• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM DI KECAMATAN BINJAI TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM DI KECAMATAN BINJAI TIMUR"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM DI KECAMATAN BINJAI TIMUR

TUGAS AKHIR

Oleh

BENRIPAN SIHOL MARITO SIREGAR 160407064

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2022

(2)

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM DI KECAMATAN BINJAI TIMUR

TUGAS AKHIR

Oleh

BENRIPAN SIHOL MARITO SIREGAR 160407064

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2022

(3)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul:

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM DI KECAMATAN BINJAI TIMUR

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Tugas akhir ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini dibuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, Juli 2022

BENRIPAN SIHOL MARITO SIREGAR NIM. 16 0407 064

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul

“Perencanaan dan Perancangan Instalasi Pengolahan Air Minum Di Kecamatan Binjai Timur”. Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu, antara lain :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. M. Turmuzi Lubis, MS. selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan serta beragam masukan dan saran dalam proses penulisan dan penyelesaian laporan tugas akhir ini.

2. Bapak Muhammad Faisal, ST., MT. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan serta masukan dan saran dalam penulisan dan penyelesaian laporan tugas akhir ini.

3. Bapak Zaid Perdana Nasution ST. MT. Ph.D. selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Amir Husin, S.T., M.T. selaku Sekretaris Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan seluruh dosen dan staf Tata Usaha Program Studi Teknik Lingkungan dalam membimbing serta membantu saya selama masa perkuliahan saya di jurusan Teknik Lingkungan yang saya banggakan.

4. Kedua orangtua dan seluruh keluarga besar yang sangat saya cintai dan selalu memberi semangat, doa, dan dukungan demi terselesaikannya tugas akhir ini.

5. Teman-teman Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara terkhusus stambuk 2016 yang telah membantu selesainya tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih memiliki banyak kekurangan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran sehingga demi perbaikan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, Desember 2021 Penulis

(6)

ABSTRAK

Air merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan manusia. Air bersih dianggap layak apabila telah memnuhi persyaratan fisik, kimia dan biologi sesuai dengan Peraturan dan undang-undang yang berlaku. Penggunaan air tanah sudah tidak dapat dikatakan layak karena banyaknya pencemaran yang terjadi pada air tanah seperti kontaminasi oleh rembesan septic tank, pencemaran oleh resapan limbah cair dari permukaan tanah, kontaminasi oleh bahan kimia dan lainnya. Hal ini menjadi alasan adanya pembelian air bersih oleh masyarakat untuk tujuan konsumsi. Penelitian ini dilatarbelakangi masih kurangnya pelayanan air bersih kepada masyarakat di Kecamatan Binjai Timur.

Kecamatan Binjai Timur merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kota Binjai.

Jumlah penduduk di Kecamatan Binjai Timur adalah sebanyak 61.293 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.824 jiwa/km2. Dari hasil penelitian didapatkan total kebutuhan air bersih oleh masyarakat Kecamatan Binjai Timur adalah sebesar 20.131.200 liter/hari atau sekitar 233 liter/detik. Pengolahan air bersih terdiri dari unit berupa unit intake dengan volume sumur pengumpul 349,5 m3, unit koagulasi dengan volume 14 m3, unit flokulasi dengan volume 210,6 m3 per bak, unit sedimentasi dengan volume 268,9 m3 per bak, unit membran ultrafiltrasi dengan flux 1500 lmh sebanyak 7 buah per skeed, dan unit reservoir dengan volume 2.527,2 m3 per bak. Diperlukan pula bangunan pelengkap berupa rumah pompa intake dengan luas 14 m2 dan pos kerja dengan luas 231,6 m2. Perkiraan biaya yang diperlukan untuk mendirikan Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) Kecamatan Binjai Timur adalah sebesar Rp. 3.640.140.000. Berdasarkan studi kelayakan, dapat disimpulkan bahwa IPAM layak untuk didirikan.

Kata Kunci: Instalasi Pengolahan Air Minum, Air Bersih, Kecamatan Binjai Timur, studi kelayakan pendirian IPAM

(7)

i DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR PERSAMAAN ... vi BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-4 1.3. Tujuan Perancangan ... I-4 1.4. Ruang Lingkup ... I-5 1.5. Manfaat Penelitian ... I-5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum ... II-1 2.2. Sumber Air ... II-1 2.2.1 Air Laut ... II-1 2.2.2 Air Permukaan ... II-2 2.2.3 Air Tanah ... II-2 2.2.4 Air Hujan ... II-2 2.2.5 Mata Air ... II-3 2.3. Karakterisrik Air Bersih ... II-3 2.4. Parameter Air ... II-4 2.4.1. Parameter Fisik ... II-4 2.4.2. Parameter Kimia ... II-5 2.4.3. Parameter Biologi ... II-6 2.5. Sistem Pengolahan Air Bersih ... II-6 2.6. Desain Unit Pengolahan ... II-8 2.6.1. Intake ... II-8 2.6.2. Koagulasi ... II-10

(8)

ii 2.6.3. Flokulasi ... II-13 2.6.4. Sedimentasi ... II-15 2.6.5. Filtrasi ... II-19 2.6.6. Desinfeksi ... II-21 2.6.7. Reservoir ... II-21 2.7. Teknologi Membran ... II-22 2.8. Metode Proyeksi Penduduk ... II-27 2.8.1. Metode Aritmatika/Linear ... II-27 2.8.2. Metode Geometri ... II-27 2.8.3. Metode Eksponensial ... II-28 BAB III ALUR PERANCANGAN

3.1. Konsep Alur Perancangan ... III-1 3.2. Lokasi Perancangan ... III-7 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Proyeksi Jumlah Penduduk ... IV-1 4.1.1. Metode Aritmatika ... IV-2 4.1.2. Metode Geometri ... IV-3 4.1.3. Metode Eksponensial ... IV-4 4.1.4. Metode Logaritma ... IV-5 4.1.5. Pemilihan Metode Proyeksi Penduduk ... IV-6 4.2. Jumlah Kebutuhan Air ... IV-8 4.2.1. Analisisi Kebutuhan Air Domestik ... IV-8 4.2.2. Analisis Kebutuhan Air Non-Domestik ... IV-9 4.2.3. Total Kebutuhan Air ... IV-10 4.3. Analisis Kualitas Air Baku ... IV-10 4.4. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air ... IV-10 4.4.1. Intake ... IV-12 4.4.2. Unit Koagulasi ... IV-16 4.4.3. Unit Flokulasi ... IV-18 4.4.4. Unit Sedimentasi ... IV-22 4.4.5. Unit Membran ... IV-29

(9)

iii 4.4.6. Reservoir ... IV-34

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

BAB VI STRUKTUR DAN MANAJEMEN KELEMBAGAAN

6.1. Struktur Kelembagaan dan Organisasi ... VI-1 6.2. Struktur Kelembagaan/Organisasi Pengolahan Air Minum Kota Binjai ... VI-3 6.3. Manajemen Kelembagaan ... VI-6 6.4. Uraian Tugas ... VI-7 6.4.1. Kepala Unit Kerja IPAM ... VI-7 6.4.2. Penanggung Jawab Administrasi Umum dan Pelayanan ... VI-8 6.5. Sistem Kerja ... VI-8 6.6. Jumlah SDM yang Diperlukan ... VI-10 6.7. Sistem Penggajian ... VI-11 BAB VII ANALISIS EKONOMI

