MODEL KONSELING BERBASIS PENYEMBUHAN SPIRITUAL
UNTUK MEREDUKSI KECEMASAN
(Studi Pengembangan Model Konseling pada Ibu Hamil Pertama Trimester Ketiga di Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung Tahun 2013)
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang
Bimbingan dan Konseling
MUHTASOR 1008958
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
SEKOLAH PASCASARJANA
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI: Promotor Merangkap Ketua
Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja
Ko-Promotor Merangkap Sekretaris
Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd. Nip. 195206201980021001
Anggota
Prof. Dr. Kusdwiratri Setiono
Mengetahui
Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul: “MODEL KONSELING
BERBASIS PENYEMBUHAN SPIRITUAL UNTUK MEREDUKSI KECEMASAN
(Studi Pengembangan Model Konseling Pada Ibu Hamil Pertama Trimester Ketiga di
Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung Tahun 2013)” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku
dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi
yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian ditemukan adannya pelanggaran
terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap
keaslian karya ini.
Bandung, Agustus 2013
Yang membuat pernyataan
MODEL KONSELING BERBASIS PENYEMBUHAN SPIRITUAL UNTUK MEREDUKSI KECEMASAN
(Studi Pengembangan Model Konseling Bagi Ibu Hamil Pertama Trimester Ketiga)
Oleh Muhtasor
S.Pd. STKIPM Pringsewu, 1995 M.M. IPWIJA Jakarta, 2002
Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling
SPs UPI Bandung
© Muhtasor 2013
Universitas Pendidikan Indonesia September 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Abstrak
Muhtasor. (2013). Model Konseling Berbasis Penyembuhan Spiritual untuk Mereduksi Kecemasan (Studi Pengembangan Model Konseling Bagi Ibu Hamil Pertama Trimester Ketiga di Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung Tahun 2013). Dibimbing oleh: Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja (Promotor); Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd. (Ko-Promotor); dan Prof. Dr. Kusdwiratri Setiono (Anggota Promotor). Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Penelitian ini bertujuan menghasilkan model konseling yang efektif untuk mereduksi kecemasan pada ibu hamil pertama trimester ketiga. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan penelitian dan pengembangan (R&D). Metode penelitian yang dipilih adalah metode penelitian campuran (mixed methods) dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan hasil uji pakar dan uji lapangan, dihasilkan model konseling berbasis penyembuhan spiritual yang dikembangkan untuk mereduksi kecemasan pada ibu hamil pertama trimester ketiga terdiri dari tiga sesi, lima langkah dan empat belas pertemuan konseling yang dilakukan secara sistematis. Pengujian efektivitas model menggunakan metode eksperimen dan desain yang dipilih adalah pretest and posttest control group design. Instrumen yang digunakan adalah skala pengukuran kecemasan adopsi dari teori Spielberger (1979). Berdasarkan pengujian hipotesis menggunakan analisis kovarian (ANAKOVA) dengan mengontrol sifat kecemasan, diketahui bahwa terdapat pengaruh model konseling berbasis penyembuhan spiritual terhadap penurunan kecemasan.
Abstract
Muhtasor. (2013). A Counseling Model Based on Spiritual Healing for Reducing Anxiety (A Study of Counseling Model Development for First Pregnancy Women of Third Trimester in Pagelaran of Pringsewu Regency in Lampung Province in 2013). Under guidance of: Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja (Promoter); Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd. (Co-Promoter); and Prof. Dr. Kusdwiratri Setiono (Member of Promoters). Postgraduate of Guidance and Counseling Study Program in Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
The objective of this research is to produce an effective counseling model for reducing third trimester women who were pregnancy for the first time, and this objective is obtained by research and development (R&D). This research used a mixed method design with quantitative and qualitative approaches. Results of expert and field tests, a counseling model is produced based on spiritual healing which was developed to reduce anxiety of first pregnancy women of third trimester consisting of three sessions, five steps and fourteen counseling meetings conducted systematically. Model effectiveness test used experiment method with pretest and posttest control group design. An anxiety measurement scale adopted from Spielberger theory (1979) was used as instrument. The hypothesis analysis results using analysis covariance (ANCOVA) by controlling anxiety trait showed that there was an influence between the counseling model based on spiritual healing and reduced anxiety.
Keywords: anxiety, counseling model, spiritual healing, first pregnancy women of third trimester
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR BAGAN ... ixx
DAFTAR GRAFIK ... xx
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah ... 20
C. Tujuan Penelitian ... 23
D. Manfaat Penelitian ... 23
2. Jenis-jenis Kecemasan ... 35
3. Proses Terbentuknya Kecemasan ... 42
B. Konsep Tentang Kehamilan Pertama Trimester Ketiga 1. Pengertian Kehamilan ... 50
2. Perubahan-perubahan Psikologis pada Kehamilan ... 54
3. Kecemasan pada Kehamilan Pertama Trimester Ketiga ... 63
C. Konsep Konseling Berbasis Penyembuhan Spiritual 1. Pengertian Spiritual dan Penyembuhan Spiritual ... 75
2. Prinsip-prinsip Penyembuhan Spiritual ... 88
3. Spiritualitas dalam Konseling... 99
4. Model Konseling Berbasis Penyembuhan Spiritual ... 108
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 144
B. Variabel Penelitian ... 148
C. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 150
D. Subjek Penelitian ... 162
E. Teknik Analisa Data ... 164
F. Prosedur dan Tahap Penelitian ... 166
1. Studi pendahuluan ... 167
2. Pengembangan dan Validasi Model ... 169
3. Uji Coba Lapangan ... 172
A. Hasil Penelitian ... 189
1. Hasil Studi Pendahuluan ... 189
2. Hasil Pengembangan dan Validasi Model ... 197
3. Hasil Uji Coba Keefektifan Model... 200
B. Pembahasan Hasil penelitian ... 227
1. Gambaran Kecemasan Pada Ibu Hamil ... 232
2. Efikasi Konseling Berbasis Penyembuhan Spiritual untuk Mereduksi Kecemasan ... 244
3. Keunggulan dan Kelemahan Konseling Berbasis Penyembuhan Spiritual ... 247
4. Keterbatasan Penelitian ... 249
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 251
B. Rekomendasi ... 253
DAFTAR PUSTAKA ... 265
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 261
1. SK Pengangkatan Pembimbing dan Surat Izin Penelitian
2. Model Konseling Berbasis Penyembuhan untuk Mereduksi Kecemasan 3. Instrumen Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kehamilan merupakan periode dramatis terhadap kondisi biologis wanita
disertai dengan perubahan-perubahan psikologis dan terjadinya proses adaptasi
terhadap pola hidup dan proses kehamilan itu sendiri. Informasi yang sama, tampak
juga dalam buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
(2002) yang menyebutkan bahwa kehamilan merupakan perubahan fisik maupun
emosional seorang wanita serta perubahan sosial dalam keluarga. Pada saat seorang
wanita mengalami hamil maka akan tejadi perubahan-perubahan yang bersifat fisik
maupun emosional.
Pada umumnya, dalam periode kehamilan akan terjadi perubahan kondisi fisik
dan tanda-tanda fisiologis mulai dari mual dan muntah-muntah, kepala pusing sampai
timbulnya keluhan secara umum seperti rasa panas dalam perut khususnya pada
lambung (heartburn). Persoalannya adalah keluhan-keluhan tersebut akan terus
meningkat setiap berat janin bertambah. Penambahan berat janin mengakibatkan
posisi rahim dalam perut naik atau meninggi, kemudian rahim serta segala hal yang
Lamadhah (2011) mengungkapkan bahwa keluhan berkaitan dengan
timbulnya rasa panas dalam perut tergolong sederhana namun dapat menimbulkan
kegelisahan dan kelelahan pada ibu hamil. Seiring dengan perubahan-perubahan
tersebut terjadi pula perubahan emosional yang kompleks, sehingga memerlukan
adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi.
Mustika (2008) dalam buku Panduan Spiritual Kehamilan menyebutkan satu
ungkapan Jack Canfield dalam Chicken Soup for the Expectant Mother’s Soul, bahwa
segala sesuatunya tidak akan pernah sama lagi. Tubuh kita mengalami
perubahan-perubahan drastis, sementara emosi kita berganti-ganti antara antisipasi dan rasa
takjub ketika merasakan getar-getar kehidupan yang pertama di dalam tubuh kita,
sampai pada kecemasan membayangkan saat melahirkan dan kesanggupan kita untuk
menjadi orang tua. Mulai dari rasa mual sampai eforia, kehamilan benar-benar
merupakan pengalaman mendebarkan.
