LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOLIK BIJI PETAI ( Parkia speciosa Hassk.) SEBAGAI ANTIANEMIA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN BAHAN ALAM
INDONESIA
BIDANG KEGIATAN:
PKM PENELITIAN
Oleh:
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2013
Shella Nursucihta ( 12/331343/FA/09261/ 2012) Denade Mawlidya Putri ( 12/331027/FA/09174/ 2012) Hanifah Ataina Thai’in ( 12/333235/FA/09285/ 2012) Dwijayanti Ngesthi Utami ( 12/333231/FA/09282/ 2012)
2
: 5 Bulan
: Rp11.000.000
Yogyakarta, 21 Juli 2014
3
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK a. Ketua Pelaksana Kegiatan
1). Nama Lengkap : Shella Nursucihta
2). NIM : 12/331343/FA/09261
3). Fakultas : Farmasi
4). Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada 5). Waktu untuk kegiatan PKM : 10 jam/minggu
b. Anggota 1
1). Nama Lengkap : Hanifah Ataina Thai’in
2). NIM : 12/333235/FA/09285
3). Fakultas : Farmasi
4). Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada 5). Waktu untuk kegiatan PKM : 10 jam/minggu
c. Anggota 2
1). Nama Lengkap : Denade Mawlidya Putri
2). NIM : 12/331027/FA/09174
3). Fakultas : Farmasi
4). Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada 5). Waktu untuk kegiatan PKM : 10 jam/minggu
d. Anggota 3
1). Nama Lengkap : Dwijayanti Ngesthi Utami
2). NIM : 12/333231/FA/09282
3). Fakultas : Farmasi
4). Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada 5). Waktu untuk kegiatan PKM : 10 jam/minggu
4 ABSTRAK
Anemia merupakan penyakit kurang darah, yang dapat disebabkan oleh hilangnya darah atau pendarahan dan produksi sel darah merah yang tidak cukup oleh sumsum tulang. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya zat besi atau Fe dalam tubuh disebabkan karena asupan yang tidak seimbang. Petai (Parkia speciosa Hassk.) merupakan tanaman tersebar luas di Nusantara terutama bagian barat. Adanya kandungan zat besi yang tinggi dalam petai, diduga dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah tikus putih (Rattus norvegicus).
Penelitian dilakukan dengan menggunakan petai yang diambil langsung dari Wonosari dan dibuat menjadi ekstrak kering dengan alat freezedryer. Ekstrak biji petai (Parkia speciosa Hassk.) dipejankan pada tikus putih (Rattus norvegicus) bergalur Wistar dengan tiga dosis yaitu 400; 550; 700 mg/Kg BB dengan lima kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan one sample t-test untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peningkatan kadar hemoglobin dibandingkan dengan kontrol normal dan uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh dosis terhadap efek farmakologis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak biji petai (Parkia speciosa Hassk.) memberikan pengaruh terhadap peningkatan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah tikus putih (Rattus norvegicus). Namun belum dapat ditentukan dosis ekstrak yang paling optimum.
Kata Kunci: Petai (Parkia speciosa Hassk.), Kadar Hemoglobin, Anemia.
5 KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian dengan judul “Uji Aktivitas Ekstrak Etanolik Biji Petai (Parkia speciosa Hassk.) Sebgai Antianemia Dalam Rangka Pengembangan Bahan Alam Indonesia.”
Dalam pelaksanaan karya ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. DP2M-DIKTI yang telah membiayai kegiatan penelitian ini sehingga pelaksanaan kegiatan ini lancar dan dapat selesai tepat pada waktunya.
2. Bapak Prof. Dr. Subagus Wahyuono, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi UGM
3. Ibu Dr. Hilda Ismail, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Farmasi UGM.
4. Ibu Dr.rer.nat. Andayana Puspitasari Ghani, M. Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan secara intensif.
5. CRC Farmasi UGM yang banyak membantu jalannya penelitian ini.
6. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang senantiasa mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis.
