• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KADAR FUNGSI HATI PADA PENDERITA DM TIPE 2 DAN NON-DM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBEDAAN KADAR FUNGSI HATI PADA PENDERITA DM TIPE 2 DAN NON-DM"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KADAR FUNGSI HATI PADA PENDERITA DM TIPE 2 DAN NON-DM

TESIS

SORAYA MASYITHAH NIM.117111007

PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2015

(2)

PERBEDAAN KADAR FUNGSI HATI PADA PENDERITA DM TIPE 2 DAN NON-DM

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Patologi Klinik/M.Ked (Clin.Path) Pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

SORAYA MASYITHAH NIM.117111007

PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2015

(3)

Judul penelitian : Perbedaan Kadar Fungsi Hati Pada Penderita DM Tipe 2 Dan Non-DM

Nama Mahasiswa : dr. Soraya Masyithah Nomor Induk Mahasiswa : 117111007

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Patologi Klinik

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Prof.dr. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN,KGEH Pembimbing I

DR.dr. Dharma Lindarto, SpPD, KEMD Pembimbing II

Disahkan oleh

Ketua Departemen Patologi Klinik Ketua Program Studi Departemen FK-USU/RSUP H.Adam Malik Patologi Klinik FK-USU/RSUP Medan H.Adam Malik Medan

Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH Prof.DR.dr.Ratna Akbari Ganie,SpPK-KH NIP. 19491011 1979 01 1 001 NIP. 19480711 1979 03 2 001

(4)

...

...

...

...

...

...

Telah diuji pada

Tanggal : 15 Oktober 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH Anggota : 1. Prof.DR.dr.Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH

2. Prof.dr.Burhanuddin Nasution, SpPK-KN,KGEH 3. DR.dr. Dharma Lindarto, SpPD, KEMD

4. Prof.dr.Herman Hariman, Ph.D, SpPK-KH 5. dr.Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin-Path), SpPK-K

Tanggal Lulus : 15 Oktober 2015

(5)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta atas ridha-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis saya yang berjudul : “Perbedaan Kadar Fungsi Hati Pada Penderita DM Tipe 2 Dan Non-DM” sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan magister di bidang Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Selama saya mengikuti pendidikan sampai saat ini, saya telah banyak menerima bimbingan, petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk semua itu, izinkan saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih saya yang tidak terhingga kepada:

Yth. Prof. dr. Adi Koesoema Aman, SpPK(KH), sebagai Ketua Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam pendidikan dan proses penyusunan sampai selesainya tesis ini. Saya mengucapkan terimakasih, kiranya Allah SWT membalas semua kebaikannya.

Yth. Prof. Dr. dr.Ratna Akbari Ganie, SpPK(KH), sebagai Kepala Program Studi Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah bimbingan, arahan dan dorongan dalam pendidikan dan proses penyelesaian tesis ini.

(6)

Yth. Prof. Dr. Burhanuddin Nasution SpPK-KN sebagai pembimbing pertama saya yang telah banyak membantu dan memudahkan saya dalam menyelesaikan pembuatan tesis saya ini

Yth. Dr. dr. Dharma Lindarto, SpPD, KEMD , sebagai pembimbing kedua saya, atas bimbingan dan arahan dalam pendidikan dan penyelesaian tesis ini.

Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada beliau yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, bantuan dan dorongan dalam pendidikan, semoga Allah membalas semua kebaikannya.

Yth, seluruh guru-guru saya, , Prof. dr. Herman Hariman, PhD, SpPK(K), Dr. Zulfikar Lubis SpPK-K, Dr. Ricke Loesnihari, Mked (ClinPath), SpPK(K), Dr. Ozar Sanuddin SpPK-K, Dr. Nelly Elfrida Samosir SpPK, dr. Malayana Rahmita Nst, M.Ked (ClinPath), SpPK, dr. Nindia Sugih Arto, M.Ked (ClinPath), SpPK dan dr. Ranti Permatasari, SpPK yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, arahan dan dukungan selama saya mengikuti pendidikan dan hingga selesainya tesis ini.

Seluruh teman-teman sejawat Pendidikan Magister Bidang Patologi Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, para analis, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama saya menjalani pendidikan dan proses penyelesaian tesis ini.

Terima kasih setulus-tulusnya kepada kedua orang tua saya ayahanda saya tercinta Drs. H. Sofjan AR, M. Kes dan ibunda saya terkasih Hj. Sjukriah Mard, atas cinta, pengorbanan dan kesabaran mereka yang telah membesarkan,

(7)

mendidik, mendorong dan memberikan bantuan serta selalu tanpa bosan-bosannya mendoakan saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan sampai saat ini.

Terima kasih kepada Ibu mertua saya Ibu Aisyah yang telah memberikan bantuan dan pengertian selama saya menyelesaikan pendidikan ini.

Terimakasih dan penghormatan yang tinggi kepada suamiku Khairul Anwar, SE.Ak yang telah mendampingi dengan penuh pengertian, kesetiaan, kesabaran, dan pengorbanan yang telah diberikan, semoga apa yang diraih bermanfaat menambah ridho Allah SWT, kebaikan dan kebahagiaan keluarga dunia dan akhirat. Demikian juga kepada tiga malaikat kecilku Muhammad Fasha Gadeng, Khairan Razak Sufi dan Yusran Giyatsha, kepada Allah SWT mama mohon ampun dan mama mohon maaf kepada anak-anak mama karena telah banyak kehilangan perhatian dan kasih sayang selama mama menjalani pendidikan.

Kepada saudara-saudara saya yang tercinta: Nora Esa Sofjan.SE, Vazlon Muda.SH, Maulana Akbar.ST, dan Iqbal Mukmin serta Abang ipar Muhammad Zein.SE , Kakak ipar Farida Ariati.SH dan adik-adik ipar Rahmi Darwis.SH, Shadiqul Akmal, Sylviana Ali dan Maysarah saya ucapkan terima kasih atas doa dan segala dukungan yang kalian berikan. Semoga Allah SWT selalu menyertai mereka.

Kepada sahabat-sahabat saya, teman seiring perjalanan Kurnia Sari Dewi, Imee Surbakti, Selastri Agnes, Naomi Dwipayana, Edisyah Raskita, Andy Arfan terima kasih banyak untuk kebersamaan, pengertian, bantuan, kisah dan inspirasi. Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka.

(8)

Dan terima kasih kepada Hafidah Anum yang telah membantu, mendampingi, memberikan bantuan yang besar selama saya menjalani dan menyelesaikan penddidikan ini.

Akhir kata, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semoga Allah Yang Maha Pengasih senantiasa melimpahkan Rahmat dan BerkatNya kepada kita semua.

Medan, Oktober 2015 Penulis

dr. Soraya Masyithah

(9)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Tesis………

Lembar Penetapan Panitia Penguji……….

Kata Pengantar ………

Daftar isi ...

Daftar tabel ...

Daftar gambar...

Daftar Singkatan ……….…...…..

Daftar Lampiran ………

Abstrak ……….

BAB I. PENDAHULUAN………...

1.1. Latar Belakang ...

1.2. Perumusan Masalah………...……...

1.3. Hipotesa Penelitian ………...

1.4. Tujuan Penelitian ...

1.4.1. Tujuan Umum ……...………..

1.4.2. Tujuan Khusus ……….

1.5. Manfaat Penelitian ………...

1.6. Ruang lingkup penelitian ...

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN………....

2.1. Diabetes Melitus ………...

2.1.1. Definisi………...

2.1.2. Klasifikasi………...

2.1.3. Epidemiologi ………...

2.1.4. Gambaran Klinis………...

2.1.5. Patofisiologi………...

2.1.6. Komplikasi ………...……

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis ………...…….

2.2. Diabetes Melitus dan Pemeriksaan Fungsi Hati ...

2.2.1. Teori Dibalik Peningkatan Hasil Tes Fungsi Hati pada

i ii iii vii

x xi xii xiii xiv

1 1 5 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 7 8 8 12 13 14

(10)

Pasien Diabetes ………...……. 15

2.2.2. Peningkatan Fungsi Hati dan Progresifitas Diabetes Melitus...16

2.2.3. Insidensi Peningkatan Nilai Tes Fungsi Hati pada Diabetes...17

2.2.4. Hubungan Overweight, Obesitas dan DM tipe 2 ……….. 20

2.2.5. Nonalcoholic Fatty Liver Disease ………...……..21 2.2.5. NAFLD pada Pasien Nondiabetes ………...……

2.2.6. Hepatitis C dan Diabetes Melitus Tipe 2 ………...…..

2.3. Kerangka Konseptual ……...

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ...

