• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Sepatu Orthotic Sebagai Alat Bantu Rehabilitasi Cidera Ringan Pada Pergelangan Kaki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Desain Sepatu Orthotic Sebagai Alat Bantu Rehabilitasi Cidera Ringan Pada Pergelangan Kaki"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Desain Sepatu Orthotic

Sebagai Alat Bantu Rehabilitasi Cedera Ringan Pada Pergelangan Kaki

Abimanyu Yogadita Restu Aji1, Jamila 2, Galuh Puspitasari3

1,2,3Teknologi Pengolahan Produk Kulit, Politeknik ATK Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia

1abimanyu@atk.ac.id, 2jamila@atk.ac.id, 3galuh@kemenperin.go.id

Abstrak— Cedera pergelangan kaki (ankle sprain) merupakan cedera yang terjadi pada pergelangan kaki yang disebabkan oleh terganggunya ligament yang menyambungkan antara tulang dan sendi. Dalam proses rehabilitasinya, dibutuhkan suatu alat untuk membantu proses pemulihan dari cedara tersebut. Penanganan pada setiap tingkatan cedera pada pergelangan kaki memiliki tahapan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan khusus pada suatu tingkatan cedera untuk membantu proses rehabilitasi.

Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dilakukan pengembangan desain alat bantu rehabilitasi berupa sepatu orthotic dari desain yang sudah ada. Salah satu hal terpenting dalam rancangan desain sepatu orthotic sebagai alat bantu rehabilitasi adalah kesesuaian pengembangan desain dengan tingkatan cedera. Kesesuaian rancangan desain sepatu orthotic dengan tingkatan cedera, merupakan salah satu cara untuk membantu proses rehabilitasi khusus pada tingkatan cedera yang dialami. Konsep sepatu dibuat dengan mengumpulkan informasi yang berkaitan dari responden dan rekomendasi dokter orthopedic mengenai batasan-batasan perlakuan untuk cedera tingkat ringan pada pergelangan kaki. Hasil dari penelitian ini adalah desain sepatu orthotic berdasarkan hasil rekomendasi dokter orthopedic yaitu komponen elastic belt dan balancer yang lebih disesuaikan dengan kondisi kaki pengguna. Lekukan dalam balancer dapat mengakomodasi pembatasan gerakan pergelangan kaki. Elastic belt dibuat lebih tinggi agar proses membebat kaki lebih maksimal, sehingga ruang bebat pada elastic belt lebih lebar dan kaki semakin minim untuk melakukan pergerakan di bagian sendi. Penambahan ketinggian dalam bagian toe spring bertujuan untuk memperlancar gerakan melangkah pada saat sepatu digunakan. Adanya perubahan pada pengembangan desain sepatu tersebut, diharapkan dapat membantu proses rehabilitasi cedera tingkat ringan pada cedera pergelangan kaki.

Kata Kunci—desain, orthotic, ankle sprain

I. PENDAHULUAN

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian yang telah ada, yang berjudul perancangan sepatu orthotic sebagai alat bantu rehablitasi cedera pergelangan kaki [1]. Penelitian itu menghasilkan perancangan desain sepatu sebagai alat bantu rehabilitasi cedera perelangan kaki yang dibuat cerdasarkan konsep perancangan desain yang telah memenuhi unsur Durability, Flexibility, Stability, Breathability dan Compression. Untuk mendukung unsur dalam perancangan desain, diperlukan juga penggunaan material yang tepat untuk menunjang proses penyembuhan dan kenyamanan pada cedera pergelangan kaki [2]. Dalam penelitian sebelumnya, memerlukan pengembangan desain lebih lanjut terkait sepatu orthotic yang ada dan perlu penyesuaian penggunaan material agar sepatu lebih awet. Pengembangan tersebut meliputi, pengembangan desain balancer pada bagian sisi dalam sepatu untuk menahan gerakan kaki agar tidak meleset dari bantalan insole saat digunakan. Selain itu diperlukan modifikasi pada bagian sisi dalam dari sepatu orthotic untuk menahan pergerakan dari kaki, untuk meminimalisir pergerakan sendi yang cedera.

