• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL UNTUK MENINGKATKAN RASA MEMILIKI JATI DIRI KELOKALAN :Studi Naturalistik Inquiri di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL UNTUK MENINGKATKAN RASA MEMILIKI JATI DIRI KELOKALAN :Studi Naturalistik Inquiri di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

TESIS

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL

UNTUK MENINGKATKAN RASA MEMILIKI JATI DIRI

KELOKALAN

(Studi Naturalistik Inquiri di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Oleh:

Ida Farida Ningrum, S.Pd NIM. 1007327

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pengembangan

Pembelajaran Sejarah Lokal untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri,

dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juni 2013 Yang membuat pernyataan,

(3)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING I

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd. 195704081984031

PEMBIMBING II

Dr. Agus Mulyana, M.Hum. 196608081991031

Diketahui oleh

Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Sejarah

(4)

ii

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Penelitian ini tentang Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya). Masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah 1) Bagaimana pengembangan desain perencanaan dalam pembelajaran sejarah lokal di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya?; 2) Bagaimana tahapan-tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal untuk meningkatkan rasa memiliki jatidiri kelokalan?; 3) Bagaimana hasil-hasil yang dicapai dalam meningkatkan rasa memiliki jatidiri kelokalan bagi siswa di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya?; 4) Bagaimana solusi dalam menghadapi kendala-kendala yang ada untuk meningkatkan rasa memiliki jatidiri kelokalan di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya?. Adapun tujuan diadakan penelitian ini adalah 1) Mengembangkan desain pembelajaran sejarah lokal di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya; 2); Mengkaji tahapan-tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal untuk meningkatkan rasa memiliki jatidiri kelokalan; 3) Mengidentifikasi dan menganalisis pola perilaku apa yang ditampilkan siswa yang mencerminkan rasa memiliki jatidiri kelokalan di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya; 4) Mengkaji dan mencari solusi dari kendala-kendala yang dihadapi untuk meningkatkan jatidiri kelokalan di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi Naturalistik Inquiri.

(5)

iii

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

This study of Local Development to Improve Teaching History Ownership Identity locality ( inquiri Naturalistic Study in SMA Negeri 1 Singaparna Tasikmalaya ) . The issues raised in this study were 1 ) How to design development plans in teaching local history in SMA Negeri 1 Singaparna Tasikmalaya regency ? ; 2 ) How do the stages in the implementation of learning local history to enhance the sense of identity locality ? ; 3 ) How do the results - results achieved in improving the sense of locality identity for students at SMAN 1 Singaparna Tasikmalaya regency ? ; 4 ) How does the solution in the face of obstacles exist to increase the sense of identity locality in SMA Negeri 1 Singaparna Tasikmalaya regency ? . The purpose of this study was conducted 1 ) Develop instructional design local history in SMA Negeri 1 Singaparna Tasikmalaya district , 2) ; Reviewing the stages in the implementation of learning local history to enhance the sense of identity locality ; 3 ) Identify and analyze the patterns of behavior of what is shown students have a sense of identity that reflects the locality in SMA Negeri 1 Singaparna Tasikmalaya regency ; 4 ) Assess and seek solutions of the constraints faced in the locality to enhance the identity of SMA Negeri 1 Singaparna Tasikmalaya regency . The method used in this research is Naturalistic Study of the inquiry .

(6)

iiii

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(7)

v

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Pentelitian ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 14

A. Pengertian Pembelajaran ... 14

B. Pengertian Sejarah Lokal ... 24

C. Karakteristik Pendidikan Sejarah Lokal ... 26

D. Rasa Memiliki ... 28

E. Jati Diri ... 29

F. Peranan Sejarah Lokal dalam Meningkatkan Rasa Memiliki Jati Diri .... 31

G. Paradigma Penelitian ... 35

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 36

B. Desain Penelitian ... 36

a. Pendekatan Penelitian ... 36

b. Metode Penelitian ... 41

C. Definisi Operasional ... 41

D. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 48

F. Prosedur Penelitian ... 50

G. Validasi Data ... 50

H. Analisis Data ... 51

BAB IV. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 54

(8)

vi

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Profil Sekolah ... 54

2. Visi, Misi dan Motto SMA Negeri 1 Singaparna ... 55

3. Managemen Sekolah ... 57

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 66

1. Pengembangan Desain Perencanaan dalam Pembelajaran Sejarah Lokal di SMA Negeri 1 Singaparna ... 66

2. Hasil-hasil yang Dicapai dalam Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan Siswa di SMA Negeri 1 Singaparna Kab. Tasikmalaya ... 74

3. Solusi dalam Menghadapi Kendala-Kendala dalam Meningkatkan Jatidiri Kelokalan di SMA Negeri 1 Singaparna Kab. Tasikmalaya ... 77

C. Deskripsi Pembahasan Hasil Penelitian ... 81

1. Pengembangan Desain Perencanaan dalam Pembelajaran Sejarah Lokal di SMA Negeri 1 Singaparna ... 81

2. Tahapan-Tahapan Pembelajaran pada Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Sejarah Lokal ... 88

3. Pola perilaku yang ditampilkan siswa yang mencerminkan rasa memiliki jatidiri kelokalan di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya ... 92

(9)

vii

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

(10)

viii

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

(11)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang menyoroti arti pentingnya pendidikan. Hal tersebut ditegaskan dalam tujuan Negara Indonesia yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yang antara lain yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Di dalam tujuan negara indonesia tersebut dapat disimak dengan jelas bahwa tersirat misi pendidikan yaitu sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas manusia seutuhnya. Hal tersebut senada dengan pengertian dari pendidikan yang dikemukakan oleh Redja Mudyaharjo (2002:11) bahwa :

Pedidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan/atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan diluar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalm berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.