7.1. Modal Investasi ... VII-1 7.1.1. Modal Investasi Tetap / Fixed Capital Investment (FCI) ... VII-1 7.1.2. Modal Kerja (MK) ... VII-2 7.2. Biaya Operasional Total ... VII-3 7.3. Perkiraan Keuntungan ... VII-3 7.4. Analisis Ekonomi ... VII-3 7.4.1. Profit Margin (PM) ... VII-3 7.4.2. Break Even Point (BEP) ... VII-4 7.4.3. Return on Investment (ROI) ... VII-4 7.4.4. Pay Out Time (POT) ... VII-5 7.4.5. Return on Network (RON) ... VII-5 7.4.6. Internal Rate of Return (IRR) ... VII-6 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan ... VIII-1 8.2. Saran ... VIII-2 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

iv DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu ... I-6 Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Air Minum ... II-4 Tabel 2.2 Kriteria Perencanaan Unit Koagulasi ... II-12 Tabel 2.3 Kriteria Perencanaan Unit Flokulasi ... II-15 Tabel 2.4 Kriteria Perencanaan Unit Sedimentasi ... II-18 Tabel 2.5 Kriteria Perencanaan Unit Filtrasi (saringan cepat) ... II-19 Tabel 4.1 Proyeksi Penduduk dengan Metode Aritmatika ... IV-2 Tabel 4.2 Proyeksi Penduduk dengan Metode Geometri ... IV-3 Tabel 4.3 Proyeksi Penduduk dengan Metode Eksponensial ... IV-4 Tabel 4.4 Proyeksi Penduduk dengan Metode Logaritma ... IV-5 Tabel 4.5 Nilai SD dan R Tiap Metode ... IV-6 Tabel 4.6 Proyeksi Penduduk Kecamatan Binjai Timur Tahun 2010 - 2039 ... IV-7 Tabel 4.7 Data Konsumsi Air Bersih Non-Domestik ... IV-9 Tabel 4.8 Kriteria Sumur Pengumpul ... IV-13 Tabel 5.1 Rincian Rencana Anggaran Biaya ... V-2 Tabel 5.2 Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya ... V-10 Tabel 6.1. Susunan Jadwal Shift Tukang ... VI-10 Tabel 6.2 Jumlah SDM dan Kualifikasinya ... VI-11 Tabel 6.3 Rincian Gaji Tenaga Kerja ... VI-11

(11)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Unit Paket IPA ... II-8 Gambar 2.2 Contoh bangunan intake ... II-10 Gambar 2.3 Tipe pengadukan cepat ... II-11 Gambar 2.4 Tipe pengadukan lambat ... II-13 Gambar 2.5 Contoh unit Sedimentasi ... II-16 Gambar 2.5 Proses kombinasi filtrasi dan membran ... II-24 Gambar 2.6 Sistem KFS membrane UF ... II-24 Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan ... III-1 Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pengolahan ... III-5 Gambar 3.3 Peta Lokasi Kecamatan Binjai Timur ... III-7 Gambar 3.4 Rencana Peletakan IPAM ... III-7 Gambar 4.1 Grafik Proyeksi Penduduk Kec. Binjai Timur tahun 2010 – 2039 ... IV-8 Gambar 4.2 Sketsa Proses Pengolahan Metode Membran ... IV-11 Gambar 4.3 Denah Unit Intake ... IV-15 Gambar 4.4 Tampak Potongan Unit Intake ... IV-16 Gambar 4.5 Denah Unit Koagulasi ... IV-17 Gambar 4.6 Denah Unit Flokulasi ... IV-22 Gambar 4.7 Denah Unit Sedimentasi ... IV-28 Gambar 4.8 Sketsa Module Membran ... IV-30 Gambar 4.9 Unit Membran dengan Skeed ... IV-34 Gambar 4.10 Denah Unit Reservoir ... IV-35 Gambar 6.1 Struktur Organisasi PDAM Tirta Sari Kota Binjai ... VI-4 Gambar 6.2 Struktur Organisasi Proyek Perencanaan IPAM ... VI-5 Gambar 8.1 Denah Instalasi Pengolahan ... VIII-2 Gamabr 8.2 Denah Pos Kerja ... VIII-2

(12)

vi DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan 2.1 Kecepatan Aliran Pada Pintu Intake ... II-9 Persamaan 2.2 Diameter Pipa ... II-9 Persamaan 2.3 Volume Bak Pengumpul ... II-9 Persamaan 2.4 Volume Bak Pengumpul ... II-9 Persamaan 2.5 Gradien Kecepatan Pada Terjunan ... II-11 Persamaan 2.6 Gradien Kece[patan Pada Flokulasi ... II-14 Persamaan 2.7 Headloss Tiap Kompartemen ... II-14 Persamaan 2.8 Panjang Sisi Bak Flokulasi ... II-15 Persamaan 2.9 Surface Loading Rate ... II-16 Persamaan 2.10 Kecepatan Aliran Pada Tube Settler ... II-16 Persamaan 2.11 Lebar Efektif Tube Settler ... II-17 Persamaan 2.12 Jumlah Tube Settler Pada Sisi ... II-17 Persamaan 2.13 Bilangan Reynold (Nre) ... II-17 Persamaan 2.14 Bilangan Froude (Nfr) ... II-17 Persamaan 2.15 Dimensi Weir ... II-18 Persamaan 2.16 Lebar Gutter ... II-18 Persamaan 2.17 Perhitungan Flux ... II-25 Persamaan 2.18 Jumlah Unit Membran ... II-25 Persamaan 2.19 Headloss (Pipa Sunction Atau Discharge) ... II-25 Persamaan 2.20 Headloss Minor ... II-25 Persamaan 2.21 Headloss Total ... II-26 Persamaan 2.22 Daya Pompa ... II-26 Persamaan 2.23 Nilai Variabel Y Berdasarkan Garis Regresi ... II-27 Persamaan 2.24 Konstanta ... II-27 Persamaan 2.25 Koefisien Arah Garis (Gradien) Regresi Linear ... II-27 Persamaan 2.26 ln Y Berdasarkan Garis Regresi ... II-27

(13)

vii Persamaan 2.27 ln Konstanta ... II-28 Persamaan 2.28 Koefisien Arah Garis (Gradien) Regresi Linear ... II-28 Persamaan 2.29 Jumlah Penduduk ... II-28 Persamaan 2.30 ln Konstanta ... II-28 Persamaan 2.31 Koefisien Arah Garis (Gradien) Regresi Linear ... II-28 Persamaan 2.32 Standar Deviasi ... II-28 Persamaan 2.33 Koefisien Korelasi ... II-29 Persamaan 7.1 Profit Margin (PM) ... VII-3 Persamaan 7.2 Break Even Point (BEP) ... VII-4 Persamaan 7.3 Return on Investment (ROI) ... VII-4 Persamaan 7.4 Pay Out Time (POT) ... VII-5 Persamaan 7.5 Return on Network (RON) ... VII-5 Persamaan 7.6 Internal Rate of Return (IRR) ... VII-6

(14)

I-1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Air menutupi hampir 70% permukaan bumi dan bila dikalkulasikan terdapat sekitar 326 juta mil3 (1,35691 x 109 km3) tersedia di bumi dan 97,2% terdapat di lautan. Namun, dari jumlah yang besar itu air yang dapat dimanfaatkan hanya sekitar 0,003%. Adapun air yang kita pergunakan salah satu peruntukannya adalah air minum. Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Susana, 2003; Peraturan Menteri Kesehatan No.

492 Tahun 2010).

Instalasi pengolahan air bersih memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan perkembangan daerah. Setiap daerah membutuhkan adanya sistem perencanan air bersih yang memadai dalam upaya pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat untuk pertumbuhan penduduknya. Pengelolaan system air bersih yang memadai memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat.

Ketersediaan air yang dilakukan Pemerintah tentunya berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Direktorat Cipta Karya, 2010).

Pemerintah Indonesia melalui RPJMN III 2015-2019 telah menetapkan program

“Gerakan 100-0-100” yaitu program dalam pemenuhan pencapaian akses air minum 100%, mengurangi kawasan kumuh hingga 0%, dan menyediakan akses sanitasi layak 100% untuk masyarakat Indonesia pada akhir tahun 2019. Pemerintah optimistis target Millennium Development Goals (MDGs) pada sektor air minum sebesar 68,87% dapat dicapai, dan target akses sanitasi MDGs sebesar 62,4% penduduk dapat terwujud pada tahun 2015. Maka, berdasarkan perkiraan pada akhir tahun 2015 masih ada sekitar 31,13% masyarakat yang belum memiliki akses yang baik terhadap penyediaan air minum dan sekitar 37,6% masyarakat yang belum memiliki akses terhadap sanitasi yang layak dan sehat (Direktorat Jendral Cipta Karya, 2015).

