• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS. : Hukum Pidana Islam (Jinayah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS. : Hukum Pidana Islam (Jinayah)"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Nama : Ahmad Indroy

Nim : 1417054

Tempat/Tanggal Lahir : Sikilang/ 08 Juli 1996

Program Studi : Hukum Pidana Islam (Jinayah)

Fakultas : Syari’ah

Judul Skripsi :Sanksi Pidana Penggelapan Uang Pada Koperasi Mutiara Bosa Sikilang Dalam Perspektif Hukum Pidana Dan Fiqih Jinayah (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat No.

1657K/PID/2013)

Menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa karya ilmiah (skripsi) penulis dengan judul di atas adalah benar asli karya penulis. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri, maka penulis bersedia diproses sesuai hukum yang berlaku dan gelar kesarjanaan penulis dicopot hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bukittinggi, November 2021 Yang menyatakan,

Ahmad Indroy NIM: 1417054

(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul “Sanksi Pidana Penggelapan Uang Pada Koperasi Mutiara Bosa Sikilang Dalam Perspektif Hukum Pidana Dan Fiqih Jinayah (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat No.

1657K/PID/2013)” yang disusun oleh Ahmad Indroy, NIM 1417054 Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi telah dilakukan bimbingan secara maksimal dan untuk selanjutnya disetujui untuk diajukan ke sidang munaqasyah skripsi.

Bukittinggi, November 2021 Dosen Pembimbing

Dra. Hj. Rahmiati, M.Ag NIP. 196311301992032001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pidana Islam (Jinayah)

H. Muhammad Ridha Lc., M.A NIP. 197709162005011005

(4)

A. Identitas Diri

Nama : Ahmad Indroy

Nim : 1417054

Jurusan : Hukum Pidana Islam (HPI)

Tempat/Tanggal Lahir : Sikilang, 08 Juli 1996

Alamat : Jorong Sikilang Nagari Persiapan Sikilang, Kecamatan Sungai Aur, Kabupaten Pasaman Barat

Anak dari : Safiardi dan Melida Asni Jumlah bersaudara : Anak ke- 4 dari 6 bersaudara B. Pendidikan

1. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3. Sekolah Menengah Atas (SMA)

4. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi 2017

(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh مْي ِح َّرلا ِنَمْح َّرلا ِهلَّللا ِمْسِب

Alhamdulillahhirobbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Sanksi Pidana Penggelapan Uang Pada Koperasi Mutiara Bosa Sikilang Dalam Perspektif Hukum Pidana Dan Fiqih Jinayah (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pasama Barat No. 1657k/Pid/2013).

Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Habibullah junjungan umat Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan risalah kebenaran melalui al-Qur’an dan Sunnah. Beliau merupakan suri teladan yang paling baik serta pelita penerang jalan di celah-celah kegelapan dalam kehidupan umat manusia hingga akhir zaman.

Ucapan terima kasih yang sangat besar penulis sampaikan kepada kedua orang tua, atas semua doa dan dukungan yang diberikan serta curahan kasih sayang yang tiada henti melalui pengorbanan yang sangat besar, sehingga membuat penulis sangat bersemangat dalam menyelesaikan studi dan meraih cita-cita. Selain itu ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada saudara kandung penulis yang memiliki peran yang cukup besar dalam hidup penulis.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka menyelesaikan jenjang perkuliahan di IAIN Bukittinggi, dan menjadi salah satu syarat guna meraih

(6)

gelar Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi dapat diselesaikan dengan baik berkat dukungan dan bantuan dari beberapa pihak, baik bantuan secara moril maupun materil. Selanjutnya penulis penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ridha Alhida, M. Hum selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi beserta wakilnya.

2. Dr. H. Ismal, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi beserta wakilnya.

3. Pembimbing skripsi penulis, Ibu Dra. Hj. Rahmiati, M.Ag, yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini, serta orang tua penulis, Bapak Safiardi dan Ibunda Melida Asni dan seluruh keluarga yang telah memberikan bantuan dukungan moral dan materia.

4. Bapak H. Muhammad Ridha, Lc, M.Ag selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) yang telah memberikan arahan dan dukungan kepada penulis selama menempuh perkuliahan di IAIN Bukittinggi.

5. Penasehat Akademik penulis, Bapak H. Andriyaldi, Lc, MA, yang telah menyediakan waktu dan tenaga dalam bimbingan judul skripsi penulis.

6. Bapak dan Ibuk dosen serta karyawan dan karyawati Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan.

(7)

7. Pimpinan beserta staf perpustakaan yang telah mengijinkan penulis mengakses buku-buku dan referensi yang dibutuhkan dalam mengumpulkan data-data dan informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Kepada semua teman dan sahabat penulis, yang telah berkenan membantu penulis serta selalu memberikan dorongan moril kepada penulis agar bisa menyelesaikan pendidikan di IAIN Bukittinggi dengan baik.

9. Kepada semua mahasiswa dan mahasiswi di lingkungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, dan teristimewa kepada mahasiswa dan mahasiswi seangkatan pada Program Studi Pidana Islam (Jinayah), berikut seluruh mahasiswa yang bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Program Studi Hukum Pidana Islam (HMPS HPI) yang telah banyak membantu penulis selama perkuliahan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekhilafan dan kekeliruan. Untuk itu, penulis memohon maaf atas kekhilafan dan kekeliruan yang terdapat dalam skripsi ini, baik dari segi isi maupun teknis penulisannya. Oleh sebab itu, penulis memohon kritik dan saran dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bukittinggi, November 2021 Penulis,

Ahmad Indroy Nim: 1417054

(8)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Sanksi Pidana Penggelapan Uang pada Koperasi Mutiara Bosa Sikilang dalam Perspektif Hukum Pidana dan Fiqih Jinayah (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat Nomor:1657K/PID2013)”

yang ditulis oleh Ahmad Indroy, NIM. 14.17.054, Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Skripsi ini ditulis karena adanya Tindak Pidana Penggelapan Uang pada Koperasi Mutiara Bosa Sikilang Kabupaten Pasaman Barat. Pada tindak pidana penggelapan uang di Koperasi Mutiara Bosa Sikilang Kabupaten Pasaman Barat yang jadi terdakwa adalah pengurus koperasi itu sendiri. Berdasarkan hal ini maka penulis ingin untuk mengetahui secara utuh tentang sanksi pidana pelaku penggelapan uang Koperasi Mutiara Bosa Sikilang dalam putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat dan hukum pidana Islam terhadap pelaku penggelapan uang Koperasi mutiara bosa sikilang dalam putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat berdasarkan hukum Fiqih Jinayah.

Penelitian ini menggunakan metode normatif di sebut juga dengan kajian kepustakaan atau penelitian hukum teoritis. Sumber data dalam penelitian ini adalah dari segi hukum Islam yaitu al-Qur’an dan Hadist, Fiqih Jinayah, dan diatur juga dalam pasal 374 KUHP Tentang penggelapan uang. Adapun dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode normatif dengan sumber yang jelas dan terperinci dengan mencari sumber-sumber data yang jelas.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan tindak pidana penggelapan uang Koperasi mutiara bosa sikilang dalam putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan Hukum Acara Pidana yang berlaku, hal ini dapat diketahui dari judul perkara penggelapan yang melalui sidang tahun 2013. Dasar Pertimbagan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan pidana penggelapan uang terhadap Nomor:1657K/PID2013 dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan. Kemudian dalam Hukum pidana Islam penggelapan uang dikategorikan sebagai ghulul, karena ghulul merupakan penghianatan atau penggelapan harta rampasan perang pada zaman Rasulullah.

Bentuk hukuman ta’zir yang akan dikenakan diserahkan sepenuhnya kepada hakim.

