• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM DI KECAMATAN BABALAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM DI KECAMATAN BABALAN"

Copied!
197
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM DI KECAMATAN BABALAN

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA 2022

TUGAS AKHIR

Oleh

RINANDI NEHEMIA SIBORO

160407050

(2)

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM DI KECAMATAN BABALAN

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA 2022

TUGAS AKHIR

Oleh

RINANDI NEHEMIA SIBORO

160407050

(3)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul:

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM DI KECAMATAN BABALAN

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Tugas akhir ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini dibuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, Juli 2022

RINANDI NEHEMIA SIBORO NIM. 16 0407 050

(4)
(5)

ABSTRAK

Kebutuhan air sangat penting bagi semua makhluk hidup khususnya manusia salah satunya adalah air bersih. Air bersih yang layak dikonsumsi apabila sudah memenuhi standar dari Peraturan dan Undang-Undang yang berlaku baik dari persyaratan fisik, kimia maupun biologi. Pasokan air minum berkualitas di Kecamatan Babalan hingga saat ini masih sangat kurang. Hal ini berbanding terbalik dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk setiap tahunnya. Untuk memenuhi kualitas air minum yang dimaksud maka akan dilakukan pembangunan unit pengolahan air minum dengan periode perancangan selama 20 tahun (2019-2039). Kecamatan Babalan merupakan salah satu kecamatan yang teletak di Kabupaten Langkat. Jumlah penduduk di Kecamatan Babalan adalah sebanyak 61.293 jiwa dengan kepadatan penduduk 794 jiwa/km2. Setelah dilakukan penelitian maka didapat total kebutuhan air bersih di Kecamatan Babalan adalah sebesar 17.884.800 liter/hari atau sekitar 207 liter/detik. Pengolahan air bersih terdiri dari unit berupa unit intake dengan volume sumur pengumpul 310,5 m3, unit koagulasi dengan volume 12 m3, unit flokulasi dengan volume 277,95 m3 per bak, unit sedimentasi dengan volume 120,12 m3 per bak, unit membran mikrofiltrasi dengan flux 1000 lmh sebanyak 9 buah per skeed, dan unit reservoir dengan volume 2.235,6 m3 per bak. Diperlukan pula bangunan pelengkap berupa rumah pompa intake dengan luas 14 m2 dan pos kerja dengan luas 231,6 m2. Untuk perkiraan biaya yang dibutuhkan dalam mendirikan Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) Kecamatan Babalan adalah sebesar Rp.

2.555.111.000. Berdasarkan studi kelayakan, dapat disimpulkan bahwa IPAM layak untuk didirikan.

Kata Kunci: Air Minum, Kecamatan Babalan, Instalasi Pengolahan Air Minum, studi kelayakan pendirian IPAM

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

“Perencanaan dan Perancangan Instalasi Pengolahan Air Minum Di Kecamatan Babalan”.

Penyusunan Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini, yaitu kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. M. Turmuzi Lubis, MS. selaku dosen pembimbing I yang telah

banyak memberikan ilmu dan arahan serta beragam masukan dan saran dalam proses penulisan dan penyelesaian laporan tugas akhir ini.

2. Bapak Muhammad Faisal, ST., MT. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan serta masukan dan saran dalam penulisan dan penyelesaian laporan tugas akhir ini.

3. Bapak Zaid Perdana Nasution, ST., MT., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Amir Husin, ST., MT. selaku Sekretaris Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Kedua orangtua dan seluruh keluarga besar yang sangat saya cintai dan selalu memberi semangat, doa, dan dukungan baik moril maupun materil demi terselesaikannya tugas akhir ini.

5. Teman-teman Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara terkhusus stambuk 2016 yang telah membantu selesainya tugas akhir ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran sehingga nantinya dapat memperbaiki laporan tugas akhir ini menjadi lebih baik. Semoga laporan tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, November 2021

Penulis

(7)

i DAFTAR ISI

ABSTRAK ... 2

KATA PENGANTAR ... 3

DAFTAR TABEL ... 7

DAFTAR GAMBAR ... 8

DAFTAR PERSAMAAN ... 9

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 1

1.3. Tujuan Perancangan ... 1

1.4. Ruang Lingkup ... 1

1.5. Manfaat Perancangan ... 1

BAB II ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

2.1. Air Bersih ... 1

2.2. Sumber Air ... 1

2.3. Kriteria Baku Mutu Air Bersih ... 1

2.4. Sistem Pengolahan Air Bersih ... 2

Kriteria Desain Unit Pengolahan... 4

2.5. Teknologi Membran ... 24

2.6. Metode Proyeksi Penduduk ... 28

2.6.1. Metode Aritmatika / Linear ... 28

2.6.2. Metode Geometri... 29

2.6.3. Metode Eksponensial ... 29

BAB III ... 31

METODE PERANCANGAN ... 31

3.1. Metode Perancangan ... 31

3.2. Lokasi Perancangan ... 7

BAB IV ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

4.1. Proyeksi Jumlah Penduduk ... 11

4.1.1. Metode Aritmatika ... 12

4.1.2. Metode Geometri ... 13

4.1.3. Metode Eksponensial ... 14

4.1.4. Metode Logaritma ... 15

4.1.5. Pemilihan Metode Proyeksi Penduduk ... 16

(8)

ii

4.2. Jumlah Kebutuhan Air ... 18

4.2.1. Analisis Kebutuhan Air Domestik ... 19

4.2.2. Analisis Kebutuhan Air Non-Domestik ... 19

4.2.3. Total Kebutuhan Air ... 20

4.3. Analisis Kualitas Air Baku ... 20

4.4. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) ... 21

4.4.1. Intake ... 23

4.4.2. Unit Koagulasi ... 27

4.4.3. Unit Flokulasi ... 29

4.4.4. Unit Sedimentasi ... 37

4.4.5. Unit Membran ... 43

4.4.6. Reservoir ... 49

BAB V ... 51

RENCANA ANGGARAN BIAYA ... 51

BAB VI ... 62

STRUKTUR DAN MANAJEMEN KELEMBAGAAN ... 62

6.1. Struktur Kelembagaan dan Organisasi ... 62

6.2. Struktur Kelembagaan/Organisasi Pengolahan Air Minum Kab. Langkat ... 64

6.3. Manajemen Kelembagaan ... 68

6.4. Uraian Tugas ... 69

6.4.1. Kepala Unit Kerja IPAM ... 69

6.4.2. Penanggung Jawab Administrasi Umum dan Pelayanan ... 70

6.5. Sistem Kerja ... 70

6.6. Jumlah SDM yang Diperlukan ... 72

6.7. Sistem Penggajian ... 73

BAB VII ... 74

ANALISA EKONOMI ... 74

7.1. Modal Investasi ... 74

7.1.1. Modal Investasi Tetap / Fixed Capital Investment (FCI) ... 74

7.1.2. Modal Kerja (MK) ... 75

7.2. Biaya Operasional Total ... 76

7.3. Perkiraan Keuntungan ... 76

7.4. Analisis Ekonomi ... 76

7.4.1. Profit Margin (PM) ... 76

7.4.2. Break Even Point (BEP) ... 77

7.4.3. Return on Investment (ROI) ... 77

7.4.4. Pay Out Time (POT) ... 78

(9)

iii

7.4.5. Return on Network (RON) ... 78

7.4.6. Internal Rate of Return (IRR) ... 79

BAB VIII ... 80

KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

8.1. Kesimpulan... 80

8.2. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN

(10)

iv DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Air Minum ... I-5 Tabel 2.2 Kriteria Perencanaan Unit Koagulasi ...II-13 Tabel 2.3 Kriteria Perencanaan Unit Flokulasi ...II-16 Tabel 2.4 Kriteria Perencanaan Unit Sedimentasi ...II-21 Tabel 2.5 Karakteristik Media Filter ...II-19 Tabel 2.6 Kriteria Perencanaan Unit Filtrasi ...II-24 Tabel 4.1 Proyeksi Penduduk dengan Metode Aritmatika ...IV-2 Tabel 4.2 Proyeksi Penduduk dengan Metode Geometri ... IV-3 Tabel 4.3 Proyeksi Penduduk dengan Metode Eksponensial ... IV-4 Tabel 4.4 Proyeksi Penduduk dengan Metode Logaritma ...IV-5 Tabel 4.5 Nilai SD dan R Tiap Metode ...IV-6 Tabel 4.6 Proyeksi Penduduk Kecamatan Babalan Tahun 2010 - 2039 ... IV-7 Tabel 4.7 Data Konsumsi Air Bersih Non-Domestik ...IV-9 Tabel 4.8 Data Kualitas Air Sungai Pelawi ...IV-13 Tabel 4.9 Kriteria Sumur Pengumpul ...IV-14 Tabel 4.10 Desain Unit Flokulasi ...IV-26 Tabel 5.1 Rincian Rencana Anggaran Biaya ...V-2 Tabel 5.2 Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya ...V-11 Tabel 6.1. Susunan Jadwal Shift Tukang ...VI-11 Tabel 6.2 Jumlah SDM dan Kualifikasinya ...VI-12 Tabel 6.3 Rincian Gaji Tenaga Kerja ...VI-12