Kebutuhan air minum akan semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah populasi pada suatu daerah. Hal ini disertai dengan adanya keterbatasan air bersih yang layak

(15)

I-2 konsumsi. Untuk mengatasi adanya kesenjangan antara ketersediaan air dengan kebutuhan air bersih maka diperlukan sistem penyediaan air minum yang bertujuan untuk mengolah air permukaan / air baku menjadi air bersih yang layak konsumsi. Dalam proses pengolahan air baku menjadi air minum dibutuhkan pengolahan yang memenuhi standar yang berlaku untuk menjamin didapatkannya kualitas air yang memenuhi standar yang ada sehingga tidak membahayakan konsumen (Mahardani, 2017).

Secara umum, sistem penyediaan air minum direncanakan untuk memenuhi kebutuhan air penduduk hingga beberapa tahun mendatang sesuai dengan perancangan awal.

Kebutuhan air ini didasarkan pada keperluan sehari-hari masyarakat, seperti kebutuhan rumah tangga, kebutuhan umum, institusi, hidran umum dan kehilangan air. Tujuan utama adanya sistem penyediaan air bersih adalah menyediakan jumlah air yang mencukupi kebutuhan masyarakat sesuai dengan kondisi daerah pelayanan. Kebutuhan air masyarakat akan berbeda-beda tergantung aktivitas dan jenis kebutuhan airnya antara lain penyediaan air untuk kebutuhan domestik, kebutuhan industri, perdagangan dan kebutuhan non-domestik. Departemen Pekerjaan Umum memperkirakan standar pelayanan minimum untuk keperluan air minum didaerah pedesaan adalah sebesar 60 liter/org/hari dan untuk daerah perkotaan sebesar 144 liter/org/hari. Dalam pengelolaan air minum, PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) adalah Badan Usaha Milik Daerah yang berperan dalam pengelolaan air minum. Banyak permasalahan yang dihadapi dalam upaya menghasilkan air minum, tewrutama Instalasi pengolahan yang dibangun pada 20 sampai 40 tahun yang lalu dikarenakan kualitas air baku pada masa tersebut terbilang lebih baik jika dibandingkan dengan kualitas air baku saat ini (Soemarwoto dalam Kurniawan, 2008; Hartono, 2014).

Menurut PerMenPU No. 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, pelayanan air pada masyarakat harus meninjau factor 3K yaitu kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Standar pelayanan secara kuantitas dapat ditinjau berdasarkan jumlah kebutuhan air untuk keperluan makan, minum,dan mandi sesuai perencanaan serta tekanan air di pelanggan minimum 1 atm. Secara kualitas antara lain pH air berada di kisaran 6,0 – 7,5, kandungan E.coli = 0, dan sisa klor minimum yang terdapat dalam air adalah 0,2 ppm. Sementara secara kontinuitas adalah seluruh pelanggan harus mendapatkan aliran air selama 24 jam perhari.

(16)

I-3 Di Indonesia secara umum pengolahan air baku menjadi air bersih menggunakan pengolahan konvensional (Koagulasi-Flokulasi, Sedimentasi dan Filtrasi). Namun pengolahan secara konvensional ini memiliki keterbatasan tersendiri seperti kebutuhan lahan yang luas, pengoperasian dan perawatan yang cukup rumit, juga kualitas air yang dihasilkan terkadang berada dibawah standar yang berlaku. Hal inilah yang menimbulkan pemikiran baru untuk mengembangkan dan memodifikasi teknik pengolahan dengan teknologi baru sehingga dapat diperoleh hasil akhir yang lebih baik dengan operasional yang lebih mudah (Mahardani, 2017).

Penggunaan senyawa kimia klorin sebagai desinfektan merupakan salah satu tahap penting dalam pengolahan air menggunakan metode konvensional. Penambahan klorin bertujuan untuk menekan konsentrasi Coliform dalam air sehingga memenuhi batas yang berlaku. Namun penambahan klorin ini memiliki efek samping tersendiri yaitu kemungkinan terbentuknya produk samping desinfektan seperti Trihalometan (THM) yang dapat berdampak bagi kesehatan manusia. Pembentukan THM terjadi karena adanya reaksi antara material organic dengan klorin atau senyawa oksidator lain yang digunakan sebagai desinfektan (Wenten, 2015).

Teknologi membrane merupakan suatu metode pengolahan air yang mampu menghasilkan air berkualitas tinggi dengan biaya yang terjangkau. Teknologi membran merupakan teknologi yang menggunakan membran dengan ukuran pori tertentu dalam penjernihan air. Berdasarkan diameter porinya, membran dibagi menjadi beberapa kategori yaitu membran mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), nanofiltrasi (NF) dan Reverse Osmosis (RO). Penggunaan teknologi membrane, terutama membrane ultrafiltrasi, dalam purifikasi air telah banyak diterapkan dibeberapa negara maju seperti Singapura, Cina, Amerika Serikat, dan negara lainnya. Membran ultrafiltrasi memiliki diameter pori 0,1 – 0,0 µm sehingga mampu memisahkan makromolekul dan koloid dari air (Himmah, 2014; Wenten, 2015).

Pertumbuhan teknologi membran dalam pengolahan air sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1960-an dengan pengaplikasian RO untuk pengolahan (desalinasi) air laut. RO merupakan teknologi membran yang menerapkan prinsip tekanan tinggi, sementara MF/UF yang merupakan membran bertekanan rendah mulai digunakan sekitar tahun 1985 untuk keperluan pengolahan air. Pada tahun 1997, kapasitas kumulatif proses

(17)

I-4 RO/NF melampaui proses konvensional. Hal ini menunjukkan kelebihan proses membran dengan proses konvensional. Perkembangan teknologi membran MF dan UF juga meningkat pesat selama beberapa tahun terakhir dibandingkan proses RO/NF. Hal ini dapat dilihat dari kapasitas total terpasang unit MF/UF yang sudah mencapai 12.000.000 m3/hari, mendekati total terpasang unit RO/NF, dan tidak menutup kemungkinan angka tersebut akan melampaui RO/NF dalam beberapa tahun kedepan. Peningkatan yang signifikan ini tidak terlepas dari kebutuhan terhadap penghilangan patogen dari air dan juga penurunan harga membran yang terjadi secara signifikan. Dengan begitu didapati keuntungan penggunaan membran berupa air yang berkualitas tinggi dengan teknologi yang terjangkau dari segi biaya (Fane, 2005).

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, banyak masyarakat di Kecamatan Binjai Timur yang masih belum menerima pelayanan air bersih yang layak, juga tidak sedikit dari masyarakat yang masih menggunakan sumur pribadi (sumur gali dan sumur bor) sebagai sumber air utamanya. Berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh pihak Bapedal Kota Binjai dalam RPI2JM Kota Binjai 2015-2019, didapatkan bahwa beberapa parameter kualitas air sungai di Binjai, terutama sungai Mencirim masih belum memenuhi standar baku mutu yang berlaku. Maka dari itu diperlukan pengolahan air yang berstandar nasional di Kecamatan Binjai Timur, terutama wilayah tepian Sungai Mencirim untuk menghasilkan air bersih yang memenuhi baku mutu yang sesuai standar yang berlaku.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas air Sungai Mencirim yang akan digunakan sebagai air baku oleh masyarakat di Kecamatan Binjai Timur?

2. Bagaimana perancangan Instalasi Pengolahan Air Minum yang memenuhi kebutuhan air bersih di Kecamatan Binjai Timur?

1.3. Tujuan Perancangan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari Tugas Akhir ini adalah:

1. Membuat perencanaan Instalasi Pengolahan Air Minum untuk meningkatkan kualitas air bersih yang digunakan oleh masyarakat di Kecamatan Binjai Timur.

