i
MAPPING OF FIRE INCIDENTS AT SURAKARTA DURING 2008-2009
TUGAS AKHIR
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sarjana
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Disusun Oleh:
AGUNG SRIWINANTO NIM. I 0103020
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
ii
PADA TAHUN 2008-2009
MAPPING OF FIRE INCIDENTS AT SURAKARTA DURING 2008-2009
TUGAS AKHIR
Disusun oleh :
AGUNG SRIWINANTO NIM. I 0103020
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Persetujuan Dosen Pembimbing,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
iii
PADA TAHUN 2008-2009
MAPPING OF FIRE INCIDENTS AT SURAKARTA DURING 2008-2009
TUGAS AKHIR
Disusun Oleh:
AGUNG SRIWINANTO NIM. I 0103020
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta pada ... 2010 :
1. Widi Hartono, ST, MT ( )
NIP 19730729 199903 1001
2. Ir. Agus Prijadi Saido, Msc ( )
NIP 19550501 198601 1001
3. Ir. Adi Yusuf M, MT ( )
NIP 19581127 198803 1 001
4. Ir.Suryoto, MT ( )
NIP 19580109 198601 1 001
Mengetahui, Disahkan,
an. Dekan Ketua Jurusan Teknik Sipil Pembantu Dekan I Fakultas teknik UNS
Fakultas Teknik UNS
iv
Kejujuran adalah tombak yang akan menjadi penentu bagi nilai hidup seorang
manusia.
Tiada manusia itu lebih baik atau lebih buruk dari manusia lainnya. Tetapi kita
hanya berbeda dan itu yang membuat kita spesial
v
Dan didedikasikan kepada orang-orang yang aku kasihi serta sayangi, yaitu :
1. Bapakku Karyadi dan ibuku Marmi yang telah membesarkan dan mendidikku serta mencurahkan segala kasih sayang yang tak mungkin dapat kubalas.
2. Bapak Wibowo selaku pembimbing akademis yang selalu sabar menghadapi nilai-nilaiku yang selalu buruk.
3. Bapak Widi Hartono dan bapak Agus P. Saido selaku pembimbing tugas akhir serta para dosen sekalian, terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan. 4. Adikku Yudhi dan para paman serta bibi terutama bibi Surati dan Karyanti yang
selalu menyempatkan diri untuk memantau dan membimbing pendidikanku selama ini.
5. Para sahabat, terima kasih banyak atas segala kemurahan hati dan bantuan kalian selama ini. Semoga persahabatan ini tak lekang oleh jarak dan waktu.
vi
SURAKARTA TAHUN 2008-2009, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Infrastruktur kota seperti pada kota Surakarta tumbuh pesat seiring.dengan perkembangan kota. Hampir di setiap penjuru kota dapat ditemui bangunan seperti mall, pusat perbelanjaan, perkantoran, hotel, pasar, apartemen/rumah susun, rumah sakit, perguruan tinggi atau sekolah. Potensi infrastruktur yang besar tersebut akan meningkatkan potensi terjadinya kebakaran. Untuk itu perlu dilakukan kajian dalam rangka mengantisipasi bahaya kebakaran atau menangani kejadian kebakaran.
Salah satu langkah awal dalam kajian tersebut adalah membuat potret diri mengenai kejadian kebakaran yang ada di Kota Surakarta dalam wujud pembuatan peta kebakaran di Kota Surakarta. Data diperoleh melalui survei, wawancara dan pengambilan data dari dinas yang terkait seperti dinas pemadam kebakaran, kepolisian atau dinas pekerjaan umum. Koodinat lokasi kebakaran ditandai dengan alat bantu GPS. Dalam penelitian ini digunakan program SIG buatan ESRI, ArcMap-ArcInfo 9.2 untuk membantu mengelola data dan memvisualisasikan data-data dalam bentuk pemetaan.
Hasil kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa bangunan perumahan dan non gedung merupakan sarana yang paling sering terbakar, penyebab terbesarnya adalah korsleting listrik. Akan tetapi tingkat potensi bahaya kebakaran tergolong kategori ringan. Dari hasil analisis diperoleh daerah yang memiliki tingkat kerawanan bahaya kebakaran di Kota Surakara. Daerah-daerah perdagangan dan bisnis merupakan daerah yang memiliki tingkat kerawanan bahaya kebakaran yang paling tinggi.
vii
DURING 2008-2009, , Sebelas Maret University of Civil Engineering..
infrastructure of the city such as city of Surakarta grew rapidly in line with the growth of the city. Almost in every corner of the city can be found buildings like malls, shopping centers, office buildings, hotels, markets, apartments/flats, hospitals, universities, or school. The huge potential for infrastructure will increase the potential for fire. Therefore needed to study in order to anticipate the danger of fire or handling fire incidents.
One initial step in these studies is to create a portrait of fire occurrence in the city of Surakarta in the form of fires mapping at the city of Surakarta. Data obtained through surveys, interviews, and data’s retrieval from relevant agencies such as fire service, police or public works. Coordinates of the location of fire marked with GPS tools. This study used GIS’s software by ESRI, AcMap-ArcInfo 9.2 to help manage the data and visualize the data in the form of mapping.
The results of a study conducted shows that residential buildings and non-building is the most common means of fire and the biggest cause of fire was electrical short circuiting. However, potential fire hazard levels considered mild. Analysis results obtained from areas that have a sensitivity level of fire danger in the city of Surakarta. areas of trade and business is an area that has a high vulnerability of the most high fire danger
viii
sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul ”Pemetaan Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta tahun 2008-2009” guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan tugas akhir ini dapat berjalan lancar tidak lepas dari bimbingan, dukungan, dan motivasi dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Segenap Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Widi Hartono, ST, MT selaku dosen pembimbing I tugas akhir. 4. Ir. Agus P Saido, Msc selaku dosen pembimbing II tugas akhir. 5. Wibowo, ST, DEA selaku dosen pembimbing akademik.
6. Segenap bapak dan ibu dosen pengajar di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis
dengan tulus ikhlas.
