8 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pembelajaran IPA di Kelas IV SD 2.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam di SD
Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empiric dan membahas tentang fakta serta gejala alam.Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empiric dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih keterampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.
IPA disiplin ilmu memiliki ciri-ciri sebagaimana disiplin ilmu lainnya.Setiap disiplin ilmu selain mempunyai ciri-ciri umum, juga mempunyai cirri khusus/karakteristik.Adapun cirri umum dari suatu disiplin ilmu pengetahuan adalah merupakan himpunan fakta serta aturan yang menyatakan hubungan antara satu dengan lainnya. Cirri-cirikhusus tersebut dipaparkan berikut:
a) IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya.
b) IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
c) IPA merupakan pengetahuan teoritis. Teori IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi
dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan yang lain.
d) IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan dengan bagan- bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006).
IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses aplikasi dan sikap produk.
Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori dan hokum. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah. Metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan.
2.1.2 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD
Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar .sehingga pembelajaran yang terjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran tersebut. Guru berkewajiban untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA. Tujian ini tidak terlepas dari hakikat IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah.
Oleh sebab itu, pembelajaran IPA perlu menerapkan pinsip-prinsip pembelajaran yang tepat, prinsip pembelajaran IPA di SD menurut Wina Sanjaya (2005: 97) sebagai berikut :
1) Empat Pilar Pendidikan Global, yang meliputi learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together. Learning to know, arttinya dengan meningkatkan interaksi siswa dengan lingkungan fisik dan sosialnya diharapkan siswa mampu membangun pemahaman dan pengetahuan tentang alam sekitar. Learning to do artinya pembelajaran IPA tidak hanya menjadikan siswa sebagai pendengar melainkan siswa diberdayakan agar mau
dan mampu untuk memperkaya pengalaman belajarnya. Learning to be artinya hasil interaksi dengan lingkungan siswa diharapkan dapat membangun rasa percaya diri yang pada akhirnya membntuk jati dirinya. learning to live together artinya dengan adanya kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu akan membangun pemahaman sikap positif dan toleransi terhadap kemajemukan dalam kehidupan bersama.
2) Prinsip inkuiri, perinsip ini perlu diterapkan dalam pembelajaran IPA karena pada dasarnya anak memiliki rasa ingin tahu yang besar, sedang alam sekitar penuh dengan fakta atau fenomena yang dapat merangsang siswa ingin tahu lebih banyak.
3) Prinsip konstruktivisme, dalam pembelajaran IPA sebaiknya guru dalam mengajar tidak memindahkan pengetahuan kepada siswa, melainkan perlu dibangun oleh siswa dengan cara mengaitkan ilmu pengetahuan awal yang mereka miliki dengan struktur kognitifnya.
4) Prinsip salingtemas, (sains, lingkungan, teknologi, masyarakat). IPA memiliki prinsip-prinsip yang dibutuhkan untuk membangun teknologi. Sedang perkembangan teknologi akan memacu penemuan prinsip-prinsip IPA yang baru.
5) Prinsip pemecahan masalah. Pembelajaran IPA perlu menerapkan prinsip ini agar siswa terlatih untuk menyelesaikan suatu masalah.
6) Prinsip pembelajaran bermuatan nilai. Pembelajaran IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan atau kontradiksi dengan nilai-nilai yang diperjuangkan masyarakat sekitar.
7) Prinsip PAKEM ( pembelajatran aktif, kreatif , efektif dan menyenangkan).
Prinsip ini pada dasarnya merupakan prinsip pembelajaran yang berorientasi pada siswa aktif untuk melakukan kegiatan baik aktif berfikir maupun kegiatan yang bersifat motorik.
2.1.3 Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Depdiknas (2006: 61) dinyatakan bahwa salah satu tujuan pengajaran IPA adalah agar siswa memahami konsep – konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari – hari :
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan ciptaannya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep – konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari .
3) Mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA , lingkungan teknologi, dan masyarakat.
4) Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai alam dengan dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
2.1.4 Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Ruang lingkup IPA meliputi aspek – aspek berikut ini :
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan , yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksi dengan lingkungan serta kesehatan.
2) Benda/materi, sifat sifat kegunaannya, meliputi cair, padat dan gas.
