BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pendidikan memiliki tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap, mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan kebangsaan. Pendidikan harus
mampu mempersiapkan warga negara agar dapat berperan aktif dalam seluruh
lapangan kehidupan, cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur, berdisiplin dan bermoral
tinggi, demokratis, dan toleran dengan mengutamakan persatuan bangsa (Sutikno,
2007)
2.1 Tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dalam Pembelajaran
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006).
Kurikulum 2006 atau yang sering disebut dengan KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat
pembelajaran pada suatu dan /kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi
dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (Badan
Standar Nasional Pendidikan, 2006).
Kurikulum 2006 menitik beratkan pada keaktifan peserta didik sebagai sentral
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, karena sentral pembelajaran adalah
keaktifan peserta didik maka peran guru hanya sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran.
Guru sebagai fasilitator dituntut untuk aktif dalam mendesain proses
pembelajaran, salah satu alternatif desain pembelajaran adalah pembelajaran
bervisi SETS (dilengkapi dengan multimedia interaktif) berfungsi sebagai
media penyampaian materi yang diharapkan dapat memberi wawasan
pengetahuan tentang sistem koordinasi pada manusia. Dengan bantuan CD
interaktif maka materi yang disampaikan kepada peserta didik menjadi jelas,
berkesan dan bermakna.
2.1.1 Pembelajaran Biologi
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang
mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA di sekolah menengah diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk
mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang dirinya sendiri dan alam
sekitar.
Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman
belajar untuk memahami konsep dan keterampilan proses sains. Keterampilan
proses ini meliputi keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis,
menggunakan alat dan bahan secara baik dan benar dengan selalu
mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan,
menggolongkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan
secara lisan atau tertulis, menggali dan memilah informasi faktual yang relevan
untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari. Ini
kehidupan nyata (kontekstual) dan belajar dari orang lain yang pada akhirnya
jika diterapkan dalam proses pembelajaran akan meningkatkan keterampilan
bermasyarakat dan meningkatkan hasil belajar siswa (Deen dan Smith, 2006).
Mata pelajaran Biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis,
induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
peristiwa alam sekitar. Mata pelajaran Biologi bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Membentuk sikap positif terhadap biologi dengan menyadari keteraturan dan
keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat
bekerjasama dengan orang lain.
3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji
hipotesis melalui percobaan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan
secara lisan dan tertulis.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif
dengan menggunakan konsep dan prinsip biologi.
5. Mengembangkan penguasaan konsep dan prinsip biologi dan saling
keterkaitannya dengan IPA lainnya serta mengembangkan pengetahuan,
6. Menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk menghasilkan karya
teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia.
7. Meningkatkan kesadaran dan berperan serta dalam menjaga kelestarian
lingkungan.
2.1.2 Hasil Belajar
Pengertian kata hasil menurut Poerwadarminta (2006), yaitu sesuatu yang
diadakan (dibuat, dijadikan dan sebagainya) oleh usaha. Di samping itu beliau
mengemukakan definisi belajar sebagai usaha melalui latihan dan usaha lainnya
agar mendapat sesuatu kepandaian atau suatu ilmu pengetahuan.
Belajar merupakan proses aktif pelajar mengkontruksi arti entah teks, dialog,
pengalaman fisik, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses
mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari
dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya
dikembangkan. Proses tersebut bercirikan sebagai berikut belajar berarti
membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat,
dengar, rasakan, dan alami. Kontruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang
telah ia punyai (Suparno, 1997).
Menurut Abdurrahman (2003) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh
anak setelah melalui kegiatan belajar. Sedangkan menurut Sudjana (1999) hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
merupakan perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan
psikomotoris. Hasil belajar dapat diukur melalui tiga hal yaitu: (1) keefektifan,
(2) efisiensi, (3) daya tarik. Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan
tingkat pencapaian hasil belajar. Ada 4 aspek untuk mendiskripsikan keefektifan
pembelajaran yaitu: (1) kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari
(tingkat kesalahan), (2) kecepatan unjuk kerja, (3) tingkat hasil belajar, dan (4)
tingkat retensi dari apa yang dipelajari. Menurut Rustad dan Sugiyanto (2007),
efektifitas belajar sangat dipengaruhi gaya belajar dan bagaimana cara belajar.