7. Teman-teman yang senantiasa memberi dukungan dan bantuan hingga penelitian ini selesai
Penulis menyadari bahwa penulisan hasil penelitian ini belum sempurna. Oleh sebab itu, penulis menerima masukan, saran, ataupun kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan gagasan ini. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia, khususnya eksplorasi bahan alam agar dapat berguna dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Amin.
.
Yogyakarta, 22 Juli 2014
Tim Penulis
6 I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
Menurut Depkes (2000), penyebab anemia defisiensi besi karena kurangnya zat besi atau Fe dalam tubuh. Hal tersebut disebabkan karena pola konsumsi masyarakat indonesia, terutama wanita dan anak - anak kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi selain itu dapat disebabkan kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya zat besi dalam makanan dan meningkatnya kebutuhan akan zat besi. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya anemia ini adalah menurunnya kadar hemoglobin di dalam darah.
Anemia defisiensi besi ini dapat diderita oleh bayi, anak-anak, bahkan orang dewasa baik pria maupun wanita dewasa . Dampak dari anemia defisiensi besi ini sangat luas, antara lain terjadi perubahan epitel, gangguan pertumbuhan jika terjadi pada anak-anak, kurangnya konsentrasi pada anak yang mengakibatkan prestasi disekolahnya menurun, penurunan kemampuan kerja bagi para pekerja sehingga produktivitasnya menurun (Kartamihardja, 2008). Jika hal ini dibiarkan terus – menerus akan berdampak pada kualitas generasi penerus bangsa menjadi generasi yang kurang optimal.
Solusi untuk mengatasi anemia yang ada saat ini yaitu dengan penggunaan suplemen yang mengandung zat besi. Suplemen zat besi tersebut mempunyai efek samping jika digunakan terus menerus yaitu terjadinya konstipasi yang akan berakibat mengganggu kenyamanan dan selanjutnya akan menyebabkan hemoroid. Alternatif lain adalah dengan menggunakan bahan alam, salah satunya adalah dari petai. Petai dapat menjadi solusi karena mengandung zat besi yang tidak hanya dapat mengobati anemia tetapi juga tidak akan menyebabkan efek samping berupa konstipasi karena petai mengandung banyak serat.
Sebagian kalangan tidak menyukai petai karena baunya yang kurang sedap, padahal dalam biji petai tersebut terdapat bebagai macam kandungan gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Dalam biji petai kaya akan mineral penting yaitu kalsium, fosfor, magnesium,besi, mangan, dan kalium (Mohamed et al., 1987). Biji petai mempunyai banyak manfaat, diantaranya sebagai antihipertensi, menyembuhkan konstipasi, antidepresan dan sebagainya . (Heni, 2010)
Pada penelitian ini, biji petai diduga dapat digunakan sebagai antianemia dengan adanya kandungan zat besi didalamnya . Zat besi merupakan mineral mikro yang mempunyai rumus molekul Fe dan berat molekul 55,847 yang mempunyai sifat hablur.
Besi total adalah jumlah Ferro (Fe2+) dan Ferri (Fe3+). Besi dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh untuk metabolisme glukosa, lemak, dan protein menjadi enetgi (ATP), sebagai alat angkut elektron di dalam sel darah sebagai bagian dari berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Kandungan zat besi dalam tubuh adalah 25mg/kgBB dan 50mg/kgBB pada pria (Winarno F.G, 2004). Sehingga, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antianemia pada ekstrak biji petai.
b. Perumusan Masalah
1. Apakah ekstrak biji petai dapat menaikkan kadar hemoglobin darah?
2. Dosis berapakah yang efektif untuk menaikkan kadar hemoglobin darah menggunakan ekstrak biji petai ?
c. Tujuan Program
Upaya penanganan kasus anemia dengan menggunakan bahan alam yang ramah lingkungan salah satunya adalah menggunakan biji petai (Parkia speciosa, Hassk.)