Begitu pula dengan pengertian pendidikan menurut Kosasih Djahiri (1985:5) bahwa pendidikan adalah merupakan upaya terorganisir, berencana dan

(12)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) ke arah membina/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized)

Pengertian pendidikan tersebut diperkuat dengan tujuan pendidikan nasional yang terkandung dalam Undang-Undang No.20/2003 (2003:5) tentang sistem pendidikan nasional, yang menegaskan :

Bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik aagar menjad manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Melihat fenomena yang terjadi di dunia anak-anak terutama remaja sekarang maka, pendidikan formal dengan pembelajaran lewat tatap muka dan bahan ajar berupa bacaan harus disediakan sebanyak mungkin. Pendampingan oleh orang tua dan tokoh masyarakat di luar sekolah juga tidak kalah pentingnya dalam menyelamatkan generasi muda dari ancaman budaya asing. Hasan (2008: 1-2) menguraikan “...permasalahan-permasalahan yang harus dihadapi secara serius oleh bangsa ini, salah satunya melalui media pendidikan”. Begitu besarnya peranan pendidikan sehingga dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3 (2005:5) dijelaskan bahwa:

(13)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Salah satu pembelajaran yang dapat dijadikan alat dalam memecahkan masalah-masalah di atas adalah pembelajaran sejarah lokal, di mana melalui pembelajaran sejarah local peserta didik dapat memiliki jati diri kelokalannya, selanjutnya akan menumbuhkan kecintaan terhadap identitas diri, karena dengan mencintai identitas diri dapat mengembangkan budaya nasional secara umum, dan akan menghargai dirinya sebagai bagian dari pada budaya nasional dengan tidak terlepas dari jati diri kelokalannya. Namun pada kenyataannya, pendidikan sejarah masih dianggap mata pelajaran yang usang dan hanya mengkaji peristiwa-peristiwa masa lampau tanpa korelasinya dengan upaya-upaya memecahkan masalah di masa kini dan masa yang akan datang (Hasan, 2007: 1).

Berbagai upaya dalam mengubah cara pandang terhadap pendidikan sejarah mesti dilakukan agar pendidikan sejarah dapat memberikan sumbangan nyata dalam kehidupan bangsa ini. Pentingnya perubahan paradigma pembelajaran sejarah tersebut diungkapkan Supardan (2008: 2), yang menyatakan bahwa:

Perubahan paradigma pembelajaran sejarah bukan saja hanya karena adanya gerakan reformasi tahun 1998, namun terjadi merupakan reaksi terhadap sejarah lama yang terlalu kaku membatasi diri pada sejarah politik. Perluasan pengkajian pada The New History mencakup aspek-aspek ekonomi, sosial budaya, pertanian, pendidikan, psikologi, teknologi, dan sebagainya secara inter/multidisipliner.

Bahkan Hasan (2009: 9) menekankan bahwa:

(14)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pembelajaran sejarah juga memiliki nilai praktis-pragmatis bagi siswa, tidak sekedar nilai-nilai teoritik-idealisme konseptual namun juga sebagai konsekwensi logis dari pergeseran filsafat pembelajaran sejarah tersebut. Menurut Hasan (2009: 9) terdapat tiga hal baru; (1) Keterkaitan pelajaran sejarah dengan kehidupan sehari-hari siswa; (2) Pemahaman dan kesadaran akan karakteristik cerita sejarah yang tidak bersifat final; (3) Perluasan tema sejarah politik dengan tema-tema sejarah sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi.

Pembahasan mengenai rasa memiliki jatidiri kelokalan sangat erat kaitannya dengan masalah menipisnya identitas budaya lokal yang terus membayangi negara kesatuan ini. Sebagai tantangan nyata, maka salah satu tugas pendidikan sejarah untuk ikut membangun kembali rasa memiliki jatidiri kelokalan sebagai salah satu unsur budaya nasional yang berkontribusi dalam pembinaan dan pengembangan budaya. Melalui rasa memiliki jatidiri kelokalan maka akan terbangun kesadaran mengenai keluhuran budaya lokal atau daerah sehingga tumbuh rasa bangga dan rasa memiliki terhadap budaya tersebut. Hal tersebut menjadi begitu penting karena derasnya arus globalisasi yang berdampak pada lunturnya hal-hal yang bersifat kelokalan.

(15)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

natural seperti kesadaran akan keberagaman, multikultur, serta kemajuan bersama terpinggirkan.

Dalam satu dekade ini mulai tumbuh perspektif baru dalam membangun rasa memiliki jatidiri kelokalan dengan pendekatan pembelajaran sejarah lokal. Supardan (2008: 3) mengungkapkan bahwa:

Pembelajaran sejarah lokal dengan keunggulannya tersebut tidak hanya mempunyai arti sebagai identitas kelokalannya saja, melainkan juga mempunyai makna yang lebih luas, serta berfungsi untuk menguji validitas generalisasi-generalisasi sejarah nasional yang diketahui.

Sejarah lokal yang memiliki keterkaitan dan memiliki makna yang lebih luas tersebut dapat dilihat dalam keterhubungannya dengan peristiwa-peristiwa makro yang intens.

Selanjutnya, Douch (1967: 7-8) mengemukakan lebih menarik dan lebih mudah dihayati bagi siswa, karena dapat menerobos ke situasi ril yang dialami di lingkungan siswa.

(16)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Rambu-rambu dalam mengembangkan materi sejarah lokal menurut Hasan (2009: 6) adalah bahwa materi sejarah lokal harus disajikan tidak dalam perspektif ilmu sejarah tetapi dalam perpektif pendidikan. Hal itu dilakukan agar penafsiran materi sejarah lokal tidak menimbulkan konflik dengan kepentingan sejarah nasional, sehingga alih-alih membangun rasa persatuan, kebangsaan, dan solidaritas antar etnis, pengembangan sejarah lokal secara tidak langsung malah ikut mendorong proses disintegrasi bangsa. Sejarah lokal sebagai sebuah konsep berarti sejarah yang merupakan bagian/unit dari sejarah yang lebih besar (sejarah nasional/bangsa/negara, sejarah regional, dan atau sejarah internasional/dunia). Dalam era otonomi, tuntutan untuk menggali sebesar-besarnya potensi daerah demi kemandirian dan kesejahteraan masyarakat adalah sebuah keniscayaan. Kemandirian daerah adalah terbangunnya sebuah jati diri daerah yang memiliki karakteristik tertentu, yang secara ekonomis menjadi andalan dan secara kultural menjadi kebanggaan warga daerah. Bertolak dari kerangka berpikir itu, maka upaya-upaya untuk mencapai kemandirian daerah untuk kesejahteraan masyarakatnya perlu dilakukan.

(17)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terjadi dalam konteks sejarah nasional dan dunia atau sejarah nasional dan dunia yang berdampak pada sejarah lokal.

