FAKTOR-FAKTOR PENENTU DALAM PEMBENTUKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL
(STUOJ ItNTANG PEIATIHAN SBAGAI BBfilKCKEGIATAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DAN KEPRIBADSAN PE1UGA3IAPANGAN KB)
TESIS
Diajukan ksspada Panitia Ujian Tests Snsiitut Keguruan dan llmu P«ndidikan Bandung
Unfuk memenuhi sebagian dan syarat Program Pasca Sarjana Bidang Pendidikan Luar Sekolah
WIWIEK IDARYATI Z
NIP : 9132347
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH TIM PEMBIMBING
PROF. DR. SUDARDJA ADIWIKARTA, MA
PEMBIMBING I
DR. BAMBANG SUWARNO, MA
PEMBIMBING II
PROF. DR. SUTARYAT TRISNAMANSYAH, MA
PEMBIMBING III
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
A B S T R A K
Penelitian yang berjudul - FAKTOR-FAKTOR PENENTU DALAM
PEMBENTUKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL" (Studi ten tang pelatihan sebagai bentuk kegiatan PLS dan kepribadian pada
petugas lapangan KB) ini disusun oleh Wiwiek Idaryati.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh masalah bahwa dalam
pelaksanaan Gerakan KB peranan komunikasi sangat pen ting. Melalui
komunikasi diharapkan partisipasi masyarakat dalam Gerakan KB
meningkat sehingga pencapaian tujuan Gerakan KB yaitu menurunkan
angka kelahiran dan melembagakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
sejahtera dapat tercapai. Keberhasilan komunikasi diantaranya
tergantung pada kemampuan petugas lapangan KB sebagai agen
perubahan. Salah satu bentuk komunikasi yang effektif adalah
komunikasi interpersonal. Pada kenyataannya masih banyak petugas
lapangan KB yang kurang effektif dalam melakukan komunikasi
sehingga tingkat drop out masyarakat untuk berpartisipasi dalam
Gerakan KB masih tinggi. Kemampuan seseorang petugas lapangan KB
untuk berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh kredibilitasnya yang
antara lain dapat terbentuk karena faktor pengalaman yang
diperoleh melalui pelatihan maupun karena faktor kepribadiannya.
Melalui metode quasi experiment dalam penelitian ini dengan
membina masyarakat untuk berpartisipasi dalam Gerakan KB, dan
bagaimana hubungan kemampuan tersebut dengan kepribadian yang
dimiliki. Sebagai responden dalam penelitian ini adalah petugas
lapangan KB dilingkungan BKKBN Kotamadya Bandung yang memenuhi
kriteria respondent yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaan
penelitian ini dilakukan pemeriksaan psikologi untuk mendapatkan
gambaran ten tang kepribadian responden, dan pelatihan dengan
menggunakan pendekatan "Experiential Learning". Untuk mengetahui
effektifitas pelatihan dilakukan test hasil belajar untuk melihat peningkatan pengetahuan dan observasi tingkah laku untuk melihat
peningkatan ketrampilan komunikasi interpersonal. Sesuai dengan
Jumlah sample penelitian yang kecil, maka pengolahan data
dilakukan dengan metode statistik non para metrik yaitu dengan
uji Wilcoxon untuk melihat pengaruh pelatihan terhadap
peningkatan kemampuan komunikasi interpersonal dan uji korelasi Rank Spearman untuk melihat hubungan antara kepribadian dan
kemampuan komunikasi interpersonal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
pelatihan dengan pendekatan experiential learning terhadap
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan komunikasi interpersonal, dan terdapat pula hubungan antara beberapa aspek-aspek kemampuan
tersebut dengan kepribadiannya. Hasil penelitian ini dapat
diterapkan dalam pengembangan sumber daya manusia terutama dalam sistem seleksi dan pembinaan tenaga. Dan pendekatan experiential learning dapat mendukung metode pelatihan partisipatif dalam
DAFTAR ISI
halaman
ABSTRAK i
RATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar belakang masalah 1
B. Identifikasi masalah 10
C. Maksud dan tuduan penelitian 11
D. Kegunaan penelitian 11
BAB II FAKTOR-FAKTOR PENENTU DALAM PEMBENTUKAN KEMAMPUAN
KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS LAPANGAN KB 13
A. Komunikasi interpersonal sebagai alat
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat 17 1. Konsep komunikasi interpersonal 17
2. Komunikasi sebagai alat peningkatan
partisipasi masyarakat 35
B. Pelatihan komunikasi interpersonal sebagai
bentuk kegiatan PLS 44
1. Pelatihan sebagai bentuk kegiatan PLS 44
2. Pengelolaan pelatihan 52
3. Model beladar "experiential learning. 59
C. Kepribadian komunikator 74
2. Peran motivasi dalam tingkah laku
interpersonal 79
3. Karakteristik kepribadian komunikator 87
D. Pengelolaan Program KB Nasional 91
1. Program KB Nasional 91
2. Petugas KB sebagai agen perubahan 95
E. Anggapan dasar dan hipothesis 100
BAB III METODE PENELITIAN 109
A. Metode dan rancangan penelitian 109
B. Populasi dan sample penelitian 113
C. Definisi operasional 113
D. Variabel penelitian 118
E. Instrumen penelitian 120
F. Pengumpulan data 142
G. Pengolahan data 155
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian 159
B. Pembahasan 183
BAB V KESIMPULAN DAN REK0MENDASI.
A. Kesimpulan 203
B. Rekomendasi 209
DAFTAR PUSTAKA.
[image:6.595.45.520.57.566.2]BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan
berkesinambungan yang pada hakekatnya bertuduan mendadikan
masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang sedahtera.
Kesedahteraan yang dimaksud mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia. Pembangunan menurut Prof.Drs. R.Bintarto merupakan
proses modernisasi yang mengantar masyarakat, bangsa dan negara
kedalam kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Salah satu aspek pembangunan Nasional adalah pembangunan
Keluarga Berencana. Di Indonesia Gerakan Pembangunan Keluarga
Berencana ini telah dikembangkan oleh Pemerintah sedak Th 1970
dan mempunyai tujuan ganda yaitu menekan angka kelahiran dan
menanamkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sedahtera (NKKBS). Pelaksanaan Gerakan Pembangunan Keluarga Berencana ini dilandasi oleh Garis Besar Haluan Negara Th 1988 yang isinya antara lain
berbunyi :
...pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk melalui Program KB mutlak harus dilaksanakan dengan berhasil,
karena kegagalan Keluarga Berencana akan mengakibatkan
hasil usaha pembangunan menjadi tidak berarti dan dapat
membahayakan generasi yang akan datang...
Memperhatikan perkembangan pembangunan Gerakan KB pada PJPT
I telah berhasil meletakkan kerangka landasan bagi upaya
kesejahteraan keluarga. Keberhasilan ini terlihat dari perubahan
yang cukup bermakna pada berbagai ciri kependudukan. Diantaranya
pada kondisi Jawa Barat pada saat ini yang telah mengalami
penurunan angka pertumbuhan penduduk sebesar 2,20 % pertahun pada periode 1990 - 1993, dan terdadinya penurunan angka jumlah bayi
yang dilahirkan oleh setiap wanita usia subur (TFR) dari keadaan
5,90 pada th 1970 mendadi 3,17 pada th 1994. Namun angka-angka
tersebut masih berada diatas angka pertumbuhan Nasional bahkan
diatas Propinsi-propinsi lainnya.
Keberhasilan suatu pembangunan sangat tergantung pada
partisipasi masyarakat, dimana masyarakat diharapkan dapat
memperbaiki dirinya sendiri dengan bantuan dari pemerintah. Hal
ini berarti masyarakat diharapkan memiliki kemampuan untuk tumbuh
dan berkembang atas kekuatannya sendiri. Didalam pembangunan
Keluarga Berencana pada PJPT pertama partisipasi masyarakat lebih
diarahkan pada kesertaannya mendadi peserta KB, tetapi pada tahap
selandutnya masyarakat diharapkan mampu pula berpartisipasi
secara mandiri mendadi peserta dan pengelola program pembangunan
tersebut.