Sepatu memiliki bermacam-macam jenis disesuaikan dengan peruntukannya, diantaranya terdapat sepatu casual, sepatu sport, sepatu resmi dan sepatu kesehatan. Salah satu dari sepatu kesehatan adalah sepatu orthotic. Sepatu orthotic merupakan sepatu yang diperuntukkan bagi keperluan kesehatan, khususnya bertujuan unutk memperbaiki, mengkoreksi posisi kaki, atau juga dapat merubah posisi kaki agar semaksimal mungkin berada dalam posisi normal. Sepatu orthotic merupakan sepatu modifikasi yang termasuk ke dalam sepatu untuk mengurangi masalah pada cedera kaki [3]. Ankle merupakan bagian tubuh yang pergerakan sendinya cukup luas, maka dari itu kejadian cedera dalam olahraga sangat riskan terjadi pada bagian ini [4] dan hal ini diperkuat oleh pendapat Gotlin [5] ankle memiliki struktur anatomi yang unik dengan dukungan jaringan lunak yang relatif kecil membuat sendi pergelangan kaki rentan terhadap cedera olahraga.

Tingkatan cedera pergelangan kaki dapat dibagi menjadi cedera ringan, sedang dan berat (parah). Cedera ringan biasanya hanya terjadi pada ligament talofibula anterior, yang dapat mengakibatkan retak pada sebagian tulang tertentu, cedera tingkat sedang meliputi talofibula anterior dan calcaneo fibula ligament dapat memperparah terjadinya kerusakan pada struktur ligament. Cedera tingkat berat meliputi kedua ligament seperti pada posterior talofibula ligament dan dapat menimbulkan putus urat otot yang kompleks atau kadang-kadang retak atau patah tulang [6].

(2)

Pengembangan desain sepatu orthotic penting untuk disesuaikan dengan tingkat cedera pergelangan kaki pemakainya, sebab cedera pergelangan kaki memerlukan perlakuan khusus yang berbeda-beda pada setiap tingkatannya, sehingga membutuhkan perlakuan atau pengembangan desain secara lebih spesifik yang disesuaikan dengan tingkatan cedera pada pergelangan kaki.

Penelitian ini membahas mengenai pengembangan desain pada sepatu orthotic untuk jenis cedera ringan. Tahapan penelitian ini merupakan tindak lanjut dari hasil evaluasi pada penelitian sebelumnya untuk pengembangan desain sehingga pada penelitian ini dibahas secara lebih mendalam dengan cara melakukan pengembangan desain sepatu orthotic yang dikhususkan untuk jenis cedera ringan pada pergelangan kaki. Untuk kriteria dari kesesuaian desain dengan jenis cedera ringan, dibutuhkan rekomendasi dari dokter orthopedic. Rekomendasi dari dokter tersebut yang nantinya digunakan dalam tahap kreatif untuk membuat desain sepatu orthotic untuk cedera ringan yaitu meliputi alternatif desain dan batasan desain.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi usulan terkait pengembangan desain sepatu orthotic yang dapat digunakan bagi para penderita cedera pergelangan kaki (ankle sprain) untuk kategori ringan. Pengembangan desain yang dilakukan tetap memperhatikan unsur-unsur pada penelitian yang sebelumnya dan rekomendasi dari dokter terkait yang ditujukan untuk cedera ringan pada pergelangan kaki.

