kipahit melalui pengukuran suhu.

2.5. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA) pada taraf signifikan p<0.05. Jika terdapat pengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji Tukey. Analisis statistik ini dilakukan dengan menggunakan program Minitab 16.

3. Tahap Pengujian Kombinasi Dosis Efektif dan Waktu Pemberian Ekstrak Daun Kipahit dalam Menurunkan Demam

3.1. Induksi Demam

Tikus percobaan diinduksi demam dengan menggunakan vaksin DPT HB dosis 0.2 m L/200 g BB secara intramuskuler pada bagian paha. Sebelum diinduksi, tikus percobaan dipuasakan selama 8 jam (Jansen et al. 2015).

3.2 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini ialah rancangan acak lengkap dengan pola faktorial 2 x 5 dengan 3 ulangan. Faktor pertama ialah waktu pemberian ekstrak daun Kipahit, yaitu pada waktu awal demam dan puncak demam. Sementara itu, faktor kedua ialah jenis perlakuan yang terdiri atas kontrol normal (K0), kontrol negatif (demam dengan induksi vaksin DPT HB 0.2 mL/200 g BB tikus), kontrol positif (Aspirin dosis 4.5 m g/g BB tikus), ekstrak daun Kipahit dosis 100 mg/kg BB tikus dan dosis 200 mg/kg BB tikus.

Tikus percobaan diidentifikasi demam jika suhu rektalnya meningkat melebihi 0.1ºC di atas suhu normal tikus tersebut (Jansen et al. 2015). Suhu normal rektal pada tikus ialah 37.5oC (rentang antara 35.8oC dan 37.6 oC) (Baker et al. 2013). Laporan penelitian Andriyanto et al. (2017), awal demam dan puncak demam berturut-turut terjadi pada menit ke-30 dan 90 pa scapemberian vaksin DPT HB. Ekstrak daun kipahit diberikan secara oral dengan menggunakan sonde lambung.

3.3 Pengukuran Suhu, Pengambilan Sampel, dan Analisis Sampel

Data yang diambil dalam penelitian ini ialah suhu rektal tikus percobaan.

Suhu rektal tikus percobaan diukur dengan termometer digital dengan tingkat ketelitian 0.01oC. Pengukuran suhu dilakukan pada menit ke-0 (suhu demam sebelum diberi perlakuan), 30, 60, dan 90 pascapemberian daun Kipahit.

Sementara itu, sampel darah diambil dengan menggunakan needle 18 GT melalui vena coccigea pada bagian ekor tikus. Pengambilan sampel dilakukan

(28)

10

pasca pengukuran suhu dari masing-masing kelompok di awal demam maupun puncak demam. Sampel darah diambil dan dimasukkan ke dalam tabung tanpa antikoagulan untuk diambil serumnya. Serum darah digunakan untuk mengukur fungsi hati (SGPT dan SGOT) dan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).

Sampel yang dikoleksi untuk mengukur sel (sel limfosit T atau CD4 dan sel makrofag atau CD68) dan sitokin proinflamasi (IL-6 dan TNF-α) ialah limpa tikus percobaan. Limpa tikus diperoleh dengan membedah tikus percobaan. Sebelum dibedah, tikus percobaan dianastesi terlebih dahulu dengan 0.3 m L campuran ketamine 10% dan xylazine 2% dengan perbandingan 1 : 3.

3.4 Pengujian Fungsi Hati (SGOT dan SGPT) dan Fungsi Ginjal (Ureum dan Kreatinin)

Pemeriksaan SGOT dan SGPT dilakukan dengan cara 2 buah tabung reaksi disediakan untuk sampel dan blanko. Larutan buffer substrat dipipet sebanyak 0.5 mL dan dimasukkan ke dalam tabung sampel dan tabung blanko. Selanjutnya, sampel dan blanko diinkubasi dalam waterbath 37oC selama 5 menit. Serum segar sebanyak 0.2 m L dicampurkan ke dalam tabung reaksi sampel lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Pereaksi warna ditambahkan sebanyak 0.5 mL ke dalam tabung sampel dan blanko. Tabung blanko ditambahkan 0.2 mL serum dan dibiarkan pada suhu 15-25oC selama 20 menit. Setelah itu, NaOH 0.4 N sebanyak 5 mL dicampurkan ke dalam masing-masing tabung sampel dan blanko lalu dibiarkan selama 5-30 menit. Perubahan warna dilihat dengan menggunakan filter hijau (panjang gelombang 500-560 nm).

