• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGEMBANGKAN SELF CONCEPT SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MENGEMBANGKAN SELF CONCEPT SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 1

MENGEMBANGKAN SELF CONCEPT SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT

Tina Sri Sumartini

Abstrak

Dalam pembelajaran matematika, siswa masih kurang memiliki self concept yang positif.

Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengembangkan self concept siswa adalah model concept attainment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan self concept siswa setelah mendapatkan model pembelajaran concept attainment. Penelitian ini berbentuk one shot case study. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa di salah satu SMK di Kabupaten Garut. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dan diperoleh satu kelas sebagai sampel penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket self concept. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh kesimpulan bahwa interpretasi self concept siswa setelah mendapatkan model pembelajaran concept attainment termasuk dalam kategori baik.

Kata Kunci: Model Concept Attainment, Self Concept.

A. Latar Belakang

Di Indonesia, pendidikan mendapat prioritas utama. Hal ini ditandai oleh usaha pemerintah dalam memberikan anggaran pendidikan sebanyak 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal ini mengacu pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Matematika merupakan bagian dari pendidikan dan dijadikan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah.

Dalam Depdiknas (2006) butir ke lima disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika diharapkan peserta didik memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam mempelajari masalah, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa pembelajaran matematika menekankan pula dalam hal disposisi matematis, salah satunya self concept siswa.

Self concept merupakan cara pandang seseorang terhadap dirinya, melihat kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, termasuk merencanakan visi dan misi hidup. Menurut Seifert dan Hoffnung

(Desmita, 2010: 163) self concept adalah suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang diri sendiri. Self concept merupakan landasan untuk dapat menyesuaikan diri dan terbentuk karena suatu proses umpan balik dari individu yang lain.

Self concept bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir melainkan gambaran campuran yang diperoleh atas penilaian terhadap diri sendiri dan pandangan yang diberikan oleh orang lain.

Dalam pembelajaran matematika, self concept sangat diperlukan untuk dapat menumbuhkan pandangan dan sikap positif dalam menyelesaikan soal matematika. Rahman (2010) menyebutkan beberapa self concept positif, diantaranya:

bangga terhadap yang diperbuatnya, menunjukkan tingkah laku yang mandiri, mempunyai rasa tanggung jawab, mempunyai toleransi terhadap frustasi, antusias terhadap tugas-tugas yang menentang, dan merasa mampu mempengaruhi orang lain. Disebutkan pula self concept negatif, diantaranya:

menghindar dari situasi yang menimbulkan kecemasan, merendahkan

(2)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 2

kemampuan sendiri, merasakan bahwa orang lain tidak menghargainya, menyalahkan orang lain karena kelemahannya, mudah dipengaruhi orang lain, mudah frustasi, dan merasa tidak mampu.

Dalam pembelajaran matematika, siswa sering merasa tidak percaya diri ketika mengerjakan soal apalagi ketika disuruh guru untuk mengerjakannya di depan kelas. Rasa tidak percaya diri tersebut mengakibatkan siswa mudah menyerah manakala ada soal yang dianggapnya sulit. Selain itu, rasa rendah diri muncul pada waktu guru meminta siswa untuk mengerjakan soal atau membantu temannya yang belum bisa dengan mengatakan “saya tidak bisa bu”.

Dalam hubungannya dengan sesama teman, masih terlihat sikap saling mengejek ketika ada salah seorang temannya yang melakukan kesalahan dalam menjawab soal, sehingga hal tersebut berpengaruh buruk terhadap siswa yang diejek yaitu rasa tidak percaya diri.

Oleh karena itu, diperlukan situasi pembelajaran yang dapat menumbuhkan self concept yang positif pada diri siswa, yaitu situasi yang mendukung siswa untuk percaya diri, rasa tanggung jawab, dan memiliki rasa toleransi terhadap temannya, serta dapat mempengaruhi temannya untuk memiliki self concept yang positif juga.

Menumbuhkan self concept siswa perlu didukung oleh model pembelajaran yang tepat sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Wahyudin (2008) mengatakan bahwa salah satu aspek penting dari perencanaan bertumpu pada kemampuan guru untuk mengantisipasi kebutuhan dan materi-materi atau model- model yang dapat membantu para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Didukung pula oleh Sagala (2011) bahwa guru harus memiliki metode dalam pembelajaran sebagai strategi yang dapat memudahkan peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan.

Model pembelajaran yang diduga dapat menumbuhkan self concept siswa adalah model pembelajaran Concept Attainment. Hal ini terlihat ketika guru memberikan pertanyaan tentang bagaimana pemikiran siswa tentang hasil persentasi guru. Dalam tahapan tersebut, siswa dilatih untuk bisa percaya diri mengungkapkan apa yang mereka pikirkan mengenai sifat-sifat dan dugaan definisi dari konsep yang sedang diajarkan. Selain itu, self concept positif bisa terbangun ketika siswa berkolaborasi dengan temannya dalam menggabungkan ide yang dimilikinya. Siswa yang memiliki self concept positif cenderung mampu melakukan tugas yang diberikan dan optimis dengan jawaban yang dimilikinya serta bersikap bijak dengan pendapat orang lain. Akan tetapi, siswa yang memiliki self concept negatif cenderung ragu dalam memberikan jawaban dan mudah terpengaruh oleh jawaban temannya. Maka dari itu, dalam situasi ini guru memberikan motivasi dan mencoba kembali meningkatkan self concept siswa dengan pertanyaan berikutnya.

Keberhasilan siswa dalam pendidikan dapat dilihat dari bagaimana kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan kognitif saja, tapi ada faktor internal yang sangat berpengaruh yaitu self concept. Siswa yang memiliki self concept positif akan mengetahui tanggung jawabnya dalam belajar. Kemampuannya dalam mengendalikan diri akan menumbuhkan sikap optimis dalam mengerjakan soal-soal yang menantang bahkan dapat mempengaruhi temannya agar memiliki self concept yang positif juga.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menduga bahwa model pembelajaran concept attainment dapat menumbuhkan self concept siswa . Oleh karena itu, judul penelitian yang digunakan adalah

“Mengembangkan Self Concept Siswa Melalui Model Pembelajaran Concept Attainment”

(3)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah:

“Apakah model pembelajaran concept attainment dapat mengembangkan self concept siswa?”. Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan penelitian, “Bagaimana interpretasi self concept siswa setelah mendapatkan model pembelajaran concept attainment?”

C. Manfaat Penelitian

Sebagaimana telah diuraikan di atas, self concept siswa sangat penting dalam pembelajaran matematika, maka hasil penelitian ini dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi guru, model pembelajaran concept attainment memberikan alternatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika untuk mengembangkan self concept siswa.

2. Bagi siswa, memberikan kesan baru dalam pembelajaran matematika dan mengembangkan self concept yang positif pada dirinya.

3. Bagi peneliti, memberikan pengalaman yang berharga untuk membangun inovasi dalam dunia pendidikan melalui pembelajaran yang efektif dalam menumbuhkan self concept siswa..

4. Bagi dunia pendidikan, dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan D. Landasan Teori

1. Self Concept Siswa

Self concept atau konsep diri adalah semua ide-ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Saputra, 2012). Self concept merupakan suatu kognisi atas penilaian terhadap aspek- aspek yang ada dalam dirinya, pemahaman atas gambaran orang lain kepada dirinya,

serta gagasan tentang apa yang harus dilakukan. Konsep diri akan terbentuk melalui proses pengalaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Desmita (2010) yang menyatakan bahwa self concept akan berkembang karena suatu pengalaman (self concept as an interpretation of experience).

Self concept seseorang terbentuk pertama kali dalam hubungan dengan orang-orang terdekat dalam keluarga. Jika keluarga memberikan pengalaman positif, maka seseorang akan memiliki self concept yang positif, demikian juga sebaliknya. Calhtoun dan Acocella (dalam Rola, 2006) mengatakan bahwa self concept terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Self concept positif

Self concept positif lebih kepada penerimaan bukan sebagai kebanggaan yang besar tentang diri.