II. METODE PENELITIAN A. Penelitian yang Relevan

Data yang dikumpulkan adalah data hasil perancangan desain sepatu orthotic dari penelitian sebelumnya [1]. Identifikasi dilakukan pada rancangan desain sepatu orthotic sebagai dasar acuan pengembangan desain yang dilakukan. Identifikasi dilakukan pada bagian sisi dalam (inside) dari sepatu orthotic, hal ini didasari dari rekomendasi dokter dari penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa perlu pengembangan desain pada bagain sisi dalam untuk menahan pergerakan dari kaki. Pengembangan desain dilakukan dengan memodifikasi pada bagian balancer ataupun pada bagian belt sebagai tumpuan sepatu untuk membebat kaki agar meminimalisir pergerakan dari sendi pergelangan kaki. Selain itu dilakukan wawancara dengan dokter orthopedi sehingga didapatkan data mengenai kebutuhan sepatu orthotic yang dikhususkan pada cedera tingkat ringan. Rekomendasi dari dokter diharapkan dapat disesuaikan dengan perlakuan medis yang diperlukan untuk penanganan cedera pergelangan kaki berdasarkan hasil prototype yang dihasilkan pada penelitian sebelumnya.

B. Metode Penelitian

Pendekatan Desain Sepatu Ortotic ini menggunakan proses kreatif Design Thinking. Design Thinking terdiri dari empathize, define, ideate, prototype, dan test (Christian Mueller-Roterberg, 2018 dalam Hendriyana, 2021, hlm. 194-197) [5]. Tahapan dalam Design Thinking dijabarkan sebagai berikut:

1. Emphatize, Tahap awal untuk mendapatkan pemahaman empati, terhadap permasalahan sepatu orthotic. Dalam menggali permasalahan ini melibatkan ahli untuk menggali data yang berkaitan, dalam hal ini dokter orthopedi. Pada tahap ini, peneliti mencari mitra yang memiliki pandangan yang bersinergi dengan objek yang mempunyai permasalahan serta memiliki potensi terhadap nilai tambah, kemudian menganalisis dari objek user serta unsur – unsur yang berkaitan dengan sepatu orthotic.

Untuk mengidentifikasi permasalahan dapat dilakukan melalui proses empati, observasi, wawancara, studi literature dan tipologi terhadap objek-objek sejenis yang ada sebelumnya.

2. Define, tahap ini melakukan pengumpulan informasi yang telah dibuat dan dikumpulkan selama tahap emphatize. Tahap define melakukan analisis pengamatan dan mensistesisnya untuk menentukan masalah inti yang telah diidentifikasi dengan membuat:

a. Analisis kebutuhan user sepatu orthotic, serta gambaran solusi dan inovasi yang akan dikerjakan.

b. Design Framework, merangkum dan merumuskan kesimpulan hasil analisis awal

c. Problem statement menghasilkan rumusan pekerjaan untuk menyelesaiakan permasalahan desain, khususnya yang berkaitan dengan aspek, fungsi, ergonomi, user, aesthetic dan innovation.

3. Ideate, pada tahap ini brainstorming dengan mind mapping yang detail, reliable dan jelas menghasilkan : a. Konsep desain yang mendasari semua implementasi desain.

b. Pemberkasan transformasi desain yaitu dari bentuk data kedalam bentuk visual/ implementasi bentuk.

(3)

4. Prototype, implementasi model 3D dan gambar kerja sehingga menghasilkan keputusan desaian dan presentasi desain final yang dapat dipahami semua pihak yang berkaitan

5. Test, pelaksanaan tes prototype untuk mendapatkan feedback dari orang lain ( dokter orthopedic, user, konsultan desain ataupun mitra)

Tahapan keseluruhan dari proses penelitian seperti pada gambar 1 [4].

Gambar 1. Skema Design Thinking

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Cedera pergelangan kaki dengan jenis cedera inverse (lateral) terjadi karena kaki melakukan gerakan membelok secara tiba-tiba. Keseleo pada pergelangan kaki jenis lateral ligament (bagian luar) berakibat pada rusaknya ligament pergelangan kaki bagian luar. Pengembangan desain sepatu orthotic ini didasari dari rekomendasi dokter pada penelitian sebelumnya yang berpendapat masih diperlukan pengembangan desain dari sepatu yang ada untuk memaksimalkan fungsi dari sepatu orthotic sekaligus dapat meningkatkan kenyamanan dari pengguna sepatu tersebut. Desain sepatu orthotic pada penelitian sebelumnya, terdapat poin penting yang menjadi fokus dari pengembangan desain yang dilakukan. Poin tersebut adalah memaksimalkan balancer dan strap/belt pada sepatu orthotic dan pengembangan desain komponen sepatu untuk meningkatkan daya cengkram pada kaki.

