• Tidak ada hasil yang ditemukan

kikd sma smk 2017 pdf fix

N/A
N/A
Sri Etty Muchtinah

Academic year: 2022

Membagikan "kikd sma smk 2017 pdf fix"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

DRAFT 2

(2)
(3)

KURIKULUM TINGKAT DAERAH MUATAN LOKAL

MATA PELAJARAN

BAHASA DAN SASTRA SUNDA BERBASIS KURIKULUM 2013

REVISI 2017

JENJANG SMA/SMK/MA/MAK

(4)

SUSUNAN TIM PENGEMBANG

KURIKULUM TINGKAT DAERAH MUATAN LOKAL MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA SUNDA

BERDASARKAN KURIKULUM 2013 REVISI 2017 Penanggung Jawab

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dr. Ir. Ahmad Hadadi, M.Si.

Pengarah

Kepala Balai Pengembangan Bahasa dan Kesenian Daerah Drs. H. Husen R. Hasan, M.Pd.

Tenaga Ahli

Prof. Dr. H. Yayat Sudaryat, M.Hum. (UPI) Dr. H. Dingding Haerudin, M.Pd. (UPI)

Rina Heryani, S.Pd., M.Pd.

Tim Pengembang Kurikulum Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Tim Pengembang Kurikulum Jenjang SD/MI

Ida Widaningsih, S.Pd., M.M.

Nita Rosyana, S.Pd., M.M.Pd.

Sri Asdianwati, S.Pd., M.Pd.

Tim Pengembang Kurikulum Jenjang SMP/MTs Susi Budiwati, S.Pd., M.Pd.

Elah, S.Pd., M.Pd.

Uus Rustandi, S.Pd., M.Pd.

Tim Pengembang Kurikulum Jenjang SMA/MA Darpan, S.Pd., M.Pd.

Dra. Hermin Ruliati Ivan Adzam Wahyudin, S.Pd.

Tim Pengembang Kurikulum Jenjang SMK/MAK Drs. Moch. Ridwan Iskandar, M.Pd.

Rani Rabiussani, S.Pd.

Ilah Nurlelah, S.Pd.

Berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Nomor : 819/8653-Setdisdik

Tanggal : 20 Pebruari 2017

(5)

KURIKULUM TINGKAT DAERAH MUATAN LOKAL

MATA PELAJARAN

BAHASA DAN SASTRA SUNDA BERBASIS KURIKULUM 2013

REVISI 2017

JENJANG SMA/SMK/MA/MAK

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN

2017

(6)
(7)

S AMBUTAN

KEPALA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT

Balai Pengembangan Bahasa dan Kesenian Daerah Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, sejak tahun 2003 sudah mengadakan pemantauan terhadap kurikulum yang dikembangkan oleh pemerintah pusat, khususnya yang berkaitan dengan (1) struktur kurikulum, (2) bahan ajar, (3) sarana dan sumber belajar, dan (4) pelaksanaan pengajaran. Sejalan dengan keluarnya Kurikulum 2013 terdapat tiga jenis kurikulum, yakni Kurikulum Tingkat Nasional, Kurikulum Tingkat Daerah, dan Kurikulum Tingkat Sekolah. Kurikulum Tingkat Nasional disusun dan diberlakukan secara nasional. Kurikulum Tingkat Daerah disusun dan diberlakukan di daerah berdasarkan Kurikulum Tingkat Nasional sesuai dengan kebijakan daerah masing-masing. Sementara, Kurikulum Tingkat Sekolah disusun dan diberlakukan pada setiap jenjang sekolah.

Dalam rangka memenuhi Kurikulum Tingkat Daerah, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menyusun Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata Pelajaran Bahasa Sunda. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda ini dikeluarkan sebagai arahan atau pedoman bagi guru dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Isinya memuat kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD), yang harus disusun dan dikembangkan lagi oleh guru dan sekolah menjadi kurikulum yang berisi KI, KD, indikator, pengalaman belajar, lingkup materi, dan jenis evaluasi. Penyusunan kurikulum tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan dan kondisi setempat.

Masih berhubungan dengan keadaan setempat yang berbeda satu dengan lainnya, perlu dipertimbangkan pengelompokan keadaan (kategorisasi lokal), baik di wilayah pemakaian bahasa Sunda maupun wilayah yang memiliki dialek bahasa Sunda atau bahasa daerah lain seperti Melayu-Betawi di daerah Depok dan Bekasi serta Bahasa Cirebon di wilayah Cirebon dan Indramayu. Bahasa-bahasa tersebut termasuk bahasa daerah yang hidup di Provinsi Jawa Barat sesuai dengan Peraturan Daerah Jawa Barat No. 14/2014 tentang Pelestarian Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah yang sebelumnya adalah sebagai Kurikulum Tingkat Daerah Muatan Lokal

(8)

yang mengacu pada Kurikulum Nasional, KIKD Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda berbasis Kurikulum 2013 dilakukan revisi pada tahun 2017. Revisi tersebut berkaitan dengan perumusan KD dan pemetaan materi ajar bahasa daerah mempertimbangkan keragaman lokalitas dan mewadahi fenomena kebahasaan dan pola komunikasi yang berkembang di lingkungan masyarakat.

Revisi Kurikulum ini dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, yang untuk kepentingan regional Jawa Barat disusun berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 69 Tahun 2013 tentang Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa dan Sastra Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah di Jawa Barat, dan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Nomor 819/8653-Setdisdik tanggal 20 Pebruari 2017 tentang Tim Pengembang Kurikulum Mulok Bahasa dan Sastra Sunda.

Terima kasih kepada Tim Ahli dan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) Jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, yang telah berkenan melakukan revisi Kurikulum Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa Sunda berbasis Kurikulum 2013. Semoga semua ini dapat dirasakan manfaatnya oleh dunia pendidikan di Jawa Barat.

Bandung, Maret 2017

Kepala Dinas Pendidikan

Provinsi Jawa Barat,

Dr. Ir. H. Ahmad Hadadi, M.Si.

Pembina Utama Madya

NIP. 19611231 198730 1042

(9)

K ATA PENGANTAR

KEPALA BALAI

PENGEMBANGAN BAHASA DAN KESENIAN DAERAH DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Daerah di sekolah-sekolah yang awalnya menggunakan Kurikulum 2006, mulai tahun 2013 menggunakan Kurikulum Mulok yang baru, terutama di sekolah-sekolah yang menjadi percontohan. Kurikulum Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Daerah yang mengacu pada Kurikulum 2013 ini terdiri atas Struktur Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) serta Silabusnya.

Seperti diketahui, implementasi Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah hingga saat ini sangat dinamis. Berbagai revisi dan perubahan terjadi hampir setiap tahun, terutama menyangkut berbagai perangkat implementasinya di lapangan. Tahun 2017, revisi bahkan menyangkut struktur inti kurikulum dengan adanya perubahan pada tataran KIKD dan landasan konseptualnya. Sedikitnya ada empat Peraturan Mentri (Permen) Pendidikan dan Kebudayaan dikeluarkan untuk mengganti Permen lama berkaitan dengan revisi Kurikulum. Antara lain Permendikbud No. 20 tahun 2016 Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan menengah, Permendikbud No.

21 tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendikbud No. 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan dan Dasar dan Menengah, dan Permendikbud No. 23 tahun 2016 tentang Standar Penilaian. Melihat dinamika yang terjadi pada Kurikulum 2013 tersebut, sudah seharusnya pula Kurikulum Mulok Bahasa dan Sastra Daerah menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut.

