• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan, target atau keinginan yang akan diharapkan (Praja, 2014).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan, target atau keinginan yang akan diharapkan (Praja, 2014)."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Leadership atau kepemimpinan bisa diartikan sebagai teknik untuk mempengaruhi orang-orang yang berada di sekitar untuk dapat bekerjasama demi mencapai tujuan, target atau keinginan yang akan diharapkan (Praja, 2014).

Karena pentingnya kepemimpinan dalam kelompok manusia maka konsep ini adalah salah satu topik organisasi yang paling banyak menarik peneliti sebagai tema penelitian. Akan tetapi, tingginya angka studi tentang kepemimpinan hanya sedikit yang berkaitan dengan dimensi moral kepemimpinan sebagai sarana untuk memahami konsep ini (Brown & Trevino, 2006). Aspek moral mulai menarik minat dari akademisi karena melihat adanya fenomena yang menyiratkan pada dua karakter yang terlibat dalam hubungan baik antara pemimpin dan bawahannya. Dua karakter tersebut adalah kepercayaan dan etika yang baik (Ruiz, Ruiz, & Martinez , 2011).

Etika secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, ethos artinya kebiasaan (costum), adat. Istilah etika pertama kali dalam sejarah yang tertulis diperkenalkan oleh filsuf Yunani, Aristoteles melalui karyanya yang berjudul Etika Nicomachiea. Buku tersebut berisikan tentang ukuran ukuran perbuatan.

Beberapa literatur mengatakan bahwa etika sendiri adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang pandangan-pandangan dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan masalah kesusilaan (moral issue). Sehingga dapat pula disebut bahwa etika adalah penyelidikan yang dilakukan dengan bijaksana atau

(2)

2 penyelidikan filosofis terhadap kewajiban kewajiban manusia dan segala hal yang baik dan buruk.

Association to Advance Collegiate Schools of Business (AACSB) menyebutkan bahwa etika menjadi suatu hal yang paling penting dalam sebuah kepemimpinan seseorang. Selanjutnya, setiap praktisi diharapkan memiliki insentif yang kuat untuk memilih dan mengembangkan kepemimpinan etis dalam organisasi dan peneliti mereka agar memiliki keinginan belajar kepemimpinan etis untuk memahami asal-usul dan hasil. Banyak yang telah ditulis tentang etika dan kepemimpinan dari perspektif normatif atau filosofis, menunjukkan apa yang seharusnya pemimpin lakukan (Brown & Trevino, 2006).

Kepemimpinan etis (Ethical Leadership) menjadi salah satu isu terbaru dari kajian kepemimpinan. Kepemimpinan etis mucul dilatarbelakangi oleh adanya pemikiran bahwa esensi dari kepemimpinan adalah pengaruh, sehingga para pemimpin yang berkuasa apakah dapat menjalankan kekuasaan dan kepemimpinannya dengan bijaksana dan baik. Menurut Yulk (2010), banyak pemikiran mengenai kepemimpinan etis diantaranya menformulasikan bahwa peran atau fungsi kepemimpinan utama adalah meningkatkan kesadaran mengenai masalah etis dan membantu orang menyelesaikan nilai-nilai yang berkonflik.

Selain itu peran utama pemimpin adalah membantu para bawahan menghadapi konflik dan menemukan cara-cara yang produktif untuk menghadapinya. Lebih lanjut Yulk menjelaskan bahwa kepemimpinan etis selalu melibatkan konsep integritas pribadi. Integritas pribadi adalah sebuah atribut yang membantu menjelaskan efektivitas kepemimpinan. Kepemimpinan etis menekankan kejujuran dan konsistensi antara nilai dan perilaku pemimpin (Yulk, 2005).

(3)

3 Untuk kondisi saat ini, kepemimpinan etis memiliki peranan yang efektif dalam sebuah organisasi. Penelitian menunjukan bahwa seorang pemimpin dalam organisasi baik publik atau swasta dapat menggunakan etika dan memberdayakan perilaku tersebut dalam menciptakan hubungan yang berkualitas antara bawahan dan atasan sehingga memberikan dampak yang positif bagi organisasi. Sebuah organisasi yang dipimpin oleh pemimpin etis akan memiliki kepercayaan yang lebih besar dari bawahan kepada organisasi dan bawahan akan lebih loyal kepada organisasi (Hasan, Mahsud, Yulk, & Prussia, 2013). Hal ini dikarenakan pemimpin etis merupakan seorang individu yang memiliki integritas yang tinggi, memiliki standar etika yang baik, membuat serta memutuskan sebuah keputusan yang etis, dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap bawahannya (Brown, 2005).