Tingkat pencapaian peserta KB di Jawa Barat hingga tahun 1994 menurut SDKI 1994 telah mencapai 51% dari Pasangan Usia
subur sebanyak 7.400.300. Dengan penggunaan alat kontrasepsi yang
tertinggi adalah Suntikan yaitu 40,02% dan Pil yaitu 31,93 % sedangkan peserta KB dengan alat kontrasepsi yang effektif masih sangat rendah yaitu 28,05 %. Hal tersebut dapat dipahami apabila
out dari partisipasi masyarakat dalam Gerakan KB setiap tahun
masih cukup tinggi. Selama bulan April 1994 sampai dengan bulan
Desember 1994 menundukkan bahwa angka drop out peserta KB di
Propinsi Jawa Barat mencapai 14 % dari dumlah peserta KB aktif.
Kondisi tersebut merupakan salah satu tantangan yang harus
dihadapi dalam pengelolaan Gerakan KB, disamping faktor kendala
lainnya seperti faktor kesehatan, faktor psikologis, sosiologis
maupun faktor geografis.
Menurut Rogers (1971) partisipasi masyarakat dalam suatu
kegiatan yang bersifat inovatif akan sangat ditentukan oleh
tingkat kesadaran serta sikapnya terhadap kegiatan tersebut.
Upaya untuk merubah kesadaran (pengetahuan) dan sikap dalam
kaitannya dengan ide baru tersebut adalah melalui upaya
komunikasi khususnya upaya difusi inovasi. Dari kondisi tingginya
angka drop out dan penggunaan jenis kontrasepsi diatas
menundukkan bahwa partisipasi masyarakat untuk mendadi peserta KB
belum diikuti dengan kesadaran yang tinggi. Permasalahan tersebut
berkaitan dengan pendapat seorang tokoh yaitu David Krech, et al.
(1962. 225) yang mengemukakan bahwa :
Attitude change is brought about through exposure to additional information, changes in the group
affiliations of the individual, enforced modification
of behavior toward the obdect, and through procedures which change personality. The direction and degree of
attitude change induce by information is function of situational factor and of the source, medium, form and
content of information
Uraian tersebut mendelaskan bahwa komunikasi dalam
peranannya sebagai alat atau media penyampaian informasi untuk
perubahan sikap sangat menentukan keberhasilannya. Hal ini
berarti bahwa dalam upaya
membina masyarakat untuk merubah sikap
dan
meningkatkan
partisipasinya .komunikasi
mempunyai
peranan
yang berarti. Dilihat dari definisi dan tuduan
yang akan dicapai
maka proses penyebar luasan informasi mengenai Gerakan KB ini
dapat merupakan suatu proses difusi inovasi apabila informasi
tersebut merupakan hal baru bagi individu dan merupakan proses
komunikasi persuasif apabila informasi tersebut telah diketahui .
Upaya komunikasi dalam pengelolaan Gerakan KB di Indonesia
mendadi bagian yang sangat penting dan telah dilaksanakan dan
dikembangkan
oleh dadaran BKKBN
bersama masyarakat
, disamping
kegiatan pelayanan KB dan pencatatan serta pelaporan hasil
pelaksanaan Gerakan KB. Kegiatan komunikasi ini dilakukan baik
secara langsung melalui tatap muka dengan masyarakat maupun
secara tidak langsung melalui media electronik dan non
electronik. Sesuai dengan perkembangan Gerakan KB dewasa ini
kegiatan komunikasi yang telah dilakukan diberbagai tlngkatan
oleh para pengelola Gerakan KB tidak hanya bertuduan untuk
menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi mendadi peserta KB
dan mendadi pengelola Gerakan KB diwilayahnya. Tetapi diharapkan
duga pada upaya pembinaan yang diarahkan pada peningkatan
kemandirian masyarakat.
Didalam proses perubahan sosial yang menuntut partisipasi
masyarakat peranan agen perubahan sangatlah penting. Agen
perubahan adalah individu atau institusi yang diharapkan mampu
berkomunikasi dengan masyarakat untuk merubah sikap dan
dapat berasal dari instansi yang memiliki inovasi atau dari
masyarakat itu sendiri.
Dalam pengelolaan Gerakan KB ,petugas lapangan KB (PLKB)
diharapkan mampu mendadi agen perubahan. Sehingga tugas dan
fungsi petugas lapangan KB (PLKB) mencakup kegiatan : 1).
pendekatan terhadap tokoh masyarakat baik tokoh formal maupun
informal yang ada diwilayahnya, 2).menyusun perencanaan
pengelolaan Gerakan KB diwilayahnya bersama masyarakat,3).
memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik secara individual
maupun kelompok untuk mendadi peserta KB maupun mendadi pengelola Gerakan KB , 4).membina masyarakat untuk mendadi pengelola Gerakan KB diwilayahnya, 5).melakukan koordinasi dengan instansi lain, 6).memberikan pelayanan KB dan, 7).melaksanakan pencatatan dan pelaporan hasil pengelolaan Gerakan KB diwilayahnya.
Memperhatikan tugas dan fungsi tersebut, tampaknya komunikasi
mendadi aspek penting yang menentukan keberhasilan seorang
petugas lapangan KB (PLKB) dalam mendalankan tugasnya. Oleh
karena itu petugas lapangan KB (PLKB) dapat pula dikatakan
sebagai agen perubahan, penyuluh atau komunikator pembangunan.
Berdasarkan hasil penilaian pihak BKKBN yang dilaksanakan bersama Universitas Paddadjaran (UNPAD) diperoleh temuan bahwa pada umumnya para petugas lapangan KB sebagai penyuluh KB lebih sering melakukan komunikasi yang bersifat individual
(interpersonal communication) daripada komunikasi kelompok atau
massa. Karena melalui komunikasi individual akan lebih mudah
itu masyarakat menganggap dengan komunikasi individual mereka
merasa lebih akrab sehingga permasalahan yang sifatnya pribadi
dapat dipecahkan dan waktunya dapat disesuaikan dengan kesempatan yang dimiliki sehingga tidak merasa terganggu. Tetapi berdasarkan hasil analisa penilaian Gerakan Pembangunan Keluarga Berencana
yang dilakukan oleh BKKBN terhadap pelaksanaan kegiatan
komunikasi (KIE) diketahui bahwa ternyata pengetahuan masyarakat tentang Gerakan KB sudah cukup tinggi, tetapi tidak ditundang
oleh sikap dan perilakunya.
Hal ini menundukkan bahwa pelaksanaan kegiatan komunikasi yang
dilakukan oleh para petugas maupun pengelola baik melalui
komunikasi massa, komunikasi kelompok maupun komunikasi
individual belum menundukkan keberhasilan.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh FXA.Ins Semendison, dkk (1991) terhadap penampilan pe.tugas KB dalam
penyuluhan menundukkan penilaian yang bersifat negatif , dan hal
tersebut dianggap sebagai penyebab ketidak berhasilan pelaksanaan
KIE atau penyuluhan tentang Gerakan Pembangunan Keluargan
Barencana. Pendapat tersebut diantaranya adalah :
Dalam melakukan penyuluhan atau KIE para petugas KB tidak memberikan informasi yang lengkap dan delas terutama mengenai effek samping daripada kontrasepsi sehingga sering menimbulkan keragu-raguan pada sasaran. Disamping itu materi penyuluhan yang diberikanpun kurang bervariasi
sehingga terkesan para petugas kurang mempunyai
wawasan yang luas mengenai Program KB dan kurang memahami kondisi masyarakat
media/alat peraga penyuluhan.
Pendekatan yang dilakukan oleh para petugas masih bersifat koersif dan membohongi terutama pada masyarakat yang berpendidikan rendah, sehingga kesertaan mereka dalam Gerakan KB karena paksaan, tidak didasari oleh kesadaran yang tinggi. Dan ada kecenderungan bahwa para petugas selalu menghindar dari keluhan-keluhan yang diungkapkan oleh masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas maka diasumsikan bahwa untuk
mengembangkan kemampuan seorang petugas KB untuk mendadi
seorang
komunikator yang berhasil maka perlu memperhatikan faktor
ketrampilan dan kepribadian komunikator
. Hal ini ditundang oleh
pendapat Ross (1974; 57) yang mendelaskan bahwa didalam proses
komunikasi
faktor kepribadian ,kecerdasan , pengalaman dan sikap
seorang komunikator sangat menentukan keberhasilannya, terutama
sangat mempengaruhi kemampuannya dalam mengolah dan menyampaikan
isi pesan kepada orang lain. Hal ini t.ertuang dalam definisi
komunikasi yang dikemukakannya :
Communication as a transactional process involving a
cognitive, selecting and sharing of symbols in such a
way as to help another elicit from his own experience a
meaning or response similar to that intended by the
source.
