• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6-24 BULAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6-24 BULAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

116

TINGKAT ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA

6-24 BULAN

Arimina Hartati Pontoh*

*Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no.110 Surabaya Email :admin@akbid-griyahusada.ac.id

ABSTRAK

Pendahuluan : Kekurangan gizi bayi dan balita dapat menyebabkan terhambatnya petumbuhan dan perkembangan fisik, mental, serta dapat menyebabkan kekurangan sel otak sebesar 15 % hingga 20%.

Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari 2015 di Kelurahan Asemrowo menunjukkan terdapat 352 bayi pada kelompok umur 6-24 bulan. Status gizi bayi berdasarkan BB/U yang mengalami gizi buruk sebanyak 8 bayi (2,27%), gizi kurang sebanyak 47 bayi (13,35%), gizi baik sebanyak 292 bayi (82,95%) dan gizi lebih sebanyak 5 bayi (1,42%). Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui hubungan tingkat asupan energi dan protein dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di Kelurahan Asemrowo wilayah kerja Puskesmas Asemrowo Surabaya Tahun 2015. Metode : RRancangan Penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan rancangan penelitian cross-sectional. Populasi penelitian adalah seluruh bayi yang berusia 6-24 bulan di Kelurahan Asemrowo yang berjumlah 676 bayi. Pengambilan sampel dilakukan dengan proportionate stratified random sampling sebanyak 87 responden. Data yang dikumpulkan dengan menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner dan from food recall 24 hour. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa data univariat dengan menggunakan distribusi frekuensi dan analisa data bivariate dengan uji statistik korelasi spearman. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43,7% bayi mendapat asupan energi yang baik, 73,6% bayi mendapat asupan protein baik, 77% status gizi bayi baik (3,4%

status gizi lebih, 14,9% kurang dan 4,6% buruk). Terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan status gizi bayi dengan pvalue = 0,000 < = 0,05. Tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan ststus gizi bayi diperoleh nilai p=0,082 > = 0,05. Terdapat faktor perancu yang tidak teliti yang bisa turut mempengaruhi asupan energi dan protein terhadap status gizi yaitu gangguan pada metabolisme atau riwayat penyakit infeksi kronis. Diskusi : Semakin baik asupan energi maka status gizi bayi semakin baik. Untuk mencapai status gizi yang baik, perlu dilakukan penyediaan makanan dengan jumlah kalori yang cukup sesuai dengan usia bayi dan frekuensi makanan yang tepat

Kata kunci : Energi dan protein, status gizi, bayi 6-24 bulan

.

PENDAHULUAN

Kurang gizi menyebabkan lebih dari setengah kematian anak-anak di Negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menghadapi tantangan dalam menangani kekurangan gizi yang masih sering terjadi, terutama pada bayi dan balita (Suhelda,2010). Kurang terpenuhinya gizi pada balita dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, serta dapat menyebabkan kekurangan sel otak sebesar 15% hingga 20%. Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa bayi atau balita dapat berakibat buruk pada kehidupan berikutnya yang sulit diperbaiki. Hal ini menjadi

salah satu masalah utama kesehatan masyarakat yang dapat mengancam kualitas sumber daya manusia di masa mendatang (Widodo, 2010).

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, secara nasional prevalensi kurang gizi menurut indikator berat badan/umur (BB/U) adalah sebesar 19,6% yang menunjukkan peningkatan dari tahun 2007 maupun 2010 (Kemenkes RI, 2013). Surabaya memiliki persentase kurang gizi di atas rata-rata Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 yaitu sebesar 12,3%. Hal tersebut menunjukkan masih banyaknya balita di kota Surabaya yang mengalami kekurangan gizi (Dinkes Kota Surabaya, 2013).

(2)

117 United Nations Children’s Fund (Unicef)

dalam Wijono (2009) mengungkapkan bahwa kekurangan gizi pada anak balita dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara langsung kurang gizi disebabkan oleh kekurangan konsumsi makanan dan penyakit infeksi, sedangkan secara tidak langsung disebabkan oleh ketahanan pangan di keluarga, pola asuh anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.

Energi dan protein didapatkan bayi dalam ASI maupun makanan pendamping ASI (MP- ASI), dimana pada periode 6-24 bulan pemberian makanan harus memperhatikan jumlah dan macam makanan disesuaikan dengan kebutuhan untuk menambah dan melengkapi nutrien bayi.