Di samping itu, implementasi Kurikulum Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Daerah sendiri menemui beberapa masalah, antara lain ditemukan pada struktur isi kurikulum yang masih dianggap kompleks dan sulit untuk diimplementasikan. Kurikulum Bahasa dan Sastra Daerah juga mengidentifikasi tujuan yang tidak sesuai di setiap jenjang pendidikan, serta belum menggambarkan skala prioritas apa yang ingin dicapai dari hasil pengajaran, karena masih ditemukan materi pelajaran yang bertumpuk dan berulang-ulang.

(10)

Kendala lain yang juga sering disuarakan oleh masyarakat dan para guru adalah tidak meratanya kurikulum diberlakukan di setiap satuan pendidikan karena berbagai hal, kendati Kurikulum Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Daerah telah ditetapkan penggunaannya melalui Peraturan Gubernur. Kritik juga muncul dari masyarakat berkaitan dengan kekeliruan bahan ajar dan karakter Kurikulum Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Daerah yang cenderung terlalu meniru struktur kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Berkaitan dengan masalah-masalah tersebut, perlu adanya upaya untuk merevisi dan mengembangkan kembali Kurikulum Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Daerah untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Namun sebelum revisi dilakukan, diperlukan landasan konseptual yang jelas menyangkut apa saja yang harus menjadi pertimbangan tim review. Diperlukan pokok-pokok pikiran yang jelas untuk nanti digunakan oleh Tim Pengembang Kurikulum Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Daerah sebagai landasan bekerja.

Buku ini merupakan dokumen kurikulum tingkat daerah Provinsi Jawa Barat yaitu Kurikulum Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda Berbasis Kurikulum 2013 yang telah direvisi. Dokumen kurikulum diharapkan dapat dijadikan pedoman pembelajaran muatan lokal bahasa dan sastra Sunda pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di Jawa Barat, terhitung mulai tahun pelajaran 2017/2018.

Semoga buku ini bermanfaat dan membawa perbaikan dalam pembinaan, pengembangan dan pelestarian bahasa dan sastra daerah melalui jalur pendidikan di Jawa Barat.

Bandung, Maret 2017

Kepala Balai

Pengembangan Bahasa dan Kesenian Daerah,

Drs. H. Husen R. Hasan, M.Pd.

Pembina Tk. I

NIP. 196110051986031014

(11)

D AFTAR ISI

SAMBUTAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN

PROVINSI JAWA BARAT ... v

KATA PENGANTAR KEPALA BALAI PENGEMBANGAN BAHASA DAN KESENIAN DAERAH DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I: STRUKTUR KURIKULUM TINGKAT DAERAH ... 1

A. Rasional ... 2

B. Struktur Kurikulum Muatan Lokal ... 6

C. Perbaikan Kurikulum Tingkat Daerah Berbasis Kurikulum 2013 .... 10

D. Kekhasan Kurikulum Tingkat Daerah ... 13

E. Keragaman Lokalitas dan Bahasa Pengantar Pembelajaran ... 14

F. Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar ... 16

BAB II: KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR (KIKD) MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA SUNDA ... 19

A. Rasional ... 20

B. Pengertian ... 21

C. Fungsi ... 21

D. Tujuan... 21

E. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Dan Sastra Sunda Jenjang SMA/SMK/MA/MAK ... 22

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 29

Lampiran 1: SILABUS MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA SUNDA SMA/SMK/MA/MAK ... 30

A. Pengertian SIlabus ... 30

B. Komponen Silabus ... 30

C. Pengembangan Silabus ... 31

xi

(12)

Lampiran 2: RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SMA/SMK/MA/MAK MATA PELAJARAN BAHASA

DAN SASTRA SUNDA ... 59

A. Batasan ... 59

B. Komponen RPP ... 59

C. Prinsip Penyusunan RPP ... 60

D. Langkah Penyusunan RPP ... 61

(13)

BAB I

STRUKTUR KURIKULUM TINGKAT DAERAH

(14)

A. RASIONAL

Sejalan dengan keluarnya Kurikulum 2013 terdapat tiga jenis kurikulum, yakni Kurikulum Tingkat Nasional, Kurikulum Tingkat Daerah, dan Kurikulum Tingkat Sekolah. Kurikulum Tingkat Nasional disusun dan diberlakukan secara nasional. Kurikulum Tingkat Daerah disusun dan diberlakukan di daerah berdasarkan Kurikulum Tingkat Nasional sesuai dengan kebijakan daerah masing-masing. Sementara, Kurikulum Tingkat Sekolah disusun dan diberlakukan pada setiap jenjang sekolah.

Kurikulum 2013 merupakan Kurikulum Tingkat Nasional telah mengalami revisi sehingga disebut Kurikulum 2013 edisi revisi. Kurikulum Tingkat Daerah pun turut mengalami perbaikan sehingga disebut Kurikulum Tingkat Daerah Muatan Lokal berbasis Kurikulum 2013 revisi 2017. Revisi ini dilakukan berdasarkan Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20, 21, 22, dan 23 Tahun 2016.

Permendikbud No. 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan,stan- dar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Dengan diberlakukanya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Permendikbud No. 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah memuat tentang Tingkat Kompetensi dan Kompetensi Inti sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Kompetensi Inti meliputi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. Ruang lingkup materi yang spesifik untuk setiap mata pelajaran dirumuskan berdasarkan Tingkat Kompetensi dan Kompetensi Inti untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah untuk

(15)

mencapai kompetensi lulusan. Dengan diberlakukanya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidik- an yang merupakan kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Dalam rangka memenuhi Kurikulum Tingkat Daerah, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menyusun Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Daerah. Selain disesuaikan dan didasarkan pada struktur Kurikulum Tingkat Nasional 2013, KIKD Mata Pelajaran Bahasa Sunda didasarkan pada Surat Edaran Kepala Dinas Provinsi Jawa Barat Nomor 423/2372/Set-disdik tertanggal 26 Maret 2013 tentang Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah pada Jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA/MAK.

Penyusunan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Daerah didasari pula oleh Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 14 Tahun 2014 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah, yang menetapkan bahasa daerah, antara lain, bahasa Sunda, diajarkan pada pendidikan dasar di Jawa Barat. Kebijakan tersebut sejalan dengan jiwa UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang bersumber dari UUD 1945 yang menyangkut Pendidikan dan Kebudayaan. Sejalan pula dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab III Pasal 7 Ayat 3--8, yang menyatakan bahwa dari SD/MI/SDLB, SMP/MTs./ SMPLB, SMA/MAN/SMALB, dan SMK/

MAK diberikan pengajaran muatan lokal yang relevan dan Rekomendasi UNESCO tahun 1999 tentang “Pemeliharaan Bahasa-Bahasa Ibu di Dunia”.

Hal tersebut sejalan pula dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013 tentang

(16)

Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, di antaranya menyatakan bahwa: Bahasa Daerah sebagai muatan lokal dapat diajarkan secara terintegrasi dengan mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya atau diajarkan secara terpisah apabila daerah merasa perlu untuk memisahkannya. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan tersebut. Hal ini diperkuat dengan Permendikbud Nomor 79 tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013, Pasal 9 dan Pasal 10, bahwa pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat mengembangkan muatan lokal.

Bahasa Sunda, bahasa Cirebon, dan bahasa Melayu Betawi berkedu- dukan sebagai bahasa daerah, yang juga merupakan bahasa ibu bagi masya- rakat Jawa Barat di wilayah tertentu. Bahasa daerah juga menjadi bahasa pengantar pembelajaran di kelas-kelas awal SD/MI. Melalui pembelajaran bahasa daerah diperkenalkan kearifan lokal sebagai landasan etnopedagogis.