Self concept yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki self concept yang positif adalah individu yang sangat memahami dirinya, dapat memahami dan menerima sejumah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri berupa kelebihan dan kekurangannya. Evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang memiliki self concept positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan

2. Self concept negatif

Self concept negatif terbagi menjadi dua tipe, yaitu:

a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri.

Individu tersebut tidak tahu siapa

(4)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 4

dirinya termasuk kekurangan dan kelebihannya.

b. Pandangan tentang dirinya terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.

Calhoun dan Acocella (dalam Irawan, 2012) membagi dimensi self concept menjadi tiga, yaitu:

1. Pengetahuan

Dimensi pengetahuan dari self concept adalah apa yang kita ketahui tentang

“siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Gambaran diri tersebut pada gilirannya akan membentuk citra diri. Gambaran diri tersebut merupakan kesimpulan dari:

pandangan kita dalam berbagai peran, pandangan tentang watak kepribadian yang kita rasakan, pandangan kita tentang sikap yang ada pada diri kita, kemampuan yang dimiliki, kecakapan yang kita kuasai, dan berbagai karakteristik lainnya yang kita lihat melekat pada diri kita.

2. Harapan

Dimensi harapan dari self concept adalah harapan diri yang dicita-citakan di masa depan. Ketika kita mempunyai sejumlah pandangan tentang siapa kita sebenarnya, pada saat yang sama kita juga mempunyai sejumlah pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa diri kita di masa yang akan datang. Pandangan ini mempunyai pengharapan bagi diri kita.

3. Penilaian

Dimensi penilaian dari self concept adalah penilaian kita terhadap diri kita sendiri. Penilaian self concept merupakan pandangan kita tentang kewajaran kita sebagai pribadi seperti pengharapan bagi diri kita sendiri

(saya dapat menjadi apa), standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya seharusnya menjadi apa). Hasil dari penilaian tersebut membentuk apa yang disebut rasa harga diri, yaitu seberapa besar kita menyukai self concept kita.

Rahman (2010) menyebutkan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi self concept siswa, yaitu:

a. Keadaan fisik dan penilaian orang lain mengenai keadaan fisik individu yang meliputi bentuk tubuh, kecacatan, dan sebagainya

b. Faktor psikologis, antara lain:

intelegensi, tingkat aspirasi, emosi nama dan nama panggilan

c. Faktor keluarga yang meliputi sikap orang tua, sikap saudara, status anak dalam keluarga dan status sosial ekonomi keluarga

d. Faktor lingkungan sekolah, meliputi guru, siswa, dan kegiatan ekstrakulikuler.

e. Faktor masyarakat, antara lain: pola kebudayaan dan status sosial.

Adapun indikator self concept yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) dimensi pengetahuan yang berkaitan dengan partisipasi siswa terhadap matematika dan pandangan siswa terhadap kemampuan matematika yang dimilikinya;

(2) dimensi harapan yang berkaitan dengan pembelajaran matematika yang ideal mengenai manfaat matematika dan peran aktif siswa dalam pembelajaran matematika; (3) dimensi penilaian yang berkaitan dengan seberapa besar siswa menyukai matematika yaitu; ketertarikan siswa terhadap matematika dan soal-soal penalaran matematis.

2. Model Pembelajaran Concept Attainment

Model pembelajaran concept attainment merupakan model pembelajaran yang membantu siswa melakukan proses berpikir dan mengembangkan self concept yang positif.

(5)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 5

Kaukhak dan Eggen (dalam Marsangkap, 2006), mengemukakan bahwa model pembelajaran concept attainment adalah suatu pembelajaran induktif yang didesain guru untuk membantu siswa dalam mempelajari konsep dan melatih keterampilan siswa dalam mempelajari konsep dan melatih keterampilan siswa dalam mempraktekkan keterampilan berpikir analitis.

Model pembelajaran concept attainment diduga dapat meningkatkan self concept siswa karena dalam tahapannya ada analisis tingkah laku melalui observasi dan bertanya. Analisis tingkah laku didasarkan pada uji operasi mental siswa dengan membuat catatan tentang apa yang mereka percayai tentang konsep yang telah dimilikinya. Self concept siswa dapat terlihat ketika guru memberikan pertanyaan dan ketika siswa berkolaborasi dengan temannya dalam menggabungkan ide yang dimilikinya. Siswa yang memiliki self concept positif cenderung mampu melakukan tugas yang diberikan dan optimis dengan jawaban yang dimilikinya serta bersikap bijak dengan pendapat orang lain. Akan tetapi, siswa yang memiliki self concept negatif cenderung ragu dalam memberikan jawaban dan mudah terpengaruh oleh jawaban temannya. Maka dari itu, dalam situasi ini guru memberikan motivasi dan mencoba kembali meningkatkan self concept siswa dengan pertanyaan berikutnya

Bruce, dkk (1992) mengemukakan bahwa model concept attainment memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

a. Tahap-tahap pelaksanaan

Tahap-tahap pelaksanaan concept attainment adalah tahap-tahap kegiatan dar concept attainment yang memiliki tiga fase sebagai berikut:

1. Fase pertama: Penyajian data dan identifikasi konsep

a) Guru menyajikan contoh yang telah diberi nama konsep

b) Siswa membandingkan ciri-ciri dalam contoh dan non contoh

c) Siswa membuat dan menguji hipotesis

d) Siswa membuat definisi tentang konsep dari ciri-ciri esensial

2. Fase Kedua: Pengujian pencapaian konsep

a) Siswa mengidentifikasi contoh yang tidak diberi nama konsep dengan mengatakan “ya” atau

“bukan”

b) Guru menegaskan hipotesis, nama konsep dan menyatakan kembali definisi konsep sesuai dengan ciri- ciri esensial

c) Siswa membuat (memberikan) contoh

3. Fase ketiga: Analisis strategi berpikir a) Siswa mengungkapkan pikirannya b) Siswa mendiskusikan hipotesis dan

ciri-ciri konsep

c) Siswa mendiskusikan tipe dan macam hipotesis

b. Sistem sosial

Sistem sosial concept attainment adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model pencapaian konsep. Model ini memiliki struktur yang moderat. Guru melakukan pengendalian terhadap aktifitas siswa tetapi tetap pembelajaran dikembangkan menjadi kegiatan

dialog bebas. Dengan

pengorganisasian seperti itu, siswa diharapkan lebih memperhatikan inisiatifnya untuk melakukan proses induktif bersamaan dengan bertambahnya pengalaman dalam melibatkan diri selama proses pembelajaran.

c. Prinsip-prinsip pengelolaan/reaksi Prinsip-prinsip pengelolaan/reaksi dari model concept attainment adalah:

1) memberikan dukungan dengan menitikberatkan pada sifat hipotesis dari diskusi-diskusi yang sedang berlangsung; 2) memberikan bantuan kepada siswa dalam mengembangkan hipotesis; 3) memusatkan perhatian siswa terhadap contoh-contoh yang spesifik; 4) memberikan bantuan

(6)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 6

kepada siswa dalam mendiskusikan dan menilai strategi berpikir yang mereka pakai.

d. Sistem Pendukung

Sistem pendukung model concept attainment adalah segala sarana, bahan, dan bahan yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran concept attainment.

Sarana pendukung yang diberikan bisa berupa gambar, foto, diagram, slide, tape recorder, lembar kerja siswa, dan yang lainnya.

E. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini berbentuk one shot case study dengan desain sebagai berikut:

X O (Sugiyono, 2008) Keterangan:

X : Model Concept Attainment O : Angket Self Concept

F. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu SMP di Kabupaten Garut. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai April 2014.

