• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR PENENTU DALAM PEMBENTUKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL: Studi Tentang Pelatihan Sebagai Bentuk Kegiatan Pendidikan Luar Sekolah Dan Kepribadian Petugas Lapangan KB.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR PENENTU DALAM PEMBENTUKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL: Studi Tentang Pelatihan Sebagai Bentuk Kegiatan Pendidikan Luar Sekolah Dan Kepribadian Petugas Lapangan KB."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR PENENTU DALAM PEMBENTUKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL

(STUOJ ItNTANG PEIATIHAN SBAGAI BBfilKCKEGIATAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DAN KEPRIBADSAN PE1UGA3IAPANGAN KB)

TESIS

Diajukan ksspada Panitia Ujian Tests Snsiitut Keguruan dan llmu P«ndidikan Bandung

Unfuk memenuhi sebagian dan syarat Program Pasca Sarjana Bidang Pendidikan Luar Sekolah

WIWIEK IDARYATI Z

NIP : 9132347

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BANDUNG

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH TIM PEMBIMBING

PROF. DR. SUDARDJA ADIWIKARTA, MA

PEMBIMBING I

DR. BAMBANG SUWARNO, MA

PEMBIMBING II

PROF. DR. SUTARYAT TRISNAMANSYAH, MA

PEMBIMBING III

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(3)

A B S T R A K

Penelitian yang berjudul - FAKTOR-FAKTOR PENENTU DALAM

PEMBENTUKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL" (Studi ten tang pelatihan sebagai bentuk kegiatan PLS dan kepribadian pada

petugas lapangan KB) ini disusun oleh Wiwiek Idaryati.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh masalah bahwa dalam

pelaksanaan Gerakan KB peranan komunikasi sangat pen ting. Melalui

komunikasi diharapkan partisipasi masyarakat dalam Gerakan KB

meningkat sehingga pencapaian tujuan Gerakan KB yaitu menurunkan

angka kelahiran dan melembagakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan

sejahtera dapat tercapai. Keberhasilan komunikasi diantaranya

tergantung pada kemampuan petugas lapangan KB sebagai agen

perubahan. Salah satu bentuk komunikasi yang effektif adalah

komunikasi interpersonal. Pada kenyataannya masih banyak petugas

lapangan KB yang kurang effektif dalam melakukan komunikasi

sehingga tingkat drop out masyarakat untuk berpartisipasi dalam

Gerakan KB masih tinggi. Kemampuan seseorang petugas lapangan KB

untuk berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh kredibilitasnya yang

antara lain dapat terbentuk karena faktor pengalaman yang

diperoleh melalui pelatihan maupun karena faktor kepribadiannya.

Melalui metode quasi experiment dalam penelitian ini dengan

(4)

membina masyarakat untuk berpartisipasi dalam Gerakan KB, dan

bagaimana hubungan kemampuan tersebut dengan kepribadian yang

dimiliki. Sebagai responden dalam penelitian ini adalah petugas

lapangan KB dilingkungan BKKBN Kotamadya Bandung yang memenuhi

kriteria respondent yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaan

penelitian ini dilakukan pemeriksaan psikologi untuk mendapatkan

gambaran ten tang kepribadian responden, dan pelatihan dengan

menggunakan pendekatan "Experiential Learning". Untuk mengetahui

effektifitas pelatihan dilakukan test hasil belajar untuk melihat peningkatan pengetahuan dan observasi tingkah laku untuk melihat

peningkatan ketrampilan komunikasi interpersonal. Sesuai dengan

Jumlah sample penelitian yang kecil, maka pengolahan data

dilakukan dengan metode statistik non para metrik yaitu dengan

uji Wilcoxon untuk melihat pengaruh pelatihan terhadap

peningkatan kemampuan komunikasi interpersonal dan uji korelasi Rank Spearman untuk melihat hubungan antara kepribadian dan

kemampuan komunikasi interpersonal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

pelatihan dengan pendekatan experiential learning terhadap

peningkatan pengetahuan dan ketrampilan komunikasi interpersonal, dan terdapat pula hubungan antara beberapa aspek-aspek kemampuan

tersebut dengan kepribadiannya. Hasil penelitian ini dapat

diterapkan dalam pengembangan sumber daya manusia terutama dalam sistem seleksi dan pembinaan tenaga. Dan pendekatan experiential learning dapat mendukung metode pelatihan partisipatif dalam

(5)

DAFTAR ISI

halaman

ABSTRAK i

RATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar belakang masalah 1

B. Identifikasi masalah 10

C. Maksud dan tuduan penelitian 11

D. Kegunaan penelitian 11

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENENTU DALAM PEMBENTUKAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS LAPANGAN KB 13

A. Komunikasi interpersonal sebagai alat

untuk meningkatkan partisipasi masyarakat 17 1. Konsep komunikasi interpersonal 17

2. Komunikasi sebagai alat peningkatan

partisipasi masyarakat 35

B. Pelatihan komunikasi interpersonal sebagai

bentuk kegiatan PLS 44

1. Pelatihan sebagai bentuk kegiatan PLS 44

2. Pengelolaan pelatihan 52

3. Model beladar "experiential learning. 59

C. Kepribadian komunikator 74

(6)

2. Peran motivasi dalam tingkah laku

interpersonal 79

3. Karakteristik kepribadian komunikator 87

D. Pengelolaan Program KB Nasional 91

1. Program KB Nasional 91

2. Petugas KB sebagai agen perubahan 95

E. Anggapan dasar dan hipothesis 100

BAB III METODE PENELITIAN 109

A. Metode dan rancangan penelitian 109

B. Populasi dan sample penelitian 113

C. Definisi operasional 113

D. Variabel penelitian 118

E. Instrumen penelitian 120

F. Pengumpulan data 142

G. Pengolahan data 155

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian 159

B. Pembahasan 183

BAB V KESIMPULAN DAN REK0MENDASI.

A. Kesimpulan 203

B. Rekomendasi 209

DAFTAR PUSTAKA.

[image:6.595.45.520.57.566.2]
(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan

berkesinambungan yang pada hakekatnya bertuduan mendadikan

masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang sedahtera.

Kesedahteraan yang dimaksud mencakup seluruh aspek kehidupan

manusia. Pembangunan menurut Prof.Drs. R.Bintarto merupakan

proses modernisasi yang mengantar masyarakat, bangsa dan negara

kedalam kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Salah satu aspek pembangunan Nasional adalah pembangunan

Keluarga Berencana. Di Indonesia Gerakan Pembangunan Keluarga

Berencana ini telah dikembangkan oleh Pemerintah sedak Th 1970

dan mempunyai tujuan ganda yaitu menekan angka kelahiran dan

menanamkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sedahtera (NKKBS). Pelaksanaan Gerakan Pembangunan Keluarga Berencana ini dilandasi oleh Garis Besar Haluan Negara Th 1988 yang isinya antara lain

berbunyi :

...pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk melalui Program KB mutlak harus dilaksanakan dengan berhasil,

karena kegagalan Keluarga Berencana akan mengakibatkan

hasil usaha pembangunan menjadi tidak berarti dan dapat

membahayakan generasi yang akan datang...

Memperhatikan perkembangan pembangunan Gerakan KB pada PJPT

I telah berhasil meletakkan kerangka landasan bagi upaya

(8)

kesejahteraan keluarga. Keberhasilan ini terlihat dari perubahan

yang cukup bermakna pada berbagai ciri kependudukan. Diantaranya

pada kondisi Jawa Barat pada saat ini yang telah mengalami

penurunan angka pertumbuhan penduduk sebesar 2,20 % pertahun pada periode 1990 - 1993, dan terdadinya penurunan angka jumlah bayi

yang dilahirkan oleh setiap wanita usia subur (TFR) dari keadaan

5,90 pada th 1970 mendadi 3,17 pada th 1994. Namun angka-angka

tersebut masih berada diatas angka pertumbuhan Nasional bahkan

diatas Propinsi-propinsi lainnya.

Keberhasilan suatu pembangunan sangat tergantung pada

partisipasi masyarakat, dimana masyarakat diharapkan dapat

memperbaiki dirinya sendiri dengan bantuan dari pemerintah. Hal

ini berarti masyarakat diharapkan memiliki kemampuan untuk tumbuh

dan berkembang atas kekuatannya sendiri. Didalam pembangunan

Keluarga Berencana pada PJPT pertama partisipasi masyarakat lebih

diarahkan pada kesertaannya mendadi peserta KB, tetapi pada tahap

selandutnya masyarakat diharapkan mampu pula berpartisipasi

secara mandiri mendadi peserta dan pengelola program pembangunan

tersebut.