7 d. Luaran Yang Diharapkan
1. Pengoptimalan bahan alam sebagai bahan baku industri obat di Indonesia
2. Peningkatan kadar hemoglobin (Hb) pada penderita anemia menggunakan biji petai
3. Informasi data mengenai kandungan besi dalam tiap gram biji petai. Hasil penelitian tersebut akan dituangkan sebagai: (i) artikel ilmiah dalam jurnal nasional, (ii) laporan penelitian
e. Kegunaan Program
Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai informasi bahan obat alternatif dalam mengatasi anemia menggunakan biji petai yang rendah efek samping.
II. TINJAUAN PUSTAKA a. Anemia
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terbanyak baik di Negara maju maupun Negara yang sedang berkembang. Padahal besi merupakan suatu unsur terbanyak pada lapisan kulit bumi, akan tetapi defisiensi besi merupakan penyebab anemia yang tersering. Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan. (Hoffbrand.AV, et al, 2005)
Anemia Gizi Besi (AGB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup. AGB ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom- mikrositer, kadar besi serum (Serum iron = SI) dan jenuh transferin menurun, Kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity = TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali (Fairbanks et al., 1998; Lee et al., 2006).
Faktor yang mempengaruhi rendahnya kadar hemoglobin adalah makanan yang dikonsumsi setiap hari sedikit mengandung zat besi, adanya zat penghambat dalam penyerapan zat besi yaitu parasit dalam tubuh dan kehilangan darah yang cukup banyak.
Dalam keadaan normal tubuh manusia dapat menyerap 5-10% zat besi dan orang yang kekurangan dapat menyerap 10-20% zat besi (Winarno F.G, 2004). Resiko anemia gizi besi ini dapat menyebabkan produktivitas kerja rendah, daya tahun tubuh terhadap penyakit menurun, kemampuan belajar anak sekolah rendah peningkatan bobot badan ibu hamil rendah dan kelahiran bayi prematur (Ferreira et al., 2007; Cooper et al., 2006).
b. Petai ( Parkia speciosa Hassk. ) Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Plantae
Devisi : Magnoliophyta Kelas : Magnolipsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae Upfamili : Mimosoidaea
Genus : Parkia
Spesies : Parkia speciosa Hassk Nama binomial : Parkia speciosa Hassk.
Petai, pete, atau mlanding (Parkia speciosa Hassk.) merupakan pohon tahunan tropika dari suku polong-polongan (Fabaceae), anak suku petai-petaian (Mimosoidae).
Tumbuhan ini tersebar luas di Nusantara bagian barat. Bijinya, yang disebut “petai” juga dikonsumsi ketika masih muda, baik segar maupun direbus. Pohon petai merupakan
8
tanaman tahunan yang dapat mencapai tinggi 20 m lebih dan kurang bercabang. Daunnya majemuk, tersusun sejajar. Bunga majemuk, tersusun dalam bongkol (khas Mimosoidae).
Tanaman petai dapat tumbuh pada tempat tumbuh optimal 200 – 800 dpl. Didaerah yang lebih rendah tanaman ini banyak diganggu oleh kumbang penggerek sedangkan didaerah yang lebih tinggi bijinya tidak dapat besar. Mulai berbuah pada umur 4-6 bulan dengan usia paling produktif 8-10 tahun. Iklim kawasan yang cukup lembab adalah sesuai untuk pertumbuhan pokok yang subur. Jenis tanah yang digunakan yaitu tanah gembur, tanah liat berpasir, atau liat yang dapat disesuaikan ( Tjahjadi, 1991).
Manfaat petai sebagai sumber energi dibanding apel, petai memiliki protein empat kali lebih banyak, karbohidrat dua kali lebih banyak, tiga kali lipat fosfor, lima kali lipat vitamin A dan zat besi, dan dua kali lipat jumlah vitamin dan mineral lainnya. Petai merupakan sumber energi yang baik, yaitu 142 kkal per 100 g biji. Petai mengandung tiga macam gula alami, yaitu sukrosa, fruktosa, dan glukosa yang dikombinasikan dengan serat. Kombinasi tersebut mampu memberikan dorongan tenaga instan, tetapi cukup lama dan cukup besar efeknya. Kandungan fosfor pada petai juga cukup baik, yaitu 115 mg per 100 g biji. Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak setelah kalsium. Kurang lebih satu persen berat tubuh kita terdiri dari fosfor. DNA dan RNA di dalam tubuh kita terdiri dari fosfor dalam bentuk fosfat, demikian juga membran sel yang membantu menjaga permeabilitas sel. (Heni, 2010)