(11)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Unit Paket IPA ... I-6 Gambar 2.2 Contoh bangunan intake ...II-8 Gambar 2.3 Tipe pengadukan cepat ...II-12 Gambar 2.4 Tipe pengadukan lambat ...II-14 Gambar 2.5 Contoh unit Sedimentasi ...II-18 Gambar 2.5 Proses kombinasi filtrasi dan membran ...II-29 Gambar 2.6 Sistem KFS membrane UF ...II-29 Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan... III-2 Gambar 3.2 Struktur Organisasi PDAM Tirta Wampu Langkat ...III-6 Gambar 3.3 Struktur Organisasi Proyek Perencanaan IPAM...III-7 Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Pengolahan

...III-12 Gambar 3.6 Rencana Peletakan IPAM ...III-13 Gambar 4.1 Grafik Proyeksi Penduduk Kec. Babalan tahun 2010 – 2039.... ...IV-8 Gambar 4.2 Sketsa Proses Pengolahan Metode Membran ...IV-12 Gambar 4.3 Denah Unit Intake

...IV-39 Gambar 4.10 Denah Unit Reservoir ...IV-40 Gambar 6.1 Struktur Organisasi PDAM Tirta Wampu Kec. Babalan...VI-5 Gambar 6.2 Struktur Organisasi Proyek Perencanaan IPAM ... VI-6 Gambar 8.1 Denah Instalasi Pengolahan ...VIII-2 Gamabr 8.2 Denah Pos Kerja ...VIII-2 ...III-10 Gambar 3.5 Peta Lokasi Kecamatan Babalan...

...IV-16 Gambar 4.4 Tampak Potongan Unit Intake ...IV-17 Gambar 4.5 Denah Unit Koagulasi ... IV-18 Gambar 4.6 Denah Unit Flokulasi ...IV-27 Gambar 4.7 Denah Unit Sedimentasi ...IV-33 Gambar 4.8 Sketsa Module Membran ...IV-35 Gambar 4.9 Unit Membran dengan Skeed

(12)

vi DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan 2.1 Kecepatan Aliran Pada Pintu Intake ... I-7 Persamaan 2.2 Diameter Pipa ... II-8 Persamaan 2.3 Volume Bak Pengumpul... II-8 Persamaan 2.4 Volume Bak Pengumpul... II-8 Persamaan 2.5 Gradien Kecepatan Pada Terjunan ... II-12 Persamaan 2.6 Gradien Kece[patan Pada Flokulasi ... II-15 Persamaan 2.7 Headloss Tiap Kompartemen ... II-15 Persamaan 2.8 Panjang Sisi Bak Flokulasi ... II-15 Persamaan 2.9 Surface Loading Rate ... II-18 Persamaan 2.10 Kecepatan Aliran Pada Tube Settler... II-19 Persamaan 2.11 Lebar Efektif Tube Settler ... II-19 Persamaan 2.12 Jumlah Tube Settler Pada Sisi ... II-19 Persamaan 2.13 Bilangan Reynold (Nre) ... II-19 Persamaan 2.14 Bilangan Froude (Nfr)... II-19 Persamaan 2.15 Dimensi Weir... II-20 Persamaan 2.16 Lebar Gutter ... II-20 Persamaan 2.17 Perhitungan Flux ... II-30 Persamaan 2.18 Jumlah Unit Membran ... II-30 Persamaan 2.19 Headloss (Pipa Sunction Atau Discharge) ... II-30 Persamaan 2.20 Headloss Minor ... II-30 Persamaan 2.21 Headloss Total... II-30 Persamaan 2.22 Daya Pompa... II-31 Persamaan 2.23 Nilai Variabel Y Berdasarkan Garis Regresi... II-31 Persamaan 2.24 Konstanta ... II-31 Persamaan 2.25 Koefisien Arah Garis (Gradien) Regresi Linear... II-31 Persamaan 2.26 ln Y Berdasarkan Garis Regresi ... II-32

(13)

vii Persamaan 2.27 ln Konstanta ...I-32 Persamaan 2.28 Koefisien Arah Garis (Gradien) Regresi Linear... II-32 Persamaan 2.29 Jumlah Penduduk... II-32 Persamaan 2.30 ln Konstanta... II-32 Persamaan 2.31 Koefisien Arah Garis (Gradien) Regresi Linear... II-32 Persamaan 2.32 Standar Deviasi... II-32 Persamaan 2.33 Koefisien Korelasi ... II-33 Persamaan 7.1 Profit Margin (PM) ... VII-3 Persamaan 7.2 Break Even Point (BEP)... VII-4 Persamaan 7.3 Return on Investment (ROI) ... VII-4 Persamaan 7.4 Pay Out Time (POT)... VII-5 Persamaan 7.5 Return on Network (RON)... VII-5 Persamaan 7.6 Internal Rate of Return (IRR)... VII-6

(14)

I-1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan bahan alam yang diperlukan untuk kehidupan manusia, hewan dan tanaman yaitu sebagai media pengangkutan zat-zat makanan, juga merupakan sumber energi serta berbagai keperluan lainnya. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang menyebutkan bahwa kebutuhan air rata- rata secara wajar adalah 60 l/orang/hari untuk segala keperluannya. Kebutuhan akan air bersih dari tahun ke tahun diperkirakan terus meningkat. Pada tahun 2000 dengan jumlah penduduk dunia sebesar 6,121 milyar diperlukan air bersih sebanyak 367 km3 per hari, maka pada tahun 2025 diperlukan air bersih sebanyak 492 km3 per hari, dan pada tahun 2100 diperlukan air bersih sebanyak 611 km3 per hari.

Air minum merupakan air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Permenkes RI, 2010).

Pengadaan air bersih untuk keperluan air minum, harus memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan secara fisika, mikrobiologi, kimia, dan radioaktif. Bagi manusia air minum adalah kebutuhan utama untuk kelangsungan hidup. Banyaknya penyakit yang dapat dibawa oleh air dan ditularkan kepada manusia, maka tujuan utama penyediaan air minum atau air bersih bagi masyarakat adalah mencegah penyakit bawaan air.

Bertambahnya jumlah penduduk maka akan mengakibatkan bertambah jumlah kebutuhan air bersih. Berdasarkan data kependudukan, kecepatan pertambahan jumlah penduduk Indonesia adalah 2,3 % per tahun, artinya, apabila percepatan pertambahan penduduk tersebut tidak dikurangi, setiap 30 tahun jumlah penduduk menjadi dua kali lipat. Air tawar yang dapat dikonsumsi oleh manusia merupakan sumber daya alam langka. Sekitar 97.2 % dan apa yang kita sebut sebagai air adalah air laut yang tidak dapat dikonsumsi oleh manusia dan 2.15% merupakan air yang membeku. Jumlah yang kurang dari 1% ini terdapat pada sungai-sungai, danau-danau, atau telaga-telaga dan air bawah tanah.