Efisiensi pembelajaran biasanya diukur rasio antara keefektifan dan jumlah
waktu yang dipakai pembelajaran dan atau jumlah biaya pembelajaran yang
digunakan. Daya tarik pembelajaran biasanya juga dapat diukur dengan
mengamati kecenderungan siswa untuk tetap terus belajar. Adapun daya tarik
pembelajaran erat sekali dengan daya tarik bidang studi. Keduanya dipengaruhi
kualitas belajar.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar
merupakan suatu perubahan tingkah laku yang baru yang menunjuk pada
prestasi belajar peserta didik setelah melalui usaha dalam proses belajar pada
mata pelajaran. Hasil belajar dapat diketahui setelah dilakukan penilaian hasil
belajar. Penilaian hasil belajar pembelajaran bervisi SETS materi sistem
koordinasi (dilengkapi dengan multimedia interaktif) yaitu berupa penilaian
kognitif, psikomotorik (keterampilan proses dan keaktivan) dan afektif (respon)
2.3 Keaktifan Peserta Didik Dalam Pembelajaran
Keaktifan dapat diartikan kegiatan yang dilakukan peserta didik dalam proses
pembelajaran untuk mencapai hasil belajar (Sudjana, 1999). Keaktifan siswa
untuk berfikir mempunyai ciri-ciri: (a) mengarahkan peserta didik untuk
mengamati, menghitung, mengukur, mencatat data menggolongkan data dan
mencari hubungan antara dua data, (b) meminta peserta didik untuk hipotesis
dengan memecahkan masalah yang dihadapi, (c) mengarahkan peserta didik
untuk melakukan penelitian percobaan serta menyampaikan kembali
variabel-variabel dalam percobaan yang dilakukan, (d) meminta peserta didik untuk
menyimpulkan, menerapkan konsep serta mengkomunikasikan proses suatu
hasil belajar.
2.4. Pembelajaran Dengan SETS
Dasar dari pengembangan SETS adalah Constructivism oleh Glasersfeld pada
1986 (Glasersfeld, 1986). Teori konstruktivisme ini pada pokoknya
menggambarkan bahwa si pembelajar membentuk atau membangun
pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya (Glasersfeld, 1986).
Dalam teori konstruktivisme siswa lebih diberikan tempat dibanding guru atau
instruktur, maksudnya dalam penyelenggaraan proses pembelajaran siswa
dijadikan sebagai pusat pembelajaran (student center), atau konstruktivisme
merupakan pembangunan pemahaman peserta didik secara aktif dalam
pemahaman sebuah makna (Jones dkk, 2002). Untuk lebih jelas dapat dilihat
Singkatan kata SETS mengandung makna tertentu. Akronim SETS, bila
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia akan memiliki kepanjangan Sains,
Lingkungan, Teknologi, dan masyarakat (SETS) diturunkan dengan landasan
filosofis yang mencerminkan kesatuan unsur SETS dengan mengingat urutan
unsur-unsur SETS dalam susunan akronim tersebut. Selanjutnya landasan
filosofis tersebut dipakai sebagai dasar pengembangan konsep pendidikan
SETS itu sendiri dalam implementasinya untuk ikut berperan dalam sistem
pendidikan, di mana saja dia diadopsi (Binadja, 1999).
Pada penelitian ini unsur sains menjadi perhatian utama. Namun tidak
menutup kemungkinan pada penelitian yang lain unsur lingkungan,
teknologi maupun masyarakat yang menjadi perhatian utama. Dengan
meletakkan sains sebagai fokus perhatian, seperti yang biasa dilakukan
dalam kegiatan pengajaran sains, maka guru sains serta para siswa yang
menghadapi pelajaran sains dapat dibawa melihat bentuk keterkaitan
sebenarnya dari ilmu yang dipelajarinya (sains) dikaitkan unsur lain
dalam SETS. Oleh karena itu dalam pengajaran sains seharusnya guru
dan siswa dapat mengambil berbagai contoh serta fakta yang ada atau
kemungkinan fakta yang dapat dikaitkan secara terpadu dalam pengenalan
atau pembelajaran konsep sains yang dihadapi sesuai dengan tujuan
pengajaran dan pada saat memungkinkan siswa mengembangkan diri
berdasarkan pengetahuan yang dipelajari tersebut. Adapun keterkaitan antara
Gambar 2. Keterkaitan antar unsur SETS (Binadja, 1999).