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kejahatan atau tindak kriminal dalam bentuk apapun baik itu dilakukan oleh perorangan (individu) maupun kelompok adalah termasuk perbuatan zalim yang tidak dapat ditolerir, karena secara nyata bahwa kejahatan telah menimbulkan kerugian/hal negatif yang cukup luas dalam kehidupan bermasysarakat dan bernegara. Perkembangan tindak kejahatan/kriminal semakin meningkat baik segi kuantitas maupun kualitasnya bahkan kejahatan itu sendiri telah memasuki hampir seluruh aspek kehidupan, yaitu kejahatan dibidang ekonomi, kejahatan di bidang politik, kejahatan terhadap jiwa seseorang, serta kejahatan terhadap harta benda.

Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi dimuka bumi mungkin tidak akan ada habis-habisnya. Mengenai masalah ini dapat dilihat dari pemberitaan media massa seperti surat kabar, majalah dan televisi yang selalu saja memuat berita tentang terjadinya kejahatan.

Seiring perkembangan zaman sekarang ini, tindak kriminal marak terjadi.

Hal ini dikarenakan dari perkembangan zaman yang semakin modern baik dari segi pemikiran maupun teknologi membuat peluang untuk melakukan tindak kriminal semakin besar terjadi dengan menghalalkan berbagai cara yang berakibat pada kerugian yang diderita oleh seseorang korban kejahatan dan atau pelanggaran nantinya. Salah satu kerugian yang dialami oleh seseorang yang telah menjadi korban dari pelaku kejahatan adalah

(10)

kerugian dari segi harta kekayaan.1 Untuk melindungi korban akan harta kekayaannya, maka KUHP menempatkan perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian kepada harta kekayaan seseorang yang diatur dalam buku II KUHP. Diantara beberapa tindak pidana dikenal dengan istilah penggelapan.

Penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya dimana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan barang itu sudah terjadi secara sah. Misalnya Penguasaan barang atas pelaku terjadi, karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena, tugas atau jabatannya, misalnya petugas penitipan barang. Penggelapan terbagi kepada empat macam yaitu, salah satunya tindak pidana penggelapan biasa dan tindak pidana penggelapan uang. Tindak pidana penggelapan biasa diatur dalam Pasal 372KUHP yang memiliki unsur ”barang siapa dengan sengaja melawan hukum

Memiliki barang sebagian atau keseluruhannya milik orang lain, barang tersebut dimiliki bukan karena kejahatan”. Tindak pidana penggelapan uang diatur dalam Pasal 374 KUHP yang memiliki unsur

“adanya hubungan kerja, adanya pencarian, adanya unsur pengupahan’’.

Tujuan penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam penguasaannya yang mana barang atau uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.2

1 Tongat, Hukum Pidana Materiil, UMM Press, Malang, 2006, hlm. 57.

2 RockyMarbun,KiatJituMenyelesaikanKasus,(Jakarta:VisiMedia,2011),hlm.99-102

(11)

Salah satu jenis kejahatan terhadap kekayaan manusia adalah tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Mengenai tindak pidana penggelapan itu sendiri diatur dalam buku kedua tentang kejahatan dalam Pasal 372 – Pasal 377 KUHP yang merupakan kejahatan sering kali terjadi dan dapat terjadi di segala bidang bahkan pelakunya diberbagai masyarakat lapisan bawah sampai masyarakat lapisan atas pun dapat melakukan tindak pidana penggelapan yang merupakan kejahatan berawal dari adanya suatu kepercayaan pada orang lain, dan kepercayaan tersebut hilang karena lemahnya suatu kejujuran. Pasal 374 KUHP pada dasarnya merupakan pemberatan dari Pasal 372 KUHP yaitu apabila dilakukan dalam hubungan jabatan, sehingga jika Pasal 374 KUHP dapat dibuktikan maka Pasal 372 KUHP dengan sendirinya dapat dibuktikan juga.3

Penggelapan uang dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja, khususnya dalam kegiatan usaha Koperasi Mutiara Bosa Sikilang di Pasaman Barat dimana pengurus koperasi tidak melaksanakan keharusan dan larangan yang diatur dalam kegiatan usaha koperasi menurut ketentuan perundang-undangan, sehingga menimbulkan kerugian bagi pengurus koperasi itu sendiri dan masyarakat.

Oleh sebab itu untuk memberikan sanksi berupa sanksi pidana kepada pengurus koperasi yang diduga melakukan tindak pidana koperasi sebagaimana yang telah dirumuskan dalam pasal 34 ayat (2) Undang- undang Koperasi dapat dijadikan sebagai dasar untuk memberikan sanksi

3 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h.

239-240.

(12)

pidana kepada pelaku tindak pidana. Berkaitan dengan pasal 34 ayat (2) Undang-undang Koperasi, UU Perkoperasian tidak memuat ketentuan pidananya, artinya sanksi pidana tidak dikenal dalam regulasi perkoperasian sehingga yang berlaku adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)4 yang dapat menjangkau pengurus atau pengelola yang melakukan kejahatan berupa penggelapan dalam jabatan, memuat suatu surat/data palsu pada laporan keuangan, sehingga diperlukan suatu formulasi kebijakan hukum pidana yang menjamin diberlakukannya tata kelola yang baik bagi koperasi yang tidak hanya sebatas pada KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang dimaksudkan dengan tindak pidana koperasi adalah, tindak pidana yang dilakukan koperasi, oleh pengurus dan atau pengelola.

Menarik untuk diteliti Putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat No. 1657K/PID/2013) tertanggal 31 juli 2013, dimana terdakwa selaku ketua Koperasi Serba Usaha Mutiara Bosa Sikilang melakukan dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaanya bukan karena kejahatan, yang penguasaan terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarianya atau karena mendapat upah, atas perbuatan tersebut Terdakwa didakwa dengan ancaman pidana berdasarkan Pasal 374 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.

4 Dede Zaki Mubarok, Menkop : Tidak ada sanksi pidana dalam RUU Koperasi, http://www.rmol.co/read/2012/02/20/55442/Menkop:-Tidak-Ada-Sanksi-Pidana-dalamRUU- Koperasi

(13)

Koperasi Mutiara Bosa Sikilang, merupakan koperasi serba usaha dengan bentuk koperasi sekunder yang didirikan dan disahkan oleh Keputusan Menteri Negara Urusan Koperasi Usaha Kecil Dan Menengah RI No.02/ BH/ KDK / V / 2004 tanggal 16 Maret 2004 serta perubahan anggaran dasar yang disahkan oleh Koperindag Kabupaten Pasaman Barat tanggal 15 juli 2004 berdasarkan surat No: 518 / 233 / KKP. 2/ VII / 2004.

Ketua koperasi Mutiara Bosa Sikilang, atas kehendak dan kesadarannya melawan hukum yakni mengurangi jumlah nominal pendapatan anggota koperasi Plasma yang akan diterimanya setiap bulanya. Selanjutnya sejak bulan Agustus tahun 2010 sampai dengan bulan April 2011 sebanyak 82 orang anggota koperasi tidak menerima hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) koperasi Mutiara Bosa Sikilang sedangkan nama mereka masuk dalam lampiran surat Keputusan Bupati Pasaman Nomor 188.45 / 344 / BUP-PAS / 2000 tanggal 08 juni 2000 dan hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) koperasi Mutiara Bosa Sikilang sejak Agustus 2010 juga dibagikan kepada orang lain diluar surat bupati Pasaman Nomor 188.45 / 344 / BUP-PAS / 2000 tanggal 08 juni 2000 tersebut.

Oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasaman Barat, tertanggal 31 Juli 2013 yang memeriksa dan mengadilinya menjatuhkan putusan dengan menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut melakukan penggelapan yang dilakukan oleh orang yang menguasai barang itu karena ada hubungan kerja sebagai

(14)

perbuatan berlanjut dan menjatuhkan pidana atas diri terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan penjara dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan.

Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut melakukan penggelapan yang dilakukan oleh orang yang menguasai barang itu karena ada hubungan kerja sebagai perbuatan berlanjut, menunjukan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yakni yang tercantum dalam ketentuan Pasal 374 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-I KUHP yang berbunyi penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Dari uraian singkat Putusan Nomor RI No.02/ BH/ KDK / V / 2004 tanggal 16 Maret 2004 dan Putusan Nomor : No: 518 / 233 / KKP.

2/ VII / 2004 di atas dapat dicermati bahwa pengurus selaku organ dalam koperasi tidak melakukan tugas dan tanggungjawabnya sebagaimana mestinya, hal tersebut menunjukkan, pertama, Koperasi serba usaha

“koperasi Mutiara Bosa Sikilang tidak menjalankan fungsinya sebagaimana ditentukan dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, misalnya koperasi harus menyelenggarakan rapat anggota

(15)

karena rapat anggota merupakan salah satu alat perlengkapan koperasi.5 Kedua, Koperasi serba usaha “Mutiara Bosa Sikilang tidak menjalankan semua prinsip koperasi seperti yang tertuang dalam Pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian6, pada hal prinsip ini merupakan ciri koperasi yang membedakan jenis badan usaha lainnya.

Selanjutnya ditijau dalam istilah ilmu fiqh, penggelapan diartikan sebagai perlawanan kepercayaan (djahidu wadi‟ah, djahidu „ariyah).7 Djahidu wadi‟ah adalah menyangkal terhadap barang yang dititipkannya.

Sedangkan djahidu „ariyah adalah mengingkari barang yang dipinjamnya.

Penggelapan adalah seorang yang tanpa disetujui kepada pemilik harta, mengalihkan harta tersebut kepada dirinya atau pun kepada orang lain.8

Dasar Hukum Larangan Jarimah Penggelapan:

Al-Qur‟an sebagai kitab suci umat Islam, sangat menentang dan melaknat bahkan mengharamkan tindak pidana penggelapan, mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak benar adalah bentuk-bentuk perbuatan yang sangat ditentang dalam Islam, serta segala sesuatu yang merugikan banyak orang.

Sebagaimana dalam al-Qur‟an dijelaskan tentang yang mencegah, melarang perbuatan-perbuatan tersebut di surah Al-Baqarah /2:188:

5 Dalam konstruksi hukum koperasi dapat ditegaskan bahwa rapat anggota adalah pemegang kekuasaan yang tertinggi dalam koperasi.

6 Pasal 5 Ayat (1) Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut: (a) keanggotaan bersifat suka rela dan terbuka; (b) pengelolaan dilaksanakan

7 Haliaman, Hukum Pidana Syari‟at Islam Menurut Ajaran Ahlu Sunnah (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. 440.

8 Hasby Ass Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum (Semarang: Pustaka Rezeki, 2009), h. 169.

(16)

Terjemahnya:

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.9

Ayat di atas menjelaskan bahwa mengambil harta yang bukan haknya merupakan perbuatan tercela. Sama halnya dalam tindak pidana penggelapan berupa penggelapan uang dalam arti tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dan secara prosedural yang mengakibatkan kerugian karena dengan adanya penggelapan makin banyak pengeluaran yang sebenarnya sudah dianggarkan. Berdasarkan latar belakang diatas yang telah penulis uraikan, penulis tertarik untuk meneliti dan menuangkan dalam tulisan penelitian hukumdengan judul “Sanksi Pidana Penggelapan Uang pada Koperasi Mutiara Bosa Sikilang dalam Perspektif Hukum Pidana dan Fiqih Jinayah (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat Nomor:1657K/PID2013)”

9 Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an Media Dilengkapi Dengan Terjemah, dan Materi Tentang Akhlak Mulia (Bandung: Madina, 2013), h. 29.

(17)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dan untuk menfokuskan penulisan ini, maka dapat dirumusakan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sanksi pidana pelaku penggelapan uang koperasi mutiara bosa sikilang dalam putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat no.1657K/PID/2013?

2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pelaku penggelapan uang Koperasi mutiara bosa sikilang dalam putusan Pengadilan Negeri Pasaman Baratno.1657K/PID/2013?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan ruang lingkup diatas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini harus sejalan dengan rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui sanksi pidana pelaku penggelapan uang koperasi mutiara bosa sikilang dalam putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat no.1657K/PID/2013

b. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap pelaku penggelapan uang Koperasi mutiara bosa sikilang dalam putusan Pengadilan Negeri Pasaman Baratno.1657K/PID/2013

2. Kegunaan Penelitian

a. Untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum (SH) Program Studi Hukum Pidana Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi.

(18)

b. Untuk memberikan keilmuan tentang bagaimana konsep sanksi pengelapan uang dalam hukum islam, sekaligus sebagai acuan bagi peneliti berikutnya yang akan membahas tentang pengelapan uang.

c. Untuk menambah referensi bacaan di perpustakaan IAIN Bukittinggi.

D. Penjelasan Judul

Dalam rangka memahami maksud judul penelitian, maka penulis akan memaparkan mengenai penjelasan dari judul penelitian ini.

Tindak pidana adalah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab.

Penggelapan uang adalah suatu tindakan tidak jujur dengan menyembunyikan barang/harta orang lain oleh satu orang atau lebih tanpa sepengetahuan pemilik barang/harta dengan tujuan untuk mengalih-milik (pencurian), menguasai, atau digunakan untuk tujuan lain.

Hukum pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukanya.

Fiqih jinayah ialah ilmu hukum Islam yang berbicara tentang kriminalitas.

Adapun ruang lingkup kajian hukum pidana Islam ini meliputi tindak pidana Qishash, Hudud, dan Ta’zir. Qishash ialah penjatuhan sanksi yang sama persis

(19)

Terhadap pelaku jarimah sebagaimana yang telah ia lakukukan terhadap korban.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penelitian mengenai Sanksi Pidana Bagi Pelaku Penggelapan Uang sudah pernah diteliti oleh para akademisi. Ada beberapa penelitian yang mirip- mirip dengan yang akan penulis bahas. Diantaranya: Penelitian yang ditulis oleh Mustika Alhamra Nim140104013 Fakultas Syari’ah dan Hukum Islam Negeri Ar-Raniry Darusalam Banda Aceh dengan judul penelitian Tindak Pidana Penggelapan dalam Hukum Positif ditinjau menurut Hukum islam, Mustika Alhamra menguraikan rumusan masalah sebagai berikut: 1.

Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tindak pidana penggelapan yang terdapat dalam hukum positif?. 2.Bagaimana ketentuan ancaman hukuman tindak pidana penggelapan dalam hukum Islam. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu: Konsep hukum Islam tentang penggelapan, paling tidak ada empat yait ughulul, ghasab, sariqah, khianat. Yang pada masing-masing jarimah tersebut memiliki hukuman yaitu ghulul hukumannya dibakar hartanya serta dipukuli orangnya, ghasab hukumannya mengembalikan barang yang sebanding dengannya, sariqah hukumannya dipotong tangan apabila yang diambil sudah mencapai nisab, khianat hukumannya dapat dijatuhi hukuman mati dalam beberapa kasus, seperti murtad, pemberontakan terhadap negara dan lari dalam medan perang. Dalam hukum Islam ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana penggelapan mengarah pada hukuman ta’zir. Dikarenakan dalam hukum Islam tidak ada dalil nash yang membicarakan bentuk hukuman

(20)

penggelapan, yaitu hukuman yang jenis dan ukurannya menjadi wewenang hakim atau penguasa setempat. Dalam memutuskan jenis dan ukuran sanksita’zir, harus tetap memerhatikan isyarat dan Petunjuk nash keagamaan secara teliti dan baik, karena hal ini menyangkut kepentingan dan kemaslahatan masyarakat.