(18)

I-5 1.4. Ruang Lingkup

Adapun ruanglingkup dari Tugas Akhir ini antara lain sebagai berikut:

1. Wilayah studi yang dipergunakan dalam perencanaan dan perancangan bangunan air minum ini adalah Kecamatan Binjai Timur.

2. Standar yang digunakan dalam analisis kualitas air baku air minum adalah PP No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas I.

3. Sumber air baku yang digunakan dalam perancangan berasal dari sungai Mencirim.

4. Tugas Akhir ini bertujuan mendesain bangunan pengolahan air minum dari intake sampai dengan reservoir tanpa mendesain pipa distribusi dan bendung air yang diperlukan.

5. Perhitungan Analisis Ekonomi dan Rencana Anggaran Biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan Instalasi Pengolahan Air Minum di Kecamatan Binjai Timur

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari tugas akhir ini adalah perancanagan yang dibuat dapat digunakan sebagai gambaran apabila diperlukan pembangunan instalasi pengolahan air bersih di lokasi studi.

(19)

I-6 Beberapa penelitian dalam merancang instalasi pengolahan air bersih dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 1 M. N.

Himmah dan B. D.

Marsono (2014)

Desain Mobile Unit Instalasi Pengolahan Air Minum Untuk Kondisi Darurat Bencana Banjir Menggunakan Membran Ultrafiltrasi

Mengumpulkan data (primer dan sekunder) untuk melakukan DED (Detail Engineering Design) dalam pengadaan unit pengolahan air air banjir menjadi air bersih.

Dengan melakukan

perhitungan dan perancangan didapatkan jumlah pengungsi sebanyak 2.000 orang dengan kebutuhan air 40.000 L/hari. Berdasarkan jumlah kebutuhan air dilakukan perancangan unit pengolahan air banjir menjadi air bersih sehingga kebutuhan air dapat terpenuhi.

2 N. I. Said (2009)

Uji Kinerja Pengolahan Air Siap Minum Dengan Proses Biofiltrasi, Ultrafiltrasi Dan Reverse Osmosis (Ro) Dengan Air Baku Air Sungai

Melakukan desain kemudian

pengadaan alat, dilanjutkan dengan perakitan alat untuk menghasilkan air siap minum dari air baku air sungai

Berdasarkan pengujian terhadap alat didapatkan kesimpulan bahwa proses UF sangat efektif untuk

menghilamgkam kekeruhan dengan biaya yang relative murah dan proses yang mudah.

3 N. S.

Mahardani, F. H.

Kusuma (2016)

Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum Dengan Teknologi Membran Mikrofiltrasi Dan Ultrafiltrasi

Melakukan perancangan beberapa alat pengolahan dengan system membrane untuk pengolahan air bersih kemudian melakukan

Dari serangkaian penelitian yang dilakukan dapat

disimpulkan bahwa bahwa jenis membran yang menghasilkan persen rejeksi kontaminan terbaik adalah rangkaian KFS- MF-UF untuk parameter pH, suhu, TDS, TSS, dan E. coli.

Sementara untuk parameter

(20)

I-7 pengujian terhadap

setiap alat

warna dan kekeruhan, yang terbaik dihasilkan oleh rangkaian KFS-MF

4 P. M.

Pugel, dkk.

(2014)

Perencanaan Sistem Penyediaan Air Bersih Di

Kecamatan Belitang Kabupaten Sekadau Provinsi Kalimantan Barat

Menganalisis kondisi geografis wilayah di Kalimantan Barat untuk menentukan lokasi perencanaan yang tepat dalam perancangan bangunan pengolahan air bersih

Pengumpulan, analisis dan pengolahan data menmberi gambran utama dalam perancangan bangunan pengolahan air bersih yang mampu memenuhi

kebutuhan air masyarakat, dengan ketersediaan air bersih sebesar 11,456 m3/s dan kebutuhan air sebesar 0,03 m3/s

5 Ryo T.

Sukarto (2017)

Analisis dan Perencanaan Pengembangan Sistem Distribusi Air Minum PDAM Kota Banyuwangi

Melakukan perhitungan kebutuhan air, ketersediaan air dan uji kualitas air untuk dijadikan patokan dalam perancangan unit pengolahan

Pengembangan jaringan distribusi selama 10 tahun yang terbagi dalam dua tahap dapat meningkatkan

persentase pelayanan dari 54,88 % pada tahun 2016 menjadi 80 % pada 2026.

Pola pengembangan adalah dengan meningkatan cakupan blok pelayanan eksisting dan peningkatan tekanan pada junction dengan penambahan pipa secara paralel.

6 S. Q. Aziz, J. S.

Mustafa (2019)

Step-by-step design and calculations for water treatment plant units

Melakukan perhitungan kebutuhan air, ketersediaan air dan uji kualitas air

Berdasarkan perhitungan dilakukan perancangan system pengolahan air bersih konvensional dengan unit intake, koagulasi, flokulasi,

(21)

I-8 untuk dijadikan

patokan dalam perancangan unit pengolahan

sedimentasi dan filtrasi untuk mengolah air baku menjadi air bersih layak konsumsi

7 D. Zioui, dkk (2015)

Membrane Technology for Water Treatment Applications

Mengumpulkan beberapa data dari beberapa jenis membran yang digunakan dalam pengolahan air

Teknologi membran memiliki peran yang sangat signifikan dalam pengolahan air karena dapat

diaplikasikan dalam berbagai pengolahan air untuk tujuan yang berbeda-beda, mulai dari pengolahan air limbah, air permukaan, air laut dan lainnya dan akan terus berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi.

8 Alberto Tiraferri (2014)

Membrane-based water treatment to increase water supply

Menentukan ruang lingkup

penggunaan membran dalam pengingkatan pengolahan air

Membran memiliki ruang lingkup pengaplikasian yang sangat luas, mulai dari pengolahan air bersih dengan membran MF/UF, desalinasi air laut dengan membran NF/RO, hingga pengolahan air limbah dengan membran NF/RO.

9 Temirlan Mukashev (2015)

Water treatment facility design

Menghitung kebutuhan air dan perhitungan desain untuk mengolah air sungai menjadi air bersih

REncana unit pengolahan air yang akan digunakan adalah tangki penampungan air berbentuk silinder, unit koagulasi dengan volume 1458 m3 , dan unit koagulasi dengan volume 8.751 m3.

(22)

I-9 10 Hossein

Moayedi, dkk (2011)

Surface water treatment process;

A Review on Various Methods

Melakukan review terhadap

pengolahan air berih Sungai Terip, Malaysia

Penggunaan tabung Lamella membutuhkan jejak yang lebih kecil dibandingkan dengan metode lain dan prosesnya juga hanya

membutuhkan peralatan yang lebih sederhana. Influen memasuki lamella clarifier di mana biasanya dicampur dengan flocculent polimer dan kemudian diaduk perlahan dengan mixer terpisah.

(23)

II-1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum

Air adalah sumber daya alam yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia.

Kebutuhan terhadap air semakin lama semakin meningkat setiap waktu dikarenakan adanya pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya intensitas juga ragam kebutuhan manusia terhadap air bersih. Air menutupi hampir 70% permukaan bumi dan bila dikalkulasikan terdapat sekitar 326 juta mil3 (1,35691 x 109 km3) tersedia di bumi dan hanya sekitar 2,5% dari air di bumi yang merupakan air tawar yang tidak mengandung mineral terlarut atau garam. Hanya 0,01% dari total air di planet ini yang dapat diakses untuk dikonsumsi (Susana, 2003).

Menurut PP No. 122 tahun 2015, air baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.sementara dalam Permenkes No. 416 tahun 1990, dikatakan bahwa air bersih adalah air yang digunakan dalam kebutuhan sehari-hari dan dapat dikonsumsi setelah dilakukan pengolahan. Air bersih dapat dikatakan air minum apabila sudah memenuhi persyaratan yang berlaku yaitu persyaratan kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis.