Khusus di jenjang pendidikan menengah, pengembangan materi sejarah lokal dalam kurikulum pendidikan sejarah selain harus membangun berbagai nilai di atas, pengembangan materi sejarah lokal juga harus memberikan peluang seluas-luasnya agar peserta didik mengembangkan wawasan, pemahaman, dan keterampilan sejarah. Dalam pengajaran sejarah siswa harus dapat membangun pemikiran yang kritis analisis dari interpretasi kebenaran fakta dan data secara benar baik pada ranah kognitif, maupun afektif ( Hariyono, 1998:175). Dalam hal ini Hasan (2009: 7) menjelaskan bahwa posisi materi sejarah lokal di jenjang SMA yaitu peristiwa sejarah lokal tidak lagi sebagai sumber semata tetapi juga menjadi objek studi sejarah peserta didik. Berbagai sumber sejarah baik lisan (sejarah dan tradisi lisan), tertulis (sumber sezaman dan buku), visual (foto dan gambar), maupun benda (artefak) dapat dimanfaatkan untuk kepentingan itu (Garraghan, 1957: 104-123).

(18)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

oleh Bruce Joyce (2009:7) bahwa penerapan suatu pembelajaran akan berpengaruh besar terhadap kemampuan siswa dalam mendidik diri mereka sendiri.

Para pejuang dan tokoh baik lokal maupun nasional beberapa diantaranya diabadikan pada nama jalan, tapi karena pembelajaran sejarah di sekolah lebih bersifat sentralistik maka nama tersebut bagi sebagian banyak masyarakat hanyalah sebuah papan nama tanpa arti. Sehingga tidak ada kebanggaan pada peserta didik yang merupakan generasi penerus bangsa terhadap perjuangan putera daerahnya sendiri. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka peneliti mengambil 3 (tiga) tokoh yang kaitannya dengan obyek penelitian, adalah :

1. KHZ. Musthafa (Pahlawan Nasional) 2. Ir. H. Djuanda (pejuang)

3. Sutisna Senjaya (Tokoh Intelektual)

(19)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kepemimpinan Presiden Soekarno dan membuat beberapa kebijakan yang mewarnai proses pembangunan di Indonesia. Di Tasikmalaya pula telah lahir seorang putera bangsa Sutisna Senjaya yang telah menorehkan sejarah dengan penanya dan berjasa dalam perkembangan pers maupun pendidikan.

Pembelajaran sejarah lokal di sekolah khususnya SMA sangat penting dilakukan, agar kita dapat menjadikan sejarah itu sebagai sebuah refleksi untuk melangkah ke depan menggapai cita-cita. Upaya membangun kesadaran itulah yang juga merupakan salah tugas pendidikan sejarah saat ini. Guru terutama guru sejarah adalah ujung tombak pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal di kelas sehingga akan terbangun kesadaran bersama tentang pentingnya rasa memiliki jatidiri kelokalan dan rasa kebersamaan.Melalui pengembangan materi sejarah lokal, peserta didik dapat memahami perubahan-perubahan yang terjadi di Tasikmalaya sehingga terbentuk struktur masyarakat yang beragama seperti saat ini.

(20)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi naturalistik inquiri di SMA Negeri 1

Singaparna Kabupaten Tasikmalaya).”

B. Rumusan Masalah

Sejatinya belajar sejarah adalah belajar tentang kehidupan masyarakat, sehingga berbagai aspek kehidupan dapat dipelajari dalam sejarah. Pembelajaran sejarah di sekolah sebaiknya lebih mudah dipahami dan menarik bagi peserta didik.

Kurang bermaknanya pembelajaran sejarah perlu dicari akar permasalahannya dimulai dengan menelaah visi dan misi pembelajaran sejarah, materi atau bahan ajar sejarah, kompetensi guru, dan terakhir faktor peserta didik. Persoalan-persoalan di atas perlu dicermati untuk mencari solusi yang tepat dalam upaya mengembalikan pembelajaran sejarah pada hakikat semula yaitu pembentukan sikap peserta didik dalam mempelajari sejarah yang mampu diaplikasikan dalam menghadapi fenomena kehidupan masyarakat dan bangsa.

(21)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berperilaku sesuai dengan zamannya dengan belajar dari semangat zaman sebelumnya.

Sejarah lokal merupakan sarana untuk pembentukan jati diri bangsa melalui kesadaran sejarah dan kesadaran budaya, juga sebagai pendekatan seorang guru atau pengajar untuk mengenalkan kepada anak didik tentang kearifan-kearifan lokal yang ada di sekitar mereka. Bertolak dari sejarah lokal inilah pembelajaran seperti ini akan menjadikan anak didik paham dengan sejarah diri atau lingkungannya, yang bisa menjadikan anak didik menjadi peka dengan apa yang terjadi di sekitarnya dan mempunyai rasa memiliki terhadap jatidiri kelokalannya.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pengembangan desain perencanaan dalam pembelajaran sejarah lokal di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya?

2. Bagaimana tahapan-tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal untuk meningkatkan rasa memiliki jatidiri kelokalan?

(22)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Bagaimana solusi dalam menghadapi kendala-kendala yang ada untuk meningkatkan rasa memiliki jatidiri kelokalan di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan desain pembelajaran sejarah lokal di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.

2. Mengkaji tahapan-tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal untuk meningkatkan rasa nasionalisme.

3. Mengidentifikasi dan menganalisis pola perilaku apa yang ditampilkan siswa yang mencerminkan rasa memiliki jatidiri kelokalan di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.

4. Mengkaji dan mencari solusi dari kendala-kendala yang dihadapi untuk meningkatkan jatidiri kelokalan di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.

(23)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dalam mengimplementasikan pembelajaran sejarah lokal dalam proses pembelajaran sejarah.

2. Bagi sekolah, temuan-temuan dalam penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk lebih meningkatkan kualitas pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya dalam kurikulum pendidikan sejarah, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap tujuan lembaga maupun tujuan pendidikan nasional.

3. Bagi pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam meningkatkan proses pembangunan masyarakat Kabupaten Tasikmalaya, khususnya di bidang pendidikan agar peserta didik mempunyai solidaritas dan rasa memiliki jatidiri kelokalan.

E. Sistematika Penulisan

(24)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bab II membahas kajian, fokus, dan paradigma penelitian, pada bab ini terbagi-bagi dalam beberapa sub bab yang terdiri atas kajian daripada variabel-variabel penelitian serta paradigma penelitian.

Bab III membahas tentang metodologi penelitian, terdiri atas lokasi dan subjek populasi, desain penelitian dan justifikasi pemilihan desain penelitian tersebut. metode penelitian dan justifikasi penggunaan metode penelitian tersebut, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan alasan rasionalnya, serta analisis data.