Pemeriksaan ureum dan kreatinin darah dilakukan menggunakan alat spektrofotometer dengan menggunakan reagen khusus. Perbandingan reagen dengan sampel yang digunakan, yakni urea (reagen : standar = 1000: 10 µ L, reagen : sampel = 1000: 10 µL) dan kretainin (reagen : standar = 1000: 100 µL, reagen : sampel = 1000: 100 µL).

3.5 Pengujian Imunitas

Organ limpa tikus diletakkan pada cawan petri dan digerus dalam Phosphat Buffer Saline (PBS). Sampel limpa disaring menggunakan wire. Homogenat ditampung dalam tabung propilen hingga mencapai volume 10 m L dan disentrifugasi pada kecepatan 1500 rpm, suhu 4˚C selama 5 menit. Pelet kemudian ditambah PBS 1 m L dan dihomogenkan. Resuspensi kemudian dimasukkan ke dalam mikrotub, yang masing-masing berisi 500 µL PBS dan 200 µL resuspensi sel untuk disentrifugasi kembali. Supernatan dibuang, pelet kemudian ditambah 50 µL larutan antibodi ekstraseluler (CD4 dan CD68). Pelet didiamkan selama 20 menit lalu diberi citofix sebanyak 100 µ L dan didiamkan kembali selama 20 menit. Setelah didiamkan selama 20 menit, sampel diberi wasperm sebanyak 500 µL dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 1500 rpm dan suhu 4˚C selama 5 menit. Pelet yang diperoleh diberi antibodi intraseluler (IL-6 dan TNF-α) sebanyak 50 µL dan didiamkan kembali selama 20 menit lalu diresuspensi dengan 300 µL PBS dan dipindahakan ke dalam kuvet untuk dirunning pada alat BD FACS Calibur TM flowcytometer. Jumlah sel relatif merupakan hasil yang diperoleh dari analisis flowcytometry.

(29)

11

3.6 Paramater yang diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas parameter makro dan mikro. Parameter makro yang diamati ialah suhu, sedangkan parameter mikro meliputi sitokin proinflamasi (IL-6 dan TNF-α), sel TCD4, sel makrofag (CD68), SGPT, SGOT, ureum, BUN, dan kreatinin.

3.7 Analisis Statistika

Data yang diperoleh dianalisis dengan general linear model multivariate dengan menggunakan program statistik Minitab 16.

(30)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Kipahit (EEDK)

Ekstrak etanol daun kipahit (EEDK) diuji fitokimia untuk mengetahui jenis senyawa aktif yang terkandung pada daun kipahit. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa EEDK memiliki kandungan senyawa aktif, antara lain flavonoid, fenol hidrokuinon, steroid, triterpenoid, tanin, dan saponin. Senyawa steroid, tanin, dan saponin tergolong senyawa aktif yang kuat terkandung di dalam ekstrak etanol daun kipahit. Senyawa flavonoid dan triterpenoid tergolong positif.

Fenol hidrokuinon tergolong positif lemah di dalam EEDK. Senyawa alkaloid tidak teridentifikasi didalam EEDK (Tabel 1).

Tabel 1 Uji fitokimia senyawa aktif ekstrak etanol daun kipahit (Tithonia diversifolia)

Senyawa aktif Tingkat intensitas warna

Alkaloid -

Flavonoid ++

Phenol hidrokuinon +

Steroid +++

Triterpenoid ++

Tanin +++

Saponin +++

Keterangan: (-) tidak teridentifikasi, (+) positif lemah, (++) positif, (+++) positif kuat, (++++) positif sangat kuat.

Penentuan Waktu Awal dan Puncak Demam

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui senyawa aktif dari ekstrak etanol daun kipahit (EEDK), suhu awal dan puncak demam pada tikus percobaan yang diinduksi vaksin DTP HB-Hib, dan mendapatkan dua dosis terbaik dari EEDK dalam menurunkan suhu rektal tikus percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus percobaan yang diinduksi demam mengalami kenaikan suhu rektal (p<0.05). Tikus yang diinduksi demam mengalami kenaikan suhu rektal pada menit ke-30 dan kenaikan suhu tersebut bertahan sampai dengan menit ke-90 pascapenyuntikan vaksin DTP HB-Hib.

Sebaliknya, mulai menit ke-90 sampai dengan menit ke-120 pascapenyuntikkan vaksin DTP HB-Hib, suhu rektal tikus percobaan mulai mengalami penurunan dan kembali menuju ke suhu rektal normal. Berdasarkan pengukuran suhu rektal tikus percobaan pada berbagai waktu pengamatan menunjukkan bahwa puncak demam terjadi pada menit ke-90 pascapenyuntikkan vaksin DTP HB-Hib (Gambar 4).