Tingkat pencapaian peserta KB di Jawa Barat hingga tahun 1994 menurut SDKI 1994 telah mencapai 51% dari Pasangan Usia

subur sebanyak 7.400.300. Dengan penggunaan alat kontrasepsi yang

tertinggi adalah Suntikan yaitu 40,02% dan Pil yaitu 31,93 % sedangkan peserta KB dengan alat kontrasepsi yang effektif masih sangat rendah yaitu 28,05 %. Hal tersebut dapat dipahami apabila

(9)

out dari partisipasi masyarakat dalam Gerakan KB setiap tahun

masih cukup tinggi. Selama bulan April 1994 sampai dengan bulan

Desember 1994 menundukkan bahwa angka drop out peserta KB di

Propinsi Jawa Barat mencapai 14 % dari dumlah peserta KB aktif.

Kondisi tersebut merupakan salah satu tantangan yang harus

dihadapi dalam pengelolaan Gerakan KB, disamping faktor kendala

lainnya seperti faktor kesehatan, faktor psikologis, sosiologis

maupun faktor geografis.

Menurut Rogers (1971) partisipasi masyarakat dalam suatu

kegiatan yang bersifat inovatif akan sangat ditentukan oleh

tingkat kesadaran serta sikapnya terhadap kegiatan tersebut.

Upaya untuk merubah kesadaran (pengetahuan) dan sikap dalam

kaitannya dengan ide baru tersebut adalah melalui upaya

komunikasi khususnya upaya difusi inovasi. Dari kondisi tingginya

angka drop out dan penggunaan jenis kontrasepsi diatas

menundukkan bahwa partisipasi masyarakat untuk mendadi peserta KB

belum diikuti dengan kesadaran yang tinggi. Permasalahan tersebut

berkaitan dengan pendapat seorang tokoh yaitu David Krech, et al.

(1962. 225) yang mengemukakan bahwa :

Attitude change is brought about through exposure to additional information, changes in the group

affiliations of the individual, enforced modification

of behavior toward the obdect, and through procedures which change personality. The direction and degree of

attitude change induce by information is function of situational factor and of the source, medium, form and

content of information

Uraian tersebut mendelaskan bahwa komunikasi dalam

peranannya sebagai alat atau media penyampaian informasi untuk

perubahan sikap sangat menentukan keberhasilannya. Hal ini

(10)

berarti bahwa dalam upaya

membina masyarakat untuk merubah sikap

dan

meningkatkan

partisipasinya .komunikasi

mempunyai

peranan

yang berarti. Dilihat dari definisi dan tuduan

yang akan dicapai

maka proses penyebar luasan informasi mengenai Gerakan KB ini

dapat merupakan suatu proses difusi inovasi apabila informasi

tersebut merupakan hal baru bagi individu dan merupakan proses

komunikasi persuasif apabila informasi tersebut telah diketahui .

Upaya komunikasi dalam pengelolaan Gerakan KB di Indonesia

mendadi bagian yang sangat penting dan telah dilaksanakan dan

dikembangkan

oleh dadaran BKKBN

bersama masyarakat

, disamping

kegiatan pelayanan KB dan pencatatan serta pelaporan hasil

pelaksanaan Gerakan KB. Kegiatan komunikasi ini dilakukan baik

secara langsung melalui tatap muka dengan masyarakat maupun

secara tidak langsung melalui media electronik dan non

electronik. Sesuai dengan perkembangan Gerakan KB dewasa ini

kegiatan komunikasi yang telah dilakukan diberbagai tlngkatan

oleh para pengelola Gerakan KB tidak hanya bertuduan untuk

menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi mendadi peserta KB

dan mendadi pengelola Gerakan KB diwilayahnya. Tetapi diharapkan

duga pada upaya pembinaan yang diarahkan pada peningkatan

kemandirian masyarakat.

Didalam proses perubahan sosial yang menuntut partisipasi

masyarakat peranan agen perubahan sangatlah penting. Agen

perubahan adalah individu atau institusi yang diharapkan mampu

berkomunikasi dengan masyarakat untuk merubah sikap dan

(11)

dapat berasal dari instansi yang memiliki inovasi atau dari

masyarakat itu sendiri.

Dalam pengelolaan Gerakan KB ,petugas lapangan KB (PLKB)

diharapkan mampu mendadi agen perubahan. Sehingga tugas dan

fungsi petugas lapangan KB (PLKB) mencakup kegiatan : 1).

pendekatan terhadap tokoh masyarakat baik tokoh formal maupun

informal yang ada diwilayahnya, 2).menyusun perencanaan

pengelolaan Gerakan KB diwilayahnya bersama masyarakat,3).

memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik secara individual

maupun kelompok untuk mendadi peserta KB maupun mendadi pengelola Gerakan KB , 4).membina masyarakat untuk mendadi pengelola Gerakan KB diwilayahnya, 5).melakukan koordinasi dengan instansi lain, 6).memberikan pelayanan KB dan, 7).melaksanakan pencatatan dan pelaporan hasil pengelolaan Gerakan KB diwilayahnya.

Memperhatikan tugas dan fungsi tersebut, tampaknya komunikasi

mendadi aspek penting yang menentukan keberhasilan seorang

petugas lapangan KB (PLKB) dalam mendalankan tugasnya. Oleh

karena itu petugas lapangan KB (PLKB) dapat pula dikatakan

sebagai agen perubahan, penyuluh atau komunikator pembangunan.

Berdasarkan hasil penilaian pihak BKKBN yang dilaksanakan bersama Universitas Paddadjaran (UNPAD) diperoleh temuan bahwa pada umumnya para petugas lapangan KB sebagai penyuluh KB lebih sering melakukan komunikasi yang bersifat individual

(interpersonal communication) daripada komunikasi kelompok atau

massa. Karena melalui komunikasi individual akan lebih mudah

(12)

itu masyarakat menganggap dengan komunikasi individual mereka

merasa lebih akrab sehingga permasalahan yang sifatnya pribadi

dapat dipecahkan dan waktunya dapat disesuaikan dengan kesempatan yang dimiliki sehingga tidak merasa terganggu. Tetapi berdasarkan hasil analisa penilaian Gerakan Pembangunan Keluarga Berencana

yang dilakukan oleh BKKBN terhadap pelaksanaan kegiatan

komunikasi (KIE) diketahui bahwa ternyata pengetahuan masyarakat tentang Gerakan KB sudah cukup tinggi, tetapi tidak ditundang

oleh sikap dan perilakunya.

Hal ini menundukkan bahwa pelaksanaan kegiatan komunikasi yang

dilakukan oleh para petugas maupun pengelola baik melalui

komunikasi massa, komunikasi kelompok maupun komunikasi

individual belum menundukkan keberhasilan.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh FXA.Ins Semendison, dkk (1991) terhadap penampilan pe.tugas KB dalam

penyuluhan menundukkan penilaian yang bersifat negatif , dan hal

tersebut dianggap sebagai penyebab ketidak berhasilan pelaksanaan

KIE atau penyuluhan tentang Gerakan Pembangunan Keluargan

Barencana. Pendapat tersebut diantaranya adalah :

Dalam melakukan penyuluhan atau KIE para petugas KB tidak memberikan informasi yang lengkap dan delas terutama mengenai effek samping daripada kontrasepsi sehingga sering menimbulkan keragu-raguan pada sasaran. Disamping itu materi penyuluhan yang diberikanpun kurang bervariasi

sehingga terkesan para petugas kurang mempunyai

wawasan yang luas mengenai Program KB dan kurang memahami kondisi masyarakat

(13)

media/alat peraga penyuluhan.

Pendekatan yang dilakukan oleh para petugas masih bersifat koersif dan membohongi terutama pada masyarakat yang berpendidikan rendah, sehingga kesertaan mereka dalam Gerakan KB karena paksaan, tidak didasari oleh kesadaran yang tinggi. Dan ada kecenderungan bahwa para petugas selalu menghindar dari keluhan-keluhan yang diungkapkan oleh masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas maka diasumsikan bahwa untuk

mengembangkan kemampuan seorang petugas KB untuk mendadi

seorang

komunikator yang berhasil maka perlu memperhatikan faktor

ketrampilan dan kepribadian komunikator

. Hal ini ditundang oleh

pendapat Ross (1974; 57) yang mendelaskan bahwa didalam proses

komunikasi

faktor kepribadian ,kecerdasan , pengalaman dan sikap

seorang komunikator sangat menentukan keberhasilannya, terutama

sangat mempengaruhi kemampuannya dalam mengolah dan menyampaikan

isi pesan kepada orang lain. Hal ini t.ertuang dalam definisi

komunikasi yang dikemukakannya :

Communication as a transactional process involving a

cognitive, selecting and sharing of symbols in such a

way as to help another elicit from his own experience a

meaning or response similar to that intended by the

source.

Demikian pula Jalaludln (1992; 32) menyatakan bahwa faktor

kepribadian sangat menentukan kemampuan seorang komunikator

diantaranya adalah aspek kecerdasan, kemampuan persepsi, konsep

diri, sikap atraktive, motivasi dan kemampuan interaksi sosial.

Agar para petugas KB berhasil mendadi seorang komunikator

atau penyuluh Gerakan Pembangunan Keluarga Berencana yang

kredibilitasnya dapat diandalkan maka perlu upaya pembinaan dan

(14)

pengembangan baik melalui proses pembeladaran yang bersifat

formal maupun non formal. Hal ini ditundang oleh pendapat Maureen

Guirdham (1990, 8) yang menyatakan bahwa tingkah laku komunikasi

interpersonal dipengaruhi oleh faktor beladar yang diperoleh

individu tersebut baik beladar tentang nilai-nilai, pengetahuan,

sikap maupun ketrampilan, disamping faktor kondisi sosial dimana

individu tersebut berada seperti faktor budaya, status sosial,

llngkungan keluarga, lingkungan teman, lingkungan pekerdaan dan

duga faktor media massa.

Upaya pembinaan atau pengembangan dapat diberikan melalui

berbagai kegiatan Pendidikan Luar Sekolah diantaranya adalah

pendidikan orang dewasa (adult Education) yang bertuduan untuk

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kepribadiannya.

Menurut Suddana (1991 ; 75) salah satu bentuk Pendidikan Orang

Dewasa yang bertuduan untuk mengembangkan kemampuan sumber daya

manusia yang telah melakukan pekerdaan atau suatu kegiatan

sukarela dimasyarakat yang dilakukan dilingkungan lembaga-lembaga

pemerintahaan maupun non pemerintah adalah bentuk Pendidikan Landutan (Continuing Education). Pendidikan Landutan ini

dilakukan berdasarkan adanya tuntutan pekerdaan atau kegiatan

yang mengharuskan setiap orang untuk mengembangkan diri untuk

mencapai efisiensi dan efektivitas kerda, dan duga karena

tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Upaya Pendidikan Landutan bagi para petugas Keluarga Berencana dilingkungan Lembaga BKKBN telah banyak diselenggarakan

(15)

mampu mengelola Gerakan Pembangunan KB dilingkungan wilayah

kerdanya. Upaya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petugas

Keluarga Berencana dalam bidang komunikasi (KIE) ini merupakan

bagian dari pendidikan dan pelatihan dasar bagi petugas Keluarga

Berencana dengan menggunakan kurikulum yang bentuknya telah

terstruktur. Dilihat dari tuduan beladar yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam berkomunikasi dan memotivasi masyarakat untuk

berpartisipasi dalam Gerakan KB. Untuk mencapai tuduan beladar tersebut maka materi yang dibahas mencakup teori tentang komunikasi dan motivasi, tehnik menyusun isi pesan, tehnik analisa sasaran, dan tehnik mengembangkan media komunikasi. Sedangkan metode yang banyak digunakan dalam proses beladar mengadar tersebut adalah metode ceramah, studi kasus, penugasan dan simulasi atau role play. Didalam pelatihan tersebut digunakan pula berbagai media beladar, tetapi waktu dan kedalaman pembahasan setiap materi sangat terbatas.

(16)

sasaran. Isi pesan yang terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai

dengan kondisi sasaran. Serta terlihat kurangnya perhatian para

petugas untuk mau mendengarkan dan memahami keluhan-keluhan

sasaran.

Program pelatihan dengan menggunakan pendekatan

"Experiential learning" yang menltik beratkan pada pengembangan

pribadi dapat merupakan salah satu model beladar yang diharapkan

cukup memadai untuk mengatasi masalah tersebut dan mengembangkan

kemampuan petugas lapangan KB dalam berkomunikasi. Dengan

pendekatan "Experiential learning" seseorang akan beladar melalui penghayatan langsung atas pengalaman yang didalani.

Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut diatas maka

dirasakan perlu untuk meneliti sedauhmana pengaruh suatu

pelatihan sebagai bentuk kegiatan pembeladaran pada Pendidikan

Luar Sekolah khususnya program pelatihan dengan menggunakan

pendekatan "Experiential learning" sebagai suatu model beladar

yang dapat mempengaruhi peningkatan pengetahuan dan ketrampilan

petugas KB dalam berkomunikasi dengan masyarakat dan sedauhmana

hubungan kepribadian seorang petugas KB dengan kemampuan dirinya

untuk berkomunikasi secara interpersonal dalam upaya menggerakkan dan membina masyarakat untuk berpartisipasi dalam Gerakan KB.

Sasaran penelitian ini adalah para petugas lapangan KB yang

(17)

B. Identifikasi Masalah.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar

belakang masalah, maka yang mendadi masalah utama dalam

penelitian ini adalah "Sedauhmana faktor pelatihan sebagai bentuk

kegiatan pembeladaran PLS dan faktor kepribadian dalam menentukan

pembentukan kemampuan komunikasi interpersonal Petugas KB

sehingga mampu membina masyarakat untuk berpartisipasi dalam

Gerakan KB ?

Secara lebih terperinci masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sedauhmanakah pengaruh pelatihan sebagai bentuk kegiatan

pembeladaran PLS dengan pendekatan "Experiential learning"

terhadap peningkatan kemampuan petugas lapangan KB dalam komunikasi" interpersonal ?

2. Sedauh manakah hubungan antara kepribadian petugas lapangan

KB dengan kemampuan komunikasi interpersonal ?

C. Maksud dan tuduan penelitian.

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh model pelatihan komunikasi interpersonal dan mendapat gambaran yang lebih tepat serta pemahaman yang lebih luas tentang sedauhmana pengaruh pelatihan sebagai bentuk kegiatan pembeladaran PLS terhadap peningkatan kemampuan petugas lapangan KB tentang kemampuan

komunikasi interpersonal, dan bagaimana hubungan kemampuan

komunikasi interpersonal tersebut dengan kepribadiannya.

Untuk maksud tersebut maka tuduan penelitian ini diarahkan

[image:17.595.32.519.80.679.2]
(18)

pada 3 (tiga) hal yaitu :

1. Menelaah pengaruh pelatihan dengan pendekatan "Experiential

learning" terhadap peningkatan kemampuan petugas KB dalam

komunikasi interpersonal.

2. Mempeladari hubungan kepribadian dengan kemampuan petugas KB

dalam berkomunikasi secara interpersonal.

3. Mendapatkan model pelatihan komunikasi dalam rangka

pembinaan prestasi petugas KB.

D. Kegunaan Penelitian.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan

mempunyai kegunaan sebagai berikut :

1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini

diharapkan berguna untuk pengembangan metode-metode beladar

dalam Pendidikan Luar Sekolah dan pengembangan teori-teori

Psikologi Komunikasi khususnya mengenai peranan kepribadian

terhadap kemampuan komunikasi.

2. Dari segi guna laksana, hasil penelitian ini sebagai bahan

masukan bagi para pimpinan dilingkungan BKKBN untuk proses

pengembangan dan pembinaan tenaga Program KB, khususnya

dalam pengelolaan pelatihan KIE dan pembinaan terhadap

(19)

^ ~*«

l\ ^ ^

^ •£-*' ^y.

y*. y <•(

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode dan rancangan

penelitian, populasi dan sample penelitian, variabel penelitian

dan definisi operasional, instrumen penelitian, pengumpulan data

penelitian, dan tehnik analisa data.

A. Metode dan Rancangan penelitian.

Sesuai dengan judul dan tujuan penelitian yang telah

dikemukakan pada bab sebelumnya, maka metode yang dipergunakan

dalam penelitian ini adalah Metode Eksperimen. Menurut Nana

Sudjana dan Ibrahim. (1989. 19) metode eksperimen merupakan suatu

metode yang mengungkap hubungan antara dua variabel atau lebih ,

atau mencari pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya.

Metode eksperimen ini bersifat prediktif, dimana ada suatu

hipotesis atau lebih yang diajukan dan menyatakan sifat dari

hubungan variabel yang diharapkan. Dalam penelitian ini secara

sengaja dan sistematik dibuat suatu variabel perlakuan

(manipulasi) dalam suatu peristiwa alamiah, kemudian konsekwensi

dari perlakuan tersebut diamati.

Lebih landut Nana Sudjana dan Ibrahim menjelaskan bahwa ada 3

ciri pokok penelitian eksperimen yaitu :1).Adanya variabel bebas

yang dimanipulasikan ;2).adanya pengendalian/pengontrolan semua

variabel lain kecuali variabel bebas ;3).adanya pengamatan

(21)

bebas.

Tetapi dalam penelitian ini eksperimen yang digunakan bukanlah merupakan penelitian eksperimen murni karena mengingat tidak

mungkin menempatkan subjek penelitian dalam situasi laboratorium

murni yang sama sekali memisahkan subjek dari lingkungan

sosialnya selama diberi perlakuan eksperimental. Atas dasar

alasan diatas maka dipilih metode penelitian kuasi eksperiment

atau eksperimen semu, dengan metode ini pengontrolan disesuaikan

dengan kondisi yang ada (situasional).

Sedangkan rancangan atau design penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Design Pretest - Posttest One Group.

Jadi hanya menggunakan satu kelompok eksperimen. Pemilihan

design ini sesuai dengan judul penelitian, dimana aspek

kepribadian menjadi salah satu variabel yang akan diteliti. Dan

karena individu memiliki ciri kepribadian yang khas maka tidak

mungkin dibentuk kelompok kontrol yang subjeknya memiliki ciri

kepribadian yang sama dengan subjek pada kelompok eksperimen.

Sesuai dengan pendapat Nana Sudjana dan Ibrahim dengan design ini

dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Memberikan pretest untuk mengukur variabel terikat sebelum

perlakuan diberikan (Pretest); 2) Memberikan perlakuan eksperimen

kepada para subjek (Variabel X); dan 3) Memberikan test lagi

untuk mengukur variabel terikat, setelah perlakuan (Posttest).

Perbedaan-perbedaan yang disebabkan karena penerapan perlakuan

eksperimen ditentukan dengan membandingkan skor-skor pretest dan

psot test yang dihasilkan dari alat ukur yang sama.

(22)

Design tersebut dapat digambarkan sebagai berikut

Pretest Perlakuan (manipulasi)

Posttest

XI

X2

Dengan rancangan ini tidak dilakukan kontrol penuh terhadap semua

variabel independent. Tetapi walaupun demikian ,variabel-varlabel

yang dikontrol

dalam penelitian ini

hanya mencakup

aspek-aspek

sebagai berikut :

a.

Homogenitas sasaran yaitu pegawai negri BKKBN dengan jabatan

sebagai petugas lapangan KB.

b.

Usia

sasaran

adalah

tergolong dewasa

dengan

batas

usia

antara 25 - 30 tahun.

c. Mempunyai tingkat pendidikan Sarjana.

d.

Pengalaman kerja sebagai petugas lapangan KB baru dijalankan

selama kurang lebih 3 tahun.

e. Telah mengikuti pelatihan dasar.

Yang

menjadi variabel

bebas atau

variabel eksperimen/perlakuan

dalam penelitian ini

adalah kegiatan pelatihan komunikasi

antar

pribadi

dengan

menggunakan

metode

pendekatan

"Experiential

learning".

Sedangkan

yang menjadi

variabel terikat adalah

kepribadian dan

kemampuan petugas

lapangan KB

dalam melakukan komunikasi

antar

pribadi.

Oleh

karena

itu

faktor-faktor

yang

diukur

sebelum

treatment (Pretest) mencakup :

(23)

2). Pengetahuan petugas KB tentang komunikasi interpersonal.

3). Ketrampilan petugas KB tentang komunikasi interpersonal.

Dan faktor-faktor yang diukur setelah treatment (Post test)

mencakup :

1). Pengetahuan petugas KB tentang komunikasi interpersonal.

2). Ketrampilan petugas KB tentang komunikasi interpersonal.

3). Tingkah laku petugas KB dalam kaitannya dengan pelaksanaan

tugas dan fungsinya.

Dengan demikian prosedur penelitian ini dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1). Tahap pre test atau sebelum perlakuan dilakukan kegiatan :

a). Pemeriksaan psikologi terhadap sasaran untuk

mendapatkan data mengenai karakteristik kepribadian

sasaran penelitian.

b). Test pengetahuan awal tentang komunikasi interpersonal.

c). Observasi ketrampilan awal tentang komunikasi

interpersonal.

2). Tahap eksperiment atau perlakuan dilakukan pelatihan dengan

menggunakan metode "Experiential learning".

3). Tahap post test atau setelah perlakuan dilakukan kegiatan :

a). Test pengetahuan akhir tentang komunikasi

interpersonal.

b). Observasi ketrampilan akhir tentang komunikasi

interpersonal.

c). Observasi tingkah laku sasaran penelitian dalam

(24)

pelaksanaan

tugas

dan

fungsinya,

terutama

dalam

melakukan pendekatan pada

tokoh masyarakat, penyuluhan

individu pada sasaran Program KB dan pembinaan kelompok

institusi masyarakat.

B. Populasi dan sampel penelitian.

Populasi penelitian

ini adalah seluruh petugas

KB yang ada

diKotamadya

Bandung khususnya yang memiliki karakteristik sampel

seperti

telah

diuraikan

pada

halaman

94.

Populasi

tersebut

berjumlah 20 orang. Mengingat penelitian ini

merupakan penerapan

suatu

model

pengembangan

pribadi

dengan

menggunakan

metode

'Experiential learning",

Seperti

telah diuraikan

sebelumnya

,

maka penerapan perlakuan ini

menuntut jumlah peserta dalam skala

kecil.

Dengan demikian jumlah populasi yang ada seluruhnya dapat

digunakan sebagai responden penelitian.

C. Definisi operasional.

Dengan mengacu

pada judul

dan tujuan penelitian

ini, maka

dapat

diuraikan

mengenai

beberapa

definisi

operasional

dari

variabel-variabel yang akan diteliti.

1.

Pelatihan dengan pendekatan "Experiential Learning"

Yang dimaksud

dengan Pelatihan sebagai bentuk

kegiatan PLS

dalam

penelitian

ini

adalah

suatu

kegiatan

proses

belajar

mengajar

yang

dilaksanakan

dalam

waktu

yang relatif

singkat

dengan

tujuan

untuk

meningkatkan

pengetahuan,

sikap

dan

(25)

antar

pribadi.

Proses

belajar

mengajar

dalam

pelatihan

ini

menggunakan

pendekatan

"Experiential

learning"

yaitu

proses

belajar

melalui pengalaman. Dan

penerapannya disesuaikan dengan

tahapan

experiential

learning

seperti

telah

dijelaskan

pada

halaman

64. Didalam prosesnya, dengan pengalaman yang diciptakan

melalui tehnik belajar mengajar

tersebut diatas seorang

petugas

KB

diharapkan

dapat

mengungkapkan kembali

perasaannya,

dapat

mengenai sendiri hal-hal yang positif (kelebihan) dan hal-hal

yang negatif (kekurangan)

dari penampilan

atau tingkah

lakunya

dalam berkomunikasi

dengan orang lain, dan

dapat menerima umpan

balik untuk memperbaiki kelemahannya.

Dengan

mengacu

pada

definisi

diatas

maka

pelatihan

komunikasi

interpersonal

dengan

pendekatan

"Experiential

learning" dalam

penelitian ini

dapat diukur

dengan

pertanyaan-pertanyaan mengenai : a. Pencapaian tujuan pelatihan, b. Materi

pelatihan, c. Metoda pelatihan, d. Media pelatihan, e. Peran dan

penampilan pelatih/fasilitator dalam pelatihan, f.

Penyelenggaraan

latihan,

dan

g.

Manfaat

pelatihan

bagi

pelaksanaan tugas.

2. Aspek kepribadian.

Yang dimaksud dengan aspek kepribadian adalah potensi

kepribadian

yang.

mempengaruhi

kemampuan

seorang

petugas

KB

sebagai

komunikator.

Aspek-aspek

tersebut

meliputi

potensi

kecerdasannya

; potensi

kemampuannya

untuk melakukan

hubungan

antar pribadi; dan potensi tentang kemampuan persuasif.

(26)

Aspek kepribadian

seorang petugas lapangan KB

ini diukur dengan

melihat :

a.

Potensi kecerdasan (Intelegensi) yang diukur dengan

skor IQ

atau tingkat kecerdasannya.

b.

Potensi tentang kemampuan hubungan antar pribadi yang diukur

dengan

melihat keinginannya untuk

menyesuaikan diri dengan

orang lain

; keinginannya untuk bersikap

hangat (empathy);

keinginannya

untuk

bersikap toleran

terhadap

orang lain;

keinginannya

untuk

bekerjasama

dan

keinginannya

untuk

membantu orang lain.

c.

Potensi

tentang

kemampuan

persuasif

yang

diukur

dengan

melihat

keinginannya

untuk mendominasi

atau

mempengaruhi

orang lain; keinginannya untuk bersikap mandiri atau tidak

terpengaruh oleh orang lain; keinginannya untuk berusaha

sebaik

mungkin;

dan

keinginannya

untuk

berusaha

dengan

sungguh-sungguh.

3. Kemampuan komunikasi.

Yang dimaksud dengan kemampuan komunikasi dalam penelitian

ini adalah kemampuan seorang petugas KB untuk berkomunikasi

secara pribadi dengan lingkungan kerjanya yang meliputi:

a).

Masyarakat diwilayah kerjanya yang terdiri dari PUS,Generasi

Muda, Balita,

Lansia dan

institusi-institusi masyarakatnya

seperti

Pos KB Desa, PKK RW dan RT, Kader Dasa Wisma, serta

tokoh-tokoh masyarakatnya (Ulama, Guru,dsb)

(27)

Kepala Desa beserta seluruh aparat Desanya. c). Instansi-instansi terkait didaerah kerjanya.

Untuk berhasil dalam berkomunikasi dengan sasaran tersebut

diatas maka kemampuan komunikasi yang perlu dimiliki meliputi :

a). Kemampuan menganalisa sasaran yaitu kemampuan untuk

mengamati dan memahami tentang kondisi atau latar belakang

sasaran dan setiap pernyataan-pernyataan yang diungkapkan

secara verbal maupun non verbal,

b). Kemampuan mendengar aktif yaitu kemampuan untuk melihat dan

mendengarkan secara aktif setiap pernyataan yang diungkapkan

oleh sasaran.

c). Kemampuan menyusun dan menyampaikan isi pesan yang sesuai

dengan kondisi sasaran.

d). Kemampuan berperilaku assertive yaitu kemampuan untuk

bersikap jujur atau terbuka terhadap orang lain dengan tetap

menghargai dirinya serta menghargai orang lain,

e). Kemampuan memberi umpan balik pada sasaran yaitu kemampuan

untuk menjelaskan kembali tentang apa yang telah diamati dan

dianalisa oleh sasaran tentang penampilan objek

komunikasinya.

f). Kemampuan melakukan presentasi yaitu kemampuan untuk

menyampaikan suatu pesan atau ide secara effektif kepada

sasaran komunikasi.

g). Kemampuan melakukan persuasi yaitu kemampuan untuk

mempengaruhi atau membujuk sasaran komunikasi agar dapat

menerima ide dan merubah sikapnya sesuai dengan apa yang

(28)

diharapkan oleh komunikator.

Dengan demikian berdasarkan definisi diatas maka kemampuan

komunikasi interpersonal seorang petugas lapangan KB dapat diukur

dengan melihat pengetahuan dan ketrampilannya tentang komunikasi

interpersonal.

Pengetahuan komunikasi interpersonal diukur dengan test

hasil belajar yang mencakup : Pengetahuan tentang konsep

komunikasi interpersonal, teori konsep diri, teori analisa

sasaran, teori tehnik mendengar aktif, teori tehnik assertive,

teori tehnik umpan balik, teori penyusunan isi pesan, teori

i

tehnik presentasi, dan teori tehnik persuasi.

Sedangkan ketrampilan komunikasi interpersonal diukur dengan melakukan observasi tentang : Ketrampilan analisa sasaran, Ketrampilan mendengar aktif, Ketrampilan bersikap assertif,

Ketrampilan menyusun isi pesan, Ketrampilan umpan balik,

Ketrampilan presentasi, Ketrampilan persuasi.

4. Petugas KB

Petugas KB adalah pegawai negri BKKBN yang berada ditingkat

Desa dan mempunyai tugas dan fungsi mengelola dan melaksanakan

Program KB didaerahnya. Secara lebih terperinci tugas dan fungsi

Petugas KB adalah sebagai berikut :

a). Melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat.

b). Menyusun rencana kerja dan membuat kesepakatan dengan

tokoh-tokoh maupun masyarakat didaerahnya.

(29)

KB dan program integrasi lainnya.

d).

Melakukan

penyuluhan

pada

masyarakat

maupun

institusi-institusi masyarakat untuk menjadi pengelola Program KB

didaerahnya.

e). Melakukan pembinaan kepada masyarakat untuk tetap menjadi

peserta KB maupun menjadi pengelola Program KB didaerahnya

secara mandiri.

f). Melakukan koordinasi dengan dinas atau instansi terkait

seperti Kesehatan atau Penerangan untuk memberikan pelayanan

pada masyarakat.

g). Memberikan pelayanan KB kepada masyarakat.

h).

Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan didaerahnya.

Keberhasilan petugas lapangan KB dalam menjalankan tugas dan

fungsinya antara lain diukur dengan melihat pencapaian peserta KB

diwilayah kerjanya, serta angka drop out (DO) peserta KB

diwilayahnya.

D. Variabel penelitian

Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu "Faktor-faktor

penentu dalam pembentukan kemampuan komunikasi interpersonal"

(Studi tentang pelatihan sebagai bentuk kegiatan Pendidikan Luar

Sekolah dan kepribadian petugas lapangan KB), serta sesuai pula

dengan rancangan penelitian dan definisi operasional tersebut

diatas maka yang menjadi :

1. Variabel bebas (independent variabel) adalah : Kegiatan

Pelatihan dengan penerapan pendekatan "experiential

(30)

learning" dalam pelatihan komunikasi interpersonal.

Aspek-aspek pelatihan ini meliputi :

1). Pencapaian tujuan pelatihan.

2). Materi pelatihan. 3). Metoda pelatihan. 4). Media pelatihan.

5). Sikap dan ketrampilan pelatih/fasilitator dalam

pelatihan.

6). Penyelenggaraan latihan.

7). Manfaat pelatihan bagi pelaksanaan tugas.

Variabel intervening yaitu

kepribadian petugas lapangan

KB

meliputi :

1). Intelegensi umum.

2). Potensi kemampuan komunikasi interpersonal .

3). Potensi kemampuan persuasif.

Variabel

terikat

(dependent

variabel)

yaitu

kemampuan

komunikasi dari petugas KB meliputi pengetahuan dan

ketrampilan petugas mengenai aspek-aspek sebagai berikut:

a). Pemahaman tentang konsep komunikasi interpersonal,

b). Konsep diri petugas.

c). Kemampuan analisa sasaran.

d). Kemampuan mendengar aktif.

e). Kemampuan bersikap assertive,

f). Kemampuan untuk melakukan umpan balik.

g). Kemampuan menyusun isi pesan.

(31)

i). Kemampuan persuasi.

E. Instrumen penelitian.

Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi :

1. Alat ukur kepribadian yang terdiri dari alat ukur

intelegensi (IQ) dan alat ukur motivasi atau kebutuhan

responden. Alat ukur intelegensi yang digunakan adalah alat

ukur yang telah baku yaitu Intelegensi Struktur Test (1ST)

yang dikembangkan oleh Armthaeur. Sedangkan alat ukur

kepribadian atau motivasi digunakan alat ukur yang telah

baku yaitu Edward

Personal Preference Schedule

(EPPS) yang

dikembangkan oleh Allen L Edward.

2. Alat ukur kemampuan komunikasi interpersonal yang terdiri

dari soal test hasil belajar dalam bentuk test objektif dan

alat observasi tingkah laku komunikasi interpersonal.

3. Kurikulum pelatihan komunikasi interpersonal dan satuan

pelajaran.

4. Angket mengenai pendapat sasaran tentang proses belajar

mengajar dengan menggunakan pendekatan "Experiential

learning" untuk bahan evaluasi tentang proses pelatihan.

5. Daftar pertanyaan tentang identitas diri sasaran penelitian.

ad.1.Alat ukur kepribadian.

Alat ukur kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini

(32)

telah diteliti validitas dan reliabilitasnya , dan terdiri dari :

a. -Alat ukur ISL ( Intelegensia Structure Test)

Alat

ukur 1ST yaitu

alat ukur baku

yang dikembangkan oleh

Rudolf

Amthauer

untuk

mengetahui

tingkat

kecerdasan

(IQ)

seseorang dan telah diuji kesahihannya. Alat ukur ini dilandasi

teori dari Thurstone yang

berpendapat bahwa tingkat

intelegensi

seseorang merupakan struktur keseluruhan dari struktur khusus

yang

dinamakan

ability

atau

kemampuan.

Berdasarkan

pendapat

tersebut maka Amthauer membagi 1ST menjadi 9 (sembilan) sub test,

dimana setiap sub test berkorelasi dengan hasil keseluruhan.