Bab IV membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari dua hal utama, yakni pengolahan atau analisis data auntuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis, tujuan penelitian, dan pembahasan atau analisis temuan.

(25)

36

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi

Lokasi Penelitian berlangsung di kampus SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.

2. Subyek Penelitian

Subyek Penelitian ini adalah guru sejarah kelas XI dan siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.

B. Desain Penelitian

Desain bersifat sementara. Penelitian kualitatif naturalistic menyusun desain secara terus menerus disesuaikan dengan realita di lapangan tidak menggunakan desain yang telah disusun secara ketat. Hal ini terjadi karena realita di lapangan tidak dapat diramalkan sepenuhnya.

a. Pendekatan Penelitian

Peneliti sebagai perancang dan praktisi pengajaran, memandang guru dan teman sejawat sebagai mitra kerja. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, maka pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah naturalistik inkuiri, dimana penelitian tersebut dilakukan dalam situasi yang wajar dan alamiah atau natural setting, bukan situasi buatan. Natural setting karena kelas yang

(26)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

merupakan fenomena kajian dalam penelitian ini, hanya akan bermakna apabila ditelaah manusianya (yaitu guru dan para siswa) dalam dunia kelasnya secara kontekstual (Lincoln dan Guba, 1985: 189). Pendekatan naturalistik termasuk ke dalam tradisi kualitatif yang ditandai oleh sifat-sifat atau karakter prosesnya yang induktif, konstruktif, dan subjektif. John W. Creswell (1998: 15) mengemukakan bahwa:

Penelitian kualitatif naturalistik merupakan proses penelitian pemahaman berdasarkan tradisi penelitian metodologi yang beda dengan yang lain dan jelas yang menguraikan secara detil problema sosial atau manusia itu sendiri. Peneliti membangun sebuah gambaran kompleks, menganalisis kata-kata, melaporkan detil pandangan-pandangan para pemberi informasi dan melakukan studi dalam setting yang alami.

Penelitian Kualitatif Naturalistik memiliki karakteristik tersendiri sehingga dapat membedakan dengan jenis penelitian yang lain. Beberapa karakteristik tersebut menurut Bogdan dan Biklen (1995: 27-30) adalah:

1. Penelitian kualitatif memiliki setting (latar) alamiah sebagai sumber data langsung dan peneliti merupakan instrumen kunci.

2. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif.

3. Peneliti kualitatif lebih memberikan perhatian pada proses daripada hasil.

4. Peneliti kualitatif cenderung menganalisis datanya secara induktif. 5. “Makna” merupakan perhatian utama bagi pendekatan kualitatif.

Sedangkan Bogdan dan Biklen, Guba (dalam Moleong;Nana Sudjana dan Ibrahim; H.B. Sutopo mengemukakan tiga belas karakteristik penelitian naturalistik sebagai berikut :

(27)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Suatu fenomena hanya dapat ditangkap dan dipahami maknanya dalam keseluruhan dan tidak dapat dilepaskan dari konteksnya.

2. Manusia sebagai instrumennya

Dalam hal ini si peneliti sendiri atau orang lain sebagai instrumen pengumpul data. Kelebihan manusia sebagai instrumen adalah karena ma-nusia memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan berbagai ragam realitas yang tidak dapat dikerjakan oleh instrumen selain manusia, seperti kuesioner dan se-macamnya. Di samping itu, instrumen manusia mampu menangkap makna, interaksinya sarat nilai, lebih-lebih untuk menghadapi nilai lokal yang berbeda.

3. Pemanfaatan pengetahuan yang tak terkatakan

Sifat naturalistik memungkinkan kita mengangkat hal-hal yang tak terkatakan untuk memperkaya hal-hal yang terekspresikan. Realitas itu memiliki nuansa ganda yang sukar dipahami tanpa memperkaya yang terekspresikan dengan yang tak terkatakan.

4. Metode kualitatif

(28)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

karena metode kualitatif lebih sensitif dan adaptif terhadap berbagai pengaruh timbal balik.

5. Pengambilan sampel secara “purposive

Penelitian naturalistik menghindari pengambilan sampel secara acak, yang menekan kemungkinan munculnya kasus menyimpang. Dengan pengambilan secara “purposive”, hal-hal yang dicari dapat dipilih pada

kasus-kasus ekstrim, sehingga hal-hal yang dicari tampil menonjol dan pada akhirnya dapat mudah dicari maknanya.

6. Analisis datanya secara induktif

Penelitian naturalistik lebih menyukai analisis induktif daripada deduktif, karena dengan cara tersebut konteksnya akan lebih mudah dideskripsikan. 7. Grounded theory

Penelitian naturalistik lebih mengarahkan penyusunan teori (yang lebih mendasar) diangkat dari empiri, bukan dibangun secara apriori.

8. Desain penelitian bersifat sementara

Penelitian naturalistik cenderung memilih penyusunan desain sementara dari pada mengkonstruksinya secara apriori, karena realitas ganda sulit dikerangkakan. Alasan lain, karena peneliti sulit mempolakan lebih dahulu apa yang ada di lapangan; dan karena banyak sistem nilai yang terkait serta inter-aksinya tak terduga.

(29)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penelitian naturalistik cenderung menyepakatkan makna dan tafsir atas data yang diperoleh dengan sumbernya. Maksudnya peneliti perlu mencari kepastiannya pada penduduk yang tinggal dalam konteks-nya, karena responden lebih memahami konteksnya dari pada si peneliti.

10. Modus laporan studi kasus

Penelitian naturalistik lebih menyukai modus laporan studi kasus daripada modus lain, karena dengan modus laporan studi kasus deskripsi realitas ganda yang tampil dari interaksi peneliti dengan responden dapat terhindar dari “bias”.

11. Penafsiran idiografik

Penelitian naturalistik mengarah ke penafsiran data (termasuk penarikan kesimpulan) secara idiografik (dalam arti keberlakuannya bersifat khusus); bukan ke nomothetik (dalam arti mencari hukum keberlakuan yang sifatnya umum), karena penafsiran yang berbeda nampaknya lebih memberi makna untuk realitas yang berbeda konteksnya.

12. Aplikasinya tentatif

Penelitian naturalistik cenderung lebih menyukai aplikasi tentatif daripada aplikasi meluas atas hasil temuannya, karena realitas itu ganda dan berbeda; juga karena interaksi antara peneliti dengan respondennya bersifat khusus dan tak dapat diduplikasikan.