Adapun penelitian kedua, ditulis oleh Mansur, Nim 1603020096, Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Polopo, judul penelitiannya adalah Tindak Pidana PenggelapanUang dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam di Kota Palopo (Studi Komparatif), rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: a. Bagaimana penerapan hukum positif dan hukum Islam dalam tindak pidana penggelapan uang di Kota Palopo? b. Bagaimana penerapan hukum positif dan hukum Islam dalam tindak pidana penggelapan uang di Kota Palopo? Kesimpulan yang dibuat oleh peneliti yaitu: Hasil putusan hakim pada kasus tindak pidana penggelapan menunjukkan bahwa putusan hakim tersebut dibawah hukuman maksimal dalam Pasal 374 KUHP sudah tepat, meskipun dari segi sanksi tidak cukup memberi efek jera bagi pelaku.

F. Meode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian adalah penelitian normatif. Penelitian normatif disebut juga penelitian kepustakaan atau penelitian hukum teoritis, disebut demikian karena penelitian normatif ini fokus pada kajian tertulis. Penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan adalah metode atau cara yang

(21)

digunakan dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. 10

Dilihat dari jenisnya, penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian studi Pustaka untuk memperoleh literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang dipecahkan. Dengan sumber yang jelas dan terperinci dengan cara mencari sumber-sumber data melalui buku-buku yang terkait dengan objek yang akan diteliti, yaitu sanksi pidana pelaku penggelapan uang koperasi mutiara bosa sikilang dalam putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat no.1657K/PID/2013.

2. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber primer dari segi hukum Islam yaitu al-Qur’an dan Hadist, Fiqih Jinayah, dan diatur juga dalam pasal 374 KUHP Tentang penggelapan uang.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder ialah data-data yang berkaitan dengan konsep tindak pidana pengelapan uang dalam hukum pidana Islam seperti makalah, karya pakar-pakar hukum, dan referensi-referensi lain yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas. Sumber data sekunder ini diperoleh melalui buku-buku literatur, jurnal, karya ilmiah dan bacaan lainnya yang berkaitan dengan judul penelitian.

10 Sorjono Soekanto dan Sri Madmuji, Penelitian Hukum normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 13-14.

(22)

Urgensi sumber sekunder tentunya dimaksudkan sebagai bahan pembanding dalam rangka kepentingan analisis.11

G. Sistematika Pembahasan

Untuk dapat memberikan gambaran secara umum dan mempermudah dalam penyusunan skripsi, maka penyusun menyajikan sistematika pembahasan skripsi ke dalam lima bab, yakni sebagai berikut :

Pada bab pertama adalah pendahuluan yang bertujuan untuk mengantarkan pada pembahasan skripsi secara keseluruhan. Bab ini terdiri dari tujuh sub bab yang meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, penjelasan judul, metode penelitian, tinjauan kepustakaan dan sistematika pembahasan.

Adapun pada bab kedua, penulis akan mengemukakan secara panjang lebar mengenai ketentuan umum tentang tindak pidana penggelapan uang.

Pembahasan pada bab dua ini dimulai dengan definisi dan unsur-unsur tindak pidana, definisi dan unsur-unsur tindak pidana pengelapan, macam-macam penggelapan dan tindak pidana penggelapan uang

Selanjutnya, pada bab tiga akan dideskripsikan tentang gambaran umum dan menguraikan tentang sanksi pidana pelaku penggelapan uang koperasi mutiara bosa sikilang dalam putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat no.1657K/PID/2013

Kemudian pada bab empat berisi tentang prespektif hukum pidana Islam terhadap pelaku penggelapan uang Koperasi mutiara bosa sikilang dalam putusan Pengadilan Negeri Pasaman Baratno.1657K/PID/2013

11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2011), h.137.

(23)

Terakhir di bab lima, merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dari skripsi yang penulis paparkan di atas, serta dimuat juga saran- saran yang konstruktif sebagai akhir dari pembuatan skripsi ini.

(24)

BAB II

Tindak Pidana Penggelapan Uang dalam Perspektif Hukum Pidana dan Islam

A. Tindak Pidana Penggelapan Uang dalam Hukum Pidana 1. Definisi dan Unsur-unsur Tindak Pidana

Tindak pidana adalah terjemahan paling umum untuk istilah strafbaar feit dalam Bahasa Belanda walaupun secara resmi tidak ada terjemahan resmi strafbaar feit. Andi Zainal Abidin adalah salah seorang ahli hukum pidana Indonesia yang tidak setuju dengan penerjemahan strafbaar feit menjadi tindak pidana. Adapun alasannya adalah sebagai berikut:

a. Tindak tidak mungkin dipidana, tetapi orang yang melakukanlah yang dapat dijatuhi pidana

b. Ditinjau dari segi Bahasa Indonesia, tindak adalah kata benda dan pidana juga kata benda. Yang lazim ialah kata benda selalu diikuti kata sifat, misalnya kejahatan berat, perempuan cantik, dan lain-lain

c. Istilah strafbaar feit sesungguhnya bersifat elptis yang kalau diterjemahkan secara harfiah adalah peristiwa yang dapat dipidana, oleh Van Hatum bahwa sesungguhnya harus dirumuskan feit terzake van hetwelk een persoon starfbaar is yang berarti peristiwa yang menyebabkan seseorang dapat dipidana. Istilah criminal act lebih tepat, karena ia hanya menunjukkan sifat kriminalnya perbuatan.12

12Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, (Cet. I; Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), h.

9697.

(25)

Moeljatno menerjemahkan istilah “strafbaar feit” dengan perbuatan pidana. Menurut pendapat beliau istilah “perbuatan pidana”

adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman hukuman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.13

Teguh Prasetyo merumuskan tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana. Pengertian perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) dan perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).14

Menurut Pompe, “strafbaar feit” secara teoretis dapat dirumuskan suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku yang penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum.15

Tindak pidana juga dapat dimaksudkan sebagai suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar pertanggungjawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya. Akan tetapi, sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan mengenai perbuatannya sendiri berdasarkan asas legalitas (Principle of Legality) yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan

13Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2011), 97.

14Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 49.

15 Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, (Cet. I; Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), 98.

(26)

terlebih dahulu dalam perundang-undangan (Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali).

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif.

Teguh prasetyo mengemukakan beberapa hal yang menjadi unsur dalam suatu tindak pidana, yaitu sebagai berikut:16

a. Unsur Objektif, yaitu unsur-unsur yang terdapat di luar pelaku dan berhubungan dengan keadaan. Unsur-unsur ini antara lain sebagai berikut:

1) Sifat melanggar hukum 2) Kualitas (jabatan) pelaku

3) Klausalitas, yaitu hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

b. Unsur Subjektif, yaitu unsur-unsur yang terdapat atau melekat pada diri dari pelaku dan termasuk segala sesuatu yang ada di dalam hati pelaku.

Unsur-unsur ini terdiri dari beberapa hal, yaitu:

1) Kesengajaan atau tidak sengaja (dolus atau culpa) 2) Maksud pada suatu percobaan (Pasal 53 ayat (1) KUHP) 3) Perencanaan

4) Perasaan takut (Pasal 308 KUHP).

Selanjutnya Moeljatno mengatakan meskipun perbuatan pidana pada umumnya adalah keadaan lahir dan terdiri atas elemen-elemen lahir,

16 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), 50.