Analisa terhadap rancangan desain yang sudah ada pada penelitian sebelumnya merupakan langkah awal dalam penelitian ini. Hal ini berkaitan dengan fungsi dari sepatu orthotic yang digunakan sebagai alat bantu pada proses rehabilitasi, sehingga untuk menganalisa hal itu dibutuhkan pendapat dari dokter orthopedic di salah satu Rumah Sakit Negeri di Yogyakarta untuk mendapatkan rekomendasi terkait desain yang sudah ada. Rekomendasi dari dokter tersebut disesuaikan dengan perlakuan medis yang dibutuhkan untuk penanganan cedera pergelangan kaki. Setelah dilakukan analisa, dokter memberikan beberapa rekomendasi terkait desain sepatu pada penelitian sebelumnya. Identifikasi dari desain awal sepatu orthotic dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Rancangan sepatu othotic pada penelitian sebelumnya Sumber: Shova HV, 2017

Berdasarkan gambar 2, didapat beberapa rekomendasi dari dokter untuk dilakukan pengembangan desain. Rekomendasi yang pertama adalah desain dari balancer, pengembangan komponen balancer adalah untuk menyesuaikan dengan posisi dari pergelangan kaki. Balancer pada desain sepatu orthotic dalam penelitian sebelumnya dinilai sedikit terlalu besar jika dilihat posisinya dengan pergelangan kaki. Pengembangan desain balancer hendaknya terdapat lekukan untuk menyesuaikan dengan mata

(4)

kaki dari pengguna, sehingga dengan adanya lekukan tersebut, proses untuk menahan pergelangan kaki dapat terjadi secara maksimal. Hal itu disebabkan karena lekukan yang dibuat tadi secara otomatis dapat mencengkram mata kaki pada pergelangan kaki. Pengunaan bahan dalam komponen balancer juga harus memenuhi beberapa kriteria penting. Kriteria tersebut berdasarkan kegunaan dari balancer yang berfungsi untuk menjaga kaki agar tetap pada posisi yang seharusnya dan membatasi dari pergerakan sendi yang berlebih. Komponen balancer membutuhkan bahan dengan sifat material berupa nyaman, stabil, tidak berubah bentuk dan ringan. Pengembangan dari komponen balancer tetap memperhatikan karakter sifat material karena bagian balancer langsung berhubungan dengan kaki, selain dituntut dari segi fungsi perlu diperhatikan kenyamanan pada saat sepatu digunakan.

Gambar 3. Rancangan pengembangan pada bagian balancer

Rekomendasi untuk pengembangan selanjutnya yaitu pada komponen belt/strap. Pada komponen belt/strap ini perlu dilakukan pengembangan yaitu menaikkan batasan atas untuk penempelan belt pada kaki. Komponen belt/strap mengunakan elastic atau dapat juga disebut elastic belt/strap. Komponen ini bertujuan untuk membebat kaki agar posisi kaki tetap stabil dan mencegah kemuluran ligament. Berikut rancangan elastic belt pada gambar 4 [1]

Gambar 4. Rancangan elatic belt

Prinsip penggunaan elastic belt ini adalah dengan memberikan tarikan yang berlawanan dengan arah cedera yang diderita.

Dengan adanya tarikan yang berlawanan pada kaki, maka dapat menjaga posisi kaki agar tidak bergerak secara berlebihan selama masa penyembuhan. Prinsip membebat kaki ini juga merupakan salah satu metode dalam penanganan cedera pergelangan kaki.