Pemberian makanan pendamping ASI adalah sebagai komplemen terhadap ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein dan zat gizi lain untuk tumbuh dan berkembang secara optimal (Muchtadi, 2010).

Puskesmas Asemrowo tercatat memiliki angka kekurangan gizi tertinggi tahun 2014.

Terjadi peningkatan prevalensi kurang gizi di Puskesmas Asemrowo tahun 2014 berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Surabaya yaitu sebesar 26,52%.

Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari 2015 di Kelurahan Asemrowo menunjukkan terdapat 352 bayi pada kelompok umur 6-24 bulan. Status gizi bayi berdasarkan BB/U yang mengalami gizi buruk sebanyak 8 bayi (2,27%), gizi kurang sebanyak 47 bayi (13,35%), gizi baik sebanyak 292 bayi (82,95%) dan gizi lebih sebanyak 5 bayi (1,42%). Data tersebut menunjukkan masih terdapat angka gizi kurang dan gizi buruk yang cukup banyak dan terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya, berdasarkan wawancara dengan salah satu petugas gizi bahwa rata-rata keluarga di wilayah Asemrowo berpenghasilan menengah kebawah.

Kurangnya penghasilan dapat berdampak pada penyediaan makanan terhadap anak, sehingga perlu diteliti asupan energi dan protein dalam makanan yang diberikan pada bayi karena asupan merupakan faktor langsung dan berperan penting terhadap status gizi.

Berdasarkan uraian latar belakang, maka perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan tingkat asupan energi dan protein dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di Kelurahan Asemrowo wilayah kerja Puskesmas Asemrowo Surabaya Tahun 2015.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional yang bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat asupan energi dan protein dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan.

Populasi penelitian adalah seluruh bayi berusia 6-24 bulan di Kelurahan Asemrowo wilayah kerja puskesmas Asemrowo Surabaya yang terdafatar melakukan penimbangan pada bulan februari 2015 sebanyak 676 bayi yang berusia 6-24 bulan. Sampel yang digunakan adalah sebagian dari populasi yang memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi sebanyak 87 bayi.

Waktu dilaksanakan penelitian bulan april-mei 2015. Variabel yang digunakan tingkat asupan energi dan protein dan status gizi bayi. Analisa data menggunakan uji korelasi Spearman’s.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dijelaskan bahwa karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu sebagian besar didominasi oleh pendidikan SMA yaitu 32 ibu (36,8%). Terdapat ibu yang tidak sekolah sebanyak 1 ibu (1,1%) dan yang hanya berpendidikan SD sebanyak 20 ibu (23%).

Karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 65 ibu (74,7%). Dalam hal ini diketahui bahwa hampir sebagian besar bayi diasuh langsung oleh ibunya sendiri karena sebagian besar ibu tidak bekerja. Dari 22 ibu yang bekerja, 10 ibu bekerja sebagai pegawai swasta, 9 ibu bekerja sebagai buruh, 2 ibu bekerja sebagai pedagang, dan 1 ibu bekerja sebagai penyanyi.

Karakteristik responden berdasarkan pendapatan rumah tangga dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden memiliki penghasilan dibawah UMR kota Surabaya yaitu kurang dari 2,2 juta rupiah sebanyak 45 responden (51,7%).

Karakteristik sampel berdasarkan riwayat pemberian ASI dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak memberikan ASI secara eksklusif kepada bayi dalam 6 bulan pertama masa hidupnya yaitu sebanyak 65 orang (74,7%).

Bayi tidak mendapat ASI secara eksklusif karena kebanyakan pada usia kurang dari 6 bulan telah diberi susu formula maupun makan tambahan.

Karakteristik sampel berdasarkan usia bayi dapat diketahui bahwa sebagian besar bayi

(3)

118 berusia antara 13-24 bulan yaitu sebanyak 46

bayi (52,9%). Pembagian tersebut berdasarkan jenis makanan yang diberikan pada bayi, pada usia 6-12 bulan adalah masa awal bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI, makanan yang diberikan pertama bertekstur lumat dan lembek.