Kajian mengenai kepemimpinan etis telah dilakukan untuk mengetahui bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi keberlangsungan proses dalam organisasi. Beberapa hal yang dapat dipengaruhi oleh praktik kepemimpinan etis seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi, intensitas turnover, leader-member exchange, employee engagement, dan lain sebagainya. Berbagai penelitian tersebut menunjukan bahwa kepemimpinan etis sangatlah penting dalam mendukung perkembangan sebuah organisasi.

Dalam penelitian Hassan (2015) dijelaskan bahwa pentingnya kepemimpinan etis dalam memberikan kepuasan pegawai dengan memberikan kesempatan pegawai untuk dipromosikan oleh atasannya. Sebuah kerja sama yang baik di dalam organisasi ada karena di dalamnya terdapat sebuah lingkungan yang saling menghormati, di mana mereka tumbuh secara pribadi, berkontribusi untuk

(4)

4 kebaikan bersama, dan berbagi dalam penghargaan pribadi, emosional dan keuangan pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Ada pemahaman bersama bahwa keberhasilan tergantung pada konstelasi hubungan, baik internal maupun eksternal, tidak semua yang berada di bawah kendali organisasi, tetapi yang dapat mempengaruhi melalui cara beroperasi dari platform prinsip-prinsip etika (Berghofer & Schwartz).

Bhal dan Dadhich (2011) dalam penelitiannya mengenai dampak dari kepemimpinan etis terhadap leader-member exchange menemukan bahwa kepemimpinan etis mempengaruhi secara signifikan pada leader-member exchange. Bhal dan Dadhich menyebutkan hal yang perlu diingat adalah pemimpin etis tidak hanya berlaku untuk dirinya sendiri melainkan perlu menampilkan perilaku yang mendorong dan mendukung karyawan untuk berperilaku etis pula. Pemimpin perlu menetapkan standar etika dan memastikan setiap karyawan mengikutinya. Pemimpin etis harus secara kuat menanamkan nilai-nilai etika dan mendukung perilaku etis dari bawahannya. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa aspek perilaku pemimpin etis memiliki resiko yang tinggi seperti adanya timbal balik yang diberikan oleh bawahan kepada atasan yang memperlakukan mereka dengan nilai-nilai etika. Implikasi dari penelitian ini adalah semakin rendahnya laporan terhadap tindakan-tindakan yang salah dalam organisasi (Bhal & Dadhich, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Widjaya (2013) tentang pengaruh kepemimpinan etis terhadap kepuasan kerja karyawan. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa kepemimpinan etis berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja. Selain itu, penelitian ini menunjukan bahwa kepemimpinan etis

(5)

5 berpengaruh pada iklim etika serta keadilan interaksional memoderasi hubungan tersebut. Selanjutnya, iklim etika menjadi moderasi antara hubungan kepemimpinan etis dengan kepuasan kerja karyawan. Penelitian ini dikuatkan oleh Ruiz, Ruiz, & Martinez (2011) yang menyatakan bahwa kepemimpinan etis memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan kerja karyawan. Penelitian yang dilakukan kepada 4.500 karyawan ini menyimpulkan bahwa kepuasan kerja yang timbul akibat adanya seorang pemimpin yang memiliki nilai-nilai etika yang kemudian memiliki implikasi terhadap peningkatan hubungan baik antara pemimpin dan bawahan.

Selain berpengaruh kepada kepuasan kerja, kepemimpinan etis juga dapat mempengaruhi karyawan dalam merespon pekerjaannya (Ruiz, Ruiz, & Martinez , 2011). Hubungan ini dimoderasi oleh kepuasan kerja dari karyawan dan perilaku.

Hasil penelitian ini menguatkan pernyataan dari Brown (2005) dan Mayer (2009) yang menyebutkan bahwa dampak dari implementasi kepemimpinan etis untuk mengenalkan etika dapat diartikan dalam mempengaruhi karyawan pada tingkat rendah untuk tanggap dalam melakukan pekerjaannya. Secara ringkas dalam penelitian Ruiz, Ruiz, & Martinez mendukung peranan penting kepemimpinan etis sebagai dalah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam menjalankan sebuah organisasi.