G. Hasil Penelitian

Jumlah Skor Jawaban Siswa Perindikator dari Angket Self Concept

Dimensi Indikator Jumlah Pengetahuan

tentang apa yang siswa ketahui tentang matematika

Partisipasi siswa terhadap

matematika

440 Pandangan

siswa terhadap kemampuan matematis yang dimilikinya

500

Pengharapan siswa tentang pembelajaran matematika yang ideal

Manfaat matematika

367 Peran aktif

siswa dalam pembelajaran matematika

330

Penilaian seberapa besar siswa menyukai matematika

Ketertarikan siswa terhadap matematika

514

Ketertarikan siswa terhadap soal-soal matematika

547

Jumlah 2698

Berdasarkan Sundayana (2010) perhitungan interpretasi self concept adalah sebagai berikut:

Perhitungan Interpretasi Self Concept Siswa Secara Keseluruhan Smaks Smin Rentang Panjang

Kelas (p)

3800 950 2850 570

Interpretasi Self Concept Siswa Secara Keseluruhan

Skor Total Interpretasi 950 ≤ ST < 1520 Sangat Jelek 1520 ≤ ST < 2090 Jelek 2090 ≤ ST < 2660 Cukup 2660 ≤ ST < 3230 Baik 3230 ≤ ST < 3800 Sangat Baik

Jumlah skor jawaban siswa secara keseluruhan sebesar 2698 sehingga berdasarkan tabel interpretasi dapat disimpulkan bahwa self concept siswa termasuk dalam kategori baik.

1) Analisis data self concept berdasarkan dimensi pengetahuan tentang apa yang siswa ketahui tentang matematika

Dimensi pengetahuan ini terdiri dari dua indikator, yaitu partisipasi siswa terhadap matematika (termuat pada pernyataan 1,2, 3, dan 4), serta pandangan siswa terhadap kemampuan matematis yang dimilikinya (termuat pada pernyataan 5, 6, 7, 8, dan 9). Berikut akan disajikan analisis data self concept pada indikator partisipasi siswa terhadap matematika.

(7)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 7

Perhitungan Interpretasi Self Concept Pada Indikator Partisipasi Siswa

Terhadap Matematika

Smaks Smin Rentang Panjang Kelas (p)

608 152 456 91,2

Interpretasi Self Concept Pada Indikator Partisipasi Siswa

Terhadap Matematika Skor Total Interpretasi 152 ≤ ST < 243,2 Sangat Jelek 243,2 ≤ ST < 334,4 Jelek 334,4 ≤ ST < 425,6 Cukup 425,6 ≤ ST < 516,8 Baik

516,8 ≤ ST < 608 Sangat Baik Pada indikator partisipasi siswa terhadap matematika jumlah skor jawaban siswa sebesar 440, sehingga berdasarkan tabel interpretasi dapat disimpulkan bahwa partisipasi siswa terhadap matematika termasuk dalam kategori baik.

Adapun analisis data self concept siswa pada indikator pandangan siswa terhadap kemampuan matematis yang dimilikinya adalah sebagai berikut:

Perhitungan Interpretasi Self Concept Pada Indikator Pandangan Siswa Terhadap Kemampuan Matematis yang

Dimilikinya

Smaks Smin Rentang Panjang Kelas (p)

760 190 570 114

Interpretasi Self Concept Siswa Pada Indikator Pandangan Siswa Terhadap Kemampuan Matematis yang

Dimilikinya

Skor Total Interpretasi 190 ≤ ST < 304 Sangat Jelek 304 ≤ ST < 418 Jelek 418 ≤ ST < 532 Cukup 532 ≤ ST < 646 Baik 646 ≤ ST < 760 Sangat Baik

Pada indikator pandangan siswa terhadap kemampuan matematis yang dimilikinya, jumlah skor jawaban siswa

sebesar 500, sehingga berdasarkan tabel interpretasi dapat disimpulkan bahwa pandangan siswa terhadap kemampuan matematis yang dimilikinya termasuk dalam kategori cukup.

2) Analisis data self concept siswa pada dimensi pengharapan siswa tentang pembelajaran matematika yang ideal

Dimensi pengharapan ini terdiri dari dua indikator, yaitu manfaat matematika (termuat pada pernyataan 10, 11, dan 12), serta peran aktif siswa dalam pembelajaran matematika (termuat pada pernyataan 13, 14, dan 15). Berikut akan disajikan analisis data self concept pada indikator manfaat matematika.

Perhitungan Interpretasi Self Concept Pada Indikator Manfaat Matematika Smaks Smin Rentang Panjang Kelas (p)

456 114 342 68,4

Interpretasi Self Concept Pada Indikator Manfaat Matematika

Skor Total Interpretasi 114 ≤ ST < 182,4 Sangat Jelek 182,4 ≤ ST < 250,8 Jelek 250,8 ≤ ST < 319,4 Cukup 319,4 ≤ ST < 387,6 Baik

387,6 ≤ ST < 456 Sangat Baik Pada indikator manfaat matematika jumlah skor jawaban siswa sebesar 367, sehingga berdasarkan tabel interpretasi dapat disimpulkan bahwa pandangan siswa terhadap manfaat matematika termasuk dalam kategori baik.

Adapun analisis data self concept siswa pada indikator peran aktif siswa dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:

Perhitungan Interpretasi Self Concept Pada Indikator Peran Aktif Siswa dalam Pembelajaran Matematika Smaks Smin Rentang Panjang

Kelas (p)

(8)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 8

456 114 342 68,4

Interpretasi Self Concept Siswa Pada Indikator Peran Aktif Siswa dalam Pembelajaran Matematika Skor Total Interpretasi 114 ≤ ST < 182,4 Sangat Jelek 182,4 ≤ ST < 250,8 Jelek 250,8 ≤ ST < 319,4 Cukup 319,4 ≤ ST < 387,6 Baik

387,6 ≤ ST < 456 Sangat Baik Pada indikator peran aktif siswa dalam pembelajaran matematika, jumlah skor jawaban siswa sebesar 330, sehingga berdasarkan tabel interpretasi dapat disimpulkan bahwa peran aktif siswa dalam pembelajaran matematika termasuk dalam kategori baik.

3) Analisis data self concept siswa pada dimensi penilaian seberapa besar siswa menyukai matematika Dimensi penilaian ini terdiri dari dua indikator, yaitu ketertarikan siswa terhadap matematika (termuat pada pernyataan 16, 17, 18, 19, dan 20), serta ketertarikan siswa terhadap soal-soal penalaran matematis (termuat pada pernyataan 21, 22, 23, 24, dan 25).

Berikut akan disajikan analisis data self concept pada indikator ketertarikan siswa terhadap matematika.

Perhitungan Interpretasi Self Concept Pada Indikator Ketertarikan Siswa

Terhadap Matematika

Smaks Smin Rentang Panjang Kelas (p)

760 190 570 114

Interpretasi Self Concept Pada Indikator Ketertarikan Siswa

Terhadap Matematika Skor Total Interpretasi 190 ≤ ST < 304 Sangat Jelek 304 ≤ ST < 418 Jelek 418 ≤ ST < 532 Cukup

532 ≤ ST < 646 Baik 646 ≤ ST < 760 Sangat Baik

Pada indikator ketertarikan siswa terhadap matematika jumlah skor jawaban siswa sebesar 514, sehingga berdasarkan tabel interpretasi, dapat disimpulkan bahwa ketertarikan siswa terhadap matematika termasuk dalam kategori cukup.

Adapun analisis data self concept siswa pada indikator ketertarikan siswa terhadap soal-soal matematika adalah sebagai berikut:

Skor Perhitungan Interpretasi Self Concept Pada Indikator Ketertarikan Siswa Terhadap Soal-Soal Matematika Smaks Smin Rentang Panjang

Kelas (p)

760 190 570 114

Interpretasi Self Concept Siswa Pada Indikator Ketertarikan Siswa Terhadap

Soal-Soal Matematika Skor Total Interpretasi 190 ≤ ST < 304 Sangat Jelek 304 ≤ ST < 418 Jelek 418 ≤ ST < 532 Cukup 532 ≤ ST < 646 Baik 646 ≤ ST < 760 Sangat Baik

Pada indikator ketertarikan siswa terhadap soal-soal matematika, jumlah skor jawaban siswa sebesar 547, maka berdasarkan tabel interpretasi, dapat disimpulkan bahwa ketertarikan siswa terhadap soal-soal matematika termasuk dalam kategori baik.