(15)

I-2 Penanganan akan pemenuhan kebutuhan air bersih/air minum dapat dilakukan dengan berbagai cara, disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada. Di daerah perkotaan, sistem penyediaan air bersih/air minum dilakukan dengan sistem perpipaan dan non perpipaan. Sistem perpipaan dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sementara sistem non perpipaan dikelola oleh masyarakat baik secara individu maupun kelompok. PDAM sendiri merupakan perusahaan daerah sebagai sarana penyediaan air bersih yang diawasi dan dimonitor oleh badan eksekutif maupun legislatif. PDAM sebagai perusahaan daerah diberi tanggung jawab untuk mengembangkan dan mengelola sistem penyediaan air bersih/air minum serta melayani semua kelompok konsumen dengan harga yang terjangkau.

Kabupaten Langkat merupakan Kabupaten dengan luas wilayah sekitar 6.263,29 km² atau 626.329 Ha, sekitar 8,74% dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Secara administratif, kabupaten Langkat terdiri atas 23 wilayah Kecamatan, 240 desa, dan 37 kelurahan.

Kecamatan dengan wilayah paling luas adalah Kecamatan Batang Serangan (93,490 ha), dan yang paling sempit adalah Kecamatan Binjai (4,955 ha). Kecamatan dengan Desa terbanyak adalah Kecamatan Bahorok dan Kecamatan Tanjung Pura (19 desa/kelurahan) sedangkan kecamatan dengan desa/kelurahan paling sedikit adalah Kecamatan Sawit Seberang, Brandan Barat dan Binjai (7 Desa/Kelurahan). Pengadaan air bersih di kabupaten Langkat sendiri dibedakan menjadi air bersih sistem perpipaan dan non perpipaan.

Masyarakat kabupaten Langkat lebih banyak berakses air bersih non perpipaan. Pada tahun 2012 penggunaan air bersih perpipaan baru mencapai 7%, sedangkan untuk yang berakses non perpipaan sebesar 93%.

Beberapa kecamatan yang mengalami dampak dari kurangnya akses air bersih di kabupaten Langkat ini yaitu Kecamatan Babalan. Salah satu penyebab menurunnya kualitas air adalah meningkatnya kegiatan manusia yang tidak bijak sehingga menimbulkan pencemaran air pada sumber-sumber air termasuk di dalamnya yaitu pabrik dan industri-industri yang ada di Kecamatan tersebut. Kondisi ini terjadi karena air menerima beban pencemaran yang melampaui daya dukungnya. Salah satu sumber air yang digunakan oleh manusia adalah sungai. Air sungai yang keluar dari mata air biasanya mempunyai kualitas yang sangat baik.

Namun dalam proses pengalirannya air tersebut akan menerima berbagai macam bahan pencemar. Di Kecamatan ini sendiri, pemerintah sudah menfasilitasi warga dengan adanya

(16)

I-3 PDAM sebagai sumber air bersih dan air minum bagi masyarakat disana. PDAM yang dimaksud yaitu PDAM Tirta Wampu. PDAM ini sendiri memakai Sungai Pelawi sebagai sumber air baku untuk di proses/di olah menjadi air minum/air bersih. Namun pada kenyataannya banyak masyarakat disana mengeluh karena Sungai Pelawi tersebut sudah tercemar oleh limbah pabrik dan industri yang berada disana sehingga sering sekali air yang mereka konsumsi dalam keadaan keruh.

Pengadaan air bersih untuk keperluan air minum, harus memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan secara fisika, mikrobiologi, kimia, dan radioaktif. Parameter wajib penentuan kualitas air minum secara mikrobiologi adalah total bakteri Coliform dan Escherichia coli. Penentuan kualitas air secara mikrobiologi dilakukan dengan Most Probable Number Test. Jika di dalam 100 ml sampel air didapatkan sel bakteri Coliform memungkinkan terjadinya diare dan gangguan pencernaan lain. Pada umumnya cara yang digunakan untuk memenuhi syarat baku mutu air minum adalah melakukan penambahan Klorin sebagai desinfektan.

Namun dengan adanya penigkatan penambahan dosis desinfektan juga akan mengakibatkan semakin tingginya kemungkinan pembentukan produk samping desinfektan seperti Trihalometan (THM) yang dapat berdampak pada kesehatan. Produk samping desinfektan ini terbentuk ketika material organik dalam air bereaksi dengan klorin atau senyawa kimia oksidator lainnya yang digunakan sebagai senyawa desinfektan. Tidak semua senyawa organik dalam air dapat menjadi prekursor produk samping, namun pengendaliannya dapat dilakukan dengan penghilangan senyawa organik dalam air. Penyisihan/penghilangan senyawa organik, selain mengurangi kemungkinan terbentuknya produk samping desinfektan, juga dapat mengurangi dosis klorin yang perlu ditambahkan pada pengolahan air. Penyisihan/penghilangan senyawa organik juga akan menghilangkan sumber makanan bakteri sehingga akan menurunkan aktivitas biologi dan pertumbuhan mikroba dalam air (Wenten, 2015).

Dalam proses pengolahan air baku menjadi air minum, diperlukan pengolahan yang memenuhi standar kualitas yang ada, agar produk yang dihasilkan berkualitas tinggi dan tidak membahayakan kesehatan manusia. Pengolahan air minum yang sudah diterapkan di Indonesia berupa pengolahan konvensional yang terdiri dari Koagulasi- Flokulasi, Sedimentasi dan Filtrasi. Akan tetapi pengolahan konvensional ini memiliki

(17)

I-4 keterbatasan seperti membutuhkan luas lahan besar, operasional dan perawatan yang rumit hingga kualitas air yang masih dibawah standar. Hal ini menimbulkan pemikiran untuk mengembangkan lebih jauh bahkan hingga memodifikasinya dengan teknologi baru.

Akhir-akhir ini, salah satu teknologi yang banyak digunakan di negara-negara maju adalah Teknologi Membran. Teknologi ini merupakan teknologi bersih yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan Teknologi membran ini dapat mengurangi senyawa organik dan anorganik yang berada dalam air tanpa adanya penggunaan bahan kimia dalam pengoperasiannya. (Wenten 1999).

Pengelompokkan membran dapat dilakukan atas dasar berbagai hal. Atas dasar material yang digunakan, membran dapat dikelompokkan menjadi membrane polimer, liquid membran, padatan (keramik) dan membran penukar ion (Scott 1995). Berdasarkan konfigurasinya, membran dapat dikelompokkan menjadi membran lembaran, lilitan spiral (spiral wound), tubular, dan emulsi. Dan berdasarkan ukuran pori, membran dapat dikelompokkan menjadi mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, dan nanofiltrasi (Wenten 1999).

Mikrofiltrasi merupakan salah satu teknologi membran yang menggunakan gaya dorong tekanan rendah sekitar 1 bar dan dipakai untuk memisahkan partikel terlarut yang berukuran antara 0,1 hingga 10 μm (Wibisono, 2014). Di awal pemanfaatannya secara komersial, membrane mikrofiltrasi digunakan untuk menyaring mikroorganisme yang ada di dalam air minum untuk diselidiki pertumbuhan mikrobanya sebagai metode cepat memonitor kontaminasi. Seiring dengan waktu, saat ini membrane mikrofiltrasi telah banyak digunakan untuk sterilisasi baik di industri farmasi maupun perusahaan makanan dan minuman, juga di pengolahan air untuk menghasilkan air ultra murni di industri elektronik (Devianto dkk., 2018; Wibisono dkk., 2018a). Walau demikian, kebanyakan membran mikrofiltrasi digunakan untuk memfilter mikroorganisme, khususnya bakteri untuk dihilangkan atau dimanfaatkan.

Membran mikrofiltrasi (MF) mengalami perkembangan yang sangat cepat pada 40-50 tahun terakhir ini. Membran MF dikomersilkan pertama kali pada tahun 1927 oleh Sartorius Werke di Jerman. Membran MF dapat dibedakan dari membran reverse osmosis (RO) dan ultrafiltrasi (UF) berdasarkan partikel yang dapat dipisahkannya. Membran mikrofiltrasi dapat dibuat dari berbagai macam material, baik organik maupun anorganik. Membran

(18)

I-5 anorganik banyak digunakan karena ketahanannya pada suhu tinggi dan zat kimia.