Salah satu metode penanganan cedera pada pergelangan kaki adalah compression. Metode ini diterapkan pada komponen elastic belt dengan cara mengikat kaki dengan arah yang berlawanan dan ditahan pada posisi di atas pergelangan kaki. Penambahan batas atas pada penempelan elastic belt bertujuan untuk memperluas ruang tempel dari elastic belt. Adanya penambahan batas ketinggian tersebut, maka penempelan elastic belt menjadi lebih maksimal membebat pergelangan kaki yang sedang cedera. Rekomendasi yang ketiga adalah penambahan tinggi pada bagian toe spring. Toe spring adalah lengking bagian ujung dari sepatu, bagian ini berfungsi untuk mengakomodasi rotasi gerak berjalan manusia sehingga gerak kaki menjadi lebih lancar. Adanya toe spring yang lebih tinggi kemungkinan kaki untuk tersandung menjadi lebih kecil. Hal ini sesuai dengan prinsip gait cycle pada bidang orthopedic maupun ergonomic.

(5)

Gambar 5.Gait cycle

Sumber: http://fisioterapi-lydaaswita.blogspot.com/2017/02/gait-analysis.html

Usulan terhadap rancangan desain sepatu orthotic pada penelitian sebelumnya tersebut penulis jadikan batasan desain dalam pengembangan sepatu orthotic. Pengembangan yang dilakukan dalam desain sepatu orthotic secara keseluruhan meliputi, pengembangan bagian balancer untuk dilakukan penyesuaian pada lengkungan kaki, penyesuaian elastic belt, dan penambahan ketinggian pada bagian toe spring untuk menunjang rotasi gerak berjalan dari pengguna. Usulan yang diberikan ada tersebut dijadikan batasan pengembangan desain. Batasan pengembangan desain adalah fokus pengembangan desain yang akan dilakukan.

Adapun batasan penelitian adalah pengembangan komponen balancer dan elastic belt. Tahapan penelitian selanjutnya adalah membuat alternatif sketsa yang sesuai dengan batasan desain yang telah ditentukan dan menghasilkan beberapa alternatif desain.

Gambar 6. Alternatif pengembangan desain untuk sepatu orthotic

Dari alternatif pengembangan desain yang ada kemudian dipilih lagi berdasarkan batasan-batasan yang telah ditentukan.

Setelah muncul desain terpilih kemudian dibuat finalisasi bentuk sesuai batasan desain dan ditambah kriteria-kriteria dalam pembuatan sepatu orthotic seperti breathablility, stability, dan flexibility. Kriteria breathability adalah kriteria dalam pembuatan sepatu yang bertujuan untuk memberikan sepatu dengan tingkat sirkulasi udara yang baik, sehingga sepatu yang dihasilkan dapat memberikan kenyamanan dengan mengeluarkan udara lembab di sepatu. Breathability menjadikan sepatu tidak mudah bau dan tidak lembab. Kriteria stability adalah suatu kriteria untuk menjadikan rancangan sepatu yang diinginkan menjadi stabil. Maksud dari stabil dalam kriteria ini adalah sepatu saat digunakan tidak mudah berubah bentuk, stabil dan mampu menjaga kaki yang cedera dari pergerakan yang berlebihan, sehingga dapat membantu proses penyembuhan pada cedera. Kriteria yang terakhir adalah flexibility. Flexibility adalah kelenturan pada sepatu untuk mengikuti gerakan dari langkah pengguna. Sepatu yang dihasilkan merupakan sepatu yang lentur yang dapat menyesuaikan dengan gerakan dari kaki saat digunakan untuk melangkah.

Gambar 7. Final sket

(6)

Setelah penentuan desain dan kriteria yang dibutuhkan dalam pengembangan sepatu orthotic, tahapan selanjutnya adalah penentuan bahan/material yang digunakan dalam pembuatan sepatu orthotic. Bagian upper (atasan) sepatu orthotic memiliki komponen yang penting yaitu balancer dan belt. Dari kedua komponen tersebut didapatkan rekomendasi terkait sifat material yang harus dimiliki pada masing-masing komponen tersebut seperti pada tabel 1 [2].

TABEL I. SIFAT MATERIAL YANG DIREKOMENDASIKAN PADA SEPATU ORTHOTIC

No Komponen Fungsi Sifat material yang direkomendasikan

1 Balancer Balancer adalah bagian lateral yang berfungsi untuk menjaga kaki agar tetap pada posisi yang seharusnya dan membatasi pergerakan kaki yang berlebih. Pembatasan gerakan kaki akan mempercepat proses penyembuhan cedera pergelangan kaki.