III. METODE PENDEKATAN a. Definisi Variabel Operasional
1. Variabel bebas : Pemberian ekstrak biji petai (Parkia speciosa Hassk.) dengan dosis yang berbeda
2. Variabel tergantung : kadar hemoglobin tikus
3. Variabel terkendali : Hewan uji (Rattus norvegicus), lingkungan, metode preparasi sampel, Hematology Analyzer.
b. Bahan Penelitian 1. Bahan Uji
Petai diperoleh langsung dari hasil budidaya petani petai di desa Ngelanggeran, Wonosari, Gunung Kidul sebanyak kurang lebih 20kg.
2. Bahan Ektraksi,Optimasi Kondisi Pemisahan serta Determinasi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi larutan etanol 30%, tikus wistar jantan 27 ekor, petai 20 kg,alumunium foil, kertas saring, kain saring, larutan NaNO2, serbuk CMC Na 0,5%, aquades dan larutan EDTA.
c. Alat Penelitian 1. Preparasi Alat Uji
Seperangkat alat timbang terkalibrasi, penangas air, oven, penggiling ukuran lubang 1,5 mm, freeze dryer (Modulyo), kompor listrik, toples kaca, sendok pengaduk, kompor listrik, flakon, capillary, jarum suntik oral 5ml, effendorf dan alat- alat gelas seperti Erlenmeyer, gelas beaker, gelas ukur, pipet volume, pipet tetes, corong kaca.
2. Analisis kadar besi dalam biji petai dan kadar hemoglobin darah tikus
Atomic Absorbtion Spectrophotometer (Perkin Elmer 3110) dan Automated Hematology Analyzer (Sysmex KX-21).
d. Prosedur Penelitian 1. Preparasi Sampel
Biji petai yang akan digunakan dalam penelitian antianemia ini adalah biji petai (Parkia speciosa) berasal dari Wonosari yang dipanen ketika warna kulitnya sudah mulai menguning.
9
Biji petai (Parkia speciosa) dipotong-potong menjadi 3 sampai 4 bagian secara melintang. Hasil biji yang sudah dipotong, dimasukkan kedalam oven untuk dikeringkan dengan suhu 60ºC selama ±2hari. Simplisia yang sudah siap digunakan adalah yang sudah mudah untuk dipatahkan. Simplisia yang sudah kering selanjutnya diserbuk dengan penggiling ukuran lubang 1,5 mm
2. Ekstraksi Simplisia
Ekstraksi tanaman dilakukan dengan metode maserasi atau perendaman dengan menggunakan etanol 30%. Maserasi pada sampel dilakukan dengan perbandingan 1:5 dan direndam selama 3 hari dengan sesekali diaduk. Ampas penyaringan dimaserasi kembali dengan etanol 30% dengan perbandingan 1:3 selama 2 hari. Hasil filtrat yang pertama dan kedua selanjutnya diuapkan bersama-sama dengan menggunakan penangas air hingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh dikeringkan dengan alat freeze dryer.
3. Penentuan Kadar Besi Ekstrak Biji Petai (Parkia speciosa)
Dilakukan uji menggunakan spektrofotometer Serapan Atom (Atomic Absorbtion Spectrofotometry) adalah untuk mengetahui kadar besi yang terkandung dalam tiap milligram ekstrak petai.