Berdasarkan kenyataan tersebut, bahasa daerah sebagai salah satu khasanah dalam kebhinnekatunggalikaan budaya Nusantara akan menjadi landasan bagi pendidikan karakter dan moral bangsa. Oleh karena itu, bahasa daerah harus diperkenalkan di Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul Athfal (RA) dan diajarkan di sekolah-sekolah mulai Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), sampai Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliah (MA)/ Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Untuk kepentingan itu, telah disusun dan direvisi Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sesuai dengan satuan pendidikan tersebut.

Pembelajaran bahasa dan sastra daerah diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya dan budayanya, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat Jawa Barat, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.

Pembelajaran bahasa dan sastra daerah diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa daerah dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap budaya dan hasil karya sastra daerah.

Kompetensi Inti dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Daerah yang memiliki kesamaan dengan kompetensi inti mata pelajaran lainnya merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan pengu-

(17)

asaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra daerah. Kompetensi Inti ini menjadi dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, dan nasional. Secara substansial terdapat empat Kompetensi Inti yang sejalan dengan pembentukan kualitas insan yang unggul, yakni (1) sikap keagamaan (beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa) untuk menghasilkan manusia yang pengkuh agamana (spiritual quotient), (2) sikap kemasyarakatan (berakhlak mulia) untuk menghasilkan manusia yang jembar budayana (emotional quotient), (3) menguasai pengetahuan, teknologi, dan seni (berilmu dan cakap) untuk menghasilkan manusia yang luhung élmuna (intellectual quotient), dan (4) memiliki keterampilan (kreatif dan mandiri) untuk menghasilkan manusia yang rancagé gawéna (actional quotient).

Keempat Kompetensi Inti tersebut merupakan pengejawantahan dari tujuan pendidikan nasional (Undang-undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3), yakni “untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Daerah ini, selaras dengan alasan pengembangan kurikulum 2013, diharapkan peserta didik memiliki:

1. kemampuan berkomunikasi;

2. kemampuan berpikir jernih dan kritis;

3. kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan;

4. kemampuan menjadi warga negara yang bertanggung jawab;

5. kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda;

6. kemampuan hidup dalam maysrakat yang mengglobal;

7. minat yang luas dalam kehidupan;

8. kesiapan untuk bekerja;

9. kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya; dan 10. rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.

(18)

B. STRUKTUR KURIKULUM MUATAN LOKAL

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indo- nesia Nomor 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA dinyatakan bahwa bahasa daerah sebagai muatan lokal dapat diajarkan secara terintegrasi dengan mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya atau diajarkan secara terpisah apabila daerah merasa perlu untuk memisahkannya. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan tersebut.

Dasar pendidikan muatan lokal adalah Permendikbud Nomor 79 tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013. Dalam peraturan itu yang dimaksud dengan muatan lokal adalah bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya. Muatan lokal dikembangkan atas prinsip: (1) kesesuaian dengan perkembangan peserta didik; (2) keutuhan kompetensi; (3) fleksibilitas jenis, bentuk, dan pengaturan waktu penyelenggaraan; dan (4) kebermanfaatan untuk kepentingan nasional dalam menghadapi tantangan global.

Pendidikan Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Daerah merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan melalui pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.

Kewenangan pemerintah daerah untuk mengembangkan bahasa daerah diperkuat oleh UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Pasal 42 Ayat (1) dan Ayat (2) berbunyi sebagai berikut.

(1) Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.

(19)

(2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah koordinasi lembaga kebahasaan.

Mengingat kewenangan pemerintah daerah dalam mengembangkan dan membina bahasa daerah, adanya kebijakan kurikulum tingkat daerah, dan keberagaman pemerintah daerah dalam menetapkan konten muatan lokal maka untuk Kurikulum 2013 ditetapkan Pendidikan Bahasa Daerah tetap menjadi wewenang pemerintah daerah. Kurikulum 2013 menyediakan muatan lokal untuk Pendidikan Bahasa Daerah dan Pendidikan Seni Budaya.

Berkaitan dengan bunyi undang-undang tersebut, maka Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda termasuk mata pelajaran muatan lokal di wilayah Provinsi Jawa Barat. Kedudukannya dalam proses pendidikan sama dengan kelompok mata pelajaran inti dan pengembangan diri. Oleh karena itu, Mata Pelajaran Bahasa Sunda juga diujikan dan nilainya wajib dicantumkan dalam buku rapor.

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengeluarkan Surat Keputusan No. 423/2372/Set-disdik tanggal 26 Maret 2013 tentang Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah pada Jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/

MA). Kedudukan Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah dalam Struktur Kurikulum Nasional adalah sebagai berikut.

Tabel 1: Struktur Kurikulum Tingkat Daerah Jenjang SD/MI

No. Komponen Jumlah Jam Pelajaran Tiap Kelas

I II III IV V VI

Kelompok A

1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 4 4 4 4 4 4

2. Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan 6 6 6 4 4 4

3. Bahasa Indonesia 8 8 10 7 7 7

4. Matematika 5 6 6 6 6 6

5. Ilmu Pengetahuan Alam - - - 3 3 3

6. Ilmu Pengetahuan Sosial - - - 3 3 3

Kelompok B

7. Seni Budaya dan Prakarya 4 4 4 5 5 5

8. Pendidikan Jasamani, Olahraga, dan

Kesehatan 4 4 4 4 4 4

9. Bahasa dan Sastra Daerah 2 2 2 2 2 2

Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 32 34 36 38 38 38

(20)

Tabel 2: Struktur Kurikulum Tingkat Daerah Jenjang SMP/MTs.

No. Komponen Jumlah Jam Pelajaran Tiap Kelas

VI VIII IX

Kelompok A

1. Agama dan Budi Pekerti 3 3 3

2. Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan 3 3 3

3. Bahasa Indonesia 6 6 6

4. Matematika 5 5 5

5. Ilmu Pengetahuan Alam 5 5 5

6. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4

7. Bahasa Inggris 4 4 4

Kelompok B

8. Seni Budaya 3 3 3

9. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 3 3 3

10. Prakarya 2 2 2

11. Bahasa dan Sastra Daerah 2 2 2

Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 40 40 40

Tabel 3: Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah Kelompok Mata Pelajaran Wajib

No. Komponen Jumlah Jam Pelajaran Tiap Kelas

X XI XII

Kelompok A (Wajib)

1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3

2. Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan 2 2 E

3. Bahasa Indonesia 4 4 4

4. Matematika 4 4 4

5. Sejarah Indonesia 2 2 2

6. Bahasa Inggris 2 2 2

Kelompok B (Wajib)

7. Seni Budaya 2 2 2

8. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 3 3 3

10. Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2

11. Bahasa dan Sastra Daerah 2 2 2

Jumlah Jampel A & B per Minggu 26 26 26

Kelompok C (Peminataan)

Mata pelajaran peminatan Akademik (untuk SMA/MA) 18 20 20

Jumlah Jampel yang harus ditempuh per minggu 44 46 46

(21)

