• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA SIMBOLIS DAN NILAI KEARIFAN LOKAL PANTUN SEBAGAI PERANGKAT UPACARA MANGUPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MAKNA SIMBOLIS DAN NILAI KEARIFAN LOKAL PANTUN SEBAGAI PERANGKAT UPACARA MANGUPA"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA SIMBOLIS DAN NILAI KEARIFAN LOKAL PANTUN SEBAGAI PERANGKAT UPACARA MANGUPA PADA PROSESI PERNIKAHAN ADAT MANDAILING DI DESA SAYURMATINGGI

KAJIAN: ANTROPOLOGI SASTRA

SKIRIPSI

OLEH

Nutri Yuliana Nasution

170701002

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2022

(2)

i

(3)

ii

(4)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

MAKNA SIMBOLIS DAN NILAI KEARIFAN LOKAL PANTUN SEBAGAI PERANGKAT UPACARA MANGUPA PADA PROSESEI PERNIKAHAN

ADAT MANDAILING DI DESA SAYURMATINGGI KAJIAN: ANTROPOLOGI SASTRA

Oleh

Nutri Yulianan Nasution Nim : 170701002

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Januari 2022 Penulis,

Nutri Yuliana Nasution NIM 170701002

(5)

iv ABSTRAK

Penelitian ini membahas ‘Makna Simbolis dan Nilai Kearifan Lokal Pantun untuk Perangkat Upacara Mangupa pada Prosesi Pernikahan Adat Mandailing di Desa Sayurmatinggi”ditinjau dari kajian Antropologi Sastra. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini mengangkat beberapa rumusan masalah diantaranya: bagaimana makna pantun yang digunakan pada perangkat upacara mangupa prosesi pernikahan adat Mandailing di desa Sayurmatinggi dan nilai kearifan lokal pantun upacara mangupa pada prosesi pernikahan adat Mandailing di desa Sayurmatinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja makna pantun yang terkadung dalam perangkat upacara mangupa pada prosesi penikahan adat Mandailing dan nilai kearifan lokal pantun pada perangkat upacara mangupa prosesi pernikahan adat Mandailing. Sumber penelitian ini berupa tradisi adat mangupa pada prosesi pernikahan. dengan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian berupa metode observasi, wawancara, dan dokumentasi data dengan menekankan sumber informasi dari informan terkait dan suber buku,jurnal atau skripsi sebagai acunanya.

Teknik analisis data digunakan dalam peneltian ini adalah teknik deskriptif hasil penelitian terhadap tradisi adat mangupa prosesi perikahan Mandailing. Pengertian mangupa, tata cara pelaksanaan mangupa. pantun dari perangakat upacara mangupa.

makna dari pantun perangkat upacara mangupa serta nilai kearifan lokal pantun perangkat upacara mangupa.

Kata Kunci : Mangupa, Pantun , Antropoligi Sastra, Mandailing, Sayurmatinggi.

(6)

v PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Makna dan Nilai Kearifan Lokal pantun untuk Perangkat Upacara Mangupa pada Prosesi Pernikahan Adat Mandaiiling di desa Sayurmatinngi (Kajian Antropoligi Sastra) ini dapat diselesaikan dengan baik. serta tidak lupa penulis mengucapkan shalawat dan salam atas junjungan Nabi Muhammad Saw yang syafaatnya sangat diharapkan di hari kemudian.

1. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang sudah banyak membantu penyusunan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dr. Dra. T. Thyrhaya Zein, M.A. Sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Prof. Drs. Mauly Purba, M. A., Ph.D. sebagai wakil dekan I, Dra. Heristina Dewi, M.Pd. sebagai wakil dekan II, Mhd. Pujiono S.S., M.Hum, Ph.D. sebagai wakil dekan III.

2. Dr. Dwi Widayati, M.Hum sebagai Ketua Program Studi Sastra Indonesia.

3. Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. sebagai dosen pembimbing sekaligus Sekretaris Prodi Sastra Indonesia yang telah banyak membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Drs. Hariadi Susilo, Msi. Dan Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si.

sebagai dosen penguji yang telah memberian masukan, kritikan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

(7)

vi

5. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.

6. Kepada Staff, tata usaha bapak Joko yang telah membantu penulis mengurus keperluan administrasi selama penyusunan skripsi.

7. Kepada kedua orang tua penulis yaitu bapak Ali Darmin Nasution dan Ibu Siti Rahma Panggabean yang telah membantu penulis dalam bentuk perhatian, kasih sayang, semangat, serta doa yang tidak henti-hentinya mengalir demi kelancaran dan kesuksesan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan merekalah yang selalu menjadi motivasi dan alasan utama penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada adik penulis Altiri Pani Nasution, Riski Lira Yanti Nasution dan Mhd Pardan Habibi Nasution yang telah memberikan dorongan dan masukkan atas kendala yang dialami penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada teman dekat saya Della, Irma Suci, Sindi dan Margoso Squard yang selalu membantu, selalu ada saat dibutuhkan dan selalu memberi motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.

10. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam proses penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah Subahanahu Wa„tala senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Dan penulis hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kekurangan dan kesilapan, begitu pula dengan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun. Penulis

(8)

vii

berharap semoga skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan pembaca dan menjadi cikal bakal karya tulis lainnya.

Medan, Januari 2022

Nutri Yuliana Nasution NIM 170701002

(9)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN………i

LEMBAR PENGESAHAN ...ii

LEMBAR PERNYATAAN ...iii

ABSTRAK ...iv

PRAKATA ...v

DAFTAR ISI ...viii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Batasan Masalah...4

1.3 Rumusan Masalah...4

1.4 Tujuan Penelitian...4

1.5 Manfaat Penelitian...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...7

2.1 Konsep...7

2.1.1 Simbol...7

2.1.2 Kearifan Lokal...7

2.1.3 Pantun...7

(10)

ix

2.1.3.1Ciri-Ciri Pantun...8

2.1.3.2 Jenis-Jenis Pantun...9

2.1.4 Mangupa...9

2.1.4.1 jenis mangupa ...10

2.1.5 Pernikahan...11

2.1.6 Adat Mandailing...11

2.1.7 Antropologi sastra...11

2.2 Landasan Teori...11

2.2.1 Antropologi Sastra...13

2.2.2 Unsur Intrinsik Pantun...14

2.2.3 Kaerifan Lokal ...14

2.3 Tinjauan Pustaka...15

BAB III METODE PENELITIAN...18

3.1 Metode Penelitian...18

3.2 Metode Analisis Data...20

3.3 Sumber Data ...20

3.3.1 Data Primer...21

3.3.2 Data Sekunder...21

(11)

x

3.4 Lokasi Penelitian...22

BAB IV PEMBAHASAN...23

4.1 Mangupa...23

4.2 Tata Cara Pelaksanaan Mangupa...23

4.2.1 Tempat Upacara ...23

4.2.2 Waktu Upacara Mangupa ...23

4.2.3 Pelaksanaan Upacara mangupa ...24

4.2.4 Makna dan Nilai Kearifan Lokal Pantun...28

4.2.4.1 Makna ...28

4.2.4.2 Nilai Kearifan Lokal ...28

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...42

5.1 Simpulan...44

5.2 Saran ...43

DAFTAR PUSTAKA...44

LAMPIRAN 1...46

LAMPIRAN 2 ...48

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Antropologi sastra merupakan kajian multidisipliner, yang memanfaatkan aspek budaya. Kajian antropologi sastra lebih menitikberatkan aspek multidisipliner, terutama keragaman budaya. Asumsi yang muncul dari kajian ini adalah hakikat sastra yang lahir dari dorongan budaya. Antropologi sastra adalah salah satu cara pandang kajian sastra.

Memahami sastra lewat jalur antropologi sastra sesungguhnya amat menarik. Ada dua konsep antropologi sastra yang saling berkaitan.