(30)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penelitian naturalistik menghendaki ditetapkannya batas atas dasar fokus. Penentuan fokus memiliki tujuan menentukan keterikatan studi, ketentuan lokasi studi, menentukan kriteria inklusi dan ekslusi bagi informal baru. Fokus membantu peneliti membuat keputusan untuk membuang atau menyimpan infornasi yang diperolehnya.

b. Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan adalah metode naturalistik. Kebanyakan metode ini mengumpulkan data yang bersifat kualitatif dan karena itu disebut juga metode kualitatif (Nasution, 2003:5). Peneliti melakukan penelitian dengan melakukan pengamatan langsung sekaligus terlibat dalam kegiatan yang ditelitinya yaitu mengenai pengembangan pembelajaran sejarah lokal di SMA Negeri 1 Singaparna.

(31)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berbeda-beda. Dan, bagaimana pula perilaku dia jika berada dalam kelompok yang homogen. Peneliti menggunakan kamera tersembunyi atau isntrumen lain yang sama sekali tidak dikatahui oleh orang yang diamati (subjek).peneliti bisa mengamati sekelompok anak ketika bermain dengan teman-temannya untuk memahami perilaku interaksi sosial mereka.

C. Definisi Operasional

Definisi istilah atau penjelasan istilah dimaksudkan untuk menghindari kesalahfahaman yang mungkin muncul dalam menafsirkan judul penelitian ini. Dari tujuan inilah, maka ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan, yaitu:

1. Pembelajaran

Pembelajaran, yaitu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU No. 20 Tahun 2003). Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (http://id.wikipedia.org/ wiki/Pembelajaran).

(32)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

“Sejarah lokal” adalah sejarah dari suatu “tempat”, atau “locality”, yang

batasannya ditentukan oleh :perjanjian” yang diajukan penulis sejarah

(Abdullah,1990:15). Sementara I Gde Widja (1989:11) menyebut sejarah lokal adalah suatu bentuk penulisan sejarah dalam lingkup yang terbatas yang meliputi suatu lokalitas tertentu. Sejarah lokal diartikan sebagai studi tentang kehidupan masyarakat atau khususnya komunitas dari suatu lingkungan sekitar (neighborhood) tertentu dalam dinamika perkembangannya dalam berbagai aspek kehidupan manusia (Widja, 1989:13).

Pembelajaran sejarah lokal adalah proses belajar mengajar sejarah yang berbasis sejarah lingkungan atau daerah yang dibedakan dengan sejarah nasional (Mulyana, 2008: 231). Melalui pembelajaran sejarah lokal siswa akan mengenal bagaimana proses dan perubahan-perubahan yang terjadi di daerahnya. Kalau diartikan Sejarah lokal itu semata-mata sebagai sejarah daerah tertentu, maka daerah semacam itu sudah lama berkembang di Indonesia. Bahkan sejarah yang kita miliki sekarang bermula dari tradisi sejarah Lokal seperti itu. Hal ini bisa kita hubungkan dengan berbagai sejarah daerah dengan nama-nama tradisional seperti babad, tambo, riwayat, hikayat, dsb, yang dengan cara-cara yang khas ( magis mistis ) menguraikan asal usul suatu daerah tertentu (Hok Ham 1981 : 3).

3. Rasa memiliki

(33)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pasti kita semua memiliki rasa ingin memiliki, terhadap benda, tanaman, hewan peliharaan atau bahkan manusia sekalipun. Rasa inilah yang membuat kita terikat dan hidup dengan tidak bebas (http://www.cahaya-semesta.com)

4. Jati diri kelokalan

Jati diri adalah identitas atau inti kehidupan dari seseorang, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, identitas adalah ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang.

Identitas (identity) yang dapat diartikan sebagai ciri-ciri, tanda atau jati diri. Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan, kelompok, komunitas, atau Negara sendiri. (http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2180006-pengertian-identitas-nasional-dan-parameternya)

Erikson (1968, dalam http://www.docstoc.com) menjelaskan identitas sebagai perasaan subyektif tentang diri yang konsisten dan berkembang dari waktu ke waktu. Begitu pula yang dikemukakan oleh Kroger (1997, dalam http://www.docstoc.com) bahwa dalam berbagai tempat dan berbagai situasi sosial, seseorang masih memiliki perasaan menjadi orang yang sama. Sehingga, identitas bagi individu dan orang lain mampu memastikan perasaan subjektif tersebut.

(34)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang dipilih oleh individu tersebut. Komitmen-komitmen ini meningkat sepanjang waktu dan telah dibuat karena tujuan, nilai dan kepercayaan yang ingin dicapai dinilai penting untuk memberikan arah, tujuan dan makna pada hidup (LeFrancois, 1993:211)

Marcia (1993:146) mengatakan bahwa identitas diri merupakan komponen penting yang menunjukan identitas personal individu. Semakin baik struktur pemahaman diri seseorang berkembang, semakin sadar individu akan keunikan dan kemiripan dengan orang lain, serta semakin sadar akan kekuatan dan kelemahan individu dalam menjalani kehidupan. Sebaliknya, jika kurang berkembang maka individu semakin tergantung pada sumber-sumber eksternal untuk evaluasi diri.

Dari definisi-definisi tersebut di atas maka disimpulkan bahwa jatidiri kelokalan adalah identitas atau inti kehidupan suatu daerah yang mempunyai karakteristik ciri khas daerah. Mempunyai rasa memiliki Jati diri kelokalan berarti merasa bangga terhadap daerahnya dan mempunyai keinginan untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai kelokalan sehingga memiliki kearifan lokal.

(35)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menurut Guba inkuiri naturalistik merupakan pendekatan yang berorientasi pada penemuan yang meminimalisir manipulasi peneliti atas obyek penelitian/studi .

Lincoln dan Guba (1985:39), lebih suka menggunakan istilah Naturalistik

Inquiry oleh karena ciri yang menonjol dari penelitian ini adalah cara pengamatan

dan pengumpulan datanya dilakukan dalam latar/ setting alamiah, artinya tanpa memanipulasi subyek yang diteliti (sebagaimana adanya natur). Menurut perkembangannya, pendekatan ini bukanlah hal baru. Hanya saja perhatian para ahli secara intens barulah pada dekade terakhir ini.