(31)

13

Gambar 4. Suhu rektal tikus percobaan (♦: normal, ■: disuntik vaksin DTP HB- Hib) pada berbagi waktu pengukuran.

Penentuan Dosis Efektif Ekstrak Etanol Daun Kipahit (EEDK)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada menit ke-0 (sebelum diinduksi demam), tikus percobaan memiliki suhu rektal pada kisaran normal (36.5-37.5ºC) dan relatif sama (Tabel 2). Pada menit ke-90 pascainduksi demam, semua tikus percobaan yang mendapatkan perlakuan mengalami peningkatan suhu rektal (p<0.05) dibandingkan kelompok tikus normal. Pemberian EEDK dalam penelitian ini dilakukan pada menit ke-90 pascainduksi demam yang pada waktu tersebut merupakan puncak demam. Pada menit ke-120, tikus percobaan kelompok kontrol negatif mengalami peningkatan suhu rektal dibandingkan kelompok normal. Kelompok perlakuan EEDK secara keseluruhan pada menit ke- 120 mengalami penurunan suhu rektal dibandingkan kelompok kontrol negatif.

Pada menit ke-150 dan 180 t ikus percobaan kelompok perlakuan EEDK juga mengalami penurunan suhu rektal dibandingkan kelompok kontrol negatif (Tabel 2). Pemberian EEDK terbaik yang menurunkan suhu rektal tikus percobaan yang diinduksi demam ialah pada dosis 100 d an 200 m g/kg BB dibandingan kelompok kontrol negatif. Efek penurunan suhu rektal tikus percobaan yang diberi EEDK dosis 100 dan 200 mg/kg BB mulai terjadi pada menit ke-120 pascainduksi demam. Sementara itu, pemberian EEDK dosis 300 da n 400 m g/kg BB juga mampu menurunkan suhu rektal tikus percobaan, namun penurunan suhu rektal tersebut cenderung fluktuatif (tidak stabil). Pemberian EEDK dosis 100 dan 200 mg/kg BB merupakan rentang dosis efektif yang dapat menurunkan suhu rektal tikus percobaan yang diinduksi demam. Sebaliknya, pemberian EEDK dosis 300 dan 400 mg/kg BB diduga telah melebihi dosis efektif sehingga efek penurunan yang diperoleh cenderung tidak stabil (Tabel 2).

(32)

14

Tabel 2 Pengaruh ekstrak etanol daun kipahit dan berbagai waktu pemberian pada suhu rektal tikus percobaan

Waktu

(menit) Kontrol 0

(Normal) Kontrol –

(Demam) Dosis Ekstrak Etanol Daun Kipahit (mg/kg BB)

100 200 300 400

0 36.7±0.47a 36.7±0.44a 36.5±0.18a 37.0±0.74a 37.0±0.67a 37.4±0.35a

90 36.9±0.48b 38.2 ±0.18 a 38.1±0.43a 38.1±0.19a 38.3±0.40a 38.1± 0.17a

120 36.6±0.21b 38.6±0.09a 37.3±1.52ab 37.3±0.49ab 37.0±0.43b 37.6±0.28ab

150 36.6±0.25b 38.4±0.28a 36.7±1.63b 37.1±0.58ab 37.3±0.33ab 37.4±1.26ab

180 37.1±0.42ab 38.2±0.20a 36.5±0.71b 36.2±0.58ab 37.1±0.63ab 37.6±0.28ab

Keterangan : superscript menunjukkan beda nyata dengan taraf signifikan P<0.05.

Pengaruh Pemberian EEDK pada Suhu Rektal

Pengukuran suhu rektal tikus percobaan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada menit ke-0 tanpa melihat faktor waktu perlakuan, suhu rektal tikus percobaan pada kelompok demam (K-), aspirin (K+), EEDK 100, dan EEDK 200 memiliki suhu demam yang berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok sehat (K0) (p<0.05). Suhu rektal tikus percobaan pada kelompok tersebut mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 2.1, 0.8, 1.9, dan 1.1% dibandingkan dengan kelompok normal (K0). Tanpa melihat faktor jenis perlakuan, waktu awal dan puncak demam memiliki suhu rektal yang tidak berbeda nyata. Kombinasi jenis perlakuan dan waktu perlakuan tidak menunjukkan interaksi (p>0.05).