Respon terhadap kecemasan pada wanita hamil tidak hanya menjadi masalah
pribadi, akan tetapi dapat meluas menjadi masalah-masalah sosial dalam keluarga.
Keharmonisan keluarga antara istri dan suami dapat menjadi kurang baik akibat
kurangnya pemahaman dan/atau penerimaan dari keduanya, keluarga atau ditempat
kerjanya terhadap kenyataan perubahan-perubahan prilaku ibu hamil yang terjadi
Pada proses kehamilannya, para wanita disamping mengalami
perubahan-perubahan fisik dan tanda-tanda fisiologis sebagaimana dijelaskan di atas, perubahan-perubahan
yang kemudian mampu menimbukan masalah sosial dalam keluarga adalah
perubahan-perubahan yang bernuansa psikologis terutama pada aspek emosionalnya seperti prilaku
menjadi mudah tersinggung, mudah sedih, suka khawatir, merasa kurang diperhatikan,
merasakan sesuatu yang tidak nyaman dan tidak jelas penyebabnya, termasuk memiliki
permintaan yang tidak masuk akal seperti minta jenis buah yang tidak pada musimnya,
dan cenderung harus dipenuhi. Jika tidak terpenuhi, maka tidak sedikit dari wanita hamil
kemudian mengekspresikan perasaan dan pikirannya pada prilaku yang terkadang tidak
wajar seperti meminta yang harus segera dipenuhi, tersinggung dan menyalahkan sebagai
bentuk pertahanan ego. Tentu hal ini akan menjadi persoalan baru menyangkut
keharmonisan sosial dalam keluarga dan lingkungannya manakala kurangnya saling
mengerti dan memahami dengan baik. Dalam kontek konseling, fenomena di atas
memunculkan kebutuhan adanya sebuah layanan konseling yang dilakukan sebagai
upaya membangun self awareness pada konseli (wanita hamil dan suaminya), serta
pihak-pihak yang terkait dengan konseli.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa perubahan emosi pada ibu hamil
sangat jelas dan jika berkelanjutan tanpa penanganan yang tepat mampu
mengakibatkan reaksi kecemasan yang berat bahkan gangguan jiwa pada ibu hamil
Suami dan keluarga yang semestinya dapat menjadi pendamping untuk mengurangi
respon psikologis ibu hamil seperti kecemasan, justru sebaliknya berpotensi menjadi
ikut mengalami kecemasan.
Perubahan-perubahan psikologis selama menjalani kehamilan ternyata juga
disadari oleh para ibu hamil itu sendiri. Berikut ungkapan singkat seorang wanita
bernama Sofia yang dihasilkan dari wawancara dalam prariset. Sofia menjelaskan bahwa
pada masa kehamilannya mengalami perasaan yang berbeda dari masa sebelum hamil.
Beberapa hal yang dirasakannya seperti menjadi mudah sedih, manja dan ingin selalu
ditemani suami. Semua yang diinginkan harus dipenuhi dan jika tidak, maka direspon
dengan menangis. Hal lain yang lebih mencemaskan apabila membayangkan proses
melahirkan. Perasaannya sering takut, khawatir jika ada apa-apa dengan bayinya
memikirkan kira-kira selamat atau tidak, termasuk menjadi suka bertanya-tanya sendiri.
Padahal sudah cukup rajin periksa ke bidan dan sering dinasihati ibunya. Menurutnya,
semua hal di atas sering mengakibatkan sakit kepala, perut terasa pedih, dan rasanya
malas jika mau makan.
Ungkapan di atas secara umum dialami dan dirasakan oleh sebagian besar ibu
hamil sebagaimana diungkapkan oleh beberapa ahli, (Harianto: 2003; Mustika: 2008;
Krisnadi: 2008; Sweet dalam Andina: 2010; Stoppard: 2011; Sholihah: 2011; Apprilia
Perubahan-perubahan emosi terutama pada perasaan cemas berupa perasaan
tegang, khawatir, sedih, gugup, takut menjadi persoalan mendasar berkaitan dengan
proses kehamilan seorang ibu dan persoalan-persoalan tersebut jarang mendapatkan
solusi sehingga menimbulkan masalah psikologis pada ibu hamil yang akan
mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Utaminingsih dalam
Suciningsih (2004), menjelaskan bahwa kecemasan pada ibu hamil dapat mempengaruhi
perkembangan fisik dan otak bayi dalam kandungan termasuk kemungkinan bayi lahir
dengan cacat fisik dan lambanya perkembangan otak bahkan ada yang autis. Gambaran
tersebut akan menjadi persoalan yang tidak sederhana sebab jika lahir anak-anak dengan
kecacatan atau terjadi kelambanan perkembangan otak dan bahkan autis akan menjadi
persoalan besar terhadap penyiapan generasi yang berkualitas dalam rangka membangun
bangsa dan negara.
Uraian di atas menggambarkan bahwa sesungguhnya masalah
perubahan-perubahan psikologis yang mengakibatkan ketidaknyamanan, secara umum dialami
oleh ibu hamil dan masalahnya sangat kompleks dengan berbagai pengaruh atau
dampak yang buruk. Perubahan-perubahan tersebut diawali sejak usia trimester
pertama hingga trimester ketiga terutama dengan respon psikologis yang dapat
berubah-ubah setiap saat.
Krisnadi (2008) dalam makalahnya tentang Proses Adaptasi Psikologi pada ibu
diantaranya dimulai pada trimester pertama beberapa wanita hamil merasakan
kecemasan, kegusaran, ketakutan, perasaan panik terhadap kehamilan dan segala
akibatnya. Dalam pikiran mereka, kehamilan merupakan ancaman, kegawatan, ketakutan
dan bahaya bagi dirinya, bahkan ada di antara sikap mereka yang tidak hanya menolak
kehamilan tapi berusaha menggugurkannya atau mencoba bunuh diri. Pada trimester
kedua respon psikologis pada ibu hamil ditandai dengan adanya narsisme dan introversi.
Narsisme menandakan keterkaitan minat dan perhatian pada diri/tubuh sendiri yang
dimanivestasikan dalam bentuk hati memilih baju yang baik untuk digunakan,
hati-hati memilih makanan yang dimakan, memilih lingkungan yang lebih nyaman dari
sebelumnya, termasuk ketakutan kalau-kalau tugasnya dapat membahayakan janin.
Sedangkan introversi dimanivestasikan dalam bentuk memikirkan tentang diri sendiri,
membesar-besarkan kesalahannya, perasaannya, dan kurang berminat pada dunia luar.
Pada trimester ketiga secara umum kehidupan psikologik-emosional dikuasai oleh
perasaan dan pikiran mengenai persalinan yang akan datang.
Dari uraian tersebut diperoleh suatu gambaran bahwa spektrum masalah pada
ibu hamil dengan adanya perubahan-perubahan disertai berbagai reaksi psikologisnya
begitu kompleks. Berbagai reaksi atau respon psikologis tersebutlah yang pada
gilirannya sebagai penyebab atau pemicu munculnya kecemasan bahkan distres pada
persoalan-persoalan di seputar persalinan seperti persalinan lama atau sulit,
mengganggu his, rasa nyeri atau kesakitan.
Kegelisahan-kegelisahan peneliti terhadap fenomena-fenomena sebagaimana
telah diuraikan sebelumnya, sekaligus menimbulkan pertanyaan awal bahwa:
“Apakah persoalan-persoalan yang sangat kompleks dengan berbagai dampak buruk
tersebut cukup menjadi konsumsi pembicaraan atau pembiaran oleh masyarakat,
negara, atau mungkin dunia pendidikan termasuk di dalamnya bimbingan dan
konseling tanpa adanya upaya yang tepat sebagai sebuah solusi?”.
Kegelisahan terhadap fenomena yang terjadi dan pertanyaan peneliti inilah
yang kemudian menjadi pijakan berpikir terhadap pentingnya dilakukan sebuah
penelitian. Secara konseptual, penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan dengan
harapan mampu menjawab segala persoalan yang muncul pada masyarakat,
khususnya masalah-masalah kecemasan ibu hamil yang secara filosofis dan empiris
dapat menimbulkan dampak-dampak yang negatif.
Asumsi yang juga mendasari pentingnya penelitian ini dilakukan adalah
apabila fenomena kecemasan-kecemasan yang terjadi pada ibu hamil berlangsung
secara berkelanjutan tanpa adanya upaya atau penanganan yang tepat dapat
menimbulkan hal buruk seperti: 1) lahirnya pribadi ibu hamil yang lemah karena
terbebani oleh persoalan-persoalan yang menimbulkan berbagai reaksi negatif baik
ibu-ibu hamil yang terjerat dalam kecemasan; 3) menimbulkan persoalan bangsa
dengan kurang berkualitasnya generasi penerus.