(36)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Paradigma naturalistik disebut juga paradigma definisi sosial, paradigma non-positivistik, paradigma mikro dan pemberdayaan. Kendatipun menggunakan istilah yang beragam, keempat istilah tersebut pada umumnya memiliki pengertian yang yang sama dan merupakan rumpun paradigma penelitian kualitatif.

Secara sederhana inkuiri naturalistik dapat didefinisikan sebagai inkuiri yang dilakukan dalam latar/setting alamiah dengan menggunakan metode yang alamiah pula (Aliasar 1998: 4). Sedangkan paradigma definisi sosial (social defenition) menekankan hakikat kenyataan sosial yang didasarkan pada definisi

subyektif dan penilaiannya. Struktur sosial menunjuk pada definisi bersama yang dimiliki individu yang berhubungan dengan bentuk-bentuk yang cocok dan menghubungkan satu sama lain. Tindakan-tindakan individu serta pola-pola interaksinya dibimbing oleh definisi bersama dan dikonstruksikan melalui proses interaksi.

(37)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

an individual’s experience of the world). Dengan kata lain, realitas dalam

paradigma ini ditentukan sendiri oleh subyek yang diteliti.

Inkuiri naturalistik menggunakan suatu proses siklus dan bukan linier. Siklus penelitian naturalistik mulai dengan seleksi suatu proyek penelitian. Siklus itu kemudian dilanjutkan dengan mengalikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan proyek itu, pengumpulan data untuk menanggulangi pertanyaan-pertanyaan itu, suatu catatan mengenai data yang dikumpulkan, serta analisis dari data itu. Proses ini diulangi beberapa kali atau sering kali, tergantung pada ruang lingkup yang makin menyempit dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Jadi, suatu pengkajian naturalistik dapat dilakukan dengan hanya suatu fokus deskriptif, dengan memerlukan relatif hanya sedikit pengulangan dari siklusnya. Atau, jika digunakan suatu ruang lingkup yang lebih terfokus, maka lebih banyak pengulangan dari sklus itu yang akan diperlukan, sebelum dapat ditulis suatu laporan, karena pertanyaan-pertanyaan akan makin terfokus juga setiap kali melalui siklus itu, data yang dikumpulkan lebih terpesialisasikan, analisisnya akan menjadi lebih sempit dan seterusnya.

(38)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data dipilih teknik pengamatan langsung atau observasi terhadap subyek penelitian, hal ini dilakukan mengingat pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan naturalistik inkuiri. Alat untuk membantu pengumpulan data digunakan teknik wawancara, catatan lapangan (field notes), tape recorder, dan foto (Hopkins, 1993: 116), yang secara insentif dilakukan pada informan (responden).

a. Teknik Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data/informasi yang utama dalam penelitian naturalistik inkuiri, dengan mengamati secara langsung yang dilakukan guru berkenaan dengan kegiatan belajar mengajar terutama interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, serta untuk mengamati guru dalam media pembelajaran dan alat evaluasi. Observasi ini dilakukan secara terbuka agar guru memberikan informasi secara bebas tentang proses pembelajaran yang dilaksanakannya, terutama mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kemajuan, keberhasilan dan hambatan selama proses pembelajaran.

(39)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Teknik ini digunakan untuk melengkapi data penelitian dengan melakukan tanya jawab dengan guru berkenaan dengan pembelajaran sejarah lokal yang mencakup: penyusunan (Silabus), penyusunan RPP (Rencana Program Pembelajaran), Metode pembelajaran yang digunakan guru, Media/alat peraga yang digunakan, serta pola evaluasinya, sehingga semua unsur tersebut dapat diangkat informasinya untuk lebih menjelaskan tentang pembelajaran sejarah lokal yang berlangsung. Wawancara penting dilakukan dalalm penelitian ini karena melalui wawancara peneliti mendapat data verbal dan mendengar langsung pendapat ataupun pandangan dari responden. Menurut Nasution (1988:69) dalam wawancara kita dihadapkan kepada dua hal. Pertama, kita harus secara nyata mengadakan interaksi dengan responden. Kedua, kita menghadapi kenyataan, adanya pandangan orang lain yang mungkin berbeda dengan pandangan kita sendiri.

Adapun yang penulis wawancarai dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, guru mata pelajara Sejarah dan siswa kelas XI di SMA Negeri I Singaparna dengan jumlah responden yang tidak ditentukan jumlahnya, melainkn peneliti terus menerus melakukan wawancara sepanjang menemukan hal-hal yang baru yang dianggap bermakna dan esensial oleh peneliti.

c. Dokumentasi

(40)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam penelitian naturalistik kebanyakan diperoleh dari sumber manusia atau human resources, melalui observasi dan wawancara (Nasution, 1988:85). Seluruh hasil pengumpulan data didokumentasikan dalam catatan lapangan atau field notes. Selain itu dokumen dan rekaman yang relevan dengan tema penelitian, bersama-sama dengan hasil wawancara, termasuk informasi penting yang juga didokumentasikan.

F. Prosedur Penelitian

1. Pelaksanaan penelitian

a. Wawancara dengan guru sejarah dalam upaya mengembangkan materi-materi pembelajaran sejarah lokal.

b. Menyusun dan mengembangkan materi-materi sejarah lokal untuk digunakan dalam pembelajaran sejarah.

c. Mengimplementasikan materi-materi sejarah lokal tersebut dalam proses pembelajaran,

d. Melakukan observasi dan wawancara mengenai keberhasilan pembelajaran sejarah lokal. Wawancara dengan guru dan siswa di SMA Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.

(41)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

f. Menganalisis dan menyusun data-data tersebut dalam laporan penelitian.

G. Validasi Data

1. Member Check

Member Check yaitu suatu kegiatan di mana peneliti mencek kebenaan dan kesahihan data temuan penelitian dengan mengkonfirmasikan sumber data, agar informasi yang diperoleh dan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan. (S. Nasution, 2003: 117-118).

2. Expert opinion

Hasil temuan penelitian diproses melalui konsultasi kepada para ahli yang mempunyai spesialisasi di bidangnya. Dalam kegiatan ini, peneliti mengkonsultasikan hasil temuan penelitian kepada para pembimbing dan kepada pakar yang mempunyai keahlian dalam penelitian kualitatif, untuk memperoleh arahan dan masukan sehingga validasi temuan penelitian dapat dipertanggungjawabkan.

(42)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

MQ Patton, menyatakan bahwa analisis data adalah proses mengatur uraian data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Moleng, 1989:112).