3) Energy dan perubahannya, meliputi gatya, bunyi, panas, magnet listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
4) Bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainnya (kurikulum : 2006).
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan
10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, longsor)
10.3 Mendiskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)
2.2 Minat Belajar
Menurut Tidjan (1976: 71) adalah gejala psikologi yang menunjukkan pemusatan perhatian terhadap suatu objek sebab ada perasaan senang.Dari pengertian tersebut jelas bahwa minat itu sebagai pemusatan perhatian atau reaksi terhadap suatu objek seperti benda tertentu atau situasi tertentu yang didahului oleh perasaan senang terhadap objek tersebut.
Getzel dalam (Mardapi 2007: 106) mengemukakan minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktifitas, pemahaman dan keterampilan untuk rujukan perhatian atau pencapaian.
Jadi dari pengertian – pengertian yang telah di uraikan penulis dapat ditarik simpulan bahwa minat yaitu keinginan/ kehendak / kesukaan, memperhatikan dan memiliki kemampuan untuk bertindak tanpa ada yang menyuruh.
Menurut Slameto (2010: 180) suatu minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapatpula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktifitas. Anak didik yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.
Menurut Rachman (1997: 151) untuk menumbuhkan perhatian dan minat para siswa, pembelajaran dapat dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran
terpadu. Menurut Rooijakers (2008: 25) cara menumbuhkan minat dengan menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa. Anni (2007: 186) mengemukakan pengaitan pembelajaran dengan minat siswa adalah sangat penting. Dan karna itu tunjukkanlah bahwa pengetahuan yang dipelajari itu sangat bermanfaat bagi mereka.
Untuk dapat mengetahui minat yang datang dari seseorang dapat diukur melalui aspek – aspek berikut ini :
1) perasaan senang.
2) perhatian dalam belajar.
3) ketertarikan pada materi dan guru.
4) kesadaran akan adanya manfaat pembelajaran .
2.3 Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Dimyati (2002: 12) adalah hasil proses belajar dimana pelaku aktif dalam belajar adalah siswa dan pelaku aktif dalam pembelajaran adalah guru.
Menurut Sudjana (2010: 3) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa setelah melalui proses pembelajaran.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh seorang siswa sebagai hasil proses belajar.
Dalam sistem pendidikan nasional rumuskan pendidikan, baik tujuan kurikulum maupun tujuan internasional menggunakan klasifikasi hasil belajar dan Benjamin Bloom yang ranah kognitif, afektif dan psikomotoris (Sudjana, 2010:
22)
1) Ranah kognitif
Evaluasi aspek kognitif berkenaan dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang meliputi : pengamatan , pemahaman, aplikasi, nalisis, dan evaluasi.
2) Ranah afektif
Evaluasi aspek efektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang meliputi: menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3) Ranah psikomotoris
Pengukuran keberhasilan pada aspek psikomotor ditunjukkan pada keterampilan dlam merangkai alat keterampilan kerja dan ketelitian dalam mendapatkan hasil.
Evaluasi dari aspek keterampilan yang dimiliki oleh siswa bertujuan untuk mengukur sejauh mana siswa menguasai teknik praktikum.Aspek ini menitikberatkan pada unjuk kerja siswa.
Menurut Mulyasa (2002: 190) adalah factor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar:
1) Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik dapat digolongkan kedalam faktor sosial dan non sosial .
(1) Factor sosial menyangkut hubungan antara manusia yang terjadi dalam situasi sosial, termasuk lingkungan keluarga, sekolah, teman dan masyarakat pada umumnya.
(2) Faktor non sosial adalah faktor – faktor lingkungan yang bukan sosial seperti lingkungan alam dan fisik, misalnya keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas belajar, buku-buku sumber dan sebagainya.
Faktor eksternal dalam lingkungan keluarga baik langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik.
Disamping itu, diantara beberapa factor eksternal yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar ialah peranan faktor guru atau fasilitator. Dalam sistempendidikan dan khususnyab dalam pelajaran yang berlaku dewasa ini peranan guru dan keterlibatannya masih menempati posisi yang penting. Dalam hal ini efektifitas pengelolahan factor bahan, lingkungan dan instrument sebagai faktor – faktor utama yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar, hanpir keseluruhannya bergantung pada guru.