Pendidikan SETS atau yang sering disebut Salingtemas (Sains, Lingkungan,
Teknologi dan Masyarakat) merupakan kecenderungan masa depan pendidikan
yang belum banyak disadari oleh masyarakat (Binadja, 2001). Oleh karena itu
salah satu usaha untuk membumikan SETS dalam kehidupan mungkin bisa di
awali melaui pendidikan formal di sekolah dimana materi-materi pelajaran yang
disampaikan oleh guru selalu dihubungkaitkan dengan SETS.
SETS harus memberikan kepada peserta didik pengetahuan yang sesuai dengan
pendidikannya. Hubungan yang tepat antara SETS dalam pembahasannya
adalah ketekaitan antara topik bahasan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Ini berarti bahwa bahasan yang berkaitan dengan kehidupan peserta didik harus
diutamakan (Binadja, 1999).
Dalam pembelajaran biologi, pengintegrasian dalam konteks SETS
memerlukan kesediaan guru atau pendidik biologi untuk memiliki cara pandang
terbuka di samping selalu mengikuti perkembangan-perkembangan yang terjadi
di dalam masyarakat berkenaan dengan subjek biologi. Untuk itu perlu
kepekaan yang tinggi dari guru biologi terhadap situasi di masyarakat yang
bernuansa biologi. Hal-hal yang bernuansa biologi tersebut dapat berupa
informasi baru, pengungkapan peristiwa lama yang baru ditemukan, masalah
penyakit, kaitan dengan bidang-bidang tertentu yang menyangkut biologi
seperti bidang medis, kefarmasian, pertanian, perikanan, kehutanan, kelautan,
bahkan keantariksaan. Dari sana para guru atau pendidik biologi diminta untuk
mengkaitkan topik pembelajaran yang akan diperkenalkan kepada siswa dari
berbagai segi SETS sehingga memungkinkan peserta didik memiliki keutuhan
pandangan tentang sesuatu yang harus dipelajari saat itu (Binadja, 2001).
Dalam pembelajaran biologi bervisi SETS, ciri atau karakteristik pendekatan
2.41. Sistem Saraf Dalam Konteks SETS
Gambar 3. Dua orang yang sedang telepon (Lestari dan Idun, 2009).
Gambar tersebut memperlihatkan dua orang yang berbincang-bincang melalui
telepon. Seseorang di suatu tempat menyampaikan suatu pesan dan ditanggapi
oleh orang di tempat lain. Melalui komunikasi tersebut akhirnya pesan yang
disampaikan seseorang dapat ditanggapi oleh orang lain. Ilustrasi tersebut
ternyata dapat menjelaskan tentang sistem saraf. Dilihat dari cara kerja dan
fungsinya, saraf bagaikan sebuah jaringan komunikasi. Sistem saraf berfungsi
untuk menerima pesan dan menanggapi pesan tersebut. Dalam hal ini, pesan
disebut rangsang. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa saraf
merupakan bagian dari tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang dan
kemudian menanggapi rangsang tersebut.