Pada menit ke-30 pascaperlakuan, tanpa melihat faktor waktu perlakuan menunjukkan bahwa suhu rektal tikus pada setiap kelompok percobaan mengalami perbedaan yang nyata (p<0.01). Kelompok tikus demam yang diberi aspirin (K+), EEDK 100, dan EEDK 200 m engalami penurunan berturut turut sebesar 1.6, 1.3, dan 1.6% dibanding kelompok demam (K-) (p<0.01). Tanpa melihat faktor jenis perlakuan, waktu awal dan puncak demam memiliki suhu rektal yang tidak berbeda nyata. Kombinasi jenis perlakuan dan waktu perlakuan tidak menunjukkan interaksi (p>0.05) (Tabel 3).

Pada menit ke-60 pascaperlakuan, tanpa melihat faktor waktu perlakuan menunjukkan bahwa tikus percobaan demam yang diberi aspirin (K+), EEDK 100, dan EEDK 200 berbeda nyata dibandingkan kelompok demam (K-).

Kelompok tikus demam yang diberi aspirin (K+), EEDK 100, da n EEDK 200 mengalami penurunan berturut turut s ebesar 2.1, 2.6, da n 1.8% dibanding kelompok demam (K-) (p<0.01). Kelompok EDDK 100 cenderung mengalami penurunan sebesar 0.5% dibanding kelompok aspirin (K+). Jenis dan waktu perlakuan menunjukkan interaksi (p<0.01). J enis perlakuan EEDK 100 pada waktu puncak demam menunjukkan interaksi dengan menurunkan suhu rektal terbaik sebesar 2.9% (Tabel 3).

Pada menit ke-90 pascaperlakuan, tanpa melihat faktor waktu perlakuan menunjukkan bahwa tikus percobaan demam yang diberi aspirin (K+), EEDK 100, dan EEDK 200 berbeda nyata dibandingkan kelompok demam (K-).

Kelompok tikus demam yang diberi aspirin (K+), EEDK 100, da n EEDK 200 mengalami penurunan berturut turut sebesar 3.7, 4.2, da n 3.2% dibanding kelompok demam (K-) (p<0.01). Kelompok EDDK 100 cenderung mengalami penurunan sebesar 0.54% dibanding kelompok aspirin (K+) (Tabel 3).

(33)

15

Pengaruh EEDK pada Sitokin Proinflamasi

Berdasarkan data Tabel 4 di ketahui bahwa tanpa melihat faktor waktu perlakuan menunjukkan bahwa persentase relatif sel limfosit yang teraktivasi dan mensekresikan sitokin TNF-α (CD4+/TNFα+) pada kelompok tikus percobaan demam yang diberi aspirin (K+), EEDK 100, dan EEDK 200 be rbeda nyata dibandingkan kelompok demam (K-) (p<0.01). Kelompok tikus demam yang diberi aspirin (K+), EEDK 100, da n EEDK 200 m engalami penurunan berturut turut sebesar 46.1, 22. 6, dan 28.1% dibandingkan kelompok demam (K-) (p<0.01). Kondisi ini menunjukkan bahwa tikus percobaan yang diberi perlakuan memiliki sitokin proinflamasi, yakni TNFα yang lebih rendah dibandingkan kelompok demam (K-). Tanpa melihat jenis perlakuan, waktu perlakuan pada awal dan puncak demam berbeda nyata (p<0.01). Puncak demam dapat menurunkan demam sebesar 24.7% dibandingkan awal demam. Jenis perlakuan dan waktu perlakuan menunjukkan interaksi (p<0.01). Jenis perlakuan EEDK 200 pada waktu awal demam menunjukkan interaksi dengan menurunkan persentase relatif CD4+/TNFα+ terbaik sebesar 69.9%.

Parameter CD68+/IL-6+ pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis perlakuan tidak berbeda nyata pada persentase relatif sel makrofag yang teraktivasi dan mensekresikan sitokin proinflamasi interleukin 6 (IL-6) (CD68+/IL-6+) (p>0.05).

Persentase relatif CD68+/IL-6+ pada kelompok perlakuan cenderung lebih rendah dibandingkan kelompok demam (K-). Waktu perlakuan, yakni awal dan puncak demam, memiliki persentase relatif CD68+/IL-6+ yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Persentase relatif CD68+/IL-6+ pada kelompok tikus percobaan di puncak demam cenderung lebih rendah dibandingkan kelompok tikus percobaan di awal demam. Jenis perlakuan dan waktu perlakuan menunjukkan interaksi (p<0.05). Jenis perlakuan EEDK 100 pa da waktu awal demam menunjukkan interaksi terbaik dengan menurunkan persentase relatif C D68+/IL-6+ terbaik sebesar 55.9% (Tabel 4).