Antropologi sastra adalah salah satu teori atau kajian sastra yang menelaah hubungan antara sastra dan budaya terutama untuk mengamati bagaimana sastra itu digunakan sehari-hari dalam tindakan masyarakat. Antropologi sastra adalah ilmu ekstrinsik sastra yang memiliki daya tawar penting untuk mengkaji budaya manusia lewat sastra. Kedua, antropologi sastra adalah jalur inovatif pemahaman sastra, yang meyakini bahwa sastra adalah karya budaya, sebagai pantulan akal budi manusia.

(Endraswara,2016:30)

Berbicara tentang sastra berarti berbicara tentang kebiasaan-kebiasaan, adat, dan kondisi masyarakat sastra secara keseluruhan tidak lepas dari persoalan kesusastraan daerah, khususnya sastra lisan. sastra lisan ini adalah salah satu bagian budaya yang dipelihara oleh masyarakat pendukungnya secara turun-temurun. Hal ini berarti, sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat yang harus dipelihara dan dilestarikan, untuk itu diperlukan adanya penelitian untuk terus melestarikannya

(13)

2

sehingga adanya penyelamatan sastra lisan agar tidak hilang, dari generasi ke generasi dan terus dapat dinikmati kekayaan budaya daerah tertentu.(Sulistyoroni Dwi dan Andalas Eggy Fajar, 2017:vii)

Salah satu adat yang terdapat sastra lisan yang masih digunakan di desa Sayurmatinggi adalah upacara adat Mangupa dalam pernikahan adat Mandailing.

Mangupa adalah suatu upacara adat dengan menyampaikan pesan-pesan dan petunjuk kepada orang yang diupa. (Nasution,2005:172)

Upacara Mangupa merupakan bagian dari rangkaian upacara adat perkawinan yang hingga sekarang masih selalu diselenggarakan dan amat penting bagi masyarakat Sayurmatinggi. Selain sebagai salah satu bagian upacara dalam perkawinan, upacara Mangupa juga mempunyai beberapa fungsi penting lainnya. Salah satunya, upacara Mangupa merupakan ritual yang digunakan para kerabat untuk menetapkan kebijaksanaan tradisional (tradisional wisdom) yang diperlukan oleh sepasang pengantin untuk membina rumah tangga bahagia menurut konsep masyarakat Sayurmatinggi.

Selain itu, Mangupa juga merupakan saran utama bagi para kerabat untuk menyampaikan doa dan harapan mereka agar pengantin baru yang memasuki gerbang perkawinan dapat memperoleh kebahagiaan dan kesentosaan dalam hidup berumah tangga. Selain doa dan harapan, tuturan dalam upacara mangupa biasanya dirangkai dalam wacana yang puitis dan menarik. Maka, dapatlah dikatakan bahwa tuturan tersebut mengandung nilai estetika, kebenaran, kebaikan, harapan, doa, dan nasehat.

salah satu contoh perangkat mangupa iyalah telur (piramanuk) pantunnya “pira manuk (ayam) sitolu-tolu, na di buat ni namboru mu amang sian taruma,lolot job roha ni amu

(14)

3

mangolu, ulang sanga bage mangua.yang berarti semoga pengantinnya selalu sehat dan bahagia dalam hidupnya.

Ada sebuah keterkaitan antara makna simbolik dan nilai kerifan lokal magupa pada prosesi pernikahan adat mandailing, yaitu makna adalah sesuatu yang mengandung arti penting. Simbolik adalah makna tertentu dalam benda atau suatu hal, yang mewakili suatu hal yang ingin disampaikan. Jadi makna simbolik adalah hal tertentu dalam benda atau suatu hal yang mewakili sesuatu hal yang ingin disampaikan dan memiliki arti penting. kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatatan kehidupan masyrakat. Ada beberapa nilai-nilai kearifan lokal seperti nilai religi, nilai estetika, nilai gotong royong dan nilai norma.

Tercerminlah nilai-nilai budaya masyarakat di desa Sayurnatinggi hal ini dikarenakan adanya nilai nilai luhur yang didasari atas nilai-nilai yang sudah terpatri dalam sanubari hati tiap anggotanya yang disebut dengan holong (kasih) sayangdan domu (pemersatu). Holong dan domu itu tumbuh dari lubuk hati yang dalam dengan

pemikiran yang dalam. Masyarakat yang didasari holong akan menimbulkan suatu masyarakat yang marsiholongan (perasaan kasih sayang diantara sesamanya).

(Nasution,2005:57).

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai adat pernikahan Mandailing yaitu mangupa.oleh sebab itu peneliti mengangkat judul “ Makna Simbolis dan Nilai Kearifan Lokal Pantun sebagai

(15)

4

Perangkat Upacara Mangupa pada Prosesi Pernikahan Adat Mandailing di Desa Sayurmatinggi. Kajian “Antropologi Sastra”

1.2 Batasan Masalah

Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah agar penelitian lebih terarah dan memudahkan dalam pembahasan sehingga tujuan penelitian akan tercapai. pembatasan masalah ini terfokus pada makna simbolis dan nilai kearifan lokal pantun sebagai perangkat upacara mangupa pada prosesi pernikahan adat Mandailing di desa Sayurmatinggi.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimanakah makna simbolis pantun yang digunakan pada perangkat upacara

mangupa prosesi pernikahan adat Mandailing di desa Sayurmatinggi

2. Bagaimanakah nilai kearifan lokal pantun dalam perangkat upacara mangupa pada prosesi pernikahan adat Mandailing di desa Sayurmatinggi?

1.4 Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan seperti berikut:

1. Untuk mendeskripsikan makna simbolis pantun dalam perangkat upacara mangupa pada prosesi pernikahan adat Mandailing di desa Sayurmatinggi

2. Untuk mendeskripsikan nilai kearifan lokal pantun dalam perangkat upacara mangupa pada prosesi pernikahan adat Mandailing di desa Sayurmatinggi.

(16)

5

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dibedakan menjadi dua macam yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis (Ratna,2016:273). Penelitian terhadap makna simbol dan nilai kearifan lokal pantun sebagai perangkat upacara pernikahan Mangupa adat Mandailing di desa Sayurmatinngi, dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

a. Manfaat Teoretis

Adapun manfaat teoretis dari penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai makna simbolis dan nilai kearifan lokal pantun sebagai perangkat upacara mangupa pada prosesi pernikahan adat Mandailing di desa Sayurmatinggi.

Menjadi sumber pengetahuan mengenai Antropologi Sastra di desa Sayurmatinggi bagi mahasiswa Sastra Indonesia dengan penelitian ini kiranya dapat memberikan kontribusi bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan kajian yang sama.

b. Manfaat Praktis

Untuk menambah pengetahuan atau informasi bagi para pembaca baik dari kalangan mahasiswa maupun masyarakat umum tentang Makna Simbolis dan Nilai Kearifan Lokal Pantun untuk Perangkat UpacaraMangupa pada Prosesi Pernikahan Adat Mandailing di Desa Sayurmatinggi. Adapun manfaat praktis lainnya sebagai berikut

(17)

6

1. Menambah wawasan peneliti tentang tentang Makna Simbolis dan Nilai Kearifan Lokal Pantun sebagai Perangkat Upacara Mangupa pada Prosesi Pernikahan Adat Mandailing di Desa Sayurmatinggi

2. Untuk menambah pengetahuan atau informasi bagi para pembaca baik dari kalangan mahasiswa maupun masyarakat umum tentang Makna Simbolis dan Nilai Kearifan Lokal Pantun sebagai Perangkat Upacara Mangupa pada Prosesi Pernikahan Adat Mandailing di Desa Sayurmatinggi.

3. Memperkaya informasi bagi akademisi USU, khususnya Program Sastra Indonesia untuk dapat kiranya mengetahui dan memahami mengenai Makna Simbolis dan Nilai Kearifan Lokal Pantun sebagai Perangkat Upacara Mangupa pada Prosesi Pernikahan Adat Mandailing di Desa Sayurmatinggi.