3.1. Desain penelitian ...

3.2. Waktu Dan Tempat Penelitian...

3.3. Populasi Penelitian ………...

3.4. Sampel Penelitian………...

3.4.1. Cara Pengambilan Sampel Penelitian………...…

3.4.2. Besaran Sampel ………...……

3.5. Kriteria Penelitian...

3.5.1. Kriteria Inklusi ………...…

3.5.2. Kriteria Eksklusi ………...….

3.6. Identifikasi Variabel …...

3.6.1. Variabel Bebas ………...

3.6.2. Variabel Terikat ………...

3.7. Defenisi Operasional ………...

3.8. Pengolahan dan Pemeriksaan Sampel ...

3.8.1. Pengambilan Sampel Darah ………...…….

3.8.2. Pengolahan Sampel ………...……..

3.8.3. Pemeriksaan Laboratorium ………...…..

3.8.3.1. Pemeriksaan Kadar Gula Darah ………...…

3.8.3.2. Pemeriksaan AST, ALT, ALP, GGT ……...………..

3.9. Pemantapan Kualitas ……...

3.10. Hasil Pemantapan Kualitas………...……….

3.10.1. Kalibrasi Pemantapan Kualitas Laboratorium…………...

22 23 24

25 25 25 25 25 25 25 26 26 26 26 26 27 27 27 27 27 28 28 28 29 30 30

(11)

3.10.2. Pemantapan Kualitas Pemeriksaan AST,ALT,ALP,GGT

dan KGDP………...………30

3.11. Ethical Clearance dan Informed Consent………...…32

3.12. Rencana Pengolahan dan Analisa Data ………...33

3. 13. Kerangka Kerja………...…..34

BAB 4. HASIL PENELITIAN………... BAB 5. PEMBAHASAN………...38

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN………...41

DAFTAR PUSTAKA ...42

LAMPIRAN………...…46 35

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai laboratorium pada KAD dan HHS

Tabel 2. Klasifikasi IMT untuk ASIA Dewasa Menurut WHO dalam The Asia Pasific Perspective, 2000

Tabel 2. Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar AST Tabel 3. Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar ALT Tabel 4. Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar ALP Tabel 5. Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar GGT Tabel 6. Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar KGDP

Tabel 4.1 Data karakteristik berdasarkan Jenis Kelamin, Umur dan Durasi

Tabel 4.2 Data karakteristik berdasarkan pengukuran IMT dan hasil laboratorium Tabel 4.3 Hubungan Durasi DM tipe 2 dan IMT dengan Kadar Fungsi Hati

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Prevalensi DM di Indonesia.

Gambar 2. Merupakan gambaran skematik perjalanan alamiah DM tipe 1.

Gambar 3. Perubahan metabolik yang terjadi selama perjalanan DM tipe 2.

Gambar 4. Hasil kalibrasi pada pemeriksaan KGD puasa dan fungsi hati.

(14)

DAFTAR SINGKATAN

ALT = Alanine Aminotransferase AST = Aspartate Aminotransferase ALP = Alkaline Phosphatase DM = Diabetes mellitus

GGT = Gamma Glutamyl Transpeptidase WHO = World helath Organization/WHO NAFLD = Nonalcoholic fatty liver disease NASH = Non-alcoholic steatohepatitis BMI = Body mass index

IFCC = International Federation Clinical Chemistry KGDP = Kadar Gula Darah Puasa

IMT = Index Massa Tubuh

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan

Lampiran 2 Formulir Persetujuan

Lampiran 3 Status Pasien

Lampiran 4 Ethical Clearence

Lampiran 5 Data Penelitian

Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup

(16)

PERBEDAAN KADAR FUNGSI HATI PADA PENDERITA DM TIPE 2 DAN NON-DM

Soraya, B. Nasution, D. Lindarto*

Departemen Patologi Klinik, Departmen Ilmu Penyakit Dalam*

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak

Latar Belakang : Fungsi hati terlibat dalam perkembangan diabetes, namun belum ada studi yang lebih jauh menunjukkan enzim manakah yang terbaik sebagai penanda perkembangan diabetes. Lebih jauh lagi, telah diketahui bahwa enzim hati ini merupakan indikator atau prediktor yang lebih baik untuk perkembangan diabetes dibanding dengan melihat faktor lain seperti adipositi, inflamasi, resistensi insulin.

Tujuan : membandingkan variabel fungsi hati (AST,ALT,ALP,GGT) pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dan non-diabetes.

Metoda dan cara : Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional pendekatan potong lintang yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, pada bulan Desember 2014- Februari 2015. Dilakukan pengukuran test fungsi hati pada pasien DM Tipe II (n=40) dibandingkan dengan pasien sehat (n=40).

Hasil : Pada kelompok DM Tipe 2 dan Non DM dijumpai kadar rata-rata ± SD pemeriksaan: AST (42.33 ± 41.04 vs 22.9 ± 8.18) pvalue 0.001, ALT (54.27 ± 40.5 vs 22.4 ± 9.34) pvalue 0.001, ALP (100.27 ± 46.96 vs 69.12 ± 22.29) pvalue 0.001, GGT (67.6 ± 62.98 vs 24.8 ± 13.29) pvalue 0.001.

Kesimpulan : Dijumpai perbedaan yang signifikan pada kadar AST,ALT,ALP,GGT antara pasien DM Tipe 2 dan Non DM.

Kata kunci : DM Tipe 2, Tes Fungsi Hati

(17)

COMPARISON OF LIVER FUNCTION ON TYPE 2 DIABETES MELLITUS AND NON- DIABETES MELITUS PATIENTS

Soraya, B. Nasution, D. Lindarto *

Department of Clinical Pathology, Department of Internal Medicine * Faculty of Medicine, Sumatera Utara University/ H. Adam Malik Medan

Abstract

Background: The liver function is involved in the development of diabetes, but no further studies showed which enzyme as the best marker in the development of diabetes.

Furthermore, it is known that liver enzymes is a better predictor for the development of diabetes compared with other factors such as adipocyte, inflammation, and insulin resistance.

Objective: To compare the variables of liver function (AST, ALT, ALP, GGT) in patients with type 2 diabetes mellitus and non diabetic mellitus.

Methods: This study with observational cross-sectional , undertaken in H. Adam Malik Hospital Medan, Desember 2014-February 2015. We measured liver function tests in patients with Type II DM (n = 40) compared with non-DM (healthy (n = 40).

Results: We found liver enzyme levels in Type 2 DM versus Non-DM group (mean ± SD) as follows : AST (42.33 ± 41.04 vs 22.9 ± 8.18) pvalue 0.001, ALT (54.27 ± 40.5 vs 22.4 ± 9.34) pvalue 0.001, ALP (100.27 ± 46.96 vs 69.12 ± 22.29) pvalue 0.001, GGT (67.6 ± 62.98 vs 24.8 ± 13.29) pvalue 0.001.

Conclusions: The difference in AST,ALT,ALP,GGT levels in patients with type 2 DM and non DM encountered significant.

Keywords: Type 2 diabetes, Liver Function Test

(18)

PERBEDAAN KADAR FUNGSI HATI PADA PENDERITA DM TIPE 2 DAN NON-DM

Soraya, B. Nasution, D. Lindarto*

Departemen Patologi Klinik, Departmen Ilmu Penyakit Dalam*

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak

Latar Belakang : Fungsi hati terlibat dalam perkembangan diabetes, namun belum ada studi yang lebih jauh menunjukkan enzim manakah yang terbaik sebagai penanda perkembangan diabetes. Lebih jauh lagi, telah diketahui bahwa enzim hati ini merupakan indikator atau prediktor yang lebih baik untuk perkembangan diabetes dibanding dengan melihat faktor lain seperti adipositi, inflamasi, resistensi insulin.

Tujuan : membandingkan variabel fungsi hati (AST,ALT,ALP,GGT) pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dan non-diabetes.

Metoda dan cara : Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional pendekatan potong lintang yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, pada bulan Desember 2014- Februari 2015. Dilakukan pengukuran test fungsi hati pada pasien DM Tipe II (n=40) dibandingkan dengan pasien sehat (n=40).

Hasil : Pada kelompok DM Tipe 2 dan Non DM dijumpai kadar rata-rata ± SD pemeriksaan: AST (42.33 ± 41.04 vs 22.9 ± 8.18) pvalue 0.001, ALT (54.27 ± 40.5 vs 22.4 ± 9.34) pvalue 0.001, ALP (100.27 ± 46.96 vs 69.12 ± 22.29) pvalue 0.001, GGT (67.6 ± 62.98 vs 24.8 ± 13.29) pvalue 0.001.

Kesimpulan : Dijumpai perbedaan yang signifikan pada kadar AST,ALT,ALP,GGT antara pasien DM Tipe 2 dan Non DM.

Kata kunci : DM Tipe 2, Tes Fungsi Hati

(19)

COMPARISON OF LIVER FUNCTION ON TYPE 2 DIABETES MELLITUS AND NON- DIABETES MELITUS PATIENTS

Soraya, B. Nasution, D. Lindarto *

Department of Clinical Pathology, Department of Internal Medicine * Faculty of Medicine, Sumatera Utara University/ H. Adam Malik Medan

Abstract

Background: The liver function is involved in the development of diabetes, but no further studies showed which enzyme as the best marker in the development of diabetes.