Hasan (2015) dalam artikel yang berjudul The Importance of Ethical Leadership and Personal Control in Promoting Improvement-Centered Voice among Government Employees menemukan adanya hubungan kepemimpinan etis dengan pengawasan personal. Selain itu, penelitian ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepemimpinan etis dan suara karyawan

(6)

6 tentang persepsi keadilan, kejujuran, dan integritas dari manajer untuk membawa perubahan bagi organisasi. Kondisi tersebut akan terlihat sangat signifikan jika suatu karyawan memiliki tingkat atau jabatan yang lebih tinggi serta memiliki pengaruh pada setiap keputusan dalam kelompok kerja mereka.

Kepemimpinan etis juga memiliki pengaruh secara positif terhadap hubungan karyawan, komitmen serta perilaku karyawan. Philip dan Lopez (2013) dalam penelitiannya terkait hal tersebut menyebutkan bahwa kepemimpinn etis memoderasi hubungan antara kontrak secara psikologis deengan pendapatan organisasi. Selain itu, masih berdasarkan penelitian yang sama menemukan bahwa kepemimpinan etis juga berpengaruhi secara positif terhadap komitmen karyawan dan perilaku karyawan. Persepsi tersebut berdasarkan pada tingkat komitmen karyawan, motivasi, dan perilaku dalam organisasi. Hal tersebut menjadi sebuah kritik terhadap atasan untuk lebih memperhatikan bagaimana nilai-nilai yang dimiliki, perilaku etis dan pengambilan keputusan dapat berdampak pada bawahannya di dalam satuan kerja.

Kemudian Chang, Kuo, dan Cheung (2014) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan bagaimana kepemimpinan etis dapat mempengaruhi employee engagement secara signifikan dengan promosi pegawai sebagai moderator. Penelitian ini menunjukan bahwa kepemimpinan etis dapat memfasilitasi bawahannya untuk engage terhadap pekerjaannya dan mendorong bawahannya untuk mengeluarkan pendapat. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa peranan penting dari pemimpin etis dalam employee engagement yaitu sebagai faktor yang dapat menginduksi atau meningkatkan employee engagement.

Selain itu, Lu dan Guy (2014) melakukan penelitian tentang hubungan antara

(7)

7 kepemimpinan etis dengan emosional tenaga kerja dan job engagement. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai pemerintah Republik Rakyat China. Penelitian ini menjadikan kepemimpinan etis menjadi variabel moderasi antara dua variabel lainnya. Hasil menunjukan bahwa ada hubungan yang positif antara emosional pekerja dengan job engagement sebagai variabel dependen dimana kepemimpinan etis menjadi variabe moderasinya. Ini membuktikan bahwa pada saat pegawai sedang menutupi perasaan mereka, kepemimpinan etis dapat mengurangi dampak negatif dari hal tersebut dan juga meningkatkan keterlibatan pegawai dalam pekerjaan.

Hartog dan Belschak (2012) meneliti pengaruh dari perilaku pemimpin etis pada engagement. Penelitian ini menunjukan bahwa employee engagement sebagai mediator hubungan antara kepemimpinan etis dan inisiatif karyawan.

Selain itu, peneliti ini juga menunjukan bahwa employee engagement secara signifikan berhubungan dengan variabel dependen pada saat mengendalikan kepemimpinan etis. Selanjutnya, penelitian lain menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja untuk pemimpin etis cenderung menilai tindakan penyimpangan kerja secara moral adil dan tindakan kewarganegaraan organisasi sebagai moral adil. Penilaian ini dipandu regulasi karyawan perilaku, dan dimediasi hubungan antara kepemimpinan etis dan menghindari karyawan perilaku antisosial dan keterlibatan dalam perilaku prososial (Resick, Hargis, Shao, & Dust, 2013).

Namun berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya belum ada penelitian yang menjelaskan bagaimana hubungan antara kepemimpinan etis dengan employee engagement. Penelitian ini akan menjelaskan bagaimana kepemimpinan etis dapat mempengaruhi employee engagement. Penelitian yang telah dilakukan

(8)

8 tidak menguji hubungan kedua variabel tersebut secara langsung, hanya menjadikan engagement atau kepemimpinan etis sebagai variabel intervning.