(18)

7 BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Kridalaksana (1984: 106) konsep merupakan gambaran mentah dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang diperlukan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Adapun konsep yang terdapat dalam penelitian ini sebagai berikut:

2.1.1 Simbol

Simbol adalah tanda yang mewakili acuannya Simbol adalah tanda yang mewakilkan acuannya( referensinya ) secara semena dan konvensional. Secara umum semua kata adalah simbol. Namun, sembarang penanda ( benda, bunyi, bentuk,dst ) dapat menjadi simbol. ( Nazaruddin.2015:23 )

2.1.2 Kearifan Lokal.

Menurut Sibarani (2014: 129), “Kearifan lokal adalah nilai dan norma budaya yang menjadi acuan tingkah laku manusia untuk menata kehidupan.” Nilai dan norma budaya ini yang dimanfaatkan leluhur kita untuk mengatur berbagai tatanan secara arif atau bijaksana dalam mencapai kedamaian dan kesejahteraan.

2.1.3 Pantun

(19)

8

pantun merupakan jenis puisi lama yang sangat luas dikenal di Nusantara. kata pantun berasal dari kata patuntun dalam Bahasa Minangkabau yang berarti penuntunMenurut Rizal (2010:12) pantun merupakan puisi asli anak negeri Indonesia dan bangsa-bangsa serumpun Melayu (Nusantara), milik budaya bangsa.

Hampir di seluruh daerah di Indonesia dan di tanah rumpun Melayu terdapat hasil kesusastraan berbentuk puisi yang mempunyai struktur dan persyaratan seperti pantun. Pantun adalah suatu bentuk puisi yang paling mudah dimengerti dan mudah ditangkap maksud dan artinya.

Hampir di seluruh Indonesia terdapat tradisi berpantun, misalnya dalam upacara perkawinan bayak yang mengunakan pantun. dan pantun juga dapat diartikan sebagai salah satu karya sastra jenis puisi lama yang terlahir di Indonesia yang terdiri dari empat baris atau lebih bersajak a-b-a-b baris pertama dan kedua merupakan sampiran baris ketiga dan keempat merupakan isi, jumlah suku kata dalam tiap baris adalah delapan sampai dua belas suku kata.

2.1.3.1 Ciri ciri pantun

menurut Rizal ( 2010-14 ) ciri-ciri pantun sebagai berikut.

a. Setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata b. terdiri atas 4 baris

c. setiap bait paling banyak terdiri atas 4 kata

d. baris pertama berisi dan kedua dinamakan sampiran e. baris ketiga dan keempat dinamakan isi

(20)

9

f. mementingkan rima akhir dan rumus rima itu disebut dengan ab-ab, maksudnya

g. bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga, baris kedua

sama dengan baris keempat.

2.1.3.2 Jenis-jenis pantun

Menurut Natia (2008:72-76) berdasarkan isinya, pantun dibagi atas:

a. Pantun kanak-kanak (pantun bersuka cita dan pantun berduka cita)

b. Pantun muda (pantun nasib, pantun perkenalan, pantun percintaan, pantun perpisahan, pantun beriba hati)

c. Pantun orang tua (pantun nasihat, pantun agama, pantun adat) d. Pantun teka-teki

e. Pantun jenaka

Menurut bentuknya pantun dapat dibedakan atas a. Pantun biasa

b. Pantun berkait (terdiri dari beberapa bait pantun yang bersambung-sambung c. Pantun kilat (pantun ini terdiri dari dua baris yaitu baris pertama merupakan

sampiran dan baris kedua merupakan isinya) 2.1.4.Mangupa

(21)

10

Mangupa merupakan upacara adat yang penting dalam masyarakat adat, sasaran dari mangupa adalah Tondi. Pada masyarakat Karo disebut tendi, apabila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang itu kehilangan semangat hidup, tidak berwibawa bahkan ada yang sakit ( Nasution,2005:169 ) sedangkan Pangupa adalah alat atau sarana yang dibaca pada waktu upacara mangupa dengan kata lain pangupa adalah bentuk buku bacaan yang berisi petunjuk dan pesan agar selalamat menempuh kehidupan, yang bertujuan memperkuat tondi kedalam tubuh agar yang di_ upa tegar mendapat tantangan ataupun hidup normal kembali seperti biasa.

2.1.4.1Jenis-jenis mangupa

Ada dua jenis Mangupa. yaitu mendapat keberuntungan siriaon ) lepas dari marabahaya

1. Mendapat keberuntungan a. Mangupa perkawinan b. Mangupa kelahiran anak

Makna yang paling menonjol dari kelahiran anak adalah perubahan status.

Dengan kelahiran anak seseorang berubah menjadi amang (ayah) inang (ibu).Kelahiran anak menjadikan orang tuanya sebagai anggota masyarakat yang sempurna karena sudah mempunyai generasi kelompok suatu marga.

c. Mangupa mendirikan rumah

Mendirikan rumah terbagi atas tiga yaitu panaek bungkulan (menaikkan bubungan) pada hari yang di tentukan sewaktu matahari sedang naik, bubungan itu di naikan secara bersama-sama. Dengan diiringi dengan salah satu anngota

(22)

11

keluarga mendengungkan azan, setelah rangka bangunan berdiri, rumah itupun disantani. Dengan harapan semoga selamat dan mendapat kedamainan dalam rumah baru yang akan ditempati nantinya.kedua iyalah mangandot bagas na imbaru (upacara pertama memasuki rumah yang baru selesai) acara ini benar- benar dilakukan pada saat memasuki rumah baru. Selanjutnya ada mangandot bagas ni imbaru (upacara adat dalam meresmikian rumah baru) upacara ini adalah suatu pesta besar sebagai tanda syukur kepada tuhan.

d. Mangupa keberhasilan

Hidup adalah perjuangan, karena itu sesuatu yang diperolehsebagai keberuntungan selain disyukuri sekaligus harus siap menghadapi tantangan.

2. Lepas dari marabahaya

Orang yang baru lepas dari marabahaya ataupun baru sembuh dari suatu penyakit tertentu harus disyukuri. Misalnya terhindar dari kecelakan yang hampir menyebabkan meninggal dunia, sakit parah dan kemudian sembuh . ketika menghadai situasi tersebut maka akan was-was bingung dan trauma.

Untuk mengembalikan tondi maka orang yang mengalaminya harus di_upa-upa. 2.1.5 Pernikahan

Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, norma sosial. Menurut UU 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ialah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

(23)

12

ketuhanan yang Mahaesa. Pernikahan dapat membina sifat kasih sayang dan bertanggung jawab. Selain memenuhi nafsu syahwat, kedua-dua suami istri dapat memupuk kasih sayang dan hormat menghormati antara satu dengan lain. Seterusnya, pasangan suami istri sanggup memikul tanggung jawab dan berjuang untuk kepentingan keluarga dan masyarakat. Sifat-sifat ini kemudiannya akan dipupuk kepada anak-anak mereka. Dengan ini lahirlah masyarakat yang maju, berharmoni dan bermoral.

(Embi.1996:56).

2.1.6 Adat Mandailing

Adat Mandailing adalah kebiasaan yang berlaku menurut masyarakat adat atau peraturan tentang tingkah laku menurut masyarakat adat Mandailing. biasanya adat Mandailing dikaitkan dengan kebiasaan adat istiadat dan budaya peninggalan para leluhurnya.

2.1.7 Antropologi Sastra

Antropologi sastra adalah ilmu ekstrinsik sastra yang memiliki daya tawar penting untuk mengkaji budaya manusia lewat sastra. Kedua, antropologi sastra adalah jalur inovatif pemahaman sastra, yang meyakini bahwa sastra adalah karya budaya, sebagai pantulan akal budi manusia. (Endraswara,2016:30)

2.2 Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian, sangat dibutuhkan landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Karena tanpa adanya landasan teori penelitian tidak akan mendapat hasil yang diinginkan oleh peneliti.