Sebagai contoh saraf (sains) dapat dihubungkan dengan teknologi
penanggulangan parkinson yang sekarang ini sedang ramai dibahas manfaatnya
bagi masyarakat dan lingkungan yang sangat besar, diantaranya didirikannya
klinik terapi parkinson, obat untuk penderita parkinson, lebih jelasnya lihat
2.4.2. Sistem Hormon Dalam Konteks SETS
Pernahkah kalian merasa takut saat bertemu dengan orang gila atau
dikejar-kejar orang gila, mengahadapi ujian atau menunggu kelulusan atau peristiwa
lain yang menyebabkan perasaaan was-was. Tahukah kalian sebenarnya apa
yang terjadi dengan tubuh kalian saat itu? Pada saat itu tubuh mengeluarkan
hormon adrenalin (epinefrin) yang berpengaruh dalam penyempitan pembuluh
darah sehingga tekanan darah dan denyut jantung meningkat, hormon ini juga
mengubah glikogen (gula otot) menjadi glukosa untuk memenuhi kebutuhan
energi sehingga pada saat dikejar orang gila memiliki kekuatan untuk lari, dan
memiliki semangat untuk mempersiapkan ujian sehingga saat kelulusan tidak
begitu ketakutan. Hormon dari bahasa Yunani yaitu hormaen yang berarti
menggerakkan. Hormon merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh bagian
dalam tubuh. Organ yang berperan dalam menghasilkan hormone adalah
Gambar 4. Penyakit parkinson dalam konteks SETS. membantu bagi penderita Parkinson untuk tetap
NuroPro (alat tes darah dari Power 3Product): untuk meneteksi sejak dini penyakit Parkinson
Saraf:
Penyakit
parkinson Bagi penderita Parkinson menurunkan kualitas
Kelenjar endokrin pada manusia terdiri dari kelenjar hipofisis, kelenjar adrenal,
kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid dan kelenjar pulau langerhans. Salah satu
contoh kelenjar langerhans (kelenjar pankreas) menghasilkan hormon insulin
yang berfungsi untuk mengatur kadar gula dalam darah, kekurangan hormon
insulin menyebabkan Diabetes mellitus (kencing manis), bila dihubungkan
dengan SETS dengan adanya Diabetes mellitus (sains) maka diproduksinya
insulin sintetis, obat untuk diabetes, produk susu diabetasol (teknologi), dokter
special untuk amputasi jika penderita diabet sampai mengalami pembusukan
pada organ tubuh yang mengalami luka, dokter mata jika diabetesnya dapat
menyebabkan kebutaan (masyarakat dan lingkungan) (gambar 5).
2.4.3 Sistem Indera Dalam Konteks SETS
Rasa nikmat dan lezat dari setiap masakan yang dirasakan dipengaruhi oleh
adanya rangsangan pada lidah. ungkapan rasa sakit seperti mengucap kata
“aduh” juga terkait rangsangan pada bagian tertentu tubuh kita. Oleh kerena itu,
rangsangan (stimulus) diartikan sebagai sesuatu yang menyebabkan perubahan
pada tubuh atau bagian tubuh tertentu. Sedangkan alat tubuh yang menerima
rangsangan tersebut dinamakan indera (reseptor). Adanya reseptor
memungkinkan ransangan dihantarkan menuju saraf pusat. Di dalam saraf pusat
rangsangan di olah untuk dikirim kembali meneuju efektor, seperti otot dan
Sementara rangsangan yang menuju tubuh dapat berasal dari luar tubuh dan
dalam tubuh. Rangsangan dari luar tubuh misalnya bau, rasa (pahit, manis, asin,
dan masam), sentuhan, cahaya, suhu, tekanan, dan gaya berat. Rangsangan itu
akan diterima indera penerima (reseptor luar/eksteroreseptor). Sedangkan
reseptor yang berasal dari dalam tubuh misalnya rasa kenyang, lapar, haus, dan
lelah diterima oleh indera yang disebut reseptor dalam (interoreseptor).
Eksoreseptor sering disebut alat indera yang terdiri indera penglihat, indera
peraba, perasa, pencium dan pengecap.
Bila dihubungkan dengan SETS, misalnya mata (sains) dapat dihubungkaitkan
dengan kaca mata (soflen) untuk membantu penglihatan, operasi katarak
(Lasik), obat mata (teknologi), dokter spesialis mata dan rumah sakit khusus
mata merupakan manfaatnya untuk lingkungan dan masyarakat. Telinga sebagai
indera pendengar, lidah sebagai indera pengecap, hidung sebagai indera
pencium dan kulit sebagai indera perasa, semua dapat dihubungkan dengan
Gambar 6. Penyakit katarak dalam konteks SETS
arakat berkenaan dengan subjek biologi. Untuk itu perlu kepekaan yang tinggi
dari guru biologi terhadap situasi di masyarakat yang bernuansa biologi.
Hal-hal yang bernuansa biologi tersebut dapat berupa informasi baru, pengungkapan
peristiwa lama yang baru ditemukan, masalah penyakit, kaitan dengan
bidang-bidang tertentu yang menyangkut biologi seperti bidang-bidang medis, kefarmasian,
pertanian, perikanan, kehutanan, kelautan, bahkan keantariksaan. Dari sana para
guru atau pendidik biologi diminta untuk mengkaitkan topik pembelajaran yang
akan diperkenalkan kepada siswa dari berbagai segi SETS sehingga
memungkinkan peserta didik memiliki keutuhan pandangan tentang sesuatu
yang harus dipelajari saat itu (Binadja, 2001).