Untuk lebih jelasnya berikut disajikan rekapitulasi Interpretasi self cocept siswa setiap indikator.

Rekapitulasi Interpretasi Self Concept Siswa

Dimensi Indikator Interpretasi Self Concept

(9)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 9

Pengetahuan tentang apa yang siswa ketahui tentang matematika

Partisipasi siswa terhadap matematika

Baik

Baik Pandangan

siswa terhadap kemampuan matematis yang dimilikinya

Cukup

Pengharapan siswa tentang pembelajaran matematika yang ideal

Manfaat matematika

Baik Peran aktif

siswa dalam pembelajara n

matematika

Baik

Penilaian seberapa besar siswa

menyukai matematika

Ketertarikan siswa terhadap matematika

Cukup

Ketertarikan siswa terhadap soal-soal penalaran matematis

Baik

H. Penutup 1. Kesimpulan

Interpretasi self concept siswa setelah mendapatkan model pembelajaran concept attainment termasuk dalam kategori baik.

2. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, diajukan beberapa saran sebagai berikut:

a. Dalam penerapan model pembelajaran concept attainment, guru hendaknya lebih banyak memotivasi kepercayaan diri siswa atas kemampuan yang dimilikinya dan menumbuhkan rasa ketertarikan yang lebih baik terhadap pelajaran matematika.

b. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat dikaji penggunaan model pembelajaran concept attainment dalam meningkatkan kemampuan afektif lainnya.

Daftar Pustaka

Bruce, J, dkk. (1992). Model of Teaching.

Boston: Allyn and Bacon

Depdiknas. (2006). Kurikulum Standar Kompetensi Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah aliyah. Jakarta: Depdiknas.

Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik: Panduan Bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, dan SMA. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Irawan, E. (2010). Efektivitas Teknik Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Konsep Diri Remaja (Studi Pre-Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMK Yapema Gadingrejo Lampung). Tesis Sps UPI Bandung.

Tidak Diterbitkan.

Marsangkap, S. (2006). “Model Pencapaian konsep Untuk Pengajaran Kalkulus”. Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan UNIMED

Rahman, R. (2010). Pengaruh Pembelajaran Berbantuan Geogebra Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan Self-concept Siswa.

Tesis Sps UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rola, F. (2006). “Hubungan Konsep Diri dengan motivasi Berprestasi pada Remaja”. Makalah Fakultas Kedokteran USU

(10)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 10

Sagala, S. (2011). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Saputra, E. (2012). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Anchored Intruction Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self Concept Siswa. Disertasi Upi Bandung. Tidak Diterbitkan Sugiyono. (2008). Metode Penelitian.

Bandung: Alfabeta

Sundayana, R. (2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran.

Bandung: UPII

(11)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 11

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA) DENGAN ALGORITMA

FUZZY C-MEANS (FCM)

Andri Suryadi

Abstrak

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam computer vision menjadikan keamanan komputer menjadi sangat penting. Salah satu contoh keamanan komputer adalah dengan cara pengenalan wajah. Skripsi ini membahas algoritma tentang pengenalan suatu wajah agar dapat dikenali oleh sistem komputer berdasarkan data training yang telah ada dalam database. Fitur-fitur yang terdapat dalam wajah akan dicari menggunakan Principal Component Analysis (PCA), sedangkan untuk tahap identifikasi menggunakan algoritma Fuzzy C-means (FCM). Principal Component Analysis akan digunakan untuk mereduksi citra wajah yang menghasilkan output berupa feature yang akan dijadikan inputan ke dalam algoritma fuzzy C-means. FCM mengelompokan data menjadi beberapa cluster yang masing- masing cluster diwakili pusat cluster. Pusat cluster inilah yang akan dijadikan dasar untuk mengenali data baru. Hasil pengujian yang telah dilakukan menggunakan PCA dan FCM dengan menggunakan 150 data latih yaitu sebesar 84%, 300 data latih yaitu 76% dan 450 data latih yaitu 76% sedangkan nilai akurasi rata-rata normal adalah 74%. Kemudian pengujian dengan tambahan noise yaitu menggunakan 150 data latih yaitu sebesar 26%, 300 data latih yaitu 14% dan 450 data latih yaitu 8% sedangkan nilai akurasi rata-rata noise adalah 16%. Dapat disimpulkan dengan menggunakan PCA dan FCM sistem pengenalan wajah ini menghasilkan akurasi cukup baik namun, sebaliknya dengan tambahan noise sistem pengenalan wajah tidak dapat berjalan dengan baik.

Kata Kunci: Pengenalan wajah, Principal Component Analysis (PCA), Fuzzy C-means (FCM).

1. Pendahuluan

Sistem Pengenalan wajah merupakan pendekatan pengenalan pola untuk keperluan identifikasi seseorang disamping pendekatan pola lainnya. Pengenalan citra berhubungan dengan obyek yang tidak pernah sama, karena adanya bagian-bagian yang dapat berubah.perubahan ini dapat disebabkan oleh ekspresi wajah, intensitas cahaya dan sudut pengambilan gambar, atapun perubahan akasesoris pada wajah.

Dalam kaitan ini, obyek yang sama dengan beberapa perbedaan tersebut harus dikenali sebagai satu obyek yang sama (Joko Hartono,2009).

Terdapat dua hal utama yang sangat penting dalam proses pengenalan wajah

yaitu: proses ekstraksi fitur dari sampel wajah yang ada dan juga teknik pengelompokan yang digunakan untuk mengenali suatu wajah agar wajah tersebut sesuai yang diharapkan (Fitri Damayanti).

Secara garis besar tahapan yang dilakukan dalam sistem pengenalan wajah adalah sebagai berikut (Bambang Dwi Liestiawan, 2009):

1. PraProses

Tahapan yang digunakan untuk menyeleksi gambar sehingga citra gambar tersebut sesuai yang diinginkan.

2. Feature Extraction

Tahapan untuk mengambil data informasi penting yang terdapat dalam citra gambar.

(12)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 12

3. Pengelompokan

Tahapan ini berfungsi untuk mengelompokan citra-citra gambar sehingga proses pengenalan wajah tersebut dapat dicari.

Principal Component Analysis (PCA) adalah sebuah teknik yang digunakan untuk menyederhanakan suatu data dengan cara mentransformasi linier sehingga terbentuk sistem koordinat baru dengan varians maksimum. PCA dapat digunakan untuk mereduksi dimensi suatu data tanpa mengurangi karakteristik data tersebut secara signifikan. Dalam metoda ini citra wajah akan diproyeksi sebuah ruang fitur yang menonjolkan variasi yang signifikan diantara citra yang diketahui. Fitur signifikan inilah sering disebut

“Eigenface” karena fitur-fitur tersebut adalah komponen utama dari set citra wajah untuk training. Tujuan PCA adalah menangkap variasi total pada citra latih dan merepresentasikan variasi tersebut dalam variabel-variabel yang jumlahnya lebih sedikit. PCA dikenal juga dengan sebutan transformasi Karhunen-Loeve dan transformasi Hotteling (Kartika Gunadi).

Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam pengelompokan feature vector diantaranya: pendekatan statistik, neural network, algoritma genetic, fuzzy clustering (Krasteva,2002 :1)

Dalam pembuatan sistem pengenalan wajah ini digunakan fuzzy c-mean sebagai metode pengelompokan data. FCM dikenalkan pertama kali oleh JIM BEZDEK pada tahun 1981 yang merupakan suatuu teknik pengclusteran data dimana tiap-tiap data dalam suatu cluster ditentukan oleh derajat keanggotaannya (Cavendis,2010).

Penggunaan FCM sendiri telah lebih dahulu dilakukan oleh Ahmad Ridwan (2010) dengan skripsi berjudul

“Pengenalan Tulisan Tangan Aksara Sunda Ngalagena dengan Algoritma Fuzzy C-Mean” dengan menghasilkan nilai akurasi relatif 100%. Sistem pengenalan wajah ini menggunakan algoritma yang

sama dalam pengklasifikasian. Dengan metode tersebut diharapkan nilai akurasi tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya.