(24)

13 2.2.1 Antropologi sastra

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Antropologi sastra. Antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang umat manusia sebagai makhluk sosial yang bermasyarakat. Terutama dalam segi tradisi, sifat khusus badani ( fisik dan nilai pergaulan hidup yang berbeda antara sati individu dengan individu lainnya. Ratna (2014:697) menyatakan bahwa antropologi sastra itu ilmu yang relative baru di Indonesia, muncul sekitar abad ke-21. Antropologi sastra adalah ilmu yang mempertimbangkan aspek budaya dalam karya sastra. Antropologi sastra dianggap menjadi salah satu teori atau kajian sastra yang menelaah hubungan sastra dan budaya terutama untuk mengamati bagaimana sastra itu digunakan sehari-hari sebagai alat dalam tindakan bermasyarakat . kajian antropologi sastra adalah menelaah struktur sastra (novel, cerpen, puisi, drama, cerita rakyat) lalu menghubungkannya dengan konsep atau konteks situasi sosial budayanya. Pendekatan antropologi sastra cenderung diterapkan dengan observasi panjang. (Endraswara,2016:55).antropologi sastra terkait halnya dengan tradisi lisan dan sastra lisan.

1. Tradisi lisan

Tradisi lisan diartikan sebagai “segala wacana yang diucapkan meliputi yang lisan dan yang beraksara” atau dikatakan juga sebagai “ sistem wacana yang bukan aksara”. Konsep yang dihasilkan dari salah satu perumusan persidangan pada lokakarya tersebut di atas tidak dimaksudkan untuk membatasi keluasan aspek yang terkandung di dalamnya, dalam melakukan kajian mengenai tradisi lisan atau mengenai apa yang sudah didengar dan ditontonnya. (Pudentia,2015:3)

(25)

14 2. Sastra lisan

Sastra lisan sering disebut dengan oral literature. Artinya sebuah bentuk sastra yang dituturkan secara lisan, termasuk termasuk dalam penyebarannya juga disampaikan secara lisan. Sastra lisan merupakan suatu teks yang terbentuk estetik dan disampaikan secara turun-temurun. Hal itu senada dengan pendapatnya Taum (2011:21), sastra lisan adalah sekelompok teks yang disebarkan dan di turun- temurunkan secara lisan, yang secara intrinsik mengandung sarana-sarana kesusastraan dan memiliki efek estetik dalam kaitannya dengan konteks moral maupun kultural dari sekelompok masyarakat tertentu. (Sulistyorini,2017:11).

2.2.2Unsur Intrinsik Pantun

Setiap bentuk dari karya sastra memiliki pesan serta memiliki makna yang berbeda, sebagai karya sastra lama pantun didefenisikan sebagai karya sastra puisi lama yang memilki akhiran setiap bait dengan pola yang sama misalnya a,a,a,a atau a,b,a,b.

Setiap karya sastra baik pantun,puisi dan lagu memilki makna yang terdapat di setiap baitnya. Suasana, rima, gaya bahasa dan diksi merupakan beberapa hal yang harus ada dalam karya sastra yang memudahkan penikmat sastra memahami pesan yang akan disampaikan. Unsur yang terdapat dalam karya sastra itu adalah unsur intrinsik.

Unsur intrinsik adalah hal-hal yang terdapat dalam sebuah pantun misalnya rima,tema,amanat,diksi dan gaya bahasa. unsur yang memilki point adalah amanat atau pesan yang disampaikan. dalam penciptaan pantun biasanya menggunakan kalimat yang sembarang, namun memiliki aturan akhiran yang sama.

2.2.3 Kearifan Lokal

(26)

15

Menurut Sibarani (2014: 129), “Kearifan lokal adalah nilai dan norma budaya yang menjadi acuan tingkah laku manusia untuk menata kehidupan.” Nilai dan norma budaya ini yang dimanfaatkan leluhur kita untuk mengatur berbagai tatanan secara arif atau bijaksana dalam mencapai kedamaian dan kesejahteraan.

2.3 Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan penelitian ini membutuhkan berbagai sumber untuk mendapatkan informasi seperti buku. Penelitian lain juga didapat dari artikel maupun jurnal.

Ada beberapa tinjauan pustaka yang dapat menginspirasi penulisan dari skripsi terdahulu diantaranya:

1. Kajian Kearifan lokal Tradisi marsattan/mangupa (meminta keselamatan) pada masyarakat Mandailing desa Gunung Malintang kecamatan Barumun tengah Kabupaten Padang Lawas. Di susun oleh Nuriza dora M.Hum 2020. Penelitian ini membahas tentang pengertian dari marsattan/mangupadalam prosesi pernikahan adat Mandailing, penelitian ini juga menjelaskan kearifan lokal yang terdapat dalam prosesi adat marsattann/mangupa dalam prosesi pernikahan adat Mandailing, menjelaskan tentang bagaimana prosesi upacara ini dilakukan dan fungsi yang terdapat dalam upacara ini. Penelitian ini dilakukan di desa gunung Malintang Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan. Informasi diperoleh dengan cara pengamatan,, mencatat segala yang diamati pada objek kajian,

(27)

16

melakukan wawancara, dan teknik dokumentasi. Semua itu dilakukan pada objek kajiannya, yakni prosesi mayantan/manguapa dalam pernikahan adat Mandailing.

Pengambilan dokumentasi juga dilakukan yaitu dengan pengambilan poto di lapangan.

2. Makna Simbolik Mangupa dalam Upacara Adat Pernikahan Suku Batak Toba Angkola Di Kabupaten Tapanuli Selatan. Disusun oleh Mailin Dkk, pada tahun 2018. Penelitian ini membahas tentang Makna simbolik dalam upacara mangupa yang terdapat dalam suku Batak Toba Angkola. Dalam penelitian ini juga memberikan pesan pesan dalam upacara mangupa yang sesuai dengan prespektif komunikasi Islam berdasarkan 6 prinsip gaya bicara atau pembicaraan. Yaitu Qaulan Marufan, Qaulan Kariaman, Qaulan Maysuran, Qaulan Baligma, Qaulan Layyinan, Qaulan Sadidan. Penelitian ini dilakukan di lokasi Padang Lawas Sumatera Utara.

3. Nurul Hafni (USU,2019) dalam skripsinya yang berjudul “Peran Tradisi Berbalas Pantun dalam Acara Pesta Perkawinan Masyarakat Melayu di Desa Parupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara” Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran berbalas pantun dalam adat perkawinan Melayu.

Mendeskripsikan makna dan arti pantun yang disampaikan para telangkai dalam pesta perkawinan masyarakat Melayu. Sehingga peneliti mengetahui makna atau isi pesan yang terkandung pada pantun yang terdapat pada peran berbalas pantun dalam acara pesta perkawinan masyarakat Melayu, penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menghasilkan berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang- orang yang dapat diamati. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pentingnya peran berbalas pantun dalam adat perkawinan Melayu

(28)

17

4. Gamaliel Simbolon (USU 2021) dalam skripsinya yang berjudul “Kearifan Lokal pada RitualPenusur Sira Etnik Batak Karo” penelitian ini mendeskripsikan tentang nilai kearifan lokal apa saja yang terkandung dalam ritual penusur sira etnik Batak Karo, dalam penelitian ini terdapat beberapa nilai kearifan lokal diantaranya ialah kesetiakawanan sosial, kesopansantunan, kerukunan menyelesaikan konflik, komitmen, pengelolaan gender, gotong royong, kerja keras, disiplin, pendidikan, kesejahteraan, dan rasa syukur. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menghasilkan berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang yang diwawancarai oleh peneliti yang mendapatkan kesimpulan nilai kearifan lokal yang terkandung pada ritualpenusur sira etnik Batak Karo.