Dalam pembelajaran biologi bervisi SETS, ciri atau karakteristik pendekatan
SETS yang perlu ditampilkan adalah:
Tetap memberi pembelajaran konsep biologi yang diinginkan
Murid dibawa ke situasi untuk melihat teknologi yang berkaitan dengan
konsep yang dibelajarkan atau memanfaatkan konsep biologi ke bentuk
teknologi untuk kepentingan masyarakat
Murid diminta untuk menjelaskan keterhubungkaitan antara unsur sains
biologi yang dibincangkan dengan unsur-unsur lain dalam SETS yang
Murid dibawa untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian
menggunakan konsep sains biologi tersebut bila diubah dalam bentuk
teknologi
Murid diajak untuk mencari alternatif pengatasan terhadap kerugian (bila
ada) yang ditimbulkan oleh penerapan sains ke bentuk teknologi tersebut
terhadap lingkungan dan masyarakat (mencari teknologi yang lebih baik)
Kontruktivisme, murid dapat diajak berbincang tentang SETS berkaitan
dengan konsep sains yang dibelajarkan, dari berbagai macam arah dan
berbagai macam titik awal tergantung pengetahuan dasar yang dimiliki siswa
yang bersangkutan (Binadja, 2001).
2.5. Media Pembelajaran Dan Pengembangannya
Dalam proses pembelajaran terjadi proses interaksi antara guru dan peserta
didik, peserta didik dengan peserta didik yang lain dalam memahami,
mendiskusikan, tanya jawab, mendemontrasiksan, mempraktikan materi
pelajaran di dalam kelas. Dari situ terjadi komunikasi antara guru dan peserta
didik atau peserta didik dengan peserta didik yang lainnya, di dalamnya terjadi
dan terlaksana hubungan timbal balik (komunikatif). Guru menyampaikan
pesan, peserta didik bertanya atau sebaliknya.
Menurut Yamin (2007a), interaksi pada intinya terdiri atas empat unsur yang
tidak terlepaskan, yaitu: komunikator, komunikan, pesan dan media. Media
Media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis,
fotografis atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun
kembali informasi final atau verbal. Media juga dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang
pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian, dan kemauan siswa
sehinggga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri siswa
(Angkowo dan Kosasih, 2007)
Sadiman dkk (1984) mengatakan bahwa media pembelajaran memiliki
kegunaan-kegunaan sebagai berikut: (1) memperjelas penyajian pesan agar
tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan
belaka), (2) penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran
akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran pada saat itu, (3)
penggunaan media dapat menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih
interaktif, dengan diterapkannya teori belajar dengan prinsip-prinsip psikologis
(partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan), (4) penggunaan media
pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif peserta
didik. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk: (a) menimbulkan
kegairahan belajar, (b) memungkinkan peserta didik belajar mandiri sesuai
dengan kemampuan dan minatnya, (c) memungkinkan interaksi yang lebih
langsung antara peserta didik dengan lingkungan dan kenyataan, (5) mengatasi
keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti: (a) objek yang terlalu besar
2.6. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 5.Kerangka berfikir pembelajaran bervisi SETS sistem saraf
SETS merupakan pembelajaran
yang terintegrasi yang
mengaitkan antara materi pembelajaran dengan lingkungan, (saraf, hormone dan indera) memiliki sub materi yang banyak dibanding dengan materi lain di kelas IX
Berkurangnya jam biologi dari 3 jam menjadi 2 jam
Nilai harian siswa untuk materi saraf rendah dibanding materi lain
Belum adanya perangkat
2.7. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
1. Pembelajaran bervisi SETS materi sistem saraf dapat meningkatkan
keaktifan bertanya peserta didik
2. Pembelajaran bervisi SETS materi sistem saraf meningkatkan keaktifan
bekerja kelompok dengan teman dan kelompok
3. Pembelajaran bervisi SETS materi sistem saraf dapat meningkatkan
presentasi hasil diskusi peserta didik
4. Pembelajaran bervisi SETS materi sistem saraf dapat meningkatkan hasil