(27)

namun adakalanya dalam perumusan juga diperlukan elemen batin yaitu sifat melawan hukum yang subyektif adalah unsur yang terdapat dalam diri pelaku tindak pidana yaitu meliputi: kesengajaan, kealpaan, niat, maksud, dengan rencana lebih dahulu, dan perasaan takut.17

Unsur tindak pidana yaitu sebagai berikut, yakni:

1) Perbuatan;

2) Yang dilarang (oleh aturan hukum); dan 3) Ancaman pidana (yang melanggar larangan).

Tindak pidana terdiri dari unsur-unsur yaitu sebagai berikut : 1) Perbuatan/rangkaian perbuatan;

2) Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan 3) Diadakan tindakan penghukuman.

Dalam hukum pidana dikenal delik formil dan delik materiil.

Bahwa yang dimaksud dengan delik formil adalah delik yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh Undang-Undang. Di sini rumusan dari perbuatan jelas, misalnya Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pencurian. Adapun delik materiil adalah delik yang perumusannya menitik beratkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang. Dengan kata lain, hanya disebut rumusan dari akibat perbuatan, misalnya Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

17 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 19.

(28)

Perbuatan pidana tersebut kemudian dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu sebagai berikut:18

1) Perbuatan pidana (delik) formil, adalah suatu perbuatan pidana yang sudah dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar ketentuan yang dirumuskan dalam pasal undang-undang yang bersangkutan.

2) Perbuatan pidana (delik) materiil, adalah suatu perbuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu.

3) Perbuatan pidana (delik) dolus, adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja.

4) Perbuatan pidana (delik) culpa, adalah suatu perbuatan pidana yang tidak sengaja, karena kealpaannya mengakibatkan luka atau matinya seseorang.

5) Delik aduan, adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan orang lain. Jadi, sebelum ada pengaduan belum merupakan delik.

6) Delik politik, adalah delik atau perbuatan pidana yang ditujukan kepada keamanan negara, baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Definisi dan Unsur-unsur Tindak Pidana Penggelapan

Istilah penggelapan sebagaimana yang lazim dipergunakan orang untuk menyebut jenis kejahatan yang di dalam buku II Bab XXIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu adalah suatu terjemahan dari perkataan

”verduistering” dalam bahasa Belanda. Delik yang berkualifikasi atau yang

18 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 9.

(29)

bernama penggelapan ini diatur dalam Pasal 372. Banyak unsur- unsur yang menyeruapi delik pencurian, hanya saja beradanya barang yang dimaksud untuk dimiliki ( zich toeegenen ) itu di tangan pelaku penggelapan bukanlah karena seperti halnya pencurian. Pengertian pemilikan juga seperti di dalam pencurian.19

Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam Pasal 372 yang dirumuskan barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, maka diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.20

Roeslan Saleh mengatakan tentang penjelasan mengenai tindak pidana penggelapan yaitu:21

“Tindak pidana adalah setiap perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan sehingga perlu adanya penekanan pada perasaan hukum masyarakat. Oleh karena itu, sesuatu perbuatan berarti perbuatan yang menghambat atau bertentangan dengan tercapainya tatanan dalam pergaulan yang dicitacitakan masyarakat.”

Jadi dapat diartikan bahwa penggelapan adalah suatu perbuatan menyimpang yang menyalahgunakan kepercayaan orang lain yang diberikan padanya dan awal barang itu berada ditangannya bukan karena dari hasil kejahatan.

19 Tongat, Hukum Pidana Materiil, UMM Press, Malang, 2006, hlm. 57

20 Tim Visi Yustisia, 3 Kitab Undang-Undang Hukum Indonesia, KUHP, KUHAP, & KUH PERDATA, (Cet. 1, Jakarta: Visimedia, 2015), h. 84.

21Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 8.

(30)

Unsur-unsur yang terdapat di dalam kejahatan penggelapan menurut rumusan Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah:

a. Unsur Obyektif

1) Menguasai untuk dirinya sendiri atau zichtoeecigenen 2) Suatu benda atau eeniggoed

3) Yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain atau datgeheel of ten deele aan een ander toebehort

b. Yang ada di dalam kekuasaannya tidak karena kejahatan atau dathijanders dan door misrijfonderzichheeft Unsur Subyektif; dengan sengaja atau opzettelijk dan melawan hukum.

Dari rumusan kejahatan penggelapan tersebut, terlihat bahwa yang dilarang dan diancam dengan hukuman itu adalah perbuatan

“hetzichtoeeigenen” atau “menguasai bagi dirinya sendiri”.22

3. Jenis-jenis Tindak Pidana Penggelapan

Tindak pidana penggelapan diatur dalam Buku II Bab XXIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berjudul ” Penggelapan ”. Tindak pidana penggelapan diatur dalam beberapa pasal yaitu Pasal 372 KUHP sampai dengan Pasal 377 KUHP Pasal 372 Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dan hanya ada padanya bukan karena kejahatan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya 15 kali enam puluh rupiah. Pasal 373 Perbuatan yang diterangkan pada Pasal 372, bilamana yang digelapkan itu

22 P.A.F. Lamintang-Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, (Bandung: Sinar Grafika, 2009), h. 1 11.

(31)

bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu rupiah, dihukum sebagai penggelapan ringan, dengan hukuman penjara selama- lamanya tiga bulan atau denda sebanyakbanyaknya 15 kali enam puluh rupiah. Pasal 374 Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang itu karena jabatannya sendiri atau karena pekerjaannya atau karena mendapat upah uang, dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya lima tahun. Pasal 375 Penggelapan yang dilakukan orang kepadanya terpaksa diberikan untuk disimpan, atau oleh wali, pengampu, pengurus, orang yang menjalankan wasiat, pengurus lembaga derma atau yayasan terhadap barang yang ada pada mereka karena jabatan mereka tersebut itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.23

Berdasarkan dari sekian banyak Pasal tersebut diatas, maka tindak pidana penggelapan dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu:24 a. Penggelapan dalam bentuk pokok

Kejahatan penggelapan dalam bentuk pokok dalam Pasal 372 KUHP yaitu kejahatan yang dilakukan sesorang yang dengan sengaja menguasai secara melawan hukum suatu benda yang seluruhnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain. Akan tetapi orang tersebut dalam mendapatkan barang dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.

b. Penggelapan ringan

Maksud dari penggelapan ringan adalah seperti diterangkan dalam Pasal 373 KUHP yaitu suatu kejahatan penggelapan yang dilakukan oleh seseorang yang mana jika penggelapan tidak terhadap ternak ataupun

23 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayu Media, Jakarta, 2006 hlm.70

24P.A.F. Lamintang, Kejahatan Terhadap Harta kekayaan, Sinar Grafika, Jakarta 2009, hlm.

133

(32)

nilainya tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu rupiah. Mengapa disebutkan bahwa yang digelapkan itu haruslah bukan ternak, karena perlu diingat bahwa ternak merupakan unsur yang memberatkan, sehingga ternak dianggap barang khusus.

c. Penggelapan dengan pemberatan

Kejahatan penggelapan dengan pemberatan atau disebut juga

”gequalifierde verduistering ” tersebut diatur dalam Pasal 374 KUHP.