Proses pembelajaran tidak berlangsung satu arah melainkan secara timbale balik. Kedua pihak berperan secara aktif dalam kerangka kerja, serta dengan menggunakan cara dan kerangka berfikir yang seyogyanya dipahami dan disepakati bersama. Tujuan interaksi pembelajaran merupakan titik temu yang bersifat mengikat dan mengarahkan aktifitas kedua belah pihak.Dengan demikian kriteria keberhasilan pembelajaran hendaknya ditimbang atau dievaluasi berdasarkan tercapai tidaknya tujuan bersama tersebut.
Faktor sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan demografi keluarga (letah rumah) semuanya dapat memberi dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa. Sebagai contoh: kebiasaan yang diterapkan orang tua dalam memonitor kegiatan anak dapat menimbulkan dampak lebih buruk lagi. Dalam hal ini bukan saja anak tidak mau belajar melainkan juga ia cenderung berprilaku menyimpang, terutama perilaku menyimpang yang berat seperti anti sosial.
2) Faktor Internal
Uzer (Mulyana, 2002: 133) mengklasifikasikan factor internal mencakup : (1) Faktor jasmaniah (fisiologi), yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh,
yang termasuk ini ialah panca indera yang tidak berfungsi sebagaiman mestinya, seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna berfungsinya kelenjar tubuh yang membawa kelainan tingkah laku (2) Faktor psikologi, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri
atas :
Faktor intelektif yang meliputi factor potensial yaitu kecerdasan dan bakat serta factor kecakapan nyata, yaitu prestasi yang dimiliki.Factor non intelektif, yaitu unsur – unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri.
(3) Faktor kematangan fisik maupun psikis, yang berasal dari diri sendiri (internal), seperti intelegensi, minat, sikap dan motivasi.
Intelegensi merupakan salah satu factor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya prestasi belajar. Intelegensi merupakan dasar potensial bagi pencapaian hasil belajar, artinya hasil belajar yang dicapai akan bergantung pada tingkat intelegensi. Dan hasil belajar yang dicapai tidak akan melebihi tingkat intelegensinya.
Semakin tinggi tingkat intelegensinya semakin tinggi pula kemungkinan tingkat hasil belajar yang dapat dicapai. Jika intelegensinya rendah, maka cenderung hasil yang dicapainyapun rendah.Meskipun demikian, tidak boleh dikatakan bahwa taraf prestasi belajar disekolah kurang, pastilah intelegensinya kurang, karena banyak factor lain yang mempengaruhinya.
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecendrungan untuk merespon dengan cara yang relative tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya baik secara positif maupun negatif.
Selain faktor diatas yang mempengaruhi, prestasi belajar juga dipengaruhi oleh waktu dan kesempatan. Waktu dan kesempatan yang dimiliki oleh setiap individu berbeda sehingga akan berpengaruh terhadap perbedaan kemampuan peserta didik. Dengan demikian peserta didik yang memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk belajar cenderung memiliki prestasi yang tinggi daripada yang hanya memiliki sedikit waktu dan kesempatan untuk belajar.
Evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian atau pengukuran hasil belajar. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengakui sesuatu kegiatan pembelajaran, tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol Dimyati (2002:
200).
2.4 Model kooperatif tipe Numbered Heads Together 2.4.1 Model Kooperatif
Trianto (2007: 41) mengatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa aktif jika mereka saling berdiskusi dengan kelompok sejawat”. Didalam kelas kooperatif siswa belajar bersama kelompok-kelompok
kecil yang terdiri 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen. Tujuannya dalam proses berfikir siswa dapat terlibat secara keseluruhan aktif dalam kegiatan belajar. Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan.Mereka seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi.Agar terlaksana dengan baik siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan.
Penjelasan diatas dapat diuaraikan bahwa pembelajaran kooperatif itu saling berdiskusi dengan kelompok sejawatnya. Dari cara berdiskusi mengembangkan proses berfikir siswa menjadi aktif. Adapula lembar kegiatan untuk mempermudah pembelajaran yang direncanakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan.Siswa lebih mudah diberi sebuah pertanyaan agar mulai aktif dan jawabannya terstruktur.
Struktur tujuan kooperatif terjadi siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut.
Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial.Pembelajaran kooperatif mempunyai efek berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata, kemampuan, dan ketidakmampuan (Ibrahim, dkk, 2000:7).Keterampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan ketrampilan-ketrampilan kerja sama dan kolaborasi dan juga ketrampilan-ketrampilan tanya jawab (Ibrahim, dkk, 2000:9).
Pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan untuk mempermudah siswa dalam pembelajaran dengan memperoleh hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial. Secara jelas hasil belajar akademik akan meningkat sebab sebelumnya menggunakan pembelajaran kooperatif konvensional menjadi hasil belajar akademik kurang memuaskan bagi siswa dan guru. Efek pada penerimaan terhadap keragaman seperti agama, ras, budaya, strata (tingkatan). Ketrampilan sosial seperti trampil dalam tanya jawab
dikelompok. Semakin bagus dalam tanya jawab pada diskusi berarti ketrampilan sosialnya baik. Membawa ketrampilan sosialnya saling kerja sama secara tepat.
Lungren dalam Trianto (2007: 46) menyusun ketrampilan-ketrampilan kooperatif yang memiliki tiga tingkatan ketrampilan. Tingkatan tersebut yaitu ketrampilan kooperatif tingkat awal, tingkat menengah dan tingkat mahir.
a) Keterampilan kooperatif tingkat awal antara lain:
(1) Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya,
(2) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dengan tugas tertentu dan mengambil tanggung jawab tertentu dalam kelompok, (3) Mendorong adanya partisipasi yaitu memotivasi semua anggota
kelompok untuk memberikan kontribusi,
(4) Menggunakan kesepakatan yaitu menyamakan persepsi/pendapat.
b) Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain:
(1) Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal agar pembicara mengetahui Anda secara energik menyerap informasi (2) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi
lebih lanjut,
(3) Menafsirkan yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat berbeda,
(4) Memeriksa ketepatan yaitu membandingkan jawaban memastikan bahwa jawaban tersebut benar.
c) Keterampilan kooperatif tingkat mahir, antara lain:
(1) Para siswa harus memiliki persepsi sama bahwa mereka “tenggelam”
atau “berenang” bersama,
(2) Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi,
(3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama
(4) Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya di antara para anggota kelompok,
(5) Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok,
(6) Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar,
(7) Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Dari uraian tersebut bahwa keterampilan kooperatif memiliki tiga tingkatan awal, menengah dan mahir.Keterampilan tersebut setiap siswa berbeda- berbeda dan memudahkan peneliti mengkaji kemampuan ketrampilan siswa menguraikan pendapatnya didepan kelas.Ketrampilan kooperatif tingkatan mahir, harus bertanggng jawab dan bekerjasama dengan kelompoknya saling memotivasi dan menyamakan pendapat satu kelompok.Jika ketrampilan kooperatif menengah, sudah memulai mendengarkan jawaban pendapat dari masing-masing kelompok.
Dari pendapat-pendapat masing-masing kelompok, kelompok lain kembali bertanya kepada kelompok yang gilirannya untuk bertanya. Berarti pada tingkatan ini ada sikap keberanian, aktif dan bertenggang rasa.Sedangkan ketrampilan kooperatif mahir, setiap kelompok kooperatif memiliki tugas masing- masingnya.Untuk mengukur ketercapaian materi masing-masing kelompok ada soal evaluasi.Disinilah soal evaluasi memperlihatkan seberapa jauh dari tiap indivividu menguasai materi-materi kelompok kooperatif.Yang diperoleh mereka tidak hanya ketrampilan mahir juga ketrampilan kepemimpinan dan ketrampilan bekerjasama.
Langkah-langkah tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim, dkk (2000: 10) :
Tabel 2.2
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien.
Fase 4
Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Fase 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif mempermudah guru memahami terlebih dahulu sebelum mengajar menggunakan kooperatif.Bahwa kooperatif sangat kompleks siswa diajak aktif setiap pembelajaran.Karena disusun dalam sebuah meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang
berbeda latar belakangnya. Dengan bekerja sama seperti tujuan bersama sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
2.4.2 Model Pembelajaran Numbered Heads Together / NHT
Menurut Miftahul Huda (2011: 92) Pada dasarnya Numbered Heads Together merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama – tama guru meminta siswa untuk duduk berkelompok. Masing-masing anggota deberi nomor. Setelah selesai guru memanggil nomor untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Guru tidak memberitahukan nomor berapa yang akan berpresentasi selanjutnya. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua siswa benar-benar terlibat dalam diskusi tersebut.