Langkah berikutnya untuk mewujudkan penelitian ini dan untuk mendapatkan
data yang lebih mendalam termasuk dari sisi aspek spiritualitasnya, peneliti melakukan
wawancara terhadap beberapa bidan yang menangani pasien ibu hamil di lokasi
penelitian. Hasilnya, para bidan di lingkungan kerja PKM Pagelaran (lokasi penelitian)
membenarkan bahwa hampir dari setiap ibu hamil yang mereka hadapi mengalami
kecemasan dan sangat dirasakan terutama pada saat usia kehamilan memasuki bulan
ketujuh dan seterusnya (trimester ketiga).
Adapun deskripsi hasil wawancara secara umum adalah bahwa kecemasan yang
biasa dialami ibu hamil pada trimester ketiga yaitu apakah dapat melahirkan dengan
lancar tanpa kesulitan, apakah bayi yang akan dilahirkannya nanti dalam keadaan sehat
dan tidak cacat, apakah dapat menyusui dan merawat bayi dengan baik. Rata-rata merasa
cemas karena tubuhnya yang kurang menarik lagi dan mengkhawatirkan janin dalam
kandungannya. Saat persalinan sudah dekat dan kontraksi makin sering, akan semakin
tampak kecemasannya. Biasanya pasien terlihat pucat, susah senyum, dan tidak sedikit
yang berteriak-teriak bahkan ada yang berkata kasar. Saat ini pemberian obat penenang
sejenis diazepam menurut mereka bukan lagi merupakan solusi yang dilakukan.
Sementara dari sisi aspek spiritual, diperoleh data bahwa pada saat pasien
persalinan ketika dituntun ke jalan spiritual untuk menyadari segala hal yang sedang
terjadi agar diterima dengan baik atau untuk mengingat Tuhan, pasien cenderung acuh
atau hanya sekadarnya dan makin teriak atau sedikitnya hanya menangis dan mengeluh
kesakitan. Sedikit sekali yang mampu mengembangkan kesadaran bahwa segala rasa
sakit yang dialaminya adalah hal yang memang harus dilalui dengan baik dan ada
kemauan serta keyakinan bahwa dirinya mampu berusaha mengurangi rasa sakit serta
menyandarkan segala yang dilakukannya kepada Tuhan.
Hasil wawancara terhadap bidan berkenaan dengan reaksi fisiologis dan
psikologis, secara umum dapat dideskripsikan bahwa pasien terkadang sampai
mengeluhkan sesak nafas atau rasa tercekik, telinga berdenging, muka pucat, jantung
berdebar, mata kabur, rasa melayang, takut mati atau merasa tidak akan tertolong
lagi. Pasien menunjukkan rasa kecemasan ditandai oleh rasa gelisah dan ketakutan
luar biasa sehingga kondisinya menjadi panik.
Kondisi kepanikan sebagai wujud dari kecemasan yang berat tersebut
berdampak sangat buruk bagi keselamatan ibu dan janinnya. Cohents dalam Andina
(2010) menyatakan bahwa cemas dapat mengganggu, seseorang perempuan yang
panik dapat mengalami abruptio plasenta dan hal tersebut berakibat sangat buruk
seperti terjadinya perdarahan hebat bahkan dapat menimbulkan kematian. Dalam
kondisi seperti ini, jika kecemasan ibu hamil tidak mendapatkan penanganan yang
benaknya saat mengalami rasa sakit atau persoalan yang berat terhadap kehamilannya
adalah berpikir selamat atau tidak, hidup atau mati, dan seterusnya.
Grayson (2001) menjelaskan bahwa dalam prinsip spiritual, apa yang
dipikirkan, itulah yang akan terjadi. Maka akan menjadi malapetaka besar jika dalam
kondisi kecemasan yang berat seseorang hanya berpikir tentang kematian. Secara
spiritual, ini menjadi sesuatu yang berbahaya jika konseli (pasien) benar-benar
mengalami kematian, sementara kondisi jiwanya tidak mampu bertransendensi, hanya
terpusat pada rasa sakit secara fisik, hilang spirit untuk hidup, tidak terbentuk
keterhubungan dengan Sang Pemilik Kekuatan, sehingga ia jauh dengan Tuhan yang
memiliki sifat kemahaan-Nya. Jiwanya kering tanpa sentuhan-sentuhan nilai
ketuhanan. Padahal sesungguhnya fitrah setiap manusia pada hakekatnya adalah
mahluk yang ber-Tuhan. Akan sangat menjadi rendah ketika manusia dengan
kalbunya tidak mampu mengembangkan fitrah mulia ini.
Dahlan (2005), memandang bahwa apabila fitrah manusia itu tidak
dikembangkan secara optimal, lahirlah kalbu yang qasi (membatu) mewujudkan
pribadi yang kaku, kasar, keras, kufur, dan tidak taat serta pribadi yang lalai sehingga
tidak meyakini akan kehadiran Tuhan dalam hidupnya.
Berdasarkan gambaran di atas, dapat dijelaskan bahwa pada kehidupan kaum
hawa sesungguhnya ada suatu proses kehidupan manusia yang sangat berat dan harus
dengan kompetensi fitrahnya mampu menghadapinya dengan sadar atas segala apa yang
sedang terjadi sehingga ia mampu bertransendensi dengan Tuhannya secara baik atau
sebaliknya ia menjadi pribadi yang ingkar yang tidak mampu melakukan upaya
transendensi sama sekali sehingga hidupnya kosong dengan kalbu yang qasi.
Selanjutnya untuk mengetahui data empiris keadaan psikologis ibu hamil pada
trimester ketiga secara umum pada sebagian lokasi penelitian, peneliti melakukan
studi dokumentasi terhadap data penanganan pasien ibu hamil di BPS (bidan praktik
swasta). Keadaan psikologis dimaksud dalam hal ini adalah kondisi emosional ibu
hamil di trimester ketiga yang dibagi dalam dua kategori, yakni kategori cemas dan
tenang. Sepanjang periode empat bulan terakhir tahun 2011, diperoleh catatan
keadaan emosi wanita hamil pada trimester ketiga sebagai tahapan menghadapi waktu
persalinan menunjukkan bentuk emosi yang berbeda. Dari 32 orang pasien yang
diamati, kondisi emosional ibu hamil berupa cemas, yakni tidak mau tenang, banyak
mengeluh, berkeringat dingin, jarang senyum, kadang-kadang berteriak, berkata yang
tidak jelas, memarahi orang lain, menyalahkan orang lain termasuk suaminya, kadang
menggigit, sebanyak 23 orang (71,9%), dan hanya 9 orang (28,1%) kondisi
emosional ibu hamil yang tenang, yakni sikapnya tenang, mudah diarahkan, mudah
diajak komunikasi, sabar dan mau menyebut nama Tuhannya.
Penelitian berikut memperkuat temuan empiris dan kajian teoritis di atas,
dari Klinik Prorevital Jakarta dalam www.klinikpria.com, dengan judul Stress Pada
Wanita Hamil. Peneliti melakukan survei melalui daftar pertanyaan yang digunakan
untuk mengukur skala distres. Hasilnya diketahui bahwa lebih dari 60 persen wanita
hamil mengalami distres dan kurang dari 10 persen yang termasuk relatif tenang.
Masalahnya adalah, distres yang berlanjut akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan
janin, bahkan akan mempengaruhi tumbuh kembangnya kelak; 2) Andina (2010) dalam
penelitiannya mengungkapkan bahwa sebagian besar wanita merasa sedih dan ambivalen
tentang kenyataan kehamilan. Kurang lebih 80% wanita mengalami kekecewaan,
penolakan, kecemasan, depresi dan kesedihan. Penelitian lainya yang berkenaan dengan
kecemasan pada ibu hamil dan perlunya sebuah intervensi/bantuan, diantaranya adalah:
(Reed dalam Wiknjosastro: 1999; Harianto: 2003; Nur’aini: 2006; Diponegoro: 2007;
Budi dan Sulistyorini: 2007; dan Fatmawati: 2010).