Membran MF memiliki ukuran pori antara 0,05-10 μm dan tebal antara 10-150 μm.

Dari data-data di lapangan yang dimiliki oleh Kabupaten Langkat khususnya Kecamatan Babalan ternyata kualitas air bersih ataupun air minum disana sangat buruk. Tentu hal ini disebabkan oleh buruknya kualitas air Sungai Pelawi yang digunakan sebagai air baku untuk proses produksi air bersih/air minum oleh PDAM Tirta Wampu. Kualitas air Sungai yang buruk dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah faktor Mikroorganisme yang berlebih atau di atas baku mutu di dalam air Sungai. Buruknya kualitas air bersih yang dihasilkan PDAM Tirta Wampu sebagai pendistribusi air bersih kerumah-rumah warga di Kecamatan Babalan mendorong penulis untuk merancang BPAM dengan menggunakan membrane Mikrofiltasi yang dirancang dengan aplikasi AutoCad.

Dengan adanya perancangan membrane Mikrofiltrasi ini setidaknya beban pencemar yang ada di air Sungai Pelawi akan berkurang atau di bawah baku mutu sehingga kebutuhan air bersih di Kecamatan Babalan dapat terpenuhi.

(19)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas air Sungai Pelawi yang akan digunakan sebagai air baku oleh masyarakat di Kecamatan Babalan ?

2. Bagaimana perancangan Instalasi Pengolahan Air Bersih yang memenuhi kebutuhan air bersih di Kecamatan Babalan ?

1.3. Tujuan Perancangan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari perancangan ini adalah:

1. Membuat perencanaan BPAM untuk meningkatkan kualitas air bersih yang digunakan oleh masyarakat di Kecamatan Babalan.

1.4. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup penelitian dari tugas akhir ini antara lain sebagai berikut:

1. Wilayah studi yang dipergunakan dalam perencanaan dan perancangan bangunan air minum ini adalah Kecamatan Babalan.

2. Standar yang digunakan dalam analisis kualitas air baku air minum adalah PP No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas I.

3. Sumber air baku yang digunakan dalam perancangan berasal dari Sungai Pelawi.

4. Tugas Akhir ini bertujuan mendesain bangunan pengolahan air minum dari intake sampai dengan reservoir tanpa mendesain pipa distribusi dan bending air yang diperlukan.

5. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan Instalasi Pengolahan Air Minum di Kecamatan Babalan

1.5. Manfaat Perancangan

Adapun manfaat dari tugas akhir ini adalah perancanagan yang dibuat dapat digunakan sebagai gambaran apabila diperlukan pembangunan instalasi pengolahan air bersih di lokasi studi.

I-6

(20)

II-1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Bersih

Air merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus tersedia dalam jumlah dan kualitas yang layak dan memadai sehingga dapat memenuhi kehidupan manusia untuk dapat hidup sehat, bersih dan produktif, hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Dorojati, 2016). Dalam pengertian lain air merupakan senyawa kimia yang berbentuk cair, sehingga sangat fleksibel digunakan oleh makhluk hidup sebagai media transportasi makanan di dalam tubuhnya. Fungsi air bagi kehidupan tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Badan manusia terdiri dari sekitar 65% air, kehilangan cukup banyak air dari badan akan mengakibatkan banyak masalah dan mungkin dapat menyebabkan kematian (Saputri, 2011).

Ketersedian air di dunia ini tidak pernah berkurang, bahkan dapat dikatakan berlimpah, tetapi yang dapat dikonsumsi oleh manusia hanya sekitar 5 % saja, sedangkan dengan tingginya tingkat modernisasi menyebabkan menurunnya kualitas air yang 5 % tadi sehingga makin sedikitlah jumlah air yang dapat dikonsumsi. Setiap tahun kondisi lingkungan hidup cenderung menurun. Selain krisis air, negeri ini juga menjadi langganan bencana alam. Untuk menghindari adanya kerusakan lingkungan maka diadakan penelitian air pada lokasi setempat.

Adapun dibangunnya sarana air bersih antara lain adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, meningkatkan effisiensi waktu dan efektifitas pemanfaatan air bersih (Sutandi, 2012)

Selain hal diatas, tingkat populasi manusiapun bertambah sekitar 2 %, sehingga makin besar pula tingkat kebutuhan akan air bersih ini. Kondisi ini akan bertambah parah ditahun 2025, dikarenakan 1,8 miliar manusia akan tinggal di kawasan yang mengalami kelangkaan air secara absolut. Akibat kalangkaan air bersih ini pastilah berdampak negatif terutama dibidang kesehatan.

(21)

II-2 2.2. Sumber Air

Dikutip dari Sutrisno (2007) dalam (Notoatmodjo, 2003). Sumber-sumber air dapat dibagi menjadi:

1. Air Hujan

Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni. Walau pada saat prestipasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbon dioksida, nitrogen dan amonia.

Maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum hendaklah pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih banyak mengandung kotoran.

2. Air Permukaan

Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah maupun lainnya. Pada umumnya air permukaan telah terkontaminasi dengan berbagai zat- zat yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh masyarakat.

3. Air Tanah

Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah.

Proses- proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan dengan air permukaan. Secara praktis air tanah adalah air bebas polutan karena berada di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang mengganggu kesehatan.

a. Air Tanah Dangkal

Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah.

Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapisan tanah di sini berfungsi sebagai saringan.

(22)

II-3 Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air yang akan terkumpul

merupakan air tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melaui sumur-sumur dangkal.

b. Air Tanah Dalam

Air tanah dalam dikenal juga dengan air artesis. Air ini terdapat diantara dua lapisan kedap air. Lapisan diantara dua lapisan kedap air tersebut disebut lapisan akuifer.

Lapisan tersebut banyak menampung air. Jika lapisan kedap air retak, secara alami air akan keluar ke permukaan. Air yang memancar ke permukaan disebut mata air artesis.

Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100-300 m) akan didapatkan suatu lapis air. Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artesis. Jika air tidak dapat ke luar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam ini.

4. Mata Air

Dari segi kualitas, mata air sangat baik bila dipakai sebagai air baku, karena berasal dari dalam tanah yang muncul ke permukaan tanah akibat tekanan, sehingga belum terkontaminasi oleh zat- zat pencemar. Biasanya lokasi mata air merupakan daerah terbuka, sehingga mudah terkontaminasi oleh lingkungan sekitar.

Keempat sumber air baku tersebut mempunyai hubungan satu sama lain yang merupakan satu mata rantai yang tidak dapat diputuskan yang disebut daur hidrologi. Pada dasarnya jumlah air di alam ini tetap, hanya berputar-putar mengikuti siklus hidrologi tersebut (Saputri, 2011).

2.3. Kriteria Baku Mutu Air Bersih

Standar mutu air minum atau air untuk kebutuhan rumah tangga ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Standar baku air minum tersebut disesuaikan dengan Standar Internasional yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO). Menurut Saputri (2011), standarisasi kualitasi air minum diperuntukkan bagi kehidupan manusia,

(23)

II-4 tidak mengganggu kesehatan dan secara estetika diterima serta tidak merusak fasilitas penyediaan air bersih itu sendiri.