Model Numbered Heads Togetheradalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Slavin dalam Miftahul Huda (2011: 130) model Numbered Heads Together yang dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuanpembelajaran. Para siswa dibagi kedalam kelompok- kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pembelajaran yang telah ditentukan.Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswaagar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan – kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Kegan (dalam Ibrahim 2000: 28) mengemukakan 6 langkah metode Numbered Heads Together, seperti berikut ini :
(1)Persiapan
Dalam tahapini guru mempersiapkanrancangan pelajaran dengan membuat skenario pembelajaran, lembar kerja siswa yang sesuai dengan metode Numbered Heads Together.
(2) Pembetukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan metode Numbered Heads Together. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 siswa. Guru member nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar.
(3)Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
(4)Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan menyajikan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru.
(5)Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa dikelas.
(6)Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Tabel 2.3
Sintaks Pembelajaran Numbered Heads Together Langkah – langkah Kegiatan pembelajaran
Penomoran a. guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok b. memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.
Pengajuan pertanyaan a. guru mengajukan pertanyaan kepada siswa
Berpikir bersama a. siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya b. semua anggota mengetahui jawaban dari masing- masing pertanyaan.
Pemberian jawaban a. menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas
b.secara random guru memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut
c. siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan.
Kelebihan dari pembelajaran model Numbered Heads Together/Numbered Heads Together sebagaimana disajikan oleh Hill dalam Tryana (2008) bahwa model Numbered Heads Together dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, maupun memperdalam pemahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa, mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu , rasa mengembangkan keterampilan untuk masa depan.
Kelebihan :
1) Setiap siswa menjadi lebih siap dalam mengikuti pembelajaran 2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh
3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai 4) Tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok.
Kelemahan:
1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru 2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
2.5 Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Susanto Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPS dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pemanfaatan media gambar pada siswa kelas V SDN Sumogawe 03.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai sumbangan yang berguna untuk meningkatkan hasil belajar IPS kelas V SDN Sumogawe 03.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus.
Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, analisis dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Sumogawe 03 Kecamtan Getasan Kabupaten Semarang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan non tes. Sedangkan teknik analisis data adalah analisis diskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah penggunaan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pemanfaatan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SDN Sumogawe 03. Hal ini dapat dilihat dari nilai hasil belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang semakin meningkat. Nilai sebelum perbaikan menunjukkan dari 27 siswa hanya 10 siswa tuntas (37%) dan 17 siswa belum tuntas (63%). Setelah tindakan yang dilakukan dapat dilihat hasil belajar pada siklus I meningkat, dari 27 siswa 17 siswa yang tuntas (67%) dan 10 siswa yang belum tuntas (37%). Hasil belajar pada siklus II pun meningkat. Dari 27 siswa 24 siswa yang tuntas (89%) dan 3 siswa yang belum tuntas (11%).
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Winarti Yuni Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah melalui penggunaan metode NHT(
Numbered Heads Together) dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA siswa Kelas V SD Negeri Banyumudal 2 Kabupaten Wonosobo Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang menggunakan model Kemmis, dan Mc Taggart dengan langkah perencanaan,tindakan, pengamatan refleksi yang dilaksanakan dengan dua siklus.
Pada siklus I terdiri dari dua pertemuan, sedangkan siklus II terdiri dari tiga pertemuan. Teknik analisis data yang digunakan dengan menggunakan menggunakan teknik analisis data prosentase .Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan keaktifan dan untuk mata pelajaran IPA Kelas V Semester 2 Tahun Pelajaran 20011/2012. Melalui metode pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) yang akan dilanjutkan oleh peningkatan hasil belajar yang dapat dilihat pada ketuntasan pada siklus I dan siklus II peneliti memberikan patokan KKM = 65 siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=65) dari 32 siswa sebanyak 17 siswa atau 53,13% tuntas dan sebanyak 15 siswa atau 46,87 % belum tuntas. Nilai rata-ratanya adalah 66,25 sedangkan nilai tertinggi adalah 88 dan nilai terendahnya adalah 52 dan II sebanyak 36 siswa atau 100% dari jumlah siswa mencapai ketuntasan. Siklus II siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=65) sebanyak 32 siswa atau 100% dan tidak ada siswa yang mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Nilai rata-ratanya adalah 79,75 sedangkan nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendahnya adalah 68. Peneliti telah berhasil dalam menerapkan metode pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) dengan memberikan patokan KKM = 65 dan ketuntasan 80% dari jumlah siswa kelas V SD Negeri Banyumudal 2 dari hasil nilai evaluasi siklus II didapatkan 100% siswa sudah memenuhi KKM. Maka saran dari penulis adalah metode pembelajaran NHT ( Numbered Heads Together) dapat digunakan sebagai alternatif dalam proses belajar mengajar. Dengan metode pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) dalam proses belajar mengajar dapat meningkatkan keaktifan siswa yang berdampak meningkatnya hasil belajar siswa.