Furthermore, it is known that liver enzymes is a better predictor for the development of diabetes compared with other factors such as adipocyte, inflammation, and insulin resistance.

Objective: To compare the variables of liver function (AST, ALT, ALP, GGT) in patients with type 2 diabetes mellitus and non diabetic mellitus.

Methods: This study with observational cross-sectional , undertaken in H. Adam Malik Hospital Medan, Desember 2014-February 2015. We measured liver function tests in patients with Type II DM (n = 40) compared with non-DM (healthy (n = 40).

Results: We found liver enzyme levels in Type 2 DM versus Non-DM group (mean ± SD) as follows : AST (42.33 ± 41.04 vs 22.9 ± 8.18) pvalue 0.001, ALT (54.27 ± 40.5 vs 22.4 ± 9.34) pvalue 0.001, ALP (100.27 ± 46.96 vs 69.12 ± 22.29) pvalue 0.001, GGT (67.6 ± 62.98 vs 24.8 ± 13.29) pvalue 0.001.

Conclusions: The difference in AST,ALT,ALP,GGT levels in patients with type 2 DM and non DM encountered significant.

Keywords: Type 2 diabetes, Liver Function Test

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah utama pada beberapa negara dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di seluruh penjuru dunia.

DM tipe 2 merupakan tipe yang paling sering dijumpai, yaitu 90% dari keseluruhan tipe DM. Prevalensinya secara global diperkirakan 2.8% pada tahun 2000 dan 4.4% pada tahun 2030. Jumlah penderitanya diperkirakan 171 juta orang pada tahun 2000 dan meningkat menjadi 366 juta penderita pada tahun 2030. Pria lebih sering menderita diabetes dibanding wanita.1

WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban di Indonesia untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Papua sebesar 1,7%

dan terbesar di Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%.2

DM merupakan penyakit menahun yang diderita seumur hidup. Dalam perkembangannya, DM dapat mengakibatkan beberapa masalah komplikasi. Salah satunya terjadinya gangguan fungsi hati. Terdapat suatu hubungan yang nyata antara diabetes dan liver injury.1 Hati memegang peranan yang penting dalam pengaturan keseimbangan karbohidrat. Hati menggunakan glukosa sebagai bahan bakarnya dan memiliki kemampuan dalam menyimpan glukosa dalam bentuk

(21)

glikogen dan juga mensintesa glukosa menjadi sumber non-karbohidrat. Regulasi inilah yang menyebabkan pasien dengan gangguan metabolik, khususnya DM, mudah terganggu fungsi hatinya3. Akumulasi dari glikogen hepatoseluler menyebabkan hepatomegali dan gangguan enzim hati pada pasien DM yang tidak terkontrol. Pada keadaan hiperglikemi, akan terjadi penumpukan glikogen intraseluler di hepatosit yang menyebabkan peningkatan sintesa glikogen, akibatnya terjadi peningkatan aminotransferase, dengan atau tanpa sedikit peningkatan alkalin phospatase. Semua gangguan parameter biokimia ini dan hepatomegali ditemukan dapat kembali normal pada pasien dengan kadar gula yang terkontrol.1

Penyakit hati merupakan penyebab kematian yang penting pada DM tipe 2. Penelitian pada suatu populasi oleh Verona Diabetes Study menyatakan bahwa sirosis merupakan penyebab kematian nomor empat dan 4,4 % - nya terkait dengan diabetes. Pada studi prospektif yang lain didapatkan 12,5% kematian pasien sirosis terkait dengan diabetes5.

Estimasi lain dilakukan di Amerika Serikat bahwa penyakit hati merupakan penyebab kematian pertama di sana. Kriptogenik sirosis yang didapati pada pasien dengan DM, ternyata merupakan penyebab ketiga indikasi untuk transplantasi hati di Amerika. Beberapa spektrum penyakit hati lain juga didapati pada pasien DM tipe 2, antara lain : non alcoholic fatty liver disease (NAFLD), karsinoma hepatoseluler, gagal hati akut. Bahkan hepatitis C juga diduga terkait dengan diabetes walaupun hubungan ini belum dapat dijelaskan. Dengan demikian, pasien dengan diabetes mellitus memiliki prevalensi penyakit hati yang tinggi dan pasien dengan penyakit hati memiliki prevalensi diabetes yang tinggi.5

(22)

Tes fungsi hati digunakan secara umum pada praktik klinis untuk menskrining penyakit hati, memonitor progresi penyakit hati dan monitoring efek obat-obatan yang hepatotoksik. Pemeriksaan fungsi hati yang sering dipakai adalah serum aminotransferase, alkalin phosphatase, albumin dan waktu prothrombin. Seseorang dengan DM tipe 2 memiliki insidensi yang lebih tinggi pada fungsi hati yang abnormal dibanding seseorang tanpa diabetes.6

Peningkatan ringan dari nilai transaminase yang kronik menggambarkan terjadinya resistensi insulin. Serum amino transferase seperti alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST) mengindikasikan konsentrasi enzim intraseluler hepatik yang ada di sirkulasi aliran darah. Ini merupakan penanda primer hepatocellular injury sebagai skrining NASH.

Akumulasi lemak atau steatosis dapat juga mengganggu fungsi hati, lebih dikenal dengan istilah non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). Sekitar 40-70% pasien dengan DM terkena NALFD.7 NALFD merupakan suatu kondisi dengan peningkatan fungsi hati yang kemudian dapat berkembang menjadi penyakit hati menahun4 steatosis baik yang mikrovaskular maupun makrovaskular dapat berkembang menjadi fibrosis dan sirosis yang disebut dengan non-alcoholic steatohepatitis (NASH). NASH merupakan penyebab utama penyakit hati terminal dan juga penyebab terjadinya penyakit kardiovaskular pada pasien DM tipe 2. Sudha (2012) menemukan bahwa pasien DM dengan NAFLD memiliki nilai alanine aminotransferase (ALT) dan alkaline phosphatase (ALP) yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan pasien DM tanpa NAFLD.4

Gamma glutamyl transpeptidase (GGT) merupakan marker yang tidak spesifik pada DM tipe 2. Karena GGT meningkat pada diabetes dan nilainya

(23)

meningkat seiring meningkatnya BMI, maka diduga ini menjadi marker lain dari resistensi insulin. Untuk melihat apakah GGT dapat memprediksi perkembangan DM tipe 2, Perry dkk (1998) melakukan sebuah studi prospektif pada 7.457 pasien nondiabetik selama 12 tahun. Didapatkan peningkatan GGT pada 194 pasien yang kemudian terkena DM tipe 2 dibanding peserta lain yang tidak terkena DM (20.9 vs. 15.3 units/l, P < 0.0001).8

Studi lain melakukan pengukuran albumin, total bilirubin, AST, ALT, ALP,GGT dan konsentrasi serum asam kolik dan asam chenodeoxycholic. Dari 175 pasien DM tipe 2 yang rawat jalan didapati 57%-nya memiliki setidaknya satu fungsi hati yang abnormal; 27% memiliki setidaknya dua tes yang abnormal.

Kebanyakan pasien DM tipe 2 ini memiliki peningkatan ALT dan GGT.

Sedangkan pasien DM tipe 1 kebanyakan memiliki nilai bilirubin yang tinggi.

Namun, peningkatan fungsi hati ini jarang sekali lebih dari dua kali lipat nilai normalnya.7

Walaupun banyak penelitian menyatakan bahwa fungsi hati terlibat dalam perkembangan diabetes, namun belum ada studi yang lebih jauh menunjukkan enzim manakah yang terbai sebagai penanda perkembangan diabetes.1,3,4,5 Lebih jauh lagi, telah diketahui bahwa enzim hati ini merupakan indikator atau prediktor yang lebih baik untuk perkembangan diabetes dibanding dengan melihat faktor resiko DM seperti adiposit, inflamasi, resistensi insulin, dsb.7

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin melihat beberapa serum enzim hati terhadap perkembangan diabetes dengan membandingkan variabel fungsi hati pada pasien DM tipe 2 dan pasien non DM di RSUP H. Adam Malik Medan.

(24)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan kadar fungsi hati pada pasien DM tipe 2 dibandingkan pasien non DM.

1.3 Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan kadar fungsi hati pada pasien DM tipe 2 dibandingkan pasien non DM.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Mencari perbedaan fungsi hati pada pasien DM tipe 2 dibandingkan dengan pasien non DM.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik pasien DM tipe 2 di RSUP HAM Medan

2. Menilai ada tidaknya hubungan durasi DM tipe 2 dan IMT dengan kadar fungsi hati

1.5 Manfaat penelitian

1. Mengetahui jenis pemeriksaan fungsi hati yang berbeda pada pasien DM tipe 2 dibandingkan pasien non DM.

2. Mendapatkan karakteristik pasien DM tipe 2 di RSUP HAM Medan.

3. Mengetahui hubungan antara durasi DM tipe 2 dan IMT dengan kadar fungsi hati

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan pada bagian Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam dan bagian Patologi Klinik FK-USU/

RSUP HAM pada pasien DM tipe 2.