(29)

18 BAB III

METODE PENELITIAN

3

.

1Metode dan Teknik Penelitian Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data lisan dan data tulisan. Data lisan dikumpulkan dari beberapa informan. Pengumpulan data ini menggunakan metode cakap atau lebih sering disebut sebagai wawancara dengan teknik dasar berupa teknik pancing. Kegiatan memancing bicara tersebut dilakukan dengan percakapan langsung dengan seorang informan. Wawancara tersebut dilakukan dengan menyiapkan beberapa pertanyaan pokok yang disebut sebagai wawancara semi berstruktur. Keterbatasan untuk mengingat semua hasil pembicaraan atau wawancara tersebut, maka dilakukan teknik catat.

Penelitian mencatat semua data atau informasi yang diperlukan untuk bahan penelitian (Sudaryanto, 1993:137-139).

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Teknik observasi yaitu suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu objek.

(30)

19 a. Observasi

Observasi sering diartikan sebagai suatu aktiva yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata. Di dalam pengertian psikologi, observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi, mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap.

Observasi ini digunakan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan makna dan nilai kearifan lokal pantun pada perangkatmangupa di desa Sayurmatinggi , dimana dalam hal ini peneliti terjun lapangan langsung ke Desa yang bersangkutan atau yang memahami tradisiMangupa(Arikunto,2014:199)

b. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer). Dalam hal ini pewawancara harus dapat menciptakan suasana santai tetapi serius artinya, bahwa interviu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, tidak main-main, tetapi tidak kaku.

Suasana ini penting dijaga, agar responden mau menjawab apa saja yang dikehendaki oleh pewawancara secara jujur.

Dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan bentuk Intervie bebas, dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja, tetapi juga mengingat akan data apa yang akan dikumpulkan.

Dalam pelaksanaannya pewawancara tidak membawa pedoman (ancer-ancer) apa yang akan ditanyakan. Kebaikan metode ini adalah bahwa responden tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang di interviu. Dengan demikian suasananya akan

(31)

20

lebih santai karena hanya omong-omong biasa. dalam hal ini,peneliti mewawancarai masyarakat yang bersangkutan atau yang memahami tradisimangupa.

(Arikunto,2014:198) c. Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis.

Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,majalah, dokumen, peraturan-peraturan , notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. . (Arikunto,2014:201)

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi yang dilakukan penulis adalah dengan mengumpulkan data-data melalui pencatatan atau data-data tertulis, perekam audio, video audia, serta dokumentasi dalam bentuk gambar yang ada di desa Sayurmatinngi.

3.2 Metode Analisis Data

Mengumpulkan data-data Analisis data penelitian budaya berupa proses pengkajian hasil wawancara, observasi/pengamatan,dan dokumentasi yang telah terkumpul. Metode ini merupakan komponen yang paling penting dalam sebuah penelitian. Metode yang yang digunakan dalam meneliti menggunakan metode penelitian kualitatif untuk penelitian.

3.3 Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Buku-buku yang bersangkutan dengan penelitian

(32)

21 2. Jurnal

3. Skripsi

4. Masyarakat yang bersangkutan yang memahami tentang tradisi mangupa tersebut.

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.

a. Data primer

Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian (informan) yang berkenan dengan variabel yang diteliti.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis (table,catatan, notulen rapat, SMS, dan lain-lain) foto-foto, film, rekaman video, benda-benda dan lain-lain yang dapat memperkaya data primer. (Arikunto, 2014:22)

(33)

22 3.4 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sayurmatinggi. Kecamatan Sayurmatinggi, Kabupaten Tapanuli Selatan. Alasan memilih tempat penelitian ini karena masyarakat Tapanuli Selatan khususnya Desa Sayurmatinggi masih melakukan budaya ini pada saat prosesi pernikahan adat Mandailing.

(34)

23

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Mangupa

Mangupa adalah upacara lazim tradisional yang lazim dilakukan di Mandailing dan adaerah lain seperti Angkola, Sipirok dan Padang Lawas, dilaksanakan karena dua

(35)

24

hal yaitu mendapatkan keberuntungan dan terhindarnya seseorang dari marabahaya (Nasution, 2001: 14)

4.2 Tata Cara Pelaksanaan Upacara Mangupa 4.2.1 Tempat upacara

Menurut tradisi masyarakat Sayurmatinngi upacara mangupa di selenggarakan di rumah orang tua mempelai laki-laki. Yang diikuti oleh kahanggi, anakboru, mora, orang kaya, hatobogan dan harajaon. Sebagian lantai biasanya dilapisi dengan ambal dan tikar pandan, untuk tempat duduk tokoh-tokoh harajaon,hatobangon disediakan tikar adat yang dinamakan amak lampisan yang dibuat dari anyaman daun pandan, tempat duduk pengantin juga dilapisi tikar yang sama biasanya di tambahkan dengan sebuah kasur yang dilapisi dengan amak lampisan tikar adat.

4.2.2 Waktu upacara mangupa

Kegiatan upacara mangupa dilaksanakan ketika matahari sedang naik biasanya dilaksanakan setelah acara patuaekon pada jam 10.00 ataupun pada jam 11.00. dalam upacara mangupa pengantin menggunakan baju adat Mandailing.

4.2.3 Pelaksaan upacara mangupa

Pada saat akan memulai upacara mangupa semua orang yang ikut serta yaitu kahanngi, mora, anakboru, orang kaya, dan harajaon memasuki bagas suriaon (rumah sukacita).hatobangon yang ikut dalam acara tersebut akan meminta agar upa- upa (pangupa) diletakkan dihadapan pengantin,yang ditugaskan mengangkatnya

(36)

25

iyalah seorang anakboru yang berkedudukan sebaai orang kaya, pangupa yang ditempatkan di atas anduri diletakan dihadapan kedua pengantin. disebelah kanan diletekkan manuk (ayam) pangupa, disebelah kiri diletakkan ikan sale. dan ditengah kedua mempelai hambeng atau horbo, diletakkan pula aek sitio-tio (air putih) dan parbasuan (air pencuci tangan). Sebelum penutup pangupa dibuka biasanya pengatin diberikan burangir sampe-sampe (daun sirih) oleh orang tua dari mempelai laki-laki kahanggi, anak boru, mora dan harajaon.

Onma burangir sampe-sampe

Pasahut na di roha, pasampene na di angan-angan

Artinya :

ini adalah daun sirih

menyampaikan isi hati, menyampaikan apa yang di angan-angankan

setelah mempersembahkan sirih adat, bahan pangupa yang terletak dihadapan kedua pengantin dibuka oleh anakboru , ia membuka penutup pangupa sambil

(37)

26

mengucapkan sebuah mantra dalam bentuk pantun atau dalam bahasa Mandailingnya disebut ende ungut-ungut yang berbunyi sebagai berikut:

membuka pangupa hambeng (kambing) Habangma langkupa

Nasonngop tu purbatua

Diungkap mada baya pangupa Maroban sangap dohot tua Artinya :

Terbanglah langkupa Hinggap ke purbatua Dibukalah pangupa

Membawa berkah untuk hidupnya

Membuka pangupa manuk (ayam) Habangma langkupa

Nasonngop baya tu padang matinggi Diungkap mada pangupa

Pangupa na sian kaganggi artinya :

Terbanglah langkupa

Hinggap di Padang Matinggi Dibuka pangupa

Pangupa dari kahangngi

Membuka pangupa ikan sale (ikan asap) Habang langkupa

Nama nguroyong-royong tu batang toru Diungkap mada pangupa

(38)

27 Pangupa sian anakboru

Artinya :

Terbanglah langkupa

Yang merayap ke batang toru Dibukalah pangupa

Pangupa dari anakboru

Selanjutnya setelah pangupa selesai dibuka, anakboru (sebagi protokol upacara mangupa) mempersilahkan masing-masing pelaksana upacara untuk markobar (pidato) adat sambil mempersembahakan pangupa untuk kedua pengantin, markobar biasanya dimulai dari pihak peremempuan yaitu ibu dari mempelai laki-laki, selanjutnya kahangi, anakboru dan mora. Setelah markobar selesai dari pihak perempuan selanjutnya markobar dilanjutkan oleh pihak laki-laki yang dimulai oleh ayah dari pengantin laki-laki, setelah ayah pengantin laki-laki memberikan nasihat maka dilanjutkan oleh kahanggi, anakboru, mora dan diakhri oleh raja yang akan menjelaskan maksud dari simbol-simbol pangupa yang berada di depan kedua pengantin.