Selanjutnya untuk mendapatkan gambaran tentang kecemasan yang dialami
ibu hamil di lokasi penelitian, yakni di wilayah kerja puskesmas Pagelaran, peneliti
melakukan studi pendahuluan pada subyek sebanyak 30 orang ibu yang sedang
menjalani kehamilan trimester ketiga yang telah dipilih secara random dari populasi
sebanyak 92 orang. Studi ini dilakukan untuk mengungkap tingkat kecemasan
(anxiety state) yang sedang dialami oleh ibu hamil, juga diungkap sifat kecemasannya
(anxiety trait) sehingga diketahui apakah individu tersebut memiliki sifat dasar cemas
Hasil studi pendahuluan memberikan gambaran bahwa kecemasan ibu hamil
berada dalam kategori sangat tinggi sebanyak 1 orang (3%), kecemasan kategori
tinggi sebanyak 22 orang (73%), kecemasan kategori sedang sebanyak 5 orang
(17%), kecemasan kategori rendah sebanyak 2 orang (7%) dan kecemasan kategori
sangat rendah 0 (0%). Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa tingkat kecemasan
yang dialami ibu hamil pada trimester ketiga di Pagelaran Kabupaten Pringsewu
Lampung sebanyak 73% menunjukkan tingkat kecemasan tinggi. Dengan kata lain
secara umum ibu hamil pada trimester ketiga mengalami kecemasan yang tinggi.
Secara empiris, kecemasan pada ibu hamil secara umum dapat disebabkan
oleh beberapa faktor seperti: umur ibu hamil, umur kehamilan, urutan kehamilan
pertama, kedua dan seterusnya, ada tidaknya masalah kelainan kandungan, tingkat
keyakinannya (spiritual), sifat dasar kepribadian, dukungan sosial, keadaan ekonomi
termasuk dari kultur yang berbeda.
Pemikiran Freud, lebih mengedepankan bahwa penyebab utama dari
kecemasan adalah lemahnya ego untuk mengontrol dorongan insting atau id dan
tuntutan dari superego. Sedangkan Spielberger (1979) menggambarkan bahwa secara
umum penyebab dari kecemasan adalah dari persepsi individu atau penilaian kognitif
(cognitive appraisal) yang terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal
terdiri dari: a) pikiran; persepsi terhadap sumber ancaman atau bahaya yang berkaitan
b) perasaan, dicirikan dengan merasa sulit untuk mendapatkan sesuatu yang
diharapkan atau pesimis, menyerah terhadap situasi yang ada, kritis terhadap dirinya
sendiri dan selalu khawatir terhadap yang dilakukan; c) kebutuhan biologis, yaitu
kemampuan menjaga tubuh menjadi homeostatis menyangkut fungsi vital tubuh
(pernapasan, sirkulasi darah dan temperatur tubuh). Sedangkan faktor eksternal, yaitu
keadaan di luar diri individu yang dirasa merugikan, membahayakan atau mengancam
terdiri dari: a) perilaku orang lain di sekitarnya; dan b) kejadian-kejadian yang
berkaitan dengan dirinya baik secara langsung maupun tidak langsung seperti melihat
peristiwa yang tidak diinginkan, mendengar berita buruk, terjadi kelainan medik atau
adanya tindakan medikalisasi terhadap dirinya.
Pada penelitian ini, untuk membatasi luasnya kajian penyebab dari
kecemasan, maka ditetapkan aspek spiritual yang dinilai akan banyak mempengaruhi
kecemasan seseorang. Hal tersebut berangkat dari asumsi dan hasil penelitian Miller
yang membuktikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara spiritual, kesehatan
dan agama. Mann et al. (2008) dalam penelitiannya membuktikan bahwa religius dan
spiritual berhubungan dengan berkurangnya kecemasan pada wanita hamil. Demikian
juga hasil penelitian lainnya, (Simmon: 2001, J. R. Mann et al: 2010, Breen, Price
dan Lake).
Adapun aspek kondisi empiris pada ibu hamil trimester ketiga seperti umur
pekerjaan atau perbedaan kultur tidak menjadi kajian dalam penelitian ini. Hal ini
dapat menjadi bagian penelitian lainnya mengingat luasnya kajian yang harus
dilakukan. Selain itu berdasarkan hasil studi pendahuluan, kecemasan kategori tinggi
menyebar pada semua kondisi empiris tersebut kecuali pada urutan kehamilan
pertama (gravida satu) dan khusus untuk pasien yang mengalami kelainan medik
dianulir untuk menjadi subyek dalam penelitian ini.
Keterkaitan dengan latar belakang dari sifat kecemasan (anxiety trait) dapat
dijelaskan bahwa responden yang memiliki sifat dasar cemas, kecemasannya berada pada
kategori sangat tinggi sebanyak 1 orang (3%), kategori tinggi sebanyak 16 orang (53%),
kategori sedang sebanyak 4 orang (13%) dan kategori rendah sebanyak 1 orang (3%).
Sedangkan responden yang tidak memiliki sifat dasar cemas, kecemasannya berada pada
kategori tinggi sebanyak 6 orang (20%), kategori sedang sebanyak 1 orang (3%) dan
kategori rendah sebanyak 1 orang (3%).
Berdasarkan data di atas, dapat dijelaskan secara singkat bahwa subyek yang
memiliki sifat dasar cemas memiliki tingkat kecemasan yang bervariasi dari
kecemasan kategori sangat tinggi sampai kategori rendah. Demikian juga sebaliknya
pada subyek yang tidak memiliki sifat dasar cemas. Tidak dimilikinya sifat dasar
cemas tidak mengindikasikan tidak adanya kecemasan. Dengan demikian diduga
sifat dasar cemas, sebaliknya orang yang memiliki tingkat kecemasan sedang atau
bahkan rendah juga bukan berarti karena tidak memiliki sifat dasar cemas.
Selanjutnya dari hasil pengukuran diperoleh data bahwa dari 22 orang (73%)
yang mengalami tingkat kecemasan kategori tinggi, ternyata 15 orang (68%) berasal dari
latar belakang kehamilan pertama, sebanyak 5 orang (23%) kehamilan kedua (G2),
sebanyak 1 orang (4,5%) kehamilan ketiga (G3) dan sebanyak 1 orang (4,5%) berasal
dari kehamilan keempat (G4). Dengan demikian diketahui bahwa ternyata 22 orang
responden yang mengalami kecemasan kategori tinggi, sebesar 68% adalah berlatar
belakang dari kehamilan pertama. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut dan untuk
membatasi luasnya latar belakang kehamilan (gravida) pada sampel penelitian, peneliti
selanjutnya menetapkan sampel penelitian pada subyek yang sedang menjalani
kehamilan pertama trimester ketiga (G1T3).
Melalui data kualitatif pada tahap studi pendahuluan, diperoleh keterangan
bahwa selain bentuk-bentuk kecemasan yang dialami secara umum oleh ibu hamil,
calon ibu yang baru pertama kali hamil akan merasa lebih cemas khususnya
disebabkan oleh faktor internal ibu hamil, yakni belum memiliki pengalaman yang
cukup terhadap proses kehamilan dan melahirkan. Selain ibu hamil mengalami
bentuk kecemasan yang berkenaan dengan aspek fisik, fisiologis dan psikologis
ternyata ibu hamil mengalami masalah spiritual, yakni kepercayaan terhadap mitos
Secara rinci dapat dideskripsikan bahwa para ibu hamil lebih merasakan pada
rasa sakit atau rasa tidak nyaman seperti perut selalu kencang, jantung berdetak cepat,
perut terasa panas, leher seperti tercekik, mata terasa kabur, gatal-gatal, dan nyeri.
Sedangkan kemampuan membangun daya spiritualnya, yakni melakukan
keterhubungan dengan yang memiliki Kekuatan Lebih sangat lemah. Lemahnya
kemampuan tersebut akibat terdistorsinya pikiran dan perasaan-perasaan yang
bersifat subyektif sehingga sulit membuka dan membangkitkan nilai-nilai spiritual
yang ada dalam dirinya, kurang mampu memahami hakikat hidup dan dirinya sebagai
bagian dari penciptaan alam semesta, tidak mampu menolak pikiran negatif, serta
lemahnya kemampuan menyandarkan segala masalahnya pada kekuasaan Tuhan
akibatnya emosinya lebih tampak dan jiwanya kurang lembut, serta hatinya mengeras
dengan prilaku menolak, meronta, menyalahkan, dan kadang berteriak.
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui studi pendahuluan yang berkaitan
dengan tingginya tingkat kecemasan pada ibu hamil pertama trimester ketiga dan
besarnya dampak negatif yang ditimbulkannya serta lemahnya kemampuan spiritualnya,
selanjutnya menjadi dasar asumsi diperlukannya sebuah intervensi konseling yakni
model konseling yang efektif untuk mereduksi kecemasan pada ibu hamil pertama
trimester ketiga.
British Association of Counseling (BAC) dalam McLeod (2003)
hubungan yang mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis,
psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah. Fungsi dari konseling adalah
memberikan kesempatan kepada “klien” untuk mengeksplorasi, menemukan dan
menjelaskan cara hidup lebih memuaskan dan cerdas dalam menghadapi sesuatu.