4. Uji Aktivitas Antianemia secara In vivo
Hasil ekstrak simplisia biji petai selanjutnya diujikan secara in vivo pada hewan percobaan yang telah diadaptasi selama 1minggu. Sebanyak 27 ekor tikus yang telah dibuat anemia dengan induksi NanO2 dibagi menjadi 6 kelompok sebagai berikut :
Kel Kondisi Perlakuan Pemberian
I Normal Kontrol Normal Tidak diberi apapun I Anemia KontrolPositif Sangobion
II Anemia KontrolNegatif CMC Na 0,5 %
III Anemia Dosis I CMC Na 0,5% + Sampel dosis 400mg/KgBB IV Anemia Dosis II CMC Na 0,5% + Sampel dosis 550mg/KgBB
V Anemia Dosis III CMC Na 0,5% + Sampel dosis 700mg/KgBB
Masing-masing kelompok diberi perlakuan yang berbeda sesuai dengan tabel diatas selama 14hari.
5. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin
Pada setiap pencuplikan sampel darah pada hewan uji, akan dilakukan pengujian kadar hemoglobin dalam sampel darah dengan menggunakan Automated Hematoloy Analyzer. Hasil yang akan didapatkan adalah berupa data kadar Hemoglobin yang selanjutnya diolah dalam analisis data.
6. Analisis Data
Hasil data yang didapatkan akan dianalisis menggunakan uji statistika antara lain: One Sampel t-Test, Normality Test, ANOVA. Seluruh teknis pengolahan data dianalisis secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS 17.0 for windows.
IV. PELAKSANAAN PROGRAM a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2014 di Laboratorium Biologi, Farmakologi Eksperimental, Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
10 b. Tahapan Pelaksanaan
Pada bulan Februari dilakukan konsultasi dengan dosen pembimbing terkait pengambilan sampel dan metode yang akan digunakan. Sampel uji yang digunakan adalah biji petai karena kandungan zat besinya yang tinggi. Selanjutnya dilakukan pengumpulan biji petai dari hasil budidaya petani petai di desa Ngelanggeran, Wonosari, Gunung Kidul sebanyak kurang lebih 20kg. Kemudian dilakukan preparasi sampel yaitu biji petai dikupas, disortir untuk mendapatkan kualitas yang baik, dicuci untuk menghilangkan kotoran, dikeringkan dengan oven suhu 60oC hingga kering yang bertujuan untuk menghilangkan kadar air sehingga meminimalkan kontaminasi sampel oleh mikroba, dan dilakukan penyerbukan biji petai dengan mesin penggiling ukuran lubang 1,5 mm.
Langkah selanjutnya pembuatan ekstrak biji petai dengan metode maserasi selama 3hari dan remaserasi selama 2hari. Tahapan yang dilakukan adalah terdiri dari perendaman serbuk simplisia dengan etanol 30%, penyaringan, dan penguapan filtrat hingga didapatkan ekstrak kental. Selanjutnya ekstrak dikeringkan kembali dengan freezedryer untuk menjadi ekstrak kering.
Pada bulan Maret dilakukan analisis kuantitatif penentuan kadar Fe dalam ekstrak kental petai dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometry. Selain itu dilakukan pengambilan hewan uji di daerah Jalan Parangtritis km 8, Yogyakarta. Dilakukan adaptasi tikus putih di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi UGM selama 7 hari dengan menimbang bobotnya selama proses adaptasi untuk memantau kondisi hewan uji dalam keadaan baik.
Pada bulan April dilakukan orientasi pada hewan uji dengan cara dengan memejankan dosis tertinggi dan terendah dari rentang dosis yang akan digunakan, dan dipantau hasil kenaikan kadar Hemoglobinnya dengan Hematology Analyzer. Hasil orientasi digunakan untuk menentukan dosis yang akan digunakan dalam pemejanan.
Pada bulan Mei hingga Juni dilakukan pengujian dengan tahapan pra-perlakuan dan perlakuan. Pra-perlakuan dilakukan agar hewan uji dan ekstrak yang digunakan siap untuk dipejankan. Hewan uji diinduksi dengan larutan NaNO2 dengan dosis 187.5mg/kgBB untuk menurunkan kadar hemoglobinnya hingga kondisi anemia. Pada tahap ini juga dilakukan pembuatan larutan untuk perlakuan yakni CMC Na 0,5%, larutan sangobion dan larutan ekstrak biji petai dengan dosis 400mg/KgBB, 550 mg/KgBB, 700 mg/KgBB.