Berdasarkan Peratuan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air Presiden Republik Indonesia pasal 8 dinyatakan bahwa, Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas : 1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Dibawah ini ditampilkan standar yang telah dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan sesuai dengan SK Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/MenKes/SK/VII/2002 tentang Syarat Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum adalah:

(24)

Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Air Minum

No. Jenis Parameter Satuan

Kadar Maksimum yang

diperbolehkan 1. Parameter

kesehatan

yang berhubungan langsung dengan

a. Parameter Mikrobiologi 0

1. E. Coli

2. Total Bakteri Koliform

Jumah per 100ml sampel Jumlah per 100 ml sampel

0 0 b. Kimia an-organik

1. Arsen mg/l 0,01

2. Fluorida mg/l 1,5

3. Total Kromium mg/l 0,05

4. Kadcmium mg/l 0,003

5. Nitrit, (sebagai NO2 ) mg/l 3

6. Nitrat, (sebagai NO 3 -) mg/l 50

7. Sianida mg/l 0,007

8. Selenium mg/l 0,001

2. Parameter yang tidak angsung berhubungan dengan kesehatan

a. Parameter Fisik

1. Bau Tidak berbau

2. Warna TCU 15

3. Total zat padat terlarut (TDS) mg/l 500

4. Kekeruhan NTU 5

5. Rasa Tidak berasa

6. Suhu 0C Suhu udara ±3

b. Parameter Kimiawi

1. Aluminium mg/l 0,2

2. Besi mg/l 0,3

3. Kesadahan mg/l 500

4. Khlorida mg/l 250

5. Mangan mg/l 0,4

6. pH 6,5-8,5

7. Seng mg/l 3

8. Sulfat mg/l 250

9. Tembaga mg/l 2

10. Amonia mg/l 1,5

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor492/MENKES/PER/IV/2010

2.4. Sistem Pengolahan Air Bersih

Sistem pengolahan air baku menjadi air bersih dilakukan untuk mendapatkan kuakitas air yang memadai untuk konsumsi masyarakat, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Biasanya pengolahan air baku menggunakan sistem yang umum digunakan yaitu penggunaan koagulan dalam proses koagulasi-flokulasi. Koagulan digunakan untuk mengganggu kestabilan partikel koloid, sehingga partikel koloid berubah menjadi partikel flokulen dan dapat diendapkan. Proses selanjutnya adalah proses pengendapan partikel pencemar, filtrasi untuk menyaring partikel pencemar dan desinfeksi untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat dalam air. Namun penambahan unsur kimia seperti klorin

II-5

(25)

dapat menyebabkan terbentuknya produk samping seperti THM (Trihalometan) yang dapat berdampak pada kesehatan manusia (Wenten, 2015; Meicahayanti, 2018).

Menurut Awaludin (2015), penyediaan air bersih di Indonesia ditanggung jawabi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dibawah pengawasan pemerintah daerah. Pada umumnya air yang bersumber dari sumber air (air permukaan) harus diolah terlebih dulu sehingga air memenuhi standar tertentu untuk didistribusikan kepada konsumen. Biasanya pelaku industri mempunyai sarana pengolahan air sendiri dalam pemenuhan kebutuhannya. Industri yang tidak memiliki pengolahan air sendiri biasanya membeli air dari PDAM atau pihak lainnya di kawasan industri tersebut. Penyediaan air di pedesaan dilakukan oleh pemerintah desa setempat dengan membangun bak penampung air terintegrasi yang nantinya dialirkan ke rumah penduduk. Kebanyakan penduduk desa biasanya mempunyai sumur sendiri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Pengolahan air bersih merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan mengingat kualitas air permukaan yang ada saat ini. Tujuan dilakukanya pengolahan air bersih adalah untuk mendapat air bersih dengan kualitas yang sesuai standar mutu yang berlaku. Proses pengolahan air bersih terdiri dari proses fisik, kimia, dan biologi agar air baku memenuhi syarat dan dapat dipergunakan sebagai air minum.

Berdasarkan standar spesifikasi unit paket instalasi IPA oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukaan Balitbang Kementrian Pekerjaan Umum yang disusun oleh Ir.

Fitrijani Anggraini, MT. (2014), komponen paket Instalasi Pengolahan Air (IPA) dapat dilihat dari gambar berikut.

Gambar 2.1 Unit Paket IPA

Sumber: Kementrian PUPR

II-6

(26)

Paket Instalasi Pengolahan Air terdiri atas beberapa unit pengolahan yaitu unit pengambil air baku (intake), unit koagulasi, unit flokulasi, unit sedimentasi, unit filtrasi, unit desinfeksi dan reservoir. Di Indonesia, standar dalam pengadaan unit pengolahan air mengacu pada SNI 6774:2008 tentang Tata cara perencanaan paket unit IPA.

Kriteria Desain Unit Pengolahan

Secara umum, unit-unit yang digunakan dalam proses pengolahan air bersih adalah intake, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi. Setiap unit memiliki kriteria desain masing-masing dalam proses perancangannya (Smaradhana et al 2016).

2.4.1.1. Intake

Intake merupakan bangunan pengambil air baku yang merupakan pintu masuk air permukaan menuju unit pengolahan. Di unit intake tidak dilakukan penambahan bahan kimia namun pada unit ini dilakukan screening untuk mencegah sampah-sampah berukuran besar masuk dan merusak unit pengolahan maupun sistem perpipaan. Pada intake umumnya terdapat dua tipe penyaring yaitu bar screen dan soft screen. Bar screen berfungsi sebagai penyaring untuk sampah dan/atau polutan berukuran besar seperti dedaunan, kayu-kayu kecil, sampah plastik, dan sampah lainnya dengan ukuran cukup besar. Soft screen berfungsi menyaring sampah atau kotoran yang berukuran lebih kecil yang lolos dari bar screen agar tidak merusak unit pengolahan maupun pipa pembawa air menuju unit pengolahan.

Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam perencanaan intake adalah keamanan, keandalan, biaya pengoperasian yang kecil serta pemeliharan unit intake. Pemilihan sistem intake haruslah menyesuaikan dengan kondisi aliran air, kualitas sumber air, iklim, fluktuasi debit, regulasi yang berlaku, informasi geografis dan geologis wilayah, dan ekonomi (Kawamura, 2000).

Untuk perencanaan unit intake digunakan rumus perhitungan sebagai berikut:

• Kecepatan aliran pada pintu intake (Qasim et al., 2000)

𝑉 = 𝑄 ... (2.1)

𝐴

Dimana:

V = Kecepatan alir (m/s) Q = Debit aliran (m3/s) A = Luas permukaan (m2)

II-7

(27)

II-8

• Diameter pipa

D

pipa 4 X A ... (2.2)

3,14

• Volume bak pengumpul

𝑉 = 𝑡 𝑥 𝑄... (2.3) 𝑉 = 𝑃 𝑥 𝐿 𝑥 𝑇... (2.4) Dimana:

V = Volume (m3) t = Waktu detensi Q = Debit aliran (m3/s) P = Panjang (m) (3-4 x L) L = Lebar (m)

T = Tinggi/kedalaman (m) (1-1,5 m) Kriteria desain (Qasim et al., 2000):

• Kecepatan aliran pada bar screen < 0,08 m/s.

• Kecepatan aliran pada pintu intake < 0,08 m/s.

• Kecepatan aliran pada soft screen < 0,2 m/s.

• Lebar bukan bar screen 5 - 8 cm.

• Lebar bukan soft screen ± 5cm.