Pengaruh Pemberian EEDK pada Hati dan Ginjal

Hati dan ginjal tergolong organ penting dalam fisiologi tubuh. Keamanan pemberian EEDK terhadap organ hati ditinjau dari parameter kadar SGPT dan SGOT, sedangkan organ ginjal diamati dari parameter ureum, BUN, dan kreatinin. Kadar SGPT, SGOT, ureum, BUN, dan kreatinin dianalisis dengan menggunakan serum darah. Berdasarkan pemeriksaan serum terhadap kadar SGPT, SGOT, ureum, BUN, dan kreatinin menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada semua kelompok perlakuan dan kontrol (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa tikus percobaan yang diberi perlakuan EEDK tidak mengalami gangguan fungsi hati dan ginjal.

(34)

Tabel 3 Suhu rektal tikus percobaan yang diberi perlakuan pada awal demam dan puncak demam Waktu PengamatanWaktu PerlakuanJenis perlakuan (mg/kg BB) Rataan±SE p-value Normal (K0) Demam (K-)Aspirin 4.5 (K+)EEDK 100 EEDK 200 JPWPJP*WP 0

Awal demam37.0.10a 38.0.28a 37.0.40a 38.0.12a 37.0.25a 37.0.16A * tntn Puncak demam37.0.18a 38.0.05a 38.0.04a 38.0.03a 38.0.07a 38.0.10A Rataan±SE 37.0.13B 38.0.17A 37.0.25AB 38.0.08A 37.0.19AB 30

Awal demam37.0.40ab 38.0.17a 37.0.05a 37.0.14ab 37.0.19ab 37.73±0.15A **tntn Puncak demam36.0.19b 38.0.10a 37.0.07ab 37.0.18ab 37.0.25ab 37.45±0.16A Rataan±SE 36.0.28B 38.0.13A 37.0.18AB 37.0.14A 37.0.19AB 60

Awal demam37.0.09bc 38.0.12a 37.0.04ab 37.0.09abc 37.0.05bc 37.0.12A **tn** Puncak demam36.0.31c 38.0.07a 37.0.12bc 37.0.12bc 37.83±0.19ab 37.0.17A Rataan±SE 37.0.22B 38.0.08A 37.0.16B 37.0.10B 37.0.20B 90

Awal demam36.0.07b 38.0.23a 37.0.19ab 36.0.23b 37.0.08b 37.0.19A **tntn Puncak demam36.0.23b 38.0.13a 36.0.07b 36.0.05b 37.0.20ab 37.0.18A Rataan±SE 36.0.16B 38.0.16A 37.0.20B 36.0.13B 37.0.16B Keterangan: *p<0.05. **p<0.01. JP merupakan jenis perlakuan, WP merupakan waktu perlakuan, tn menunjukkan rataan tidak berbeda nyata. ABHuruf superscript berbeda pada rataan baris (jenis perlakuan) dan rataan kolom (waktu perlakuan) perbedaan sangat nyata (p<0.01). abHuruf superscript berbeda pada kombinasi jenis perlakuan dan waktu perlakuan menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05).

16

Gambar

Gambar 1 Mekanisme terjadinya demam (Cimpello et al. 2000)  Mekanisme Infeksi Demam
Gambar 2 Mekanisme infeksi pada demam (Sharon et al. 2015)
Gambar 3 Daun Tithonia diversifolia (CABI 2016)
Tabel  1  Uji  fitokimia  senyawa  aktif  ekstrak  etanol  daun  kipahit  (Tithonia  diversifolia )
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji sistem dan proses rekrutmen di Yayasan Pendidikan Almaarif Singosari Malang dengan menggunakan

Kualitas meliputi keseluruhan aspek organisasi, Zeithami parasuraman &amp; Berry (dalam Tjiptono 2002 : 69) mengemukakan terdapat lima dimensi yang menentukan

Indonesia memiliki sumber daya alam berupa hutan yang tersebar di seluruh Nusantara. Selama ini hasil hutan nonkayu yang berasal dari tanaman yang dapat diperbaharui,

Klasična jamičasta korozija koja nastaje popuštanjem pasivnog filma odvija se jedino u prisutnosti agresivnih aniona i uglavnom kloridnim ionima (iako ne uvijek). To

Hasil penelitian adalah: (1) data peningkatan minat baca IPS siswa melalui pembelajaran menggunakan kartu kwartet; (2) daftar nilai hasil belajar siswa yang diperoleh

Sumber data primer diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan kepada anggota Malang Creator yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh

Perolehan bahan baku dari semua menu makanan yang di tawarkan tidaklah susah dapat di peroleh di pasar besar batu yang letaknya tidak jauh dari rumah produksi dan gerai