Tabel 4: Struktur Kurikulum SMA/MA

MATA PELAJARAN KELAS

X XI XII

Kelompok A dan B (Wajib) 26 26 26

C. Kelompok Peminatan

I Peminatan Matematika dan Ilmu-ilmu Alam

1. Matematika 3 4 4

2. Biologi 3 4 4

3. Fisika 3 4 4

4. Kimia 3 4 4

II. Peminatan Ilmu-ilmu Sosial

1. Geografi 3 4 4

2. Sejarah 3 4 4

3. Sosiologi dan Antropologi 3 4 4

4. Ekonomi 3 4 4

III Peminatan Ilmu-ilmu Bahasa dan Budaya

1. Bahasa dan Sastra Indonesia 3 4 4

2. Bahasa dan Sastra Daerah 3 4 4

3. Bahasa dan Sastra Inggris 3 4 4

4. Bahasa dan Sastra Asing Lainnya 3 4 4

5. Antropologi 3 4 4

Mata Pelajaran Pilihan Pendalaman

Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat 6 4 4

Jumlah Pelajaran yang tersedia per minggu 71 82 82

Jumlah Jampel yang harus ditempuh per minggu 44 46 46

Tabel 5: Struktur Kurikulum SMK/MAK

MATA PELAJARAN

ALOKASI WAKTU PER MINGGU

X XI XII

Kelompok A (Wajib)

1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3

2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2

3. Bahasa Indonesia 4 4 4

4. Matematika 4 4 4

5. Sejarah Indonesia 2 2 2

6. Bahasa Inggris 2 2 2

Kelompok B (Wajib)

7. Seni Budaya 2 2 2

8. Bahasa dan Sastra Daerah 2 2 2

9. Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan 3 3 3

10. Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2

Jumlah Jam Pelajaran Kelompok A dan B per minggu 26 26 26 Kelompok C (Peminatan)

Mata Pelajaran Peminatan Akademik dan Vokasi (SMK/MAK) 24 24 24

JUMLAH ALOKASI WAKTU PER MINGGU 50 50 50

(22)

C. PERBAIKAN KURIKULUM TINGKAT DAERAH BERBASIS KURIKULUM 2013

Dengan adanya revisi Kurikulum 2013 pada tingkat nasional, Kurikulum Tingkat Daerah Muatan Lokal pun mengalami perubahan. Nama kurikulum tidak berubah menjadi kurikulum nasional, tapi tetap Kurikulum 2013 Edisi Revisi yang berlaku secara nasional. Perubahan tersebut didasarkan pada empat Permendikbud, yakni Permendikbud No. 20 tentang Standar Kompe- tensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendikbud No. 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi, Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses, dan Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian.

Meskipun ada revisi, struktur matapelajaran dan lama belajar di sekolah tidak diubah. Poin utama revisi Kurikulum 2013 adalah meningkatkan hubungan atau keterkaitan antara Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Jika diintisarikan, terdapat lima poin penting revisi Kurikulum 2013.

1. Peningkatan hubungan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).

Kompetensi Inti 1 (Aspek Spiritual) dan Kompetensi Inti 2 (Aspek Sosial) tidak lagi dijabarkan ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi Dasar hanya dijabarkan dari Kompetensi Inti 3 (Pengetahuan) dan Kompetensi Inti 4 (Keterampilan).

a) Penomoran KI dan KD tidak lagi ditandai dengan jenjang pendidikan (kelas), tetapi sesuai dengan nomor urutan KI. Nomor KI sebanyak satu digit angka (KI 3), sedangkan nomor KD sebanyak dua digit angka (KD 3.1).

b) Dalam rumusan KD lama yang awalnya hanya menggambarkan materi kesastraan saja, pada rumusan KD baru ditambahkan unsur- unsur kebahasaan. Hal ini menunjukkan bahwa belajar bahasa daerah dilaksanakan melalui sastra daerah.

c) Perumusan KD yang awalnya terlalu spesifik dan operasioal, kemudian pada edisi revisi diubah menjadi rumusan yang lebih umum agar tidak menyulitkan pendidik dalam menyusun indikator.

d) Rumusan KD pada jenjang SD/MI disesuaikan dengan materi pokok dan tema nasional. Untuk beberapa tema KD disesuaikan dengan tema kedaerahan.

e) Gradasi untuk dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan antar jenjang pendidikan memperhatikan: (1) perkembangan psikologis

(23)

anak; (2) lingkup dan kedalaman; (3) kesinambungan; (4) fungsi satuan pendidikan; dan (5) lingkungan, dengan mempertimbangkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan berbahasa dan bersastra daerah secara gradual sesuai dengan jenjang pendidikan.

f) Pemetaan materi ajar bahasa daerah mempertimbangkan keragaman lokalitas dan mewadahi fenomena kebahasaan dan pola komunikasi yang berkembang di lingkungan masyarakat.

2. Proses berpikir siswa tidak lagi dibatasi. Pada kurikulum yang lama, berlaku sistem pembatasan, yaitu anak SD sampai memahami, SMP menganalisis, dan SMA mencipta. Pada kurikulum hasil revisi ini, anak SD boleh berpikir sampai tahap penciptaan. Tentunya dengan kadar penciptaan yang sesuai dengan usianya.

3. Penggunaan metode pembelajaran aktif. Guru berperan menjadi fasilitator pembelajaran yang membuat siswa menyenangi kegiatan belajar-mengajar. Pendekatan Saintifik 5M (Mengamati, Menanya, Mengumpulkan Informasi, Mengasosiasikan/Mengolah Informasi, Mengomunikasikan) bukanlah satu-satunya yang dapat diacu menjadi pendekatan saat mengajar. Apabila digunakan, maka susunan 5M itu tidak harus berurutan. Pemilihan model pembelajaran tematik dan/atau tematik terpadu dan/atau saintifik dan/atau inkuiri (inquiry) dan penyingkapan (discovery) dan/atau pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning) disesuaikan dengan karak- teristik kompetensi dan jenjang pendidikan. Untuk pembelajaran bahasa, sebaiknya dioptimalkan penggunaan pendekatan integratif dari pedagogi genre, saintifik, jeung CLIL (Content and Language Integrated Learning).

4. Dalam Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2016 dinyatakan, dari hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kurikulum 2013 pada 2014 menunjukkan bahwa salah satu kesulitan pendidik dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 adalah dalam melaksanakan penilaian. Sekitar 60% responden pendidik menyatakan bahwa mereka belum dapat merancang, melaksanakan, mengolah, melaporkan, dan memanfaatkan hasil penilaian dengan baik. Kesulitan utama yang dihadapi pendidik antara lain dalam merumuskan indikator, menyusun butir-butir instrumen, dan melaksanakan penilaian sikap dengan berbagai macam teknik. Selain itu, banyak di antara pendidik yang kurang percaya diri dalam melaksanakan penilaian keterampilan. Mereka belum

(24)

sepenuhnya memahami bagaimana menyusun instrumen dan rubrik penilaian keterampilan. Perilaku sikap yang tergolong kurang, sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah perilaku diamati. Penilaian meliputi penilaian sikap, penilaian pengetahuan dan penilaian keterampilan.

Berikut ini penilaian berdasarkan Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia Tahun 2016, yang sesuai dengan Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Penilaian.

1. Penilaian Sikap

Penilaian sikap yang dilakukan pendidik kepada peserta didik seperti pada skema yang terdapat dalam Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan berikut ini.

Dilaksanakan selama proses (jam) pembelajaran dan/atau di luar jam pembelajaran yang teramati (mapel PABP dan PPKN), untuk mapel

lainnya dilaksanakan dalam proses pembelajaran

Dilaksanakan di luar jam pembelajaran baik

secara langsung maupun berdasarkan informasi yang valid.