Setelah berusia 1 tahun makanan yang diberikan sudah seperti makanan keluarga

Karakteristik sampel berdasarkan usia bayi dapat dijelaskan bahwa sebagian besar jenis asupan makanan yang diberikan kepada bayi 6- 24 bulan di Kelurahan Asemrowo yaitu dari susu formula dan makanan pendamping ASI (MP- ASI) sebesar 52% .

Distribusi Frekuensi Tingkat Asupan Energi dan Protein Bayi tampak bahwa dari 87 bayi sebagian besar memiliki asupan energi yang baik yaitu sebanyak 38 bayi (43,7%).

Berdasarkan tingkat asupan protein, sebagian besar bayi juga memiliki asupan protein yang baik sebanyak 64 bayi (73,6%).

Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi usia 6-24 bulan dapat diketahui bahwa dari 87 bayi berusia 6-24 bulan yang diambil sebagai sampel penelitian sebagian besar bayi memiliki status gizi baik yaitu sebanyak 67 bayi (77%).

Tabel 1. Tabulasi silang (4x4) hubungan antara asupan energi dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di Kelurahan Asemrowo wilayah kerja Puskesmas Asemrowo Surabaya Tahun 2015

Status Gizi Buru

k

Kuran g

Baik Lebih Total

Asupa n Energi

Defisi t

Kuran g

Sedan g Baik

1 (7.1%

) 1 (7.7%

) 2 (9.1%

) 0 (0%)

7 (50%)

1 (7.7%)

4 (18.2%

) 1 (2.6%)

6 (42.9%

) 11 (84.6%

) 16 (72.7%

) 34 (89.5%

) 0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

3 (7.9%

)

14 (100%

) 13 (100%

) 22 (100%

) 38 (100%

)

Total 4

(4.6%

)

13 (14.9%

)

67 (77%)

3 (3.4%

)

87 (100%

)

Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan asupan energy defisit paling banyak berada pada kategori status gizi kurang yaitu 7 bayi (50%). Bayi yang mendapatkan asupan energi kurang paling banyak berada pada status gizi baik yaitu sebanyak 11 bayi (84,6%).

Bayi yang memperoleh asupan energy sedang paling banyak memiliki status gizi yang baik yaitu sebanyak 16 bayi (72,7%). Bayi yang

memperoleh asupan energi baik paling banyak berada pada status gizi baik yaitu sebanyak 34 bayi (89,5%).

Pengujian analisa bivariat antara variabel asupan energi dengan status gizi menggunakan uji korelasi rank Spearman karena kedua variabel memiliki skala data ordinal

Tabel 2 Hasil uji korelasi rank Spearman

Energi Status gizi Spearman’s

rho

Energi Correlation Coefficient Sig. (2- tailed) N

1,000 87

0,447 0,000 87

Status gizi

Correlation Coefficient Sig. (2- tailed) N

0,447 0,000 87

1,000 87

Diperoleh hasil nilai p-value = 0,000 pada p-value lebih kecil dari taraf signifikansi berarti Ho ditolak, jadi terdapat korelasi yang signifikan antara asupan energi dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di Kelurahan Asemrowo wilayah kerja Puskesmas Asemrowo Surabaya tahun 2015.

Asupan nutrisi pada penelitian ini selain dinilai dari tingkat asupan energy juga dilihat dari asupan proteinnya untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara asupan protein dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di Kelurahan Asemrowo wilayah kerja Puskesmas Asemrowo Surabaya. Tabulasi silang (crosstab) hubungan antara asupan protein dengan status gizi bayi disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3. Tabulasi silang (4x4) hubungan antara asupan protein dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di Kelurahan Asemrowo wilayah kerja Puskesmas Asemrowo Surabaya Tahun 2015

Status Gizi Buru

k

Kuran g

Baik Lebih Total

Asupa n protei n

Defisi t

Kuran g

Sedan g Baik

0 (0%)

0 (0%)

1 (10%

) 3 (4.7%

) 3 (33.3%

) 2 (50%)

1 (10%)

7 (10.9%

)

6 (66.7%

) 2 (50%)

8 (80%)

51 (79.7%

) 0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

3 (4.7%

) 9 (100%

) 4 (100%

) 10 (100%

) 64 (100%

)

Total 4

(4.6%

)

13 (14.9%

)

67 (77%)

3 (3.4%

)

87 (100%

)

(4)

119 Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa bayi

yang mendapatkan asupan protein defisit paling banyak berada pada kategori status gizi baik yaitu sebanyak 6 bayi (66,7%). Bayi yang mendapatkan asupan protein kurang sebagian berada pada status gizi kurang yaitu sebanyak 2 bayi (50%) dan setengahnya lagi berada pada status gizi baik yaitu sebanyak 2 bayi (50%).