Langkah selanjutnya dilakukan tahapan perlakuan yaitu hewan uji dibagi menjadi VI kelompok (Kontrol Normal, Kontrol Positif, Kontrol Negatif, Dosis 400mg/KgBB,550 mg/KgBB,700 mg/KgBB) lalu dipejani dengan larutan ekstrak maupun larutan kontrol selama 14 hari. Hasil dari proses perlakuan dapat dilihat melalui kenaikan kadar hemoglobin hewan uji dengan Hematology Analyzer dan dilakukan pembandingan dengan nilai hemoglobin normal (12,48gr/dl – 14,63gr/dl). Selanjutnya dilakukan uji statistika (One Sampel t-Test, Normality Test, ANOVA) agar dapat mengambil kesimpulan dari data hasil perlakuan.
c. Instrumen pelaksanaan :
1. Subyek uji : Tikus Putih Wistar Jantan yang berumur 3 bulan.
2. Alat untuk Penetapan kadar Hemoglobin : analisis menggunakan Hematology Analyzer
11 V. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil Percobaan
Hasil pengukuran kadar hemoglobin rata – rata pada hewan uji menggunakan Hematology analyzer adalah sebagai berikut :
Perlakuan Kadar hemoglobin rata-rata (g/dL)
Rata – rata Selisih Kadar Hemoglobin
(sesudah-sebelum perlakuan) (g/dL) Sebelum
perlakuan
Sesudah perlakuan
Kontrol Normal 13.25 8.45 -4.80 ± 0.566
Kontrol Positif 10.9 10.66 -0.24 ± 1.346
Kontrol Negatif 10.38 11 0.62 ± 0.870
Dosis I (400 mg/KgBB) 10.6 11.54 0.94 ± 0.646
Dosis II (550 mg/KgBB) 11.28 10.64 -0.64 ± 1.736
Dosis III (700 mg/KgBB) 10.66 11.48 0.82 ± 1.941
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji – uji statistik yaitu:
1. One Sample T-test
Uji ini bertujuan untuk mengetahui kebermaknaan pengaruh perlakuan, baik pada kontrol maupun dosis ekstrak, dibandingkan dengan kontrol normal terhadap peningkatan kadar hemoglobin hewan uji. Berikut ini ringkasan hasil perhitungan analisis uji One Sample T-test:
Hipotesis Null : peningkatan kadar perlakuan berbeda bermakna dengan tanpa perlakuan.
Hipotesis Alt : peningkatan kadar perlakuan tidak berbeda bermakna dengan tanpa perlakuan.
Sig (2-tailed) < 0.05 sehingga Hipotesis Null DITERIMA
Peningkatan kadar hemoglobin pada hewan uji dengan perlakuan berbeda bermakna dengan kontrol normal. Sehingga, perlakuan dengan ekstrak biji petai mampu meningkatkan kadar hemoglobin pada hewan uji dibandingkan dengan kontrol normal.
2. Normality Test
Digunakan untuk mengetahui kenormalan distribusi pada data pada semua kelompok. Uji ini diperlukan sebagai syarat untuk melakukan uji ANOVA (Analisis of Variance). Untuk data diatas, digunakan tes normalitas dengan Shapiro-Wilk Test karena jumlah data < 2000. Berikut ini ringkasan hasil perhitungan analisis dengan Shapiro-Wilk Test:
12
Hipotesis Null : Data tidak terdistribusi normal Hipotesis Alt : Data terdistribusi normal Sig > 0.05 sehingga Hipotesis Null DITOLAK
Sehingga, seluruh data hasil percobaan terdistribusi normal dengan taraf kepercayaan 95% dan dapat diuji lebih lanjut dengan uji ANOVA.
3. ANOVA
Pada uji ini bisa didapatkan dua buah informasi, yakni mengenai homogenitas data pada suatu populasi melalui Test of Homogeinity of Variance dan level signifikansi diantara tiap kelompok perlakuan dengan uji ANOVA. Uji ANOVA ini sendiri berfungsi untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis terhadap efek farmakologis. Berikut ini hasil ringkasan pada kedua uji tersebut:
Hipotesis Null : data pada masing-masing kelompok homogen
Hipotesis Alt : data pada masing-masing kelompok tidak homogen sig > 0.05 sehingga Hipotesis Null DITERIMA
Sehingga, data di dalam setiap populasi homogen.