2. Sistem Pengenalan Wajah 2.1 Pra Proses

Pra proses dalam pengenalan wajah ini bertujuan untuk membuat data mentah menjadi data yang dapat diolah oleh sistem. Dalam proses pengenalan wajah digunakan image grayscale sebagai data yang akan diolah. Hal ini dikarenakan image dalam bentuk grayscale lebih mudah untuk dianalisa apabila dibandingkan dengan image berwarna.

Image berwarna adalah kombinasi dari tiga warna utama yaitu: merah, hijau dan biru yang disebut dengan sistem warna RGB.

Sistem warna RGB ini terdiri dari 24 bit, masing-masing bit untuk merah, hijau dan biru. Agar lebih mudah untuk dianalisa maka image tersebut terlebih dahulu menjadi image grayscale dengan cara memberi nilai yang sama untuk masing- masing 8 bit itu (Robert Hoo, 2003 :12).

Dalam sistem pengenalan wajah yang akan dibuat ini terdapat dua Pra proses yang akan dilakukan yaitu : menangkap objek wajah dari sebuah webcam dalam hal ini menggunakan sebuah libray yaitu aplikasi Open CV, kemudian membuat sebuah image warna menjadi sebuah grayscale.

2.2 Feature Extraction PCA

Prinsip dasar dari Principal Componen Analisys (PCA) adalah dengan memproyeksi image ke dalam ruang eigen- nya / ruang wajah. Cara mendapatkannya adalah dengan mencari eigen vector yang dimiliki setiap image dan memproyeksikannya ke dalam ruang wajah. Sasaran dari Principal Componen Analisys (PCA) adalah untuk menangkap variasi total didalam kumpulan wajah yang dilatihnya (Kartika Gunadi,2001 :2).

Dibawah ini adalah langkah-langkah yang dilakukan Principal Componen Analisys

(13)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 13

(PCA) dalam proses pengenalan wajah (Robert Hoo, 2003 :13).

PCA termasuk dalam bidang multivariate analysis pada ilmu statistik.

multivariate analysis secara sederhana dijelaskan sebagai metode yang berhubungan dengan variable dalam jumlah besar pada satu atau banyak percobaan. Beberapa bidang lain pada multivariate analysis adalah common factor analysis, multiple regression, multiple discriminant analysis, multivariate analysis of variance dan covariance, conjoint analysis, canonical correlation, cluster analysis, multidimensional scaling, correspondence analysis, linear probability model, dan simultaneous / structurak equation modeling (Prentice-Hall International, 1993 :13).

Adapun flowchart dalam pencarian sebuah nilai PCA adalah sebagai berikut (Robert Hoo, 2003: 15):

Gambar 2.1 flow chart PCA a. Memasukan image kedalam sebuah

matriks

Langkah awal dalam proses pengenalan wajah adalah dengan mengolah image mentah. Misal ada sebuah image dengan ukuran 100 x 100 piksel = 10.000. Kemudian matriks tersebut diubah menjadi 10.000 x m .

b. Mencari rata-rata image

Langkah selanjutnya setelah pengolahan image awal adalah mencari image rata-rata adalah rata-rata dari seluruh image training yang ada dalam database. Rumus untuk mencari rata- rata adalah sebagai berikut:

ũ = 1

,

Image rata-rata merupakan jumlah dari ui,k dibagi dengan banyaknya image yang ada dalam database. Selanjutnya dari data diatas didapat sebuah matriks dengan ukuran 10.000 x 1. Berikut adalah image rata-rata yang didapat:

Gambar 2.2 Rata-rata image database

c. Mencari kovarian matriks PCA

Matriks kovarian adalah semua variasi yang memungkinkan yang diperoleh dari pasangan vector kolom (Jonathon Shlens, 2005 :7). Untuk mencari kovarian matriks yaitu dengan cara mengalikan u dengan transposenya. Rumusnya adalah sebagai berikut:

= ′

Selanjutnya dilakukan pencarian nilai eigen sehingga berlaku rumus sebagai berikut:

=

INPUT NORMALISASI

FIND / SORT EIGENVALUE FIND COVARIAN MATRIX

FIND EIGENVECTOR

FIND EIGENFACE START

STO

(14)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 14

λ merupakan matriks eigen value sedangkan v adalah matriks eigen vector. λ dan v adalah matriks berdimensi n x n yang mana n adalah jumlah piksel image.

Eigen value yang didapat kemudian diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil. Hasil dari matriks ini adalah matriks V berukuran 10.000 x 10.000.

d. Mencari feature PCA

Feature PCA merupakan informasi paling penting yang ada dalam sebuah image yang sebelumnya telah dilakukan pencarian nilai eigen vector.

Feature PCA dapat dicari dengan cara mentransformasikan image asal ke dalam ruang wajah dengan menggunakan persamaan berikut (Robert Hoo, 2003 :16):

= ∑ ( − ũ) x V I merupakan data tiap piksel dari setiap training I, m adalah jumlah image training, V adalah matriks eigen vector sedangkan f adalah matriks berukuran m x 10.000.

Setelah mendapatkan feature setiap image maka selanjutnya adalah melakukan proses pengelompokan clustering menggunakan Fuzzy C- Means (FCM).

3. Fuzzy C-Means

Fuzzy clustering adalah salah satu teknik untuk menentukan cluster optimal dalam suatu ruang vector yang didasarkan pada bentuk normal Euclidian untuk jarak antar vector (Kusumadewi dan Purnomo, 2004 :83). Fuzzy c-means merupakan salah satu metode dari fuzzy clustering.

Fuzzy clustering memperbolehkan satu

bagian data dimiliki oleh dua atau lebih cluster.

Ada dua metode dasar dalam fuzzy clustering. Metode pertama disebut dengan fuzzy c-means. Metode ini dinamakan demikian karena dengan clustering ini akan dibentuk sebanyak c-cluster yang sudah ditentukan sebelumnya. Metode yang kedua adalah metode yang banyaknya cluster tidak ditentukan sebelumnya. Metode ini dinamakan subtractive clustering (Kusumadewi, 2004) atau fuzzy equivalence relation (Klir, 1995).

Fuzzy C-means (FCM) dikenalkan pertama kali oleh JIM BEZDEK pada tahun 1981 yang merupakan salah satu metode clustering menggunakan model pengelompokan fuzzy sehingga data dapat menjadi anggota dari semua kelas atau cluster dengan derajat atau tingkat keanggotaan yang berbeda antara 0 hingga 1. Adapun konsep dari Fuzzy C-means (FCM) adalah sebagai berikut:

1. Penentuan pusat cluster yang menandai lokasi rata-rata untuk setiap cluster, dengan kondisi awal tidak akurat.

2. Tiap data memiliki derajat keanggotaan untuk masing-masing cluster.

3. Tiap perulangan yang didasarkan pada minimasi fungsi obyektif, pusat cluster dan nilai keanggotaan diperbaiki sehingga lokasi cluster bisa berada pada posisi yang benar.

Algoritma FMC secara lengkap diberikan sebagai berikut (Zimmerman,1991);(Yan,1994);(Ross,200 5):

1. Tentukan:

a. Matriks X berukuran n x m, dengan n=jumlah data yang akan dicluster, dan m adalah jumlah variable criteria.

b. Jumlah cluster yang akan dibentuk (C ≥ 2).

c. Pangkat (pembobot w > 1) d. Maksimum iterasi

e. Criteria penghentian (ε = nilai positif yang sangat kecil)

(15)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 15

2. Bentuk matriks partisi awal U (derajat keanggotaan dalam cluster), matriks awal biasanya diberikan secara acak

3. Hitung pusat Cluster V untuk setiap cluster

=∑ ((μ ) ∗ )

∑ (μ )

4. Perbaiki derajat keanggotaan setiap data pada setiap cluster (perbaiki matriks partisi)

μ = ∑ ( − )

∑ ∑ ( − )

5. Tentukan criteria penghentian iterasi, yaitu perubahan matriks partisi pada iterasi sekarang dan iterasi sebelumnya.

Apabila Δ < ε maka iterasi dihentikan.