Raja akan memulai pidatonya dengan mengucapkan salam terlebih dahulu,kemudian mengatakan “ santabi sapuluh kali, sapuluh kali marsatabbi.

Tanggkas maon na taringot-ingot onang-onang ni inannta pas diwaktu di saba,bue daho amang bue da bue, bue tu jae tu julu muda mangodang ko ada amang tibu nian dapotko rongkap ni tondi mu anso paet mudar mu, boti ma andung ni inantda di waktu sopo saba, marumur ma ho nenek madung dapotko

(39)

28

rongkap ni tondi mu, di hari-hari nalewat madung ma on di kobaran ditangkasan soni na pasalose adat, tinggal dia doma di ari nasadari on di taringot na di dokon ni inantan ima mambaen na sigodang ni roha ima tu hamu nadua, idia oa on di ari na sadarion ima na mangupa tondi dohot badan ni hamu, ulang nian tondi mardalan dalan. Indon nenek adong na tarpayak dijolo nitaon sibacaon do sudenaon harana najolo ompung ta inda mananda mambaca dohot manulis makan ni i, i baenkalai on onsede da nenenk sibacaon doon nadong do maksut dot tujuan nion sude. Ima adong indon hambeng, pira maunk, indahan, sira, ikan sale / haporas, udang, manuk , bulung gadung, parbasuan dohot aek sitio- tio/simadingin-dimgin..

Artinya : Sepuluh kali rasa hormat, jelas kita ketahui teringat-ingat nyanyian ibu pada saat disawah, ayun-ayun ku ayun kau nak dari belakang ke depan,kalau kau besar nanti cepatlah kau dapat teman hidupmu, pahitlah darahmu. begitulah nyanyian ibu kita dulu waktu di sawah.sekarang nenek, kau sudah berumur, sudah kau dapatkan teman hidup mu, di hari-hari yang lewat ini sudah dimusyawarahkan dan sudah diselesaikan secara adat. Tinggal dihari ini teringat yang dikatakan ibu mu akan membuat sebuah kebesaran hati, dimana di hari ini yaitu mangupa sukma dan tubuh kalian, jangan sampai berjalan-jalan. disini nenek di depan kita semua ini semua mempunyai makna, karena pada zaman dulu nenek moyang kita tidak tau baca tulis makanya mereka membuat pangupa ini yang mempunyai makna dan tujuan, disini ada kambing, telur, nasi, garam, ikan asap/ ikan kecil, udang, ayam, daun ubi, air pencuci tangan, dan air minum

(40)

29

4.2.4 Makna Simbolis dan Nilai Kearifan Lokal Pantun sebagai Perangkat Upacara Mangupa

4.2.4.1 Makna Simbolis

Makna adalah sesuatu yang mengandung arti penting, simbolis adalah makna yang tertentu dalam benda atau sesuatu hal, yang mewakili hal yang ingin disampaikan.

Jadi makna simbolis adalah hal tertentu dalam benda atau hal yang mewakili sesuatu hal yang ingin disampaikan yang memiliki arti penting.

4.2.4.2 Nilai Kearifan Lokal

Kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang dapat dimamfaatkan untuk mengatur tatatn kehidupan masyarakat secara arif dan bijaksana. dan ada beberpa nilai- nilai yang terdapat dalam kearifan lokal, yaitu religius, jujur, toleransi, disipilin, kerja keras, kreatif, mandari, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab. dan dalam penelitian ini,peneliti hanya membahas lima nilai kearifan lokal pantun pada perangkat upacara mangupa prosesi pernikahan adat mandailing di desa Sayurmatinggi yaitu religius, toleransi,kerja keras, peduli sosial dan tanggung jawab.adapun perangkat upacara mangupa dalam prosesi pernikahan adat Mandailing di Desa Sayurmatingi sebagai berikut.

a. Perangkat Upacara hambeng (Kambing)

(41)

30

Menurut bapak Baginda Mahrahmudin Pulungan, makna simbolik kambing adalah berlambangkan panjang umur.

Pantun/ ende ungut-ungut

Hambeng simaradang tua Na pajujung-jungung durame Pangidoan ni on tu hamu nadua Panjang umur soni dapot dame Artinya

Kambing yang bebas sampai tua Yang menjunjung jerami

Permintaannya untuk kalian berdua

Panjang umur dan mendapatkan kedamaian

Makna pantun yang terkadung dalam perangkat upacra mangupa ini adalah semoga kedua mempelai pengantin mendapat umur panjang, kedamain dalam berumah tangga dan dalam bermasyarakat serta menerima perbedaan pendapat dan ras yang ada dalam bermasyarakat agar apa yang mereka inginkan selalu tercapai.

Nilai kaerifan lokal pantun dalam perangkat upacara ini adalah

(42)

31

a. Religius sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakanajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah yang lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama yang lain (Sibarani, 2021:143)

Nilai religus yang terdapat dalam pantun ini adalah sebuah harapan dan doa agar kedua mempelai selalu panjang umur dan mendapatkan kedamaian dalam menjalankan pernikahan.

b. Toleransi sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,suku etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. (Sibarani, 2021:143) dalam perangkat ini ada sikap dan perilaku dalam berumah tangga dan bermasyarakat harus menerima pendapat orang lain dan perbedaan yang ada di dalam bermasyarakat sehingga terbentuknya masyarakat yang saling menghargai sesama.

c. Kedamaian sikap,perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadirannya (Sibarani, 2021:144) dalam perangkat ini nilai kerifan lokal kdamain terdapat dalam tata cara bertingkah laku dalam bernmasyarakat.

b. Perangkat Upacara Telur (piramanuk)

(43)

32

Makna simbolis telur dalam perangkat upacara mangupa adalah melambangkan harapan agar jiwa dan raga kedua pengantin kebal terhadap sesuatu yang tidak baik (Ritonga, 1997:36)

Pantun/ ende ungut-ungut

Pira manuk si tolu-tolu

Na di buat ni namboru siantaruma Lolot job roha ni amu mangolu Ulang sanga bage mangua Artinya :

Telur ayam si tiga-tiga

Yang di ambil namboru dari kolong rumah Lama dan senanglah kalian selama hidup

Jangan sampe terjadi apa-apa (mendapat marabahaya)

Makna pantun yang terkandung adalah semoga pengantin selalu senang dalam kehidupan yang mereka jalani nantinya, selalu sehat baik jasmani dan rohani dan dijauhkan dari marabahaya.

Nilai kearifan lokal pantun dalam perangkat uapacara mangupa adalah religius sebuah doa yang diberikan untuk pengantin agar mereka dalam menjalani kehidupan selalu bahagia dan dijauhi dari marabahaya.

c. Peranngkat Upacara Ayam (manuk)

(44)

33

Makna simbolik ayam dalam perngakat upacara adalah melambangkan menyangi sepenuh hati anak-anak mereka nantinya.