Sifat yang stabil/tidak berubah bentuk, kuat, nyaman dan ringan

2 Belt Membebat area pinggang kaki agar kaki tetap pada posisi stabil dan mencegah kemuluran ligamen.

Elastis, kuat, nyaman, ringan (7-100 gram) dan tipis (1-2 mm)

Selanjutnya dilakukan proses pembuatan prototype dengan material meliputi komponen quarter dan wing vamp menggunakan bahan material mesh dan kulit [9]. Alasan penggunaan bahan material ini adalah sebagai evaluasi dari bahan material pada penelitian yang sebelumnya. Penggunaan bahan mesh yang lebih lembut bertujuan untuk lebih memberikan kenyamanan pada kaki pengguna dan untuk memperlancar sirkulasi udara. Sedangkan penggunaan bahan material kulit pada bagian vamp wing yang bertujuan untuk lebih memberikan kekuatan pada sepatu, sehingga dapat melindungi kaki secara lebih baik. Bahan material yang digunakan pada elastic belt menggunakan jenis material yang sama dengan penelitian sebelumnya tetapi pada pengembangan sepatu orthotic ini elastis belt yang digunakan lebih kecil.

Pengembangan yang dilakukan pada sepatu orthotic tetap memperhatikan kriteria-kriteria khusus pada penelitian sebelumnya yaitu kriteria breathability, flexibility, dan stability. Breathability adalah kemampuan sepatu dalam memberikan sirkulasi udara yang baik pada kaki. Penelitian ini menggunakan bahan mesh, kulit dan kulit sintesis untuk bagian atasan sepatu.

Penggunaan mesh sebagai bahan material pokok pada sepatu berfungsi untuk membantu proses sirkulasi udara, sehingg sepatu tidak mudah bau dan tidak panas saat digunakan. Flexibility berhubungan dengan kelenturan sepatu saat digunakan. Pemilihan out sole dengan menggunakan out sole jadi merupakan salah satu cara untuk membuat sepatu orthotic menjadi lebih lentur saat digunakan untuk melangkah. Desain dari toe spring yang lebih tinggi juga mendukung kriteria flexibility, karena berhubungan langsung dengan gerak kaki. Stability merupakan kriteria yang menunjukkan bahwa sepatu saat digunakan tidak mudah berubah bentuk, stabil dan mampu menjaga kaki yang cedera dari pergerakan yang berlebihan, sehingga dapat membantu proses penyembuhan pada cedera.

Selain itu, sepatu saat digunakan tidak mudah selip, sehingga saat digunakan untuk melangkah dapat menapak secara maksimal pada permukaan tanah.

Gambar 8. Prototype

Selain prototype sepatu yang dihasilkan, sepatu juga sudah diujicobakan pada seorang pengguna dengan kondisi kaki normal (atau tidak ada cedera). Uji coba produk dilakukan selama 12 hari dengan jam pemakaian kurang lebih 3-4 jam pemakaian perharinya. Pengguna tetap diminta untuk tetap beraktivitas sehari-hari secara normal dengan menggunakan sepatu orthotic.

(7)

Gambar 9. Penggunaan sepatu untuk kegiatan sehari-hari pada kaki normal

Hasil uji coba pada pengguna dengan kondisi kaki normal untuk melihat kenyamanan dan kekuatan dari sepatu orthotic yang digunakan dengan hasil seperti pada tabel 2. Sedangkan untuk melihat perubahan yang terjadi pada komponen balancer dan belt setelah sepatu digunakan dengan hasil seperti pada tabel 3.