Bayi yang memperoleh asupan protein sedang paling banyak memiliki status gizi yang baik yaitu sebanyak 8 bayi (80%). Bayi yang memperoleh asupan protein baik paling banyak berada pada status gizi baik yaitu sebanyak 51 bayi (79,7%).

Pengujian analisa bivariat antara variabel asupan protein dengan status gizi menggunakan uji korelasi rank Spearman karena kedua variabel juga memiliki skala data ordinal.

Tabel 4 Hasil uji korelasi rank Spearman asupan protein dengan status

gizi

Protein Status gizi Spearman’s

rho

Energi Correlation Coefficient Sig. (2- tailed) N

1,000 87

0.187 0.082 87

Status gizi

Correlation Coefficient Sig. (2- tailed) N

0.187 0.082 87

1,000 87

Diperoleh hasil nilai p-value = 0,082 pada p-value lebih besar dari taraf signifikansi berarti Ho diterima, jadi tidak terdapat korelasi yang signifikan antara asupan protein dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di Kelurahan Asemrowo wilayah kerja Puskesmas Asemrowo Surabaya tahun 2015.

Tingkat asupan energi dan protein yang ada pada sampel dapat ditampilkan sesuai dengan status gizi bayi agar terlihat jelas keadaan energi dan proteinnya. Hasil tabulasi antara asupan energi dengan protein bayi dapat dilihat pada table berikut ini :

Tabulasi silang tingkat asupan energi dengan protein bayi pada status gizi buruk

Tingkat asupan energi dan protein bayi pada status gizi buruk dapat di hubungkan untuk melihat perbandingan keadaan energi dan proteinnya melalui tabel silang berikut ini:

Tabel 5 Hubungan tingkat asupan energi dan protein pada bayi dengan status gizi buruk

Tingkat Asupan Protein Defi

sit

Kura ng

Seda ng

Baik Tota l

Ting kat Asup an Ener gi

Defis it

Kura ng

Seda ng Baik

0 (0%

) 0 (0%

) 0 (0%

) 0 (0%

) 0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

1 (100

%) 0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

1 (100

%) 2 (100

%) 0 (0%)

1 (100

%) 1 (100

%) 2 (100

%) 0 (100

%)

Total 0

(0%

) 0 (0%)

1 (25%

) 3 (75%

) 4 (100

%) Pada tabel 5 dapat dijelaskan bahwa dari 4 bayi yang memiliki status gizi buruk, paling banyak terdapat 3 sampel dengan asupan protein baik, 2 sampel diantaranya memiliki asupan energi sedang dan 1 sampel dengan asupan energi kurang.

a) Tabulasi silang tingkat asupan energi dan protein bayi pada status gizi kurang

Tingkat asupan energi dan protein bayi pada status gizi kurang dapat di hubungkan untuk melihat perbandingannya melalui tabel silang berikut :

Tabel 5.14. Tabel 6 Hubungan tingkat asupan energi dan protein pada bayi dengan status gizi kurang

Tingkat Asupan Protein Defisi

t

Kura ng

Sedan g

Baik Total

Tingk at Asup an Ener gi

Defis it

Kura ng

Seda ng Baik

3 (42.8

%) 0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

1 (14.3

%) 0 (0%)

1 (25%

) 0 (0%)

1 (14.3

%) 0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

2 (28.6

%) 1 (100

%) 3 (75%

) 1 (100

%) 7 (100

%) 1 (100

%) 4 (100

%) 1 (100

%)

Total 3

(23.1

%) 2 (15.4

%) 1 (7.7%

)

7 (53.8

%) 13 (100

%)

(5)

120

Pada tabel 6 dapat dijelaskan bahwa

dari 13 bayi yang memiliki status gizi kurang, paling banyak 7 sampel memiliki asupan energi deficit dengan 3 sampel diantaranya memiliki asupan protein defisit pula, serta terdapat 4 sampel dengan asupan energi sedang, 3 sampel diantaranya memiliki asupan protein baik.