Pantun/ ende ungut-ungut

Dison mada on manuk na diringringan Na dipadomu dohot indahan nadimpu Di tubui anak amu sogari dot boru Jara marambit ma on ma nogu-nogu

Jambatan ma on di batangtoru Ngonon ma on dalan tu bariba Pala dung di tubui anak amu dot boru Tum tibu mada on jala mar roa

Habang mada on sintar-sintar Na sonnggop ma da on tu tada tada Di tubui anak amu na pistar-pistar Na patuh dot na taat on tu Allah taala Artinya :

Disini ada ayam yang dipotong-potong dan disusun seperti semula Disatukan dengan nasi yang dikumpulkan

Di berikan anak laki-laki dan perempuan Cepat mengendong dan menuntun berjalan

(45)

34 Jembatan di Batangtoru

Dari sini jalannya keseberang Kalau sudah diberikan anak kalian

Semoga cepat dewasa memiliki rasa dan pemikiran

Terbanglah burung sintar-sintar Singgah di kayu-kayu

Diberikan anak kalian yang pintar Yang patuh ke pada Allah.

Makna pantun yang terkandung dalam perangakat upacara ini adalah sebuah doa untuk pengantin agar memiliki anak yang pintar-pintar dan patuh pada Allah SWT, serta mengikuti apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangannya.

Nilai kearifan lokal pantun dalam perangkat upacara adalah

a. Religius yaitu doa dan harapan untuk kedua mempelai agar memiliki anak baik anak perempuan maupun laki-laki yang akan menjadi penerus mereka nantinya yang menjadi tongkat untuk mereka pada masa tuanya, serta anak mereka nantinya selalu patut dan taat kepada allah.

b. Kerja keras perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik- baiknya.(Sibarani, 2012 :143) kerja karas dalam perngakat ini adalah harapan orang tua untuk anaknya agar memiki kehidupan yang layak dengan bekerja keras untuk membahagiakan kedua orang tua mereka

(46)

35

c. Peduli sosial sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuanpada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. (Sibarani, 2012: 144) harapan untuk anak- anak mereka nantinya memiliki rasa peduli dan iba terhadap orang lain

d. Tanggung jawab.sebuah tanggung jawab orang tua untuk membesarkan dan memberikan yang terbaik untuk anak-anak mereka.

d. Perangkat Upacara Udang

Makna simbolis udang adalah stategi kehidupan.

Pantun/ende ungut-ungut

Dison mada tangkas udang na di durung Na di durung on di rura pakantan Sayur hamu ma tua bulung Jala martua amu markaratan Artinya :

Disini sudah jelas udang yang di jaring Di jaring di air sungai Pakantan Sejahteralah kalian dan panjang usia

Serta berbahagia kalian sampai keriput/ karatan

(47)

36

Makna pantun yang terkadung dalam perangkat upacara mangupa adalah sebuah harapan dan doa untuk pengantin dalam menjalai kehidupan berumah tangga mendapat kesejahteraan dan mendapat umur yang panjang sampai mereka tua nanti.

Nilai kearifan lokal pantun yang terdapat dalam perangkat ini yaitu religius, doa dan harapan untuk kedua mempelai dalam menjalani kehidupan berumah tangga mendapatkan kesejahteraan dan panjang umur sampai mereka tua atau juga sampai mereka keriput yang artinya harapan untuk kedua pengantin selalu hidup bersama dan hanya kematian yang bisa memisahkan meraka.

e. Perangkat upacara ikan asap,atau ikan kecil (ikan sale/ haporas)

Makna simbolis dari perangkat upacara ikan asap adalah persatuan.

Pantun[ ende ungut-ungut

Haporas nisi torkis

Na di durung rupani i di tonga niari Horas hamu soni torkis

Songoni on tu pudi niari Artinya :

Ikan kecil di sungai si torkis Yang di jaring ditengah hari

(48)

37 Selamat kalian dan sehat

Dari sekarang sampai nanti

Makna pantun yang terkadung pada perangkat upacara mangupa adalah harapan dan doa agar pengantin selalu sehat dan selalu dilindungi Allah dimanapun dan kapanpun agar mereka terhidar dari marabahaya.

Nilai kearifan lokal pantunya adalah religius,dimana dalam hal ini ada sebuah harapan dan doa agar kedua mempelai selalu sejahtera dan sehat dalam menjalani rumah tannga dari sekarang sampai nantinya.

f. Air minum (aek minum)

Makna simbolis perngakat upacar air minum adalah bermaknakan keikhlasan.

Pantun[ ende ungut-ungut

Dison mada aek simadingin-dingin Na diatuk on di songot niari Horas kamu nian tondi madingin Sian on tu pudi ni ari

Artinya :

Disini ada air yang dingin-dingin Yang di ambil pada pagi hari

(49)

38 Semoga jiwa sejuk sejahtera dan panjang usia Dari sekarang sampai nanti

Makna pantun yang terkandung dalam perangkat upacara mangupa air minum (aek minum) adalah sebuah harapan dan doa untuk kedua mempelai pengantin agar mereka selalu sehat dan mendapat kedamain dalam kehidupan yang mereka jalani baik pada masa sekarang maupun nantinya.

Nilai kearifan lokal pantun dalam perangkat upacara ini adalaha religius, yaitu dalam menjalani kehidupan rumah tangga, pengantin didoakan mempunyai jiwa yang sejuk dan sejahtera serta panjang usia, artinya ialah dalam menjalani pernikahan tidak mungkin adanya sebuah masalah, jika suatu saat masalah dalam rumah tangga itu datang maka di selesaikan secara baik,atau tidak mengunakan emosi.

g. Perangkat upacara mangupa air pencuci tangan (parbasuoan)

Makna simbolis dari perangkat upcara air pencuci tangan adalah membersihlan hati.

Pantun[ ende ungut-ungut

Parbasuan sian siamun Panginuman sian sambirang

(50)

39

Pala dung jongjong di hangoluan siamun di pasiamun Siambirang on di paambirang.

Artinya :

Air pencuci tangan di sebelah kanan Air minum di sebelah kiri

Kalau sudah berdiri dalam kehidupan yang kanan di kanankan Yang kiri di kirikan

Makna pantun yang terkandung dalam perangkat upacara mangupa adalah dalam menjalani kehidapan berumah tangga, jika kedua mempelai nantinya sudah bisa berdiri sendiri dan memiliki kehidupan yang layak, maka mereka harus menjalankan kehidupan sesuai kaidah dan norma dalam agama dan masyarakat yaitu, harus bisa membedakan yang baik dan benar.

Nilai kearifan lokal pantunnya ialah

a. Toleransi, dalam menjalani kehidupan berumah tangga harus menghargai norma agama dan masyarakat, saling menghargai dalam perbedaan yang ada di dalam masyarakat dan menghargai pendapat orang lain

b. Kerja keras, bekerja keras agar memiliki kehidupan yang layak dan tentunya bisa membedakan yang baik dan yang buruk. jika mereka nantinya memiliki kedidupan yang layak

c. Tanggung jawab.bertanngung jawab untuk apa yang mereka miliki.

d. Peduli sosial. membantu orang yang membutuhkan pertolongan.

e. Jujur perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.

(Sibarani, 2012:143)

h. Perangkat upacara mangupa nasi (indahan)

(51)

40 Pantun/ende ungut-ungut

Indahan ribu ribu

Indahan sibonang manita Patidaon nadung lalu Baga ni ama ina Artinya :

Nasi ribu-ribu

Nasi yang jelas dilihat oleh mata Menandakan sudah kesampaian

Keinginan ayah ibu untuk membahagiakn kalian.

Makna pantun yang terkadung dalam perangkat upacara mangupa adalah bermaknakan sudah tercapai kehendak dari orang tua mempelai laki-laki yaitu membuat sebuah acara mangupa untuk anakanya, serta memberi nasehat agar mereka selalu mengingat nasehat kedua orang tuanya, dan selalu menghormati orang tua walaupun mereka memeliki kehidupan baru setelah menikah.