Sub test tersebut terdiri dari :

1). Test melengkapi kalimat atau Satzerganzung (SE)

Test ini untuk melihat kemampuan seseorang dalam membuat

keputusan (kesimpulan), menggunakan akal sehatnya, kebebasan

berpikir dan melihat kemampuan berpikir konkrit praktis.

2). Test memilih kalimat atau Wortnuswal (WA).

Test ini bertujuan melihat kemampuan untuk memahami arti

kata-kata, rasa bahasa, berpikir induktif melalui bahasa.

3). Test analogi atau Analogien (AN).

Test ini bertujuan melihat kemampuan mengkombinasikan atau

menghubungkan satu hal dengan hal yang lain, melihat

kemampuan memahami dan mengartikan hubungan-hubungan, serta

kelincahan atau fleksibilitas berpikir.

4). Test persamaan atau Gemeinsamkeiten (GE).

Test

ini

bertujuan

melihat

kemampuan

abstraksi

bahasa,

(33)

menggunakan bahasa.

5). Test mengingat atau Merkaufgaben (ME).

Test ini bertujuan melihat kemampuan mengingat

dalam jangka

waktu yang panjang.

6).

Test persoalan berhitung atau Rechen Mufgaben (RA). Test ini

bertujuan

melihat

kemampuan berfikir

menghitung

praktis,

matematik, daya nalar dan berfikir untuk menyimpulkan.

7).

Test deret angka atau Zachlenreihen (ZR).

Test

ini

bertujuan

melihat

kemampuan

berfikir numerikal

secara teoritik,

kemampuan berfikir induktif

dengan angka,

serta kelincahan dan fleksibilitas berfikir.

8).

Test memilih bentuk atau Form Auswhl (FA).

Test

ini

bertujuan

melihat

kemampuan

membayangkan

atau

sinthesa, dan kemampuan berfikir menyeluruh.

9). Test kubus atau Wurfet Mufgaben (WU).

Test

ini

bertujuan

untuk melihat

kemampuan

membayangkan

ruang (abstraksi analitis), kemampuan perencanaan dan

kemampuan tehnis konstruktif.

Total

nilai

yang

diperoleh

dari

setiap

sub

test

dan

keseluruhan (Raw

Score) di

perbandingkan dengan standart

nilai

yang ada untuk memperoleh nilai akhir (Weighted Score). Standart

nilai yang digunakan berdasarkan

tingkat pendidikan sasaran. Dan

nilai

akhir

keseluruhan

yang

telah diberi

bobot

menunjukkan

tingkat kecerdasan (IQ) dari individu tersebut.

Dari

tingkat kecerdasan

yang

diperoleh dapat

digolongkan

sebagai berikut :

(34)

IQ : 130 keatas tergolong sangat tinggi (Very Superior)

IQ : 120 - 130 tergolong tinggi (Superior)

IQ : 110 - 120 tergolong diatas rata-rata (Bright normal).

IQ : 90-110 tergolong rata-rata (average)

IQ : 80 - 90 tergolong dibawah rata-rata (dull normal)

IQ : 80 kebawah tergolong terbelakang (Mentally retarded)

b. Alat ukur EPPS (Edward Personal Preference Schedule).

Alat ukur EPPS ini merupakan alat test baku yang diciptakan

dan dikembangkan oleh Allen L Edwards pada tahun 1953 dan telah

diteliti kesahihannya. Test EPPS ini digunakan untuk melihat kepribadian individu khususnya aspek motivasi atau kebutuhan

individu dalam berinteraksi dengan orang lain. Sesuai dengan yang

telah diungkapkan pada hal 84 , menurut Edward pada dasarnya

kebutuhan seseorang dapat diklasifikasikan kedalam 15 golongan

yang dibuat berdasarkan suatu daftar kebutuhan pokok manusia yang

disusun oleh Henry.A.Murray. Golongan kebutuhan yang diukur dari

EPPS tersebut meliputi :

1). Need of achievement yaitu kebutuhan untuk berprestasi.

2). Need of deference yaitu kebutuhan untuk menyesuaikan diri

atau menghargai orang lain.

3). Need of order yaitu kebutuhan untuk bekerja secara teratur,

teliti.

4). Need of exhibition yaitu kebutuhan untuk menarik perhatian

orang lain.

(35)

tidak terikat.

6).

Need of affiliation

yaitu kebutuhan untuk berhubungan

atau

bersahabat dengan orang lain.

7).

Need of intraception yaitu kebutuhan untuk bersikap

empathy

atau menghayati perasaan orang lain.

8).

Need

of

succorance

yaitu

kebutuhan

untuk

mendapatkan

bantuan, perlindungan dari orang lain.

9).

Need

of

dominant

yaitu

kebutuhan

untuk

menguasai

atau

mempengaruhi orang lain.

10). Need

of abasement yaitu

kebutuhan untuk bersikap menyerah,

menerima kesalahan dirinya.

11). Need

of

nurturance yaitu

kebutuhan

untuk membantu

orang

lain.

12). Need

of

change

yaitu

kebutuhan untuk

merubah

diri

dan

1ingkungannya.

13). Need of sex (heterosexual) yaitu kebutuhan untuk berhubungan

dengan lawan jenis.

14). Nees of

endurance yaitu kebutuhan

untuk berusaha, bersikap

ulet atau tekun.

15). Need of

aggression yaitu kebutuhan untuk bersikap menyerang

atau melukai orang lain.

Sesuai dengan variabel terikat

dalam penelitian ini seperti

yang telah

dijelaskan pada hal 115,

tentang variabel penelitian

maka jenis motivasi atau kebutuhan yang akan dijaring meliputi :

1).

Need

of

deference

untuk melihat

kecenderungan

kemampuan

individu dalam penyesuaian diri.

(36)

individu dalam penyesuaian diri.

2). Need of intraception untuk melihat kecenderungan kemampuan

individu untuk bersikap empathy.

3).

Need of abasement untuk melihat kecenderungan kemampuan

individu untuk bersikap toleran.

4).

Need of affiliation untuk melihat kecenderungan kemampuan

individu untuk bersikap bersahabat dan

bekerjasama dengan

orang lain.

5).

Need of nurturance untuk melihat kecenderungan kemampuan

individu untuk bersikap membantu atau menolong orang lain.

6).

Need of dominance untuk melihat kecenderungan kemampuan

individu untuk mendominasi atau mempengaruhi orang lain.

7).

Need of autonomi untuk melihat kecenderungan kemampuan

individu untuk bersikap mandiri atau tidak mudah dipengaruhi

oleh orang lain.

8).

Need of achievement untuk melihat kecenderungan kemampuan

dan keinginan individu untuk berhasil dan berprestasi.

9).

Need of endurance untuk melihat kecenderungan kemampuan

individu

untuk

berusaha

atau

bersikap

ulet

dalam

menyelesaikan suatu masalah atau pekerjaan.

Dalam pengukuran motivasi atau

kebutuhan ini setiap peserta

diminta untuk memilih satu diantara dua pilihan yang ada dengan

cara melingkari

salah satu pilihan yang sesuai

dengan pendapat

atau kondisi

dirinya.

Hasil

pilihan

untuk

setiap

nomor

dijumlahkan

. Untuk pilihan A dijumlahkan

secara horizontal,

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN :

Berdasarkan

pada hasil

penelitian

dan

tujuan yang

ingin

dicapai dari penelitian ini

maka kesimpulan yang dapat diperoleh

adalah sebagai berikut :

1. Pelatihan komunikasi interpersonal dengan pendekatan

Eksperiential Learning mempunyai pengaruh yang cukup besar

terhadap peningkatan aspek pengetahuan (kognitif) maupun

aspek

ketrampilan (psikomotor) petugas

lapangan KB tentang

komunikasi interpersonal.

Keberhasilan ini ditunjang

oleh ketepatan komponen-komponen

pelatihan

sebagai

sistem

Pendidikan

Luar

Sekolah

yang

meliputi :

a. Adanya kesesuaian antara tujuan dan kurikulum pelatihan

dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh peserta

didik dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai

petugas lapangan KB.

b. Adanya tahapan belajar yang jelas sesuai dengan proses

"Experiential Learning" dalam membahas setiap materi

dengan

memperhatikan prinsip-prinsip

pendidikan orang

dewasa.

c. Penggunaan pengalaman dalam berkomunikasi secara

interpersonal dengan orang lain yang diperoleh

responden (peserta didik) baik dari kehidupan dirinya

(38)

sebelum

pelatihan

maupun

melalui

penerapan

metode

belajar

partisipatif sebagai

titik tolak

proses

pembelajaran.

Yang

didukung

oleh

pembahasan

secara

teoritis dan pemberian umpan balik sebagai suatu tehnik

yang

tepat

untuk

menyadarkan

peserta

didik

akan

kemampuan

dan

kelemahan

dirinya

dan

menimbulkan

motivasi untuk lebih meningkatkan kemampuannya.

d.

Dukungan

pelatih atau

fasilitator

dengan

sikap

dan

kemampuannya yang menunjang

dalam pelatihan komunikasi

interpersonal, sehingga mampu berperan membantu peserta

didik

memenuhi

kebutuhannya atau

memecahkan

masalah

yang

dihadapinya

dengan

tetap

memperhatikan

aspek

kepribadian

dan tuntutan

kerja yang

dihadapi peserta

didik sebagai petugas lapangan KB.

Dari uraian

diatas maka

dapatlah disimpulkan

bahwa faktor

pelatihan

dengan

pendekatan

"Experiential

learning"

mempunyai

peranan

dalam

membentuk

kemampuan

komunikasi

interpersonal petugas lapangan KB.

Model

Pendekatan

"Experiential

Learning" ini

akan

cukup

effektif diterapkan

dalam pelatihan-pelatihan

atau

bentuk-bentuk

pendidikan

orang

dewasa

lainnya

terutama

yang

bertujuan

untuk

peningkatan

ketrampilan

sosial

dalam

kaitannya

dengan pengembangan

pribadi seperti

ketrampilan

komunikasi

interpersonal. Effektivitas

model "Experiential

learning" ini disebabkan karena beberapa hal yaitu :

(39)

b.

3.

pengalaman yang diperoleh dari kehidupannya maupun

pengalaman yang diperoleh dalam proses pembelajaran.

Dalam membahas setiap topik proses pembelajarannya

terdiri dari

5 tahapan belajar yang sistimatis yaitu

tahap mengalami (experience), tahap mengungkapkan hasil

pengalamannya (publishing), tahap pembahasan pengalaman

dan

tinjauan

teoritis

(processing),

tahap

pengabstraksian

pengalaman

dalam

kehidupan

atau

tugasnya (generalizing) dan tahap penerapan (applying),

c

Dalam setiap tahapan belajar menggunakan

tehnik atau

metode belajar yang bersifat partisipatif,

sehingga

peserta pelatihan aktif berperan dan

bertanggung jawab

pula atas keberhasilan pelatihan.

d.

Dalam setiap tahapan menggunakan umpan balik sebagai

alat

evaluasi atas pengalaman

peserta pelatihan untuk

menggali kebutuhan belajar.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model "Experiential

learning" effektif digunakan dalam pelatihan - pelatihan

bertujuan untuk pengembangan sosial para petugas lapangan KB

seperti

pelatihan Komunikasi

Interpersonal dan

juga dalam

pendidikan orang dewasa lainnya.

Kemampuan seorang petugas lapangan KB untuk berkomunikasi

secara

interpersonal mempunyai

hubungan

yang

cukup

erat

dengan kepribadiannya terutama potensinya untuk berhubungan

dengan orang lain, dan potensi untuk melakukan persuasi.

Keurutan aspek-aspek kemampuan komunikasi interpersonal yang

(40)

mempunyai hubungan yang c

seseorang petugas lapangan K'

a. Kemampuan menganalisa e

Seseorang memiliki kern baik apabila ia memiJ

menunjang. Aspek-aspe

memiliki hubungan

menganalisa sasaran adaia..

memadai (rata-rata) , potensi untuk

mempengaru^

lain dan potensi untuk bersikap mandiri,

serta potensi

untuk berusaha dengan gigih dan mencapai keberhasilan.

Kemampuan memberi dan menerima umpan balik

Seseorang akan mampu menerima umpan balik dari

orang

lain

dan

mampu memberi

umpan

balik dengan

tepat

terhadap orang

lain

apabila ia

memiliki

kepribadian

yang menunjang. Aspek-aspek

kepribadian yang menunjang

dan mempunyai hubungan yang cukup erat dengan kemampuan

memberi

dan

menerima

umpan

balik

yaitu

tingkat

kecerdasan

yang

memadai

(rata-rata),

potensi

untuk

mempengaruhi

orang

lain dan

bersikap

mandiri (tidak

dipengaruhi

oleh orang

lain), potensi

untuk berhasil

dengan

baik

dan

memiliki

usaha

yang

besar

untuk

berhasil mencapai.apa yang diinginkan.

Kemampuan persuasi.

Seseorang memiliki

kemampuan persuasi yang

cukup baik

(41)

menunjang. Aspek-aspek

kepribadian yang

menunjang dan

mempunyai

hubungan yang erat dengan kemampuan persuasi

adalah

tingkat

kecerdasan yang

memadai

(rata-rata),

potensi untuk

menyesuaikan diri dengan

orang lain dan

memahami

perasaan orang

lain, potensi

untuk bersikap

toleran,

bersahabat

dan

mau

menolong

orang

lain,

potensi

untuk

mempengaruhi

orang

lain

dan

tidak

terpengaruh

oleh orang

lain (mandiri),

potensi untuk

berusaha dengan gigih dan berhasil dengan baik.

d. Kemampuan presentasi.

Seseorang akan mampu

melakukan presentasi dengan

baik

apabila ia memiliki kepribadian yang

menunjang.

aspek-aspek kepribadian yang menunjang dan mempunyai hubungan

erat

dengan

kemampuan

presentasi

adalah

tingkat

kecerdasan

yang

memadai

(rata-rata),

potensi

untuk

mempengaruhi

orang

lain

dan tidak

terpengaruh

oleh

orang

lain

(mandiri), potensi

untuk

berhasil dengan

baik dengan usaha yang cukup gigih.

e. Kemampuan menyusun isi pesan.

Seseorang akan

mampu menyusun

isi pesan dengan

tepat

atau

effektif

apabila

ia

memiliki

kepribadian yang

menunjang. Aspek-aspek

kepribadian yang

menunjang dan

mempunyai hubungan erat

dengan kemampuan menyusun

isi

pesan adalah

tingkat

kecerdasan yang

memadai

(rata-rata), memiliki potensi

untuk berhubungan dengan orang

lain

yang dilandasi

oleh adanya keinginan

yang besar

(42)

untuk

selalu menyesuaikan

diri dengan

tuntutan orang

lain,

memahami

perasaan orang lain secara mendalam,

bersikap

toleran, bersahabat

dan ada

keinginan untuk

menolong orang lain.

Disamping itu iapun memiliki potensi untuk mempengaruhi

orang

lain,

potensi

untuk

bersikap

mandiri

(tidak

terpengaruh oleh orang

lain), keinginan untuk berhasil

dengan

baik

dan

memiliki

usaha

yang

besar

untuk

berhasil.

f. Kemampuan bersikap assertive.

Seseorang

akan mampu

bersikap

assertive

apabila

ia

memiliki

kepribadian

yang

menunjang

dan

mempunyai

hubungan erat dengan kemampuan untuk bersikap assertive

adalah

tingkat

kecerdasan yang memadai

(rata-rata),

potensi

untuk mempengaruhi

orang lain,

potensi untuk

tidak dipengaruhi

orang lain (mandiri),

potensi untuk

berhasil

dengan baik dengan

didukung oleh

usaha yang

cukup besar untuk berhasil.

Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa

faktor kepribadian

merupakan

faktor

yang

cukup

mempunyai

peranan

dalam

membentuk

kemampuan komunikasi

interpersonal pada

seorang

petugas

lapangan KB.

Faktor kepribadian

tersebut terutama

adalah

potensi

untuk

berhubungan

dengan orang

lain

dan

(43)

B. REKOMENDASI :

Sebagai

implikasi

dari

hasil

penelitian,

berikut

akan

dikemukakan

beberapa

rekomendasi

yang

diharapkan

merupakan

sumbangan pemikiran bagi

upaya pengembangan kemampuan komunikasi

bagi para petugas

lapangan KB maupun

bagi pengelola Program

KB

lain khususnya

dan bagi

pembinaan prestasi petugas

lapangan KB

umumnya serta untuk penelitian selanjutnya dalam kaitannya dengan

pengembangan

teori-teori yang berhubungan dengan Pendidikan Luar

Sekolah.

Bagi pengembangan

kemampuan dan pembinaan

prestasi petugas

lapangan KB dan petugas lainnya dilingkungan BKKBN.

1.