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.2

2.1.2. Klasifikasi2

1. Tipe 1 terjadi akibat destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin. Yang termasuk didalamnya adalah : autoimun dan idiopatik

2. Tipe 2 : bervariasi mulai dari dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.

3. Tipe lain : tipe ini mencakup defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, serta sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.

4. Diabetes melitus gestasional.

(26)

2.1.3. Epidemiologi

Prevalensi DM di dunia telah meningkat secara dramatis selama 2 dekade terakhir ini. Demikian pula halnya dengan prevalensi GPT (gula darah puasa terganggu) juga meningkat. Meskipun peningkatan prevalensi terjadi pada DM tipe 1 dan tipe 2, namun peningkatan DM tipe 2 diperkirakan akan lebih cepat di masa yang akan datang dikarenakan peningkatan jumlah obesitas dan berkurangnya tingkat aktifitas. Peningkatan jumlah DM sejalan dengan penuaan/pertambahan usia. Pada tahun 2000, prevalensi DM diperkirakan 0,19%

pada populasi usia < 20 tahun dan 8,6% pada usia > 20 tahun. Sedangkan pada usia > 65 tahun, prevalensinya sebesar 20,1%. Prevalensinya sama antara pria dan wanita tanpa memandang usia. Namun pada kelompok usia > 60 tahun, pria lebih banyak terkena DM ketimbang wanita. Di Indonesia sendiri, prevalensi DM berkisar antara 1,4 – 1,6% kecuali di 2 tempat yakni Pekajangan (2,3%) dan Manado (6%). Secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 1. Menurut WHO, pada tahun 2025 indonesia akan menempati urutan ke 5 penderita DM terbanyak yakni sebanyak 12,4 juta orang, naik 2 tingkat dari tahun 1995.9

Gambar 1. Prevalensi DM di Indonesia.9

(27)

2.1.4. Gambaran Klinis

Diagnosis DM mudah ditegakkan jika pasien datang dengan adanya keluhan-keluhan klasik seperti poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan. Gejala lain yang mungkin berhubungan dengan kondisi hiperglikemia antara lain pandangan kabur, kebas-kebas khususnya pada ekstremitas bawah, atau infeksi jamur khususnya balanitis pada pria. Namun demikian, banyak pasien DM tipe 2 ternyata asimtomatik dan tidak terdiagnosa selama bertahun-tahun. Pada sebuah studi disebutkan bahwa pasien DM tipe 2 yang telah menunjukkan gejala sebenarnya telah menderita DM selama 4-7 tahun sebelum diagnosa ditegakkan. Di antara pasien-pasien DM tipe 2 di Inggris, pada sebuah studi prospektif ditemukan bahwa 25% mengalami retinopati, 9%

neuropati, dan 8% mengalami nefropati pada saat didiagnosa.10

Di awal diagnosa DM, jarang ditemukan adanya kelainan pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada DM antara lain : Obesitas khususnya sentral, hipertensi, perdarahan dan atau eksudasi serta neovaskularisasi di mata, akantosis nigrikans, infeksi jamur, penurunan fungsi syaraf khususnya , tidak terasanya sentuhan ringan, sensasi suhu, serta propriosepsi, kehilangan refleks tendon di tumit, kaki kering, atrofi otot, claw toes, serta ulkus. Pemeriksaan pulsasi pembuluh darah ekstemitas juga dapat memberikan gambaran komplikasi DM. 10

2.1.5. Patofisiologi

DM tipe 1 terjadi sebagai akibat efek sinergis dari faktor genetis, lingkungan serta faktor imunologis yang akhirnya secara bersama-sama merusak

(28)

sel-sel beta pankreas. Perjalanan alamiah terjadinya diabetes melitus tipe 1 dapat dilihat dari gambar 2 yang memperlihatkan secara skematik suatu fungsi dari massa sel-sel beta. Pada individu yang memiliki kecenderungan genetik terhadap DM dapat memiliki massa sel beta yang normal, namun kemudian jumlahnya mulai berkurang akibat destruksi secara autoimun yang berlangsung dalam hitungan bulan atau tahunan. Proses autoimun ini kemungkinan dipicu oleh stimulus infeksi ataupun lingkungan. Pada kebanyakan individu, marker imunologis dapat muncul setelah proses autoimun tersebut dipicu namun sebelum klinis diabetes tampak secara nyata. Massa sel beta selanjutnya perlahan akan menurun dan sekresi insulin akan menurun secara progresif meskipun toleransi kadar glukosa normal masih dapat dipertahankan. Kecepatan penurunan massa sel beta ini bervariasi pada setiap individu. Ada yang berlangsung cepat namun ada pula yang berlangsung lambat. Gambaran diabetes tidak akan tampak pada masa ini hingga kerusakan yang terjadi mencakup + 80% dari seluruh jumlah sel beta. Pada titik ini, sel beta pankreas yang tersisa masih dapat memproduksi insulin namun jumlahnya tidak mencukupi untuk mempertahankan toleransi glukosa. Kejadian yang memicu transisi dari intoleransi glukosa menjadi diabetes sering kali erat kaitannya dengan peningkatan kebutuhan insulin yakni pada keadaan terinfeksi dan pubertas. Setelah manifestasi klinis diabetes tipe 1 ini muncul pertama kali, dapat muncul suatu fase yang disebut fase “honeymoon”

dimana pada masa ini, kontrol glikemik dapat tercapai dengan jumlah insulin yang seadanya. Namun masa yang singkat ini akan segera berakhir sejalan dengan proses autoimun yang terus berlangsung sehingga sel beta yang tersisa akan dirusak sehingga akhirnya akan terjadi defisiensi insulin absolut.11

(29)

Gambar 2. Merupakan gambaran skematik perjalanan alamiah DM tipe 1.

Seseorang yang memiliki predisposisi genetik terpapar dengan pemicu imunologis yang memulai proses autoimun sehingga menyebabkan penurunan jumlah/massa sel beta secara gradual. Gangguan produksi sel beta baru terlihat jika massa sel beta yang rusak telah mencapai + 80%. Fase “honeymoon” dapat terjadi pada 1 atau 2 tahun pertama setelah onset diabetes. 11

Pada DM tipe 2, resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal berperan sentral pada perjalanan diabetes melitus. Meskipun perbedaan pendapat masih tetap ada berkaitan dengan defek primernya, namun kebanyakan studi mendukung pandangan bahwa resistensi insulin mengawali terjadinya defek sekresi insulin dan munculnya diabetes terjadi di saat sekresi insulin tidak lagi adekuat. Secara garis besar, DM tipe 2 memiliki 3 karakterisitik patofisiologis yakni gangguan pada sekresi insulin, resistensi insulin di perifer serta produksi glukosa hati yang berlebihan. Obesitas, khususnya tipe viseral/sentral (dibuktikan dengan rasio lingkar lengan-pinggang) sangat sering ditemukan pada DM tipe 2.

Sel-sel lemak/adiposit, menghasilkan sejumlah produk-produk biologis (lepitin, TNF alfa, asam lemak bebas, resistin, serta adiponectin) yang mengatur sekresi insulin, kerja insulin serta berat badan dan hal ini berpengaruh pada terjadinya resistensi insulin. Di tahap awal kelainan, toleransi glukosa dapat tetap normal

(30)

meskipun terjadi resistensi insulin sebab sel beta pankreas melakukan kompensasi dengan meningkatkan produksi insulin (gambar 3). Sejalan dengan terjadinya resistensi insulin dan kompensasi berupa hiperinsulinemia, sel-sel pankreas pada beberapa individu perlahan tidak lagi mampu untuk mempertahankan kondisi hiperinsulinemik. Maka terjadilah toleransi glukosa terganggu (TGT)/impaired glucose tolerance (IGT). Jika sekresi insulin semakin menurun dan produksi glukosa hepar terus meningkat maka pada suatu titik diabetes melitus akan mulai nyata kelihatan yang ditandai dengan hiperglikemia pada keadaan puasa. Pada akhirnya dapat terjadi apa yang disebut dengan kegagalan sel beta. Marker-marker inflamasi seperti interleukin-6 (IL-6) dan protein C-reaktif dapat meningkat pada diabetes melitus.11

Gambar 3. Perubahan metabolik yang terjadi selama perjalanan DM tipe 2.

Jumlah sekresi dan sensitifitas insulin memiliki hubungan, dan secara individu cenderung mengarah pada resistensi insulin (dengan bergerak dari poin A menuju poin B), sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin. Gagalnya mekanisme kompensasi dengan peningkatan jumlah insulin mula-mula akan menyebabkan gangguan toleransi glukosa (IGT; poin C) dan selanjutnya akan terjadi DM tipe 2 (poin D).11

(31)

2.1.6. Komplikasi

Komplikasi DM dapat terjadi secara akut maupun kronis. Yang termasuk komplikasi akut adalah ketoasidosis diabetik (KAD) dan status hiperglikemik hiperosmolar (HHS/hyperglycemic hyperosmolar state). KAD sering terjadi terutama pada DM tipe 1 sedangkan HHS lebih sering terjadi pada DM tipe 2. Kedua kelainan diatas memiliki kaitan terhadap defisiensi insulin relatif ataupun absolut, deplesi volume carian, serta abnormalitas asam basa.11 Perbedaan KAD dan HHS dapat dilihat dari tabel 1.