Mengenai analisis data ini, Bogdan menyatakan pendapatnya sebagai berikut: “Data analysis is the process of systematically searching and arranging the interview transcripts, filed notes, and other materials that you accumulate to

increase your own understanding of them and to enable you to present what you

have discovered to others”. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. (Sugiyono, 2007:88).

Nasution (2003:129) mengemukakan langkah-langkah ysng bisa diikuti dalam menganalisis data kualitatif yaitu (1) reduksi data (2) “display” data (3) mengambil kesimpulan dan verifikasi, lebih lanjut penulis menguraikannya sebagai berikut :

1. Reduksi data

(43)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya, jadi laporan lapangan sebagai bahan “mentah” disingkatkan, direduksi, disusun lebih sistematis, sehingga lebih mudah

dikendalikan.

2. Display data

Data yang bertumpuk, laporan lapangan yang tebal, sulit ditangani, sulit melihat hutannya karena pohonnya. Sulit pula melihat hubungan antara detail yang banyak. Agar dapat melihat gambaran keseluruhannya atau bagian-bagian tertentu dari penelitian itu, harus dapat dikuasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan detail.

Penulis berusaha mencari makna data yang dikumpulkan sejak awal. Hal ini dilakukan untuk mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul dan sebagainya. Jadi dari data yang diperoleh, sejak awal penulis mencoba mengambil kesimpulan.

3. Mengambil kesimpulan dan Verifikasi

(44)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(45)

101

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa hasil penelitian sebagai berikut.

1. Pengembangan desain pembelajaran sejarah lokal adalah melalui pengembangan perencaan pembelajaran sejarah yang bermuatan sejarah lokal dengan tujuan meningkatkan rasa memiliki jatidiri kelokalan. Dengan demikian, setiap materi yang ada pembelajaran sejarah lokalnya dikembangkan sesuai dengan materi yang kontekstual dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, metode pembelajaran bervarasi agar dapat meningkatkan rasa memiliki jatidiri kelokalan, media dan sumber pembelajaran yang relevan dengan karakteristik siswa dan dapat memiliki jatidiri kelokalan, evaluasi penilaian yang guna tercapainya tujuan pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa memiliki jatidiri kelokalan. 2. Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh ketiga responden adalah merancang

(46)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bermuatan sejarah lokal sehingga meningkatkan jatidiri kelokalan pada diri siswa, metode pembelajaran yang disesuiakan dengan materi yang berbaisi sejarah lokal yang dikaitkan dengan meningkatkan rasa jatidiri kelokalan, dan mengadakan evaluasi pembelajaran sejarah yang bermuatan sejarah lokal yang ada kaitannya dengan rasa memiliki jatidiri kelokalan.

3. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diperoleh kesimpulan bahwa untuk meningkatkan rasa memiliki jatidiri kelokalan pada siswa dianggap baik karena dalam mengikuti pembelajaran sejarah yang berkaitan dengan sejarah lokal siswa sangat tertarik dan antusias sehingga materi yang disampaikan dapat dimenegrti dan dipahami serta dapat menumbuhkan rasa memiliki identitas kelokalan.

4. Adapun solusi dari beberapa kendala yang dihadapi oleh guru sejarah dalam menyampaikan materi sejarah lokal adalah menyusun perencanaan pembelajaran sejarah yang bermuatan sejarah lokal dengan jelas, memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperkaya pengetahuan tentang sejarah lokal yang ada di daerahnya masing-masing.

B. Rekomendasi

(47)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Bagi pemerintah daerah perlu kiranya anjuran yang lebih intensif kepada sekolah-sekolah untuk memasukan sejarah lokal ke dalam proses pembelajaran sejarah di Kabupaten Tasikmalaya.

(48)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. (2007). Di Sekitar Penelitian Sejarah lokal, dalam Sejarah Lokal Penulisan dan Pembelajaran Sejarah. Bandung: Salamina Press.

Arori, M. (2009). Psikologi Pembelajaran. Bandung. Wacana Prima.

Baharuddin. Wahyuni, E.N. (2010). Teori Belajar Dan Pembelajaran. Jogjakarta:Rr-Ruzz Media.

Benda, H.J. (1985). Bulan Sabit Dan matahari Terbit, Islam Indonesia Pada Masa pendudukan Jepang. Jakarta: Pustaka Jaya

Boland. B.J. (1985). Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970. Jakarta: Temprint.

Browne, Rollo. 2005. Towards A Framework For Sociodrama. A thesis presented to the Board of Examiners of the Australia and New Zealand Psychodrama Association Incorporated in partial fulfilment of the requirements toward certification as a sociodramatist.

Burke, P. (2003). Sejarah Dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ... (1995). New Perspectives onHistorical Writing. British: T.J. Press

(Padstow) Ltd.

Craib, I. (1992). Teori-Teori Sosial Modern, Dari Parson sampai Habermas. Jakarta: Rajawali.

Cresswell, J. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing Among Five Traditions. Thousand Oaks, California: SAGE Publications.

Dahlan, M.D., (1990). Model-model Mengajar. Bandung: Diponegoro.

Danim, Sudarwan. (2002). Inovasi Pendidikan, Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.

(49)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Depdiknas. 2008. Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal

Garraghan, Gilbert J.(1957). A Guide to Historical Method. New York: Fordham University Press.

Guba, E. (1987). Menuju Metode Inkuiri Naturalistik dalam Evaluasi Pendidikan. Terj. Sutan Zanti Arbi. Jakarta: Djambatan.

Hakim, L. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima. Hamalik,O. (1986). Media Pendidikan. Bandung: Alumni

Hamalik, O. (2010). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hariyono. (1995). Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta : Pustaka Jaya. Hasan, S. H. ( t.t.) Problematika Pendidikan Sejarah. Bandung: FPIPS UPI

... (2007). Kurikulum Sejarah dan Pendidikan Sejarah Lokal, dalam Sejarah Lokal; Penulisan dan Pembelajaran Sejarah. Bandung: Salamina Press. ... (2009) Pengembangan Kurikulum Sekolah, dalam FIP-UPI. (2009). Ilmu

Dan Aplikasi Pendidikan Bagian II: Ilmu Dan Pendidikan Praktis. Bandung: IMTIMA.

Hergenhahn, B.R. Olson, M.H. (2009). Theories of Learning ( Teori Belajar) edisi ketujuh. Jakarta: Prenada Media Group.

Himmelfarb, Gertrude. (1987). The New History and the Old. USA: The President and Fellows of Harvard College.

Hill, W. F. (2010). Theories of Learning, Teori-teori Pembelajaran, Konsepsi, Komparasi dan Signifikansi. Terj. M. Khozim. Bandung: Nusa Media.

Hoselitz, B.F. (1988). Panduan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial, Pemerkaya Pendekatan Antar Disiplin dan Bacaan Awal Sebelum Memilih Spesialisasi. Jakart: Rajawali

Joyce, B. Weil, M & Calhoun, E. (2011). Models of teaching eighth edition. USA: Pearson Education, Inc.

Kamarga, H. (2007). KTSP dan Materi Sejarah Lokal, dalam Sejarah Lokal; Penulisan dan Pembelajaran Sejarah. Bandung: Salamina Press.

(50)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

... (2006). Sejarah Lokal: (Pengertian, Konten, dan Pengajaran). (Online). Tersedia: Tersedia: http: //file.upi.edu/Direktori. 18 Juli 2011.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995)

Kartodirdjo, S. (1994). Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

... (1994). Pembangunan Bangsa tentang Nasionalisme, Kesadaran dan Kebudayaan Nasional. Yogyakarta: Aditya Media.

Koentjaraningrat, (1984). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Kozicki, H. (1998). Developments in Modern Historiography. London: Macmilland Press Ltd.

Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah. Yogya: Tiara Wacana

... (2008). Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kurasawa, A. (1993). Mobilisasi dan Kontrol, Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945. Jakarta: Grasindo.

Lie, Anita. (2010). Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia.

Lincoln, Yvona S, & Guba, G. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: sage Publications.

Mahfud, C. (2009). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Marzano, R.J. (2006). Classroom Assessment & Grading that Work. USA: Association for Supervision and Curriculum Development.

Muhajir. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin

Mulyana, A. Gunawan, R. (2007). Lingkungan Terdekat; Sumber Belajar Sejarah Lokal, dalam Sejarah Lokal, Penulisan dan Pembelajaran Sejarah. Bandung: Salamina Press.

Mulyana, A. (2007). KTSP dan Pengembangan Konsep Dalam Pembelajaran Sejarah Lokal, dalam Sejarah Lokal, Penulisan dan Pembelajaran Sejarah. Bandung: Salamina Press.

(51)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

... (ed.1999). Buku Penuntun Pembuatan Tesis, Skripsi, Disertasi dan Makalah, Jakarta: Bumi Aksara.

Puguh D. R. (2010). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sejarah Dan Ilmu Pengetahuan Sosial Dengan Pemanfaatan Sumber Daya Budaya Lokal. Tersedia (On Line). (19 Juli 2011).

Purba,R.M.(repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/.../Chapter%20II.pd f . (2012).

Rasyidin, W. (2009). Pedagogik Teoritis, dalam FIP-UPI. (2009). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian I: Ilmu Pendidikan Toeritis. Bandung: IMTIMA.

Saripudin, D. Ahmad, A.R. (2008). Masyarakat Dan Pendidikan, Perspektif Sosiologi. Malaysia: Sutra Publication.

Sa’ud, U.S. (2009). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sawunggalih, M. (2010). Sejarah Lokal Dalam Kurikulum Sekolah.(On Line) Tersedia: . http: //semangatbelajar.com/sejarah-lokal-dalam-kurikulum-sekolah [8 Agustus 2011].

Sidi, I. D. (2001). Menuju Masyarakat belajar : Mengagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramadina.

Sumiati, E. Asra. (2009). Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.

Sumantri, E. (2008). Seabad Kebangkitan Nasional, Revitasi dan Reaktualisasi Kebangkitan Nasional Menuju Indonesia Baru yang Adil dan Sejahtera. Bandung: CV. Yasindo Multi Aspek.

Supardan, D. (2009). Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikulturalisme dan Perspektif Sejarah Lokal, Nasional, Global dalam Integrasi Bangsa.. (Online). Tersedia: http: //file.upi.edu/Direktori. 18 Juli 2011.

Sutikno. M.S. (2009). Pengolaan Pendidikan: Tinjauan Umum dan Konsep Islami. Bandung: Prospect

... (2009). Pendidikan Sejarah, dalam FIP-UPI. (2009). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu. Bandung: IMTIMA.

(52)

Ida Farida Ningrum, 2013

Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jatidiri Kelokalan (Studi Naturalistik Inquiri Di SMK Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Supriatna, N. (2007). Konstruksi Pembelajaran Kritis. Bandung: Historia Utama Press.

Stavenhogen, R. (1986). Problem and Prospects of Multietchnic States. Tokyo: United Nations University Press.

Suryanegara, A.M. (2002). Api Sejarah 2. Bandung: Salamadani.

... (1995). Menemukan Sejarah, Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.

Trianto. (2007). Model Pembelajaran Terpadu, dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Wahyudin, D. Et al. (2009). Teori Mengajar, dalam FIP-UPI. (2009). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian I: Ilmu Pendidikan Toeritis. Bandung: IMTIMA.

Widja, G. (1988). Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah dalam Perspektif Pendidikan. Semarang: Satya Wacana.

Wiriaatmadja, R. (2002). Pendidikan sejarah, sikap kebangsaan, identitas nasional, sejarah lokal, masyarakat multikultural. Bandung: Historia Utama Press.

Gambar

Gambar 2. 1 Skema Penelitian ........................................................................

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya di Indonesia dan di negara lain yaitu gangguan mental emosional umumnya lebih banyak ditemui pada wanita, dan semakin

[r]

Dalam memecahkan masalah N-Queen dengan menggunakan algoritma genetika, proses pemilihan parent dapat dilakukan dengan menggunakan metode roulette wheel selection , rank

[r]

Adapun inti dari kedua penelitian yang digunakan sebagai referensi terhadap metode tournament selection dalam proses seleksi parent pada algoritma genetika ini

AngkasaYasmadi, (2005), Modernisasi Pesantren, Kritik Nurcholish Madjid terhadap Pendidikan Islam Tradisional.. Jakarta,

Maka batere akan menjadi sumber catu daya utama bagi relay proteksi, motor-motor PMT/PMS, tripping coil dan telekomunikasi, lampu-lampu indikator dipanel kontrol serta lampu

Perusahaan sebaiknya menggunakan pendekatan Full Costing dalam penentuan harga produksinya karena perhitungan harga pokok produksi pesanan dengan menggunakan metode Full Costing