Dilaksanakan sekurang- kurangnya satu kali dalam satu semester,

menjelang akhir semester Observasi

oleh guru mata pelajaran

selama satu semester

Observasi oleh wali kelas dan guru BK selama satu

semester

Penilaian antar teman dan

antar diri UTAMA

PENUNJANG SIKAP

PENILAIAN

Teknik penilaian sikap dilakukan dengan observasi atau teknik lainnya.

Teknik observasi dapat menggunakan instrumen berupa lembar observasi, atau jurnal. Teknik penilaian lainnya yang dapat digunakan adalah penilaian diri dan penilaian antar teman.

Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian (mengikuti perkembangan) sikap dengan teknik observasi:

(25)

a. Jurnal penilaian (perkembangan) sikap ditulis oleh wali kelas, guru mata pelajaran, dan guru Bimbingan dan Konseling (BK) selama periode satu semester.

b. Bagi wali kelas, 1 (satu) jurnal digunakan untuk satu kelas yang menjadi tanggung-jawabnya; bagi guru mata pelajaran 1 (satu) jurnal digunakan untuk setiap kelas yang diajarnya; bagi guru BK 1 (satu) jurnal digunakan untuk setiap kelas di bawah bimbingannya.

c. Perkembangan sikap spiritual dan sikap sosial peserta didik dapat dicatat dalam 1 (satu) jurnal atau dalam 2 (dua) jurnal yang terpisah.

d. Peserta didik yang dicatat dalam jurnal pada dasarnya adalah mereka yang menunjukkan perilaku yang sangat baik atau kurang baik secara alami (peserta didik yang menunjukkan sikap baik tidak harus dicatat dalam jurnal).

e. Perilaku sangat baik atau kurang baik yang dicatat dalam jurnal tersebut tidak terbatas pada butir-butir nilai sikap (perilaku) yang hendak ditanamkan melalui pembelajaran yang saat itu sedang berlangsung sebagaimana dirancang dalam RPP, tetapi juga butir-butir nilai sikap lainnya yang ditumbuhkan dalam semester itu selama sikap tersebut ditunjukkan oleh peserta didik melalui perilakunya secara alami.

f. Wali kelas, guru mata pelajaran, dan guru BK mencatat (perkembangan) sikap peserta didik segera setelah mereka menyaksikan dan/atau memperoleh informasi terpercaya mengenai perilaku peserta didik sangat baik/ kurang baik yang ditunjukkan peserta didik secara alami.

g. Apabila peserta didik tertentu “pernah” menunjukkan sikap kurang baik, ketika yang bersangkutan telah (mulai) menunjukkan sikap yang baik (sesuai harapan), maka sikap yang (mulai) baik tersebut harus dicatat dalam jurnal.

h. Pada akhir semester guru mata pelajaran dan guru BK meringkas perkembangan sikap spiritual dan sikap sosial setiap peserta didik dan menyerahkan ringkasan tersebut kepada wali kelas untuk diolah lebih lanjut Berikut contoh pengisian Jurnal untuk sikap spiritual dan sosial.

No. Waktu Nama Peserta

Didik Catatan Prilaku Butir Sikap Ket. Ttd. Tindak Lanjut

1 15/07/2016

Jaja Tidak mengikuti sholat Jumat yang diselengga-

rakan di sekolah. Ketakwaan Spiritual Pembinaan Ogi Menolong orang lanjut

usia yang menyebrang di

jalan depan sekolah. Kepedulian Sosial Teruskan

(26)

2 22/07/2016

Odang Mempengaruhi teman untuk tidak masuk

sekolah. Kedisiplinan Sosial Pembinaan

Mimin Mengingatkan temannya untuk sholat Dzuhur di sekolah.

Toleransi

Beragama Spiritual Teruskan

3 09/08/2016 Mutia

Ikut membantu teman- nya mempersiapkan perayaan keagamaan yang berbeda dengan agamanya di sekolah.

Toleransi

Beragama Spiritual Teruskan

4 13/08/2016 Lala Menjadi anggota panitia perayaan keagamaan di

sekolah. Ketakwaan Spiritual Teruskan

5 03/09/2016 Cecep Memungut sampah yang berserakan di teras

sekolah. Kebersihan Sosial Teruskan

No Waktu Nama Peserta

didik Catatan Prilaku Butir Sikap Positif/

Negatif Tindak Lanjut

1 23/07/2016 Putri

Meninggalkan laboratorium tanpa membersihkan meja, alat, dan bahan yang sudah dipakai.

Tanggung

jawab +

Diberi pembinaan dan dipanggil untuk membersihkan meja, alat, dan bahan yang sudah dipakai.

2 27/07/2016 Herman

Mengambil cerita dari internet dan diakui seba-gai karyanya sendiri (plagiasi).

Kejujuran -

Diberi pembinaan agar tidak melakukan plagiariisme.

3 13/08/2016 Momod Menghalang-halangi

teman untuk beribadah. Toleransi - Diberi pembinaan agar menjadi lebih toleran.

4 17/08/2016 Kardi

Menjadi tugas pengibar bendera saat upacara HUT Kemerdekaan Indonesia.

Nasionalisme + Diberi apresiasi atas kegiatannya dalam kegiatan Paskibra.

2. Penilaian Pengetahuan

Penilaian pengetahuan merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur proses dan hasil pencapaian kompetensi peserta didik yang berupa kombinasi penguasaan proses kognitif (kecakapan berpikir) mengingat, memahami, menerapkan,menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi dengan pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural, maupun metakonitif.

Berikut ini teknik penilaian pengetahuan yang terdapat dalam Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan.

(27)

Teknik Bentuk Instrumen Tujuan Tes Tertulis Benar-Salah, Menjodohkan, Pilihan

Ganda, Isian/Melengkapi, Uraian.

Mengetahui penguasaan pengetahuan peserta didik untuk perbaikan proses pembelajaran dan/atau pengambilan nilai.

Tes Lisan Tanya Jawab Mengecek pemahaman peserta didik untuk perbaikan proses pembelajaran.

Penugasan Tugas yang dilakukan secara individu maupun kelompok

Memfasilitasi penguasaan pengetahuan (bila diberikan selama proses pembelajaran) atau menguasai penguasaan pengetahuan (bila diberikan pada akhir pembelajaran).

Nilai pengetahuan diperoleh dari hasil penilaian harian (PH), penilaian tengah semester (PTS), dan penilaian akhir semester (PAS) dilakukan dengan beberapa teknik penilaian sesuai tuntutan kompetensi dasar (KD).

3. Penilaian Keterampilan

Penilaian keterampilan adalah penilaian yang dilakukan untuk menilai kemampuan peserta didik menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas tertentu di berbagai macam konteks sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi.

Teknik penilaian keterampilan yang terdapat dalam Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan dapat digambarkan pada skema berikut.

Penilaian Keterampilan

Praktik Produk Projek

Porto- folio

Mengukur capaian pembelajaran yang berupa keterampilan proses

Mengukur capaian pembelajaran yang berupa keterampilan dalam membuat produk-produk teknologi dan seni

Mengukur kemampuan peserta didik mengapli- kasikan pengetahuannya melalui penyelesaian suatu tugas projek dalam waktu tertentu Sampel karya peserta didik terbaik dari KD pada KI-4 untuk melengkapi deskripsi capaian kompetensi keterampilan (dalam satu semester)

Pelaksanaan penilaian adalah eksekusi dari perencanaan penilaian yang telah dilakukan. Berikut ini teknis pelaksanaan penilaian praktik, produk, dan projek meliputi: pemberian tugas secara rici; penjelasan aspek dan rubrik penilaian; pelaksanaan penilaian sebelum, selama, dan setelah peserta didik melakukan pembelajaran dan pendokumentasian hasil penilaian.