Tabel 1. Nilai laboratorium pada KAD dan HHS.11

Komplikasi kronis DM melibatkan banyak sistem organ, dan hal ini sangat berkaitan dengan tingginya mortalitas dan morbiditas DM. Komplikasi DM dapat dibagi atas komplikasi vaskular dan komplikasi nonvaskular.

Komplikasi vaskular dibagi lagi menjadi komplikasi mikrovaskular (retinopati, edema makular, neuropati, serta nefropati) dan komplikasi makrovaskular (penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer, serta penyakit serebrovaskuler).

Komplikasi nonvaskular meliputi gastroparesis, uropati, disfungsi seksual, katarak, glaukoma, infeksi serta perubahan pada kulit.11

(32)

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis

Selama beberapa dekade diagnosa diabetes didasarkan pada kriteria pemeriksaan kadar glukosa yakni gula darah puasa dan 2 jam setelah menelan 75 gr glukosa dalam tes toleransi glukosa oral (TTGO). Pada tahun 2009, komite para ahli internasional yang melibatkan perwakilan dari American Diabetic Association (ADA), The International Diabetes Federation (IDF) serta The European Association for the Study of Diabetes (EASD) merekomendasikan pemeriksaan A1C untuk mendiagnosa diabetes dengan ambang batas > 6,5%, dan ADA telah mengadaptasi kriteria ini dalam laporannya pada tahun 2010. Uji diagnostik harus dilakukan dengan metode yang telah disertifikasi oleh The National Glycohemoglobin Standarization (NGSP). Berikut merupakan kriteria diagnosa diabetes melitus menurut ADA: 12

• A1C > 6,5%. Pemeriksaan harus dilakukan di laboratorium yang disertifikasi oleh NGSP dan distandarisasi oleh uji DCCT (Diabetes Control and Complication Trial). Jika A1C meningkat dimana tidak dijumpai hiperglikemia, maka hasil harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan A1C ulang.

Atau

• Gula darah puasa > 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa didefinisikan sebagai tidak masukan kalori selama sekurangnya 8 jam.

atau

• Gula darah 2 jam setelah masukan glukosa 75g pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) > 200mg/dL (11,1 mmol/L). Uji harus dilakukan sesuai yang dianjurkan oleh WHO.

(33)

atau

• Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia diserta kadar gula darah acak/sewaktu >

200mg/dL (11,1 mmol/L).12

2.2 Diabetes Melitus dan Pemeriksaan Fungsi Hati

Pemeriksaan fungsi hati (liver function test/LFT) sering dilakukan pada praktek klinis dalam rangka skrining penyakit hati, monitoring progresifitas penyakit yang telah diketahui sebelumnya, serta monitoring efek obat yang berpotensi memiliki sifat hepatotoksik. Pemeriksaan fungsi hati yang lazim antara lain : aminotransferase serum (ALT dan AST), alkalin fosfatase, bilirubin, albumin serta waktu protrombin. Alanin aminotransferase dan aspartat aminotransferase memberikan gambaran konsentrasi enzim hati intraseluler yang masuk ke sirkulasi dan bertindak sebagai marker/penanda injuri sel hati/hepatosit.

Alkalin fosfatase (ALP), gamma glutamil transpeptidase (GGT), serta bilirubin merupakan penanda fungsi sistem bilier dan kolestasis. Albumin dan waktu protrombin merupakan cerminan dari fungsi sintesis hati. ALT dan AST normalnya bernilai < 30-40 unit/l. Peningkatan aminotransferase lebih dari 8 kali lipat dari nilai batas atas normal mengindikasikan suatu kondisi hepatitis akut, hepatitis iskemik cedera hati terkait obat atau toksin. Sedangkan transaminase yang meningkat sedikit namun dalam jangka waktu yang lama sering ditemukan pada pasien-pasien diabetes melitus.6

(34)

2.2.1. Teori Dibalik Peningkatan Hasil Tes Fungsi Hati pada Pasien Diabetes

Hati berperan dalam mempertahankan kadar glukosa normal darah pada saat puasa dan setelah makan. Kehilangan efek insulin di hati dapat menyebabkan glikogenolisis serta peningkatan produksi glukosa hepar.

Abnormalitas pada penyimpanan triglisireda serta terjadinya lipolisis pada jaringan yang sensitif terhadap insulin seperti hati merupakan manifestasi awal dari kondisi-kondisi yang berkatian dengan resistensi insulin, dan hal ini muncul lebih dulu daripada hiperglikemia puasa. Namun demikian, bagaimana tepatnya peran dari faktor genetik, lingkungan dan metabolik serta urutan kejadian yang mengarah pada resistensi insulin masih belum jelas.6,13

Pada percobaan yang dilakukan pada hewan, ditemukan bahwa hiperinsulinemia kronis merupakan faktor predisposisi terhadap terjadinya resistensi insulin di hati. Hal ini ditandai dengan kegagalan insulin untuk mensignal peningkatan substrat-2 reseptor insulin. Terjadi pula peningkatan regulasi dari SREBP-1c (sterol regulatory element binding-protein 1c) yang menyebabkan terjadinya lipogenesis. Lipogenesis terjadi terutama di hati menyebabkan peningkatan trigliserida intraseluler dan menjurus ke arah fatty liver. Hal ini juga dapat meningkatkan sintesis sekresi VLDL. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kondisi hiperinsulinemia dapat berkorelasi langsung dengan resistensi insulin di hati dan hal ini berkaitan dengan fatty liver.6,7,14

Kondisi berlebihnya asam lemak bebas yang ditemukan pada keadaan resistensi insulin diketahui memiliki efek toksik pada hepatosit.

Mekanisme yang diduga menyebabkan hal ini adalah karena kerusakan membran

(35)

sel pada konsentrasi asam lemak bebas yang tinggi, disfungsi mitokondrial, pembentukan toksin, serta aktivasi dan inhibisi pada langkah-langkah penting regulasi metabolisme. Kemungkinan lain yang dapat menyebabkan meningkatnya kadar transaminase pada keadaan resistensi insulin antara lain adanya stres oksidatif yang disebabkan oleh peroksidasi lipid reaktif dan sel-sel inflamasi yang belakangan ikut dilibatkan. Keadaan resistensi insulin juga ditandai dengan munculnya sitokin-sitokin proinflamasi seperti TNF-α (tumor necrosis factor- alfa) yang dapat pula berperan pada cedera hepatoselular. Dalam sebuah studi preeliminari ditemukan bahwa peningkatan promotor TNF-α, ditemukan pada pasien dengan NASH (nonalcoholic steatohepatitis). Terori-teori diatas merupakan teori yang mengaitkan elevasi transaminitis dengan cedera hepatosit.

Dapat pula ditarik sebuah hipotesa yang menyatakan bahwa peningkatan ALT yang merupakan sebuah enzim glukoneogenik dimana transkripsi gennya dapat disupresi oleh insulin, dapat menandakan adanya gangguan pada signalisasi insulin ketimbang sekedar karena cedera hepatoselular.6,15,16,17.

2.2.2. Peningkatan Fungsi Hati dan Progresifitas Diabetes Melitus

GGT merupakan sebuah marker nonspesisfik yang diketahui meningkat pada DM tipe 2. Pada sebuah studi epidemiologi, GGT memiliki kaitan dengan konsumsi alkohol, merokok, penyakit jantung koroner, indeks massa tubuh, tekanan darah sistolik, trigliserida serum, denyut jantung, asam urat dan hematokrit. Namun hubungan GGT terlihat berlawanan dengan tingkat aktifitas fisik. Karena peningkatan GGT dijumpai pada diabetes dan indeks massa tubuh yang meningkat, oleh karenanya GGT kemungkinan dapat digunakan sebagai salah satu penanda lain pada resistensi insulin.6,18

(36)