Selanjutnya, kegiatan layanan konseling memiliki kontribusi positif sebagai agen
perubahan (agent of change) di masyarakat dalam pembangunan dan penyiapan generasi
penerus yang berkualitas. Kaitannya dengan kontribusi kegiatan layanan konseling
terhadap penyiapan generasi yang berkualitas, didasari asumsi bahwa layanan konseling
akan mampu membantu ibu hamil yang sedang mengalami kecemasan sehingga mampu
terhindar dari masalah adanya potensi melahirkan anak yang kurang berkualitas.
Intervensi melalui layanan konseling ini penting dilakukan juga didasari oleh
kajian literatur bahwa: 1) kecemasan yang berlanjut pada proses kehamilan akan
berakibat buruk terhadap kesehatan psikologis ibu hamil bahkan gangguan jiwa yang
berat; 2) dalam manifestasi klinik, kecemasan berpotensi menimbulkan dampak yang
sangat buruk yakni terjadinya inertia uteri, abruptio plasenta yang dapat mengakibatkan
kematian atau mengganggu his sehingga proses persalinan menjadi sulit dan kesakitan.
Hal ini sebagaimana dijelaskan sebelumnya oleh Cohents dalam Andina (2010), bahwa
cemas yang salah satunya ditandai dengan panik, dalam proses persalinan sangat
Berkaitan dengan dampak buruk dalam proses persalinan, Cahyani (2010)
dalam tulisannya tentang gangguan kecemasan pada ibu hamil menjelaskan bahwa
tidak sedikit calon ibu yang mengalami rasa cemas ditandai dengan rasa takut pada
fase menjelang kelahiran. Menurutnya, justru rasa cemas itulah yang memicu rasa
sakit saat melahirkan. Perasaan tersebut selanjutnya membuat jalan lahir (birth canal)
menjadi mengeras dan menyempit. Dengan demikian diperlukan sebuah solusi yang
didesain secara khusus untuk mereduksi kecemasan-kecemasan pada ibu hamil
pertama trimester ketiga.
Solusi melalui intervensi konseling dilakukan melalui dengan menggali atau
mempengaruhi konseli dari aspek pola pikir, emosi, sikap, atau tingkah laku konseli, dan
aspek spiritualnya. Pada penelitian ini konseling dilakukan dengan penekanan pada aspek
spiritualnya yakni dengan layanan konseling berbasis penyembuhan spiritual. Hal ini
dilatarbelakangi asumsi bahwa sesungguhnya pada setiap diri manusia terdapat nilai-nilai
spiritual, sekalipun yang bersangkutan mungkin tidak beragama. Namun keinginan untuk
terjadi keterhubungan antara dirinya dengan pemilik kekuatan lebih (Tuhan) selalu ada
pada saat-saat tertentu. Siapapun manusia pada hakekatnya mengakui keberadaan Tuhan
yang memiliki kekuatan dan kuasa menciptakan termasuk terhadap dirinya sebagai
tempat dimintai pertolongan. Persoalannya adalah ketika para ibu hamil mengalami
spiritualnya untuk mengatasi masalah dan hanya terpusat pada perasaan-perasaan
kecemasan dan rasa sakit yang diakibatkannya.
Terdapat beberapa bentuk atau model intervensi konseling di Indonesia telah
dilakukan untuk membantu konseli yang mengalami kecemasan melalui riset
diantaranya: 1) konseling behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis, 2)
konseling rasional emotif dengan teknik relaksasi, 3) teknik empty chair, 4) coping
skill, 5) pendekatan cognitif behavioral therapy (CBT).
Dalam perspektif ilmu bimbingan dan konseling (BK), kecemasan yang
berlanjut dipandang sebagai faktor psikologis yang negatif. Kecemasan yang terjadi
secara berkelanjutan tanpa mendapat penanganan yang tepat akan memunculkan
gangguan jiwa seperti stres dan depresi. Corey (2005) menjelaskan bahwa kecemasan
adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi individu berbuat sesuatu. Apabila
seseorang tidak dapat mengendalikan kecemasan melalui cara-cara yang rasional dan
langsung, maka ego akan mengandalkan cara-cara yang tidak realistis, yakni tingkah
laku yang berorientasi pada pertahanan ego. Kebanyakan orang merasakan
kecemasan sebelum suatu peristiwa penting atau pertama kali hal itu terjadi. Dalam
hal ini individu terlebih dahulu mempersepsikan sesuatu yang akan dihadapinya
diprediksi sulit atau bahkan tidak akan dapat dikerjakannya, sehingga kecemasan pun
menjadi permasalahan pertama yang muncul dalam dirinya yang pada akhirnya
Berkaitan dengan gangguan jiwa, teori Freud (1923) dalam Hawari (2002)
menjelaskan bahwa ganguan jiwa muncul akibat terjadinya konflik internal (dunia
dalam) pada diri seseorang yang tidak dapat beradaptasi dengan dunia luar. Lebih
lanjut, Hawari (2002) mengungkapkan bahwa faktor-faktor psikologis yang bersifat
negatif (stres, cemas, depresi) melalui jaringan “psiko-neuro-endokrin” secara umum
dapat mengakibatkan kekebalan tubuh (imunitas) menurun yang pada gilirannya
tubuh mudah terserang penyakit, atau dapat juga sel-sel organ tubuh berkembang
radikal (misalnya pada kanker). Demikian pula penyakit infeksi lainnya mudah
menyerang tubuh disebabkan karena kekebalan tubuh seseorang sedang menurun. Di
lain pihak, faktor psikologis yang bersifat positif (bebas dari stres, cemas, depresi)
melalui jaringan “psiko-neuro-endokrin” dapat meningkatkan kekebalan tubuh
sehingga seseorang tidak mudah terserang penyakit atau mempercepat proses
penyembuhan.
Setiap individu pada dasarnya menginginkan selalu berada pada kondisi
psikologis yang positif. Namun secara umum kemampuan individu untuk selalu
berada pada kondisi psikologis yang positif tersebut sangat fluktuatif. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor internal berupa kemampuan diri sendiri untuk mengelola
aspek psikologisnya dan faktor eksternal yang berpotensi ikut mempengaruhinya.
Pada konteks inilah bimbingan dan konseling memiliki kontribusi yang sangat besar
profesional agar memiliki kemampuan untuk berusaha, memelihara dalam kondisi
psikologis yang positif.
Pada penelitian ini, sesuai dengan karakteristik subyek yaitu ibu hamil pertama
trimester ketiga yang mengalami kecemasan dengan berbagai reaksi psikologisnya serta
lemahnya kemampuan untuk membangkitkan potensi spiritual, maka dikonstruksi Model
Konseling Berbasis Penyembuhan Spiritual untuk mereduksinya. Landasan filosofisnya
adalah bahwa manusia pada hakekatnya adalah sebagai makhluk spiritual. Burke,
Chauvin, dan Miranti (1995) secara umum menyetujui bahwa secara total manusia terdiri
dari beberapa dimensi, yakni: fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual. Dimensi
spiritual merupakan potensi bawaan setiap individu yang dengan potensi tersebut
manusia akan mampu mengembangkan nilai-nilai kehidupan serta mencirikan bahwa ada
kehidupan pada diri seseorang.
Hendrawan (2009) mengungkapkan bahwa spiritual berhubungan dengan yang
suci. Dalam pengertiannya, spiritualitas berarti menghidupkan, tanpa spiritualitas
organisme mati secara jasad dan kejiwaan, memiliki status suci, statusnya lebih tinggi
dari yang material dan terkait dengan Tuhan sebagai causa prima kehidupan.
Beberapa hal di atas inilah yang selanjutnya menjadi asumsi dasar pentingnya
layanan konseling berbasis penyembuhan spiritual dilakukan untuk membantu
membangkitkan potensi kesadaran spiritual konseli. Layanan konseling berbasis
dan langkah-langkah yang didasarkan pada prinsip-prinsip penyembuhan spiritual
dalam melakukan terapeutik. Hal lain juga karena menurut pengetahuan peneliti,
kajian ini belum dilakukan oleh peneliti lain dalam bidang bimbingan dan konseling.
Model konseling berbasis penyembuhan spiritual merupakan sebuah model yang
dilakukan dengan mempengaruhi sisi spiritual/ruhaniyahnya dengan membangkitkan
nilai-nilai kesadaran spiritual akan fakta yang sedang ia hadapi dan membimbing agar
mampu melakukan tindakan secara sadar untuk melakukan keterhubungan
(transendensi). Model konseling berbasis penyembuhan spiritual adalah model layanan
bantuan yang diberikan kepada konseli yang didasarkan pada prinsip-prinsip
penyembuhan spiritual dan fokusnya adalah melibatkan hubungan serta manfaat
spiritualitas sehingga konseli mampu melakukan keterhubungan dengan Tuhan.