Nilai kearifan lokal pantunya ialah religius dan tanggung jawab yaitu doa orangtua untuk anak-anaknya dan juga sebuah nasihat untuk selalu menghargai orangtua dan menghormatinya, sebuah tangggung jawab orangtua untuk mencapai keinginan yang selama ini yang dia inginkan, yang artinya tercapainya keingian orang tua untuk membuat sebuah acara pernikahan yang layak untuk anaknya.

i. perangkat upacara mngaupa garam (sira)

Pantun/ende ungut-ungut

sira nasa sumbinga, di tubi anak hamu,

(52)

41 di tubu i boru hamu,

harana ita naso piga Artinya :

Garam sejumput

Dikasih anak laki-laki kalian Dikasih anak perempuan Karna kita tidak seberapa

Makna pantun yang terkadung dalam perangkat upacara adalah harapan dan doa untuk kedua mempelai pengantin agar mempunyai keturunan yang baik dan sehat, yang artinya menambah anggota keluarga baru.

Nilai kaerifan lokal pantunnya adalah religius yaitu harapan dan doa agar kedua mempelai pengantin memiliki keturunan dalam berumah tangga. maksudnya adalah adanya harapan besar dari keluarga untuk pengantin agar memiliki keturunan untuk menambah angggota baru dalam keluarga.

j. Perangkat upacara mangupa daun ubi (bulung gadung/ silalat) Pantun/ende ungut-ungut

si ganda si gandua botik di toru ni silalat na sada di bagi dua na sotik martambah bagat Silalat na diginjang sumur Sange-sange di Sibubugan Selamat panjang umur Marsege-sege abuan.

Artinya :

Siganda si gandua

Pepaya di bawah daun ubi Yang satu di bagi dua

Yang sedikit bertambah banyak

(53)

42 Daun ubi di atas sumur

Sange- sange di Sibubuhan Selamat panjang umur

Sampai nanti menampi nampi abu dabur

Makna pantun yang terkandung dalam perangkat upacara mangupa adalah harapan yang ditujukan untuk pengantin agar panjang umur sampai sifatnya kembali ke masa anak-anak, dan memiliki sifat berbagi untuk sesama, dan memberi pertolongan untuk orang yang membutuhkannya.

Nilai kearifan lokal pantunnya ialah religius yaitu doa dan harapan untuk kedua mempelai pengantin agar panjang umur sampai mereka tua nanti.

(54)

43 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan, maka beberapa simpulan diuraian sebagai berikut :

1. Mangupa merupakan sebuah adat pernikahan Mandailing yang masih dilaksanakan sampai sekarang oleh masyarakat Sayurmatingi.

2. Ada beberapa pantun yang terdapat dalam perangkat upacara mangupa adat Mandailing yang terdapat di desa Sayurmatinggi.

3. Bahan-bahan yang digunakan dalam perangkat upacara mangupa ada 10 yaitu.

Kambing, ayam, telur, udang, air minum, air pencuci tangan, garam, ikan asap,nasi, dan daun ubi.

4. Bahan-bahan mangupa yang dipergunakan dalam upacara adat ini memiliki makna dan nilai kearifan lokal yang terdapat dalam setiap pantunnya.

(55)

44 5.2 Saran

Dari hasil penelitian yang penulis uraian, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :

1. Sebaiknya masyarakat di desa Sayurmatinggi tetap menjaga kelestarian sastra lisan berbentuk pantun yang terdapat pada perangkat mangupa yang digunakan dalam pernikahan adat Mandailing.

2. Sebaiknya masyarakat Sayurnatinggi tetap harus mempertahankan adat ini, karena merupakan aset dari budaya untuk anak cucu dan juga banya mengandung manfaat bagi masyarakat luar.

(56)

45

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimin,2014. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Endraswara, Suwardi 2016.Antropologi Sastra Jawa.Yogyakarta.Morfalingua.

Embi, Husin. 1996. Adat Istiadat Melayu Melaka. Malaysia. Percetakan Sason. BHD.

Endraswara, Suwardi. 2016.Antropologi Sastra Jawa.Yogyakarta.Morfalingua.

Jurnal Dora, Nuriza.2020. Kajian Kearifan Lokal Tradisi Marsantan/ Mangupa pada masyarakat

Mandailing Desa Gunung Malintang Barumun Kabupaten padang Lawas.Uinsu Medan.

Jurnal Mailin, Erwan Efendi,dan Julhanuddin Siregar.2018. makna simbolik Mangupa dalam Adat

Pernikahan Suku Batak Angkola Mandailing di Kabupaten Padang Lawas. Uin Sumatera Utara.

Nasution, Pandapotan .2005.Adat Buadaya Mandailing Dalam TantanganZaman.

Sumetera Utara: Forkala.

Natia,IK.2008.Ikhtisar Teori dan Periodisasi Sastra Indonesia.Surabaya:Bintang.

Rizal, Yose. 2020. Apresiasi Puisi dan Sastra Indonesia. Jakarta : Grafika Mulia.

Ritoga, Parlaungan. 1997. Makna Simbolis dalam Upacara Adat Mangupa Masyarakat Angkola-Sipirok di Tapanuli Selatan. USU press.

Sulistyorini, Dwi dan Andalas, Egy Fajar, 2017. Sastra Lisan Kajian Teori dan

Penerapannya dalam Penelitian. Malang: Madani Kelompok Intrans Publishing.

Sibarani, Robert. 2012. Kearifan Lokal Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan.Jakarta Selatan: Asosiasi Tadisi Lisan.

Skripsi Situmorang, Riski.2017. Mangupa sebagai bentuk dukungan sosial : studi Indigenous terhadap etnis Batak.

(57)

46

Skripsi Hafni, Nurul. 2019. Peran Tradisi Berbalas Pantun dalam Acara Pesta Perkawinan Masyarakat Melayu di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara. Universitas Sumatera Utara.

Skripsi Simbolon, Gamaliel.2021.Kearifan Lokal pada Ritual Penusur Sira Etnik Batak Karo. Universitas Sumatera Utara.

https://www.youtube.com/watch?v=sg_pnPLFCFk

(58)

47 Lampiran 1

Data Informan 1

Nama : Baginda Marahmudin Pulungan

Alamat : Sayurmatinggi II kec. Sayurmatinngi Kab. Tapanuli selatan TTL : Sayurmatinggi, 16-08-1955

Umur : 66 Tahun Suku : Mandailing Pekerjaan : Petani ( Harajaon)

(59)

48 Data Informan 2

Nama : Sahiruddin Pulungan

Alamat : Sayurmatinggi II kec. Sayurmatinggi Kab. Tapanuli Selatan TTL : Sayurmatinggi, 10-10-1952

Umur : 69 Tahun Suku : Mandailing

Pekerjaan : Petani ( Harajaon )

(60)

49 Lampiran 2

Photo bersama pengantin

Referensi

Dokumen terkait

Syaiful Anwar, Wakil Rektor III UIN Raden Intan Lampung, wawancara , dicatat pada tanggal 13/05/2018.. kepemimpinan yang demokratis. Teori ini ternyata diaplikasikan oleh Prof.

Ada beberapa hambatan dalam upaya penanggulangan kejahatan kasus pemalsuan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor(BPKB). Diantaranya kurangnya pemahaman Lembaga Penjaminan

Penelitian ini dikerjakan pada bulan November sampai Desember 2001 bertempat di Sungai Kelekar Kecamatan Indralaya. Identifikasi jenis ikan dilakuakan di

IMPLEMENTASI MODIFIKASI PEMBELAJARAN AKTIVITAS PERMAINAN BOLABASKET UNTUK MENINGKATKAN JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Inovasi perubatan melalui terapi al-Quran juga memberi kesan yang efektif terhadap kanak-kanak autisme di mana dapat meningkatkan emosi, membentuk tingkah laku serta

Konsep mengenai sehat dan sakit perlu dicermati secara hati-hati pada dunia k erja karena membawa imp l ikasi pada kesempatan yang diberikan.. Padahal ada

Dari tabel tersebut terlihat bahwa tingkat pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) sesuai dengan Misi kesatu yaitu Meningkatnya tata kelola pemerintahan yang baik

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat meneyelesaikan skripsi yang berjudul