Penulis menyadari tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa mendatang dan semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juni 2010
ix
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN MOTTO iv
HALAMAN PERSEMBAHAN v
ABSTRAK vi
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Perumusan Masalah 2
1.3. Pembatasan Masalah 2
1.4. Tujuan Penelitian 2
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Sistematika Pembahasan 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka 5
2.2. Landasan Teori 6
2.2.1. Kebakaran 6
2.2.2. Peta 13
2.2.3. Sistem Informasi Geografi 14
2.2.4. Penelitian Deskriptif. 18
x
3.2. Lokasi Penelitian 21
3.3. Waktu Penelitian 21
3.4. Teknik Pengumpulan Data 22
3.5. Metode Pengumpulan Data 23
3.5.1 Metode Penentuan lokasi dengan GPS 23
3.5.2. Metode Wawancara 23
3.5.3. Metode Kepustakaan 24
3.6. Populasi Dan Sampel 25
3.6.1. Populasi 25
3.6.2. sampel 25
3.7. Penentuan Ukuran Sampel 25
3.8. Teknik Pemetaan Dan Analisis Data 26
3.9. Sekilas Tentang ArcGIS 9.2. 26
3.10. Tahapan Penelitian. 27
BAB 4 ANALISIS dan PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian 28
4.1.1. Letak, Batas dan Luas daerah Penelitian 28
4.1.2. Kependudukan Kota Surakarta 30
4.2. Potensi Wilayah Kota Surakarta 30
4.3. Perhitungan Ukuran Sampel 32
4.4. Survei Pengumpulan Data 32
4.4.1. Survei Data Spasial 32
4.4.2. Survei Data Non Spasial 33
4.4.3. Kendala-kendala Yang Dihadapi 33
4.5. Analisa Data 34
xi
4.5.5. Model Builder 41
4.5.6. Analisis Kinerja Pelayanan Pemadam Kebakaran Di Kota
Surakarta 54
4.6. Hasil Dan Pembahasan 54
4.6.1. Peta Sebaran Kebakaran Di Kota Surakarta 54 4.6.2. Peta Klasifikasi Kebakaran Berdasarkan Peraturan Daerah
Jakarta No 8 tahun 2008 55
4.6.3. Peta Klasifikasi Penyebab Kebakaran 57
4.6.4. Peta Rawan Kebakaran 58
4.7. Pendapat Masyarakat Tentang Kinerja Pelayanan Pemadam Kebakaran
Kota Surakarta 60
4.7.1. Daya Tanggap Pemadam Kebakaran Di Kota Surakarta Terhadap
Laporan Kebakaran 62
4.7.2. Efisiensi Dan Efektifitas Pelayanan Pemadaman Kebakaran 64 4.7.3. Prosedur Permintaan Bantuan Pelayanan Pemadaman Kebakaran 66
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 69
5.2. Saran 70
DAFTAR PUSTAKA 71
xii
Lahan Per Kecamatan tahun 2008 29
Tabel 4.2. Luas Wilayah Kota Surakarta Menurut Jenis Penggunaan
Lahan Per Kecamatan tahun 2008 (lanjutan) 29 Tabel 4.3. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Tingkat Kepadatan
Penduduk Kota Surakarta Tahun 2008 30
Tabel 4.4. Perhitungan Jumlah Sampel Per Kecamatan 32 Tabel 4.5. Statistik Fungsi Sarana /Prasarana Terbakar 56 Tabel 4.6. Statistik Tingkat Potensi Bahaya Kebakaran 56
Tabel 4.7. Statistik Penyebab Kebakaran 58
Tabel 4.8. Statistik Pendapat Warga Terhadap Daya Tanggap Kantor
Pemadam Kebakaran 64
Tabel 4.9. Statistik Pendapat Warga Terhadap Efisiensi dan Efektifitas
Pemadam Kebakaran 66
Tabel 4.10. Statistik Pendapat Warga Terhadap Prosedur Permintaan
Bantuan Pemadaman Kebakaran 67
Tabel 4.11. Matriks Kepuasan Warga Kota Surakarta Terhadap
xiii
Gambar 3.1 Bagan Tahapan Penelitian 27
Gambar 4.1. Proses Pembuatan Shapefile 34
Gambar 4.2. Jendela Pengisian Referensi Geografis Peta 35
Gambar 4.3. Penambahan Shapefile Ke ArcMap 35
Gambar 4.4. Penambahan Data Spasial 36
Gambar 4.5. Masukan Data Lokasi_kebakaran Di Kota Surakarta 36
Gambar 4.6. Editor Toolbar Dari ArcGIS 9.2. 37
Gambar 4.7. Membuka ArcMap 38
Gambar 4.8. Pengaturan Properties Klasifikasi Kebakaran 39 Gambar 4.9. Penggabungan Titik_bantu.shp Dengan Lokasi_kebakaran.shp 40
Gambar 4.10. Hasil Analisis Kernel 40
Gambar 4.11. Hasil Ekstraksi Raster Kernel 41
Gambar 4.12. Jendela Model Builder Yang Masih Kosong 42
Gambar 4.13. Proses Pembuatan model 43
Gambar 4.14. Model Pemetaan Kebakaran Di Kota Surakarta 44
Gambar 4.15. Ilustrasi Analisis Tool Select 45
Gambar 4.16. Model Untuk Tool Select 45
Gambar 4.17. Jendela Tool Select 46
Gambar 4.18. Jendela Query Builder 46
Gambar 4.19. Model Untuk Tool Polygon To Raster 47
Gambar 4.20. Jendela Tool Polygon To Raster 48
Gambar 4.21. Model Untuk Tool Merge 49
Gambar 4.22. Jendela Tool Merge 49
Gambar 4.23. Model Untuk Tool Frequency 50
Gambar 4.24. Jendela Tool Frequency 50
Gambar 4.25. Model Untuk Tool Kernel Density 51
1 1.1 Latar Belakang
Kebakaran merupakan salah satu jenis kejadian yang berbahaya karena mengakibatkan dampak negatif baik kehilangan harta maupun nyawa. Selama tahun 2008-2009 telah terjadi banyak kebakaran di kota Surakarta, Jawa Tengah dan telah mengakibatkan kerugian yang besar.
Pada tanggal 12 januari 2008, pasar mebel di gilingan kecamatan Banjarsari mengalami kebakaran besar menghanguskan puluhan kios dengan kerugian diperkirakan mencapai 2,7 miliar rupiah dan terakhir pada tanggal 5 oktober 2009 terjadi kebakaran di alun-alun keraton Hadiningrat yang menghancurkan sembilan kios cenderamata beserta isinya di blok F. Dampak yang diakibatkan oleh kebakaran-kebakaran ini cukup besar baik dari segi materi maupun imateri.
Kebakaran-kebakaran di kota Surakarta seharusnya dapat dicegah ataupun dikurangi. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan mitigasi kebakaran. Mitigasi kebakaran adalah istilah yang digunakan menunjuk pada semua tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak kebakaran.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan. Dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Dimana sajakah kebakaran di kota Surakarta yang terjadi pada tahun 2008-2009?
2. Karakteristik apa saja yang dapat ditampilkan dari pemetaan kebakaran di kota Surakarta pada periode tahun 2008-2009?.
3. Wilayah mana sajakah yang rawan terhadap kebakaran?.
4. Bagaimana pendapat warga kota Surakarta terhadap pelayanan DPU Subdin Pemadam kebakaran
1.3. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian tidak melebar dan mudah dikerjakan. Penelitian yang dilakukan memiliki batasan-batasan sebagai berikut:
1. Wilayah kajian adalah wilayah kota Surakarta.
2. Objek kajian adalah kebakaran pada periode 1 januari 2008–30 september 2009.
3. Penelitian ini bersifat deskriptif.
4. Penelitian menggunakan program ArcGIS 9.2.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memetakan lokasi kebakaran di kota Surakarta yang terjadi pada tahun 2008-2009.
2. Mengklasifikasikan kebakaran di kota Surakarta berdasarkan penyebab kebakaran, fungsi sarana/prasarana yang terbakar, dan tingkat potensi bahaya kebakaran .
3. Menentukan wilayah rawan kebakaran di kota Surakarta.
4. Mengetahui pendapat warga kota Surakarta terhadap pelayanan DPU Sub dinas Pemadam kebakaran
1.5. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan mitigasi kebakaran.
2. Penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan tentang kebakaran di suatu kota berbasis SIG
b. Manfaat Praktis
1. Penelitian dapat memberikan informasi kebakaran yang terjadi di kota Surakarta pada periode 1 januari 2008 – 30 september 2009.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan adalah urutan laporan penelitian yang digunakan untuk menerangkan hasil penelitian.
Laporan penelitian ini terdiri dari 5 bab, yaitu:
1. Bab satu pendahuluan yaitu: membahas tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika pembahasan dan bagan alir penelitian.
2. Bab dua tinjauan pustaka dan landasan teori, yaitu: membahas tentang berbagai landasan teori yang dapat dijadikan dasar penelitian.
3. Bab tiga metodologi penelitian, yaitu: membahas tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
4. Bab empat penyajian dan analisis data, yaitu: menjelaskan tentang penyajian dan analisis data hasil penelitian.
5 2.1. Tinjauan Pustaka
Api atau kebakaran adalah pembakaran dari material-material dan merupakan proses oksidasi eksotermis dari bahan bakar. Elemen penting dari api adalah bahan bakar, materi pengoksidasi dan sumber pemicu api. Bahan bakar bisa berbentuk padat, cair ataupun gas. Pembakaran selalu terjadi pada fase gas, bahan bakar cair menguap dan bahan bakar padat terurai menjadi gas terlebih dahulu baru terjadi pembakaran (Fawas K Sweis, 2006).
Kebakaran sebenarnya adalah kondisi natural yang tidak dikehendaki. Kebakaran adalah kondisi natural akibat persentuhan bahan bakar (fuel), oksigen dan panas atau kalor yang tidak dikehendaki. Bedakan dengan api di tanur atau di pabrik peleburan baja, yang memang dikendalikan (Suprapto, 2007).
Kebakaran pada bangunan umumnya berawal dari kebakaran dalam suatu ruangan, yang sering disebut sebagai kebakaran dalam ruangan tertutup (compartment fire). Sifat kimia dan sifat fisika yang terjadi pada saat penyulutan, dilanjutkan dengan pembakaran (combustion) ditambah dengan tersedianya beban api (fire load) dengan kuantitas yang cukup termasuk perletakannya, dimensi ruangan serta faktor ventilasi yang menunjang, maka kebakaran meningkat intensitasnya, ditandai dengan kecepatan penjalaran dan panas yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat (Suprapto, 2008)
A.M. Hasofer (2006), menyatakan bahwa faktor yang berkaitan dengan kebakaran yang dikriteriakan memiliki efek terbesar adalah:
2. Luas area timbulnya kebakaran,
3. Jenis material yang terbakar dan faktor pemicunya.
Faktor personal yang paling signifikan adalah:
1. Kondisi yang menghambat dalam meloloskan diri dari kebakaran, 2. Kondisi sebelum terluka,
3. Kegiatan pada saat terluka,
4. Lokasi bermulanya api dan penyebab luka.
Terdapat beberapa pertanyaan fundamental dalam implementasi kegiatan pengurangan resiko bencana baik mitigasi maupun upaya penguatan kapasitas. Pertanyaan tersebut antara lain: di mana area yang resikonya tinggi?, akan diimplementasikan di mana kegiatan pengurangan resiko bencana?, mengapa resiko bencana di suatu tempat sangat tinggi?, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab sebelum implementasi kegiatan pengurangan resiko bencana dilakukan agar kegiatan yang dilakukan nantinya dapat tepat sasaran dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Pertanyaan-pertanyaan di atas hanya bisa dijawab jika resiko bencana itu dipetakan (Tim DRR PPMU era BAPPENAS-BAPPEDA DIY-U, 2008)
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Kebakaran.
Berdasarkan Bakornas PBP (2002), kebakaran adalah situasi di mana suatu tempat/lahan/bangunan dilanda api serta hasilnya menimbulkan kerugian.
karena suatu pemicu kemudian menghasilkan kalor dan nyala atau dinamakan api hingga berkembang diluar kendali manusia.
Menurut Fawas K Sweiz (2006), api atau kebakaran adalah pembakaran dari material-material dan merupakan proses oksidasi eksothermis dari bahan bakar.
Menurut Suprapto (2008), kebakaran adalah kondisi natural akibat persentuhan bahan bakar (fuel), oksigen dan panas atau kalor yang tidak dikehendaki.
a. Uraian umum kebakaran
Selama ini, kebakaran di kawasan perkotaan kurang mendapat perhatian padahal kebakaran juga telah menyebabkan banyak kerugian baik dari segi sosial, ekonomi maupun budaya. Kebakaran yang terjadi pada bangunan umumnya dimulai dari satu ruangan dan kemudian menyebar ke ruangan lain. Kebakaran bermula dari api kecil dan kemudian berkembang hingga tingkat kebakaran dibatasi oleh jumlah bahan bakar atau oksigen yang tersedia.
Kebakaran dalam ruangan mengarah kepada terjadinya flashover dengan temperatur ruangan mencapai 500 derajat celcius di atas ambient dalam waktu kurang dari 5 menit, atau ledakan asap (backdraft) apabila ruangan yang minim ventilasi tetapi cukup tahan terhadap tekanan yang timbul akibat kebakaran. Menurut NFPA (USA), asap merupakan pembunuh terbesar. Sebanyak 72% korban kebakaran diakibatkan oleh asap. Kecepatan asap berkisar antara 1,0-1,4 meter per detik, maka dengan mudah asap bisa melampaui kecepatan jalan anak-anak, wanita hamil dan orang-orang cacat saat dilakukan evakuasi.
utama dalam pergerakan asap. Kebakaran bekerja seperti pompa yang menyedot oksigen dari bagian bawah dan karena pemanasan yang terjadi di udara, maka terjadi pengurangan kerapatan udara dan menghasilkan gas sebagai hasil dari pembakaran di atas api. Hasil dari kebakaran ini memiliki initial momentum yang bekerja untuk membuat aliran udara di atas api dan kemudian mennggalkan struktur kebakaran yang terjadi.
Parameter-parameter yang berkaitan dengan kekuatan/tingkat kebakaran adalah tinggi api, tingkat penyebaran api, pemicu kebakaran, lama waktu pengaktifan detektor kebakaran, dan tingkat penghamburan asap.
Kenyataannya, mencegah kebakaran dari penyebab awal munculnya api adalah sebuah tujuan proteksi yang penting. Walaupun pencegahan kebakaran tidak akan pernah terjamin seratus persen, kemungkinan untuk mencegah kebakaran meningkat dengan memastikan bahwa:
1. Desain dan konstruksi sesuai dengan peraturan pendirian bangunan 2. Pengerjaan bangunan mengikuti regulasi tentang proteksi kebakaran.
b. Pemeriksaan kejadian kebakaran
Pemeriksaan kejadian kebakaran dapat dikatakan aman dan berhasil jika dilakukan dengan tata cara / tahapan yang beralasan dan sistematis mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Indikator keberhasilan dari pemeriksaan kejadian kebakaran adalah:
1. Menentukan lokasi titik mula api.
2. Menentukan penyebab / sumber pemicu kebakaran.
3. Menemukan, mendokumentasikan, dan melindungi bukti-bukti yang
Tahap investigasi kejadian kebakaran yaitu:
1. Wawancara saksi mata 2. Pemeriksaan fisik bangunan
3. Analisis forensik atau analisis keteknikan.
Pemahaman mendasar akan sifat fisis dari fenomena kebakaran akan membantu penyelidik kebakaran untuk menginterpretasikan proses/mekanisme kebakaran. Ini penting mengingat kebakaran termasuk fenomena yang singkat. Kebakaran dapat berkembang, menyusut, dan bergerak. Selain itu, mekanisme kebakaran merupakan rekaman dari setiap fenomena dari kebakaran tersebut. Petunjuk dan indikator yang tertinggal setelah kebakaran secara langsung menunjukkan berapa lama kebakaran terjadi.
c. Klasifikasi kebakaran
Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 8 tahun 2008 tentang pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran mengklasifikasikan kebakaran berdasarkan jenis sarana/prasarana yang terbakar dan tingkat potensi bahaya kebakaran.
Berdasarkan potensi bahayanya, kebakaran diklasifikasikan menjadi:
1. Bahaya kebakaran ringan adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai dan kemudahan terbakar rendah, apabila kebakaran melepaskan panas rendah, sehingga penjalaran api lambat.
2. Bahaya kebakaran sedang 1 adalah ancaman bahaya Bangunan yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang ; penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 (dua koma lima) meter dan apabila terjadi, kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga penjalaran api sedang.
mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 (empat) meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga penjalaran api sedang. 4. Bahaya kebakaran sedang 3 adalah ancaman bahaya kebakaran yang
mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar agak tinggi, menimbulkan panas agak tinggi serta penjalaran api agak cepat apabila terjadi kebakaran.
5. Bahaya kebakaran berat 1 adalah ancaman bahaya kebakaran yang
mempunyai jumlah dan kemudahan kebakaran terbakar tinggi, menimbulkan panas tinggi dan serta penjalaran api cepat apabila terjadi kebakaran.
6. Bahaya kebakaran berat 2 adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sangat tinggi, menimbulkan panas yang sangat tinggi serta penjalaran api sangat cepat apabila terjadi kebakaran.
Sedangkan berdasarkan jenis sarana/prasarananya, kebakaran diklasifikasikan menjadi:
1. Bangunan gedung adalah wujud hasil fisik pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. 2. Bangunan perumahan adalah bangunan gedung yang peruntukannya sebagai
tempat tinggal orang dalam lingkungan permukiman baik yang tertata maupun yang tidak tertata.
3. Kendaraan bermotor umum adalah moda angkutan penumpang yang diperuntukan untuk melayani masyarakat umum.
4. Kendaraan bermotor khusus adalah moda angkutan yang khusus diperuntukan
untuk mengangkut bahan berbahaya.
kriteria untuk membantu penelitian ini. Berdasar pada peraturan diatas, 2 kriteria tersebut adalah:
1. Bangunan non gedung : bangunan yang tidak dapat dikriteriakan sebagai bangunan gedung.
2. Kendaraan bermotor pribadi : moda angkutan penumpang selain kendaraan bermotor umum atau kendaraan bermotor khusus.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria klasifikasi kebakaran adalah sebagai berikut:
1. Bangunan perumahan di lingkungan permukiman yang tertata seperti: real estate dan kompleks perumahan, mempunyai potensi bahaya kebakaran ringan.
2. Bangunan perumahan di lingkungan yang tidak tertata seperti perkampungan padat hunian yang tidak ada akses mobil pemadam kebakaran mempunyai potensi kebakaran sedang 3.
3. Kendaraan umum seperti bis mempunyai potensi kebakaran sedang 1.
4. Kendaraan khusus yaitu kendaraan pengangkut bahan berbahaya mempunyai potensi kebakaran berat 2.
5. Bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran sedang 1 antara lain: tempat penjualan dan penampungan susu, restoran, pabrik gelas/ kaca, pabrik asbestos, pabrik balok beton, pabrik es, pabrik kaca/ cermin, pabrik garam, restoran/ kafe, penyepuhan, pabrik pengalengan ikan, daging, buah-buahan, dan tempat pembuatan perhiasan.
6. Bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran sedang 2
ternak, pabrik pengolahan bahan kulit, pabrik mesin, pabrik baterai, pabrik bir, panrik susu kental manis, konveksi, pabrik bohlam dan neon, pabrik film/fotografi, pabrik kertas ampelas, laundry dan dry cleaning, penggilingan dan pemanggangan kopi, tempat parkir mobil dan motor, bengkel mobil, pabrik mobil dan motor, pabrik the, took bir/anggur dan spiritus, perdagangan retail, pelabuhan, kantor pos, penerbitan dan percetakan, pabrik ban, pabrik rokok, pabrik perakitan kayu, teater dan auditorium, tempat hiburan/diskotik, karaoke, sauna, klab malam.
7. Bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran sedang 3 antara lain: pabrik yang membuat barang dari karet, pabrik yang membuat barang dari plastik, pabrik karung, pabrik pesawat terbang, pabrik peleburan metal, pabrik sabun, pabrik gula, pabrik lilin, pabrik pakaian, took dengan pramuniaga lebih dari 50 orang, pabrik tepung terigu, pabrik kertas, pabrik semir sepatu , pabrik sepatu, pabrik karpet, pabrik minyak ikan, pabrik dan perakitan elektronik, pabrik kayu lapis dan papan partikel, tempat penggergajian kayu.
8. Bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran berat 1 antara lain: bangunan bawah tanah/ basement, subway, hangar pesawat terbang, pabrik korek api gas, pabrik pengelasan, pabrik foam plastik, pabrik foam karet, pabrik resin dan terpentin, kilang minyak, pabrik wool kayu, tempat yang menggunakan fluida hidrolik yang mudah terbakar, pabrik pengecoran logam, pabrik yang menggunakan bahan baku dengan titik nyala 37,9⁰ C (100⁰ F), pabrik tekstil, pabrik benang, pabrik yang menggunakan bahan pelapis dengan foam plastik.
2.2.2. Peta
a. Pengertian peta
Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia yang berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada pada suatu bidang datar dengan skala tertentu (PP no 10, 2000).
b. Jenis peta
Berdasarkan PP no 10 tahun 2000, peta dibedakan menjadi tiga jenis yaitu peta dasar dan peta wilayah, dan peta tematik wilayah:
1. Peta dasar adalah peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di permukaan bumi, digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala, penomoran, proyeksi dan georeferensi. Peta dasar digunakan sebagai dasar bagi pembuatan peta wilayah.
2. Peta wilayah adalah peta yang berdasarkan pada aspek administratif yang diturunkan dari peta dasar. Peta wilayah digunakan sebagai dasar bagi pembuatan peta tematik wilayah dan peta rencana tata-ruang wilayah.
3. Peta tematik wilayah adalah: peta wilayah yang menyajikan data dan informasi tematik. Peta tematik wilayah digambarkan berdasarkan pada kriteria, klasifikasi dan spesifikasi unsur-unsur tematik yang ditetapkan oleh instansi yang mengadakan peta tematik wilayah.
c. Tingkat ketelitian peta rencana tata ruang wilayah
1. Peta rencana tata ruang wilayah nasional yaitu menggunakan peta wilayah Negara Indonesia dan peta tematik wilayah dengan tingkat ketelitian minimal berskala 1:1.000.000 meliputi unsur-unsur berupa: garis pantai, hidrografi, permukiman, jaringan transportasi, batas administrasi, dan nama-nama unsur geografis.
2. Peta rencana tata ruang wilayah daerah provinsi, yaitu menggunakan peta
wilayah daerah propinsi dan peta tematik wilayah dengan tingkat ketelitian minimal 1:250.000 meliputi unsur-unsur berupa: garis pantai, hidrografi, permukiman, jaringan transportasi, batas administrasi, garis kontur titik tinggi dan nama-nama unsur geografis.
3. Peta rencana tata ruang wilayah daerah kabupaten yaitu, menggunakan peta wilayah daerah kabupaten dan peta tematik wilayah dengan tingkat ketelitian minimal 1:100.000 meliputi unsur-unsur berupa: garis pantai, hidrografi, permukiman, jaringan transportasi, batas administrasi, garis kontur titik tinggi dan nama-nama unsur geografis.
4. Peta rencana tata ruang wilayah daerah kota, yaitu menggunakan peta wilayah daerah kota dan peta tematik wilayah dengan tingkat ketelitian minimal 1:50.000 meliputi unsur-unsur berupa: garis pantai, hidrografi, permukiman, jaringan transportasi, batas administrasi, garis kontur titik tinggi dan nama-nama unsur geografis.
2.2.3. Sistem Informasi Geografi.
a. Pengertian sistem informasi geografi (SIG)
Pada dasarnya, istilah sistem informasi geografis merupakan gabungan dari tiga unsur pokok: sistem, informasi, dan geografis. Dengan demikian, pengertian terhadap ketiga unsur-unsur pokok ini akan sangat membantu dalam memahami SIG. Dengan melihat unsur-unsur pokoknya, maka jelas SIG merupakan salah
Istilah “geografi” merupakan bagian dari spasial (keruangan). Kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian atau tertukar hingga timbul istilah yang ketiga, geospasial. Ketiga istilah ini mengandung pengertian yang sama di dalam konteks
SIG. Penggunaan kata “geografis” mengandung pengertian suatu persoalan
mengenai bumi: permukaan dua atau tiga dimensi.
Istilah “informasi geografi” mengandung pengertian informasi mengenai tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan, mengenai posisi dimana suatu objek terletak di permukaan bumi, dan informasi mengenai keterangan-keterangan (atribut) yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diberikan atau diketahui.
Dengan memperhatikan pengertian sistem informasi, maka SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan bumi. Jadi, SIG juga merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya.
b. Subsistem SIG
1. Data Input (Masukan data).
Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format data aslinya kedalam format yang dapat digunakan oleh SIG.
2. Data Management (Pengelolaan data)
di-edit. Jadi subsistem ini dapat menimbun dan menarik kembali dari arsip data
dasar, juga dapat melakukan perbaikan data dengan cara menambah, mengurangi atau memperbaharui.
3. Data Manipulation and Analysis (Manipulasi dan analisis data)
Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Subsistem ini juga dapat melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.
4. Data Output
Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy seperti tabel, grafik, peta, dan lain-lain.
c. Format data SIG
Dalam SIG, data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format yaitu:
1. Data vector, bumi direpresentasikan sebagai suatu mosaik dari garis (arc/line), poligon (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik/ point (node yang mempunya label), dan nodes (merupakan titik perpotongan antara dua garis).
d. Data spasial
Data spasial mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu:
1. Informasi lokasi atau informasi spasial. Contoh yang umum adalah informasi lintang dan bujur. Informasi lokasi ditentukan berdasarkan sistem koordinat , yang diantaranya mencakup datum dan data proyeksi peta.
2. Informasi deskriptif (atribut) atau data non spasial. Suatu lokalitas bisa mempunyai beberapa atribut atau properti yang berkaitan dengannya; contohnya: jenis vegetasi, populasi, pendapatan pertahun dan sebagainya.
e. Sumber Data dan Pemasukan Data SIG
Sebagaimana telah diketahui, SIG membutuhkan masukan data yang bersifat spasial maupun deskriptif. Beberapa sumber data tersebut adalah:
1. Peta analog yaitu: peta dalam bentuk cetakan. 2. Data dari sistem penginderajaan jauh.
3. Data hasil pengukuran di lapangan.
Pada sistem pemasukan data, ada beberapa teknik yang dapat digunakan; seperti:
1. Digitasi : cara kerjanya adalah mengkonversi fitur-fitur data spasial yang ada pada peta menjadi kumpulan koordinat (x,y)
Gambar 2.1. Diagram proses pemetaan dalam SIG (ref. Hasanuddin Z.A,2007)
2.2.4. Penelitian Deskriptif
a. Pengertian penelitian deskriptif
Menurut Sanapiah Faisal (2003), penelitian deskripsi adalah penelitian sosial untuk melukiskan atau menggambarkan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti tanpa mempersoalkan hubungan antar variabel.
Menurut Jalaluddin Rakhmad (2001), penelitian deskripsi adalah penelitian yang hanya memaparkan situasi atau peritiwa. Penelitian ini mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.
b. Uraian umum penelitian deskriptif
Penelitian ini bisa disebut penelitian taksonomik yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau
Komputer Peta dasar
Scanner/ digital maps
Survei lapangan Digitalisasi data eksisting
proses pemetaan
Penyimpanan data
kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang akan diteliti. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada. Karenanya pada suatu penelitian deskriptif, tidak melakukan pengujian hipotesis seperti pada penelitian eksplanasi. Pada penelitian ini akan digunakan analisis statistik deskriptif untuk pengolahan / analisa data.
c. Analisis statistik deskriptif
Menurut Sugiyono (2008), statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan.
Nugraha Setiawan (2005), menyatakan bahwa analisis statistik deskriptif lebih berhubungan dengan pengumpulan dan peringkasan data, serta penyajian hasil peringkasan tersebut. Data-data statistik yang diperoleh dari hasil sensus, survei, atau pengamatan lainnya umumnya masih acak, mentah, dan tidak terorganisir dengan baik. Data-data tersebut harus diringkas dengan baik dan teratur, baik dalam bentuk tabel atau grafik sebagai dasar untuk berbagai pengambilan keputusan.
2.2.5. Teknik Penarikan Sampel/Teknik Sampling.
a. Pengertian teknik penarikan sampel/teknik sampling
Menurut Nugraha Setiawan (2005), penarikan sampel adalah proses pengambilan atau pemilihan n buah elemen/objek/unsur dari N buah populasi.
Tujuan utama dari setiap rancangan sampling adalah memberikan pedoman untuk memilih sampel yang mewakili populasi dengan biaya minimum. Jika populasinya memiliki sisi-sisi yang seragam, hampir setiap sampel akan memberikan hasil yang dapat diterima.
b. Klasifikasi teknik sampling
Menurut Nugraha Setiawan (2005), teknik sampling dapat dibedakan menjadi beberapa tipe:
Berdasarkan proses memilihnya, teknik sampling dibedakan menjadi:
1. Sampling dengan pengembalian: satuan sampling yang telah dipilih dikembalikan lagi ke dalam populasi (sebelum dilakukan pemilihan kembali) sehingga satuan sampling dapat terpilih lebih dari satu kali.
2. Sampling tanpa pengembalian: satuan sampling yang telah dipilih tidak dikembalikan lagi ke dalam populasi sehingga satuan sampling hanya bisa terpilih satu kali.
Sedangkan berdasarkan peluang pemilihannya, teknik sampling dibedakan menjadi:
1. Teknik sampling probabilitas: dikenal pula dengan nama random sampling. Pada saat memilih unit sampling sangat diperhatikan besarnya peluang satuan sampling untuk terpilih ke dalam sampel, dan peluang itu tidak boleh sama dengan nol.
2. Sampling non probabilitas: pada saat melakukan pemilihan satuan sampling
21 3.1. Uraian Umum
Metode penelitian adalah cara atau teknik pengerjaan suatu penelitian yang dipersiapkan untuk mengumpulkan, menyusun, hingga menganalisa suatu objek penelitian untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian dan dapat dipertanggung-jawabkan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penentuan lokasi dengan GPS dan metode analisis statistik deskriptif.
Konsep penelitian ini adalah membuat database informasi tentang kebakaran yang terjadi di kota Surakarta selama tahun 2008-2009 dengan alat berupa GPS dan program ArcGIS 9.2. Selain itu, analisis statistik deskriptif juga digunakan untuk menganalisa pendapat warga. Data yang dihasilkan dari penelitian ini berupa peta klasifikasi dan matriks kepuasan pendapat warga akan kinerja pemadam sub dinas pemadam kebakaran.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kawasan kota Surakarta yang berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo, Karanganyar dan Boyolali.
3.3. Waktu Penelitian
3.4. Teknik Pengumpulan Data.
Peneliti akan menggunakan data sekunder dari DPU Kota Surakarta, Sub Dinas Pemadam Kebakaran sebagai acuan awal dan kemudian dilakukan observasi lapangan dengan menggunakan metode GPS dan metode wawancara. Hasil dari observasi lapangan akan diolah untuk kemudian dipetakan dan dianalisis sesuai kebutuhan penelitian. Hasil akhir dari penelitian ini berupa peta tema dan tabel kebakaran.
Data yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Data primer
Data primer yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Data koordinat lokasi kejadian kebakaran.
2. Data keterangan deskripsi kebakaran. Bentuk data yang digunakan dapat dilihat pada lampiran A (panduan wawancara).
b. Data sekunder
Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Data populasi penduduk Surakarta. Data ini didapat dari badan pusat statistik kota Surakarta dan digunakan untuk penentuan ukuran sampel dan penarikan sampel responden.
2. Data kebakaran yang terjadi di kota Surakarta tahun 2008-2009. Data ini didapat dari DPU Kota Surakarta, Sub Dinas Kebakaran dan digunakan sebagai dasar pengumpulan data primer.
3. Data pendukung lainnya berupa data literatur, peta-peta dan data lain yang
3.5. Metode Pengumpulan Data
3.5.1. Metode Penentuan lokasi dengan GPS
Penelitian ini memerlukan data berupa titik lokasi, maka diperlukan survei penentuan koordinat dari lokasi kebakaran. Salah satu metode yang sekarang lazim digunakan adalah dengan penentuan lokasi dengan GPS. Global Positioning System (GPS) adalah suatu sistem radio navigasi penentuan posisi dengan
menggunakan satelit. GPS dapat memberikan posisi suatu objek di muka bumi dengan akurat dan cepat (tiga dimensi koordinat x, y, z) dan memberikan informasi waktu serta kecepatan bergerak secara kontinyu di seluruh dunia. Satelit GPS mempunyai konstelasi 24 satelit dalam enam orbit yang mendekati lingkaran. Setiap orbit ditempati oleh 4 buah satelit dengan interval antara yang tidak sama. Orbit satelit GPS berinklinasi 550 terhadap bidang equator dengan ketinggian rata-rata dari permukaan bumi sekitar 20.200 km.
3.5.2. Metode Wawancara
Metode wawancara digunakan untuk mencari data primer tentang kondisi kebakaran menurut kesaksian masyarakat disekitar lokasi kejadian kebakaran secara lisan. Metode ini dipilih karena keluwesan metode ini dalam pengumpulan informasi.
a. Data pribadi responden
Data ini berisi tentang data pribadi mengenai keberadaan responden secara umum. Responden diutamakan adalah korban dan saksi yang terlibat langsung dengan kejadian kebakaran. data pribadi yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa: nama responden, alamat responden umur dan jenis kelamin.
b. Data kondisi kebakaran
Data ini meliputi data tentang kondisi kebakaran untuk mengetahui kondisi kebakaran yang terjadi berdasarkan keterangan para saksi mata. Data yang dikumpulkan berupa: lokasi kebakaran, fungsi sarana/prasarana terbakar, waktu kebakaran, pemicu kebakaran, material yang terbakar, dan jumlah korban kebakaran
c. Data penanganan kebakaran
Data ini adalah pendapat umum masyarakat dan personil pemadam kebakaran tentang kualitas penanganan kebakaran di kota Surakarta. data yang dikumpulkan adalah berupa pendapat warga tentang: daya tanggap pemadam kebakaran di kota surakarta terhadap laporan kebakaran, efisiensi dan efektifitas pelayanan pemadaman kebakaran, dan prosedur permintaan bantuan pelayanan pemadaman kebakaran
3.5.3. Metode Kepustakaan
3.6. Populasi Dan Sampel 3.6.1. Populasi
Sugiyono (1994), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi pada penelitian ini adalah bangunan yang ada di kota Surakarta beserta penghuninya. Penentuan jumlah bangunan digunakan asumsi bahwa tiap bangunan dihuni oleh 5 jiwa.
3.6.2. Sampel
J.Supranto (1993), menyatakan bahwa sampel adalah kumpulan elemen yang merupakan bagian kecil dari populasi. Sedangkan Sugiyono (1994) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel pada penelitian ini adalah bangunan di kota Surakarta yang pernah mengalami kebakaran beserta saksi/korban kebakaran.
3.7. Penentuan Ukuran Sampel
Penentuan ukuran sampel akan menggunakan metode Purposive sampling karena sampel diharapkan memiliki pengetahuan akan data yang dibutuhkan, relevant dan reliable. Penentuan ukuran sampel ini akan menggunakan rumus Slovin – seperti yang digunakan dalam Sugiyono (1994), yaitu:
(rumus i)
dengan:
n : ukuran sampel N : ukuran populasi
3.8. Teknik Pemetaan Dan Analisis Data
Untuk pemetaan data kebakaran dan analisa data, peneliti menggunakan bantuan program ArcGIS 9.2 dan program Microsoft Office. Pemetaan yang dilakukan adalah melakukan klasifikasi kebakaran berdasarkan penyebab terjadinya kebakaran, fungsi sarana/prasarana yang terbakar, dan tingkat potensi bahaya kebakaran. Klasifikasi ini dilakukan dengan bantuan tool yang tersedia dalam ArcGIS 9.2. Hasil klasifikasi kemudian akan dihtung frekuensi kejadian kebakaran yang terjadi untuk tiap kategorinya. Selain klasifikasi kebakaran, penelitian ini juga melakukan pemetaan daerah rawan kebakaran yaitu dengan tinjauan kerapatan titik lokasi kebakaran di kota Surakarta dan juga menganalisa keterkaitannya dengan potensi wilayah kota Surakarta secara deskriptif.
Analisis data lain yang dilakukan adalah analisis deskriptif terhadap pendapat warga kota Surakarta sebagai pengguna layanan mengenai kinerja layanan pemadam kota Surakarta. Analisis ini dilakukan dengan mengelompokkan hasil wawancara berdasarkan tingkat kepuasannya dan mengambil sampel serta menjabarkan sampel tersebut dalam suatu deskriptif agar mudah dipahami. Berdasarkan penjabaran pada penelitian ini maka akan diambil kesimpulan kepuasan warga kota Surakarta terhadap kinerja layanan selama tahun 2008-2009.
3.9. Sekilas Tentang ArcGIS 9.2.
ArcGIS 9.2 buatan ESRI merupakan lingkungan terpadu aplikasi SIG tingkat lanjut terkini yang disiapkan untuk bekerja pada PC Desktop hingga ke aneka komputer dalam jaringan intranet dan internet.
Komponen pembentuk ArcGIS Desktop meliputi : ArcMap, ArcCatalog, ArcToolbox, ArcGlobe dan ModelBuilder.
3.10. Tahapan Penelitian
Gambar 3.1. Bagan Tahapan Penelitian Mulai
Kerangka pemikiran
Penentuan Sampel
Pengumpulan data sekunder
Disain panduan wawancara Persiapan survei lokasi
Pengumpulan data primer attribute kebakaran
Pengumpulan data primer lokasi kebakaran
Pembahasan
kesimpulan Analisis
Deskripsi
Pemetaan lokasi kebakaran
28 4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian
4.1.1. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian
a. Letak Astronomis
Berdasarkan peta rupa bumi lembar Surakarta ( 1408-343), daerah penelitian secara astronomis terletak di antara 9168424 mU – 9160415 mU dan 485583 mT- 474430 mT atau 110° 45’ 15”dan 110° 45’ 35” Bujur Timur dan antara 7°36’ dan
7° 56’ Lintang Selatan.
b. Letak dan batas administrasi
Secara administratif, daerah penelitian yaitu kabupaten Surakarta termasuk dalam propinsi Jawa Tengah. Batas administrasi Daerah penelitian adalah sebagai berikut:
Batas- batas administrasi :
Sebelah Utara : Boyolali
Sebelah Timur : Karanganyar
Sebelah Selatan : Sukoharjo
Sebelah Barat : Boyolali
c. Luas daerah penelitian
Luas daerah kota Surakarta pada tahun 2008 tercatat seluas 44,0406 KM2 atau 4404,06 Ha. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.1: Luas wilayah kota Surakarta menurut jenis penggunaan lahan per kecamatan tahun 2008 (Ha).
Kecamatan Perumahan/ pemukiman
Jasa perusahaan Industri Tanah kosong Sumber: Surakarta dalam angka 2008
Tabel 4.2 Luas wilayah kota Surakarta menurut jenis penggunaan lahan per kecamatan tahun 2008 (Ha) (lanjutan).
4.1.2. Kependudukan Kota Surakarta
Berdasarkan Badan Pusat Statistik kota Surakarta, penduduk daerah kota Surakarta pada tahun 2008 adalah 565.799 jiwa. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3 Luas wilayah, jumlah penduduk, dan tingkat kepadatan penduduk kota surakarta tahun 2008
Kecamatan Luas wilayah (Ha)
Sumber: Surakarta dalam angka 2008
4.2. Potensi Wilayah Kota Surakarta
Salah satu misi kota Surakarta adalah mengembangkan kota Surakarta menjadi kota budaya yang bertumpu pada perdagangan dan jasa, pendidikan, budaya, dan pariwisata. Berdasarkan kegiatan penyusunan rencana induk kebakaran yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2007, dihasilkan peta tema potensi wilayah pada kota Surakarta yaitu sebagai berikut:
1. Terjadi peningkatan potensi perdagangan di kelurahan Nusukan
2. Perkembangan industri penggergajian kayu dan mebel di kelurahan kadipiro 3. Peningkatan potensi kegiatan perdagangan, jasa dan industri di kelurahan
4. Peningkatan intensitas perdagangan dan jasa di kelurahan pajang 5. Berkembang pedagang kaki lima di kelurahan Manahan.
6. Berkembang Bank, mall, pertokoan, dan hotel berbintang di sepanjang jalan Slamet Riyadi.
7. Peningkatan intensitas perdagangan di kelurahan Serengan, Kratonan, Sudiroprajan, Kauman, dan setabelan
8. Berkembang kegiatan industri di kelurahan Gandekan.
9. Berkembang perumahan baru, pendidikan tinggi, dan perindustrian di
kelurahan Kadipiro.
Pada umumnya peningkatan potensi kegiatan ekonomi berpusat pada jalan-jalan utama seperti jalan Kolonel Sugiyono, jalan Ki Mangun Sarkoro, jalan Adi Sucipto, Jalan Dr Radjiman, jalan Slamet Riyadi, dan jalan Veteran. Sedangkan peningkatan potensi perumahan baru, pasar dan pendidikan tinggi terjadi pada wilayah yang memiliki banyak lahan kosong seperti pada kelurahan kadipiro.
Peningkatan potensi kegiatan ini menuntut perkembangan infrastruktur baik berupa bangunan maupun berupa jaringan seperti aliran listrik, telepon, jalan dan lain-lain sehingga akan meningkatkan resiko kebakaran. Hal ini disebabkan oleh peningkatan unsur- unsur penyebab kebakaran.
Peningkatan potensi yang tidak sesuai perencanaan RUTRK akan memerlukan perhatian lebih seperti halnya pada peningkatan pedagang kaki lima di daerah stadion Manahan. Stadion Manahan direncanakan sebagai pusat olahraga tetapi sesuai hasil survei yang dilakukan DPU Jawa Tengah, daerah ini berkembang pedagang kaki lima sehingga perlu dilakukan kontrol untuk meminimalisasi resiko permasalahan yang mungkin timbul di masa yang akan datang.
4.3. Perhitungan Ukuran Sampel
Ukuran sampel yang digunakan yaitu:
(rumus i.a)
Nilai 113160 merupakan jumlah bangunan dari penduduk kota Surakarta yaitu 565799 jiwa dengan asumsi tiap bangunan dihuni oleh 5 jiwa. Ukuran sampel didapatkan sebesar 100 bangunan dan didistribusikan kelima kecamatan.dengan proporsi sesuai dengan persentase jumlah kebakaran pada suatu kecamatan terhadap total kejadian kebakaran di kota Surakarta.
Tabel 4.4. Perhitungan jumlah sampel per kecamatan
Kecamatan Jumlah % proporsi Jumlah
Kebakaran Sampel
Laweyan 12 16,91 17
Serengan 7 9,86 10
Pasar Kliwon 6 8,45 8
Jebres 20 28,16 28
BanjarSari 26 36,62 37
Jumlah 71 100.00 100
Sumber: pengolahan data sendiri
4.4. Survei Pengumpulan Data
4.4.1. Survei Data Spasial
4.4.2. Survei Data Non Spasial
Data non spasial berupa kesaksian warga tentang kebakaran yang terjadi. Pengumpulan data ini dilakukan dengan mendatangi alamat kebakaran yang tercatat pada data Subdin Pemadam Kebakaran lalu mencari korban dan saksi kebakaran dan menanyakan secara lisan perihal kebakaran yang terjadi pada alamat tersebut. Rekapitulasi hasil wawancara akan digunakan sebagai data atribut pada penelitian ini. rekapitulasi hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran A.
4.4.3. Kendala – Kendala Yang Dihadapi
Pada pengumpulan data, peneliti mendapatkan beberapa kendala baik berupa kendala internal maupun kendala eksternal.
Kendala internal yang dihadapi berupa : kesulitan mendapatkan surveyor dan kelengkapan alat- alat penunjang survei. Jadual pengumpulan data yang direncanakan ternyata bertepatan dengan jadual tugas – tugas kampus sehingga para surveyor mengalami kesulitan dalam mengatur waktu survei. Selain itu, peneliti mengalami kesulitan dalam mendapatkan perekam dalam jumlah banyak. Kendala ini dapat diatasi dengan modifikasi teknik wawancara dan pengaturan ulang waktu survei.
Sedangkan Kesulitan mendapatkan keterangan dari korban dan saksi kebakaran bervariasi. Korban biasanya trauma dan tidak ingin mengingat kebakaran yang sudah terjadi. Sedangkan saksi–saksi kebakaran tidak mau memberikan keterangan karena takut terkena masalah. Kendala ini dapat diatasi dengan teknik wawancara tersembunyi, yaitu mewawancarai responden dengan obrolan tidak langsung agar responden merasa nyaman dan memberikan informasi tanpa disadari.
4.5. Analisa Data 4.5.1. Input Data
Masukan data lokasi kebakaran berupa data spasial (lokasi titik kebakaran) dan data atribut (keterangan kebakaran). masukan ini dibentuk menjadi peta dijital format shapefile dengan langkah-langkah berikut :
1. Buat shapefile dengan ArcCatalog yaitu mengklik kanan pada folder penyimpanan data lalu klik shapefile.
2. Isi dialog box yang muncul, ganti nama shapefile menjadi lokasi_kebakaran, tentukan jenis shapefile yaitu point (titik), dan atur proyeksi petanya menggunakan WGS 1984 UTM Zone 49S. Setelah selesai maka pada folder penyimpanan data akan muncul sebuah shapefile yang siap digunakan.
Gambar 4.2. Jendela Pengisian Referensi Geografis Peta
3. Tahap selanjutnya adalah membuka ArcMap dan tambahkan shapefile lokasi_kebakaran dengan tool add data
4. Tambahkan data lokasi titik dengan tool Add XY Data.
Gambar 4.4. Penambahan Data Spasial
5. Menambahkan keterangan atau data atribut pada data dilakukan dengan tool add field, untuk menambahkan kolom atribut dan isi kolom atribut dengan
keterangan hasil wawancara yang sudah disederhanakan. Dengan cara yang sama buat shapefile titik_bantu.shp untuk membantu analisis kernel.
4.5.2. Editing Peta
Editing peta dilakukan untuk mempersiapkan peta dasar yang ada agar bisa digunakan dalam proses analisis. Gambar berikut memperlihatkan Editor Toolbar dar software ArcGIS 9.2 beserta keterangan mengenai fungsi masing-masing toolbar tersebut.
Gambar 4. 6. Editor Toolbar Dari ArcGIS 9.2
4.5.3. Klasifikasi Sebaran Kebakaran di Kota Surakarta
Sebaran kebakaran di kota Surakarta diklasifikasikan berdasarkan Perda DKI Jakarta no 8 tahun 2008. Berdasarkan klasifikasi ini akan didapatkan frekuensi kebakaran di kota Surakarta. Klasifikasi kebakaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Gambar 4.7. Membuka ArcMap
2. Masukkan shapefile lokasi_kebakaran dan data administrasi kota Surakarta sebagai acuan
3. Gunakan tool select dengan shapefile lokasi_kebakaran sebagai input feature class. Tool klik Arctoolbox – analyst tool – extract – select. Tool ini akan memisahkan shapefile menjadi beberapa bagian sesuai dengan kategori klasifikasi kebakaran.
4. Gunakan SQL untuk melakukan pemilihan sesuai atribut yang diinginkan. Isi query builder dengan ekspresi matematika untuk menentukan pemilihan attribut berdasarkan klasifikasi yang sudah direncanakan.
5. Setelah diklasifikasikan, lakukan perhitungan menggunakan tool frequency dengan cara klik Arctoolbox – Analyst tools – Statistics – frequency untuk menghitung frekuensi kebakaran tiap kategori kebakaran yang terjadi. Gunakan lokasi_kebakaran.shp sebagai masukan data.
Gambar 4. 8. Pengaturan Properties Klasifikasi Kebakaran
7. Setelah selesai, simpan pekerjaan pada folder yang diinginkan. Peneliti menyimpan file pekerjaan ini dengan nama “peta sebaran kota
Surakarta.mxd”.
4.5.4. Pembuatan Peta Rawan Kebakaran
Peta rawan kebakaran dibuat berdasarkan jumlah kebakaran pada suatu wilayah. Pemetaan ini menggunakan metode Kernel. Langkah-langkah pembuatan peta rawan kebakaran adalah sebagai berikut:
1. Buka file “peta sebaran kota Surakarta.mxd”.
2. Masukan data titik_bantu.shp. Analisis ini akan menggunakan tool kernel
density. Titik bantu diperlukan agar raster yang dihasilkan dapat menyelimuti
seluruh kota Surakarta.
dihasilkan shapefile lokasi_kebakaran_merge. Penggabungan ini dimaksudkan untuk mendapatkan shapefile lokasi_kebakaran dengan titik bantu sebagai pembatas luas raster.
Gambar 4 9. Penggabungan Titik_Bantu.Shp Dengan Lokasi_Kebakaran.Shp
4. Lakukan analisis kernel density dengan masukan data berupa lokasi_kebakaran_merge.shp. Klik Arctoolbox – spatial analyst tools – density
– kernel density. Analisis ini menggunakan radius pencarian sebesar 1000 meter.
Gambar 4.10. Hasil Analisis Kernel
6. Ekstrak raster lokasi_kebakaran_merge menggunakan media ekstraksi yang sudah dibuat. Gunakan tool extract by mask pada Arctoolbox – spatial analyst tools – extraction – extract by mask.
Gambar 4.11. Hasil Ekstraksi Raster Kernel
7. Atur tampilan raster kernel , klik kanan pada raster kernel ↵ properties ↵ symbology ↵ categories ↵ unique values. Kemudian atur tampilan yang diinginkan ↵ apply. Untuk mengatur tingkat visualnya, klik display ↵ atur tingkat transparansinya ↵ OK.
8. Simpan file pekerjaan pada folder yang diinginkan
4.5.5. ModelBuilder
Modelbuilder merupakan suatu lingkungan (window) untuk membuat model pemrosesan data spasial menggunakan ArcGis. Pemodelan menggunakan modelbuilder pada dasarnya selalu input, proses, kemudian output.
pemakai tidak perlu mengetahui rinci proses program, hanya perlu model abstrak tingkat tinggi.
Model proses data-data spasial yang dibangun menggunakan modelbuilder memberikan keuntungan dokumentasi proses dan otomasi proses. Bila salah satu komponen input berubah, maka proses dengan mudah diulang untuk melihat hasil dan pengaruhnya.
Gambar 4.12. Jendela Model Builder Yang Masih Kosong
Klasifikasi data dan analisis rawan kebakaran di Kota Surakarta menggunakan model builder, karena memudahkan analisis dengan input berupa shapefile lokasi_kebakaran beserta atributnya.
Langkah-langkah pembuatan model builder untuk analisis kebakaran di Kota Surakarta adalah sebagai berikut:
Gambar 4.13. Proses Pembuatan Model
2. Klik kanan pada fire analyst tool – new – model dan akan muncul jendela seperti gambar .
3. Jendela model builder ditutup terlebih dahulu, untuk memberi nama baru pada model yang ada, kemudian klik kanan pada model yang terdapat pada Arctoolbox, klik resume, tulis nama model yang diinginkan.
4. Model builder dibuka dengan cara klik kanan pada model builder dengan nama baru, klik edit, hingga muncul kembali jendela model builder.
5. Masukkan shapefile lokasi_kebakaran, titik_bantu.shp, dan kota_SKA.shp sebagai input dalm proses analisis ke dalam jendela model builder.
6. Masukkan satu persatu toolbox yang digunakan dalam proses analisis ke dalam jendela model builder.
7. Simpan model builder setiap kali selesai mengedit.
Gambar 4.14. Model Pemetaan Kebakaran Di Kota Surakarta
Tool-tool yang digunakan untuk pemetaan kebakaran di kota Surakarta antara lain
sebagai berikut:.
a. Select
Tool Select data merupakan tool untuk melakukan pemilihan data sesuai dengan kriteria yang diinginkan baik berdasarkan atribut maupun berdasarkan lokasi.
Gambar 4.15. Ilustrasi Analisis Select
Langkah-langkah select data adalah sebagai berikut:
1. Aktifkan Arctoolbox – Analyst tools – extract – select dan drag ke model builder.
2. Masukkan lokasi_kebakaran.shp yang akan diselect dengan di drag dari ArcMap ke model builder.
3. Hubungkan masukan data dengan tool dengan toolbar connection.
4. Tentukan tujuan file hasil analisis akan disimpan pada jendela output feature class.
Gambar 4.17. Jendela Tool Select.
5. Atur logika matematika menggunakan query builder dengan klik kiri tombol SQL pada kotak dialog select. Isi kotak perintah sesuai ekspresi yang diinginkan ↵ OK ↵ OK.
6. Lakukan select pada klasifikasi yang akan dilakukan yaitu: berdasarkan kelas tingkat potensi bahaya kebakaran, kelas sarana/prasarana yang terbakar, tahun kebakaran, penyebab kebakaran di kota Surakarta, dan berdasarkan kecamatan tempat terjadinya kebakaran. Simpan masing-masing pemilihan sesuai dengan kategorinya.
b. Polygon to raster
Tool ini merupakan tool untuk mengkonversi shapefile dalam bentuk poligon menjadi raster.
Langkah-langkah polygon to raster adalah sebagai berikut:
1. Aktifkan Arctoolbox – conversion tools – to raster – polygon to raster dan
drag ke jendela model builder.
2. Masukkan poligon kota_SKA.shp dari ArcMap ke jendela model builder. 3. Hubungkan kota_SKA.shp dengan tool polygon to raster menggunakan
toolbar connection.
4. Tentukan tujuan file hasil analisis akan disimpan pada jendela output raster dataset. Simpan dengan nama kota_SKA_poly1.img
Gambar 4.20. Jendela Tool Polygon To Raster
c. Merge
Tool merge merupakan tool yang dapat menggabungkan dua data sejenis menjadi satu data.
Langkah-langkah merge adalah sebagai berikut:
1. Aktifkan Arctoolbox – Data Management tools – general – merge dan drag ke model builder.
2. Masukkan titik_bantu.shp yang akan dimerge dengan lokasi_kebakaran.shp. dengan di drag dari ArcMap ke model builder.
3. Hubungkan lokasi_kebakaran.shp dan titik_bantu.shp dengan tool merge menggunakan toolbar connection.
Gambar 4.21. Model Untuk Tool Merge
Gambar 4.22. Jendela Tool Merge
5. Lakukan juga merge pada klasifikasi yang dilakukan, yaitu: berdasarkan kelas tingkat potensi bahaya kebakaran, kelas sarana/prasarana yang terbakar, tahun kebakaran, penyebab kebakaran di kota Surakarta, dan berdasarkan kecamatan tempat terjadinya kebakaran.. Simpan masing-masing merge dengan nama nama berikut: “klas potensi bahaya.shp”, “lokasi klas sarana.shp”, “lokasi klas
d. Frequency
Frequency merupakan tool untuk menghitung statistik deskriptif dari klasifikasi atribut.
Langkah-langkah frequency adalah sebagai berikut:
1. Aktifkan Arctoolbox – Analyst tools – statistics – frequency dan drag ke jendela model builder.
2. Hubungkan tiap merge dengan tool frequency menggunakan toolbar
connection.
Gambar 4.23. Model Untuk Tool Frequency
3. Pilih tabel yang akan dihitung dengan mengklik pada kotak yang ada, tentukan
lokasi keluaran tabel ↵ OK
e. Kernel density
Tool Kernel Density merupakan tool untuk mencari intensitas / kerapatan suatu kejadian pada suatu daerah. Tingkat kerawanan kebakaran ditinjau dari jumlah kebakaran yang terjadi dapat dibuat dengan tool ini.
Langkah-langkah kernel density adalah sebagai berikut:
1. Aktifkan Arctoolbox – spatial analyst tools – density – kernel density dan drag ke jendela model builder.
2. Hubungkan lokasi_kebakaran_merge.shp dengan analisis kernel density menggunakan toolbar connection.
3. Atur radius pencarian sejauh 1000 meter dan simpan output raster dengan
nama kernelD_lokal.img
4. Tentukan tujuan file akan disimpan dan beri nama kernelD_lokal.img
Gambar 4.26. Jendela Tool Kernel Density
f. Extract by mask
Extract by mask merupakan tool untuk mengekstrak atau mengambil sebagian
raster berdasarkan dengan topeng (mask) yang diinginkan. Mask dapat berupa raster maupun polygon. Sedangkan pada penelitian ini digunakan raster sebagai mask.
Gambar 4. 27. Ilustrasi Tool Extract By Mask
Langkah-langkah extract by mask adalah sebagai berikut:
1. Aktifkan Arctoolbox – spatial analyst toolbox – extraction – extract by mask dan drag ke jendela model builder
3. Atur kota_SKA_poly1.img sebagai mask dan kernelD.img sebagai masukan raster.
4. Tentukan tujuan file akan disimpan dan beri nama output raster.
Gambar 4.28. Model untuk Tool Extract By Mask
4.5.6. Analisis Kinerja Pelayanan Pemadam Kebakaran Di Kota Surakarta.
Analisis pendapat pengguna layanan dilakukan dengan menyimpulkan pendapat para warga yang dikumpulkan dengan metode wawancara dan menampilkan sebagian hasil wawancara sebagai dasar analisis. Hasil wawancara yang ditampilkan merupakan perwakilan beberapa hasil wawancara yang serupa.
Penelitian ini menganalisa kinerja pelayanan pemadam kebakaran pada tiga kategori yaitu:
1. Daya tanggap kantor pemadam kebakaran yaitu mengetahui cepat atau lambatnya pemadam kebakaran untuk datang ke lokasi kebakaran.
2. Efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pelayanan yaitu mengetahui baik tidaknya kinerja anggota pemadam kebakaran dalam memadamkan kebakaran.
3. prosedur permintaan bantuan yaitu mengetahui apakah prosedur yang berlaku menyulitkan warga dalam meminta bantuan pemadaman kebakaran.
Hasil dari analisis ini berupa matriks pendapat pengguna layanan terhadap kinerja pelayanan pemadaman kebakaran.
4.6. Hasil dan Pembahasan
4.6.1. Peta Sebaran Kebakaran Di Kota Surakarta