Hipotesis Null : data diantara kelompok berbeda signifikan
Hipotesis Alt : data diantara kelompok tidak berbeda signifikan sig > 0.05 sehingga Hipotesis Null DITOLAK
Data diantara kelompok dosis tidak saling berbeda signifikan, sehingga tidak ada perbedaan efek farmakologis pada setiap peningkatan dosis. Hal ini berarti, bahwa tidak dapat disimpulkan dosis optimum ekstrak petai sebagai agen antianemia.
b. Pembahasan
Anemia Defisiensi Besi (ADB) merupakan anemia yang paling banyak terjadi baik di Negara maju maupun Negara yang sedang berkembang (Hoffbrand.AV, et al, 2005, hal.25-34). Menurut Depkes (2000) penyebab terjadinya ADB adalah kurangnya zat besi atau Fe di dalam tubuh karena asupan yang tidak seimbang. Sejauh ini, solusi untuk penyakit anemia ini hanya terbatas pada suplemen zat besi yang memiliki efek samping
13
salah satunya adalah konstipasi atau sulit buang air besar (BAB). Oleh karena itu, diperlukan alternatif lain untuk permasalahan ini yakni ekstrak dari biji petai yang diketahui memiliki kadar zat besi yang cukup tinggi namun tinggi serat sehingga tidak akan menyebabkan konstipasi.
Ekstrak yang digunakan pada analisis ini adalah ekstrak kental yang berwarna kuning coklat, berbau khas dan tidak berrasa. Lebih lanjut ekstrak kental dikeringkan dengan alat freezedryer untuk menjadi ekstrak kering, dikarenakan kandungan air didalam ekstrak kental dapat menjadi media pencemaran mikroba. Kandungan zat besi di dalam ekstrak setelah diukur dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometry adalah sebesar 118.091±2.215 ppm. Hasil analisis ini selanjutnya digunakan untuk memperkirakan dosis dalam pemejanan.
Pra-perlakuan dilakukan untuk mengkondisikan hewan uji menjadi anemia dengan induksi NaNO2. NaNO2 bekerja dengan mengubah kemudian mengoksidasi ion Fe2+
(ferro) dalam hemoglobin (Hb) dan mengubahnya menjadi ion Fe3+ (ferri) sehingga terjadi pembentukan methemoglobin yang tidak lagi mampu sebagai pembawa oksigen ke jaringan-jaringan (Yuningsih, 2000). Hal ini dilakukan agar setelah proses pemejanan dapat dilihat kenaikan kadar hemoglobin pada hewan uji secara signifikan. Untuk dapat mengambil kesimpulan dari data yang didapatkan dilakukan anailisis data secara statistik seperti pada penjelasan hasil percobaan.
Dari hasil penilitian ini, dapat dilihat bahwa saat sebelum perlakuan hewan uji mengalami penurunan kadar hemoglobin secara drastis dan penambahan ekstrak mampu meningkatkan kadar hemoglobin meskipun belum mencapai normal. Hal ini dapat terjadi diakibatkan karena penurunan kadar hemoglobin oleh NaNO2 terjadi terlalu drastis.
Terlebih lagi, senyawa NaNO2 yang diberikan termasuk ke dalam senyawa berbahaya apabila tidak diberikan pada dosis yang tepat. Senyawa NaNO2 mampu berikatan dengan amino atau amida membentuk senyawa turunan nitrosamin yang bersifat toksik (Winarno (2002) dalam Sudirman (2007)). Hal ini terbukti dengan adanya beberapa tikus yang mati setelah diinduksi dengan senyawa tersebut.
Tingkat keparahan efek yang ditimbulkan oleh NaNO2 berbeda pada setiap individu. Hal ini diindikasikan sebagai faktor yang menyebabkan sulit untuk melihat perbedaan efek pada setiap peningkatan dosis sehingga dosis optimum tidak bisa diamati.