Gambar 2.2 Contoh bangunan intake

Sumber: Haq, 2018

=

(28)

II-9 2.4.1.2. Koagulasi

Koagulasi didefinisikan sebagai destabilisasi muatan pada koloid dan partikel tersuspensi, termasuk bakteri dan virus, oleh suatu koagulan. Pengadukan cepat (rapid mixing) merupakan bagian terintegrasi dari proses ini. Destabilisasi partikel dapat diperoleh melalui mekanisme:

1. Pemanfaatan lapisan ganda elektrik 2. Adsorpsi dan netralisasi muatan

3. Penjaringan partikel koloid dalam presipitat 4. Adsorpsi dan pengikatan antar partikel Secara umum proses koagulasi berfungsi untuk:

1. Mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik maupun organik di dalam air.

2. Mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air.

3. Mengurangi bakteri-bakteri patogen dalam partikel koloid, algae, dan organisme plankton lain.

4. Mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid dalam air

Pemilihan koagulan sangat penting untuk menetapkan kriteria desain dari sistem pengadukan, serta sistem flokulasi dan klarifikasi yang efektif. Koagulan sebagai bahan kimia yang ditambahkan ke dalam air tentunya memiliki beberapa sifat atau kriteria tertentu, yaitu:

a. Kation trivalen (+3)

Koloid bermuatan negatif, oleh sebab itu dibutuhkan suatu kation untuk menetralisir muatan ini. Kation trivalen merupakan kation yang paling efektif.

b. Non Toksik

c. Tidak terlarut pada batasan pH netral

Koagulan yang ditambahkan harus berpresipitasi di luar larutan sehingga ion tidak tertinggal dalam air. Presipitasi seperti ini sangat membantu dalamproses penyisihan koloid. Koagulan yang paling umum digunakan adalah koagulan yang berupa garam logam, seperti alumunium sulfat, ferri klorida, dan ferri sulfat. Polimersintetik juga sering digunakan sebagai koagulan. Perbedaan antara koagulan yang berupa garam logam dan polimer sintetik adalah reaksi hidrolitiknya di dalam air. Garam logam mengalami hidrolisis ketika dicampurkan ke dalam air, sedangkan polimer tidak mengalami hal

(29)

tersebut. Pembentukan produk hidrolisis tersebut terjadi pada periode yang sangat singkat, yaitu kurang dari 1 detik dan produk tersebut langsung teradsorb ke dalam partikel koloid serta menyebabkan destabilisasi muatan listrik pada koloid tersebut, setelah itu produk hidrolisis secara cepat terpolimerisasi melalui reaksi hidrolitik. Oleh sebab itu, pada pembubuhan koagulan yang berupa garam logam, proses pengadukan cepat (rapid mixing) sangat penting, karena:

a. Hidrolisis dan polimerisasi adalah reaksi yang sangat cepat

b. Suplai koagulan dan kondisi pH yang merata sangat penting untuk pembentukan produk hidrolitik

c. Adsorpsi spesies ini ke dalam partikel koloid berlangsung cepat.

Sedangkan pada penggunaan koagulan polimer hal tersebut tidak terlalu kritis karena reaksi hidrolitik tidak terjadi dan adsorpsi koloid terjadi lebih lambat karena ukuran fisik polimer yang lebih besar, yaitu sekitar 2-5 detik. Pada penggunaan alumunium sulfat sebagai koagulan, air baku harus memiliki alkalinitas yang memadai untuk bereaksi dengan alumunium sulfat menghasilkan flok hidroksida. Umumnya, pada rentang pH dimana proses koagulasi terjadi alkalinitas yang terdapat dalam bentuk ion bikarbonat. Reaksi kimia sederhana pada pembentukan flok adalah sebagai berikut :

Al2(SO4)3• 14 H2O + 3 Ca(HCO3)2 → 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 14 H2O + 6 CO2 Apabila air baku tidak mengandung alkalinitas yang memadai, maka harus dilakukan penambahan alkalinitas. Umumnya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida diperoleh dengan cara menambahkan kalsium hikdrosida, sehingga persamaan reaksi koagulasinya menjadi sebagai berikut :

Al2(SO4)3• 14 H2O + 3 Ca(OH)2 → 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4+ 14 H2O

Sebagian besar air baku memiliki alkalinitas yang memadai sehingga tidak diperlukan penambahan bahan kimia lain selain alumunium sulfat. Rentang Ph optimum untuk alum adalah 4.5 sampai dengan 8.0, karena alumunium hidroksida relatif tidak larut pada rentang tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain :

1. Intensitas pengadukan 2. Gradien kecepatan

3. Karakteristik koagulan, dosis, dan konsentrasi

4. Karakteristik air baku, kekeruhan, alkalinitas, pH, dan suhu

II-10

(30)

Pendekatan rasional untuk mengevaluasi pengadukan dan mendesain bak tempat pengadukan dilakukan telah dikembangkan oleh T.R. Camp (1955). Derajat pengadukan didasarkan pada daya (power) yang diberikan ke dalam air, dalam hal ini diukur oleh gradien kecepatan. Laju tabrakan partikel proporsional terhadap gradien kecepatan ini, sehingga gradien tersebut harus mencukupi untuk menghasilkan laju tabrakan partikel yang diinginkan. Dikarenakan proses koagulasi dipengaruhi oleh faktor nomor 3 dan 4 di atas, maka dosis koagulan yang akan digunakan pada proses koagulasi ditentukan melalui prosedur jar test di laboratorium. Pada dasarnya prosedur jar test tersebut merupakan simulasi dari proses koagulasi dimana sampel air baku dituangkan pada satu seri gelas reaksi dan dibubuhkan koagulan dalam berbagai dosis, kemudian diberi putaran dengan kecepatan tinggi dan rendah untuk meniru proses koagulasi dan flokulasi. Aspek terpenting yang harus diperhatikan pada proses ini adalah waktu terbentuk flok, ukuran flok, karakteristik sedimentasi, persentase turbiditas dan warna yang dihilangkan, dan pH akhir air yang telah terkoagulasi dan terendapkan.

Tipe alat yang biasanya digunakan untuk memperoleh intensitas pengadukan dan gradien kecepatan yang tepat bisa diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Pengaduk Mekanis

Pengadukan secara mekanis adalah metode yang paling umum digunakan karena metode ini dapat diandalkan, sangat efektif, dan fleksibel pada pengoperasiannya. Biasanya pengadukan cepat menggunakan turbine impeller, paddle impeller, atau propeller untuk menghasilkan turbulensi (Reynolds, 1982). Pengadukan tipe ini pun tidak terpengaruh oleh variasi debit dan memiliki headloss yang sangat kecil. Apabila terdapat beberapa bahan kimia yang akan dibubuhkan, aplikasi secara berurutan lebih dianjurkan, sehingga akan membutuhkan kompartemen ganda. Untuk menghasilkan pencampuran yang homogen, koagulan harus dimasukkan ke tengah-tengah impeller atau pipa inlet.

2. Pengaduk Pneumatis

Pengadukan tipe ini mempergunakan tangki dan peralatan aerasi yang kira-kira mirip dengan peralatan yang digunakan pada proses lumpur aktif. Rentang waktu detensi dan gradien kecepatan yang digunakan sama dengan pengadukan secara mekanis. Variasi gradien kecepatan bisa diperoleh dengan memvariasiakan debit aliran udara. Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi debit memiliki headloss yang relatif kecil.

3. Pengaduk Hidrolis

II-11

(31)

𝑔 𝑥 ℎ

Pengadukan secara hidrolis dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain dengan menggunakan baffle basins, weir, flume, dan loncatan hidrolis. Hal ini dapat dilakukan karena masing-masing alat tersebut menghasilkan aliran yang turbulen karena terjadinya perubahan arah aliran secara tiba-tiba. Sistem ini lebih banyak dipergunakan di negara berkembang terutama di daerah yang jauh dari kota besar, sebab pengadukan jenis ini memanfaatkan energi dalam aliran yang menghasilkan nilai gradient kecepatan (G) yang tinggi, serta tidak perlu mengimpor peralatan, mudah dioperasikan, dan pemeliharaan yang minimal (Schulz/Okun, 1984). Tetapi metode ini memiliki kekurangan antara lain tidak bisa disesuaikan dengan keadaan dan aplikasinya sangat terbatas pada debit yang spesifik.

Gambar 2.3 Tipe pengadukan cepat

Sumber: Haq, 2018

Besarnya G pada pengadukan tipe terjunan dipengaruhi oleh tinggi terjunan. Persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai G adalah sebagai berikut:

𝑣 𝑥 𝑡𝑑

Dimana:

g = Kecepatan gravitasi (m/s2) h = Tinggi terjunan (m) td = waktu detensi (s)

v = viskositas kinematik (m2/s)

Kriteria desain unit koagulasi adalah sebagai berikut (Qasim et al., 2000):

• Gradien kecepatan, G = 100 – 1000 (detik-l).

• Waktu detensi, td = 10 detik – 5 menit.