Penilaian portofolio dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan mendeskripsikan capaian keterampilan dalam satu semester melalui langkah

(28)

mendokumentasikan sampel karya terbaik dari setiap KI pada KD-4 baik hasil individu maupun kelompok, mendeskripsikan capaian keterampilan peserta didik berdasarkan portofolio secara keseluruhan; dan memberikan umpan balik kepada peserta didik untuk peningkatan capaian kompetensi.

Nilai keterampilan diperoleh dari hasil penilaian praktik, produk, proyek, dan portofolio. Hasil penilaian dengan teknik praktik dan proyek dirata-rata untuk memperoleh nilai akhir keterampilan pada setiap mata pelajaran.

Penulisan capaian keterampilan pada rapor menggunakan angka pada skala 0 – 100 dan deskripsi.

a. Nilai akhir semester diberi predikat dengan ketentuan: sangat baik (A) 86 – 100; baik (B) 71 -85; cukup (C): 56 – 70; kurang (D)≤55

b. Perubahan terminologi Ulangan Harian (UH) menjadi Penilaian Harian (PH), UAS menjadi Penilaian Akhir Semester (PAS) untuk semester gasal dan Ujian Kenaikan Kelas (UKK) menjadi Penilaian Akhir Tahun (PAT) untuk Semester genap.

c. Skala penilaian menjadi 1-100. Sementara itu, penilaian sikap diberikan dalam bentuk predikat dan deskripsi.

d. Remedial diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai KBM/

KKM. Pembelajaran remidial dapat dilakukan dengan cara pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda menyesuaikan dengan gaya belajar peserta didik; pemberian bimbingan secara perorangan; pemberian instrumen-instrumen atau latihan secara khusus, dimulai dengan instrumen-instrumen atau latihan sesuai dengan kemampuannya; pemanfaatan tutor sebaya, yaitu peserta didik dibantu oleh teman sekelas yang telah mencapai Ketuntasan Belajar Minimal/

Kriteria Ketuntasan Minimal (KBM/KKM). Pembelajaran remidial biasa dilakukan beulang-ulang. Pengayaan diberikan kepada peserta didik yang telah mencapai atau melampaui KBM/KKM melalui belajar kelompok; belajar madiri dan pembelajaran berbasis tema. Pengbelajaran pengayaan hanya diberikan sekali.

e. Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan dilakukan secara terencana dan sistematis dalam bentuk penilaian akhir dan ujian sekolah/

madrasah dan digunakan untuk penentuan kelulusan dari satuan pendidikan. Bentuk penilaiannya adalah Penilaian akhir Semester (PAS) yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester gasal; Penilaian Akhir Tahun (PAT) yaitu

(29)

kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir semester genap; dan Ujian Sekolah (US) yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan terhadap pfrestasi belajar dan penyelesaian dari satuan pendidikan.

f. Prosedur perencanaan penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan diuraikan sebagai berikut.

1) Menetapkan KKM

Satuan Pendidikan menetapkan KKM untuk peserta didik kelas VII, VIII dan IX melalui rapat dewan guru. Satuan Pendidikan dapat menentukan KKM yang sama untuk semua mata pelajaran atau berbeda untuk masing-masing mata pelajaran.

2) Menetapkan Prosedur Operasional Standar (POS)

Satuan pendidikan menetapkan POS atau panduan penyelenggaraan penilaian hasil belajar peserta didik yang meliputi penilaian akhir dan ujian

3) Membentuk Tim Pengembang Penilaian

Satuan pendidikan membentuk tim pengembang penilaian dengan tugas antara lain merencanakan dan melaksanakan segala sesuatu terkait dengan kegiatan Penilaian Akhir Semester (PAS), Penilaian Akhir Tahun (PAT), dan Ujian Sekolah (US), misalnya penetapan jadwal pelaksanaan, penataan ruang, dan pengawas ruang.

4) Mengembangkan Instrumen Penilaian

Tim Pengembang Penilaian sekolah melakukan pengembangan instru- men penilaian mulai penyusunan kisi-kisi, penyusunan instrumen, telaah kualitatif instrumen, perakitan dan uji coba instrumen, analisis kuan- titatif, interpretasi hasil analisis, dan penetapan instrumen penilaian.

4. Mekanisme Pengisian Rapor

Mekanisme yang dilakukan oleh wali kelas ketika akan mengisi rapor pada akhir semester dan akhir tahun pelajaran adalah:

a. Merumuskan deskripsi sikap spiritual dan sikap sosial yang diambil dari catatan perkembangan sikap peserta didik yang diberikan oleh guru mata pelajaran, guru BK, dan wali kelas.

b. Menuliskan capaian penilaian peserta didik pada aspek pengetahuan dan aspek keterampilan dalam bentuk angka, predikat, dan disertai deskripsi.

(30)

5. Perencanaan pembelajaran mencakup Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

a. Silabus

Silabus dalam Kurikulum 2013 edisi revisi lebih ramping, hanya tiga kolom, yakni KD, Materi Pembelajaran, dan Kegiatan Pembelajaran.

Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata pelajaran. Berdasarkan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016, silabus paling sedikit memuat:

1) Identitas mata pelajaran (khusus SMP/MTs/SMPLB/Paket B dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/ Paket C Kejuruan).

2) Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas.

3) Kompetensi Inti, merupakan gambaran secara kategorial me- ngenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan kete- rampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.

4) Kompetensi Dasar, merupakan kemampuan spesifik yang menca- kup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata pelajaran.

5) Tema (khusus SD/MI/SDLB/Paket A).

6) Materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.

7) Pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

8) Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.

9) Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.

Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola pembelajaran pada setiap tahun ajaran tertentu.

Silabus digunakan sebagai acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP disusun berdasarkan KD atau subtema yang dilaksanakan satu

(31)

kali pertemuan atau lebih. Berdasarkan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 komponen RPP adalah sebagai berikut.

1) Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan.

2) Identitas mata pelajaran atau tema/subtema.

3) Kelas/semester.

4) Materi pokok.

5) Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk penca- paian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai.

6) Tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;

7) Kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi.

8) Materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi.

9) Metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai.

10) Media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran.

11) Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan.

12) Langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup.

13) Penilaian hasil pembelajaran.

Dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

2) Partisipasi aktif peserta didik.

(32)

3) Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.

4) Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

5) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.

6) Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.

7) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

8) Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

D. KEKHASAN KURIKULUM TINGKAT DAERAH

Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda di dalamnya memuat materi yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial peserta didik. Pembelajarannya diatur secara mandiri serta menopang peningkatan kemampuan penguasaan kurikulum nasional.

Program pembelajaran bahasa dan sastra Sunda dikembangkan dengan memperhatikan rambu-rambu pengembangan muatan lokal seperti tertuang dalam lampiran Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013. Pada Pasal 9 dan Pasal 10, dinyatakan bahwa Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat mengembangkan muatan lokal. Permendikbud ini merupakan revisi dari Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, di antaranya mengatur tentang kedekatan secara fisik dan secara psikis. Dekat secara fisik berarti bahwa terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis berarti bahwa bahan kajian tersebut mudah

(33)

dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencerna informasi sesuai dengan usia peserta didik.

Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda memiliki kekhasan tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuannya, yaitu bahasa, sastra, budaya Sunda sebagai kearifan lokal. Setiap sekolah wajib melaksanakannya agar peserta didik memperoleh pengalaman berbahasa, bersastra, dan berbudaya Sunda. Pendidik yang mengampu mata pelajaran ini diharapkan mampu membangkitkan minat belajar, rasa keingintahuannya, menumbuhkembangkan kesadaran, serta kemampuan apresiasi peserta didik terhadap budayanya masyarakatnya. Hal ini merupakan wujud pembentukan karakter yang memungkinkan seseorang hidup secara beradab dan toleran dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.