Dengan demikian, ekstrak petai (Parkia speciosa, Hassk.) terbukti mampu meningkatkan kadar hemoglobin pada hewan uji yang mengalami anemia, namun pada penelitian lebih lanjut perlu dilakukan optimasi dosis NaNO2 dan ekstrak petai sebagai agen antianemia.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Ekstrak petai (Parkia speciosa, Hassk.) mengandung kadar rata-rata zat besi sebesar 118.091±2.215 ppm
2. Ekstrak petai (Parkia speciosa, Hassk.) mampu meningkatkan kadar hemoglobin pada tikus yang menderita anemia.
Saran
1. Perlu dilakukan optimasi dosis induksi NaNO2.
2. Perlu ditentukan dosis optimum ekstrak biji petai sebagai agen antianemia.
14 VII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000, Anemia Defisiensi Besi , Departemen Kesehatan RI , Jakarta.
Cooper, MJ., Cockell, KA., and L’Abbe, MR., 2006, The Iron Status of Canadian Adolescent and Adults: Current Knowledge and Practical Implication. Canadian Journal of Dietetic Practice and Research. 2006 Vol 67, No,3.
Fairbanks V.F., and Beutler E., 1998, Iron deficiency, In : Beutlher E, MA Lichtman, BS Coller and TJ Kipps., editors, William Hematology. 6th ed. Mc Graw-Hill inc, , New York.
Ferreira, MU., Nunes, MS., Bertolino, CN., and Malafronte, RS., 2007. Anemia and Iron deficiency in School Chlidren, Adolescent, and Adults: A Comunity-Based Study in Rural Amazonia. American Journal of Public Health, Vol 97: No. 2.
Hoffbrand, AV. et all., 2005, Kapita Selekta Hematologi, EGC, Jakarta.
Kartamihardja, E., 2008. Anemia Defisiensi Besi, Jurnal Ilmiah Kedoteran,vol.1 no.2; 15-21.
Lee, HS., Kim, MS., Kim, YJ., and Kim, WY., 2006. Iron status and its association with pregnancy outcome in Korean pregnant women. European Journal of Clinical Nutrition vol. 60; 1130-1135.
Mohamed S., Shamsuddin ABD Md., Rehman, Sulaiman S. and Abdullah F. 1987.
Some nutritional and anti nutritional components in jering (pithecellobium jeringa), kerdas (pithecellobium microcarpum) and petai (parkia speciosa). Pertanika, 10(1), 61-68.
Tami,H., 2010 , Mengenal Lebih Jauh Tentang Petai,
http://henithree.student.umm.ac.id/2010/01/21/mengenal-lebih-jauh-tentang-petai/.
Diakses pada tanggal 19 Oktober 2013.
Tjahjadi, Nur. 1991. Bertanam Cabai, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
WHO. 2001 lron Deficiency Anemia assessment, Prevention and Control. A guide for
Programe Managcr,
http://www.who.int/nutrition/publications/micronutrients/anaemia_iron_deficiency/WH O_NHD_01.3/en/, diakses pada tanggal 18 juli 2014
Winarno , F.,G., 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. PT Gramedia Utama. Jakarta
Yuningsih, 2008, Keracunan Nitrat-Nitrit Pada Hewan Serta Kejadiannya Di Indonesia, Jurnal Penelitian, Bogor: Balai Penelitian Veteriner. Diakses tanggal 25 April 2009
15 LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
Bukti-bukti Pendukung Dokumentasi Kegiatan
1. Survey petai 2. Determinasi biji petai 3. Biji petai yang kering & Simplisia serbuk
4. Proses maserasi dan remaserasi 5.proses penguapan hasil maserasi dan remaserasi
6.Ekstrak kental dan hasil frezze dry 7. hasil analisis kadar Fe
8. proses pembuatan larutan uji
9. proses pengujian ekstrak terhadap hewan uji
16 Lampiran II
Bukti-bukti Pendukung Nota Kegiatan