Penyediaan air bersih kepada masyarakat memiliki peranan yang penting dalam peningkatan kesehatan, contohnya menurunkan angka penderita penyakit yang berkaitan dengan air dan berperan dalam meningkatkan standar kualitas hidup masyarakat.

2.2. Sumber Air

Menurut Notoadmojo (2003), sumber air berdasarkan letaknya dapat dibagi menjadi 5 jenis yaitu:

2.2.1. Air Laut

Air laut pada umumnya mengandung kadar NaCl sebesar 3% yang menyebabkan air laut bersifat asin.

(24)

II-2 2.2.2. Air Permukaan

Air permukaan dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

a. Air Sungai

Air sungai pada umumnya memiliki tingkat pengotoran yang cukup tinggi sehingga harus melalui proses pengolahan sebelum dapat dikonsumsi dan dijadikan air minum.

b. Air Danau / Waduk

Kebanyakan air danau dan waduk berwarna kuning kecoklatan atau kehitaman karena mengandung unsur organic yang telah membusuk seperti humus. Pembusukan ini menyebabkan kadar Fe dan Mn dalam air juga tinggi.

2.2.3. Air Tanah

Air tanah terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah tanah pada zona jenuh air.

Air tanah termasuk salah satu sumber air yang terbatas dan dapat mengakibatkan dapak yang besar apabila terjadi kerusakan serta sulit dilakukan pemulihan.

Berdasarkan letaknya, air tanah dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

a. Air Tanah Dangkal

Terjadi karena adanya proses peresapan air dari permukaan tanah. Pada proses ini lumpur dan sebagian besar bakteri akan tersaring sehingga air tanah dangkal akan terlihat jernih, namun banyak mengandung zat kimia karena melalui lapisan tanah yang mengandung unsur kimia tertentu.

b. Air Tanah Dalam

Terletak lebih dalam disbanding air tanah dangkal. Pengambilan air tanah dalam memerlulkan bor dan pipa yang dimasukkan ke dalam tanah hingga kedalaman tertentu sampai didapat satu lapis air. Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artetis atau sumur bor.

Jika air tidak dapat keluar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air.

2.2.4. Air Hujan

Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni. Walau pada saat prestipasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer dapat

(25)

II-3 disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas. Misalnya karbon dioksida, nitrogen, dan ammonia.

2.2.5. Mata Air

Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air tanah. Biasanya mata air terdapat di daerah terbuka, sehingga mudah terkontaminasi oleh lingkungan sekitarnya.

2.3. Karakteristik Air Bersih

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, air baku yang digunakan menghasilkan air bersih yang telah memenuhi syarat dibagi menjadi 4 (empat) kelas yaitu:

1. Kelas I : Air yang diperuntukan untuk air baku air minum yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaannya.

2. Kelas II : Air yang diperuntukan untuk (prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan tawar, peternakan, untuk mengaliri tanaman.

3. Kelas III : Air yang digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar peternakan, untuk mengaliri tanaman. Atau untuk peruntukan lainnya yang sama jenis kegunaannya.

4. Kelas IV : Air yang digunakan untuk mengaliri tanaman atau untuk peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu yang sama kegunaannya.

Berdasarkan PerMenKes Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualiatas air minum, parameter wajib persyaratan kualitas air minum dapat dilihat pada Tabel 2.1:

(26)

II-4 Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Air Minum

No. Jenis Parameter Satuan

Kadar Maksimum yang

diperbolehkan 1. Parameter yang berhubungan langsung dengan

kesehatan

a. Parameter Mikrobiologi 0

1. E. Coli

2. Total Bakteri Koliform

Jumah per 100ml sampel Jumlah per 100 ml sampel

0 0 b. Kimia an-organik

1. Arsen 2. Fluorida 3. Total Kromium 4. Kadmium

5. Nitrit, (sebagai NO2-) 6. Nitrat, (sebagai NO3-) 7. Sianida

8. Selenium

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

0,01 1,5 0,05 0,003 3 50 0,007 0,001 2. Parameter yang tidak angsung berhubungan dengan

kesehatan

a. Parameter Fisik 1. Bau 2. Warna

3. Total zat padat terlarut (TDS) 4. Kekeruhan

5. Rasa 6. Suhu

b. Parameter Kimiawi 1. Aluminium 2. Besi 3. Kesadahan 4. Khlorida 5. Mangan 6. pH 7. Seng 8. Sulfat 9. Tembaga 10. Amonia

TCU mg/l NTU

0C mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

Tidak berbau 15

500 5

Tidak berasa Suhu udara ±3 0,2

0,3 500 250 0,4 6,5-8,5 3 250 2 1,5 Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor492/MENKES/PER/IV/2010

2.4. Parameter Air

Menurut Tri Joko (2010), parameter air bersih dapat dibagi menjadi 3 bagian antara lain parameter fisik, kimia dan biologi.

2.4.1. Parameter Fisik

Menurut Aryani (2017), parameter fisik air merupakan sifat materi air yang dapat dilihat dan dirasakan secara langsung. Air bersih atau air minum yang baik secara fisik harus

(27)

II-5 jernih, tidak berwarna, tidka berbau dan tidak berasa. Parameter Fisik air dapat dikategorikan menjadi beberapa klasifikasi yaitu:

a. Kekeruhan

Kekeruhan merupakan intensitas kegelapan dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan melayang dalam air. Kekeruhan menggambarkan sifat optic yang ditentukan dengan perhitungan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan juga dapat memperngaruhi kadar oksigen yang ada dalam air (Sutika, 1989).

b. Suhu

Suhu memiliki peran dalam terjadinya reaksi kimia dalam air. Mikroba dapat hidup dengan baik pada tingkatan suhu tertentu sehingga apabila suhu air memenuhi tingkatan tertentu maka mikroorganisme dalam air juga akan meningkat.

c. Bau

Pada umumnya, bau pada air disebabkan adanya senyawa dalam air seperti gas H2S, NH3, senyawa fenol, klorofenol dan lainnya. Semakin kuat bau air maka semakin tinggi pula kandungan senyawa dalam air (Tri Joko, 2010).

d. Rasa

Rasa pada air disebabkan adanya zat tertentu yang terdapat dalam air. Contohnya rasa asin pada air dapat disebabkan adanya kandungan garam dalam air. Air bersih yang baik tidak boleh berasa.

e. Warna

Air Bersih / air minum sebaiknya tidak mengandung warna,bening dan jernih. Warna dalam air dapat disebabkan oleh adanya unsur tersuspensi ataupun adanya zat organic dan zat koloid dalam air.

2.4.2. Parameter Kimia a. pH

pH adalah derajat keasaman untuk menyatakan kadar ion hydrogen (H+) dalam air yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme dalam air. Air bersih haruslah

(28)

II-6 memiliki pH netral atau setidaknya berada antara pH 6,5 – 8,5. Tingkat pH < 6,5 atau >

8,5 dapat mempengaruhi kondisi kesehatan.

b. Logam Berat

Logam Cr, Fe, Zn, Cd merupakan jenis mineral yang sering terdapat dalam air. Namun, logam yang umumnya paling banyak terdapat dalam air adalah logam Fe. Logam Fe dalam jumlah besar dapat menyebabkan gangguan yang cukup fatal, baik kepada manusia yang mengkonsumsi air tersebut, maupun kepada organisme dalam air yang tercemar logam Fe. Kadar Fe yang tinggi dapat menjadi toksik terhadap manusia karena besi fero mampu bereaksi dengan peroksida dan menghasilkan radikal bebas.

c. Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid)

Total Dissolved Solid (TDS) merupakan bahan yang tertinggal dan terlarut dalam air yang tidak dapat tersaring dengan kertas saring berukuran 0,45 mikrometer. Penyebab adanya TDS dalam air adalah terjadinya kontaminasi air oleh ion-ion seperti natrium, magnesium, klorida, bikarbonat, dan sulfat yang berasal dari berbagai sumber seperti sabun, deterjen dan surfaktan yang terlarut dalam air.