Tabulasi silang tingkat asupan energi dengan protein bayi pada status gizi baik

Tingkat asupan energi dan protein bayi pada status gizi baik dapat di hubungkan untuk melihat perbandingannya melalui tabel silang berikut :

Tabel 7 Hubungan tingkat asupan energi dan protein pada bayi dengan status gizi baik

Tingkat Asupan Protein Defisit Kuran

g

Sedan g

Baik Total

Tingk at Asupa n Energi

Defisi t

Kuran g

Sedan g Baik

3 (50%)

1 (9%)

2 (12.5

%) 0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

2 (12.5

%) 0 (0%)

2 (33.3

%) 5 (45.5

%) 1 (6.3%)

0 (0%)

1 (16.7

%) 5 (45.5

%) 11 (68.7

%) 34 (100%

) 6 (100

%) 11 (100

%) 16 (100

%) 34 (100

%)

Total 6

(9%) 2 (3%)

8 (11.9

%) 51 (76.1

%) 67 (100

%)

Pada tabel 7 dapat dijelaskan bahwa dari 67 bayi yang memiliki status gizi baik, terdapat paling banyak 51 sampel memiliki asupan protein baik dan 34 sampel diantaranya memiliki asupan energy yang baik.

Tabulasi silang tingkat asupan energi dengan protein bayi pada status gizi lebih

Tingkat asupan energi dan protein bayi pada status gizi lebih dapat di hubungkan untuk melihat perbandingannya melalui tabel silang berikut :

Tabel 8 Hubungan tingkat asupan energi dan protein pada bayi dengan status gizi lebih

Tingkat Asupan Protein

Defisit Kurang Sedang Baik Total

Tingkat Asupan Energi

Defisit Kurang Sedang Baik

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

3 (100%)

0 (0%)

0 (0%)

0 (0%)

3 (100%)

Total 0

(0%) 0 (0%)

0 (0%)

3 (100%)

3 (100%)

Pada tabel 8 dapat dijelaskan bahwa dari 3 bayi yang memiliki status gizi lebih, semua

berada pada tingkat asupan energy baik dan protein yang baik

PEMBAHASAN

Karakteristik Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April - Mei 2015 di Kelurahan Asemrowo wilayah kerja Puskesmas Asemrowo Surabaya dengan sampel sebanyak 87 responden yang memiliki bayi usia 6-24 bulan yang diambil secara Proportionate Stratified Random Sampling berdasarkan status gizi bayi (BB/U). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi berusia antara 13-24 bulan yaitu sebanyak 46 bayi (52,9%), pada usia tersebut jenis makanan pendamping ASI yang diberikan pada bayi sudah seperti orang dewasa (makanan padat). Sebagian besar jenis asupan yang diperoleh bayi berasal dari susu formula dan MP-ASI yaitu sebesar 52%.

Sebagian besar responden yaitu sebanyak 65 orang (74,7%) tidak memberikan ASI secara eksklusif pada 6 bulan pertama usia bayi. Pemberian ASI eksklusif dapat berpengaruh pada status gizi bayi. Menurut hasil penelitian Endang (2010) yang menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif mempunyai hubungan bermakna dengan status gizi bayi. Bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif memiliki resiko lebih besar mengalami status gizi kurang atau buruk dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Kebiasaan menyusui pada bayi terutama ASI eksklusif akan meningkatkan daya tahan tubuh serta membantu pertumbuhan bayi dan balita (Syair, 2009).

Karakteristik responden berdasarkan hasil penelitian sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 36,8%. Status pekerjaan sebagian besar tidak bekerja sebesar 74,7% dan pendapatan rumah tangga hamper setengahnya yaitu sebesar 51,7% berada di bawah upah minimum kota Surabaya

Hubungan Antara Asupan Energi dan

Protein dengan Status Gizi Bayi Usia 6-24

Bulan di Kelurahan Asemrowo

(6)

121

Status Gizi Bayi Usia 6-24 Bulan di

Kelurahan Asemrowo

Hasil penelitian berdasarkan pengukuran BB/U menunjukkan bahwa sebagian besar bayi yang berusia 6-24 bulan di Kelurahan Asemrowo Wilayah Kerja Puskesmas Asemrowo Surabaya memiliki status gizi baik yaitu sebanyak 67 bayi (77%). Sisanya terdapat 3,4% bayi berstatus gizi lebih, 14,9% bayi berstatus gizi kurang, dan 4,6% bayi berstatus gizi buruk.