Untuk menentukan apakah pemeriksaan GGT dapat memperkirakan progresifitas diabetes, dilakukanlah suatu studi kohort prospektif pada 7.458 laki-laki nondiabetes dengan usia 40-59 tahun selama 12 tahun. Rerata nilai GGT serum pada permulaan studi secara signifikan dijumpai lebih tinggi pada 194 laki-laki yang belakangan didiagnosa DM tipe 2 dibandingkan dengan sisanya yang tidak didiagnosa DM (20,9 vs 15,3 unit/l, P < 0,0001). Hubungan ini tidak terikat dengan kadar glukosa serum dan indeks massa tubuh. Ohlson dkk (1988) melaporkan bahwa peningkatan ALT pada pria nondiabetes di Swedia merupakan faktor resiko terhadap DM tipe 2, terlepas dari obesitas, distribusi lemak tubuh, kadar glukosa plasma, lipid, AST, konsentrasi bilirubin, serta riwayat keluarga dengan diabetes. Hasil yang serupa juga ditemukan oleh Vozaroza et al (2002) yang memantau 451 warga nondiabetik Pima Indian selama rata-rata 6,9 tahun untuk menentukan apakah peningkatan enzim hati dapat dikaitkan dengan kemunculan diabetes. Pada data baseline ditemukan bahwa nilai ALT, AST, dan GGT berkaitan dengan persentasi lemak tubuh. Setelah disesuaikan kembali terhadap usia, jenis kelamin, lemak tubuh, sensitivitas seluruh insulin dan respon akut insulin, hanya peningkatan ALT pada baseline yang berasosiasi dengan produksi glukosa hepar. Secara prospektif didapati bahwa peningkatan konsentrasi ALT berkaitan dengan penurunan sensitivitas insulin hepar dan peningkatan resiko diabetes melitus tipe 2.6,8,19,20

2.2.3. Insidensi Peningkatan Nilai Tes Fungsi Hati pada Diabetes

Salmela et al (1984) dalam studinya tentang prevalensi tes fungsi hati abnormal dan kaitannya dengan temuan klinis pada 175 pasien rawat jalan diabetes secara acak di Finlandia. 118 pasien dikategorikan sebagai DM tipe 2 dan

(37)

57 pasien sebagai DM tipe 1. Pada pasien DM tipe 2, 33 pasien menggunakan insulin sebagai tambahan terhadap terapi diet dan terapi antihiperglikemia oral termasuk sulfonilurea dan metformin. Tidak satupun dari pasien-pasien ini memiliki penyakit hati kronis dan tidak ada juga yang mengalami nefropati diabetik. Rata-rata nilai HBA1c adalah 11,2 + 2,4%. Tes fungsi hati yang diperiksa adalah albumin, bilirubin total, AST, ALT, ALP, GGT serta konsentrasi asam kolik serta asam chenodeoksikolik. Dari seluruh sampel, 57% persen (100 subjek) mengalami setidaknya satu abnormalitas hasil pemeriksaan fungsi hati.

Sementara itu 27% (48 subjek) mengalami setidaknya 2 abnormalitas pemeriksaan fungsi hati. Pada kelompok pasien DM tipe 2 didapati lebih sering mengalami peningkatan nilai ALT (22,9 vs 5,3%) dan GGT (23,7 vs 10,5%) dibandingkan dengan kelompok DM tipe 1. Di sisi lain, kelompok DM tipe 1 lebih sering mengalami peningkatan kadar bilirubin (21,1 vs 10,2%). Namun, peningkatannya jarang melampaui 2 kali lipat batas atas normal. Analisis multivariat menunjukkan bahwa indeks massa tubuh > 25 kg/m2 dan kontrol diabetik yang buruk (gula darah puasa > 216 mg/dL) merupakan variabel klinis yang paling signifikan yang berkaitan dengan peningkatan nilai ALT dan GGT.

Peningkatan ALT juga berhubungan dengan onset diabetes dalam kurun waktu 4 tahun belakangan. Diabetes onset usia muda (31-51 tahun) serta penggunaan diet atau sulfonilurea. Untuk mengetahui reabilitas pemeriksaan fungsi hati dalam kaitannya dengan perubahan histologi, Salmela et al. mengamati secara berurutan 72 pasien rawat inap dengan hepatomegali atau hasil pemeriksaan fungsi hati yang abnormal yang sedang menunggu tindakan biopsi hati. Dari seluruh sampel, 68 subjek merupakan penderita DM tipe 2 sementara 4 subjek merupakan

(38)

penderita DM tipe 1. Seluruh subjek didapati mengalami hepatomegali dan hasil pemeriksaan fungsi hati yang abnormal. Seluruh subjek memiliki hasil pemeriksaan darah rutin, elektrolit serum serta fungsi ginjal yang normal. Tidak satupun subjek mengalami gagal jantung dekompensasi. 5 subjek mengaku merupakan peminum alkohol, sementara 67 lainnya abstain. Dari 72 subjek yang menjalani biopsi hati, 4 pasien atau keseluruhan subjek diabetes melitus tipe 1 dinyatakan memiliki gambaran histologi hati yang normal, sedangkan pada kelompok DM tipe 2 hanya 5 dari 68 subjek yang memiliki histologi hati yang normal. Pada 9 subjek dengan hasil histologi hati yang normal, parameter fungsi hati yang paling sering meningkat adalah bilirubin dan ALP (alkalin fosfatase), sementara peningkatan ALT lebih jarang dan peningkatan GGT tidak dijumpai sama sekali. Dari 63 subjek yang memiliki kelainan pada histologi hati 48 didiagnosa sebagai fatty liver/steatosis dengan perubahan inflamasi nonspesifik, 14 subjek lagi disertai adanya bukti fibrosis. Dari 63 subjek ini, peningkatan GGT dan ALT paling banyak dijumpai, namun tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal nilai GGT dan ALT antara tingkatan perburukan yang dijumpai dalam histologi hati (mulai dari steatosis ke steatohepatitis hingga ke fibrosis). Sehingga dapat disimpulkan dari studi ini bahwa abnormalitas pada pemeriksaan fungsi hati lazim dijumpai pada DM namun tidak dapat membedakan derajat penyakit menurut gambaran histologi.6,21

Sementara itu, Erbey et al (2000) dalam studi skala besar di Amerika Serikat menemukan bahwa dari seluruh subjek yang diteliti dijumpai 4,1% mengalami peningkatan ALT sementara 6,7% menderita diabetes melitus tipe 2. Pada kelompok DM dijumpai peningkatan ALT sebesar 7,8%

(39)

dibandingkan kelompok nondiabetes yakni sebesar 3,8%. Kelompok yang overweight dan obesitas memiliki kecenderungan mengalami peningkatan ALT lebih besar.6,22

2.2.4. Hubungan Overweight, Obesitas dan DM tipe 2

Overweight adalah berat badan yang melebihi berat badan normal, sedangkan obesitas adalah kelebihan akumulasi lemak dalam tubuh. Tetapi karena lemak tubuh sulit untuk diukur, berat badan tubuh yang berlebihan dianggap akumulasi lemak .

Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak yang berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh manusia.

Obesitas merupakan suatu kelainan komplek pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik.

Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh pada perkembangan penyakit ini.secara fisiologis obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga mengganggu kesehatan.

Diabetes melitus tipe 2 terjadi oleh dua kelainan utama yaitu adanya defek sel beta pankreas sehingga pelepasan insulin berkurang, dan adanya resistensi insulin. Pada umumnya para ahli sepakat bahwa diabetes mellitus tipe 2 dimulai dengan adanya resistensi insulin, kemudian menyusul berkurangnya pelepasan insulin. Pada penderita obesitas juga ditemukan adanya resistensi insulin. Ada dugaan bahwa penderita diabetes melitus tipe 2 dimulai dengan berat badan

(40)

normal, kemudian menjadi obes dengan resistensi insulin dan berakhir dengan diabetes melitus tipe 2. Pada umumnya penderita diabetes melitus dengan keluhan khas yang datang ke klinik sudah ditemukan baik resistensi insulin maupun defek sel beta pankreas.

Indek massa tubuh (IMT) merupakan indikator yang sangat sering digunakan untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih atau obesitas pada orang dewasa34.

Tabel 2. Klasifikasi IMT untuk ASIA Dewasa Menurut WHO dalam The Asia Pasific Perspective, 2000

2.2.5. Nonalcoholic Fatty Liver Disease

Penyebab tersering adanya abnormalitas pada pemeriksaan fungsi hati pada pasien diabetes adalah nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD).

NAFLD merupakan suatu spektrum klinikopatologis yang memberikan gambaran temuan histologi mulai dari steatosis hati tanpa inflamasi, hingga steatosis hati dengan adanya komponen nekroinflamatori yang dapat/tidak disertai dengan

(41)

fibrosis (NASH/nonalcoholic steatohepatitis). NAFLD muncul tanpa adanya riwayat konsumsi alkohol yang signifikan, dengan biopsi hati menunjukkan adanya steatosis makrovesikular dengan atau tanpa adanya aktifitas nekro- inflamatori dan eksklusi dari adanya kemungkinan penyakit hati lain. Meskipun patogenesisnya belum jelas, NAFLD memiliki ciri khas adanya akumulasi trigliserida dalam hepatosit. Resistensi insulin memainkan peranan penting dalam akumulasi trigliserida. Berlebihnya asam lemak intraseluler, stres oksidatif, deplesi jumlah ATP, serta disfungsi mitokondrial secara bersama-sama berperan dalam menyebabkan cedera hepatoselular disusul inflamasi dan fibrosis. Oleh karena tidak lagi mengejutkan bahwa temuan yang paling sering dari kondisi NAFLD adalah peningkatan kadar transaminase serum yang tidak terlalu tinggi.