Pengenalan Wajah

Cara pengenalan wajah dapat diilustrasikan sebagai berikut:

1. Citra database akan diekstrasi dan dihitung nilai PCA nya.

2. Hitung derajat keanggotaan dengan rumus sebagai berikut:

μ = ∑ ( − )

∑ ∑ ( − )

3. Cari derajat keanggotaan tertinggi untuk menentukan kecenderungan terkuat suatu wajah masuk kedalam suatu cluster.

4. Didapatkan cluster pusat dan wakil dari masing-masing cluster.

Untuk pengenalan wajah data testing dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Data Testing akan dihitung nilai PCAnya.

2. Hitung derajat keanggotaannya dengan pusat cluster dengan rumus sebagai berikut:

μ = ∑ ( − )

∑ ∑ ( − )

3. Tentukan kecenderungan data masuk kedalam suatu cluster.

4. Tampilkan hasil kecocokan wajah.

Dari pengenalan wajah dapat nilai akurasi dengan perhitungan sebagai berikut:

= ℎ

ℎ ℎ 100%

Pengujian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa skenario yang akan dilakukan dalam pengujian. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai akurasi sistem pengenalan wajah menggunakan PCA dan FCM. Berikut langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pengujian:

a. Pembuatan data latih menggunakan parameter yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ahmad Ridwan dengan judul skripsi ”Pengenalan Tulisan Tangan Aksara Sunda Ngalagena Dengan Algoritma Fuzzy C-Means ”dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Jumlah cluster : 30 2. Epsilon : 0,01 3. Iterasi : 100

4. Fuzzy : 2

b. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dataset yang telah tersedia baik dataset dari hasil capture webcam ataupun dataset hasil download dari internet (http://cswww.essex.ac.uk/mv/allfaces /faces94.zip).

(16)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 16

c. Jumlah dataset yang digunakan adalah 150, 300, 450 dataset.

d. Pengujian dilakukan sebanyak dua jenis yaitu, pengujian normal dan penggujian menggunakan tambahan noise.

e. Pengujian dilakukan dengan mencoba memasukkan citra wajah yang berbeda-beda sebanyak 10 jenis wajah, setiap jenis wajah terdapat 5 wajah yang berbeda-beda yang masing-masing wajah akan dicoba dimasukan ke dalam sistem sebanyak 5 kali.

f. Pengujian menggunakan tambahan noise dilakukan dengan mencoba memasukkan citra wajah yang berbeda-beda sebanyak 10 jenis wajah, setiap jenis wajah terdapat 5 wajah yang berbeda-beda yang masing-masing wajah akan dicoba dimasukan ke dalam sistem sebanyak 5 kali.

Hasil Pengujian

Hasil pengujian dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel 6.1 Hasil Pengujian

Dari hasil percobaan pertama diatas dengan data training sebanyak 150 data didapat 84% kemudian pada percoaan kedua dengan data training sebanyak 300 data didapat 76%, sedangkan pada percobaan terakhir dengan data training 450 data didapat 74%. Dari semua percobaan diatas maka dapat rata-rata persentase sebesar 78%. Dari hasil penelitian diatas dapat terlihat bahwa dengan data training semakin banyak tingkat akurasi semakin menurun.

Tabel 6.1 Hasil Pengujian

Dari hasil percobaan diatas pertama dengan bantuan noise dan data training sebanyak 150 data didapat 26% kemudian dengan data training 300 data didapat 14%, sedangkan dengan data training sebanyak 450 data didapat 8%. Dari semua percobaan dengan bantuan noise didapat persentase sebesar 16%, hal ini menunjukan bahwa penggunaan noise sangat mempengaruhi tingkat akurasi.

Analisis Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian langsung dengan menggunakan citra wajah berbeda, didapat nilai akurasi 78% dan untuk tambahan noise didapatkan nilai akurasi 16%.

Penggunaan noise sangat mempengaruhi pada nilai akurasi sistem pengenalan wajah.

Beberapa kesalahan yang didapat dari penelitian diatas, misalnya:

Dari data contoh kesalahan yang diambil misalnya image test.jpg menempati cluster 6. Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan yang

(17)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 17

diinginkan, hal ini disebabkan cluster 6 diwakili oleh image hasil.jpg. Begitupun dengan contoh kesalahan yang kedua yaitu image test2.jpg menempati cluster yang salah yaitu cluster 10 yang diwakili oleh image hasil2.jpg. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kesalahan dalam menempati cluster diantaranya:

a. Jumlah data training yang dapat menyebabkan banyaknya variasi wajah.

b. Adanya gangguan pada citra wajah input-an yang dapat menyebabkan nilai wajah berubah.

Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan diatas diantaranya :

1. Principal Compnent Analysis (PCA) dan algoritma Fuzzy C- Means telah mampu mengenali citra wajah dengan akurasi relatif 86,16%. Nilai akurasi sangat dipengaruhi oleh fitur ekstraksi PCA dan parameter FCM.

2. Dari hasil penelitian diatas didapat rata-rata persentasi kebenaran dengan pengujian normal yaitu sebesar 86,16%, dengan bantuan noise sebesar 40,50%, dengan menggunankan webcam yaitu sebesar 80,66%, dan menggunakan webcam+noise sebesar 8,66%.

3. Keakuratan sistem pengenalan wajah ini sangat dipengaruhi oleh citra image yang masuk hal ini terlihat dengan penggunaan noise.

Saran

Beberapa saran yang dianjurkan untuk penelitian lebih lanjut dalam sistem pengenalan wajah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menghasilkan nilai akurasi yang lebih tinggi disarankan menambah atau mengganti fitur

ekstrasi dengan fitur ekstrasi yang lebih akurat.

2. Dapat menggunakan metode lain sebagai bahan perbandingan dalam penelitian ini misalnya : KNN, ANN dan lain sebagainya.

Daftar Pustaka

Annoymous. A Tutorial Clustering Algorithm. Online.Tersedia di :http://home.dei.polimi.it/matteucc/C lustering/tutorial_html/cmeans.html.

[5 September 2010]

Fatta, Al,Hanif.2009.Rekayasa Sistem Pengenalan Wajah. Yogyakarta:

Andi Luthfi, Emha

Taufiq.2007.Fuzzy C-Means Untuk Clustering Data. Yogyakarta : STMIK AMIKOM

Gunadi, Kartika. Posngsitanan, Sonny Reinard.2001.Pembangunan

Perangkat Lunak Pengenalan Wajah Menggunakan Principal Component Analysis.Jurnal Informatika Vol.2 No.2.Surabaya:Universitas Kristen Petra.

M.Turk, A Pentland.1991. Eigenface for Recognition. Journal of Cognitive Neuroscience. 71-86

Ridwan, Achmad. 2010. Pengenalan Tulisan Tangan Aksara Sunda Ngalagen Dengan Algoritma Fuzzy C-Means. Skripsi tidak terpublikasi.

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Shalens,Jonathan.2005. A Tutorial

Principal Componen

Analysis.Sandiego La Jolla : University of California.

Smith, Lindsay I.2002. A Tutorial Principal Componen Analysis.

Online. Tersedia di : www.cs.otago.ac.nz/cosc453/...tutori

(18)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 18

als/principal_components.pdf . [19 Juni 2010]

Trivedi, Shubhendu.2009. Face Recognition using Eigenfaces and

Distance Classifiers:

A Tutorial.Online.Tersedia di : http://onionesquereality.wordpress.c om/ .[20 Juni 2010]

Yudha.2009. Biometric.Online.Tersedia di : http://nuxer1.multiply.com/ [20 Juni 2010].