Demikian pula Jalaludln (1992; 32) menyatakan bahwa faktor
kepribadian sangat menentukan kemampuan seorang komunikator
diantaranya adalah aspek kecerdasan, kemampuan persepsi, konsep
diri, sikap atraktive, motivasi dan kemampuan interaksi sosial.
Agar para petugas KB berhasil mendadi seorang komunikator
atau penyuluh Gerakan Pembangunan Keluarga Berencana yang
kredibilitasnya dapat diandalkan maka perlu upaya pembinaan dan
pengembangan baik melalui proses pembeladaran yang bersifat
formal maupun non formal. Hal ini ditundang oleh pendapat Maureen
Guirdham (1990, 8) yang menyatakan bahwa tingkah laku komunikasi
interpersonal dipengaruhi oleh faktor beladar yang diperoleh
individu tersebut baik beladar tentang nilai-nilai, pengetahuan,
sikap maupun ketrampilan, disamping faktor kondisi sosial dimana
individu tersebut berada seperti faktor budaya, status sosial,
llngkungan keluarga, lingkungan teman, lingkungan pekerdaan dan
duga faktor media massa.
Upaya pembinaan atau pengembangan dapat diberikan melalui
berbagai kegiatan Pendidikan Luar Sekolah diantaranya adalah
pendidikan orang dewasa (adult Education) yang bertuduan untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kepribadiannya.
Menurut Suddana (1991 ; 75) salah satu bentuk Pendidikan Orang
Dewasa yang bertuduan untuk mengembangkan kemampuan sumber daya
manusia yang telah melakukan pekerdaan atau suatu kegiatan
sukarela dimasyarakat yang dilakukan dilingkungan lembaga-lembaga
pemerintahaan maupun non pemerintah adalah bentuk Pendidikan Landutan (Continuing Education). Pendidikan Landutan ini
dilakukan berdasarkan adanya tuntutan pekerdaan atau kegiatan
yang mengharuskan setiap orang untuk mengembangkan diri untuk
mencapai efisiensi dan efektivitas kerda, dan duga karena
tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Upaya Pendidikan Landutan bagi para petugas Keluarga Berencana dilingkungan Lembaga BKKBN telah banyak diselenggarakan
mampu mengelola Gerakan Pembangunan KB dilingkungan wilayah
kerdanya. Upaya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petugas
Keluarga Berencana dalam bidang komunikasi (KIE) ini merupakan
bagian dari pendidikan dan pelatihan dasar bagi petugas Keluarga
Berencana dengan menggunakan kurikulum yang bentuknya telah
terstruktur. Dilihat dari tuduan beladar yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam berkomunikasi dan memotivasi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam Gerakan KB. Untuk mencapai tuduan beladar tersebut maka materi yang dibahas mencakup teori tentang komunikasi dan motivasi, tehnik menyusun isi pesan, tehnik analisa sasaran, dan tehnik mengembangkan media komunikasi. Sedangkan metode yang banyak digunakan dalam proses beladar mengadar tersebut adalah metode ceramah, studi kasus, penugasan dan simulasi atau role play. Didalam pelatihan tersebut digunakan pula berbagai media beladar, tetapi waktu dan kedalaman pembahasan setiap materi sangat terbatas.
sasaran. Isi pesan yang terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai
dengan kondisi sasaran. Serta terlihat kurangnya perhatian para
petugas untuk mau mendengarkan dan memahami keluhan-keluhan
sasaran.
Program pelatihan dengan menggunakan pendekatan
"Experiential learning" yang menltik beratkan pada pengembangan
pribadi dapat merupakan salah satu model beladar yang diharapkan
cukup memadai untuk mengatasi masalah tersebut dan mengembangkan
kemampuan petugas lapangan KB dalam berkomunikasi. Dengan
pendekatan "Experiential learning" seseorang akan beladar melalui penghayatan langsung atas pengalaman yang didalani.
Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut diatas maka
dirasakan perlu untuk meneliti sedauhmana pengaruh suatu
pelatihan sebagai bentuk kegiatan pembeladaran pada Pendidikan
Luar Sekolah khususnya program pelatihan dengan menggunakan
pendekatan "Experiential learning" sebagai suatu model beladar
yang dapat mempengaruhi peningkatan pengetahuan dan ketrampilan
petugas KB dalam berkomunikasi dengan masyarakat dan sedauhmana
hubungan kepribadian seorang petugas KB dengan kemampuan dirinya
untuk berkomunikasi secara interpersonal dalam upaya menggerakkan dan membina masyarakat untuk berpartisipasi dalam Gerakan KB.
Sasaran penelitian ini adalah para petugas lapangan KB yang
B. Identifikasi Masalah.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar
belakang masalah, maka yang mendadi masalah utama dalam
penelitian ini adalah "Sedauhmana faktor pelatihan sebagai bentuk
kegiatan pembeladaran PLS dan faktor kepribadian dalam menentukan
pembentukan kemampuan komunikasi interpersonal Petugas KB
sehingga mampu membina masyarakat untuk berpartisipasi dalam
Gerakan KB ?
Secara lebih terperinci masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sedauhmanakah pengaruh pelatihan sebagai bentuk kegiatan
pembeladaran PLS dengan pendekatan "Experiential learning"
terhadap peningkatan kemampuan petugas lapangan KB dalam komunikasi" interpersonal ?
2. Sedauh manakah hubungan antara kepribadian petugas lapangan
KB dengan kemampuan komunikasi interpersonal ?
C. Maksud dan tuduan penelitian.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh model pelatihan komunikasi interpersonal dan mendapat gambaran yang lebih tepat serta pemahaman yang lebih luas tentang sedauhmana pengaruh pelatihan sebagai bentuk kegiatan pembeladaran PLS terhadap peningkatan kemampuan petugas lapangan KB tentang kemampuan
komunikasi interpersonal, dan bagaimana hubungan kemampuan
komunikasi interpersonal tersebut dengan kepribadiannya.
Untuk maksud tersebut maka tuduan penelitian ini diarahkan
[image:17.595.32.519.80.679.2]pada 3 (tiga) hal yaitu :
1. Menelaah pengaruh pelatihan dengan pendekatan "Experiential
learning" terhadap peningkatan kemampuan petugas KB dalam
komunikasi interpersonal.
2. Mempeladari hubungan kepribadian dengan kemampuan petugas KB
dalam berkomunikasi secara interpersonal.
3. Mendapatkan model pelatihan komunikasi dalam rangka
pembinaan prestasi petugas KB.
D. Kegunaan Penelitian.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan
mempunyai kegunaan sebagai berikut :
1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini
diharapkan berguna untuk pengembangan metode-metode beladar
dalam Pendidikan Luar Sekolah dan pengembangan teori-teori
Psikologi Komunikasi khususnya mengenai peranan kepribadian
terhadap kemampuan komunikasi.
2. Dari segi guna laksana, hasil penelitian ini sebagai bahan
masukan bagi para pimpinan dilingkungan BKKBN untuk proses
pengembangan dan pembinaan tenaga Program KB, khususnya
dalam pengelolaan pelatihan KIE dan pembinaan terhadap
^ ~*«
l\ ^ ^
^ •£-*' ^y.y*. y <•(
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode dan rancangan
penelitian, populasi dan sample penelitian, variabel penelitian
dan definisi operasional, instrumen penelitian, pengumpulan data
penelitian, dan tehnik analisa data.
A. Metode dan Rancangan penelitian.
Sesuai dengan judul dan tujuan penelitian yang telah
dikemukakan pada bab sebelumnya, maka metode yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah Metode Eksperimen. Menurut Nana
Sudjana dan Ibrahim. (1989. 19) metode eksperimen merupakan suatu
metode yang mengungkap hubungan antara dua variabel atau lebih ,
atau mencari pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya.
Metode eksperimen ini bersifat prediktif, dimana ada suatu
hipotesis atau lebih yang diajukan dan menyatakan sifat dari
hubungan variabel yang diharapkan. Dalam penelitian ini secara
sengaja dan sistematik dibuat suatu variabel perlakuan
(manipulasi) dalam suatu peristiwa alamiah, kemudian konsekwensi
dari perlakuan tersebut diamati.
Lebih landut Nana Sudjana dan Ibrahim menjelaskan bahwa ada 3
ciri pokok penelitian eksperimen yaitu :1).Adanya variabel bebas
yang dimanipulasikan ;2).adanya pengendalian/pengontrolan semua
variabel lain kecuali variabel bebas ;3).adanya pengamatan
bebas.
Tetapi dalam penelitian ini eksperimen yang digunakan bukanlah merupakan penelitian eksperimen murni karena mengingat tidak
mungkin menempatkan subjek penelitian dalam situasi laboratorium
murni yang sama sekali memisahkan subjek dari lingkungan
sosialnya selama diberi perlakuan eksperimental. Atas dasar
alasan diatas maka dipilih metode penelitian kuasi eksperiment
atau eksperimen semu, dengan metode ini pengontrolan disesuaikan
dengan kondisi yang ada (situasional).
Sedangkan rancangan atau design penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Design Pretest - Posttest One Group.
Jadi hanya menggunakan satu kelompok eksperimen. Pemilihan
design ini sesuai dengan judul penelitian, dimana aspek
kepribadian menjadi salah satu variabel yang akan diteliti. Dan
karena individu memiliki ciri kepribadian yang khas maka tidak
mungkin dibentuk kelompok kontrol yang subjeknya memiliki ciri
kepribadian yang sama dengan subjek pada kelompok eksperimen.
Sesuai dengan pendapat Nana Sudjana dan Ibrahim dengan design ini
dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Memberikan pretest untuk mengukur variabel terikat sebelum
perlakuan diberikan (Pretest); 2) Memberikan perlakuan eksperimen
kepada para subjek (Variabel X); dan 3) Memberikan test lagi
untuk mengukur variabel terikat, setelah perlakuan (Posttest).
Perbedaan-perbedaan yang disebabkan karena penerapan perlakuan
eksperimen ditentukan dengan membandingkan skor-skor pretest dan
psot test yang dihasilkan dari alat ukur yang sama.
Design tersebut dapat digambarkan sebagai berikut
Pretest Perlakuan (manipulasi)
Posttest
XI
X2
Dengan rancangan ini tidak dilakukan kontrol penuh terhadap semua
variabel independent. Tetapi walaupun demikian ,variabel-varlabel
yang dikontrol
dalam penelitian ini
hanya mencakup
aspek-aspek
sebagai berikut :
a.
Homogenitas sasaran yaitu pegawai negri BKKBN dengan jabatan
sebagai petugas lapangan KB.
b.
Usia
sasaran
adalah
tergolong dewasa
dengan
batas
usia
antara 25 - 30 tahun.
c. Mempunyai tingkat pendidikan Sarjana.
d.
Pengalaman kerja sebagai petugas lapangan KB baru dijalankan
selama kurang lebih 3 tahun.
e. Telah mengikuti pelatihan dasar.
Yang
menjadi variabel
bebas atau
variabel eksperimen/perlakuan
dalam penelitian ini
adalah kegiatan pelatihan komunikasi
antar
pribadi
dengan
menggunakan
metode
pendekatan
"Experiential
learning".
Sedangkan
yang menjadi
variabel terikat adalah
kepribadian dan
kemampuan petugas
lapangan KB
dalam melakukan komunikasi
antar
pribadi.
Oleh
karena
itu
faktor-faktor
yang
diukur
sebelum
treatment (Pretest) mencakup :
2). Pengetahuan petugas KB tentang komunikasi interpersonal.
3). Ketrampilan petugas KB tentang komunikasi interpersonal.
Dan faktor-faktor yang diukur setelah treatment (Post test)
mencakup :
1). Pengetahuan petugas KB tentang komunikasi interpersonal.
2). Ketrampilan petugas KB tentang komunikasi interpersonal.
3). Tingkah laku petugas KB dalam kaitannya dengan pelaksanaan
tugas dan fungsinya.
Dengan demikian prosedur penelitian ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1). Tahap pre test atau sebelum perlakuan dilakukan kegiatan :
a). Pemeriksaan psikologi terhadap sasaran untuk
mendapatkan data mengenai karakteristik kepribadian
sasaran penelitian.
b). Test pengetahuan awal tentang komunikasi interpersonal.
c). Observasi ketrampilan awal tentang komunikasi
interpersonal.
2). Tahap eksperiment atau perlakuan dilakukan pelatihan dengan
menggunakan metode "Experiential learning".
3). Tahap post test atau setelah perlakuan dilakukan kegiatan :
a). Test pengetahuan akhir tentang komunikasi
interpersonal.
b). Observasi ketrampilan akhir tentang komunikasi
interpersonal.
c). Observasi tingkah laku sasaran penelitian dalam
pelaksanaan
tugas
dan
fungsinya,
terutama
dalam
melakukan pendekatan pada
tokoh masyarakat, penyuluhan
individu pada sasaran Program KB dan pembinaan kelompok
institusi masyarakat.
B. Populasi dan sampel penelitian.
Populasi penelitian
ini adalah seluruh petugas
KB yang ada
diKotamadya
Bandung khususnya yang memiliki karakteristik sampel
seperti
telah
diuraikan
pada
halaman
94.
Populasi
tersebut
berjumlah 20 orang. Mengingat penelitian ini
merupakan penerapan
suatu
model
pengembangan
pribadi
dengan
menggunakan
metode
'Experiential learning",
Seperti
telah diuraikan
sebelumnya
,
maka penerapan perlakuan ini
menuntut jumlah peserta dalam skala
kecil.
Dengan demikian jumlah populasi yang ada seluruhnya dapat
digunakan sebagai responden penelitian.
C. Definisi operasional.
Dengan mengacu
pada judul
dan tujuan penelitian
ini, maka
dapat
diuraikan
mengenai
beberapa
definisi
operasional
dari
variabel-variabel yang akan diteliti.
1.
Pelatihan dengan pendekatan "Experiential Learning"
Yang dimaksud
dengan Pelatihan sebagai bentuk
kegiatan PLS
dalam
penelitian
ini
adalah
suatu
kegiatan
proses
belajar
mengajar
yang
dilaksanakan
dalam
waktu
yang relatif
singkat
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan
pengetahuan,
sikap
dan
antar
pribadi.
Proses
belajar
mengajar
dalam
pelatihan
ini
menggunakan
pendekatan
"Experiential
learning"
yaitu
proses
belajar
melalui pengalaman. Dan
penerapannya disesuaikan dengan
tahapan
experiential
learning
seperti
telah
dijelaskan
pada
halaman
64. Didalam prosesnya, dengan pengalaman yang diciptakan
melalui tehnik belajar mengajar
tersebut diatas seorang
petugas
KB
diharapkan
dapat
mengungkapkan kembali
perasaannya,
dapat
mengenai sendiri hal-hal yang positif (kelebihan) dan hal-hal
yang negatif (kekurangan)
dari penampilan
atau tingkah
lakunya
dalam berkomunikasi
dengan orang lain, dan
dapat menerima umpan
balik untuk memperbaiki kelemahannya.
Dengan
mengacu
pada
definisi
diatas
maka
pelatihan
komunikasi
interpersonal
dengan
pendekatan
"Experiential
learning" dalam
penelitian ini
dapat diukur
dengan
pertanyaan-pertanyaan mengenai : a. Pencapaian tujuan pelatihan, b. Materi
pelatihan, c. Metoda pelatihan, d. Media pelatihan, e. Peran dan
penampilan pelatih/fasilitator dalam pelatihan, f.
Penyelenggaraan
latihan,
dan
g.
Manfaat
pelatihan
bagi
pelaksanaan tugas.
2. Aspek kepribadian.
Yang dimaksud dengan aspek kepribadian adalah potensi
kepribadian
yang.
mempengaruhi
kemampuan
seorang
petugas
KB
sebagai
komunikator.
Aspek-aspek
tersebut
meliputi
potensi
kecerdasannya
; potensi
kemampuannya
untuk melakukan
hubungan
antar pribadi; dan potensi tentang kemampuan persuasif.
Aspek kepribadian
seorang petugas lapangan KB
ini diukur dengan
melihat :
a.
Potensi kecerdasan (Intelegensi) yang diukur dengan
skor IQ
atau tingkat kecerdasannya.
b.
Potensi tentang kemampuan hubungan antar pribadi yang diukur
dengan
melihat keinginannya untuk
menyesuaikan diri dengan
orang lain
; keinginannya untuk bersikap
hangat (empathy);
keinginannya
untuk
bersikap toleran
terhadap
orang lain;
keinginannya
untuk
bekerjasama
dan
keinginannya
untuk
membantu orang lain.
c.
Potensi
tentang
kemampuan
persuasif
yang
diukur
dengan
melihat
keinginannya
untuk mendominasi
atau
mempengaruhi
orang lain; keinginannya untuk bersikap mandiri atau tidak
terpengaruh oleh orang lain; keinginannya untuk berusaha
sebaik
mungkin;
dan
keinginannya
untuk
berusaha
dengan
sungguh-sungguh.
3. Kemampuan komunikasi.
Yang dimaksud dengan kemampuan komunikasi dalam penelitian
ini adalah kemampuan seorang petugas KB untuk berkomunikasi
secara pribadi dengan lingkungan kerjanya yang meliputi:
a).
Masyarakat diwilayah kerjanya yang terdiri dari PUS,Generasi
Muda, Balita,
Lansia dan
institusi-institusi masyarakatnya
seperti
Pos KB Desa, PKK RW dan RT, Kader Dasa Wisma, serta
tokoh-tokoh masyarakatnya (Ulama, Guru,dsb)
Kepala Desa beserta seluruh aparat Desanya. c). Instansi-instansi terkait didaerah kerjanya.
Untuk berhasil dalam berkomunikasi dengan sasaran tersebut
diatas maka kemampuan komunikasi yang perlu dimiliki meliputi :
a). Kemampuan menganalisa sasaran yaitu kemampuan untuk
mengamati dan memahami tentang kondisi atau latar belakang
sasaran dan setiap pernyataan-pernyataan yang diungkapkan
secara verbal maupun non verbal,
b). Kemampuan mendengar aktif yaitu kemampuan untuk melihat dan
mendengarkan secara aktif setiap pernyataan yang diungkapkan
oleh sasaran.
c). Kemampuan menyusun dan menyampaikan isi pesan yang sesuai
dengan kondisi sasaran.
d). Kemampuan berperilaku assertive yaitu kemampuan untuk
bersikap jujur atau terbuka terhadap orang lain dengan tetap
menghargai dirinya serta menghargai orang lain,
e). Kemampuan memberi umpan balik pada sasaran yaitu kemampuan
untuk menjelaskan kembali tentang apa yang telah diamati dan
dianalisa oleh sasaran tentang penampilan objek
komunikasinya.
f). Kemampuan melakukan presentasi yaitu kemampuan untuk
menyampaikan suatu pesan atau ide secara effektif kepada
sasaran komunikasi.
g). Kemampuan melakukan persuasi yaitu kemampuan untuk
mempengaruhi atau membujuk sasaran komunikasi agar dapat
menerima ide dan merubah sikapnya sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh komunikator.
Dengan demikian berdasarkan definisi diatas maka kemampuan
komunikasi interpersonal seorang petugas lapangan KB dapat diukur
dengan melihat pengetahuan dan ketrampilannya tentang komunikasi
interpersonal.
Pengetahuan komunikasi interpersonal diukur dengan test
hasil belajar yang mencakup : Pengetahuan tentang konsep
komunikasi interpersonal, teori konsep diri, teori analisa
sasaran, teori tehnik mendengar aktif, teori tehnik assertive,
teori tehnik umpan balik, teori penyusunan isi pesan, teori
i
tehnik presentasi, dan teori tehnik persuasi.
Sedangkan ketrampilan komunikasi interpersonal diukur dengan melakukan observasi tentang : Ketrampilan analisa sasaran, Ketrampilan mendengar aktif, Ketrampilan bersikap assertif,
Ketrampilan menyusun isi pesan, Ketrampilan umpan balik,
Ketrampilan presentasi, Ketrampilan persuasi.
4. Petugas KB
Petugas KB adalah pegawai negri BKKBN yang berada ditingkat
Desa dan mempunyai tugas dan fungsi mengelola dan melaksanakan
Program KB didaerahnya. Secara lebih terperinci tugas dan fungsi
Petugas KB adalah sebagai berikut :
a). Melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat.
b). Menyusun rencana kerja dan membuat kesepakatan dengan
tokoh-tokoh maupun masyarakat didaerahnya.
KB dan program integrasi lainnya.
d).
Melakukan
penyuluhan
pada
masyarakat
maupun
institusi-institusi masyarakat untuk menjadi pengelola Program KB
didaerahnya.
e). Melakukan pembinaan kepada masyarakat untuk tetap menjadi
peserta KB maupun menjadi pengelola Program KB didaerahnya
secara mandiri.
f). Melakukan koordinasi dengan dinas atau instansi terkait
seperti Kesehatan atau Penerangan untuk memberikan pelayanan
pada masyarakat.
g). Memberikan pelayanan KB kepada masyarakat.
h).
Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan didaerahnya.
Keberhasilan petugas lapangan KB dalam menjalankan tugas dan
fungsinya antara lain diukur dengan melihat pencapaian peserta KB
diwilayah kerjanya, serta angka drop out (DO) peserta KB
diwilayahnya.
D. Variabel penelitian
Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu "Faktor-faktor
penentu dalam pembentukan kemampuan komunikasi interpersonal"
(Studi tentang pelatihan sebagai bentuk kegiatan Pendidikan Luar
Sekolah dan kepribadian petugas lapangan KB), serta sesuai pula
dengan rancangan penelitian dan definisi operasional tersebut
diatas maka yang menjadi :
1. Variabel bebas (independent variabel) adalah : Kegiatan
Pelatihan dengan penerapan pendekatan "experiential
learning" dalam pelatihan komunikasi interpersonal.
Aspek-aspek pelatihan ini meliputi :
1). Pencapaian tujuan pelatihan.
2). Materi pelatihan. 3). Metoda pelatihan. 4). Media pelatihan.
5). Sikap dan ketrampilan pelatih/fasilitator dalam
pelatihan.
6). Penyelenggaraan latihan.
7). Manfaat pelatihan bagi pelaksanaan tugas.
Variabel intervening yaitu
kepribadian petugas lapangan
KB
meliputi :
1). Intelegensi umum.
2). Potensi kemampuan komunikasi interpersonal .
3). Potensi kemampuan persuasif.
Variabel
terikat
(dependent
variabel)
yaitu
kemampuan
komunikasi dari petugas KB meliputi pengetahuan dan
ketrampilan petugas mengenai aspek-aspek sebagai berikut:
a). Pemahaman tentang konsep komunikasi interpersonal,
b). Konsep diri petugas.
c). Kemampuan analisa sasaran.
d). Kemampuan mendengar aktif.
e). Kemampuan bersikap assertive,
f). Kemampuan untuk melakukan umpan balik.
g). Kemampuan menyusun isi pesan.
i). Kemampuan persuasi.
E. Instrumen penelitian.
Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi :
1. Alat ukur kepribadian yang terdiri dari alat ukur
intelegensi (IQ) dan alat ukur motivasi atau kebutuhan
responden. Alat ukur intelegensi yang digunakan adalah alat
ukur yang telah baku yaitu Intelegensi Struktur Test (1ST)
yang dikembangkan oleh Armthaeur. Sedangkan alat ukur
kepribadian atau motivasi digunakan alat ukur yang telah
baku yaitu Edward
Personal Preference Schedule
(EPPS) yang
dikembangkan oleh Allen L Edward.
2. Alat ukur kemampuan komunikasi interpersonal yang terdiri
dari soal test hasil belajar dalam bentuk test objektif dan
alat observasi tingkah laku komunikasi interpersonal.
3. Kurikulum pelatihan komunikasi interpersonal dan satuan
pelajaran.
4. Angket mengenai pendapat sasaran tentang proses belajar
mengajar dengan menggunakan pendekatan "Experiential
learning" untuk bahan evaluasi tentang proses pelatihan.
5. Daftar pertanyaan tentang identitas diri sasaran penelitian.
ad.1.Alat ukur kepribadian.
Alat ukur kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini
telah diteliti validitas dan reliabilitasnya , dan terdiri dari :
a. -Alat ukur ISL ( Intelegensia Structure Test)
Alat
ukur 1ST yaitu
alat ukur baku
yang dikembangkan oleh
Rudolf
Amthauer
untuk
mengetahui
tingkat
kecerdasan
(IQ)
seseorang dan telah diuji kesahihannya. Alat ukur ini dilandasi
teori dari Thurstone yang
berpendapat bahwa tingkat
intelegensi
seseorang merupakan struktur keseluruhan dari struktur khusus
yang
dinamakan
ability
atau
kemampuan.
Berdasarkan
pendapat
tersebut maka Amthauer membagi 1ST menjadi 9 (sembilan) sub test,
dimana setiap sub test berkorelasi dengan hasil keseluruhan.
Sub test tersebut terdiri dari :
1). Test melengkapi kalimat atau Satzerganzung (SE)
Test ini untuk melihat kemampuan seseorang dalam membuat
keputusan (kesimpulan), menggunakan akal sehatnya, kebebasan
berpikir dan melihat kemampuan berpikir konkrit praktis.
2). Test memilih kalimat atau Wortnuswal (WA).
Test ini bertujuan melihat kemampuan untuk memahami arti
kata-kata, rasa bahasa, berpikir induktif melalui bahasa.
3). Test analogi atau Analogien (AN).
Test ini bertujuan melihat kemampuan mengkombinasikan atau
menghubungkan satu hal dengan hal yang lain, melihat
kemampuan memahami dan mengartikan hubungan-hubungan, serta
kelincahan atau fleksibilitas berpikir.
4). Test persamaan atau Gemeinsamkeiten (GE).
Test
ini
bertujuan
melihat
kemampuan
abstraksi
bahasa,
menggunakan bahasa.
5). Test mengingat atau Merkaufgaben (ME).
Test ini bertujuan melihat kemampuan mengingat
dalam jangka
waktu yang panjang.
6).
Test persoalan berhitung atau Rechen Mufgaben (RA). Test ini
bertujuan
melihat
kemampuan berfikir
menghitung
praktis,
matematik, daya nalar dan berfikir untuk menyimpulkan.
7).
Test deret angka atau Zachlenreihen (ZR).
Test
ini
bertujuan
melihat
kemampuan
berfikir numerikal
secara teoritik,
kemampuan berfikir induktif
dengan angka,
serta kelincahan dan fleksibilitas berfikir.
8).
Test memilih bentuk atau Form Auswhl (FA).
Test
ini
bertujuan
melihat
kemampuan
membayangkan
atau
sinthesa, dan kemampuan berfikir menyeluruh.
9). Test kubus atau Wurfet Mufgaben (WU).
Test
ini
bertujuan
untuk melihat
kemampuan
membayangkan
ruang (abstraksi analitis), kemampuan perencanaan dan
kemampuan tehnis konstruktif.
Total
nilai
yang
diperoleh
dari
setiap
sub
test
dan
keseluruhan (Raw
Score) di
perbandingkan dengan standart
nilai
yang ada untuk memperoleh nilai akhir (Weighted Score). Standart
nilai yang digunakan berdasarkan
tingkat pendidikan sasaran. Dan
nilai
akhir
keseluruhan
yang
telah diberi
bobot
menunjukkan
tingkat kecerdasan (IQ) dari individu tersebut.
Dari
tingkat kecerdasan
yang
diperoleh dapat
digolongkan
sebagai berikut :
IQ : 130 keatas tergolong sangat tinggi (Very Superior)
IQ : 120 - 130 tergolong tinggi (Superior)
IQ : 110 - 120 tergolong diatas rata-rata (Bright normal).
IQ : 90-110 tergolong rata-rata (average)
IQ : 80 - 90 tergolong dibawah rata-rata (dull normal)
IQ : 80 kebawah tergolong terbelakang (Mentally retarded)
b. Alat ukur EPPS (Edward Personal Preference Schedule).
Alat ukur EPPS ini merupakan alat test baku yang diciptakan
dan dikembangkan oleh Allen L Edwards pada tahun 1953 dan telah
diteliti kesahihannya. Test EPPS ini digunakan untuk melihat kepribadian individu khususnya aspek motivasi atau kebutuhan
individu dalam berinteraksi dengan orang lain. Sesuai dengan yang
telah diungkapkan pada hal 84 , menurut Edward pada dasarnya
kebutuhan seseorang dapat diklasifikasikan kedalam 15 golongan
yang dibuat berdasarkan suatu daftar kebutuhan pokok manusia yang
disusun oleh Henry.A.Murray. Golongan kebutuhan yang diukur dari
EPPS tersebut meliputi :
1). Need of achievement yaitu kebutuhan untuk berprestasi.
2). Need of deference yaitu kebutuhan untuk menyesuaikan diri
atau menghargai orang lain.
3). Need of order yaitu kebutuhan untuk bekerja secara teratur,
teliti.
4). Need of exhibition yaitu kebutuhan untuk menarik perhatian
orang lain.
tidak terikat.
6).
Need of affiliation
yaitu kebutuhan untuk berhubungan
atau
bersahabat dengan orang lain.
7).
Need of intraception yaitu kebutuhan untuk bersikap
empathy
atau menghayati perasaan orang lain.
8).
Need
of
succorance
yaitu
kebutuhan
untuk
mendapatkan
bantuan, perlindungan dari orang lain.
9).
Need
of
dominant
yaitu
kebutuhan
untuk
menguasai
atau
mempengaruhi orang lain.
10). Need
of abasement yaitu
kebutuhan untuk bersikap menyerah,
menerima kesalahan dirinya.
11). Need
of
nurturance yaitu
kebutuhan
untuk membantu
orang
lain.
12). Need
of
change
yaitu
kebutuhan untuk
merubah
diri
dan
1ingkungannya.
13). Need of sex (heterosexual) yaitu kebutuhan untuk berhubungan
dengan lawan jenis.
14). Nees of
endurance yaitu kebutuhan
untuk berusaha, bersikap
ulet atau tekun.
15). Need of
aggression yaitu kebutuhan untuk bersikap menyerang
atau melukai orang lain.
Sesuai dengan variabel terikat
dalam penelitian ini seperti
yang telah
dijelaskan pada hal 115,
tentang variabel penelitian
maka jenis motivasi atau kebutuhan yang akan dijaring meliputi :
1).
Need
of
deference
untuk melihat
kecenderungan
kemampuan
individu dalam penyesuaian diri.
individu dalam penyesuaian diri.
2). Need of intraception untuk melihat kecenderungan kemampuan
individu untuk bersikap empathy.
3).
Need of abasement untuk melihat kecenderungan kemampuan
individu untuk bersikap toleran.
4).
Need of affiliation untuk melihat kecenderungan kemampuan
individu untuk bersikap bersahabat dan
bekerjasama dengan
orang lain.
5).
Need of nurturance untuk melihat kecenderungan kemampuan
individu untuk bersikap membantu atau menolong orang lain.
6).
Need of dominance untuk melihat kecenderungan kemampuan
individu untuk mendominasi atau mempengaruhi orang lain.
7).
Need of autonomi untuk melihat kecenderungan kemampuan
individu untuk bersikap mandiri atau tidak mudah dipengaruhi
oleh orang lain.
8).
Need of achievement untuk melihat kecenderungan kemampuan
dan keinginan individu untuk berhasil dan berprestasi.
9).
Need of endurance untuk melihat kecenderungan kemampuan
individu
untuk
berusaha
atau
bersikap
ulet
dalam
menyelesaikan suatu masalah atau pekerjaan.
Dalam pengukuran motivasi atau
kebutuhan ini setiap peserta
diminta untuk memilih satu diantara dua pilihan yang ada dengan
cara melingkari
salah satu pilihan yang sesuai
dengan pendapat
atau kondisi
dirinya.
Hasil
pilihan
untuk
setiap
nomor
dijumlahkan
. Untuk pilihan A dijumlahkan
secara horizontal,
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN :
Berdasarkan
pada hasil
penelitian
dan
tujuan yang
ingin
dicapai dari penelitian ini
maka kesimpulan yang dapat diperoleh
adalah sebagai berikut :
1. Pelatihan komunikasi interpersonal dengan pendekatan
Eksperiential Learning mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap peningkatan aspek pengetahuan (kognitif) maupun
aspek
ketrampilan (psikomotor) petugas
lapangan KB tentang
komunikasi interpersonal.