2.4.3. Parameter Biologi

Air bersih / air minum yang baik tidak boleh mengandung organisme pathogen seperti bakteri thypus, kolera, dysentri, dan jenis organisme pathogen lainnya. Untuk mengetahui adanya bakteri pathogen dapat dilakukan dengan penentuan keberadaan bakteri E.Coli yang merupakan indicator pencemaran air. Bakteri ini berasal dari kotoran manusia yang dibuang ke sumber air. Proses penghilangan bakteri pathogen umumnya menggunakan metode desinfeksi pada air.

2.5. Sistem Pengolahan Air Bersih

Sistem pengolahan air baku menjadi air bersih dilakukan untuk mendapatkan kuakitas air yang memadai untuk konsumsi masyarakat, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Biasanya pengolahan air baku menggunakan sistem yang umum digunakan yaitu penggunaan koagulan dalam proses koagulasi-flokulasi. Koagulan digunakan untuk mengganggu kestabilan partikel koloid, sehingga partikel koloid berubah menjadi partikel flokulen dan dapat diendapkan. Proses selanjutnya adalah proses pengendapan partikel pencemar, filtrasi untuk menyaring partikel pencemar dan desinfeksi untuk membunuh

(29)

II-7 mikroorganisme yang terdapat dalam air. Namun penambahan unsur kimia seperti klorin dapat menyebabkan terbentuknya produk samping seperti THM (Trihalometan) yang dapat berdampak pada kesehatan manusia (Wenten, 2015; Meicahayanti, 2018).

Menurut Awaludin (2015), penyediaan air bersih di Indonesia ditanggung jawabi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dibawah pengawasan pemerintah daerah. Pada umumnya air yang bersumber dari sumber air (air permukaan) harus diolah terlebih dulu sehingga air memenuhi standar tertentu untuk didistribusikan kepada konsumen.

Biasanya pelaku industri mempunyai sarana pengolahan air sendiri dalam pemenuhan kebutuhannya. Industri yang tidak memiliki pengolahan air sendiri biasanya membeli air dari PDAM atau pihak lainnya di kawasan industri tersebut. Penyediaan air di pedesaan dilakukan oleh pemerintah desa setempat dengan membangun bak penampung air terintegrasi yang nantinya dialirkan ke rumah penduduk. Kebanyakan penduduk desa biasanya mempunyai sumur sendiri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Pengolahan air bersih merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan mengingat kualitas air permukaan yang ada saat ini. Tujuan dilakukanya pengolahan air bersih adalah untuk mendapat air bersih dengan kualitas yang sesuai standar mutu yang berlaku. Proses pengolahan air bersih terdiri dari proses fisik, kimia, dan biologi agar air baku memenuhi syarat dan dapat dipergunakan sebagai air minum.

Berdasarkan standar spesifikasi unit paket instalasi IPA oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukaan Balitbang Kementrian Pekerjaan Umum yang disusun oleh Ir.

Fitrijani Anggraini, MT. (2014), komponen paket Instalasi Pengolahan Air (IPA) dapat dilihat dari gambar 2.1 berikut.

(30)

II-8 Gambar 2.1 Unit Paket IPA

Sumber: Kementrian PUPR

Paket Instalasi Pengolahan Air terdiri atas beberapa unit pengolahan yaitu unit pengambil air baku (intake), unit koagulasi, unit flokulasi, unit sedimentasi, unit filtrasi, unit desinfeksi dan reservoir. Di Indonesia, standar dalam pengadaan unit pengolahan air mengacu pada SNI 6774:2008 tentang Tata cara perencanaan paket unit IPA.

2.6. Desain Unit Pengolahan

Secara Umum, unit-unit dalam proses pengolahan air bersih adalah intake, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi. Setiap unit memiliki kriteria desain masing-masing dalam proses perancangannya.

2.6.1. Intake

Intake merupakan bangunan pengambil air baku yang merupakan pintu masuk air permukaan menuju unit pengolahan. Di unit intake tidak dilakukan penambahan bahan kimia namun pada unit ini dilakukan screening untuk mencegah sampah-sampah berukuran besar masuk dan merusak unit pengolahan maupun sistem perpipaan. Pada intake umumnya terdapat dua tipe penyaring yaitu bar screen dan soft screen. Bar screen berfungsi sebagai penyaring untuk sampah dan/atau polutan berukuran besar. Soft screen berfungsi menyaring sampah atau kotoran yang berukuran lebih kecil yang lolos dari bar screen agar tidak merusak unit pengolahan maupun pipa pembawa air menuju unit pengolahan.

(31)

II-9 Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam perencanaan intake adalah keamanan, keandalan, biaya pengoperasian yang kecil serta pemeliharan unit intake. Pemilihan sistem intake haruslah menyesuaikan dengan kondisi aliran air, kualitas sumber air, iklim, fluktuasi debit, regulasi yang berlaku, informasi geografis dan geologis wilayah, dan ekonomi (Kawamura, 2000).

Untuk perencanaan unit intake digunakan rumus perhitungan sebagai berikut:

• Kecepatan aliran pada pintu intake (Qasim et al., 2000) 𝑉 = 𝑄

𝐴 ... (2.1) Dimana:

V = Kecepatan alir (m/s) Q = Debit aliran (m3/s) A = Luas permukaan (m2)

• Diameter pipa

D

pipa

= √

4 x A

3,14 ... (2.2)

• Volume bak pengumpul

𝑉 = 𝑡 𝑥 𝑄 ... (2.3) 𝑉 = 𝑃 𝑥 𝐿 𝑥 𝑇 ... (2.4) Dimana:

V = Volume (m3) t = Waktu detensi Q = Debit aliran (m3/s) P = Panjang (m) (3-4 x L) L = Lebar (m)

T = Tinggi/kedalaman (m) (1-1,5 m) Kriteria desain (Qasim et al., 2000):

• Kecepatan aliran pada bar screen < 0,08 m/s.

• Kecepatan aliran pada pintu intake < 0,08 m/s.

• Kecepatan aliran pada soft screen < 0,2 m/s.

(32)

II-10

• Lebar bukan bar screen 5 - 8 cm.

• Lebar bukan soft screen ± 5cm.

Gambar 2.2 Contoh bangunan intake

Sumber: Haq, 2018

2.6.2. Koagulasi

Koagulasi merupakan suatu proses pencampuran bahan kimia (koagulan) ke dalam aliran air yang kemudian diaduk secara cepat utnuk proses pemerataan campuran. Koagulasi juga dapat diartikan sebagai proses pembentukan koloid stabil menjadi koloid tidak stabil dan membentuk flok-flok dari penggabungan koloid dengan muatan yang berbeda.

Secara umum proses koagulasi berfungsi untuk mengurangi kekeruhan akibat partikel koloid anorganik maupun organik dalam air, mengurangi warna akibat adanya partikel koloid di dalam air, mengurangi bakteri-bakteri patogen dan mikroorganisme lainnya, juga menghilangkan rasa dan bau yang disebabkan adanya partikel koloid dalam air.

Dalam prosesnya, koagulasi memerlukan penambahan koagulan sebagai bahan kimia pembentuk flok. Koagulan merupakan bahan kimia yang dapat menetralkan muatan koloid dan mengikat partikel-partikel koloid tersebut sehingga membentuk gumpalan.

Koagulan yang biasa digunakan dalam pengolahan air adalah koagulan berupa garam logam antara lain alumunium sulfat (Al2(SO4)3.14,3H2O), ferri klorida (FeCl3/ FeCl3.13,1H2O/FeCl3.6H2O), ferri sulfat (Fe2(SO4)3.9H2O/Fe2(SO4)3.36,9H2O), dan ferro sulfat (FeSO4.7H2O). Selain garam logam, penggunaan polimer sintetik sebagai koagulan juga dapat menjadi pilihan lain dalam koagulasi (Hammer, 1986; Qasim et al., 2000).

(33)

II-11 Beberapa sifat dan kriteria koagulan sebagaibahan kimia yang ditambahkan ke dalam air diantaranya:

• Kation trivalen (+3)

• Bersifat non toksik (tidak beracun)

• Tidak terlarut pada batasan pH netral

Menurut Pandiangan (2018), reaksi hidrolitik bahan kimia dalam air merupakan perbedan antara koagulan berupa garam logam dengan polimer sintetik. Garam logam mengalami proses hidrolisis saat dicampurkan dengan air, sedangkan polimer sintetik tidak.

Pembentukan produk hidrolisis terjadi sangat cepat yaitu kurang dari 1 detik dan langsung teradsorb ke dalam partikel koloid yang menyebabkan destabilsasi muatan listrik pada koloid. Produk hidrolisis kemudian terpolimerisasi melalui reaksi hidrolitik.

Penambahan koagulan kedalam air kemudian diikuti dengan proses pengadukan cepat.

Hal ini untuk meratakan pencampuran koagulan dalam air. Proses pengadukan cepat dilakukan dengan menggunakan mixer (pengaduk), aerator untuk mengalirkan gelembung udara sebagai pengaduk (sistem pneumatis), ataupun dengan memanfaatkan aliran turbulensi pada air dengan hidrolis sekat atau sistem terjunan.

Gambar 2.3 Tipe pengadukan cepat

Sumber: Haq, 2018

Besarnya G pada pengadukan tipe terjunan dipengaruhi oleh tinggi terjunan. Persamaan yang digunakan untuk mennetukan nilai G adalah sebagai berikut:

𝐺 = √𝑔 𝑥 ℎ

𝑣 𝑥 𝑡𝑑 ... (2.5)

(34)

II-12 Dimana:

g = Kecepatan gravitasi (m/s2) h = Tinggi terjunan (m) td = waktu detensi (s)

v = viskositas kinematik (m2/s)

Kriteria desain unit koagulasi adalah sebagai berikut (Qasim et al., 2000):

• Gradien kecepatan, G = 100 – 1000 (detik-l).

• Waktu detensi, td = 10 detik – 5 menit.

• G x td = (30000 – 60000)

Tabel 2.2 Kriteria Perencanaan Unit Koagulasi

Unit Kriteria

Pengaduk Cepat

Tipe Hidrolis:

1. Terjunan

2. Saluran bersekat

3. Dalam pipa prainstalasi pengolahan air bersekat

Mekanis:

1. Bilah (blade), pedal (paddle) Kinstalasi pengolahan air 2. Flotasi

Waktu Pengadukan 1 – 5

Nilai G/detik >750

Sumber : SNI 6774:2008

Koagulan merupakan bahan kimia yang dapat mengikat partikel partikel dalam air sehingga membentuk ukuran yang lebih besar. Dalam pengolahan air bersih biasanya menggunakan bahan berupa alumunium sulfat atau tawas sebagai kogulan. Penggunaan tawas didasarkan pada keuntungan berupa harganya yang relatif murah dan telah digunakan secara luas sehingga tidak memerlukan pengawasan khusus (Anggraini, 2008).

Berdasarakan SNI 6774: 2008, kriteria koagulan adalah sebagai berikut:

1. Alumunim sulfat, Al2(SO4)3.I4(H2O) diturunkan dalam bentuk cair konsentrasi sebesar (5 – 20)%

(35)

II-13 2. PAC, poly alumunium chloride (Al10(OH)15Cl15) kualitas PAC ditentukan oleh kadar

alumunium oxide (Al2O3) yang terkait sebagai pac dengan kadar (10 – 11)%.

Dalam perancangannya, bak koagulan harus mampu menampung minimal selama 24 jam dan terlindung dari pengaruh luar.

2.6.3. Flokulasi

Flokulasi merupakan proses pengadukan lambat dengan adanya penambahan flokukan yang bertujuan untuk meningkatkan reaksi saling hubung antar partikel dan menggabungkan partikel-partikel padat yang telah terdestabilisasi dari proses koagulasi menjadi flok-flok yang lebih besar yang dapat diendapkan (Reynolds, 1982). Proses flokulasi dilakukan dengan pengadukan secara hidrolis atau mekanik. Proses pengadukan lambat harus diatur sehingga kecepatan pengadukan berubah semakin lambat seiring jalur aliran air. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar flok yang terbentuk tidak pecah karena telah mancapai ukuran tertentu, maka kecepatan pengadukan dan waktu detensi harus dibatasi.

Gambar 2.4 Tipe pengadukan lambat

Sumber: Haq, 2018

Flokulasi mekanis dan hidrolis memiliki beberapa jenis, yaitu:

1. Flokulasi mekanis, terbagi menjadi:

• Flokulasi dengan sumbu pengaduk vertikal berbentuk turbin

• Flokulasi dengan sumbu pengaduk horizontal berbentuk paddle

• Unit-unit lain yang telah dipatenkan seperti walking bean, floksilator, dan NU-treat

(36)

II-14 2. Flokulasi hidrolis dengan sekat (bafle chanel basins), terbagi menjadi:

• Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran horizontal

• Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran vertikal

Berdasarkan Qasim et al. (2000), perhitungan turbulensi aliran akibat kehilangan tekanan pada unit horizontal baffle chanel didasarkan pada persaman :

1. Perhitungan gradien kecepatan (G)

𝐺 = √𝑔.ℎ𝐿

𝜐.𝑡𝑑 ... (2.6) Dimana:

G = Gradien kecepatan (dtk-1) g = Perc. gravitasi (m/s2) hL = Headloss (m)

υ = Viskositas kinematik (m2/s) td = Waktu detensi (s)

2. Perhitungan kehilangan tekanan total (Htot)

Headloss tiap kompartemen dapat ditentukan dengan persamaan:

𝐻𝑙 =𝐺2 𝑥 𝜐 𝑥 𝑡𝑑

𝑔 ... (2.7) Dimana:

G = Gradien kecepatan (dtk-1) g = Perc. gravitasi (m/s2) Hl = Headloss (m)

υ = Viskositas kinematik (m2/s) td = Waktu detensi (s)

Menurut Priambodo (2016), penghubung antar kompartemen dapat berupa saluran dengan berbentuk persegi dengan panjang sisi berbeda tergantung pada headloss kompartemen. Untuk penentuan panjang sisi saluran antar kompartemen dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

(37)

II-15 S = √𝐻𝑙 𝑥 2𝑔𝑄

𝐾

... (2.8)

Dimana:

S = Panjang sisi saluran (m) Q = Debit pengolahan (m3/s) Hl = Headloss kompartemen g = Perc. gravitasi (m/s2)

K = Koefisien (1 untuk perubahan dimensi saluran; 0,16 untuk belokan) Tabel 2.3 Kriteria Perencanaan Unit Flokulasi

Kriteria Umum Flokulator Hidrolis

Flokulator mekanis

Flokulator Clarifier Sumbu Horizontal

dengan Pedal

Sumbu Vertikal dengan Bilah G (Gradient

Kecepatan) l/detik

60 (menurun) –

5 60 (menurun) – 10 70 (menurun) – 10 100 – 10

Waktu tinggal (mnt) 30 – 45 30 – 40 20 – 40 20 – 100

Tahap Flokulasi

(buah) 6 – 10 3 – 6 2 – 4 1

Pengendalian Energi Bukaan pintu /

sekat Kecepatan Putaran Kecepatan Putaran

Kecepatan Aliran Air Kecepatan Aliran

Max. (m/s) 0,9 0,9 1,8 – 2,7 1,5 – 0,5

Luas Bilah/Pedal Dibanding Luas Bak (%)

- 5 – 20 0,1 – 0,2 -

Kecepatan

Perputaran Sumbu (rpm)

- 1 – 5 8 – 25 -

Tinggi (m) 2 – 4 *

Sumber : SNI 6774:2008

*) termasuk ruang sludge blanket 2.6.4. Sedimentasi

Sedimentasi merupakan suatu proses pemisahan padatan dengan pengendapan secara gravitasi, Partikel yang dapat diendapkan merupakan partikel yang mampu mengendap dalam air seperti pasir atau kerikil halus, particulate-mater, biological-floc, dan material lain. Keberhasilan proses sedimentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran

(38)

II-16 partikel, bentuk partikel, berat jenis, viskositas cairan, konsentrasi partikel dan sifat-sifat partikel dalam suspensi (Reynolds, 1982; Kawamura, 2000).

Dalam unit pengendapan, zona pada bak sedimentasi dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu zona inlet, zona outlet, zona lumpur, dan zona pengendapan. Zona inlet dan outlet merupakan zona masuk dan keluarnya air yang akan dan telah diproses dalam bak pengendapanl, zona lumpur merupakan zona tempat endapan lumpur hasil pengendapan, zona pengendapan merupakan zona tempat terjadinya proses pengendapan partikel.

Bentuk bak pengendapan dapat dibagi 3 yaitu rectangular, circular, dan square.

Gambar 2.5 Contoh unit Sedimentasi Sumber: Haq, 2018

Rumus yang digunakan dalam perhitungan unit sedimentasi yaitu (Qasim et al., 2000):

Surface loading rate 𝑣 = 𝑄

𝐴 ... (2.9) Dimana:

v = Surface loading rate (m3/m2.hari) Q = Debit bak (m3/hari)

A = Luas permukaan bak (m2) Kecepatan alir pada tube settler 𝑉𝛼=

𝐻 sin 𝛼+

𝑤sin 𝛼 cos 𝛼 𝑤sin 𝛼 𝑥 𝑡𝑔 𝛼

𝑄⁄ ... (2.10) 𝐴

(39)

II-17 Dimana:

Vα = Kecepatan aliran (m/s) Q/A = Surface loading rate h = tinggi tube settler w = lebar tube settler α = kemiringan tube settler Lebar efektif tube settler

𝑤′ = 𝑤

sin 𝛼 ... (2.11) Dimana:

w’ = lebar efektif tube settler w = lebar tube settler α = kemiringan tube settler Jumlah tube settler pada sisi 𝑛𝑠 = 𝑆

𝑤 ... (2.12) Dimana:

ns = jumlah tube settler pada sisi (panjang atau lebar) s = panjang sisi

w’ = lebar efektif tube settler

Bilangan Reynold (NRe) dan Froude (NFr) 𝑁𝑅𝑒 = 𝑉𝛼 𝑥 𝑟

𝜐 ... (2.13) 𝑁𝐹𝑟 = 𝑉𝛼

√𝑔 𝑥 𝑟 ... (2.14) Dimana:

Vα = Kecepatan hidrolis (m/s) r = jari-jari hidrolis (m) υ = viskositas kinematis g = perc. gravitasi

(40)

II-18 Berdasarkan Priambodo (2016), dalam pengoperasiannya, bak sedimentasi dilengkapi dengan weir yang berfungsi sebagai penyalur air. Persamaan untuk menghitung dimensi weir adalah sebagai berikut:

L = Q/WRL ... (2.15) Dimana:

L = Panjang weir WLR = Weir loading rate 𝑤 = 𝑄

√𝑦𝑐2 𝑥 𝑔 ... (2.16) Dimana:

w = Lebar gutter

yc = tinggi muka air di gutter

Tabel 2.4 Kriteria Perencanaan Unit Sedimentasi

Kriteria Umum

Bak Persegi (aliran horizontal)

Bak persegi aliran vertikal (menggunakan pelat/tabung pengendapan)

Bak bundar (aliraan vertikal- radial)

Bak bundar (kontak padatan)

Calrifier

Beban permukaan (m3/m2/jam)

0,8 – 2,5 3,8 – 7,5* 1,3 – 1,9 2 – 3 0,5 – 1,5

Kedalaman (m) 3 – 6 3 – 6 3 – 5 3 – 6 0,5 – 1,0

Waktu tinggal

(jam) 1,5 – 3 0,07** 1 – 3 1 – 2 2 – 2,5

Lebar / Panjang > 1/5 - - - -

Beban pelimpah

(m3/m/jam) < 11 < 11 3,8 – 15 7 – 15 7,2 – 10 Bilangan

Reynolds < 2000 < 2000 - - < 2000

Kecepatan pada pelat/tabung pengendap (m/menit)

- Max 0,15 - - -

Bilangan

Fraude > 10-5 > 10-5 - - > 10-5

(41)

II-19 Kecepatan

vertikal (cm/menit)

- - - < 1 < 1

Sirkulasi

Lumpur - - - 3 – 5% dari

input -

Kemiringan dasar bak (tanpa scraper)

45o – 60o 45o – 60o 45o – 60o > 60o 45o – 60o Periode antar

pengurasan lumpur (jam)

12 – 24 8 – 24 12 – 24 Kontinyu 12 – 24***

Kemiringan

tube/plate 30o / 60o 30o / 60o 30o / 60o 30o / 60o 30o / 60o Sumber : SNI 6774:2008

*) luas bak yang tertutupi oleh pelat/tabung pengendap

**) waktu retensi pada pelat/tabung pengendap

***) pembuangan lumpur sebagian 2.6.5. Filtrasi

Pada pengolahan air bersih, proses filtrasi dilakukan dengan mengalirkan air hasil sedimentasi menuju media penyaring berupa pasir, kerikil, antrasit atau membran. Dilihat dari segi desain kecepatan, filtrasi dapat digolongkan menjadi saringan pasir cepat dan saringan pasir lambat.

Umumnya instalasi pengolahan air menggunakan sistem saringan pasir cepat dengan lebih dari satu media penyaring. Tujuannya karena filter dengan media ganda memiliki waktu filtrasi yang lebih lama, laju filtrasi lebih besar, kemampuan yang lebih tinggi untuk memfilter air dengan partikel suspensi tinggi.

Tabel 2.5 Kriteria Perencanaan Unit Filtrasi (saringan cepat)

Unit

Jenis Saringan Saringan Biasa (Gravitasi)

Saringan dengan Pencucian Antar Saringan

Saringan Bertekanan Jumlah bak saringan N = 12 Q 0,5 * Minimum 5 bak -

Kecepatan penyaringan

(m/jam) 6 – 11 6 – 11 12 – 33

Pencuian:

Referensi

Dokumen terkait

Proses pengolahan air asin dengan sistem reverse osmosis ini terbagi dalam 2 unit proses yaitu pengolahan pendahuluan untuk memenuhi standar kualitas air baku yang akan

Perencanaan yang akan dilakukan adalah bagaimana merencanakan instalasi pengolahan air minum untuk memenuhi kebutuhan air di Kabupaten Waropen dan Pelabuhan Wapego.. Tahapan

Pipa transmisi digunakan untuk mengalirkan air dari bak pengumpul ke bak penenang di lokasi instalasi pengolahan air minum.. Saluran pertama dihubungkan ke instalasi tahap I,

Materi perkuliahan mencakup pembahasan mengenai pengertian dan metode perencanaan bangunan pengolahan air minum; penentuan kebutuhan air dan debit air baku, analisis

Rancangan proses pengolahan air menjadi air minum disesuaikan dengan karakteristik air baku yang akan digunakan. Selain itu, perlu memperhatikan parameter yang

Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum (PBPAM) ini berdasarkan pemilihan teknologi pengolahan air minum yang sangat dipengaruhi oleh kualitas air baku yang

Proses pengolahan air asin dengan sistem reverse osmosis ini terbagi dalam 2 unit proses yaitu pengolahan pendahuluan untuk memenuhi standar kualitas air baku yang akan

Air baku yang dapat diolah dengan Unit Paket Air baku yang dapat diolah dengan Unit Paket instalasi pengolahan air harus memenuhic. instalasi pengolahan air harus memenuhi