(19)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 19

IMPLEMENTASI ALGORITMA LEBAH UNTUK PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN MEMPERTIMBANGKAN HEURISTIK

Dian Nurdiana

ABSTRAK

Rekomendasi jalur yang optimum sangatlah dibutuhkan oleh para pemudik. Hal ini disebabkan oleh banyaknya permasalahan yang dihadapi pada saat melakukan perjalanan mudik. Ada asumsi bahwa pengambilan rute yang tepat dapat mengurangi waktu dan biaya yang dibutuhkan selama perjalanan mudik. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu perhitungan yang dapat merekomendasikan rute yang efisien pada jalur mudik. Salah satu metode yang dapat menyelesaikan permasalahan jalur terpendek adalah algoritma lebah. algoritma lebah itu sendiri terinspirasi dari perilaku sosial koloni lebah dimana seekor lebah dapat menjangkau sumber makanan dengan rute terdekat. Setelah mereka menemukan makanan lebah–lebah akan kembali kesarang dan menginformasikan sumber makan yang dia temukan kepada teman–temannya dengan menggunakan waggle dance. Dalam penelitian ini pencarian jalur terpendek yang dilakukan lebah tidak hanya mempertimbangkan jarak saja, tetapi mempertimbangkan heuristik lainnya seperti kemacetan, lampu jalan, jalan tol, rawan bencana dan keamanan. Sehingga rute yang dihasilkan merupakan rute yang optimum. Hasil yang didapat dari mengimplementasikan algoritma lebah untuk pencarian jalur terpendek dengan mempertimbangkan heuristik adalah rute jalur optimum yang bisa dilalui dari kota awal ke kota tujuan beserta panjang jalur yang dapat ditempuh.

Kata Kunci : Pencarian Jalur Terpendek, Algoritma Lebah (Algortithm Bee Colony), Jalur Mudik.

1. PENDAHULUAN

Mudik merupakan salah satu kegiatan tahunan yang terjadi di Indonesia. Hampir seluruh masyarakat di Indonesia melakukan kegiatan ini, terutama masyarakat yang berada di pulau jawa.

Pada saat musim mudik berlangsung banyak sekali permasalahan yang harus dihadapi oleh para pemudik, permasalahan tersebut misalnya kurangnya kelengkapan jalan seperti lampu jalan, kondisi jalan yang rusak, ruas jalan yang berkapasitas sedikit, dll. Sehingga pemilihan rute jalan yang tepat sangat diperlukan pada saat melakukan perjalanan mudik.

Pentingnya pemilihan rute jalan yang tepat bisa menghindari permasalahan yang dihadapi pada saat mudik. Misalnya ketika sebuah jalan yang dilewati sering terjadi kemacetan maka para pemudik alangkah

lebih baiknya mencari jalur yang lain untuk dilalui walaupun jarak yang ditempuh cukup panjang. Hal seperti itu masih jarang dilakukan oleh para pemudik, para pemudik sering kali memaksakan melewati rute yang mempunyai jarak pendek walaupun kondisi jalan yang dilalui sering terjadi kemacetan, sehingga mengakibatkan menumpuknya kendaraan pada ruas jalan tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi mengenai rute jalan yang efisien. Oleh karena itu sangat diperlukan media yang bisa memberikan rekomendasi jalur optimum seperti applikasi pencarian jalur terpendek dengan mempertimbangkan heuristik, sehingga diharapkan perjalanan para pemudik bisa semakin nyaman karena bisa mengurangi waktu dan biaya.

(20)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 20

Applikasi pencarian jalur terpendek yang dibangun ini memanfaatkan teorema graf dalam representasi datanya. Sedang kan dalam penentuan jalur terpendeknya menggunakan algoritma lebah. Algortima lebah terinspirasi dari perilaku sosial koloni lebah dimana seekor lebah dapat menjangkau sumber makanan dengan rute terdekat. Setelah mereka menemukan sumber makanan kemudian mereka akan kembali ke sarang dan melakukan waggle dance, dengan menggunakan waggle dance semua koloni saling berkomunikasi tentang sumber makanan yang mereka temukan, sehingga lebah-lebah yang lain akan mengetahui letak dari sumber makanan yang paling dekat dari sarang.

Proses penggabungan informasi dengan pendekatan teorema graf dengan algoritma lebah ini tidak hanya menentukan sebuah jalur terpendek saja, tetapi dalam pencarian jalur terpendeknya mempertimbangkan heuristik. heuristik yang dipertimbangkan yaitu faktor kemacetan, faktor lampu jalan, faktor jalan tol, faktor rawan kecelakaan, faktor keamanan. Sehingga rute jalur yang direkomendasikan merupakan jalur yang optimum untuk dilalui sesuai dengan heuristik yang dipilih.

2. Graf

2.1 Pengertian Graf

Teori graf merupakan pokok bahasan yang sudah tua usianya namun memiliki banyak terapan dalam kehidupan sehari- hari sampai saat ini. Graf digunakan untuk merepresentasikan objek-objek diskrit dan hubungan antara objek-objek tersebut.

Banyak persoalan pada dunia nyata yang sebenarnya merupakan representasi visual dari graf. Contoh salah satu representasi visual dari graf adalah peta. Banyak hal yang dapat digali dari representasi tersebut, diantaranya adalah menentukan jalur terpendek dari satu tempat ke tempat lain, menggambarkan 2 kota yang bertetangga dengan warna yang berbeda pada peta, menentukan tata letak jalur

transportasi, pengaturan jaringan komunikasi atau jaringan internet dan masih banyak lagi. Selain peta, masih banyak hal lain dalam dunia nyata yang merupakan representasi visual dari graf.

Gambar 2.1 Graf

Secara matematis, graf didefinisikan sebagai berikut [1] :

Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E) yang dalam hal ini :

V = himpunan tidak kosong dari simpul - simpul (vertices atau node):

{v1,v2,…,vn}

E = himpunan sisi (edges atau arcs) yang menghubungkan sepasang simpul:

{e1,e2,…,en}

atau dapat ditulis singkat notasi G = (V,E).Definisi tersebut menyatakan bahwa V tidak boleh kosong sedangkan E boleh kosong. Artinya, sebuah graf dimungkinkan tidak mempunyai sisi satu buah pun, tetapi simpul harus ada, minimal satu (Munir, 2003: 291).

3. Representasi Graf

3.1 Matrik Kedekatan (Adjacency Matrik)

Untuk suatu graf dengan jumlah simpul sebanyak n, maka matrik kedekatan mempunyai ukuran n x n (n baris dan n kolom). Jika antara dua buah simpul terhubung maka elemen matriks bernilai 1, dan sebaliknya bernilai 0 jika tidak terhubung. Tabel matriks kedekatan untuk graf ABCDEFGH dapat dilihat pada Tabel 2.1 :

A C F H

B E

D G

4

2

1

6

2 6

4

4 1

1

2 1 1

(21)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 21

Table 3.1 matriks kedekatan untuk graf ABCDEFGH

A B C D E F G H A 0 1 1 1 0 0 0 0 B 1 0 1 0 1 0 0 0 C 1 1 0 1 0 1 1 0 D 1 0 1 0 0 0 1 0 E 0 1 0 0 0 1 0 1 F 0 0 1 0 1 0 0 1 G 0 0 1 1 0 0 0 1 H 0 0 0 0 1 1 1 0 Pada tabel diatas, elemen matriks kedekatan bernilai 0 untuk diagonal dan elemen yang tidak terhubung dengan simpul lain (elemen matriks bernilai 0 jika simpul tidak terhubung dengan simpul lainnya).

4. Algoritma Lebah 4.1 Swarm Itelligence

Perkembangan AI dari tahun ke tahun semakin pesat dan semakin banyak cabangnya. Menurut (ilmukuilmumu, 2009) Algoritma Optimasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu algoritma optimasi dengan pendekatan berbasis deterministic dan algoritma optimasi dengan pendekatan berbasis probabilistic. yang termasuk kedalam algoritma berbasis deterministic diantaranya State Space Search, Dynamic Programming, dan Branc and Bound.

Sedangkan algoritma optimasi yang termasuk kedalam algoritma yang berbasis pendekatan probabilistic adalah algoritma Monte Carlo dengan berbagai macam turunannya.

Evolutionary Computation merupakan salah satu algoritma yang termasuk kedalam algoritma optimasi berbasis probabilistic. definisi dari algoritma Evolutionary Computation adalah abstraksi dari teori evolusi biologis yang digunakan untuk membuat prosedur atau metodologi optimasi, biasanya diterapkan pada komputer, yang digunakan untuk memecahkan masalah. Algoritma ini memiliki ide dasar dari bagaimana proses

evolusi yang terjadi pada makhluk hidup.

Yang menganggap bahwa hasil setiap evolusi itu akan membawa sesuatu menjadi lebih baik dan optimal.

Beberapa algoritma yang termasuk kedalam algoritma Evolutionary Computation diantaranya adalah swarm intelligent dimana algoritma ini didasarkan dari kecerdasan berkelompok. Dengan semakin banyaknya anggota kelompok dan terkumpulnya kecerdasan-kecerdasan individual maka akan menyebabkan terkumpulnya kecerdasan kelompok yang luar biasa. Beberapa yang termasuk kedalam algoritma swarm intelligent diantaranya Particel Swarm Optimization, Ant Colony Optimization, Artificial Bee Colony Optimization.

Swarm intelligent merupakan sebuah metode penyelesaian masalah yang memanfaatkan prilaku sekumpulan agen yang saling bekerja sama. Khususnya swarm itelligence pada algoritma lebah (Algorithm Bee Colony) terinspirasi dari perilaku sosial koloni lebah dimana seekor lebah bisa menjangkau sumber makanan sekaligus mengingat letak, arah dan jarak dari sumber makanan. Sekembalinya dari pencarian sumber makanan maka seekor lebah akan melakukan waggle dance.

Waggle dance merupakan alat komunikasi yang dilakukan oleh koloni lebah.

4.2. Algoritma Lebah 4.2.1.Koloni Lebah

Lebah merupakan serangga sosial yang sangat terogranisir. Kelangsungan hidup sebuah koloni tergantung dari setiap individu yang lain. Lebah menggunakan segregasi sistematis untuk memastikan kelanjuatan keberadaan dari koloninya.

Mereka juga melakukan berbagai macam tugas seperti mencari makanan, reproduksi, menguruh lebah yang masih muda, patroli dan pembangunan sarang.

Dari jumlah lebah yang banyak dalam sebuah koloni, mencari makan merupakan kegiatan utama yang dilakukan oleh koloni

(22)

Volume 5, Nomor 2, April 2015

ISSN 2086-4299 22

lebah untuk menjamin pasokan sumber makanan bagi koloni lainnya.

Prilaku yang dilakukan oleh koloni lebah masih menjadi miteri selama bertahun tahun sampai Von Frisch menterjemakan bahasa isyarat yang berada pada tarian lebah. Tarian lebah ini digunakan sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh koloni. Misalanya setelah lebah kembali dari sarangnya, ia akan melakukan tarian yang disebut dengan waggle dance. Dengan menggunakan tarian ini lebah yang lain menerima informasi mengenai sumber makanan.

Informasi yang diberikan pada saat waggle dance adalah jarak dan arah untuk menuju sumber makanan yang telah ditemukan.

4.2.2. Pembangunan Jalur Oleh Lebah Menurut (Wong) model yang diusulkan kami, lebah diperbolehkan untuk mengeksplorasi dan mencari jalan tur sampai selesai. Sebelum meninggalkan sarang lebah akan mengamati tarian yang dilakukan oleh lebah lainnya. Kemudian lebah akan diset dengan pengetahuan yang didapatkan dari tarian. Set pergerakan, yaitu “preferred path” yang dinotasikan dengan θ, maka akan berfungsi sebagai panduan dalam proses mencari makanan. θ berisi tur lengkap yang telah di explorasi sebelumnya oleh lebah yang akan pergi ke tempat tujuan.

Selama proses pecarian makanan, lebah akan melakukan perjalanan dari satu kota ke kota yang lain sampai mencapai tujuan.

Aturan heuristik digunakan untuk bantuan lebah dalam pengambilan keputusan untuk kota yang akan dikunjungi berikutnya.

Aturan ini terdiri dari dua faktor : arc fitness dan jarak. Arc fitness dihitung untuk semua path yang mungkitn untuk kota kota yang bisa dikunjungi. Acr fitness yang lebih tinggi ditugaskan untuk tepi yang ditugas untuk tepi yang merupakan pilihan jalur. Dengan melakukan ini, lebah cenderung memilih kota berdasarkan jalan pilihan. Disisi lain, dibawah pengaruh jarak heuristik lebah cenderung memilih

kota berikutnya yang terdekat dengan kota saat ini.

4.2.3. Algoritma Lebah Dengan 2-opt untuk TSP

Tingkah laku lebah pada akhirnya menginspirasikan seeley (1955) untuk menjadikan sebuah model untuk sistem belajar fungsional organisasi di tingakt grup karena sifat interaksinya dengan lingkungan sebagai suatu keseluruhan kohoren dan memiliki sejumlah adaptasi yang berfungsi untuk grup. Sunil nakrani dari Oxford University dan Craig Tovey dari Georgia Institute Of Technology menerapkan cara penyelesaian masalah oleh lebah madu tersebut pada permasalahan pada Internet Host

Langkah – langkah penyesuaian algoritma lebah sebagai berikut :

1. Forage

Tahapan ini akan diberikan pada setiap lebah yang akan mengunjungi sumber makanan. aturan ini diberlakukan ketika lebah dahadapkan pada beberapa pilihan node. Berikut ini adalan fungsi dari waktu proses operasi dan arc fitness yang ditampilkan pada edge yang terhubung.

Pij,n =

.

, [ ] .

(4.1) Dimana :

ij = rata – rata sisi antara node i dan j dij = jarak heuristik antara node i dan j Pij = kemungkinan pecabangan dari i dan j

Pij mempunyai nilai berbanding terbalik dengan dij . Dengan kata lain, dibawah pengaruh jarak, lebah akan mengunjungi node dengan waktu proses yang lebih cepat. α merupakan variabel yang berperan sebagai pembobot untuk arc fitness, sedangkan β berfungsi untuk mengontrol signifikan level untuk heuristic distance-nya. Untuk pembobotan

Gambar

Gambar 2.2 Rata-rata image  database
Tabel 6.1 Hasil Pengujian
Gambar 2.1 Graf
Table 3.1 matriks kedekatan untuk graf  ABCDEFGH    A  B  C  D  E  F  G  H  A  0  1  1  1  0  0  0  0  B  1  0  1  0  1  0  0  0  C  1  1  0  1  0  1  1  0  D  1  0  1  0  0  0  1  0  E  0  1  0  0  0  1  0  1  F  0  0  1  0  1  0  0  1  G  0  0  1  1  0
+3

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi decision support system yang telah dibangun dapat memberikan rekomendasi pilihan peminatan kepada mahasiswa sebagai bahan pertimbangan bagi mahasiswa

Penelitian ini bertujuan adalah untuk menganalisis hubungan antara status gizi dengan usia menarche pada siswi kelas VII SMP Angkasa.. Metode penelitian

Hasilnya dipengaruhi adanya imperfection (non- linier geometri) dan kondisi inelastis (non-linier material).Dalam tugas akhir ini menggunakan analisis inelastic orde-2

Selain itu, untuk kualitas pelayanan lembaga pariwisata di Desa Wisata Penglipuran memiliki 62% wisatawan domestik yang mengatakan baik, 18% mengatakan cukup, 14% dari mereka

data hasil enkripsi (ciphertext) akan dikirim ke bagian penerima (receiver) melalui jaringan internet menggunakan socket programming dan selanjutnya dilakukan proses

ƒ Bagaimanakah aspek rasional ( sumber daya, informasi, orientasi tujuan) dalam mempengaruhi efektivitas pengimplementasian anggaran berbasis

Pada jaringan komunikasi mobil bergerak bukan selular aspek mobilitas sangat terbatas karena penggunaan daya yang relatif besar sehingga membutuhkan handset yang besar pula.

Group band Dewa adalah salah satu band papan atas tanah air yang pada saat ini banyak digemari khususnya bagi kalangan anak muda yang memang sangat gemar akan dunia musik.