Keberhasilan ini ditunjang
oleh ketepatan komponen-komponen
pelatihan
sebagai
sistem
Pendidikan
Luar
Sekolah
yang
meliputi :
a. Adanya kesesuaian antara tujuan dan kurikulum pelatihan
dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh peserta
didik dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
petugas lapangan KB.
b. Adanya tahapan belajar yang jelas sesuai dengan proses
"Experiential Learning" dalam membahas setiap materi
dengan
memperhatikan prinsip-prinsip
pendidikan orang
dewasa.
c. Penggunaan pengalaman dalam berkomunikasi secara
interpersonal dengan orang lain yang diperoleh
responden (peserta didik) baik dari kehidupan dirinya
sebelum
pelatihan
maupun
melalui
penerapan
metode
belajar
partisipatif sebagai
titik tolak
proses
pembelajaran.
Yang
didukung
oleh
pembahasan
secara
teoritis dan pemberian umpan balik sebagai suatu tehnik
yang
tepat
untuk
menyadarkan
peserta
didik
akan
kemampuan
dan
kelemahan
dirinya
dan
menimbulkan
motivasi untuk lebih meningkatkan kemampuannya.
d.
Dukungan
pelatih atau
fasilitator
dengan
sikap
dan
kemampuannya yang menunjang
dalam pelatihan komunikasi
interpersonal, sehingga mampu berperan membantu peserta
didik
memenuhi
kebutuhannya atau
memecahkan
masalah
yang
dihadapinya
dengan
tetap
memperhatikan
aspek
kepribadian
dan tuntutan
kerja yang
dihadapi peserta
didik sebagai petugas lapangan KB.
Dari uraian
diatas maka
dapatlah disimpulkan
bahwa faktor
pelatihan
dengan
pendekatan
"Experiential
learning"
mempunyai
peranan
dalam
membentuk
kemampuan
komunikasi
interpersonal petugas lapangan KB.
Model
Pendekatan
"Experiential
Learning" ini
akan
cukup
effektif diterapkan
dalam pelatihan-pelatihan
atau
bentuk-bentuk
pendidikan
orang
dewasa
lainnya
terutama
yang
bertujuan
untuk
peningkatan
ketrampilan
sosial
dalam
kaitannya
dengan pengembangan
pribadi seperti
ketrampilan
komunikasi
interpersonal. Effektivitas
model "Experiential
learning" ini disebabkan karena beberapa hal yaitu :
b.
3.
pengalaman yang diperoleh dari kehidupannya maupun
pengalaman yang diperoleh dalam proses pembelajaran.
Dalam membahas setiap topik proses pembelajarannya
terdiri dari
5 tahapan belajar yang sistimatis yaitu
tahap mengalami (experience), tahap mengungkapkan hasil
pengalamannya (publishing), tahap pembahasan pengalaman
dan
tinjauan
teoritis
(processing),
tahap
pengabstraksian
pengalaman
dalam
kehidupan
atau
tugasnya (generalizing) dan tahap penerapan (applying),
c
Dalam setiap tahapan belajar menggunakan
tehnik atau
metode belajar yang bersifat partisipatif,
sehingga
peserta pelatihan aktif berperan dan
bertanggung jawab
pula atas keberhasilan pelatihan.
d.
Dalam setiap tahapan menggunakan umpan balik sebagai
alat
evaluasi atas pengalaman
peserta pelatihan untuk
menggali kebutuhan belajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model "Experiential
learning" effektif digunakan dalam pelatihan - pelatihan
bertujuan untuk pengembangan sosial para petugas lapangan KB
seperti
pelatihan Komunikasi
Interpersonal dan
juga dalam
pendidikan orang dewasa lainnya.
Kemampuan seorang petugas lapangan KB untuk berkomunikasi
secara
interpersonal mempunyai
hubungan
yang
cukup
erat
dengan kepribadiannya terutama potensinya untuk berhubungan
dengan orang lain, dan potensi untuk melakukan persuasi.
Keurutan aspek-aspek kemampuan komunikasi interpersonal yang
mempunyai hubungan yang c
seseorang petugas lapangan K'
a. Kemampuan menganalisa e
Seseorang memiliki kern baik apabila ia memiJ
menunjang. Aspek-aspe
memiliki hubungan
menganalisa sasaran adaia..
memadai (rata-rata) , potensi untuk
mempengaru^
lain dan potensi untuk bersikap mandiri,
serta potensi
untuk berusaha dengan gigih dan mencapai keberhasilan.
Kemampuan memberi dan menerima umpan balik
Seseorang akan mampu menerima umpan balik dari
orang
lain
dan
mampu memberi
umpan
balik dengan
tepat
terhadap orang
lain
apabila ia
memiliki
kepribadian
yang menunjang. Aspek-aspek
kepribadian yang menunjang
dan mempunyai hubungan yang cukup erat dengan kemampuan
memberi
dan
menerima
umpan
balik
yaitu
tingkat
kecerdasan
yang
memadai
(rata-rata),
potensi
untuk
mempengaruhi
orang
lain dan
bersikap
mandiri (tidak
dipengaruhi
oleh orang
lain), potensi
untuk berhasil
dengan
baik
dan
memiliki
usaha
yang
besar
untuk
berhasil mencapai.apa yang diinginkan.
Kemampuan persuasi.
Seseorang memiliki
kemampuan persuasi yang
cukup baik
menunjang. Aspek-aspek
kepribadian yang
menunjang dan
mempunyai
hubungan yang erat dengan kemampuan persuasi
adalah
tingkat
kecerdasan yang
memadai
(rata-rata),
potensi untuk
menyesuaikan diri dengan
orang lain dan
memahami
perasaan orang
lain, potensi
untuk bersikap
toleran,
bersahabat
dan
mau
menolong
orang
lain,
potensi
untuk
mempengaruhi
orang
lain
dan
tidak
terpengaruh
oleh orang
lain (mandiri),
potensi untuk
berusaha dengan gigih dan berhasil dengan baik.
d. Kemampuan presentasi.
Seseorang akan mampu
melakukan presentasi dengan
baik
apabila ia memiliki kepribadian yang
menunjang.
aspek-aspek kepribadian yang menunjang dan mempunyai hubungan
erat
dengan
kemampuan
presentasi
adalah
tingkat
kecerdasan
yang
memadai
(rata-rata),
potensi
untuk
mempengaruhi
orang
lain
dan tidak
terpengaruh
oleh
orang
lain
(mandiri), potensi
untuk
berhasil dengan
baik dengan usaha yang cukup gigih.
e. Kemampuan menyusun isi pesan.
Seseorang akan
mampu menyusun
isi pesan dengan
tepat
atau
effektif
apabila
ia
memiliki
kepribadian yang
menunjang. Aspek-aspek
kepribadian yang
menunjang dan
mempunyai hubungan erat
dengan kemampuan menyusun
isi
pesan adalah
tingkat
kecerdasan yang
memadai
(rata-rata), memiliki potensi
untuk berhubungan dengan orang
lain
yang dilandasi
oleh adanya keinginan
yang besar
untuk
selalu menyesuaikan
diri dengan
tuntutan orang
lain,
memahami
perasaan orang lain secara mendalam,
bersikap
toleran, bersahabat
dan ada
keinginan untuk
menolong orang lain.
Disamping itu iapun memiliki potensi untuk mempengaruhi
orang
lain,
potensi
untuk
bersikap
mandiri
(tidak
terpengaruh oleh orang
lain), keinginan untuk berhasil
dengan
baik
dan
memiliki
usaha
yang
besar
untuk
berhasil.
f. Kemampuan bersikap assertive.
Seseorang
akan mampu
bersikap
assertive
apabila
ia
memiliki
kepribadian
yang
menunjang
dan
mempunyai
hubungan erat dengan kemampuan untuk bersikap assertive
adalah
tingkat
kecerdasan yang memadai
(rata-rata),
potensi
untuk mempengaruhi
orang lain,
potensi untuk
tidak dipengaruhi
orang lain (mandiri),
potensi untuk
berhasil
dengan baik dengan
didukung oleh
usaha yang
cukup besar untuk berhasil.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa
faktor kepribadian
merupakan
faktor
yang
cukup
mempunyai
peranan
dalam
membentuk
kemampuan komunikasi
interpersonal pada
seorang
petugas
lapangan KB.