Asumsi dasar konsep penyembuhan spiritual digunakan sebagai pedoman
pokok dalam model konseling ini adalah bahwa penyembuhan spiritual itu untuk
semua orang dan merupakan hasil asli dan alami dari cara semesta berfungsi saat
digunakan dengan benar. Ide dasar dari spiritual adalah substansi dan daya
fundamental yang dilakukan seseorang, kemudian akan menciptakan sebuah
pengalaman yang dikehendaki. Fakta dari penyembuhan spiritual adalah bahwa apa
yang diyakini seseorang, itulah yang akan terjadi. Asumsi ini diadopsi dari teori
Grayson (2001) tentang penyembuhan spiritual (spiritual healing).
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut. 1) secara umum wanita saat menjalani kehamilannya terutama pada
trimester ketiga sampai dengan menjelang persalinan mengalami masalah psikologis
berupa kecemasan ditandai dengan ketegangan, rasa sedih, khawatir, gugup, termasuk
takut. Pada umumnya mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi
tanpa sebab yang jelas (bersifat subyektif); 2) pada saat mengalami kecemasan
ditandai oleh perasaan yang tidak menyenangkan bahkan merasa sangat tersiksa, ibu
hamil kurang mampu untuk membangkitkan potensi spiritualitasnya dan pikirannya
terdistorsi oleh persepsi-persepsi negatif terhadap segala yang sedang dirasakan
bahkan mitos lebih dipercayai; 3) bantuan layanan konseling selama ini di Indonesia
secara umum masih berorientasi pada upaya mempengaruhi aspek pola pikir, emosi,
sikap, atau tingkah laku konseli, dan masih sangat minim pada aspek spiritualnya; 4)
diperlukan pengembangan sebuah model konseling yang efektif digunakan untuk
mereduksi kecemasan pada ibu hamil pertama trimester ketiga; 5) pendekatan
konseling berbasis penyembuhan spiritual diasumsikan sebagai model konseling yang
efektif untuk mereduksi kecemasan pada ibu hamil pertama trimester ketiga.
Pemilihan pendekatan tersebut didasari beberapa pertimbangan, yakni: a)
kecemasan dan bentuk emosi lainnya sangat terkait dengan dimensi spiritual; b) lebih
nyata dapat kita temukan bahwa faktor spiritual secara langsung akan mempengaruhi
Pertimbangan tersebut sesuai dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebagaimana dijelaskan Satriyah (2010) dalam Jurnal Irsyad edisi 1 bahwa: (1)
penelitian Miller membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara spiritual,
kesehatan dan agama. Menurutnya jika spiritual dan agama meningkat maka
kesehatan pun akan meningkat, (2) penelitian Simmon (2001) menghasilkan bahwa
pasien-pasien yang kurang percaya dengan keberadaan Tuhan mempunyai risiko
kematian yang tinggi, (3) World Health Organization (WHO) dalam Hawari (2002)
menyatakan bahwa sejak tahun 1984 menetapkan bahwa sehat mencakup 4 aspek
yaitu: biologis, psikis, sosial, dan spritual.
Tahap penelitian selanjutnya berkaitan dengan intervensi yang akan
dikonstruksi untuk mengentaskan masalah-masalah di atas, yakni dengan model
konseling berbasis penyembuhan spiritual untuk mereduksi kecemasan pada ibu
hamil pertama trimester ketiga.
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini secara umum
baru mengungkap pada aspek kondisi psikologis ibu hamil, faktor yang menyebabkannya
serta ada tidaknya pengaruh konseling terhadap ibu hamil. Sebatas pengetahuan peneliti
belum menghasilkan konstruksi sebuah model intervensi konseling yang dapat
diterapkan terhadap ibu hamil yang sedang mengalami kecemasan.
Hal lain yang menjadi kekhasan penelitian ini adalah adanya sebuah model
atau sumber kekuatan dalam diri konseli dengan fokus melibatkan hubungan serta
manfaat spiritualitas terhadap cara seseorang memandang kehidupannya. Dengan
demikian posisi penelitian ini menjadi urgen dan memiliki unsur orisinalitas.
Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut maka dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut: “Bagaimana model konseling berbasis penyembuhan
spiritual yang efektif untuk mereduksi kecemasan pada ibu hamil pertama
trimester ketiga?”
Secara rinci pertanyaan dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.
1. Bagaimana bentuk model konseling hipotetik yang dapat digunakan untuk
mereduksi kecemasan pada kehamilan pertama trimester ketiga?
2. Apakah Model Konseling Berbasis Penyembuhan Spiritual (MKBPS) efektif
untuk mereduksi kecemasan pada ibu hamil pertama trimester ketiga?
B.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menghasilkan model
konseling berbasis penyembuhan spiritual yang efektif untuk mereduksi kecemasan
pada ibu hamil pertama trimester ketiga. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian
ini adalah untuk mengkaji dan memperoleh gambaran teoritis dan empiris mengenai
1. Dihasilkannya sebuah Model Konseling Berbasis Penyembuhan Spiritual
(MKBPS) yang efektif untuk mereduksi kecemasan pada ibu hamil pertama
trimester ketiga.
2. Diketahuinya tingkat keefektifan Model Konseling Berbasis Penyembuhan Spiritual
(MKBPS) untuk mereduksi kecemasan pada ibu hamil pertama trimester ketiga.
Dalam upaya menjawab pertanyaan penelitian dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut.
Model konseling berbasis penyembuhan spiritual efektif untuk menurunkan
kecemasan pada ibu hamil pertama trimester ketiga.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dalam pengembangan
ilmu maupun pelaksanaan bimbingan dan konseling.
1. Manfaat teoritik
Hasil penelitian berupa model konseling berbasis penyembuhan spiritual
(MKBPS) diharapkan dapat menambah jumlah referensi/teori dalam bimbingan
dan konseling sebagai model yang efektif untuk mereduksi kecemasan.
2. Manfaat empirik
Hasil penelitian ini diharapkan praktis dan mudah digunakan oleh para konselor
untuk membantu konseli dalam mereduksi kecemasan.
a. Menjadi masukan sebagai rumusan kebijakan sebagai salah satu bentuk model
konseling dalam bimbingan dan konseling di Indonesia.
b. Menjadi salah satu upaya pedagogis dalam keilmuan bimbingan dan konseling
sehingga MKBPS dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan untuk memasukkan
aspek spiritual ke dalam kurikulum dan mata kuliah yang relevan sehingga setting
model layanan bimbingan dan konseling dapat berkembang.
c. Menjadi pertimbangan bagi bidan dan/atau rumah sakit untuk membuka layanan
MKBPS bekerjasama dengan para konselor terlatih sebagai pendamping layanan
medik mengingat secara umum kecemasan-kecemasan dialami pasien dalam
BAB III `
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan metode Penelitian
Tujuan akhir dari penelitan ini adalah tersusunnya model konseling berbasis
penyembuhan spiritual (MKBPS) untuk mereduksi kecemasan pada ibu hamil
pertama trimester ketiga. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan model penelitian
dan pengembangan (research and development), Borg dan Gall (2003). Kerangka isi
dan komponen model disusun berdasarkan kajian konsep dan teori konseling,
penyembuhan spiritual, kecemasan, kajian penelitian terdahulu yang relevan, studi
pendahuluan yang menjaring data dan permasalahan tentang kecemasan pada ibu
hamil, serta uji empiris terhadap model.
Memperkuat alasan pemilihan penelitian dan pengembangan dalam penelitian
ini adalah sebagaimana dijelaskan Sugiyono (2010) bahwa metode penelitian dan
pengembangan (R&D) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Dalam penelitian ini produk
yang akan dihasilkan adalah model konseling berbasis penyembuhan spiritual yang
Muhtasor, 2013
Sukmadinata (2012) mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan penelitian dan
pengembangan terdapat tiga metode yang digunakan, yaitu deskriptif, evaluatif dan
eksperimen. Metode deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menghimpun data
permasalahan ditinjau dari aspek profil kecemasan ibu hamil pada trimester ketiga
sebagai studi pendahuluan. Metode eksperimen digunakan untuk menguji keampuhan
dari produk yang dihasilkan, yaitu kefektifan dari model konseling berbasis
penyembuhan spiritual. Metode evaluatif digunakan untuk mengevaluasi proses uji coba
pengembangan suatu produk. Produk dikembangkan melalui serangkaian uji coba, dan
setiap kegiatan uji coba diadakan evaluasi baik proses maupun hasil. Dalam penelitian ini
evaluasi dilakukan pada pelaksanaan uji model konseling berbasis penyembuhan spiritual
baik pada uji coba terbatas maupun pada uji coba lebih luas atau uji empiris.