Dalam Pasal 374 KUHP menyatakan bahwa penggelapan dengan pemberatan adalah penggelapan yang dilakukan oleh mereka yang menguasai suatu benda karena jabatannya atau karena pekerjaannya atau karena mendapatkan uang sebagai imbalannya. Sedangkan dalam Pasal 375 KUHP menyatakan bahwa penggelapan dengan pemberatan adalah penggelapan yang dilakukan oleh mereka atas benda yang karena terpaksa telah titipkan kepadanya sebagai wali, kuasa untuk mengurus harta benda orang lain, pelaksana suatu wasiat dan kedudukan mengurus benda amal atau yayasan.

d. Penggelapan sebagai delik aduan

Kejahatan sebagai delik aduan ini tersimpul dalam Pasal 376 KUHP yang mengacu pada Pasal 367 ayat (2) KUHP. Dengan adanya ketentuan ini berarti seseorang yang mempunyai hubungan keluarga melakukan penggelapan atau membantu melakukan penggelapan terhadap milik anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu rumah hanya dapat dituntut terhadap mereka itu hanya dapat dilakukan apabila ada atau

(33)

terdapat pengaduan dari pihak-piahak yang telah dirugikan karena kejahatan penggelapan.

e. Penggelapan oleh pegawai negeri karena jabatannya

Jenis penggealapn ini tidak diatur dalam Buku II Bab XXIV KUHP melainkan dalam Bab XXVIII yang mengatur mengenai apa yang disebut

” ambtsmisdrijven ” atau kejahatan jabatan. Penggelapan yang dilakukan oleh seorang pegawai negeri dalam jabatannnya disebut penggelapan jabatan. Ketentuan mengenai penggelapan jabatan ini diatur dalam Pasal 415 dan Pasal 417 KUHP yang mengatur tentang seorang pegawai negeri nyang karena jabatannya uang atau kertas berharga yang dalam jabatannya menguasai benda-benda tersebut membiarkan diambil atau digelapkan oleh orang lain.

B. Tindak Pidana Penggelapan Uang dalam Hukum Islam

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan bagian agama Islam. Hukum Islam juga identik pengertiannya dengan syari‟at Islam, yang didefinisikan oleh Muhammad Zubair: “Hukum Islam adalah ketentuan syarak (Allah swt) yang berhubungan dengan segala perbuatan orang mukallaf atau yang dikenai kewajiban baik berupa tuntutan, pemilihan ataupun berupa ketentuan-ketentuan.25

Hukum Islam merupakan suatu ketentuan yang telah digariskan oleh Allah swt di dalam al-Qur‟an yang diaplikasikan oleh Nabi Muhammad saw., sebagai teladan dan acuan bagi umat-umat berikutnya hingga akhir zaman yang berupa tuntutan, pilihan atau perantara, serta ketentuan yang menyangkut

25 Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 42.

(34)

hubungan antara manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan sesama manusia yang lain serta hubungan manusia dengan kehidupan yang berada disekitarnya.

Sistem hukum Islam ini menganut suatu keyakinan ajaran Islam dengan keimanan lahir bathin secara individual. Negara-negara yang menganut asas hukum Islam dalam bernegara, pelaksanaan peraturan-peraturan hukumnya dijalankan secara taat. Hal itu berdasarkan peraturan perundangan negara yang dibuat dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Jarimah dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kejahatan, berbuat jahat atau delik.26 Topo santoso juga mengartikan jarimah sebagai larangan-larangan hukum yang diberikan dan ditentukan oleh Allah swt serta pelanggar-pelanggarnya dapat dikenakan hukuman-hukuman yang telah ditentukan-Nya atau melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak diperintahkan untuk dikerjakan.27

Jarimah biasanya diterapkan pada perbuatan dosa, misalnya pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, atau perbuatan yang berkaitan dengan politik, dan sebagainya. Semua itu disebut dengan istilah jarimah kemudian dirangkaikan dengan satuan atau sifat perbuatan tersebut, seperti jarimah pencurian, jarimah pembunuhan, jarimah perkosaan. Sebaliknya, tidak digunakan istilah jinayah pencurian, jinayah pembunuhan, jinayah perkosaan, dan jinayah politik.28

26 Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresifp, 1997), h. 187.

27Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syari‟at dalam Wacana dan Agenda, h. 20.

28 Mustofa Hasan, Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah, (Bandung:

Pustaka Setia, 2013), h. 20.

(35)

Jarimah adalah perbuatan yang dilarang syarak dan pelakunya diancam oleh Allah swt dengan hukuman hadd (bentuk tertentu) atau ta‟zir (pelanggaran ang jenis dan bentuk hukumannya didelegasikan syarak kepada hakim/penguasa), yang dimaksud dengan larangan syarak adalah melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman oleh syarak atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan dan diancam hukuman oleh syarak (ketetuan Allah) bagi yang meninggalkannya.29

Pada umumnya para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-Qur‟an ataupun Hadis dalam hal ini dibagi menjadi tiga macam yakni:30

1. Jarimah hudud, adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had.

Pengertian hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara‟ dan menjadi hak Allah. Pengertian hak Allah di sini adalah bahwa hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan oleh perseorangan (orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang diwakili oleh negara. Jarimah hudud ini ada tujuh macam yaitu, jarimah zina, jarimah qadzaf, jarimah syurb al-khamr, jarimah pencurian, jarimah hirabah, jarimah riddah, jarimah al-baghyu (pemberontakan).

2. Jarimah qishash/diyat, adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qishash/diyat. Baik qisash maupun diyat keduanya adalah hukuman yang sudah ditentukan oleh syara‟. Jarimah qisash dan diyat ini hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan penganiayaan. Namun apabila diperluas

29Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2006), h.

806.

30 A Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 13.

(36)

maka ada lima macam yaitu, pembunuhan sengaja, pembunuhan menyerupai sengaja, pembunuhan karena kesalahan, pembunuhan sengaja, pembunuhan tidak sengaja.

3. Jarimah ta‟zir, adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta‟zir.

Pengertian ta‟zir menurut bahasa ialah ta‟dib atau memberi pelajaran. Ciri khas dari jarimah ta‟zir adalah hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya hukuman tersebut belum ditentukan oleh syara‟ dan ada batas minimal dan ada batas maksimal dan penentuan hukuman tersebut adalah hak bagi penguasa.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan perbuatan jarimah tidak hanya mengerjakan perbuatan yang dilarang oleh peraturan, tetapi juga dianggap sebagai jarimah apabila seseorang meninggalkan perbuatan yang menurut peraturan harus dikerjakan, serta melakukan perbuatan-perbuatan atau hal-hal yang dipandang tidak baik atau dibenci oleh manusia karena bertentangan dengan keadilan, kebenaran, dan jalan yang lurus (agama).

Unsur-unsur jarimah, ulama fikih mengemukakan beberapa unsur yang harus terdapat dalam suatu tindak pidana sehingga perbuatan itu dapat dikategorikan dalam perbuatan jarimah. Unsur-unsur dimaksud adalah:

a. Ada nas yang melarang perbuatan tersebut dan ancaman hukuman bagi pelakunya. Dalam hukum pidana positif, unsur ini disebut dengan unsur formil (ar-rukn asy-syar‟i). Dalam unsur formil ini, ulama fikih membuat kaidah: “tidak ada suatu tindak pidana dan tidak ada pula suatu hukuman tanpa ada nas”.

(37)

b. Tingkah laku yang membentuk perbuatan jarimah, baik berupa perbuatan nyata melanggar larangan syarak (misalnya mencuri) maupun dalam bentuk sikap tidak berbuat sesuatu yang dalam hukum positif, unsur ini disebut dengan unsur material (ar-rukn al-madi).

c. Pelaku jarimah, adalah seseorang yang telah mukallaf atau orang yang telah bisa diminta pertangungjawabannya secara hukum. Dalam hukum pidana positif, unsur ini disebut dengan unsur moril (ar-rukn al- adabi).31

Dalam Islam tidak ada istilah khusus tentang penggelapan, jika dilihat dari sudut pandang perbuatan dan unsur yang terdapat dalam penggelapan maka di sini terdapat persamaan antara tindak pidana penggelapan dengan tindak pidana yang diatur dalam Islam yaitu: ghulul, ghasab, sariqah, khianat.