• G x td = (30000 – 60000)

II-12 𝐺 = √ ... (2.5)

(32)

Tabel 2.2 Kriteria Perencanaan Unit Koagulasi

Unit Kriteria

Pengaduk Cepat

Tipe Hidrolis:

1. Terjunan

2. Saluran bersekat

3. Dalam pipa prainstalasi pengolahan air bersekat

Mekanis:

1. Bilah (blade), pedal (paddle) Kinstalasi pengolahan air 2. Flotasi

Waktu Pengadukan 1 – 5

Nilai G/detik >750

Sumber : SNI 6774:2008

2.4.1.3. Flokulasi

Flokulasi adalah tahap pengadukan lambat yang mengikuti unit pengaduk cepat. Tujuan dari proses ini adalah untuk mempercepat laju tumbukan partikel, hal ini menyebabkan aglomerasi dari partikel koloid terdestabilisasi secara elektrolitik kepada ukuran yang terendapkan dan tersaring.

Flokulasi dicapai dengan mengaplikasikan pengadukan yang tepat untuk memperbesar flok-flok hasil koagulasi. Pengadukan pada bak flokulasi harus diatur sehingga kecepatan pengadukan semakin ke hilir semakin lambat, serta pada umumnya waktu detensi pada bak ini adalah 20 sampai dengan 40 menit. Hal tersebut dilakukan karena flok yang telah mencapai ukuran tertentu tidak bisa menahan gaya tarik dari aliran air dan menyebabkan flok pecah kembali, oleh sebab itu kecepatan pengadukan dan waktu detensi dibatasi. Hal lain yang harus diperhatikan pula adalah konstruksi dari unit flokulasi ini harus bisa menghindari aliran mati pada bak.

Terdapat beberapa kategori sistem pengadukan untuk melakukan flokulasi ini, yaitu:

a. Pengaduk Mekanis

b. Pengadukan menggunakan baffle channel basins

Pada instalasi pengolahan air minum umumnya flokulasi dilakukan dengan menggunakan horizontal baffle channel (around-the-end baffles channel). Pemilihan unit ini didasarkan pada kemudahan pemeliharaan peralatan, ketersediaan headloss, dan fluktuasi debit yang kecil.

II-13

(33)

Kriteria desain flokulasi dengan horizontal baffled channel. Prinsip perhitungan G yang diperlukan dalam flokulasi pada dasarnya sama dengan koagulasi. Perbedaan yang mendasar terletak pada intensitas pengadukan dari kedua unit tersebut yang berbeda.

Gambar 2.4 Tipe pengadukan lambat

Sumber: Haq, 2018

Flokulasi mekanis dan hidrolis memiliki beberapa jenis, yaitu:

1. Flokulasi mekanis, terbagi menjadi:

Flokulasi dengan sumbu pengaduk vertikal berbentuk turbin Flokulasi dengan sumbu pengaduk horizontal berbentuk paddle

Unit-unit lain yang telah dipatenkan seperti walking bean, floksilator, dan NU-treat 2. Flokulasi hidrolis dengan sekat (bafle chanel basins), terbagi menjadi:

Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran horizontal Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran vertikal

Berdasarkan Qasim et al. (2000), perhitungan turbulensi aliran akibat kehilangan tekanan pada unit horizontal baffle chanel didasarkan pada persaman :

Perhitungan turbulensi aliran yang diakibatkan oleh kehilangan tekanan dalam bak horizontal baffle channel didasarkan pada persamaan :

1. Perhitungan gradien kecepatan (G)

Persamaan matematis yang dipergunakan untuk menghitung gradient kecepatan ini sama dengan perhitungan yang telah diberikan pada unit koagulasi (Qasim, Motley, &

Zhu, 2000) :

II-14

(34)

. .

.

= ...(2.6)

Dimana :

: Gradien kecepatan (dtk-1) : Percepatan gravitasi (m/dtk2)

: Headloss karena friksi, turbulensi, dll (m) : Viskositas kinematik (m2/dtk)

: Waktu detensi (dtk)

2. Perhitungan kehilangan tekanan total (Htot)

Kehilangan tekanan total sepanjang saluran horizontal baffle channel ini diperoleh dengan menjumlahkan kehilangan tekanan pada saat saluran lurus dan pada saluran belokan.

= + ...(2.7) Dimana :

a. Hb adalah kehilangan tekanan pada belokan yang disebabkan oleh belokan sebesar 180°. Persamaan untuk menghitung besarnya kehilangan tekanan ini adalah sebagai berikut :

= ...(2.8) Dimana :

: Kehilangan tekanan di belokan (m) : Koefisien gesek, diperoleh secara empiris : Kecepatan aliran pada belokan (m/s) : Percepatan gravitasi (m/s)

b. adalah kehilangan tekanan pada saat aliran lurus. Kehilangan tekanan ini terjadi pada saluran terbuka sehingga perhitungannya didasarkan pada persamaan Manning.

II-15

(35)

Tabel 2.3 Kriteria Perencanaan Unit Flokulasi (Pengaduk Lambat)

Kriteria Umum Flokulator Hidrolis

Flokulator Clarifier Flokulator Mekanis

Sumbu Horizontal dengan Pedal

Sumbu Vertikal dengan Bilah G (Gradient

Kecepatan) 1/detik

60 (menurun) – 5 60 (menurun) - 10 70 (menurun) –

10 100 – 10

Waktu Tinggal 30 – 45 30 – 40 20 – 40 20 – 100

Tahap Flokulasi

(buah) 6 – 10 3 - 6 2 - 4 1

Pengendalian Energi

Bukaan Pintu/

Sekat Kecepatan Putaran Kecepatan Putaran

Kecepatan Aliran Air Kecepatan

Aliran Max.

(m/detik) 0,9 0,9 1,8 - 2,7 1,5 - 0,5

Luas Bilah/Pedal Dibandingkan Luas Bak (%)

- 5 - 20 0,1 - 0,2 -

Kecepatan Perputaran Sumbu (rpm)

- 1 - 5 8 – 25 -

Tinggi (m) 2 - 4*

Sumber : BSN : SNI 6674: 2008

Keterangan : *termasuk ruang sludge blanket 2.4.1.4. Sedimentasi

Sedimentasi merupakan suatu proses pemisahan padatan dan cairan untuk menghilangkan padatan dengan pengendapan secara gravitasi, Partikel yang dapat diendapkan merupakan partikel yang mampu mengendap dalam air seperti pasir atau kerikil halus, particulate- mater, biological-floc, dan material lainnya. Keberhasilan proses sedimentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran partikel, bentuk partikel, berat jenis, viskositas cairan, konsentrasi partikel dan sifat-sifat partikel dalam suspensi (Reynolds,

1982; Kawamura, 2000).

II-16

(36)

Proses ini sangat umum digunakan pada instalasi pengolahan air minum. Aplikasi utama dari sedimentasi pada instalasi pengolahan air minum adalah:

1. Pengendapan awal dari air permukaan sebelum pengolahan oleh unit saringan pasir cepat.

2. Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi sebelum memasuki unit saringan pasir cepat.

3. Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi pada instalasi yang menggunakan sistem pelunakan air oleh kapur-soda.