Dalam membangun engagement, peran pemimpin yaitu meningkatkan motivasi, kepuasan kerja dan komitmen serta dapat mengurangi tingkat stress kerja karyawan. Kemampuan seorang pemimpin dalam sebuah organisasi merupakan faktor utama dalam membangun etos kerja dalam organisasi. Rainey dan Steinbauer (1999) telah membangun suatu kerangka teori tentang sebuah organisasi pemerintahan yang efektif. Model yang diajukan disebutkan bahwa organisasi pemerintahan yang efektif memiliki motivasi yang tinggi salah satu diantaranya adalah public service motivation (PSM). Dalam penelitian ini, PSM akan menjadi variabel mediasi antara kepemimpinan etis dan employee engagement.

Perry dan Wise mengemukakan bahwa tingkat dan tipe public service motivation di kalangan pegawai sektor publik memiliki hubungan yang signifikan terhadap pilihan pekerjaan (job choice) dan kinerja seorang pegawai publik serta efektivitas organisasi dalam mencapai tujuannya. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat PSM seorang individu maka akan semakin tinggi pula keinginan untuk memilih pekerjaan pada organisasi sektor publik (Perry & Wise, 1990).

Public service motivation, menurut Perry dan Wise, secara umum terkait dengan orientasi normatif seperti keinginan untuk mengabdi kepada kepentingan publik atau keadilan sosial dan tidak memerlukan sistem insentif atau ganjaran yang bermanfaat untuk mendorong perilaku para pegawai publik (Perry & Wise, 1990).

Pendapat ini juga didukung oleh Houston dan Crewson dalam Ningrum (Ningrum, 2013) menyatakan bahwa para pegawai di sektor publik memberikan

(9)

9 penilaian yang lebih tinggi terhadap ganjaran kerja yang bersifat instinsik dalam bentuk pencapaian kinerja (prestasi) kerja dan harga diri ketimbang ganjaran yang bersifat ekstrinsik seperti gaji, promosi jabatan, keamanan kerja, status dan prestise. Hal ini mengindikasikan bahwa para pegawai pada organisasi atau lembaga pemerintahan nampaknya lebih termotivasi oleh kepedulian kepada masyarakat dan keinginan untuk mengabdi bagi kepentingan publik.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dipimpin oleh Basuki Tjahja Purnama yang lebih dikenl dengan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo. Guru Besar Universitas Pertahanan Salim Said mengatakan, masyarakat tengah dikejutkan dengan gaya kepemimpinan Gubernur DKI ini. Perlawanan para DPR DKI Jakarta terhadap tuduhan Ahok mengenai rancangan APBD.

Dimana Ahok menuduh para anggota DPR DKI Jakarta tersebut telah melakukan tindakan korupsi dengan menganggarkan pada rancangan APBD salah satunya biaya UPS yang tidak wajar. Hingga dari perseteruan mereka banyak reaksi masyarakat berupa dukungan terhadap aksi Ahok terhadap tindakan korupsi yang dilakukan oleh anggota DPRD DKI Jakarta. Tidak hanya itu tindakan Ahok yang memberikan sanksi terhad PNS yang ada di DKI Jakarta yang menggunakan narkoba berupa pemecatan akan jabatan, upaya ahok tentang transparansi dana, dan jejak rekam ahok selama menjadi bupati di Bangka Belitung yang dikenal bersih dan jujur oleh masyarakat sebelum ia menjadi Gubernur di DKI Jakarta (Gadi, 2015).

Salah satu hal inovatif yang dilakukan oleh Ahok adalah lelang jabatan untuk posisi Lurah dan Camat DKI Jakarta. Ini merupakan terobosan reformasi birokrasi di pemerintahan Gubernur DKI Jakarta. Sistem lelang jabatan yang dicanangkan

(10)

10 tersebut bukan tanpa cela. Ada pro dan kontra yang muncul dalam proses pelaksanaannya. Bahkan, Lurah Warakas, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Mulyadi semula menentang kebijakan tersebut. Menurut Mulyadi, kebijakan pelaksanaan lelang jabatan itu dilandasi dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta No. 19 Tahun 2013 tentang Seleksi Terbuka Camat dan Lurah dengan mengharuskan diikuti oleh seluruh camat dan lurah yang sedang menjabat saat ini. Bagi yang tidak mendaftar dianggap mengundurkan diri.