Adapun kata ghulul secara etimologi berasal dari kata kerja yang masdar, invinitive atau verbal noun-nya ada beberapa pola yang semuanya diartikan oleh ibnu al-Manzur dengan sangat kehausan dan kepanasan.32

Kata (لولغلا ) dalam arti berkhianat terhadap harta rampasan juga disebutkan dalam firman Allah SWT dalam surah Ali Imran /3:161:

Terjemahnya:

„‟Yang tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat, niscaya pada hari kiamat dia

31A Djazuli, Fiqh Jinayah, h. 806.

32M.Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Dalam Perspektif Fiqh Jinayah, (Cet ke1, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, 2009), h. 94

(38)

akan datang dengan membawa apa yang dikhianatinya itu, kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizhalimi.33

Pada umumnya para ulama menghubungkan ayat 161 surah Ali-Imran ini dengan peristiwa perang uhud yang terjadi pada tahun ke-3 H, walaupun ada juga riwayat yang menginformasikan bahwa ayat ini turun berdasarkan dengan kasus sehelai beludru merah yang hilang pada waktu perang badar.34

Ayat ini menegaskan bahwa tidak mungkin dalam satu waktu atau keadaan seorang nabi berkhianat karena salah satu sifat Nabi adalah amanah, termasuk tidak mungkin berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Hal itu tidak mungkin bagi semua Nabi, apalagi Nabi Muhammad saw, penghulu para Nabi. Umatnya pun tidak wajar melakukan pengkhianatan.35

Kata al-ghulul (culas) berarti menyembunyikan sesuatu ke dalam barang- barangnya dengan cara mengkhianati, menipu, dan berlaku culas kepada kawan- kawan, terutama sekali menyembunyikan “harta rampasan”

sebelum dibagi-bagi.

Menurut keterangan jumhur, pengertian membawa barang apa yang telah diculaskannya, berarti di hari kiamat kelak, segala barang tipuan yang dilakukannya terhadap kawan-kawannya akan dipikulnya sendiri di atas pundaknya, agar dia merasa malu dari perbuatannya yang culas dan sebagai tambahan azab atas perbuatannya yang amat khianat itu.36

33 Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an Media Dilengkapi Dengan Terjemah, dan Materi Tentang Akhlak Mulia, h.71.

34 M.Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Dalam Perspektif Fiqh Jinayah, h. 95.

35 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 320.

36 Syekh H. Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 187.

(39)

Dari definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa istilah ghulul diambil dari ayat 161 surah Ali-Imran yang pada mulanya hanya terbatas pada tindakan pengambilan, penggelapan terhadap harta baitul mal, harta milik bersama kaum muslimin, harta dalam suatu kerjasama, harta negara, harta zakat dan harta lain- lain.

Mencuri atau berkhianat terhadap harta rampasan perang (ganimah) merupakan tindakan yang diharamkan dalam agama Islam. Tindakan ini dicela arena pencurian ganimah merupakan perbuatan yang dapat meretakkan kesatuan hati umat Islam dan merupakan perbuatan yang dapat menyebabkan pecahnya persatuan, serta.dapat mendorong kaum muslimin untuk menyibukkan diri dengan pencurian harta ini. Dari itu, akan memalingkan kaum muslimin dalam melawan musuh. Karena itu, mencuri ganimah merupakan salah satu perbuatan dosa besar menurut ijma‟ kaum muslimin.37

Adapun ghasab menurut bahasa adalah mengambil sesuatu (benda atau barang) dengan cara zalim secara terang-terangan. Sedangkan menurut istilah syara‟ ialah menguasai hak orang lain secara aniaya,38 Secara terminologi syara‟ secara garis besar ada dua hakikat yang berbeda secara mendasar menurut ulama Hanafiyah dan ulama selain mereka.

Ulama Malikiyah mendefinisikan ghasab seperti berikut “mengambil harta secara paksa dan melanggar (tanpa hak) tanpa melalui peperangan. Dari definsi tersebut dapat diketahui bahwa ghasab menurut ulama Malikiyah cakupannya lebih khusus.39

37Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 4 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2013), h. 520.

38Imam Ahmad Ibnu Hasin Syahiri Biabi Syuja‟, Syarah Fathul Qarib, (Indonesia: Daarul Hiyail Kitab „Arobiyah, tt), h. 36

39 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adilatuhu jilid 6 (Jakarta, Gema Insani, 2011), h. 662-663.

(40)

Dengan demikian, menurut Imam Abu Hanifah dan sahabatnya Imam Abu Yusuf, suatu perbuatan dikatakan ghasab jika berupa penguasaan terhadap milik orang lain dengan memindahkan atau mengalihkan dari tangan pemiliknya. Adapun menurut jumhur ulama, termasuk Muhammad bin Hasan asy-Syaibani dan Zufar bin Hudail bin Qais, keduanya ulama fikih Mazhab Hanafi, ghasab tidak disyaratkan harus memindahkan barang yang diambil itu dari penguasaan pemiliknya. Menurut mereka, dengan penguasaan terhadap benda itu saja sudah dinamakan ghasab, apalagi bersifat pemindahan hak milik.40

Adapun al-sariqah secara bahasa berasal dari bahasa arab yang artinya pencurian. Al-sariqah adalah mengambil harta orang lain dari penyimpanannya yang semestinya secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi.41

Sementara redaksi yang berbeda juga dikemukakan oleh Muhammad Abu Syuhbah, dalam pandangannya pencurian menurut syara‟ adalah pengambilan oleh seorang mukallaf yang balig dan berakal terhadap harta milik orang lain secara diam-diam, dimana barang tersebut telah mencapai nisab (batas minimal) dari tempat simpanannya tanpa ada syubhat dalam yang diambilnya tersebut.42

Ahmad Wardi Muslich dalam buku “Hukum Pidana Islam”, juga mengartikan pencurian menurut syara‟, yaitu pengambilan suatu barang berharga yang dilakukan oleh mukallaf yang baligh dan berakal terhadap harta yang dimiliki oleh orang lain secara diam-diam dari tempat penyimpanannya

40Abdul Azis Dahlan.

41Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam 7, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 369.

42Dedy sumardi, Hukum Pidana Islam, (Banda Aceh, Fakultas Syariah dan Hukum UIN ArRaniry, 2014), h. 64.

(41)

dan ukurannya telah mencapai nisab (batas minimal) sesuai dengan yang telah ditentukan dalam ketentuan agama.43 Pengertian yang diberikan oleh Ahmad Wardi Muslich ini lebih rinci dan lebih jelas dibandingkan dengan pengertian yang sebelumnya. Berdasarkan pengertian tersebut juga dapat dirumuskan beberapa hal yang menjadi ciri-ciri suatu perbuatan dikatakan sebagai suatu pencurian, yaitu sebagai berikut:

1. Perbuatan tersebut dilakukan oleh mukallaf yang baligh dan berakal, sehingga apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh anak- anak atau orang gila maka tidak dapat dikenakan hukuman sebagai suatu pencurian.

2. Perbuatan tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi, hal ini berarti bahwa apabila perbuatan yang dilakukan secara terang- terangan maka tidak disebut dengan pencurian.

3. Barang tersebut berada pada tempat yang layak, hal ini berarti ahwa barang yang diambil tersebut merupakan barang yang dijaga atau masih diinginkan oleh pemiliknya.

4. Mencapai nisab, hal ini berarti bahwa apabila barang yang dicuri tersebut tidak mencapai nisab yang ditentukan oleh syara‟ maka tidak dapat dihukum dengan hukuman bagi pencurian menurut syara‟.

Dalil mengenai adanya hukuman untuk pencurian terdapat dalam al- quran Surah Al-Maa-idah /5:38 sebagai berikut:

43 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 82.