4. Pengendapan air pada instalasi pemisahan besi dan mangan.

Menurut Coe dan Clevenger (1916), yang kemudian dikembangkan oleh Camp (1946) dan Fitch (1956) dan dikutip dari Reynolds (1982), pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi bisa dibagi menjadi empat kelas. Pembagian ini didasarkan pada konsentrasi dari partikel dan kemampuan dari partikel tersebut untuk berinteraksi. Penjelasan mengenai ke empat jenis pengendapan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pengendapan Tipe I, Free Settling

Pengendapan Tipe I adalah pengendapan dari partikel diskrit yang bukan merupakan flok pada suatu suspensi. Partikel terendapkan sebagai unit terpisah dan tidak terlihat flokulasi atau interaksi antara partikel-partikel tersebut. Contoh pengendapan tipe I adalah prasedimentasi dan pengendapan pasir pada grit chamber.

b. Pengendapan Tipe II, Flocculent Settling

Pengendapan Tipe II adalah pengendapan dari partikel-partikel yangberupa flok pada suatu suspensi. Partikel-partkel tersebut akan membentuk flok selama pengendapan terjadi, sehingga ukurannya akan membesar dan mengendap dengan laju yang lebih cepat. Contoh pengendapan tipe ini adalah pengendapan primer pada air buangan dan pengendapan pada air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi.

c. Pengendapan Tipe III, Zone/Hindered Settling

Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel dengan konsentrasi sedang, dimana partikel-partikel tersebut sangat berdekatan sehingga gaya antar partikel mencegah pengendapan dari partikel di sekelilingnya. Partikel-partikel tersebut berada pada posisi yang tetap satu sama lain dan semua mengendap dengan kecepatan konstan. Sebagai hasilnya massa partikel mengendap dalam satu zona. Pada bagian atas dari massa yang mengendap akan terdapat batasan yang jelas antara padatan dan cairan.

d. Pengendapan Tipe IV, Compression Settling

II-17

(37)

Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel yang memiliki konsentrasi tinggi dimana partikel-partikel bersentuhan satu sama lain dan pengendapan bisa terjadi hanya dengan melakukan kompresi terhadap massa tersebut.

Bak sedimentasi yang ideal dibagi menjadi 4 zona yaitu zona inlet, zona outlet, zona lumpur, dan zona pengendapan. Ada 3 bentuk dasar dari bak pengendapan yaitu rectangular, circular, dan square. Ada beberapa cara untuk meningkatkan performa dari proses sedimentasi, antara lain:

1. Peralatan aliran laminar yang meningkatkan performa dengan membuatkondisi aliran mendekati kondisi ideal. Alat yang digunakan antara lain berupa tube settler ataupun plate settler yang dipasang pada outlet bak. Alat tersebut meningkatkan penghilangan padatan karena jarak pengendapan ke zona lumpur berkurang, sehingga surface loading rat berkurang dan padatan mengendap lebih cepat (Qasim, Motley, & Zhu,2000).

2. Peralatan solid-contact yang didesain untuk meningkatkan efisiensi flokulasi dan kesempatan yang lebih besar untuk partikel berkontak dengan sludge blanket sehingga memungkinkan pembentukan flok yang lebih besar.

Gambar 2.5 Contoh unit Sedimentasi

Sumber: Haq, 2018

Rumus yang digunakan dalam perhitungan unit sedimentasi yaitu (Qasim et al., 2000):

Surface loading rate

𝑣 = 𝑄 ... (2.9)

𝐴

Dimana:

v = Surface loading rate (m3/m2.hari) Q = Debit bak (m3/hari)

A = Luas permukaan bak (m2)

II-18

(38)

Kecepatan alir pada tube settler

𝐻 +𝑤⁄sin 𝛼 𝑄 𝑉𝛼 = sin 𝛼 cos 𝛼

𝑤⁄sin 𝛼 𝑥 𝑡𝑔 𝛼 ⁄𝐴... (2.10)

Q/A= Surface loading rate h = tinggi tube settler w = lebar tube settler α = kemiringan tube settler

Lebar efektif tube settler 𝑤′ = 𝑤

sin 𝛼... (2.11) Dimana:

w’ = lebar efektif tube settler w = lebar tube settler α = kemiringan tube settler

Jumlah tube settler pada sisi

𝑛𝑠 = 𝑤𝑆 𝘍 ... (2.12) Dimana:

ns = jumlah tube settler pada sisi (panjang atau lebar) s = panjang sisi

w’ = lebar efektif tube settler

Bilangan Reynold (NRe) dan Froude (NFr) 𝑁𝑅𝑒

𝑁𝐹𝑟

= 𝑉𝛼 𝑢 𝑥 𝑟

= 𝑉

√𝑔 𝑥 𝑟

Dimana:

Vα = Kecepatan hidrolis (m/s) r = jari-jari hidrolis (m)

II-19 Dimana:

Vα = Kecepatan aliran (m/s)

... (2.13)

𝛼

... (2.14)

(39)

υ = viskositas kinematis g = perc. gravitasi

Berdasarkan Priambodo (2016), dalam pengoperasiannya, bak sedimentasi dilengkapi dengan weir yang berfungsi sebagai penyalur air. Persamaan untuk menghitung dimensi weir adalah sebagai berikut:

L = Q/WRL ... (2.15) Dimana:

L = Panjang weir

WLR = Weir loading rate

𝑤 = 𝑄

√𝑦𝑐2 𝑥 𝑔 ... (2.16) Dimana:

w = Lebar gutter

yc = tinggi muka air di gutter

II-20

(40)

Tabel 2.4 Kriteria Perencanaan Unit Sedimentasi

> 1

30

Sumber : SNI 6774:2008

*) luas bak yang tertutupi oleh pelat/tabung pengendap

**) waktu retensi pada pelat/tabung pengendap

***) pembuangan lumpur sebagian

II-21 Kriteria

Umum

Bak Persegi

(aliran horizontal)

Bak persegi aliran vertikal (menggunakan pelat/tabung pengendapan)

Bak bundar (aliraan vertikal- radial)

Bak bundar (kontak padatan)

Calrifier

Beban permukaan (m3/m2/jam)

0,8 – 2,5 3,8 – 7,5* 1,3 – 1,9 2 – 3 0,5 – 1,5

Kedalaman (m) 3 – 6 3 – 6 3 – 5 3 – 6 0,5 – 1,0

Waktu tinggal

(jam) 1,5 – 3 0,07** 1 – 3 1 – 2 2 – 2,5

Lebar / Panjang > 1/5 - - - -

Beban pelimpah

(m3/m/jam) < 11 < 11 3,8 – 15 7 – 15 7,2 – 10 Bilangan

Reynolds < 2000 < 2000 - - < 2000

Kecepatan pada pelat/tabung pengendap (m/menit)

- Max 0,15 - - -

0Bilangan Fraude

-5 > 10-5 - - > 10-5

Kecepatan vertikal (cm/menit)

- - - < 1 < 1

Sirkulasi

Lumpur - - - 3 – 5% dari

input -

Kemiringan dasar bak (tanpa scraper)

45o – 60o 45o – 60o 45o – 60o > 60o 45o – 60o

Periode antar pengurasan lumpur (jam)

12 – 24 8 – 24 12 – 24 Kontinyu 12 – 24***

Kemiringan tube/plate

o / 60o 30o / 60o 30o / 60o 30o / 60o 30o / 60o

Referensi

Dokumen terkait

Setelah di Jar Test kembali pada air baku yang baru dengan dosis PAC yang sama yaitu 25 ppm dan pada pengadukan lambat diteteskan soda Ash Jenuh berdasarkan pH

Mengingat potensi sumber air baku untuk pengembangan pelayanan air bersih Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang hanya Sungai Kaliboyo yang melintasi wilayah Kecamatan Tulis

Untuk membandingkandaya koagulasi PAC, AFC, dan aluminium sulfatdalam menurunkan turbiditas pada pengolahan air minum dengan air baku berasal dari Sungai Deli yang

Setelah di Jar Test kembali pada air baku yang baru dengan dosis PAC yang sama yaitu 25 ppm dan pada pengadukan lambat diteteskan soda Ash Jenuh berdasarkan pH

Kemudian dilakukan percobaan yang sama pada air baku tetapi dengan dosis PAC yang sama yaitu 25 ppm dan di jar test kembali dengan waktu dan kecepatan putaran yang

Maksud dan tujuan perencanaan IPA ini yaitu untuk menghitung kebutuhan air minum di Kecamatan Segedong hingga 15 tahun yang akan datang (2021-2035) dan menghitung volume

Jenis air limbah yang dihasilkan tergantung dari hal-hal berikut : − Pemrosesan bahan baku awal − Reaksi yang terjadi di Industri − Bahan Aditif yang digunakan di Industri Secara

RAB ini sesuai dengan tahapan pekerjaan yang dilakukan pada perencanaan bangunan IPA Kecamatan Sungai Ambawang yang terdiri dari harga satuan yang selanjutnya akan didapatkan anggaran