Berdasarkan analisis daripenelitian yang dilakukan oleh Susanto dan Winarti Yuni telah menunjukkan keberhasilan dalam penggunaan model Numbered Heads Together / NHT. Penulis memilih dua penelitian tersebut karna sangat relevan untuk penelitian berikutnya dilingkungan yang berbeda. Oleh karna itu, penulis juga optimis dan yakin bahwa pada penelitian ini juga akan berhasil meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa kelas V SDN Asinan 02 melalui model Numbered Heads Together pada semester 2 tahun pelajaran 2013/2014.
2.6 Kerangka Berpikir
Faktor penyebab kegagalan dalam proses pembelajaran IPA adalah penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran sangat kurang dikarenakan guru dalam penyampaian materi hanya dengan ceramah dan tidak didukung dengan alat peraga, selain itu guru masih mendominasi proses pembelajaran akibatnya siswa cenderung bersifat pasif selama proses pembelajaran berlangsung. Maka dari itu sudah selayaknya seorang guru menggunakan metode pembelajaran yang menarik untuk siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan lebih dapat menyerap materi pelajaran yang diajarkan.Olehkarena itu, pembelajaran akan menerapkan metode Numbered Heads Together (NHT) untuk mencapai tujuan yang dinginkan.
Penerapan metode Numbered Heads Together (NHT) pada penelitian ini karena dapatmembangkitkan rasa harga diri siswa menjadi lebih tinggi, saling menghargai, memperkecil perilaku saling menggangu karena metode ini memberi rasa tanggung jawab kepada setiap anggota kelompok dalam mendiskusikan materi pelajaran. Selain itu metode ini dapat mengurangi konflik dalam kelompok karena setiap anggota kelompok diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat sehingga siswa lebih giat belajar dan akan lebih tertarik untuk mengikuti pembelajaran dan akan berimbas pada hasil belajar IPA akan meningkat.
Adapun kerangka berpikir Metode Numbered Heads Together /NHT dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpiki Pembelajaran konvensional
Minat belajar siswa berkurang
Hasil belajar kurang dari KKM
Aspek minat belajar
Pembelajaran menggunakan model NHT
Aspek-aspek minat belajar siswa:
1) Perasaan senang.
2) Perhatian dalam belajar.
3) Ketertarikan pada materi dan guru.
4) Kesadaran akan adanya manfaat pembelajaran.
Pembelajaran IPA
Minat belajar siswa meningkat
Hasil belajar IPA lebih dari KKM
Kelebihan model pembelajaran NHT bagi siswa :
1) Meningkatkan prestasi belajar.
2) Mampu memperdalam pemahaman.
3) Menyenangkan dalam belajar.
4) Mengembangkan sikap positif.
5) Mengembangkan sikap kepemimpinan.
6) Mengembangkan rasa ingin tahu.
7) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
8) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
9) Tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok.
2.7 Hipotesis
Dari beberapa teori- teori yang telah dikemukakan dapat ditarik suatu hipotesis sebagai berikut :
1) Dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together diduga dapat meningkatkan minat belajar siswa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas IV SDN Asinan 02.
2) Penggunaan langkah – langkah model pembelajaran Numbered Heads Together diduga dapat memperjelas penyampaian materi pelajaran dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas IV SDN Asinan 02.
Indikator Keberhasilan :
1) Terjadi peningkatan pada setiap aspek Numbered Heads Together dan secara keseluruhan pada hasil tes dari setiap siklus
2) Hasil belajar meningkat apabila 80% siswa mendapatkan nilai diatas KKM pada setiap siklus. (KKM=80)