(42)

Terjemahnya:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.44

Hukuman potong tangan bagi pencurian haruslah dilaksanakan bagi siapa saja yang melakukannya, karena Nabi pernah menjatuhkan hukuman kepada orang yang telah melakukan pencurian. Pencurian merupakan perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam karena perbuatan tersebut merugikan orang lain.

Pencurian adalah mengambil harta orang lain secara sembunyi- sembunyi sehingga dari pengertian tersebut terdapat empat unsur pencurian, yaitu:

1. Mengambil secara sembunyi-sembunyi. Artinya perbuatan mengambil tersebut dilakukan secara sembunyi tanpa sepengetahuan dan izin korban.

Jika pengambilan dilakukan dihadapan pemiliknya bukanlah pencurian.

Jika pengambilan dilakukan tanpa sepengetahuan korban, tetapi dengan seizinnya, perbuatan tersebut juga tidak termasuk perbuatan pidana.

2. Barang yang dicuri harus berupa harta. Supaya seorang pencuri dapat dijatuhi hukuman potong tangan, barang yang dicuri harus memenuhi syarat berikut:

a) Barang yang dicuri harus bisa dipindahkan/bergerak.

b) Barang yang dicuri harus berupa harta.

c) Barang yang dicuri harus barang yang disimpan.

44Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an Media Dilengkapi Dengan Terjemah, dan Materi Tentang Akhlak Mulia, h. 114.

(43)

d) Barang yang dicuri harus mencapai nisab.

3. Barang yang dicuri milik orang lain. Tindak pidana pencurian mensyaratkan barang yang dicuri itu adalah milik orang lain. Jika barang yang diambil itu milik pencuri, itu tidak diangap sebagai pencurian walaupun diambil secara diam-diam. Dan jika barang yang diambil bukan milik siapapun, juga tidak dianggap pencurian meskipun dilakukan secara diam-diam.

4. Berniat melawan hukum. Mengambil secara sembunyi-sembunyi tidak dianggap pencurian jika pelaku tidak berniat melawan hukum. Niat melawan hukum terpenuhi apabila pelaku mengambil sesuatu, padahal ia tahu bahwa mengambil barang tersebut hukumnya haram. Selain itu ia mengambil dengan niat untuk memiliki barang tersebut tanpa sepengetahuan dan izin korban.

Abdul Qadir Audah menyebutkan di dalam bukunya Ensiklopedi Hukum Pidana Islam juga menyebutkan ada empat rukun jarimah pencurian yaitu:

1. Mengambil secara sembunyi-sembunyi;

2. Yang diambil harus berupa harta;

3. Harta yang dicuri itu milik orang lain;

4. Berniat melawan hukum.45

Dari rukun-rukun di atas dapat disimpulkan secara keseluruhan rukun sariqah adalah tindakan mengambil secara sembunyi-sembunyi, barang

45Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam Jld V, (Bogor: Kharisma Ilmu), h. 80.

(44)

yang dicuri berupa harta, harta tersebut sepenuhnya milik orang lain, dan adanya kesengajaan atau niat melawan hukum.

Adapun kata khianat berasal dari bahasa arab ) ةنايخ ) yang berarti perbuatan tidak setia, tipu daya, perbuatan yang bertentangan dengan janji, berkhianat, mengkhianati, pengkhianatan, dan pengkhianat.46

Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan khianat dengan segala sesuatu (tindakan atau upaya yang bersifat) melanggar janji dan kepercayaan yang telah dipersyaratkan di dalamnya atau telah berlaku menurut adat kebiasaan seperti tindakan pembantaian terhadap kaum muslimin atau sikap menampakkan permusuhan terhadap kaum muslimin.47

Sementara munafik adalah suatu sikap ambivalen, di luar ia beriman tetapi di dalam hatinya ia kafir, mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan di dalam hatinya. Ungkapan khianat juga digunakan bagi seseorang yang melanggar atau mengambil hak-hak orang lain, dapat dalam bentuk pembatalan sepihak perjanjian yang telah dibuatnya, khususnya dalam masalah muamalah.48

Oleh karena itu khianat, merupakan salah satu dosa besar yang dalam sebagian kasus dapat dijatuhkan hukuman mati. Menurut fuqaha, seseorang bisa dihukum mati yang dijatuhkan kepada seseorang yang murtad, jika berkhianat terhadap negara dan agama. Seorang muslim yang murtad dianggap telah mengkhianati negara dan komunitasnya.

46Syamsul Hadi, Kata-kata Arab dalam Bahasa Indonesia, (Cet. 1, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2015), h. 330.

47Wahbah Zuhaili, al-fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 5876.

48 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, 913.

(45)

BAB III

FENOMENA PENGGELAPAN UANG KOPERASI MUTIARA BOSA SIKILANG

A. Gambaran Umum Koperasi Serba Usaha Mutiara Sikilang

Koperasi Serba Usaha Mutiara Sikilang adalah sebuah koperasi yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit yang ada di Desa Sikilang Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat. Koperasi ini didirikan pada tanggal 16 Maret 2004, secara resmi dengan Badan Hukum Nomor : 02 /BH / KDK.32.1 / V / 2004. Desa Sikilang merupakan sebuah perkampungan kecil di pinggir pantai barat Sumatra yang berada dalam Kec.Sei Aur- Kab.pasaman barat -Sumatra barat . Yang penduduknya kurang lebih sebanyak 600 kk yang berdomisili di kampung tersebut yang sebutan orang Padang disebut jorong.

Dahulu sikilang merupakan dusun/impres desa tertinggal,yang mana untuk mencapai tanah daratan sikilang tidak bisa lewat darat seperti contoh.

Mobil atau Motor namun harus lewat laut naik kapal 3 jam sampai 5 jam perjalanan, sehingga jorong tersebut selalu terkebelakang akan informasi maupun pergaulan dunia luar baik dalam sisi pendidikan, ekonomi, tekhnologi maupun dalam sisi pengetahuan agama. sendiri yang saling kenal saling sapa, sopan santun tata krama sangat terlihat sekali.

Koperasi Serba Usaha Mutiara Sikilang dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan kebun plasma, PT. Permata Hijau Pasaman (PT. PHP) bertugas melakukan pengelola lahan, perawatan lahan dan penjualan hasil Tandan Buah Segar dan uang hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) Keperasi Serba Usaha Mutiara Bosa Sikilang Kelompok Tani Bosa Sikilang dikirimkan oleh

Referensi

Dokumen terkait

Menurut hasil perhitungan statistik, diantara keempat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan, ternyata pemasok merupakan variabel yang mempunyai pengaruh dominan dan

Gambar 14 Menunjukkan bahwa hasil analisis stabilitas lereng setelah diperkuat dinding penahan tanah tipe Counterfort pada Km 438+775, menunjukkan bahwa nilai

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukan bahwa jenis dan komposisi nutrisi media tanam jamur tiram putih memberikan pengaruh yang nyata pada persentase

Lembar Penilaian Tes Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 11- 20 Siswa Kelas VIII SMP Takhassus Plus Al-Mardliyah Kaliwungu Selatan Kendal.. No Nama Siswa

Data produksi karkas ayam broiler yang meliputi bobot potong dan bobot karkas umur lima minggu dengan perlakuan 0,0; 0,5; 1,0; dan 1,5% tepung kulit manggis tertera

Analisis Koreografi Tari Pakarena Ma’lino Produksi Lembaga Kesenian Batara Gowa Di Makassar, Skripsi Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar (UNM). Penelitian

optimal dengan mempertimbangkan kondiJi pembebanan akibat penambatan kapaf pada suat11 dermaga. Dalam Tugas AkJJir ini ak.an dibahas mengenai optimasi pemifihan

Secara inventif dari representasi historisnya berdasarkan video tersebut akan terkait dengan peristiwa pembelajaran masa lalu Teater Sae, sekalipun Dendi Madiya