TABEL II. HASIL UJI COBA SEPATU ORTHOTIC PADA PENGGUNA

Hari ke- Yang dirasakan oleh pengguna

2 Pamakaian terasa aneh, baru pertama kali menggunakan sepatu orthotic, elastic belt kencang namun masih terasa nyaman digunakan, balancer terasa empuk dan dapat mengikat mata kaki

4 Elastic belt masih terasa kuat, bagian balancer nyaman, bagian tatakan terasa lengket jika kaki berkeringat 6 Elastic belt masih terasa kuat, bagian balancer nyaman, bagian tatakan terasa lengket jika kaki berkeringat 8 Bagian yang menonjol pada lengkung arch kaki terasa lebih kempes dari sebelumnya

10 Elastic belt masih nyaman dan kuat, balancer terasa nyaman, bagian out sole sebelah kiri membuka sedikit 12 Bagian tatakan agak kempes jika dibandingkan dari sebelumnya

TABEL III. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SEPATU ORTHOTIC PADA HARI PEMAKAIAN

Hari ke- Perubahan pada sepatu

2 Tidak terjadi perubahan bentuk, baik ukuran dan lebar pada elastic belt dan balancer 4 Tidak terjadi perubahan bentuk, baik ukuran dan lebar pada elastic belt dan balancer 6 Tidak terjadi perubahan bentuk, baik ukuran dan lebar pada elastic belt dan balancer

8 Tidak terjadi perubahan bentuk, baik ukuran dan lebar pada elastic belt dan balancer, bagian arch kempes pada bagian bawah

10 Tidak terjadi perubahan bentuk, baik ukuran dan lebar pada elastic belt dan balancer , komponen out sole sebelah kiri sedikit terbuka pada bagian atas

12 Tidak terjadi perubahan bentuk, baik ukuran dan lebar pada elastic belt dan balancer, bagian tatakan kempes sebanyak 2 mm dari batas tinggi out sole

Terdapat beberapa perubahan secara visual hanya terjadi pada bagian out sole, sock lining dan bagian arch sock lining.

Perubahan tersebut terjadi secara bervariasi. Pada bagian arch sock lining dan sock lining perubahan yang terjadi berupa turunnya permukaan sejauh 2mm jika dibandingkan dengan ukuran semula. Hal tersebut terjadi berkaitan dengan bahan material yang digunakan untuk sock lining. Bahan yang digunakan untuk membuat sock lining adalah spon ati. Selain itu, kempesnya permukaan sock lining juga dipengaruhi beban pengguna dan lama pemakaian dari pengguna. Beberapa faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap daya tahan suatu komponen khususnya pada bagian sock lining yang menopang langsung beban pengguna. Sedangkan perubahan yang terjadi pada out sole diduga disebabkan karena marking yang kurang sempurna. Pada proses pembuatan sepatu, saat proses marking tidak dilakukan press atau tekanan pada out sole, sehingga saat pemasangan upper dengan bottom dengan menggunakan mesin press, terdapat perbedaan tekanan yang mengakibatkan marking menjadi lebih naik daripada yang sebelumnya.

(8)

Hal tersebut menyebabkan permukaan pada bagian atas tepi dari out sole kurang mendapat lem secara merata pada kedua permukaan. Lem hanya menempel pada salah satu permukaan saja. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya out sole yang membuka pada sepatu yang digunakan. Terbukanya bagian out sole hanya terjadi pada bagian tepi, sedangkan pada bagian sebelah dalam out sole tetap merekat dengan baik. Perubahan secara visual yang terjadi pada sepatu seperti pada tabel 4 berikut.

TABEL IV. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SEPATU ORTHOTIC

No Nama

Komponen

Gambar Komponen

Perubahan

Keterangan Bentuk Ukuran

1 Sock lining

-

Terjadi penurunan permukaan sebanyak 2mm pada batas atas sock lining

2 Out sole

-

Out sole pada bagian tepi atas sedikit terlepas karena lem kurang merata.