Mata pelajaran bahasa dan sastra Sunda dikemas sedemikian rupa agar menarik bagi perserta didik. Kemasan yang menarik dan perencanaan yang tepat akan mampu mengembangkan beragam kompetensi peserta didik baik secara konsepsi (pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur etika, estetika, logika, dan kinestetika.

E. KERAGAMAN LOKALITAS DAN BAHASA PENG- ANTAR PEMBELAJARAN

Untuk mewadahi keragaman lokalitas perlu dipertimbangkan bahasa dan budaya yang berkembang di lingkungan belajar peserta didik. Kenyataan menunjukkan bahwa selain bahasa Sunda, di Jawa Barat terdapat pula bahasa- bahasa daerah lain yang wilayah pemakaiannya tidak berdasarkan daerah administrasi pemerintah. Misalnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah bahwa yang dimaksud dengan bahasa daerah di Jawa Barat adalah bahasa Sunda, bahasa Cirebon, dan bahasa Melayu-Betawi. Dalam hubungan itu, bagi daerah-daerah yang peserta didiknya berbahasa ibu bukan bahasa Sunda, kompetensi dasar itu perlu disesuaikan dengan keadaan kebahasaan dan budaya daerah setempat.

Pembelajaran tidak berlangsung untuk semua kompetensi dasar, tetapi dipilih mana yang mungkin bisa dilaksanakan.

(34)

Berkaitan dengan kategorisasi lokal, di Jawa Barat ada masyarakat yang berbahasa ibu bahasa Sunda lulugu ada pula yang menggunakan bahasa Sunda wewengkon. Bahkan di pesisir utara dan sebagian besar wilayah Cirebon mempunyai bahasa ibu yang bukan bahasa Sunda. Masyarakat penuturnya menyebutnya sebagai bahasa Cirebon, yang awalnya merupakan perpaduan antara bahasa Sunda dan bahasa Jawa.

Sehubungan dengan kenyataan seperti itu, bahan pembelajaran bahasa Sunda tentu tidak akan seragam. Penentuan bahan pembelajaran diserahkan sepenuhnya kepada pendidik di tempatnya masing-masing dengan mengadakan perembukan terpumpun dalam wadah Pusat Kegiatan Guru (PKG). Lebih jauh lagi, penentuan yang lebih spesifik lagi diserahkan kepada guru di sekolah yang bersangkutan.

Kategorisasi lokal dalam penentuan bahan pembelajaran dapat dibedakan atas tiga kategori A, B, dan C. Ketiga kategori lokal tersebut masing-masing memiliki ciri tersendiri.

1. Kategori A berlaku di tempat-tempat yang masyarakatnya menggunaan bahasa Sunda lulugu, yakni bahasa yang kini dianggap baku dan resmi menurut ukuran umum di Jawa Barat. Sebagi contoh yang termasuk kategori ini adalah daerah Bandung dan sekitarnya dengan mengabaikan beberapa kosakata wewengkon yang memang hanya sedikit.

2. Kategori B berlaku di tempat-tempat yang masyarakatnya menggunakan bahasa Sunda wewengkon, yakni bahasa yang sampai saat ini dianggap sebagai ragam bahasa yang mempunyai perbedaan dengan bahasa lulugu, akan tetapi tetap dianggap sebagai bahasa Sunda. Perbedaan tersebut berada pada tataran fonetik dan semantik, di samping perbedaan onomasiologis (konsep yang sama dalam kosakata yang berbeda) dan perbedaan semasiologis (konsep yang berbeda dengan kosakata yang sama). Sebagai conto yang termasuk kategori B adalah bahasa Sunda di Kuningan dan Karawang.

3. Kategori C berlaku di tempat-tempat yang masyarakatnya kental menggunakan bahasa wewengkon atau bahasa daerah khusus seperti bahasa Cirebon (bahasa Sunda dialek Cirebon atau bahasa Jawa dialek Cirebon) dan bahasa Melayu dialek Betawi. Misalnya, di sebagian wilayah Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, dan Kota Cirebon, selain diajarkan bahasa Sunda sebagai muatan lokal wajib, juga

(35)

diperkenankan untuk mengajarkan bahasa Cirebon sebagai muatan lokal pilihan. Khusus di daerah ini, untuk Kelas I-III SD, alokasi waktu untuk pelajaran bahasa Sunda dapat digunakan untuk pelajaran bahasa daerah setempat. Keadaan yang sama dapat pula berlaku bagi sebagian Kota dan Kabupaten Bekasi serta Kota Depok yang masyarakatnya menggunakan Bahasa Melayu dialek Betawi, meskipun sampai saat ini belum dapat diajarkan di sekolah-sekolah.

Kategorisasi lokal tersebut dapat mengikuti perimbangan komponen kompetensi bahasa (pemahaman dan penggunaan), ragam bahasa (lulugu dan wewengkon), dan bahasa pengantar.

a. Di wilayah kategori A, diutamakan pemahaman dan penggunaan bahasa, materi bahasa Sunda baku, dan menggunakan pengantar bahasa Sunda baku.

b. Di wilayah kategori B, diutamakan pemahaman dan penggunaan bahasa, materi bahasa Sunda baku dan bahasa Sunda wewengkon seimbang, dan menggunakan pengantar bahasa Sunda baku.

c. Di wilayah kategori C, diutamakan pemahaman bahasa, materi bahasa Sunda baku dan bahasa Sunda wewengkon atau bahasa setempat seimbang, dan dapat menggunakan bahasa pengantar bahasa Sunda wewengkon (bahasa setempat) atau menggunakan bahasa Indonesia.

Di sekolah-sekolah yang mempunyai kondisi khusus, seperti di sekolah- sekolah yang peserta didiknya banyak yang berbahasa ibu bukan bahasa Sunda, walaupun sebenarnya termasuk kategori A atau kategori B, dapat ditentukan kebijakan lain.

Pada prinsipnya bahasa pengantar yang digunakan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Sunda adalah bahasa Sunda. Di sekolah-sekolah atau daerah yang mengalami kesulitan dengan pengantar bahasa Sunda dapat digunakan bahasa Indonesia atau bahasa setempat, baik sebagian maupun sepenuhnya, atau menggunakan dwibahasa Sunda-Indonesia. Akan tetapi, selalu disertai usaha untuk secara berangsur-angsur bisa memahami petunjuk dalam bahasa Sunda. Di daerah-daerah yang memiliki basa Sunda wewengkon, kata-kata dialek dapat difungsikan untuk mempercepat atau meningkatkan kualitas pembelajaran.

(36)

F. PEMANFAATAN MEDIA DAN SUMBER BELAJAR

1. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Teknologi informasi dan komunikasi dapat berupa media cetak dan elektronik. Kini perkembangannya semakin pesat dan canggih. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi pembelajara bahasa dan sastra Sunda. Dalam batas-batas dan cara-cara tertentu semua itu dapat dimanfaatkan untuk membantu meningkatkan kualitas dan kelancaran pembelajaran bahasa dan sastra Sunda.