Pembentukan dan pengembangan

kemampuan seseorang dalam

berkomunikasi

dengan

lingkungannya

dipengaruhi

oleh

beberapa

faktor,

diantaranya

faktor

pelatihan

dan

faktor

kepribadian

individu. Banyak

pelatihan

telah

diberikan

kepada

para

petugas

lapangan

KB

tetapi

kemampuan yang dihasilkan dari pelatihan tersebut belum

dapat memenuhi

tuntutan atau apa

yang diharapkan oleh

organisasi BKKBN

sebagai pengelola Gerakan

KB. Banyak

faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelatihan , tidak

hanya faktor kurikulum pelatihan atau sasaran pelatihan

tetapi faktor penggunaan strategi belajar atau

pendekatan

belajarpun

cukup

mempengaruhinya.

Dalam

penelitian

ini diperoleh hasil

bahwa pelatihan dengan

pendekatan

"Experiential

learning"

cukup

mampu

meningkatkan

aspek pengetahuan

dan aspek

ketrampilan

209

(44)

petugas lapangan dalam berkomunikasi secara

interpersonal.

Oleh

karena

itu

dalam

pengelolaan

pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan

sosial

dalam

upaya

pengembangan

pribadi

maupun

pengembangan

profesi

sebagai

penyuluh

atau

agen

perubahan seperti

petugas

lapangan KB

dan

pengelola

Program

KB dilingkungan

BKKBN,

maka model

pelatihan

dengan

pendekatan

"Experiential learning"

ini

cukup

effektif

untuk diterapkan

dengan tetap

memperhatikan

prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa. Dalam

penerapan pendekatan "Experiential Learning" ini perlu

didukung oleh pelatih yang menguasai pendekatan belajar

ini,

menguasai berbagai

metode belajar

yang bersifat

partisipatif

dan

mampu

menerapkan

prinsip-prinsip

pendidikan

orang dewasa

serta memiliki

kemampuan dan

kepribadian yang menunjang sebagai seorang komunikator,

sehingga dapat menjadi sumber belajar atau teladan bagi

peserta didik.

Memperhatikan pelaksanaan pelatihan

dasar bagi petugas

lapangan KB yang telah dikembangkan dilingkungan BKKBN

maka penerapan pendekatan "Experiential learning" ini

akan

lebih tepat

digunakan dalam

pelatihan-pelatihan

yang bersifat lanjutan atau dalam pelatihan-pelatihan

khusus seperti pelatihan motivator Program KB atau

program KS, pelatihan KIE konseling, pelatihan

(45)

KIE-BKB,

dan

bentuk-bentuk

pelatihan

komunikasi

maupun

pelatihan

khusus lainnya. Dan materi-materi dasar yang

dapat

diterapkan dalam

pelatihan komunikasi

tersebut

meliputi teori dasar

tentang komunikasi interpersonal,

tehnik pemahaman dan

pengembangan konsep diri,

tehnik

analisa

sasaran,

tehnik

menyusun

isi

pesan, tehnik

mendengar

aktif,

tehnik

memberi dan

menerima

umpan

balik, tehnik bersikap assertive, tehnik presentasi dan

tehnik

persuasi.

Selanjutnya

materi

dasar

tersebut

dapat dikembangkan

sesuai dengan kebutuhan

dan tujuan

pelatihan.

Faktor

lain

yang

cukup

memiliki

peranan

dalam

pembentukan dan pengembangan

kemampuan komunikasi pada

petugas

lapangan KB adalah faktor kepribadian daripaaa

petugas tersebut. Makin

menunjang kepribadian individu

tersebut

sebagai seorang

komunikator maka

akan makin

mampu

ia

melakukan komunikasi

secara

interpersonal.

Aspek kepribadian

yang

perlu dimiliki

dan

menunjang

keberhasilannya sebagai seorang komunikator antara lain

memiliki

potensi untuk

berhubungan dengan

orang lain

yang ditandai oleh adanya keinginan

untuk menyesuaikan

diri dengan

orang lain, memahami perasaan

orang lain,

bersikap

toleran , bersahabat dan

memiliki keinginan

untuk

menolong

orang

lain.

Disamping

itu

memiliki

potensi

persuasi yang

cukup

menunjang yang

ditandai

oleh

adanya potensi

untuk

mempengaruhi

orang

lain,

(46)

bersikap mandiri

atau tidak terpengaruh oleh orang

lain, memiliki keinginan yang tinggi untuk berhasil dan

usaha yang kuat

(kegigihan) untuk

mencapai apa

yang

diharapkan.

Oleh

karena itu

didalam proses seleksi

pegawai BKKBN

khususnya petugas

lapangan KB

aspek-aspek kepribadian

calon pegawai

perlu mendapat perhatian

sehingga dapat

diperoleh

calon pegawai yang memiliki kepribadian yang

menunjang

sebagai petugas

lapangan khususnya

sebagai

komunikator

dan

pengelola Program

KB

diwilayah

kerjanya.

3.

Memperhatikan

peranan

pelatihan

dengan

pendekatan

"Experiential

learning"

dan

peranan

kepribadian

terhadap

pembentukan

kemampuan

komunikasi

interpersonal,

maka

kedua faktor

tersebut

hendaknya

dapat dijadikan

pegangan dalam pengembangan strategi

pembinaan

prestasi petugas

lapangan KB

khususnya dan

sumber daya manusia lainnya dilingkungan BKKBN.

Sehingga

peningkatan prestasi

akan

lebih tampak

dan

pencapaian tujuan Gerakan KB akan lebih mudah tercapai.

o.

Bagi

penelitian

selanjutnya dan

pengembangan

teori-teori

dalam Pendidikan Luar Sekolah.

1.

Penelitian

ini

pada

dasarnya

merupakan

suatu upaya

untuk

mengetahui

sejauhmana

penerapan

pendekatan

(47)

komunikasi interpersonal bagi petugas lapangan KB.

Pendekatan

"Experiential

learning" ini

telah banyak

digunakan

oleh

para

ahli

pendidikan,

psikologi dan

manajemen diluar

negri dalam pelatihan-pelatihan yang

bertujuan

untuk

pengembangan

pribadi.

Sedangkan

penelitian-penelitian mengenai

"Experiential Learning"

di

Indonesia

masih

sangat terbatas

sehingga

jumlah

referensi yang ada pada

peneliti sangat terbatas. Oleh

karena

itu untuk

mengetahui

effektifitas

daripada

penerapan

pendekatan

"Experiential

learning"

dalam

pendidikan

orang

dewasa

perlu

dilakukan

penelitian

lebih lanjut dalam ruang lingkup yang lebih luas dengan

sasaran yang bervariasi

dengan dukungan referensi lain

yang

lebih

memadai

dan

dapat

memperkuat

hasil

penelitian

tersebut.

Selanjutnya

hasil

penelitian

tersebut

dapat

diaplikasikan

dalam

bentuk-bentuk

kegiatan

Pendidikan

Luar

Sekolah

lainnya

sebagai

penunjang

dalam

pengembangan

strategi

belajar

partisipatif

yang

telah

lama

dikembangkan

dan

diterapkan dalam lingkungan Pendidikan Luar Sekolah.

Dalam

penelitian

ini

jumlah

sample

yang

sangat

terbatas,

hal ini

disebabkan

karena jumlah

populasi

sampel

yang

memenuhi

karakteristik

sa

Gambar

GAMBAR DAN LAMPIRAN
gambaran yang lebih

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kemungkinan penggunaan daging buah alpukat sebagai substitusi krim pada es krim dan mempelajari pengaruhnya terhadap

Sebelum diberikan perlakuan, skor perilaku menghindar subjek berada pada skor 6, dengan perilaku yang ditunjukkan subjek adalah selalu menangis lebih dari 2 jam dan

RT-PCR menggunakan primer spesifik PeVYV berhasil mengamplifikasi fragmen DNA ~650 pb pada sampel dengan gejala berat, sedang, dan ringan yang menunjukkan gejala

Dalam rangka mengimplementasikan konsep Ajeg Bali di lingkungan sekolah berlandaskan nilai-nilai Tri Hita Karana seperti makna di atas, SMA Negeri 1 Ubud telah mengembangkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan coping stres s mahasiswa praktikan ditinjau dari jenis kelamin, mengetahui perbedaan bentuk coping stress PFC dan EFC dan

Kejadian seperti tidak menghadirkan diri akan berulangan ( Keith, 2002c ). Jika dilihat dalam konteks WILSP adalah penting untuk menyediakan satu &#34;

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa Wirid Hidayat Jati berisi ajaran delapan orang wali dari tanah Jawa, yang telah dikumpulkan menjadi satu.. Ajarannya terbagi

Profit yang diperoleh dari Walker and Company dari lini buku anak-anak setiap tahun tidak memberikan keuntungan yang maksimal karena perencanaan laba yang kurang