3 Arch sock

lining Lengkung bagian arch sedikit kempes, mengalami penyusutan kira-kira 2mm

4 Elastic belt - - Elastic belt secara bentuk dan ukuran tidak mengalami perubahan, namum

kekuatan mulur sedikit berkurang.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pengembangan desain sepatu orthotic sebagai alat bantu rehabilitasi cedera ringan pada pergelangan kaki ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil rekomendasi dokter orthopedic berdasarkan desain sepatu sebelumnya yaitu komponen elastic belt dan balancer yang lebih disesuaikan dengan kondisi kaki pengguna. Lekukan dalam balancer dapat mengakomodasi pembatasan gerakan pergelangan kaki. Elastic belt dibuat lebih tinggi agar proses membebat kaki lebih maksimal, sehingga ruang bebat pada elastic belt lebih lebar dan kaki semakin minim untuk melakukan pergerakan di bagian sendi. Penambahan ketinggian dalam bagian toe spring bertujuan untuk memperlancar gerakan melangkah pada saat sepatu digunakan.

2. Hasil rekomendasi dokter terhadap rancangan desain sepatu pada penelitian sebelumnya menjadi acuan batasan desain pengembangan yang dilakukan.

3. Hasil dari pengembangan desain sepatu orthotic mampu untuk tetap menjaga gerak kaki tetap stabil.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Politeknik ATK Yogyakarta yang telah mendukung dan membiayai pelaksanaan penelitian ini melalui program bantuan penelitian dosen yang diselenggarakan oleh Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Politeknik ATK Yogyakarta tahun 2019.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Shofa, HV, “Perancangan sepatu orthotic sebagai alat bantu rehabilitasi cedera pergelangan kaki (ankle sprain)”. Tugas Akhir; Politeknik ATK Yogyakarta.

2017.

[2] Jamila, Aji. AYR, dan Shofa.HV, “Pemilihan Material Pada Sepatu Orthotic Menggunakan Analytical Hierarchy Process”. 1st Conference on Industrial Engineering and Halal Industries (CIEHIS). UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2019

[3] Luximon, A. “Handbook of footwear design and manufacture”. The Textile Institute and Woodhead Publishing. UK. 2013.

[4] Clifford D. Stark, Elizabeth Shimer. “Living with Sports Injuries”. Pa.Maple-Vail Book Manufacturing Group. New York. 2010.

[5] Robert S. Gotlin, DO. “Sport injuries guidebook”. United States of America: Human Kinetics, inc. 2008.

[6] Paul M. Taylor. “Mencegah dan mengatasi cedera olahraga (Jamal Khabib, Terjemahan)”. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2002.

[7] Hendriyana, Husen. “Metodologi Penelitian Penciptaan Karya. Edisi Revisi Practice led research and Practice based research Seni”, Kriya, Desain. Yogyakarta:

Andi. 2021

[8] Christian, Mueller-Roterberg. “Handbook of Design Thinking”, Research Gate. 2018

[9] Wiryodiningrat, S. Pengetahuan Bahan untuk Membuat Sepatu/Alas Kaki. Yogyakarta. Citra Media. 2008

Referensi

Dokumen terkait

Mata pelajaran Bahasa dalam Pendidikan Awal Kanak-Kanak ini disediakan untuk membolehkan pelajar mengetahui tentang perkembangan bahasa kanak- kanak prasekolah yang meliputi teori

(Mbecek itu kalau pemahaman saya kumpulan, kesadaran, sumbangan, bantuan. Asal mula ada mbecek di sini apa tidak dari Jawa di bawa kesini mbak, itu kan adat nya

Perlindungan yang diberikan oleh negara adalah Merek tersebut tidak dapat digunakan oleh pihak lain tanpa izin dari pemilik Merek.. Dengan memiliki sertifikat hak atas

rice krispi, dan brondong beras. Penelitian pendahuluan menunjukkan snack bar dengan penambahan putih telur 20% adalah yang paling disukai panelis sehingga digunakan sebagai

Syukur alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

Jika pada saat itu terdapat inti kondensasi, yaitu partikel-partikel halus yang jumlahnya sangat banyak dan proses penyerapan uap air berlangsung terus, pada

[r]

Studi kelayakan proyek sebagai satu matakuliah atau bidang kajian, merupakan perpaduan dari berbagai matakuliah yang lain seperti: metode penelitian, aspek hukum dalam bisnis,