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat dari mengkonsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Makanan yang dikonsumsi akan melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk menghasilkan energi, memelihara jaringan tubuh, mempertahankan kehidupan, serta untuk pertumbuhan (Marmi, 2013).

Pada penelitian ini, penentuan status gizi yang digunakan adalah indeks BB/U.

Menurut Depkes (2004), berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak karena konsumsi makanan yang menurun maupun penyakit infeksi. Dalam keadaan normal, dimana kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

Status gizi yang baik pada bayi dapat terjadi jika tubuh dalam keadaan normal (sehat) dan mengkonsumsi makanan dengan kebutuhan akan zat-zat gizinya terjamin.

Gizi baik ditandai dengan pertumbuhan berat badan anak sesuai dengan umur. Apabila pertumbuhan berat badan berlebih dari umur anak, maka dapat dikatakan anak mengalami gizi lebih. Bayi juga dapat mengalami gizi kurang apabila tidak memperoleh cukup makan atau konsumsi energi dan protein yang kurang dari makanan sehari-hari dan

terjadi dalam waktu yang cukup lama.

(Cakrawati dan Mustika, 2013).

Asupan Energi dan Protein Bayi Usia 6-24 Bulan di Kelurahan Asemrowo

Hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara recall 24 jam kepada responden yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan di Kelurahan Asemrowo wilayah kerja Puskesmas Asemrowo Surabaya menunjukkan bahwa sebagian besar bayi memperoleh asupan energi yang baik yaitu sebesar 43,7%. Asupan energi dikatakan baik, bila energi yang diperoleh dari makanan ≥ 100% dari angka kecukupan gizi.

Asupan nutrisi yang baik adalah salah satu unsur penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga pemenuhan zat gizi harus diperhatikan sedini mungkin sejak bayi.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar bayi memperoleh asupan protein yang baik yaitu sebesar 73,6%. Asupan protein dikatakan baik bila protein yang diperoleh dari makanan ≥ 100%

dari angka kecukupan gizi. Protein adalah bagian dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar sesudah air. Fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan dan mempertahankan jaringan, membentuk senyawa-senyawa esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, membentuk antibodi dan mentranspor zat gizi. Kebutuhan protein diperlukan lebih banyak bagi anak-anak yang sedang tumbuh (Hasdianah, 2013).

Menurut Marmi (2013), unsur zat gizi yang terkandung dalam makanan memberikan manfaat bagi kesehatan dan memiliki kandungan yang berbeda dalam setiap makanan. Sebagai sumber energi, zat gizi bermanfaat untuk menggerakkan tubuh dan proses metabolisme di dalam tubuh. Zat gizi yang tergolong zat yang memberikan energi adalah karbohidrat, lemak dan protein.

Sumber dominan dalam proses pertumbuhan adalah protein, sedangkan penyumbang energi terbesar dari ketiga unsur tersebut adalah lemak.

Kelompok usia 6-24 bulan merupakan

kelompok umur yang sedang mengalami

(7)

122

pertumbuhan kritis. Oleh karena itu, perlu

asupan energi dan protein yang cukup untuk masa tumbuh kembang anak. Asupan makanan bayi pada usia 6-24 bulan berasal dari Air Susu Ibu (ASI), susu formula (baik sebagai pengganti ASI maupun sebagai tambahan ASI), serta Makanan Pendamping ASI (MP ASI). Untuk menghindari anak mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi, maka makanan yang diberikan harus lebih variatif dan cukup gizinya

Hubungan Asupan Energi dan Protein dengan Status Gizi Bayi Usia 6-24 bulan di Kelurahan Asemrowo

Hasil analisis menggunakan uji korelasi rank Spearman menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan status gizi bayi berdasarkan indikator BB/U diperoleh hasil p-value = 0,000. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,447 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang, berarti semakin baik tingkat asupan energi maka status gizi bayi semakin baik pula. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Handono (2010) yang juga menemukan adanya hubungan positif yang signifikan antara asupan energi dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Selogiri.

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau optimal terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi yang cukup yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.