Kebijakan tersebut dianggapnya sangat berbenturan dengan sistem pengangkatan jabatan yang berlangsung selama ini. Tidak semua PNS bisa menjabat sebuah tugas struktural jika belum mengikuti persyaratan tertentu seperti Diklat Kepemimpinan IV atau III. Di sisi lain di dalam Pergub itu pada Pasal 8 dinyatakan bahwa PNS yang menduduki jabatan camat dan lurah dari hasil seleksi terbuka itu untuk camat dan lurah yang kosong.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini berfokus untuk menguji pengaruh kepemimpinan etis terhadap terciptanya employee engagement. Selain itu, penelitian ini akan menjelaskan bagaimana public service motivation memediasi hubungan antara kepemimpinan etis dan employee engagement.

Diasumsikan hubungan positif antara kepemimpinan etis dan employee engagement akan diperkuat oleh variabel mediasi yang kuat.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(11)

11 1. Apakah kepemimpinan etis berpengaruh positif terhadap employee

engagement?

2. Apakah kepemimpinan etis berpengaruh positif terhadap public service motivation?

3. Apakah public service motivation berpengaruh positif terhadap employee engagement?

4. Apakah public service motivation memediasi hubungan kepemimpinan etis terhadap employee engagement di sektor publik?

I.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Menganalisis pengaruh kepemimpinan etis terhadap employee engagement.

2. Menganalisis pengaruh kepemimpinan etis terhadap public service motivation.

3. Menganalisis pengaruh public service motivation terhadap employee engagement.

4. Menganalisis public service motivation sebagai mediator antara kepemimpinan etis terhadap employee engagement.

I.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran, ide, atau gagasan bagi organisasi publik dan ilmu pengetahuan pada umumnya, serta ilmu manajemen kebijakan publik khususnya terutama menyangkut studi terkait

(12)

12 dengan manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi. Secara khusus memberikan kontribusi untuk manajemen sumber daya manusia.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi Pemerintah pusat maupun daerah dan tata kelola birokrasi Indonesia terutama terkait dengan kepemimpinan dan pelayanan publik untuk pengembangan sumber daya aparatur negara lebih lanjut.

I.5 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang kajian dari berbagai jenis literatur serta perumusan hipotesis berdasarkan literatur dan penelitian sebelumnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan variabel penelitian, metode pengumpulan data, waktu dan tempat penelitian, dan prosedur analisis data.

BAB IV GAMBARAN UMUM

Bab ini mendeskripsikan Pemerintah DKI Jakarta sebagai lokasi penelitian serta gambaran terkait tata pemerintahan di DKI Jakarta.

(13)

13 BAB V ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian ini berisi analisis dari hasil pengolahan data dan pembahasan mengenai hubungan antar variabel kepemimpinan etis, employee engagement, dan motivasi pelayanan publik.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bab ini berisikan beberapa kesimpulan serta rekomendasi yang diberikan untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Memenuhi  Seluruh  penerimaan  bahan  baku  kayu  PT  Surya  Jawa  Albasia  dilengkapi  dengan  dokumen  kontrak  suplai 

Maka kami, TERJAMIN dan PENJAMIN dengan ini mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran jumlah tersebut di atas dengan baik dan benar bilamana TERJAMIN tidak

Inspeksi pertama setelah proses produksi berjalan lancar, diambil dalam waktu 15 menit dan berjumlah 5 sampel, apabila staf Line Quality Control (LQC) tidak melihat adanya

Departemen Teknik Kimia UI Page 5 Dengan menggunakan matriks tersebut, maka untuk mengetahui nilai d, R, dan a dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara manual

* Melapor mengenai kendala yang terjadi menggunakan fitur live chat yang ada pada https://kursusvmlepkom.gunadarma.ac.id/, aktif mulai pukul 10 WIB * Harap memperhatikan dengan

terus bertanya sampai anak mengetahui maksudnya. Di samping itu, setiap anak memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berasal dari faktor genetik atau bisa juga dari faktor

Manfaat dari penelitian ini adalah Menjadikan penelitian ini sebagai sumber belajar ilmu pengolahan citra digital mengenai proses pelatihan, pengujian dan

Dengan mengucapkan Alhamdulillah atas limpahan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Tingkat Pengungkapan Corporate Social