Pendekatan kuntitatif dan kualitatif dalam metode penelitian campuran (mixed
methods) digunakan bersama-sama secara terpadu. Alasan penggunaan pendekatan
ini adalah sebagaimana diungkapkan Natawidjaja (2009) adaptasi dari John W.
Creswell, bahwa penelitian dengan metode campuran akan diperoleh pemahaman
yang lebih lengkap mengenai masalah yang diteliti.
Mixed methods berfokus pada pengumpulan dan analisis data serta
Muhtasor, 2013
maupun penelitian jamak. Premis sentral yang menjadi dasar methods research
adalah bahwa mengunakan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif untuk
menemukan hasil penelitian yang lebih baik dibanding menggunakan salah satu
pendekatan saja. Pada penelitian kuantitatif menggunakan instrumen-instrumen
formal, standar dan bersifat mengukur, sementara penelitian kualitatif menggunakan
peneliti sebagai instrumen.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan eksperimen menggunakan model
konseling berbasis penyembuhan spiritual yang merupakan hasil pengembangan dari
model terapi penyembuhan spiritual (spiritual healing). Adapun rancangan penelitian
metode campuran yang digunakan adalah rancangan metode campuran melekat.
Proses mixed terjadi pada saat data hasil kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk
memperoleh suatu interpretasi.
Proses pengumpulan dan analisis data kuantitatif dilakukan sebelum intervensi
diberikan (pretest) dan setelah intervensi diberikan (posttest). Sedangkan proses
pengumpulan dan analisis data kualitatif dilakukan sebelum, selama dan setelah
intervensi dilakukan. Secara visual rancangan penelitian adopsi dari Natawidjaja
(2009) digambarkan pada bagan berikut.
Eksperimen
Muhtasor, 2013
Intervensi
Proses pengumpulan Dan analisis data kualitatif (sebelum, selama, setelah perecobaan)
Bagan 3.1
Rancangan Penelitian Metode Campuran Melekat
Pengumpulan data kualitatif sebelum intervensi, dilakukan dengan prosedur
wawancara terhadap subjek (ibu hamil), suami ibu hamil dan bidan yang menangani
pasien dalam subjek penelitian. Selama intervensi, pengumpulan data kualitatif
menggunakan format monitor pencapaian tujuan (format D1) pada tahap awal terapi
dalam SKL 5, 6 dan 7, dan format D2 pada tahap inti terapi dalam SKL 8, 9, 10 dan
11. Sedangkan setelah intervensi, data kualitatif diperoleh dari format umpan balik
(format E) berupa tanggapan umpan balik dari subjek terhadap proses dan hasil
intervensi konseling.
Adapun proses pengumpulan dan analisis data kuantitatif dilakukan sebelum
Muhtasor, 2013
kepompok eksperimen maupun kelompok kontrol yang telah terbentuk dengan
prosedur random assigment.
Proses akhir adalah melakukan diskusi keseluruhan hasil dan interpretasi
terhadap keefektifan model konseling yang telah dikembangkan dan diujicobakan
sehingga menghasilkan model konseling berbasis penyembuhan spiritual yang
akuntabel. Diskusi yang dilakukan dalam prosedur ini adalah diskusi tema dalam
konteks intervensi dan hasilnya. Hasil diskusi tersebut merupakan bahan yang
penting dalam rangka melakukan revisi dan finalisasi model sehingga terbentuk
produk akhir berupa model konseling (MKBPS) yang teruji.
Dalam mengembangkan model konseling, sebagai bahan revisi dan finalisasi
model, peneliti tidak hanya menganalisis hasil perhitungan data kuantitatif ujicoba
model akan tetapi mengakomodasi data kualitatif berupa penilaian pakar, tanggapan
dan masukan dari subjek maupun konselor pengamat. Penelitian kuantitatif
digunakan dalam pengumpulan dan analisis data berkaitan dengan tingkat dan sifat
kecemasan pada ibu hamil pertama trimester ketiga, sedangkan kualitatif digunakan
untuk mengetahui validitas rasional model hipotetik konseling berbasis penyembuhan
Muhtasor, 2013
hamil termasuk potensi spiritualitasnya serta tanggapan dan masukan terhadap proses
dan hasil konseling.
B. Variabel Penelitian
Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah model
konseling berbasis penyembuhan spiritual (MKBPS), yakni intervensi konseling yang
diberikan kepada ibu hamil pertama trimester ketiga, sedangkan variabel terikat
(dependent variable) penelitian ini adalah kecemasan pada ibu hamil pertama
trimester ketiga.
Berikut dikemukakan beberapa hal yang berkaitan dengan variabel-variabel
dalam penelitian ini secara operasional.
a. Model konseling berbasis penyembuhan spiritual (MKBPS)
Model konseling berbasis penyembuhan spiritual (MKBPS) merupakan
prosedur konseling yang dilakukan oleh konselor untuk mereduksi kecemasan pada
ibu hamil pertama trimester ketiga. Model konseling berbasis penyembuhan spiritual
adalah proses bantuan yang diberikan kepada konseli dengan cara membangkitkan
nilai kesadaran dalam diri konseli agar mampu belajar untuk menjadi sadar akan
faktor tak sadar dalam dirinya dan mampu mengubah serta mengarahkan faktor itu
Muhtasor, 2013
berdasarkan pada prinsip-prinsip penyembuhan spiritual. Fokusnya adalah dengan
cara melibatkan hubungan serta manfaat spiritualitas terhadap cara seseorang
memandang kehidupannya.
Produk akhir MKPBS memuat: (1) rasional, (2) tujuan, (3) strategi layanan,
(4) langkah-langkah implementasi model, (5) kompetensi konselor, (6) perangkat
yang digunakan, (7) evaluasi dan indikator keberhasilan, dan panduan model berupa
rincian pelaksanaan tiap sesi dilengkapi dengan satuan kegiatan layanan (SKL), alat
evaluasi serta lampiran deskripsi materi.
b. Kecemasan pada ibu hamil pertama trimester ketiga
Kecemasan pada ibu hamil pertama trimester ketiga adalah perasaan-perasaan
cemas yang dialami oleh ibu hamil pertama selama menjalani kehamilannya
ditrimester ketiga. Kecemasan tersebut diartikan sebagai perasaan yang mengeluhkan
bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi tanpa sebab yang jelas ditandai oleh
perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, sedih, gugup dan khawatir disertai respon
fisiologis seperti detak jantung meningkat atau otot menegang dan respon psikologis
seperti kesulitan memusatkan perhatian.
Adapun bentuk-bentuk kecemasan dimaksud diantaranya meliputi menjadi
Muhtasor, 2013
atau was-was, merasa cemas akan kondisi janin yang masih dalam kandungan,
perubahan fisik, proses persalinan, merasa kurangnya penerimaan dari lingkungan,
percaya dengan mitos, ketakutan yang berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya
masih tergolong wajar, sering mengelus-elus perutnya untuk menunjukkan
perlindungannya kepada janin, berkhayal atau bermimpi tentang apabila janin akan
lahir dengan kecacatan, menjadi sangat merasa bergantung kepada pasangannya, dan
emosionalnya makin bergejolak bahkan menganggap orang lainlah yang menjadi
penyebab dari segala rasa tidak nyaman yang sedang dialami.
C. Pengembangan Instrumen Penelitian
1. Kisi-kisi Instrumen Pengumpul Data
Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan dan sifat
kecemasan adalah skala pengukuran kecemasan A-State dan A-Trait adopsi dari
Spielberger (1979). Jumlah item dalam skala sebanyak 32 item, terdiri dari 16
item skala A-State dan 16 item skala A-Trait. Pernyataan yang tergolong positif
(favorable) sebanyak 22 item yakni pernyataan yang isinya mendukung tingkat
atau sifat kecemasan sebagai atribut yang hendak diukur dan pernyataan negatif
Muhtasor, 2013
positif guna mengontrol tingkat ketelitian dan keseriusan responden dalam
memberikan respons.
Skala disusun dengan empat alternatif jawaban. Pada skala A-State
menggunakan alternatif: sangat (verymuch), sedang (moderately), sedikit (somewhat),
dan tidak sama sekali (not at all). Sedangkan pada skala A-Trait menggunakan
alternatif: hampir selalu (almost always), sering (often), kadang-kadang (sometimes),
dan hampir tidak pernah (almost never).