2. Pemanfaatan Lingkungan Alam, Sosial, dan Budaya

Sumber pembelajaran bahasa dan sastra Sunda dapat pula berupa lingkungan alam, masyarakat, dan budaya Sunda. Peserta didik diupayakan agar berhubungan langsung dengan masyarakat untuk mengetahui kehidupan bahasa dan budaya Sunda saat ini, yang selanjutnya dijadikan informasi dalam pembelajaran bahasa Sunda. Berkaitan dengan pembelajaran sastra, peserta didik diupayakan untuk mengetahui kehidupan sastra secara eksplisit maupun implisit dengan mengapresiasi dan mengekspresikan isinya.

3. Bacaan Wajib

Pembelajaran bahasa dan sastra Sunda harus didukung oleh adanya buku babon, buku pendukung pembelajaran, atau buku-buku bacaan kanonik untuk mendorong siswa gemar membaca dan membangkitkan minat dan kesenangannya mempelajari bahasa dan sastra Sunda.

Buku yang akan digunakan dalam pembelajaran bahasa Sunda adalah buku-buku yang sebelumnya telah dinyatakan lolos seleksi penilaian oleh lembaga berwenang serta dan proses seleksinya harus memperhatikan kejujuran dan kualitas buku.

Sebagai upaya meningkatkan apresiasi sastra dan gemar membaca, setiap peserta didik pada setiap jenjang pendidikan diwajibkan membaca sejumlah karya sastra (puisi, prosa, dan drama) yang sesuai dengan tingkatannya dalam jumlah yang memadai. Pemilihan buku bacaan sastra ini disesuikan dengan tingkat perkembangan psikologis peserta. Upaya ini juga berkaitan dengan gerakan literasi sekolah yang menjadi unsur penunjang dalam kurikulum yang berlaku saat ini.

(37)

4. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dan Gerakan Literasi Sekolah (GLS)

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan pengembangan dan implementasi dari Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Penumbuhan Budi Pekerti adalah kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai berjenjang dari mulai sekolah dasar. Untuk jenjang SMP, SMA/

SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai dengan kelulusan. Dasar pelaksanaan Penumbuhan Budi Pekerti didasarkan pada pertimbangan bahwa masih terabaikannya implementasi nilai-nilai dasar kemanusiaan yang berakar dari Pancasila yang masih terbatas pada pemahaman nilai dalam tataran konseptual, belum sampai mewujud menjadi nilai aktual dengan cara yang menyenangkan di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. PPK dan GLS dimaksudkan pula untuk membekali dan memperkuat karakter peserta didik dalam mempersiapkan daya saing dengan kompetensi abad 21, yaitu berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi.

a. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)

PPK adalah gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati (etik) yang bertujuan membentuk individu yang memiliki kerohanian mendalam, beriman dan bertakwa; olah rasa (estetik) yang bertujuan membentuk individu yang memiliki integritas moral, rasa berkesenian dan berkebudayaan; olah pikir (literasi) yang bertujuan membentuk individu yang memiliki keunggulan akademis sebagai hasil pembelajaran dan pembelajar sepanjang hayat; dan olah raga (kinestetik) yang bertujuan membentuk individu yang sehat dan mampu berpartisipasi aktif sebagai warga negara. Kegiatan tersebut dilakukan dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Terdapat nilai utama sebagai kristalisasi dari njilai-nilai karakter yang harus dikembangkan, yakni religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas (kejujuran).

Implementasi PPK di sekolah diintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan yang berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis lingkungan masyarakat. Kegiatan pendidikan karakter berbasis kelas di antaranya dilakukan dengan diiintegrasikan dalam mata pelajaran, optimalisasi muatan

(38)

lokal, dan manajemen kelas. Pendidikan karakter berbasis budaya sekolah di antaranya dilakukan melalui pembiasaan nilai-nilai dalam keseharian sekolah, keteladanan pendidik, ekosistem sekolah, serta norma, peraturan, dan tradisi sekolah. Sementara pendidikan karakter berbasis masyarakat dapat dilakukan bersama-sama dengan orang tua, komite sekolah, dunia usaha, akademisi, pegiat pendidikan, pelakus seni budaya, bahasa dan sastra, serta pemerintah dan pemerintah daerah.

b. Gerakan Literasi Sekolah (GLS)

GLS merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, komite sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

GLS adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran. Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.

Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di abad 21 ini, kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi, yang komponen-komponennya sebagai berikut.

1) Literasi dini (early literacy), yaitu kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di rumah.

Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.

2) Literasi dasar (basic literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan

(39)

dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.

3) Literasi perpustakaan (library literacy), antara lain, memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.

4) Literasi media (media literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya.

5) Literasi teknologi (technology literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya, juga pemahaman menggunakan komputer (computer literacy) yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan mengelola data, serta mengoperasikan program perangkat lunak. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat.

6) Literasi visual (visual literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audiovisual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital (perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benar-benar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.

(40)

Tahapan Gerakan Literasi Sekolah dapat dilihat pada tabel berikut.

Tahapan Kegiatan

TAHAPAN KEGIATAN PEMBIASAAN

1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring (read aloud) atau seluruh warga sekolah membaca dalam hati (sustained silent reading).

2. Membangun lingkungan fisik sekolah yang kaya literasi, antara lain: (1) menyediakan perpustakaan sekolah, sudut baca, dan area baca yang nyaman;

(2) pengembangan sarana lain (UKS, kantin, kebun sekolah); dan (3) penyediaan koleksi teks cetak, visual, digital, maupun multimodal yang mudah diakses oleh seluruh warga sekolah; (4) pembuatan bahan kaya teks (print-rich materials)

TAHAPAN KEGIATAN PENGEMBANGAN

1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati, membaca bersama, dan/atau membaca terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik, contoh:

membuat peta cerita (story map), menggunakan graphic organizers, bincang buku.

2. Mengembangkan lingkungan fisik, sosial, afektif sekolah yang kaya literasi dan menciptakan ekosistem sekolah yang menghargai keterbu-kaan dan kegemaran terhadap pengetahuan dengan berbagai kegiatan, antara lain: (a) memberikan penghargaan kepada capaian perilaku positif, kepedulian sosial, dan semangat belajar peserta didik; penghargaan ini dapat dilakukan pada setiap upacara bendera Hari Senin dan/atau peringatan lain; (b) kegiatan-kegiatan akademik lain yang mendukung terciptanya budaya literasi di sekolah (belajar di kebun sekolah, belajar di lingkungan luar sekolah, wisata perpustakaan kota/daerah dan taman bacaan masyarakat, dll.)

Referensi

Dokumen terkait

a) Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar

Dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan pada sedian blok parafin pasien kanker nasofaring dengan imunohistokimia menggunakan antibodi primer LMP1,

Kajian ini berfokus pada peningkatan kemampuan mengajar guru bahasa asing (bahasa Inggris dan lainnya) pada level pendidikan menengah atas dan kejuruan di Kabupaten Sampang

Berdasarkan penjelasan bapak MY mengenai permasalahan dalam arisan ini, juga diperkuat oleh ke 4 (empat) subjek peneliti NR, HS, MH dan AY. Mereka sependapat

ANALISA PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SEPATU NIKE SCRAMBLE TR II 313395-431 BERDASARKAN SISTEM MRP

ungkapan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan shooting seorang atlet yang sangat penting sekali adalah otot tungkai Daya ledak

Dari hasil uji organoleptis, minyak atsiri daun cengkeh yang dihasilkan dari proses gabungan delignifikasi dan fermentasi memiliki warna yang sedikit lebih kuning jika

Other than such periodical meetings, The Board of Directors may hold meeting at any time deemed necessary by one or more The Board of Directors members or upon written