Namun seperti yang telah disebutkan sebelumnya yakni tingginya kadar peningkatan transaminase tidak berkorelasi dengan keparahan penyakit secara histopatologi.6,15,22,23

2.2.6. NAFLD pada Pasien Nondiabetes

Saat ini NAFLD telah mengambil alih posisi penyebab tersering peningkatan kronis fungsi hati pada pasien diabetes dan nondiabetes di Amerika Serikat yang sebelumnya ditempati oleh alkoholik dan viral. Di antara seluruh pasien NAFLD tersebut, 60-95% mengalami obesitas, 28-55% dengan diabetes melitus tipe 2, dan 20-92% dengan hiperlipidemia. Sebuah studi prospektif dari 1.124 orang dewasa yang dirujuk karena adanya peningkatan kronis nilai fungsi hati, 81 orang dijumpai dengan etiologi tidak diketahui marker infeksi (hepatitis B dan C), metabolik (TSH), autoimun (serum protein elektroforesa, antibodi antinuklear, antimitokondrial antibodi, anti-smooth muscle antibody) atau

(42)

penyebab penyakit hati yang diturunkan secara herediter (α-1 antitripsin, seruloplasmin, besi, kapasitas ikat besi, ataupun ferritin) dijumpai negatif.

Kelompok ini juga tidak memiliki riwayat pengguna alkohol dan obat-obat hepatotoksik demikian juga tanda-tanda penyakit hati kronis. Dari antara 81 pasien dengan etiologi yang tidak diketahui ini, 73 orang memiliki gambaran histologi hati yang abnormal dengan gambaran steatosis. Pada pasien dengan penyakit hati tanpa etiologi yang jelas, prevalensi steatosis dan steatohepatitis ditemukan sebesar 50,6 dan 32%.6,24,25

2.2.7. Hepatitis C dan Diabetes Melitus tipe 2

Hepatitis C virus (HCV) merupakan penyebab penyakit hati tersering di Amerika Serikat dan merupakan prediktor yang independen pada DM tipe 2. HCV diketahui ternyata memiliki prevalensi tinggi di kalangan penderita diabetes. Simo R et al (1996) menemukan bahwa prevalensi hepatitis C lebih tinggi pada penderita DM dibandingkan dengan kelompok pendonor darah (11,5 vs 2,5%, P < 0,001). Dari kelompok pasien diabetes yang terinfeksi HCV ditemukan 72,3% memiliki nilai fungsi hati abnormal sedangkan pada kelompok diabetes tanpa infeksi HCV hanya 27,7% (P < 0,001). Hal ini membuktikan bahwa peningkatan nilai fungsi hati pada pasien diabetes perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap hepatitis C.6,26,27,28

(43)

2.3. Kerangka Teori

Diabetes Mellitus

Hiperglikemia 1. KGD puasa 2. KGD 2JPP

Resistensi Insulin

Peningkatan glukoneogenesis

Peningkatan asam lemak bebas

Peningkatan stress oksidatif

Peningkatan sitokin proinflamasi

Peningkatan Trigliserida

Kerusakan hepatosit (membran sel, mitokondrial )

Peroksidase lipid reaktif dan sel inflamasi

Peningkatan TNF alpha

Liver Injury

Peningkatan fungsi hati (ALT, AST, ALP, GGT)

(44)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi observasional dengan metode pengumpulan data secara potong lintang.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK USU / RSUP H.

Adam Malik Medan bekerjasama dengan Departemen Penyakit Dalam FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, mulai bulan Desember 2014- Februari 2015.

3.3. Populasi Penelitian

Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus yang melakukan kunjungan ke poli endokrin penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan Desember 2014 - Februari 2015. Penelitian dihentikan bila jumlah sampel minimal tercapai atau waktu pengambilan sampel telah mencapai tiga bulan.

3.4. Sampel Penelitian

3.4.1. Cara pengambilan sampel penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif terhadap semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian.

3.4.2. Besar sampel

Penghitungan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus hipotesa pada dua populasi, yaitu :

( )

( )

2

2 2 1

) 1 ( ) 2 / 1 ( 2 2

1

2

µ µ

σ

α β

≥ +

= Z Z

n n

(45)

Dimana :

) 2 / 1 (α

Z = deviat baku alpha. utk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96

) 1 (β

Z = deviat baku alpha. utk β= 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282 σ

d

S = Standar deviasi ALP pada penderita DM = 72,41.*

2

1 µ

µ − = beda rerata yang bermakna ditetapkan sebesar 15

Maka sampel minimal untuk masing-masing kelompok sebanyak 22 orang.

3.5. Kriteria Penelitian 3.5.1. Kriteria Inklusi

Pasien yang telah dikonfirmasi sebagai diabetes mellitus tipe 2 atau baru didiagnosa diabetes mellitus tipe 2 sesuai dengan kriteria WHO, yaitu kadar gula darah puasa ≥ 7 mmol/l (126 mg/dl) atau kadar gula darah puasa sewaktu atau dua jam paska puasa ≥ 11.1 mmol/l (200 mg/dl).

3.5.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien diabetes mellitus dengan riwayat pemakaian alkohol, menggunakan obat-obatan hepatotoksik seperti amiodaron, obat anti tuberkulosa, riwayat penyakit hati seperti : hepatitis akut, hepatitis B, hepatitis C (HbsAg positif dan antibodi HCV positif)

2. Pasien menolak ikut dalam penelitian

3.6 Identifikasi Variabel 3.6.1 Variabel Bebas

Alanine aminotransferase (ALT), Aspartate aminotransferase (AST), Alkaline Phospatase (ALP), Gamma Glutamyl Transpeptidase (GGT)

(46)

3.6.2 Variabel Terikat Diabetes Mellitus tipe 2

3.7 Definisi Operasional

Diabetes Mellitus tipe 2 Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan KGD puasa

>126 mg/dl, KGD sewaktu >200 mg/dl.

Alanine aminotransferase (ALT) Enzim sitoplasmik yang meningkat ketika terjadi injuri pada hepar29.

Aspartate aminotransferase (AST) Enzim mitokondrial yang meningkat ketika terjadi injuri pada hepar29.

Alkaline Phospatase (ALP) Enzim kanalikular yang meningkat ketika terjadi suatu proses obstruksi pada hepar29.

Gamma Glutamyl Transpeptidase (GGT)

Enzim kanalikular yang meningkat ketika terjadi suatu proses obstruksi pada hepar29.

3.8. Pengolahan dan Pemeriksaan Sampel 3.8.1 Pengambilan sampel darah

Sampel darah diambil dari darah vena mediana cubiti. Sebelumnya pasien dipuasakan 10 – 12 Jam. Tempat Punksi vena terlebih dahulu dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering, kemudian dilakukan punksi. Pengambilan darah dilakukan tanpa stasis yang berlebihan dengan menggunakan vacutainer gel clot activator.

3.8.2. Pengolahan Sampel

Sampel darah didalam gel clot activator akan membeku setelah dibiarkan dalam suhu ruangan selama 20 menit, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit untuk mendapatkan serum.

Pemeriksaan kadar gula darah puasa, AST, ALT, ALP dan GGT menggunakan alat cobass 6000 automatic seri C501 analyzer.

(47)

3.8.3. Pemeriksaan Laboratorium 3.8.3.1. Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode enzimatik berdasarkan reaksi hexokinase (uv test) dengan alat outomatic cobas 6000 seri modul C501.30

Kadar gula darah diukur secara outomatisasi dengan Cobas 6000 seri modul C501 pada panjang gelombang 340 nm. Hasil pemeriksaan dilaporkan dalam mg/dl30. 3.8.3.2 Pemeriksaan AST, ALT, ALP, GGT

Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode pemeriksaan fotometrik dengan aoutomatic cobas 6000 seri modul C50130.

Prinsip pemeriksaan masing-masing sebagai berikut:30

1. AST : Adalah dengan tes pemeriksaan Enzimatik assay. AST mengkatalisis transfer gugus amino L-aspartate dan 2-oxoglutarate antara bentuk oxaloacetate dan L-glutamate. Oxaloacetate kemudian bereaksi dengan NADH , dengan adanya malate dehydrogenase (MDH), untuk membentuk NAD+.

L-aspartate + 2-oxoglutarate AST oxaloacetate + L-glutamate Oxaloacetate + NADH + H+ MDH L-malate + NAD+

Laju oksidasi NADH berbanding lurus dengan aktivitas AST katalitik. Itu ditentukan dengan mengukur penurunan absorbansi.

2. ALT : Adalah dengan tes pemeriksaan Enzimatik assay. ALT mengkatalisis reaksi antara L-alanin dan 2-oksoglutarat. Piruvat yang terbentuk dikurangi dengan NADH dalam reaksi dikatalisis oleh dehidrogenase laktat (LDH) untuk membentuk L-laktat dan NAD+.

L-Alanine + 2-oxoglutarate ALT pyruvate + L-glutamate Pyruvate + NADH + H+ LDH L-lactate + NAD+

(48)

Laju oksidasi NADH berbanding lurus dengan aktivitas ALT katalitik. Itu ditentukan dengan mengukur penurunan absorbansi.

3. ALP : Adalah dengan tes pemeriksaan Colorimetric assay. Dengan adanya magnesium dan seng ion, p-nitrophenyl phosphate dipisahkan oleh phosphatases menjadi phosphate dan p-nitrophenol.

p-nitrophenyl phosphate + H20 ALP phosphate + p-nitrophenol

p-nitrofenol dilepaskan berbanding lurus dengan aktivitas ALP katalitik. Itu ditentukan dengan mengukur peningkatan absorbansi.

4. GGT : Adalah dengan tes pemeriksaan Enzymatic colorimetric assay.

γ-glutamyltransferase transfers kelompok γ-glutamyl dari L-γ-glutamyl-3- carboxy-4-nitroanilide ke glycylglycine.

L-γ-glutamyl-3-carboxy-4-nitroanilide + glycylglycine GGT L-γ-glutamyl- glycylglycine + 5-amino-2-nitrobenzoate

Jumlah 5-amino-2-nitrobenzoate dibebaskan sebanding dengan aktivitas GGT dalam sampel. Itu ditentukan dengan mengukur peningkatan absorbansi photometrically.

3.9 Pemantapan Kualitas

Pemantapan kualitas dilakukan setiap kali pada saat awal pemeriksaan untuk menjamin ketepatan hasil pemeriksaan yang dikerjakan. Sebelum dilakukan pemeriksaan harus dilakukan kalibrasi terhadap alat-alat yang digunakan, agar penentuan konsentrasi zat dapat diketahui.

Pemantapan kualitas penting untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pemeriksaan. Untuk itu sebelum melakukan pemeriksaan perlu dilakukan persiapan yang cukup untuk menghindari kesalahan dalam pemeriksaan.

(49)

3.10 Hasil Pemantapan Kualitas

3.10.1 Kalibrasi Pemantapan Kualitas Laboratorium

Kalibrasi alat Cobas 6000 C501 Analyzer untuk pemeriksaan kadar gula darah, AST, ALT, ALP dan GGT digunakan C.f.a.s. Lot no.17795500. Kalibrator dalam bentuk serbuk kemudian diencerkan dengan 3mL aquadest, tidak boleh dikocok-kocok agar tidak terbentuk gelembung, kemudian dibiarkan selama 30 menit kemudian dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dilakukan 1 kali sewaktu membuka reagen yang baru.

Gambar4. Hasil Kalibrasi pada pemeriksaan KGD dan fungsi hati

3.10.2 Pemantapan Kualitas Pemeriksaan AST, ALT, ALP dan GGT

Pemantapan kualitas untuk pemeriksaan AST, ALT, ALP dan GGT dengan alat Cobas 6000 C501 Analyzer digunakan PreciControl ClinChem Multi 1 No 17479400. Selama penelitian, kontrol kualitas pemeriksaan AST, ALT, ALP, GGT dan KGD dilakukan sebanyak 3 kali bersamaan dengan pemeriksaan sampel, dengan nilai target yang akan dicapai.

(50)

Tabel 2. Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar AST No Tanggal

Pemeriksaan

Nilai Kontrol (mg/dl)

Nilai Target (mg/dl)

1. 13-05-2015 46.4 47.5 – 53.5

2. 15-05-2015 44.8 47.5 – 53.5

3 17-05-2015 48.0 47.5 – 53.5

Tabel 3. Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar ALT No Tanggal

Pemeriksaan

Nilai Kontrol (mg/dl)

Nilai Target (mg/dl)

1. 13-05-2015 51.0 43.0 – 48.4

2. 15-05-2015 49.8 43.0 – 48.4

3 17-05-2015 51.5 43.0 – 48.4

Tabel 4. Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar ALP No Tanggal

Pemeriksaan

Nilai Kontrol (mg/dl)

Nilai Target (mg/dl)

1. 13-05-2015 86 84.5– 95.3

2. 15-05-2015 90 84.5– 95.3

3 17-05-2015 92 84.5– 95.3

(51)

Tabel 5. Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar GGT No Tanggal

Pemeriksaan

Nilai Kontrol (mg/dl)

Nilai Target (mg/dl)

1. 13-05-2015 45 42.5– 47.9

2. 15-05-2015 46 42.5– 47.9

3 17-05-2015 44 42.5– 47.9

Tabel 6. Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar KGD No Tanggal

Pemeriksaan

Nilai Kontrol (mg/dl)

Nilai Target (mg/dl)

1. 13-05-2015 103.1 97-107

2. 15-05-2015 99 97-107

3 17-05-2015 102.2 97-107

3.11. Masalah Etika (Ethical Clearance) dan Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan (ethical clearance) dari komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan . Seluruh pasien yang bersedia ikut dalam penelitian ini memberikan informed consent secara tertulis. Dalam memberikan persetujuan tersebut pasien sebelumnya telah diberitahu akan makna, manfaat dan kemungkinan efek samping yang tidak menyenangkan yang mungkin bisa terjadi.

(52)

3.12. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Analisa data dilakukan menggunakan software SPSS (Statistical Package for Social Sciences, Chicago, IL, USA) untuk Windows. Untuk melihat parameter yang berbeda secara signifikan pada kelompok pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 dan non-diabetes digunakan uji T - Independent jika data berdistribusi normal dan Tes MannWhitney jika data berdistribusi tidak normal.

(53)

3.13. Kerangka Kerja

Kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl atau kadar gula darah sewaktu atau dua jam paska puasa ≥200 mg/dl.

Non-DM DM tipe 2

Data sosiodemografik (umur, jenis kelamin, etnis) dan karakteristik diabetes (riwayat keluarga DM, durasi menderita DM, jenis terapi antidiabetik)

5 ml darah vena diambil lalu kemudian diperiksakan KGD puasa, ALT, AST, ALP, GGT

Analisa statistik untuk melihat perbedaan parameter yang diukur

Ya dan memenuhi Kriteria Inklusi Tidak

(54)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Dari penderita DM tipe 2 yang datang berkunjung ke Poli Endokrin Departemen Penyakit Dalam yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 50 orang.

Terhadap 50 orang tersebut dilakukan pemeriksaan fisik, laboratorium, setelah dilakukan pemeriksaan dikeluarkan 10 orang yang didapatkan 5 orang sedang diterapi OAT dan 5 orang didapati kadar HbsAg positif dan antibodi HCV positif, dengan demikian jumlah sampel penelitian adalah 40 orang penderita DM tipe 2 dan 40 orang sehat sebagai kelompok pembanding.

Pada penelitian ini pada pasien DM tipe 2 menunjukkan sebagian besar subyek penelitian adalah perempuan sebanyak 22 orang (55%) dibanding laki-laki sebanyak 18 orang (45%) dengan rerata umur 52,83±8,823 tahun, umur termuda 35 tahun dan yang tertua 71 tahun. Didapati juga rerata lama menderita DM tipe 2 adalah 7.65±3,74 tahun. Pada kelompok pembanding didapati sebagian besar subyek penelitian adalah perempuan sebanyak 21 orang (52,5%) dibanding laki- laki sebanyak 19 orang (47,5%) dengan rerata umur 53,93±10,508 tahun, umur termuda 35 tahun dan yang tertua 70 tahun.

Tabel 4.1 Data karakteristik berdasarkan Jenis Kelamin, Umur dan Durasi

DM Non DM p value

Jenis Kelamin Laki-laki (n) Perempuan (n)

18 22

19 21

0.824 Umur (mean ± SD (tahun)) 52.83 ± 8.823 53.93 ± 10.508 0.270

Durasi menderita DM (tahun) 7.65±3,74 -

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah diakukan oleh peneliti di SD Muhammadiyah 1 Alternatif Kota Magelang, menunjukkan bahwa guru belum pernah menggunakan

Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini difokuskan pada bagaimana alam dan adat masyarakat Limbanang dapat menjadi sumber pembentukan

Penulis ilmiah membahas tentang aplikasi sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit pencernaan dengan tiga gejala umum yaitu Diare, Sembelit, Perut Kembung. Untuk memperoleh diagosa

Bahwa hasil evaluasi terhadap kegiatan Orietitasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) atau sejenisnya yang dikaitkan dengan acara/upacara penerimaan mahasiswa baru pada

Sistem penjualan tanaman anggrek pada Toko panchids Florist masih dilakukan secara manual, oleh karena itu penulis mencoba menerapkan komputerisasi pada sistem penjualan tanaman

Daerah rawan konflik adalah daerah yang rawan menurut pertimbangan keamanan, baik untuk keamanan Peneliti Asing sendiri maupun keamanan setempat; daerah yang

Oleh karena itu dibuatlah website SMAN 64 dengan menu menu seperti menu profil umum sekolah, profil kepala sekolah dan guru, profil siswa, fasilitas, ekstrakulikuler dan menu

(jumlah) mahasiswa yang tercantum pada lampiran surat ini, telah menyelesaikan seluruh proses pembelajaran sesuai kurikulum program studi. Untuk selanjutnya, mohon agar