Penilaian pernyataan favorable untuk skala kecemasan bergerak dari 4 sampai
1, yaitu: sangat (verymuch) mendapat skor 4, sedang (moderately) mendapat skor 3,
sedikit (somewhat) mendapat skor 2, tidak sama sekali (not at all) mendapat skor
1. Sedangkan untuk pernyataan yang unfavorable penilaiannya bergerak
sebaliknya yaitu sangat (verymuch) mendapat skor 1, sedang (moderately) mendapat
skor 2, sedikit (somewhat), mendapat skor 3, tidak sama sekali (not at all)
mendapat skor 4.
Berdasarkan definisi operasional yang telah dikemukakan maka disusunlah
kisi-kisi instrumen pengungkap kecemasan pada ibu hamil pertama trimester ketiga
Muhtasor, 2013
Tabel 3.1
Kisi-kisi Skala Kecemasan Pada Ibu Hamil Pertama Trimester Ketiga
Muhtasor, 2013
Setelah dihasilkan skor dari tabulasi data hasil pengukuran, selanjutnya dibuat
kategorisasi berdasar model distribusi normal (Azwar: 2002) sebagai berikut.
Tabel 3.2
Standar Kategorisasi A-State Data Berdasarkan Model Distribusi Normal
Standar Kategorisasi
X ≤ -1,5 SD sangat rendah
-1,5 SD < X ≤ -0,5 SD Rendah
-0,5 SD < X ≤ +0,5 SD Sedang
+0,5 SD < X ≤ +1,5 SD Tinggi
+1,5 SD < X sangat tinggi
Perhitungan kategorisasinya adalah sebagai berikut.
Jumlah item : 16
Rentang skor : 1 – 4
Skor terendah : 16
Skor tertinggi : 64
Mean ideal : 40
Standar deviasi : 10,67
Muhtasor, 2013
Berdasarkan perhitungan di atas, maka ditetapkan kategorisasi sebagai
berikut.
Tabel 3.3
Perhitungan Terhadap Kategorisasi Tingkat Kecemasan (A-State)
Kategorisasi Perhitungan Rentang
Sangat rendah X ≤ 24 di bawah atau = 24
Rendah 24 < X ≤ 35 25 s.d 35
Sedang 35 < X ≤ 45 36 s.d 45
Tinggi 45 < X ≤ 56 46 s.d 56
Sangat tinggi 56 < X di atas 56
Selanjutnya untuk mengetahui apakah individu/subjek memiliki sifat dasar
cemas atau sifat dasar tidak cemas berdasarkan distribusi normal mengunakan
rumus:
Mean > X = tidak memiliki sifat dasar cemas
Muhtasor, 2013
Dimana mean adalah mean teoritis hasil perkalian nilai tengah pada skala instrumen
dengan jumlah butir pertanyaan ( 2,5 x 16) = 40
Selanjutnya bagi subjek yang memiliki sifat dasar cemas diberi koding 1.
Sedangkan individu yang memiliki memiliki sifat dasar tidak cemas (tidak pencemas)
diberi koding 2. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.4
Koding Kategorisasi Pada Sifat Kecemasan (A-Trait)
Kategorisasi Koding
Memiliki sifat dasar cemas (pencemas) 1 Tidak memiliki sifat dasar cemas (tidak pencemas) 2
Adapun pedomaan wawancara untuk mengetahui lebih mendalam berkaitan
dengan kecemasan yang dialami yakni dari beberapa ibu hamil itu sendiri, suami ibu
hamil dan bidan dapat dilihat pada tabel 3.5, 3.6 dan 3.7 berikut.
Tabel 3.5
Pedoman Wawancara Bagi Ibu Hamil
Reponden : Ibu hamil Kode : ...
Nama :
Muhtasor, 2013
Alamat : ... Agama : ... Pendidikan : ...
Gravida ke : ...
Aspek yang diungkap : kecemasan dan spiritual Hari/tanggal : ...20...
Ibu yang saya hormati,
Menurut beberapa hasil penelitian dan teori, wanita hamil pertama pada trimester ketiga merasakan berbagai perubahan yang menyebabkan kecemasan (anxiety). Kecemasan tersebut ditandai dengan ketegangan, rasa khawatir, rasa gugup, rasa sedih dan kadang ketakutan pada sesuatu yang penyebabnya tidak jelas atau bersifat subjektif. Rasa cemas berkaitan dengan kondisi tubuh, janin yang dikandungnya sampai dengan cemas membayangkan proses dan keselamatan persalinan. Kecemasannya juga ditampakkan prilaku ibu hamil menjadi lebih manja, mudah marah, tersinggung, menangis, termasuk cemburu tanpa alasan yang jelas.
Apakah anda juga demikian?.
Jika demikian, ceritakanlah hal apa saja yang anda alami berkaitan dengan hal di atas. Disamping itu, apakah saat mengalami kecemasan, anda mampu membangkitkan daya spiritual anda untuk terhubung dengan yang anda yakini memiliki kekuatan lebih (Tuhan)?.
Informasi anda sangat berguna berkaitan dengan penelitian yang sedang saya lakukan untuk mengkonstruksi sebuah model konseling berbasis penyembuhan spiritual yang diharapkan efektif untuk mereduksi kecemasan pada ibu hamil.
Atas bantuannya saya ucapkan terima kasih.
Muhtasor, 2013
Pedoman Wawancara Bagi Suami Ibu Hamil
Reponden : Suami Ibu hamil
Aspek yang diungkap : kecemasan dan spiritual Hari/tanggal : ...20...
Bapak yang saya hormati,
Menurut beberapa hasil penelitian dan teori, wanita hamil pertama pada trimester ketiga merasakan berbagai perubahan yang menyebabkan kecemasan (anxiety). Kecemasan tersebut ditandai dengan ketegangan, rasa khawatir, rasa gugup, rasa sedih dan kadang ketakutan pada sesuatu yang penyebabnya tidak jelas atau bersifat subjektif. Rasa cemas berkaitan dengan kondisi tubuh, janin yang dikandungnya sampai dengan cemas membayangkan proses dan keselamatan persalinan. Kecemasannya juga ditampakkan prilaku ibu hamil menjadi lebih manja, mudah marah, tersinggung, menangis, termasuk cemburu tanpa alasan yang jelas.
Apakah istri anda juga demikian?.
Jika demikian, ceritakanlah hal apa saja yang anda ketahui berkaitan dengan hal di atas. Disamping itu, apakah saat mengalami kecemasan, istri anda mampu membangkitkan daya spiritualnya untuk terhubung dengan yang diyakini memiliki kekuatan lebih (Tuhan)?.
Informasi anda sangat berguna berkaitan dengan penelitian yang sedang saya lakukan untuk mengkonstruksi sebuah model konseling berbasis penyembuhan spiritual yang diharapkan efektif untuk mereduksi kecemasan pada ibu hamil. Atas bantuannya saya ucapkan terima kasih.
Muhtasor, 2013
Aspek yang diungkap : kecemasan dan spiritual Hari/tanggal : ...20...
Ibu bidan yang saya hormati,
Menurut beberapa hasil penelitian, wanita hamil pertama pada trimester ketiga merasakan berbagai perubahan yang menyebabkan kecemasan (anxiety) ditandai dengan ketegangan, rasa khawatir, rasa gugup, rasa sedih dan kadang ketakutan pada sesuatu yang penyebabnya tidak jelas atau bersifat subjektif. Rasa cemas diantaranya berkaitan dengan kondisi tubuhnya, janin yang dikandungnya sampai dengan cemas membayangkan proses dan keselamatan persalinan. Kecemasannya juga ditampakkan pada prilaku ibu hamil menjadi lebih manja, mudah marah, mudah tersinggung, kadang menangis, termasuk cemburu tanpa alasan yang jelas.
Apakah pasien anda juga demikian?.
Jika demikian, jelaskan hal apa saja yang anda ketahui tentang kondisi pasien anda berkaitan dengan hal kecemasan seperti di atas. Disamping itu, saat pasien mengalami kecemasan, apakah mereka mampu membangkitkan spiritualnya yakni berusaha untuk terhubung dengan yang diyakini memiliki kekuatan lebih (Tuhan)?.
Informasi anda sangat berguna berkaitan dengan penelitian yang sedang saya lakukan untuk mengkonstruksi sebuah model konseling berbasis penyembuhan spiritual yang diharapkan efektif untuk mereduksi kecemasan pada ibu hamil. Atas bantuannya saya ucapkan terima kasih.
Deskripsi Jawaban Responden: