• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS TEKNIK KONSELING RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA : Penelitian Kuasi Eksperimen Terhadap 118 Siswa SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS TEKNIK KONSELING RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA : Penelitian Kuasi Eksperimen Terhadap 118 Siswa SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS TEKNIK KONSELING RESTRUKTURISASI KOGNITIF

UNTUK MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA

(Penelitian Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Jurusan Bimbingan dan Konseling

oleh

Olivia Librianita NIM : 1202238

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

EFEKTIVITAS TEKNIK KONSELING RESTRUKTURISASI KOGNITIF

UNTUK MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA

(Penelitian Quasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015)

Oleh: Olivia Librianita

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling

Olivia Librianita 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus, 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)

OLIVIA LIBRIANITA

EFEKTIFITAS TEKNIK KONSELING RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA

(Penelitian Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 8 Kota Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015)

Pembimbing I

Prof. Dr. Ahman, M.Pd NIP 19590104 195803 1 002

Pembimbing II

Dr. Ilfiandra, M.Pd NIP 19721124 199903 1 003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling

(4)

dan Konseling. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Remaja sering digambarkan sebagai periode storm and drang. Dalam periode ini remaja sering mengalami gejala emosi dan tekanan jiwa sehingga perilaku mereka mudah menyimpang dan menimbulkan perilaku agresif. Perilaku agresif pada remaja terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi, atau memperbesar peluang munculnya, seperti faktor biologis, temperamen yang sulit, dan pengaruh pergaulan yang negatif. Penelitian bertujuan menguji efektivitas restrukturisasi kognitif untuk mereduksi perilaku agresif siswa. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, sedangkan desain penelitian yang digunakan adalah eksperimen kuasi. Sampel penelitian seluruh siswa kelas XI SMA yang berjumlah 118 siswa. Jenis instrumen penelitian yang digunakan adalah inventori berdasarkan teori agresif dari Krahe. Jumlah butir pernyataan yang digunakan sebanyak 66 butir pernyataan dengan lima alternatif pilihan jawaban. Hasil studi menunjukkan sebanyak 30 siswa termasuk dalam kategori agresif dan 88 siswa termasuk dalam kategori tidak agresif. Pemberian intervensi konseling restrukturisasi kognitif sebanyak enam sesi. Hasil uji empirik menunjukkan bahwa konseling restrukturisasi kognitif efektif untuk mereduksi perilaku agresif siswa. Tidak terdapat perbedaan keefektifan dalam aspek dan jenis kelamin dalam perilaku agresif siswa. Rekomendasi untuk guru BK atau konselor sekolah dalam melakukan teknik restrukturisasi kognitif yang perlu diperhatikan adalah proses dinamika perubahan yang dialami dalam diri konseli, terutama dalam proses berfikir konseli sebelum bertindak.

(5)

Experiment To 118 Students of Senior High School 8 Bekasi Academic Year 2014/2015). Study Program of Guidance and Counseling. Postgraduate School in Indonesia University of Education, Bandung.

The teenagers could be described as the storm and drang periode. In this period the teenagers often got the symptoms of emotional and depressive therefore they are susceptible to diverged and aggressive. Aggressive behavior in teens caused by many factors affected, or increase the chance of emergence, such as biological factors, temperamented severe, and the negative influence in the association.The research aims to test the effectiveness of cognitive restructuring to reduce aggressive behavior of students. Research approach used in this research is quantitative, while the design of the research is a quasi-experimental.The samples of this researchare 118 students of Senior High School studentsof XI class.The type of instrument research used is based on the theory aggressive inventory of Krahe. The number of grains statements is used as much as 66-point declaration with five alternative answers. The study shows many as 30 students included in the category of aggressive and 88 students included in the category are not aggressive. Giving cognitive restructuring counseling interventions conducted six sessions. Empirical test results show that cognitive restructuring counseling is generally effective to reduce aggressive behavior of students; there is no difference within effectiveness and gender aspects in aggressive behavior of students.Recommendations to guidance and counseling teacher or school counselor in cognitive restructuring techniques to note is the dynamic process of changes experienced within the counselee, especially in the counselee thought processes before acting.

(6)

DAFTAR ISI………...……… v

DAFTAR TABEL………...……… vi

DAFTARGRAFIK………...………... vii

DAFTAR LAMPIRAN………...……… viii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar BelakanPenelitian………... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah………... 7

C. Tujuan Penelitian………... 9

D. Manfaat Penelitian………... 10

E. Sistematika Penulisan………... 10

BAB II TEKNIK RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MEREDUKSI AGRESIF SISWA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian………... 45

B. Metode Penelitian………... 46

C. Definisi Operasional Variabel………... 48

D. Instrument Penelitian………... 49

E. Prosedur Penelitian………... 53

F. Analisis Data………... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Umum Perilaku Agresif Siswa………... 68

B. Efektifitas Teknik Konseling Restrukturisasi Kognitif Untuk Mereduksi Agresif………... 72 C. Dinamika Perubahan ………... 77

D. Pembahasan Hasil Penelitian………... 93

E. Keterbatasan Penelitian………... 103

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A.Simpulan………... 104

B.Rekomendasi………... 105

DAFTAR PUSTAKA………..………... 106

(7)

Hasil uji reliabilitas………... Tabel 3.5 Gambaran pelaksanaan

intervensi……… 55

Tabel 4.1 Uji efektifitas konseling restrukturisasi

kognitif………. 68

Tabel 4.2 Uji efektifitas konseling restrukturisasi kognitif berdasarkan aspek dan jenis

(8)

……… Grafik 4.3 Grafik perbandingan perilaku agresif berdasarkan jenis

kelamin yang diberikan treatmen dan tidak diberikan treatment……… 67 Grafik 4.4 Grafik dinamika perubahan

(9)

BAB I PENDAHULUAN

Bab pertama mendeskripsikan latar belakang masalah perilaku agresif

siswa, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

serta sistematika penulisan.

A. Latar belakang penelitian

Setiap individu mempunyai respon dan cara yang berbeda dalam

menghadapi situasi yang sama. Masing-masing orang memandang dunia

secara berbeda dan merespon terhadap suatu permasalahan pun berbeda

pula. Kemampuan seseorang untuk mengatasi masalah tergantung kepada

bagaimana dia bersikap. Tidak adanya kemampuan untuk mengatasi

kejadian dan reaksi yang dialami individu dapat menimbulkan perilaku

agresif sehingga dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan dapat

menimbulkan dampak negatif untuk dirinya serta orang-orang di

sekitarnya.

Meluasnya penyimpangan emosional terhadap respon yang dilakukan

setiap individu dalam menghadapi suatu situasi terlihat pada melonjaknya

angka tingkat depresi pada remaja di seluruh dunia dan pada tanda-tanda

timbulnya agresifitas remaja yang negatif, seperti merokok di kalangan

remaja, penyalahgunaan obat terlarang, kehamilan, putus sekolah, dan

tindakan kekerasan (Potter&Perry, 2005). Bermacam-macam tindakan

kejahatan digolongkan sebagai tindakan agresif yaitu tindakan apa pun

yang dapat merugikan atau mencederai orang lain. Agresi adalah tindakan

yang mengancam atau melukai integritas seseorang secara fisik, psikologis

atau sosial,merusak objek atau lingkungan (Krahe,2005).

Di Indonesia aksi-aksi kekerasan dapat terjadi dimana saja, seperti di

jalan-jalan, di sekolah, di komplek-komplek perumahan, bahkan di

pedesaan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki)

maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja

aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang

(10)

Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh

siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Aksi-aksi kekerasan yang sering dilakukan

remaja sebenarnya adalah perilaku agresi dari diri individu atau kelompok

(Buss dan Perry, 1992).

Salah satu bentuk tingkah laku sosial adalah meningginya agresivitas

sebagai reaksi emosi. Meningginya agresivitas ini merupakan bentuk dari

tingkah laku sosial dan biasanya terjadi pada saat anak-anak masuk

sekolah. Hal ini dikarenakan anak mulai melakukan penyesuaian diri

dengan keadaan fisik atau lingkungan baru tempat tinggalnya. Sebagai

contoh, anak yang terbiasa mendapatkan perhatian dari orang tuanya

kemudian ketika anak masuk sekolah, perhatian dari guru dirasakan kurang

jika dibandingkan dengan perhatian yang didapat dari orang tuanya. Maka

anak akan berperilaku agar mendapat perhatian dari guru, seperti

mengganggu temannya saat proses belajar mengajar berlangsung. Perilaku

ini dapat dikategorikan sebagai agresivitas (Buss dan Perry, 1992)

Perilaku agresif seringkali menjadi tajuk utama dalam pemberitaan

media baik media cetak maupun media elektronik. Dari berbagai

pemberitaan tersebut, perilaku agresif ini dilakukan oleh berbagai usia baik

itu anak-anak, remaja, maupun dewasa, bahkan oleh lansia. Perilaku agresif

ini dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok. Selain berdasarkan

informasi dari media, tidak jarang kita melihat sendiri perilaku agresif

tersebut. Bahkan mungkin kita sendiri yang menjadi pelaku perilaku agresif

atau korban dari perilaku agresif orang tersebut (David, 2002).

Dalam bukunya Emotional Behavior, (Baron dan Richardson, 1994)

mempertanyakan masalah agresi tersebut dalam bab pertanyaannya:

Adakah orang yang tidak menyadari adanya tindak kekerasan di

masyrakat? Hampir setiap hari Koran memberitakan tentang penembakan,

permapokan, penusukan, dan penyerangan, tentang manusia yang berkelahi

dan saling membunuh. Tindak kekerasan terjadi di seluruh dunia dan di

seluruh segmen masyarakat. Kita mendegar dan membaca tentang perang

(11)

berperang di Beirut, dan perang saudara melanda Afrika. Kelihatannya

berbagai tindakan kekerasan terjadi dimana-mana. Terus menerus, dari hari

ke hari. Berbagai cerita tersebut hanyalah contoh paling ekstrim agresi yang

terjadi setiap hari. Ini bukanlah hal yang sepele, dan bukan hanya karena

penderitaan yang disebbakan oleh agresi. Bahkan seringkali sulit mencegah

agar tindak kekerasan tidak menyebar. Setiap agresi cenderung berlanjut.

Jika Berkowitz memberikan contoh tindakan kekerasan maupun

perilaku agresif yang terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara lainnya,

maka pemberitaan mengenai perilaku agresif di Indonesia pun tidak kalah

menyeramkannya. Selain mengenai perilaku agresif di Indonesia pun tidak

kalah menyeramkannya. Selain mengenai perilaku agresif yang

diungkapkan di atas, kita juga sering melihat atau membaca berita

mengenai perilaku agresif seperti dahulu sempat maraknya ulah beringas

geng motor di Bandung, geng Nero di daerah Jawa Timur, geng Bringka

yang terjadi di daerah Tasik, dan juga ada berita seorang anak ditusuk

temannya hanya karena menolak bermain sepak bola, dan berita-berita

mengenai perilaku agresif lainnya. Sarwono dkk (Baron dan Richardson,

1994) menanggapi terhadap maraknya pemberitaan mengenai perilaku

agresif tersebut menunjukkan adanya peningkatan kualitas, tak hanya

sekedar menyakiti atau melukai tetapi juga menghilangkan nyawa

korbannya. Penyebabnya pun kadang-kadang sangat sepele; misal,

gara-gara tidak diberi rokok, seorang pemuda tega menganiaya temannya sampai

meninggal.

Penelitian mengenai perilaku agresif beberapa tahun terakir

menunjukkan adanya perilaku agresif di sekolah yang tidak sedikit

meskipun tidak bisa dikatakan banyak. Fadillah (2011:78) dalam

penelitiannya terhadap siswa kelas XI di SMAN 11 Bekasi memperoleh

data perilaku agresif siswa yang berada pada kategori tinggi sebanyak 34,

72% atau 40 dari 115 orang siswa.

Agresivitas adalah perilaku menyerang orang lain baik secara fisik (non

(12)

kanak-kanak ini dapat berpa perilaku memukul, mencubit, menendang,

menggigit, marah-marah, bahkan mencaci maki (Yusuf, 2002).

Perilaku agresif berhubungan dengan variabel-variabel lain. Penelitian

yang dilakukan Wallance et al (Geen dan Russel, 2001) membuktikan

adanya hubungan atara perilaku agresif dan self-perception. Self perception

yang dimakusdkan dalam penelitian ini adalah self esteem. Self esteem yang

rendah memicu meningkatnya perilaku agresif pada remaja dan orang

dewasa. Perilaku agresif juga erat kaitannya dengan gangguan kepribadian.

dalam penelitiannya menyatakan adanya hubungan antara narsisme,

tempramen, agresi fisik, dan relasional antar teman sebaya pada

remaja(Geen dan Russel, 2001).

Perilaku agresif pada remaja terjadi karena banyak faktor yang

menyebabkan, mempengaruhi, atau memperbesar peluang munculnya,

seperti faktor biologis, temperamen yang sulit, pengaruh pergaulan yang

negatif, penggunaan narkoba, pengaruh tayangan kekerasan, dan lain

sebagainya. Remaja yang agresif memiliki toleransi yang rendah terhadap

frustasi dan kurang mampu menunda kesenangan, dalam hal ini cenderung

berekasi dengan cepat terhadap dorongan agresinya, kurang dapat

melakukan refleksi diri, dan kurang dapat bertanggung jawab atas akibat

perbuatannya (Geen dan Russel, 2001).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dari guru BK di sekolah

yang akan dijadikan tempat penelitian, yaitu SMA Negeri 8 Bekasi,

diperoleh data bahwa kejadian yang menunjukkan munculnya berbagai

perilaku agresif di kalangan para siswa banyak terjadi. Para siswa sering

melakukan keributan, perkelahian, perusakan barang, pertengkaran, dan

juga pernah melakukan tindakan tawuran dengan sekolah lain.

Hasil dari wawancara dengan koordinator BK di SMAN 8 Bekasi

menunjukkan perilaku agresif yang sering terjadi di sekolah adalah

mengganggu teman saat jam pelajaran berlangsung. Perilaku agresif dapat

menimbulkan korban pada pihak orang lain, dalam hal ini dapat

(13)

Salah satu paradoks yang terjadi sekarang ini adalah semakin terbukanya

peluang untuk meraih hidup lebih baik di satu sisi, tetapi di sisi lain

persaingan untuk meraih peluang tersebut semakin ketat. Ketatnya

persaingan dalam mengambil peluang yang ada dirasakan juga oleh siswa

di sekolah. Pada situasi seperti ini hanya siswa yang memiliki kesiapan dan

daya saing tinggi yang mampu memanfaatkan peluang dengan optimal.

Kesiapan dan daya saing yang dimaksud mencakup kesiapan dan daya

saing tinggi pada tataran belajarnya.

Bimbingan dan Konseling (BK) merupakan salah satu komponen yang

berada di sekolah. Salah satu yang melatarbelakangi adanya BK di sekolah

adalah untuk mengantisipasi munculnya dampak negatif dari globalisasi,

menurut Juntika Nurihsan (2003:4) dampak negatif dari globalisasi itu

adalah; (1) keresahan hidup di kalangan masyarakat yang semakin

meningkat karena banyak konflik, stress, kecemasan, dan prustasi; (2)

adanya kecenderungan pelanggaran disiplin, kolusi dan korupsi, makin

sulitnya diterapkan baik jahat dan benar salah secara lugas; (3) adanya

ambisi kelompok yang dapat menimbulkan konflik psikis dan konflik fisik;

(4) pelarian dari masalah melalui jalan pintas, yang bersifat sementar dan

adiktif seperti penggunaan obat-obatan terlarang.

Dalam hal ini, pelayanan bimbingan dan konseling perlu memberikan

bantuan secara terpadu dan menyeluruh. Proses pemberian bantuan dalam

bimbingan dan konseling secara fungsional mempunyai makna pencegahan

(preventive), penanganan langsung terhadap individu yang bermasalah

(curative), dan pengembangan (development). Untuk penanganan

kecenderungan perilaku agresif siswa lebih tepat dengan layanan

pencegahan (preventive). Tetapi tentu saja sebelumnya harus diketahui

terlebih dahulu latar belakang munculnya perilaku agresif tersebut (Corey

Gerald, 2005).

Upaya untuk mereduksi perilaku agresif pada siswa di sekolah

seyogyanya mejadi perhatian serius sekolah khususnya bidang bimbingan

(14)

menyelenggarakan layanan responsif. Yusuf dan Nurihsan (2008:28)

menyatakan layanan responsif merupakan layanan bantuan bagi para

siswa yang memiliki kebutuhan atau masalah yang memerlukan bantuan

pertolongan dengan segera. Layanan ini lebih bersifat kuratif, sehingga

strategi yang digunakan adalah konseling.

Menurut Mruk (Dobson,2010) beberapa usaha yang dapat dilakukan

untuk mereduksi perilaku agresif remaja diantaranya adalah pemberian

dukungan sosial (dalam hal ini orang tua atau pengasuh yang memberikan

dukungan sosial kepada remaja), strategi atau modifikasi kognitif perilaku,

konseling keluarga atau kelompok, strategi kebugaran fisik serta strategi

spesifik yang digunakan pada populasi tertentu seperti terapi permainan

atau terapi naratif. Willets dan Crewell (Dobson,2010) mengungkapkan

bahwa modifikasi kognitif perilaku paling efektif digunakan remaja sebab

memberikan banyak kebebasan bagi remaja untuk mengontrol pikiran dan

perilakunya sendiri.

Menurut literatur, teknik restrukturisasi kognitif pernah digunakan

untuk mengatasi perilaku kenakalan pada remaja (juvenile delinquent),

fobia, depresi serta perilaku agresi. Penelitian yang telah dilakukan

Meichenbaum (Dobson,2010) menunjukan sukses dari program

keterampilan menangani sesuatu (restrukturisasi kognitif) manakala

diaplikasikan pada problema kecemasan untuk berbicara, kecemasan

mengikuti tes, fobi, marah, ketidak mampuan bersosialisasi, kecanduan

bagi anak-anak yang menarik diri dari lingkungannya.

McKay dan Fanning (Donald Maichenbaum, 2010) menjelaskan teknik

restrukturisasi kognitif membantu individu untuk memahami distorsi

kognitif (atau biasa disebut dengan kesalahan berfikir) yang membuat

individu tersebut mengkritik diri dengan penilaian negatif. Dengan

restrukturisasi kognitif, individu dapat memperbaiki pikiran yang irasional

atau tidak adaptif atau negatif menjadi realistis (Donald Maichenbaum,

2010). Hal ini sejalan dengan Stallard (2004) yang mengungkapkan bahwa

(15)

berfikirnya sehingga mereka akan memahami efek pikiran tersebut

terhadap perilaku dan perasaannya. Selain itu restrukturisasi kognitif,

individu juga memerlukan koreksi pada defisit perilaku adaptif dengan cara

melatih keterampilan yang sebelumnya belum dimiliki (Donald

Maichenbaum, 2010). Keterampilan tersebut dapat dilakukan dengan cara

memberi modifikasi perilaku sesuai dengan kebutuhan individu.

Kompetensi Akademik siswa kelas XI SMA menurut Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan (Kompetensi Dasar Siswa SMA, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 2013) kompetensi tersebut adalah: mampu

mengidentifikasi, menilai dan mempertahankan sumber-sumber

keterbatasan, hak-hak, dan kebutuhan-kebutuhan, mampu secara sendiri

maupun berkelompok dan melaksanakan proyek serta menyusun strategi,

mampu menganalisis situasi, hubungan dengan medan kekuatan secara

kepemimpinan, mampu bekerjasama, bertindak sinergik, berpartisipasi dan

berbagi tugas kepemimpinan, mampu mengelola dan menyelesaikan

konflik, mampu mengurai atau menyusun dalam urutan dan berbagi

berdasarkan aturan-aturan, serta mampu membangun aturan-aturan yang

mengatasi perbedaan-perbedaan cultural.

B. Identifikasi dan rumusan masalah

Munculnya perilaku agresif terkait dengan kemampuan siswa mengatur

emosi dan perilakunya untuk menjalin interaksi yang efektif dengan orang

lain atau lingkungannya. Siswa cenderung menunjukkan prasangka

permusuhan saat berhadapan dengan stimulus sosial yang ambigu siswa

sering mengartikannya sebagai tanda permusuhan sehingga menghadapinya

dengan tindakan agresif.

Berdasarkan pandangan behavioral, agresif adalah respon dari

perangsangan yang disampaikan oleh organisme lain. Perilaku agresif pada

pandangan behavioral harus membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi

antara pembawaan dengan lingkungan siswa tersebut. Konsep behavioral,

(16)

memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar (Geen dan

Russell,2001).

Perilaku agresif yang terjadi di lingkungan sekolah jika tidak ditangani

dapat mengganggu proses pembelajaran dan perkembangan sosialnya.

Siswa cenderung untuk beradaptasi pada kebiasaan buruk. Situasi dan

kebiasaan buruk yang terjadi di lingkungan sekolah akan membentuk siswa

lain meniru dan berperilaku agresif pula. Perilaku agresif siswa di sekolah

dianggap biasa dan semakin meluas.

Perilaku agresif yang sering terjadi di sekolah menurut coordinator BK

SMAN 8 Bekasi diantaranyaadalah melanggar tata tertib sekolah, membuat

keonaran saat pelajaran berlangsung, berkelahi dengan teman sebaya, dan

menaruh rasa dendam dengan teman sebayanya. Perilaku agresif yang

sering terjadi pada siswa-siswi sekolah ini adalah perilaku yang terbentuk

akibat kesalahan berfikirnya dalam bertindak sehingga dari kesalahan

berfikirnya menimbulkan perilaku agresif di dalam diri individu siswa.

Menurut Mruk (Geen dan Russell,2001 beberapa usaha yang dapat

dilakukan untuk mereduksi perilaku agresif remaja diantaranya adalah

pemberian dukungan sosial (dalam hal ini orang tua atau pengasuh yang

memberikan dukungan social kepda remaja), strategi atau modifikasi

kognitif perilaku, konseling keluarga atau kelompok, strategi kebugaran

fisik serta strategi spesifik yang digunakan pada populasi tertentu seperti

terapi permainan atau terapi naratif. Willets dan Crewell (Corey Gerald,

2005). mengungkapkan bahwa modifikasi kognitif perilaku paling efektif

digunakan remaja sebab memberikan banyak kebebasan bagi remaja untuk

mengontrol pikiran dan perilakunya sendiri.

Dari penjelasan identifikasi masalah, maka rumusan masalah utamanya adalah “bagaimana gambaran efektifitas teknik konseling restrukturisasi kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa?”

Rumusan masalah dijadikan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah profil umum perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8

(17)

2. Apakah teknik konseling restrukturisasi kognitif efektif untuk

mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun

Ajaran 2014/2015.

3. Apakah terdapat perbedaan keefektifan konseling restrukturisasi

kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa berdasarkan jenis

kelamin siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015.

4. Bagaimanakah dinamika perubahan dalam konseling restrukturisasi

kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8

Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015.

C. Tujuan penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran

mengenai efektivitas teknik konseling restrukturisasi kognitif dalam

mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMA Negeri 8 Bekasi Tahun

Ajaran 2014/2015. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk

menghasilkan data empirik mengenai:

1. Untuk mendeskripsikan gambaran secara umum mengenai perilaku

agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015

2. Untuk mengevaluasi tingkat efektivitas teknik konseling restrukturisasi

kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8

Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015

3. Untuk mendeskripsikan tingkat perbedaan efektifitas teknik konseling

restrukturisasi kognitif berdasarkan jenis kelamin untuk mereduksi

perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran

2014/2015

4. Untuk mendeskripsikan gambaran mengenai dinamika perubahan

dalam teknik konseling restrukturisasi kognitf untuk mereduksi perilaku

(18)

D. Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis :

1. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teknik

konseling yang digunakan dalam proses konseling untuk menurunkan

perilaku agresif siswa

2. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan positif bagi

pengembangan ilmu BK khususnya yang berkaitan dengan teknik

restrukturisasi kognitif.

Manfaat Praktis :

1. Manfaat praktis dalam penelitian ini untuk guru BK, dapat memberikan

gambaran mengenai implementasi dari teknik restrukturisasi kognitif

untuk menurunkan perilaku agresif siswa. Diharapkan dalam penelitian

ini dapat mengubah perilaku siswa yang agresif menjadi perilaku yang

diinginkan atau sesuai dengan tata tertib yang berlaku di sekolah.

2. Hasil penelitian ini juga diharpakan untuk guru BK dapat membuat atau

menyusun program melalui teknik restrukturisasi kognitif untuk

mereduksi perilaku agresif siswa.

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai

referensi yang berkaitan dengan perilaku agresif dan restrukturisasi

kognitif sebagai teknik untuk mereduksi perilaku agresif siswa.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tesis ini adalah terdiri dari lima bab,

yang terdiri dari: Bab pertama berisi latar belakang masalah, identifikasi

dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika

penulisan. Bab kedua merupakan bab yang berisikan landasan teori, melalui

konsep dasar dari teori yang sedang di kaji dan kedudukan masalah

penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Bab kedua terdiri dari konsep

dasar peranan dan strategi bimbingan dan konseling, konsep dasar perilaku

(19)

agresif siswa, hasil penelitian terdahulu, kerangka berpikir, asumsi

penelitian dan hipotesis penelitian. Bab ketiga yaitu metodelogi penelitian

yang isinya meliputi lokasi dan subyek penelitian, metode penelitian,

definisi operasional variabel, instrument penelitian, prosedur penelitian,

dan analisis data. Bab keempat adalah bab yang membahas mengenai hasil

penelitian meliputi profil umum perilaku agresif siswa, efektifitas teknik

konseling restrukturisasi kognitif untuk mereduksi agresif siswa, dinamika

perubahan siswa, pembahasan hasil penelitian, dan keterbatasn penelitian.

Bab kelima adalah bab terakhir dalam penulisan ini yang berisikan

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ketiga merupakan pokok bahasan yang berkenaan dengan lokasi

dan subjek populasi, metode penelitian, definisi operasional variabel

penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan analisis data.

A. Lokasi dan Subjek Populasi

Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran

2014/2015. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan

menggunakan teknik sampling jenuh yang berarti dalam penelitian

menggunakan seluruh kelas XI untuk menjadi sampel. Semua anggota

populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel

penelitian karena semua siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi berpotensi

memiliki perilaku agresif yang tinggi.

Lokasi penelitian ini terdapat di SMAN 8 Bekasi, yang terletak di

Bekasi Selatan. Penelitian ini dilakukan terhadap kelas XI, yang terdiri

dari empat kelas, penjelasan jumlah populasi dan jenis kelamin laki-laki

dan perempuan kelas XI SMAN 8 Bekasi dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1

Populasi Kelas XI SMAN 8 Bekasi

Kelas Jumlah Siswa Jenis Kelamin

L P

XI IIS 1 26 14 12

XI IIS 2 25 13 12

XI MIA 1 32 15 17

XI MIA 2 35 20 15

Jumlah 118 62 56

Tabel 3.1 adalah tabel yang menjelaskan jumlah populasi penelitian

seluruh siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi, dalam tabel tersebut dapat dilihat

(21)

siswa laki-laki adalah 62 siswa, sedangkan jumlah keseluruhan siswa

perempuan adalah 56 siswa.

Latar belakang pemilihan lokasi penelitian di SMAN 8 Bekasi

berdasarkan atas wawancara yang dilakukan terhadap guru BK di SMAN

8 Bekasi yang menyatakan bahwa siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi

menunjukkan indikator perilaku agresif yang tinggi. Siswa kelas XI

SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015 menunjukkan perilaku yang

dipengaruhi oleh kemarahan, sering tidak masuk sekolah tanpa keterangan,

tidak disiplin, melawan guru, sering mengganggu teman, tidak

mengerjakan tugas, dan membuat kegaduhan saat jam pelajaran

berlangsung.

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi

Tahun Ajaran 2014/2015. Sampel penelitian adalah 118 siswa,

berdasarkan hasil instrument yang telah diberikan kepada seluruh peserta

didik menghasilkan sebanyak 30 orang siswa dengan skor tinggi.

Selanjutnya sampel dibagi ke dalam dua kelompok. Sebanyak 15 siswa

sebagai kelompok eksperimen dan 15 siswa lainnya sebagai kelompok

kontrol.

B. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian

untuk meneliti populasi atau sampel tertentu dan pengumpulan data

menggunakan angka-angka dan pengolahan statistik. Menurut Creswell

(2012) pendekatan kuantitatif dipilih sebagai pendekatan penelitian ketika

tujuan penelitian sebagai berikut: menguji teori; mengungkapkan

fakta-fakta; menunjukkan hubungan antar variabel; dan memberikan deskripsi.

Pada penelitian ini, pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui

tingkat perilaku agresif diri siswa serta mengetahui efektivitas teknik

konseling restrukturisasi kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa.

metode penelitian yang digunakan ialah quasi eksperimen equivalent.

(22)

tetapi tidak dapat sepenuhnya berfungsi untuk mengontrol

variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan ekperimen.

Desain quasi eksperimen yang digunakan adalah non equivalent

control group design dengan cara pretest-posttest. Sebelum dilakukan

perlakuan atau intervensi kedua kelompok eksperimen dan kelompok

control diberikan tes awal (pretest) secara bersamaan untuk mengukur

kondisi awal. Selanjutnya kelompok eksperimen diberikan intervensi

konseling restrukturisasi kognitif. Kelompok kontrol diberikan perlakuan

konvensional. Setelah selesai perlakuan atau intervensi, kedua kelompok

diberikan tes secara bersamaan kembali sebagai posttest.

Adapun gambaran mengenai rancangan nonequivalent control group

design (Creswell, 2008) sebagai berikut:

Tabel 3.2

Desain Penelitian Eksperimen kuasi

Kelompok Pre-test Perlakuan Post-Test

Eksperiment O1 X O2

Kontrol O3 - O4

Keterangan :

O1, O3 : Kegiatan Pre Test

O2,O4 : Kegiatan Post Test

X : Kelompok yang diberikan perlakuan/treatment

- : Tidak ada perlakuan

Berdasarkan tabel 3.2 dapat dijelaskan bahwa antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol sama-sama diberikan angket mengenai

instrument perilaku agresif siswa. Dalam penelitian ini kelompok

eksperimen diberikan treatment dengan menggunakan teknik konseling

restrukturisasi kognitif dengan tujuan menurunkan atau mereduksi perilaku

agresif siswa, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan treatment.

(23)

Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah perilaku agresif siswa

dan teknik konseling restrukturisasi kognitif. Secara operasional kedua

variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut ini:

Menurut Levin dan Seligman (dalam Barbara Krahe, 2005) Agresi

dalam makna yang baik (good sense) merupakan tindakan menyerang atau

meraih kesuksesan meskipun dihadang oleh berbagai rintangan tanpa

menyakiti atau melukai orang lain. Agresi dalam makna yang buruk (bad

sense) adalah tindakan menyerang untuk memperoleh atau mencapai

keinginan dan merusak atau melukai atau pun mendatangkan penderitaan

bagi orang lain. Dalam penelitian ini, yang diteliti adalah perilaku agresif

dalam makna yang buruk yang merupakan tindakan menyerang untuk

merugikan orang lain. Misalnya, berkelahi dengan teman sebaya, tidak

menaati peraturan tata tertib sekolah, melawan perintah orang tua, merusak

barang pribadi maupun barang milik orang lain, serta suka menaruh rasa

dendam kepada orang lain.

Menurut Krahe (2005:41), yang dimaksud dengan perilaku agresif

dalam penelitian ini adalah tindakan menyakiti oleh siswa SMA Negeri 8

Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap orang lain baik secara fisik

maupun psikis dengan adanya unsur kesengajaan, adanya sasaran, dan

bertujuan untuk menyakiti atau menghancurkan orang lain yang dibatasi

pada aspek keagresifan, melawan perintah, merusak, dan permusuhan.

a. Aspek keagresifan, yaitu perilaku yang memiliki sifat keagresifan

ditunjukkan dengan indikator; 1) berkelahi dengan teman sebaya, 2)

secara fisik menyerang orang lain, dan 3) berlaku kasar terhadap orang

lain.

b. Aspek melawan perintah, yaitu perilaku yang menunjukkan adanya

keinginan untuk menentang atau tidak mengikuti aturan ditunjukkan

dengan indikator; 1) tidak mengikuti perintah/aturan, 2) membangkang

atas perintah guru dan orang tua

c. Aspek merusak, merupakan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk

(24)

merusak barang-barang pribadi, 3) merusak barang-barang milik orang

lain.

d. Aspek permusuhan, yaitu tindakan-tindakan yang menunjukkan

permusuhan ditunjukkan dengan indikator; 1) suka bertengkar, 2)

berlaku kejam terhadap orang lain, dan 3)menaruh rasa dendam.

Restrukturisasi kognitif digunakan dalam mereduksi perilaku agresif

siswa memfokuskan pada kognitif yang menyimpang akibat ketidak

mampuan menerima dirinya yang dapat merugikan baik secara fisik

maupun psikisnya. restrukturisasi kognitif ini diarahkan kepada modifikasi

fungsi berpikir, merasa dan bertindak, serta memutuskan kembali. Hingga

diharapkan mampu membantu siswa mereduksi perilaku agresif siswa (Mc

Leod,2006).

D. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah adopsi dari

instrument efektifitas konseling kelompok teman sebaya dalam mereduksi

perilaku agresif siswa yang disusun oleh Ari Kurniawan pada tahun 2013.

Dalam pengukuran perilaku agresif menurut Krahe (2005), perilaku agresif

memiliki dua kategori yaitu agresif dan tidak agresif. Dalam penelitian,

peneliti menggunakan lima pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (ss), sesuai

(s), kurang sesuai (ks), tidak sesuai (ts), dan sangat tidak sesuai (sts). Dari

lima pilihan jawaban akan dipilih menjadi dua kategorisasi agresif dan

tidak agresif.

Instrument penelitian ini menggunakan teori perilaku agresif dari

Krahe. Menurut Krahe (2005:41), yang dimaksud dengan perilaku agresif

dalam penelitian ini adalah tindakan menyakiti oleh siswa SMA Negeri 8

Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap orang lain baik secara fisik

maupun psikis dengan adanya unsur kesengajaan, adanya sasaran, dan

bertujuan untuk menyakiti atau menghancurkan orang lain yang dibatasi

pada aspek keagresifan, melawan perintah, merusak, dan permusuhan.

a. Aspek keagresifan, yaitu perilaku yang memiliki sifat keagresifan

(25)

secara fisik menyerang orang lain, dan 3) berlaku kasar terhadap orang

lain.

b. Aspek melawan perintah, yaitu perilaku yang menunjukkan adanya

keinginan untuk menentang atau tidak mengikuti aturan ditunjukkan

dengan indikator; 1) tidak mengikuti perintah/aturan, 2) membangkang

atas perintah guru dan orang tua

c. Aspek merusak, merupakan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk

merusak ditunjukkan dengan indikator; 1) membuat keonaran, 2)

merusak barang-barang pribadi, 3) merusak barang-barang milik orang

lain.

d. Aspek permusuhan, yaitu tindakan-tindakan yang menunjukkan

permusuhan ditunjukkan dengan indikator; 1) suka bertengkar, 2)

berlaku kejam terhadap orang lain, dan 3)menaruh rasa dendam.

Di bawah ini akan menjelaskan kisi-kisi instrument perilaku agresif

yang terdiri dari 66 butir item. Dalam aspek keagresifan terdiri dari tiga

indikator, masing-masing indikator berisikan 6 butir pernyataan. Dalam

asepek melawan perintah memiliki dua indikator yang berisikan

masing-masing indikator adalah 6 butir item pernyataan. Dalam aspek merusak

terdapat tiga indikator dengan masing-masing indikator berisikan 6 butir

pernyataan. Dalam aspek permusuhan juga terdapat tiga indikator yang

terdiri dari masing-masing indiaktor adalah 6 butir pernyataan.

Dalam tahapan build in try out dalam penelilitian ini, peneliti

memberikan angket instrument perilaku agresif siswa kepada seluruh kelas

XI dan sekaligus peneliti melakukan penelitian terhadap seluruh kelas XI

SMAN 8 Bekasi. Penjabaran pengembangan instrumen perilaku agresif

(26)

Tabel 3.3

Pengembangan Kisi-kisi Instrumen Perilaku Agresif Siswa

No Aspek Indikator Jumlah Item

No. Soal

Jumlah

1 Keagresifan (Perilaku

yang memiliki sifat

keagresifan)

Berkelahi dengan teman sebaya 1,2,3,4,5,6 6

Secara fisik menyerang orang

dewasa atau orang lain

7,8,9,10,11,12 6

Berlaku kasar terhadap orang

lain

menentang atau tidak

mengikuti aturan)

Tidak mengikuti perintah/aturan 19,20,21,22,23,24 6

Membangkang terhadap orang

tua, guru, dan orang dewasa

lainnya

25,26,27,28,29,30 6

3

Merusak(tindakan-tindakan yang bertujuan

untuk merusak)

Membuat keonaran 31,32,33,34,35,36 6

Merusak barang-barang pribadi 37,38,39,40,41,42 6

Merusak barang-barang milik

orang lain

Berlaku kejam terhadap orang

lain

55,56,57,58,59,60 6

Menaruh rasa dendam 61,62,63,64,65,66 6

(27)

Berdasarkan instrument yang telah diberikan kepada seluruh siswa

kelas XI SMA 8 Bekasi dapat menghasilkan perhitungan nilai validitas

dengan kriteria t hitung 1.980 diperoleh item pernyataan yang

dinyatakan valid ialah sebanyak 66 dari 66 item. Adapun item pernyataan

yang dianggap valid dan tidak valid menggunakan t hitung dapat dilihat

pada tabel 3.3 berikut:

Berdasarkan hasil uji validitas menyatakan 66 butir pernyataan yang

telah diberikan kepada seluruh kelas XI SMAN 8 Bekasi adalah hasilnya

valid, berikutnya adalah tabel 3.4 yang akan menjabarkan hasil uji

reliabilitas. Hasil reliabilitas dapat dilihat di bawah ini.

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliability

Statistics

Cronbach's

Alpha

N of

Items

.952 66

Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0, diperoleh hasil sebagai berikut yaitu hasil koefisien Cronbach’s Alpha adalah 0,952 yang berada pada tingkat reliabilitas sangat tinggi.

Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa instrument perilaku

agresif agresif dapat digunakan dengan baik dan dapat dipercaya sebagai

alat pengumpul data mengenai perilaku agresif siswa SMA.

E. Prosedur Penelitian 1. Pelaksanaan Pre-test

Penyebaran angket kontrol diri siswa dilakukan pada siswa kelas XI

SMAN 8 Bekasi. Kelas XI SMAN 8 Bekasi terbagi menjadi empat kelas

yaitu kelas XI IIS 1 dan XI IIS2, serta XI MIA1 dan XI MIA 2. Penelitian

(28)

untuk mendapatkan data mengenai gambaran umum perilaku agresif siswa

kelas XI.

2. Rumusan intervensi teknik restrukturisasi kognitif untuk mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015

a. Rasional

Perilaku agresif merupakan perilaku deduktif yang berpotensi

merusak dan menyakiti orang lain dan dirinya senidri. Pada semua fase

perkembangan manusia selalu ditemukan fenomena perilaku agresif.

Dalam penelitian ini, peneliti hanya focus pada fenomena perilaku agresif

pada remaja karena ini merupakan fase peralihan dari anak-anak menuju

dewasa yang fungsi-fungsi fisik dan psikismya belum optimal. Dvorak et.

al. (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa meningkatnya proses

psikologis individu dapat berdampak pada munculnya perilaku impulsif.

Aspek-aspek impulsif tersebut memicu labilitas emosi sehingga cenderung

memunculkan perilaku agresif.

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak

menuju masa dewasa. Pada masa remaja individu mengalami berbagai

perubahan, baik fisik maupun psikis. Pada masa remaja ini perasaan

remaja lebih peka, sehingga menimbulkan jiwa yang sensitif dan peka

terhadap diri dan lingkungannya. Remaja menjadi seseorang yang sangat

mempedulikan dirinya sendiri sehingga tidak menyukai hal-hal yang

menggangu identitas para remaja. Remaja untuk mempertahankan

identitas dirinya sering kehilangan kontrol diri, oleh karena itu terdapat

beberapa tugas perkembangan yang harus dilaksanakan oleh remaja dan

salah satunya adalah memperkuat self-control agar tidak terjadi perilaku

agresif yang akan merugikan orang lain (kemampuan mengendalikan diri)

Havighurst (Yusuf, 2008: 25-26).

Pada masa remaja, individu mengalami tekanan yang kuat dari dalam

dirinya sebagai akibat dari kepesatan pertumbuhan fisik dan lingkungan

(29)

menjadi penyebab tekanan yang dialami remaja. Masa remaja juga disebut

sebagai peralihan yang menentukan kualitas kehidupan individu di masa

berikutnya. Jika remaja berhasil melampaui tekanan-tekanan biologis dari

dalam dirinya dan tekanan sosio-psikologis dari lingkungan sosialnya,

maka dimungkinkan akan dapat memasuki masa dewasa dengan penuh

kemandirian dan tanggung jawab. Sebaliknya jika gagal, maka selanjutnya

akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai kedewasaan, hal ini

memungkinkan perilaku destruktif yang dapat merusak dan menyakiti

dirinya sendiri maupun orang lain.

Perilaku agresif merupakan salah satu bentuk destruktif yang kerap

kali dialami individu pada masa remaja. Data Pusat Pengendalian

Gangguan Sosial DKI Jakarta pada tahun 2009 menyebutkan 0,08 persen

atau 1..318 dari 1.647.835 siswa SD, SMP, dan SMA di DKI Jakarta

terlibat tawuran. Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun (Lampost.co, 20 November 2013). Komisi Perlindungan Anak

Indonesia (KPAI) memaparkan kasus kekerasan pelajar antara usia 9-20

tahun yang dilaporkan ke pihak kepolisian mengalami peningkatan 20

persen pada tahun 2013 (Okezone.com, 2 Januari 2014).

Banyak kasus terjadi dikalangan remaja yang cenderung merupakan

perilaku menyimpang siswa yang disebabkan oleh kurangnya

pengendalian diri yang menimbulkan perilaku agresif. Kasus terbaru,

seorang siswa SMK yang menyiram air keras didalam bis karena marah

kepada siswa yang menjadi musuh sekolahnya sehingga ada 14 korban

yang terkena air keras dan menderita luka (Tribun News, 2013). Kasus

lain adalah tawuran antar pelajar SMK di Karawang yang menewaskan

satu orang pelajar karena ditusuk menggunakan pisau (Karawang News,

2013).

Upaya untuk mereduksi perilaku agresif pada siswa di sekolah

seyogyanya menjadi perhatian serius sekolah khususnya bidang bimbingan

dan konseling. Dalam hal ini, guru bimbingan dan konseling penting

(30)

menyatakan layanan responsif merupakan layanan bantuan bagi para siswa

yang memiliki kebutuhan atau masalah yang memerlukan bantuan

pertolongan dengan segera. Layanan ini lebih bersifat kuratif, sehingga

strategi yang digunakan adalah konseling.

Dalam penelitian, peneliti memilih konseling kelompok dengan alasan

memberikan kesempatan bagi setiap anggota untuk saling memberi

umpan balik (feedback) dan pengalaman belajar bagi siswa. Konseling

kelompok membantu siswa untuk mampu mengelola dirinya. Artinya,

siswa dituntut untuk mampu berhubungan secara baik dengan dirinya

dalam memahami, mengarahkan, dan menghargai dirinya sebagai individu

yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi dan

meyelesaikan persoalan yang ada.

Konseling yang dimaksudkan untuk mereduksi perilaku agresif pada

siswa dengan menggunakan teknik konseling restrukturisasi kognitif.

Pemilihan konseling restrukturisasi kognitif ini didasarkan pada asumsi

bahwa respon-respon perilaku dan emosi yang tidak adaptif dipengaruhi

oleh keyakinan, sikap dan persepsi konseli.

b. Tujuan

Tujuan konseling restrukturisasi kognitif dalam penelitian ini adalah

mengubah kesalahan berfikir berupa pikiran negatif/irasional menjadi

lebih konstruktif, sehingga menimbulkan pola berfikir yang adaptif serta

menyadari individu mengenai pentingnya peranan kognisi, sehingga tujuan

hasil dari konseling restrukturisasi kognitif ini dapat mereduksi perilaku

agresif siswa.

c. Kompetensi Konselor

Suatu hubungan yang baik antara konselor dan konseli diperlukan agar

konseling dapat berjalan efektif. Beberapa bentuk konseling berasumsi

alasan utama individu menjadi lebih baik dalam konseling adalah karena

adanya hubungan yang positif antara konselor dan konseli.

Konseling restrukturisasi kognitif merupakan konseling kolaboratif

(31)

maksud dan tujuan yang diharapkan serta kemudian membantu konseli

mencapai tujuan yang diharapkan serta kemudian membantu konseli

mencapai tujuan yang diharapkan. Pada konseling restrukturisaasi kognitif

peran konselor adalah mendengarkan, mengajarkan, dan mendorong

konseli berbicara, belajar, dan melaksankan apa yang dipelajari.

Kompetensi lainnya adalah:

1. Memiliki pemahaman dan pengetahuan yang memadai mengenai

konsep agresif.

2. Memiliki pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai

dalam teknik restrukturisasi kognitif.

3. Memahami karakteristik siswa SMAN 8 Bekasi yang merupakan

subjek dari penelitian.

d. Sasaran Intervensi

Program intervensi dengan teknik konseling restrukturisasi kognitif

dalam mereduksi perilaku agresif siswa dilakukan terhadap siswa kelas XI

SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015 yang memiliki tingkat

pengendalian diri yang tinggi ditinjau dari beberapa aspek yakni:

Keagresifan (Perilaku yang memiliki sifat keagresifan), Melawan perintah

(perilaku yang menunjukkan adanya keinginan untuk menentang atau

tidak mengikuti aturan), Merusak(tindakan-tindakan yang bertujuan untuk

merusak), dan Permusuhan (tindakan-tindakan yang menunjukkan

permusuhan.

e. Personel yang Dilibatkan

Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari

keseluruhan proses pendidikan di Sekolah. Pelaksanaan program

bimbingan dan konseling menjadi tanggung jawab bersama antara

personel sekolah. Personel yang paling bertanggung jawab terhadap

pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling untuk mengembangkan

kemampuan komunikasi interpersonal siswa adalah guru bimbingan dan

konseling. Personel yang terlibat dalam sesi konseling ini adalah peneliti

(32)

Konseling sekolah tersebut berperan sebagai sumber data atau informasi

mengenai siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini serta membantu

peneliti dalam menjalankan proses konseling yang akan dilaksanakan,

sedangkan peneliti berperan sebagai konselor dalam sesi konseling ini.

f. Langkah-langkah Intervensi

Teknik restrukturisasi kognitif mengidentifikasi gangguan emosional

(emotional disorder) dengan mencari emosi negatif, pikiran otomatis dan

keyakinan utama. Berikut adalah tahapan impelementasi restrukturisasi

kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa.

1. Tahapan pertama: diagnosa

Diagnosa di tahap awal bertujuan untuk memperoleh data tentang

kondisi konseli yang akan ditangani serta mengantisipasi kemungkinan

kesalahan penanganan pada proses konseling.

2. Tahapan kedua: mengidentifikasi pikiran-pikiran negatif siswa

Sebelum konseli diberikan bantuan untuk mengubah pikiran-pikiran

yang mengalami disfungsi, terlebih dahulu konselor perlu membantu

konseli untuk menyadari disfungi pikiran-pikiran yang konseli miliki

dan memberitahukan secara langsung kepada konselor. Dalam tahapan

kedua ini, peneliti melakukan pertemuan konseling sebanyak dua kali

pertemuan kepada siswa.

3. Tahapan ketiga: memonitor pikiran-pikiran siswa melalui Thought

Record. Pada tahap ketiga, konseli dapat diminta untuk membawa

buku catatan kecil yang berguna untuk menuliskan tugas pekerjaan

rumah, hal-hal yang berhubungan dengan perlakuan dalam konseling,

dan mencatat pikiran-pikiran negatif. Dalam tahapan ketiga ini peneliti

melakukan konseling sebanyak tiga kali pertemuan dengan waktu yang

telah ditentukan oleh semua anggota kelompok konseling ini.

4. Tahapan keempat: Intervensi pikiran-pikiran negatif siswa menjadi

pikiran-pikiran yang positif. Dalam sesi konseling ini penleliti

(33)

sehingga peneliti juga mendapatkan hasil yang dapat terlihat dari diri

siswa.

Tabel 3.5

Gambaran Pelaksanaan Intervensi Sesi Tahapan Intervensi Jenis

Intervensi

Sesi II Diagnosa Konseling

(34)

disfungi

Sesi IV Memonitor

pikiran-pikiran siswa melalui

(35)

berperilaku

para konseli menjadi

agresif.

Sesi V Intervensi

pikiran-pikiran negatif siswa

(36)

pikiran-pikiran yang positif tema “Aku

pikiran yang negatif

(37)

menanamkan

pikiran-pikiran

positif kepada

siswa sehingga

siswa dapat

berfikir positif

selalu dalam

setiap situasi.

Post Test

g. Proses Pelaksanaan Intervensi Pre-test

Pre-test dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2014, Pre-test

berlangsung di ruang kelas masing-masing dengan waktu yang telah

disepakti oleh guru BK SMAN 8 Bekasi dan didikuti oleh 118 siswa. Pada

setiap pertemuan di kelas awalnya peneliti mengucapkan salam kemudian

memperkenalkan diri kepada siswa, peneliti menjelaskan tujuan yang akan

dicapai dari pertemuan hari ini. Kegiatan selanjutnya adalah menjelaskan

petunjuk pengisian angket, angket yang disebarkan memiliki 66 item,

pernyataan item berbentuk pernyataan yang akan dipilih oleh siswa, dan

siswa akan memilih diantara 5 alternatif jawaban dari setiap pernyataannya

.

Setelah siswa memahami petunjuk dari angket, kegiatan selanjutnya

adalah menyebarkan angket beserta lembar jawaban yang akan diisi oleh

siswa. Siswa diberikan waktu untuk mengisi angket selama 25 menit,

siswa terlihat serius mengisi angket dengan membaca pernyataan angket

dengan sungguh-sungguh.

Siswa satu persatu menyelesaikan angket dan mengumpulkan kepada

peneliti. Dalam waktu 25 menit seluruh siswa menyelesaikan angket, dan

(38)

peneliti mengucapkan terimakasih atas partisipasi siswa dalam mengisi

angket yang peneliti sebarkan.

Sesi I

Tahap pelaksanaan konseling restrukturisasi kognitif didasarkan

atas kesepakatan antara peneliti sebagai konselor dengan para siswa kelas

XI SMAN 8 Bekasi yang menjadi sampel dan konseli. Kesepakatan terkait

dengan waktu, tempat, dan alat/media yang digunakan. Proses Konseling

dalam penelitian ini direncanakan 6 sesi dengan alokasi waktu kurang

lebih 45menit/sesi.

Kegiatan dilaksanakan pada minggu terakir di bulan Oktober, tepatnya

pada tanggal 27 Oktober 2014 pada pukul 10.30, kegiatan dilaksanakan di

ruang kelas XI IIS 1. Untuk memulai kegiatan peneliti terlebih dahulu

mengucapkan salam kepada siswa, kemudian berdoa bersama untuk

kelancaran kegiatan hari ini. Kegiatan selanjutnya yaitu mengabsen siswa

satu persatu untuk lebih mengenal siswa dan mengetahui jumlah siswa

yang hadir dan tidak hadir. Kegiatan dihadiri oleh 10 siswa.

Setelah siswa diabsen peneliti melakukan kegiatan “ice breaking

untuk mencairkan suasana dan menambah keakraban dengan siswa. Ice

breaking yang diberikan adalah permainan “senam gaul”, permainan

bertujuan untuk melatih konsentrasi siswa, dan memfokuskan siswa untuk

berada dalam kegiatan. Peraturan dari permainan adalah peserta diminta

untu menirukan gaya pemandu permainan yaitu peneliti sendiri, peserta

menirukan apa yang dilakukan oleh peneliti yang dilakukan

perlahan-lahan namun semakin lama semakin cepat. Bagi peserta yang salah akan

mendapatkan hukuman, hukuman berupa hal yang ringan-ringan saja.

Siswa sangat antusias mengikuti permainan dan ada beberapa orang yang

salah mendapatkan hukuman tetapi hal itu membuat mereka tertawa dan

akan berusaha untuk lebih konsentrasi.

Peneliti memberikan gambaran tentang kegiatan yang akan dilakukan

oleh siswa selama beberapa minggu ke depan. Peneliti memberikan

(39)

perilaku agresif. Setelah menjelaskan tentang teknik teknik restrukturisasi

kognitif kemudian peneliti mengajak siswa untuk membuat ‘kontrak belajar’, kontrak belajar yang disepakati adalah siswa hendaknya mengikuti seluruh kegiatan dan selama 45 menit kegiatan di kelas siswa

dilarang izin keluar kelas dan jadwal kegiatan disamakan dengan jadwal

BK di sekolah. Setelah adanya kesepakatan dan kesediaan siswa untuk

menjalani kesepakatan itu dengan sunguh-sungguh. Setelah menyepakati

kontrak dengan siswa kemudian menanyakan kesiapan siswa, dan siswa

menjawab bahwa mereka siap untuk mengikuti kegiatan. Kegiatan terakhir

pada dalah kegiatan penutup untuk pertemuan hari ini, yakninya berdoa

bersama-sama atas kelancaran kegiatan hari ini.

Sesi II

Konselor membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan tujuan

kegiatan, setelah itu mengecek kehadiran siswa. Sesi ini bertujuan untuk

membantu konseli agar lebih mengenal siapakah dirinya lebih dalam lagi

dan membantu konselor untuk menganalisa mengenai pribadi dan pola

pikir siswa. Dalam sesi ini konseli diminta untuk memperkenalkan

dirinya, kelebihannya, kekurangannya, siswa menyebutkan hal-hal apa

saja yang menyebalkan buat siswa, dan pengalaman-pengalaman baik

maupun buruk apa saja yang sudah pernah dialami oleh siswa. Semua

pokok-pokok bahasan tersebut siswa paparkan di dalam kelompok

sehingga di dalam anggota konseling ini dapat saling mengenal dan dapat

saling memberikan masukan untuk para anggota kelompok. Pada akir sesi

konseling ini konselor dan seluruh anggota kelompok menarik kesimpulan

secara bersama, lalu menutup pertemuan dengan berdoa

bersama-sama menurut kepercayaan agama masing-masing.

Sesi III

Konselor membuka pertemuan dengan mengucapkan salam,

menyampaikan maksud dan mengecek kehadiran siswa. Dalam sesi ini

konselor mengadakan dua kali pertemuan. Tujuan sesi konseling yang

(40)

sedangkan tujuan sesi konseling kedua dalam sesi konseling adalah

menyadari siswa dampak-dampak apa saja yang akan timbul jika siswa

berpikiran negatif. Pada sesi konseling ini para siswa diberikan

kesempatan untuk menceritakan pengalaman-pengalaman yang tidak

menyenangkan yang pernah dialami para siswa dan anggota kelompok

lainnya mendengarkan dan menanggapi cerita pengalaman yang telah

diceritakan oleh anggota kelompok. Setelah semua anggota kelompok

saling berbagi pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan, lalu

konselor dan anggota kelompok menarik kesimpulan bersama-sama

setalah itu mempersilahkan para siswa untuk berdoa menurut

kepercayaannya masing-masing.

Sesi IV

Konselor membuka sesi konseling kali ini sama seperti membuka sesi

koseling sebelumnya yaitu membuka dengan salam, lalu menjelaskan

tujuan sesi konseling kali ini dan mengecek daftar kehadiran siswa. Dalam

sesi keempat konselor mengadakan tiga kali pertemuan. Tujuan sesi

konseling yang pertama kali ini adalah membantu siswa untuk mencatat

kegiatan-kegiatan keseharian mereka dan mencatat pikiran-pikiran negatif

apa saja yang terdapat di tiap anggota kelompok, tujuan sesi konseling

kedua dalam sesi ini adalah membantu siswa mengingat penyebab siswa

berpikir negatif yang mengakibatkan siswa menjadi agresif, dan tujuan

pertemua ketiga dalam sesi konseling ini adalah membantu siswa

memberikan dampak-dampak apa saja yang akan timbul jika siswa

berpikir negatif. Segala hal yang telah dicatat oleh para siswa mereka

kumpulkan kembali kepada konselor. Setelah seluruh siswa

mengumpulkan tugas yang telah diberikan oleh konselor, lalu konselor

menutup pertemuan dengan menarik kesimpulan secara bersama-sama,

kemudian menutup pertemuan dengan berdoa bersama-sama sesuai

kepercayaan dan agama masing-masing.

(41)

Konselor membuka pertemuan dengan mngucapkan salam,

menyampaikan maksud dan mengecek kehadiran siswa. dalam sesi

konseling kali ini konselor mengadakan tiga kali pertemuan. Tujuan sesi

konseling yang pertama ini adalah membantu konseli mengubah pemikiran

negatif siswa menjadi lebih positif, tujuan pertemuan kedua dalam sesi

konseling kali ini adalah menjadikan siswa yang beruntung karena selalu

berpikir positif dan jangan menjadi pribadi yang menjadi rugi yang

diakibatkan dari pikiran yang negativ,tujuan pertemuan ketiga dari sesi

konseling ini adalah menanamkan pola pikir yang positif kepada seluruh

siswa dalam setiap keadaan. Dalam sesi konseling ini konselor

memberikan penguatan-penguatan positif untuk para siswa yang

mengalami peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan di masa lalunya

yang menyebabkan siswa menjadi agresif, hal ini dapat dilakukan seperti

memberikan pernyataan-pernyataan positif (misalnya, “saya melakukan

perkerjaan atau tindakan yang baik maka saya akan mendapatkan hasil yang baik pula”). Penguatan ini dapat siswa dapatkan dari orang tua, guru, maupun dari para guru BK di sekolahnya sehingga dari

penguatan-penguatan yang positif dapat membantu siswa mengopersionalkan

perilaku-perilaku yang diinginkan. Pada akhir sesi konseling ini konselor

menarik kesimpulan dengan para siswa dan menutup pertemuan dengan

mempersilahkan para konseli berdoa sesuai kepercayaan dan agama

masing-masing.

Post Test

Posttest diberikan satu minggu setelah sesi konseling selesai. Posttest

dilakukan untuk melihat dan mengukur gambaran perilaku agresif siswa

setelah diberikan perlakuan (intervensi). Hasil yang diperoleh dari

perbedaan pretest dan posttest untuk mengukur efektivitas konseling

restrukturisasi kognitif umtuk merediuksi perilaku agresif siswa kelas XI

(42)

F. Analisis Data

Sesuai dengan pertanyaan penelitian, untuk mengetahui efektivitas

Teknik Restrukturisasi kognitif untuk mereduksi perilaku agresif siswa

dilakukan observasi awal mengenai kondisi perilaku agresif siswa, antara

kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum pemberian

treatment, kemudian dilakukan treatment pada kelompok eksperimen,

setelah selesai dilakukan kembali observasi akhir pada kelompok kontrol

dan kelompok eksperimen untuk kemudian di bandingkan perbeaannya.

Pengujian perbedaan dua rata-rata, serta analisis yang digunakan uji beda

(43)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab kelima mendeskripsikan mengenai simpulan dan rekomendasi

yang diharapkan menjadi masukan dalam pelaksanaan bimbingan dan

konseling serta aplikasi teknik konseling restrukturisasi kognitif untuk

mereduksi perilaku agresif siswa.

A. Simpulan

Tingkat perilaku siswa umumnya berada dalam kategori tidak agresif.

Hal ini dapat dilihat dari hasil pre test siswa yaitu sebanyak 30 siwa yang

termasuk dalam kategori agresif, sedangkan 88 siswa lainnya masuk dalam

kategori tidak agresif. Hal ini berarti perilaku agresif di sekolah tidak

banyak dialami oleh para siswa, tetapi jika perilaku agresif ini tidak segera

ditangani akan berakibat fatal untuk pribadi mereka sendiri maupun orang

lain di sekitarnya. Kecenderungan aspek perilaku agresif yang dilakukan

para siwa adalah aspek melawan perintah dan aspek keagresifan. Tidak

terdapat perbedaan perilaku agresif berdasarkan jenis kelamin.

Konseling restrukturisasi kognitif efektif untuk mereduksi perilaku

agresif siswa hal ini dapat dilihat dari penurunan skor pre test dan post test

siswa setelah mengikuti sesi konseling restrukturisasi kognitif,, hasil

tersebut menunjukkan bahwa dari 15 orang siswa yang diberikan treatment

konseling restrukturisasi kognitif mengalami penurunan skor dalam hasil

post test siswa. Dalam aspek-aspek perilaku agresif yang diteliti

diantaranya yaitu aspek keagresifan, aspek melawan perintah, aspek

merusak, dan aspek permusuhan dinyatakan tidak terdapat perbedaan

antara aspek-aspek perilaku agresif yang diteliti. Dalam jenis kelamin

laki-laki maupun perempuan juga tidak terdapat perbedaan perilaku agresif

yang dialami oleh para siswa di sekolah. Melalui teknik konseling

restrukturisasi kognitif ini dapat dilihat dinamika perubahan siswa kepada

15 orang yang diberikan treatment teknik konseling restrukturisasi kognitif

(44)

dilihat berdasarkan penurunan skor pre test dan post test siswa, serta hasil

observasi yang diteliti oleh peneliti.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka rekomendasi utama

penelitian ini adalah teknik konseling restrukturisasi kognitif digunakan

untuk mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi.

Rekomendasi penelitian ditujukan kepada berbagai pihak terkait, yakni

guru Bimbingan dan Konseling, dan bagi peneliti selanjutnya.

1. Guru Bimbingan dan Konseling

Guru BK merupakan pihak yang bertanggung jawab memberikan

layanan responsif terhadap permasalahan agresif siswa, dalam hal ini guru

BK perlu menggunakan teknik konseling restrukturisasi kognitif untuk

membantu menyelesaikan masalah perilaku agresif siswa yang dihadapi,

khususnya yang terkait dengan perilaku agresif. Dalam melakukan teknik

restrukturisasi kognitif yang perlu diperhatikan adalah proses dinamika

perubahan yang dialami dalam diri konseli, terutama dalam proses berfikir

konseli sebelum bertindak, selanjutnya siswa mampu memonitor pikiran

dan perasaan, hingga akhirnya dapat melakukan intervensi pikiran negatif

dengan menguji cara berpikir yang negatif yang selanjutnya dimodifikasi

menjadi pikiran yang lebih positif dan konstruktif.

2. Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat melakukan observasi yang lebih lama dalam

hal dinamika perubahan yang dialami oleh konseli sehingga data yang

dikumpulkan dapat lebih lengkap dan detail dalam melakukan analisis

data. Karena temuan penelitian digunakan dalam seting lebih luas

sehingga temuannya tidak mampu melakukan kesimpulan secara

individual. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan subyek dengan

jumlah yang lebih besar sehingga hasil yang didapatkan dapat lebih

(45)

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN, 2007. Rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dan jalur pendidikan formal. Departemen pendidikan nasional.

Arikunto, Suharsimi. (2000). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineke Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Beck, R. 1995. Cognitive-Behavior Therapy: Basic and Beyond (2nd ed). New York: The Guilford Press.

Beck, R., & , Judith S. 1998. Cognitive Behavioral Therapy in the Treatment Inc., 95 Church Street, White Plains, N.Y. 106001. Brannon, L.. & Feist, J. 2007. Health Psychology: An Introduction to Behavior and Health. USA: Wads worth.

Binder, C. (1996). Behavioral Fluency: Evolution of a new paradigm. The Behavior Analyst, 19. 163-197.

Bandura, A. (1976). On social learning and aggression, dalam E.P holander and RG. hunt. Current perspective in psychology. 4 th ed. Oxford University press inc. New York

Baron, Robert A., & Richardson, Deborah R (1994). Human aggression – 2nd Edition. New York. Plenum Press.

Beck, Aaron T., Freeman, Arthur., Davis, Denise D. (2004). Cognitive theraphy of personality disorders. United States of America: The Guilford Press.

Buss, A.H., & Perry, M. (1992). The aggression questionnaire. Journal of personality and sosial psychology.

Corey, Gerald. (2008). Theory and Practice of Group Counseling. Belmont United States: The Thomson Corporation.

Cresswell, J.W (2009). Educational research: Planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitatif research. Buston: Pearson Education

Gambar

Tabel 3.1 Populasi Kelas XI SMAN 8 Bekasi
Tabel 3.3

Referensi

Dokumen terkait

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran

Hasil penelitian menunjukkan: (1) secara umum profil tingkat kejenuhan belajar berada pada kategori jenuh; (2) rancangan intervensi berfokus pada penurunan gejala

Berdiskusi dengan guru bimbingan dan konseling di sekolah tempat penelitian untuk melaksanakan penelitian eksperimen dengan menggunakan program konseling spiritual

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan self esteem yang rendah pada peserta didik melalui pendekatan modifikasi kognitif perilaku dengan teknik restrukturisasi

EFEKTIVITAS PEND EKATAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU D ENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU TID AK KONSUMTIF PESERTA D ID IK Universitas

KONSELING KOGNITIF PERILAKU (KKP) UNTUK MEREDUKSI KECANDUAN GAME ONLINE (Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 112 Jakarta Tahun Ajaran

Tesis yang berjudul “ Efektivitas Teknik Restrukturisasi Kognitif Dalam Konseling KelompokUntuk Meningkatkan Konsep Diri Siswa(Penelitian Eksperimen Kuasi pada Siswa

Saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul “ Efektivitas Konseling Kognitif Perilaku Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Cybersex ” ini adalah karya saya