Faktor kepribadian
tersebut terutama
adalah
potensi
untuk
berhubungan
dengan orang
lain
dan
B. REKOMENDASI :
Sebagai
implikasi
dari
hasil
penelitian,
berikut
akan
dikemukakan
beberapa
rekomendasi
yang
diharapkan
merupakan
sumbangan pemikiran bagi
upaya pengembangan kemampuan komunikasi
bagi para petugas
lapangan KB maupun
bagi pengelola Program
KB
lain khususnya
dan bagi
pembinaan prestasi petugas
lapangan KB
umumnya serta untuk penelitian selanjutnya dalam kaitannya dengan
pengembangan
teori-teori yang berhubungan dengan Pendidikan Luar
Sekolah.
Bagi pengembangan
kemampuan dan pembinaan
prestasi petugas
lapangan KB dan petugas lainnya dilingkungan BKKBN.
1.
Pembentukan dan pengembangan
kemampuan seseorang dalam
berkomunikasi
dengan
lingkungannya
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor,
diantaranya
faktor
pelatihan
dan
faktor
kepribadian
individu. Banyak
pelatihan
telah
diberikan
kepada
para
petugas
lapangan
KB
tetapi
kemampuan yang dihasilkan dari pelatihan tersebut belum
dapat memenuhi
tuntutan atau apa
yang diharapkan oleh
organisasi BKKBN
sebagai pengelola Gerakan
KB. Banyak
faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelatihan , tidak
hanya faktor kurikulum pelatihan atau sasaran pelatihan
tetapi faktor penggunaan strategi belajar atau
pendekatan
belajarpun
cukup
mempengaruhinya.
Dalam
penelitian
ini diperoleh hasil
bahwa pelatihan dengan
pendekatan
"Experiential
learning"
cukup
mampu
meningkatkan
aspek pengetahuan
dan aspek
ketrampilan
209
petugas lapangan dalam berkomunikasi secara
interpersonal.
Oleh
karena
itu
dalam
pengelolaan
pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan
sosial
dalam
upaya
pengembangan
pribadi
maupun
pengembangan
profesi
sebagai
penyuluh
atau
agen
perubahan seperti
petugas
lapangan KB
dan
pengelola
Program
KB dilingkungan
BKKBN,
maka model
pelatihan
dengan
pendekatan
"Experiential learning"
ini
cukup
effektif
untuk diterapkan
dengan tetap
memperhatikan
prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa. Dalam
penerapan pendekatan "Experiential Learning" ini perlu
didukung oleh pelatih yang menguasai pendekatan belajar
ini,
menguasai berbagai
metode belajar
yang bersifat
partisipatif
dan
mampu
menerapkan
prinsip-prinsip
pendidikan
orang dewasa
serta memiliki
kemampuan dan
kepribadian yang menunjang sebagai seorang komunikator,
sehingga dapat menjadi sumber belajar atau teladan bagi
peserta didik.
Memperhatikan pelaksanaan pelatihan
dasar bagi petugas
lapangan KB yang telah dikembangkan dilingkungan BKKBN
maka penerapan pendekatan "Experiential learning" ini
akan
lebih tepat
digunakan dalam
pelatihan-pelatihan
yang bersifat lanjutan atau dalam pelatihan-pelatihan
khusus seperti pelatihan motivator Program KB atau
program KS, pelatihan KIE konseling, pelatihan
KIE-BKB,
dan
bentuk-bentuk
pelatihan
komunikasi
maupun
pelatihan
khusus lainnya. Dan materi-materi dasar yang
dapat
diterapkan dalam
pelatihan komunikasi
tersebut
meliputi teori dasar
tentang komunikasi interpersonal,
tehnik pemahaman dan
pengembangan konsep diri,
tehnik
analisa
sasaran,
tehnik
menyusun
isi
pesan, tehnik
mendengar
aktif,
tehnik
memberi dan
menerima
umpan
balik, tehnik bersikap assertive, tehnik presentasi dan
tehnik
persuasi.
Selanjutnya
materi
dasar
tersebut
dapat dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan
dan tujuan
pelatihan.
Faktor
lain
yang
cukup
memiliki
peranan
dalam
pembentukan dan pengembangan
kemampuan komunikasi pada
petugas
lapangan KB adalah faktor kepribadian daripaaa
petugas tersebut. Makin
menunjang kepribadian individu
tersebut
sebagai seorang
komunikator maka
akan makin
mampu
ia
melakukan komunikasi
secara
interpersonal.
Aspek kepribadian
yang
perlu dimiliki
dan
menunjang
keberhasilannya sebagai seorang komunikator antara lain
memiliki
potensi untuk
berhubungan dengan
orang lain
yang ditandai oleh adanya keinginan
untuk menyesuaikan
diri dengan
orang lain, memahami perasaan
orang lain,
bersikap
toleran , bersahabat dan
memiliki keinginan
untuk
menolong
orang
lain.
Disamping
itu
memiliki
potensi
persuasi yang
cukup
menunjang yang
ditandai
oleh
adanya potensi
untuk
mempengaruhi
orang
lain,
bersikap mandiri
atau tidak terpengaruh oleh orang
lain, memiliki keinginan yang tinggi untuk berhasil dan
usaha yang kuat
(kegigihan) untuk
mencapai apa
yang
diharapkan.
Oleh
karena itu
didalam proses seleksi
pegawai BKKBN
khususnya petugas
lapangan KB
aspek-aspek kepribadian
calon pegawai
perlu mendapat perhatian
sehingga dapat
diperoleh
calon pegawai yang memiliki kepribadian yang
menunjang
sebagai petugas
lapangan khususnya
sebagai
komunikator
dan
pengelola Program
KB
diwilayah
kerjanya.
3.
Memperhatikan
peranan
pelatihan
dengan
pendekatan
"Experiential
learning"
dan
peranan
kepribadian
terhadap
pembentukan
kemampuan
komunikasi
interpersonal,
maka
kedua faktor
tersebut
hendaknya
dapat dijadikan
pegangan dalam pengembangan strategi
pembinaan
prestasi petugas
lapangan KB
khususnya dan
sumber daya manusia lainnya dilingkungan BKKBN.
Sehingga
peningkatan prestasi
akan
lebih tampak
dan
pencapaian tujuan Gerakan KB akan lebih mudah tercapai.
o.
Bagi
penelitian
selanjutnya dan
pengembangan
teori-teori
dalam Pendidikan Luar Sekolah.
1.
Penelitian
ini
pada
dasarnya
merupakan
suatu upaya
untuk
mengetahui
sejauhmana
penerapan
pendekatan
komunikasi interpersonal bagi petugas lapangan KB.
Pendekatan
"Experiential
learning" ini
telah banyak
digunakan
oleh
para
ahli
pendidikan,
psikologi dan
manajemen diluar
negri dalam pelatihan-pelatihan yang
bertujuan
untuk
pengembangan
pribadi.
Sedangkan
penelitian-penelitian mengenai
"Experiential Learning"
di
Indonesia
masih
sangat terbatas
sehingga
jumlah
referensi yang ada pada
peneliti sangat terbatas. Oleh
karena
itu untuk
mengetahui
effektifitas
daripada
penerapan
pendekatan
"Experiential
learning"
dalam
pendidikan
orang
dewasa
perlu
dilakukan
penelitian
lebih lanjut dalam ruang lingkup yang lebih luas dengan
sasaran yang bervariasi
dengan dukungan referensi lain
yang
lebih
memadai
dan
dapat
memperkuat
hasil
penelitian
tersebut.
Selanjutnya
hasil
penelitian
tersebut
dapat
diaplikasikan
dalam
bentuk-bentuk
kegiatan
Pendidikan
Luar
Sekolah
lainnya
sebagai
penunjang
dalam
pengembangan
strategi
belajar
partisipatif
yang
telah
lama
dikembangkan
dan
diterapkan dalam lingkungan Pendidikan Luar Sekolah.
Dalam
penelitian
ini
jumlah
sample
yang
sangat
terbatas,
hal ini
disebabkan
karena jumlah
populasi
sampel
yang
memenuhi
karakteristik
sa