Gangguan gizi dapat disebabkan oleh faktor primer maupun sekunder. Faktor primer yang dimaksud adalah apabila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas maupun kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi (Almatsier, 2006).

Tubuh manusia membutuhkan pasokan energi atau kalori yang terus menerus Tanpa adanya energi, fungsi tubuh yang penting tidak mungkin dapat berjalan. Energi diartikan sebagai suatu kapasitas untuk melakukan suatu pekerjaan. Energi dalam tubuh manusia timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak.

Jumlah energi yang dibutuhkan seseorang tergantung pada usia, jenis kelamin, berat badan dan bentuk tubuh. Agar kebutuhan energi dapat terpenuhi, maka diperlukan intake zat-zat makanan yang cukup pula ke dalam tubuh (Nursalam, 2005).

Data penelitian menunjukkan bahwa bayi dengan asupan energi yang baik, sebagian besar (89,5%) memiliki status gizi yang baik. Bayi dengan asupan energy defisit cenderung untuk mengalami status gizi kurang. Dari data hasil penelitian bayi dengan asupan energi defisit sebanyak 50%

memiliki status gizi kurang. Hal ini sejalan dengan pendapat Moehji (2003) yang mengatakan bahwa asupan energy yang kurang dari kebutuhan berpotensi terhadap terjadinya penurunan status gizi. Studi epidemiologi menyatakan bahwa asupan energi kurang dari kebutuhan dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan terjadi penurunan status gizi, bila asupan energi seimbang akan membantu memelihara status gizi yang normal, jika asupan energi berlebih atau berkurangnya pengeluaran energi berpotensi terjadinya kegemukan.

Terdapat 1 bayi (2,6%) dengan asupan

energi baik memiliki status gizi kurang, serta

terdapat pula bayi dengan asupan energi

sedang, 2 bayi (9,1%) memiliki status gizi

buruk dan 4 bayi (18,2%) memiliki status

gizi kurang. Hal ini bisa disebabkan karena

kemungkinan terjadi gangguan metabolisme

pada system pencernaan anak yaitu akibat

kekurangan enzim pencernaan, sehingga

penyerapan atau absorpsi nutrisi menjadi

tidak optimal di dalam tubuh. Akibatnya,

meskipun asupan energi dan protein dalam

jumlah yang baik tetapi dalam proses

penyerapan makanan tidak optimal sehingga

ada kemungkinan status gizinya menjadi

(8)

123

kurang. Selain itu dapat pula karena

pengaruh dari faktor lain, misalnya pada bayi tersebut memiliki riwayat penyakit infeksi kronis yang tidak dilacak pada penelitian ini.

Bayi yang sering mengalami sakit dalam waktu yang lama akan berpengaruh pada keadaan gizinya.

Asumsi ini didasarkan pada teori yang mengatakan bahwa adanya kelainan metabolisme atau kelainan pencernaan mengakibatkan kebutuhan nutrisi harus meningkat karena penyerapan nutrisi yang turun atau meningkatnya kehilangan nutrisi.

Asupan nutrisi yang adekuat tetapi mengalami kelainan metabolik akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi mempertahankan status gizi, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik (Grover, Z. 2009).

Menurut Soekirman (2000) penyebab langsung timbulnya gizi kurang yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya. Begitu juga sebaliknya anak yang asupan makannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti lemah dan akhirnya mempengaruhi status gizinya.

Pada penelitian ini juga terdapat 6 bayi (42,9%) dengan asupan energy defisit dan 11 bayi (84,6%) dengan asupan energi kurang tetapi status gizinya baik. Bila dilihat dari asupan proteinnya, Sebagian besar bayi yaitu sebanyak 76,5% memiliki asupan protein yang baik dan sedang. Hal ini bisa terjadi oleh karena pencatatan food recall yang hanya dilakukan 1 kali atau dapat pula karena faktor dari responden yang kurang lengkap memberikan informasi makanan.

Sehingga tidak dapat dipastikan kebiasaan makan bayi ataupun ketepatan jumlah makanan yang dikonsumsi.

Asumsi lain kemungkinan dari aktifitas fisik. Aktivitas fisik merupakan segala sesuatu untuk melakukan kegiatan sehari-

hari, pada keadaan tersebut membutuhkan energi. Apabila energi yang dikeluarkan untuk aktivitas fisik sangat ringan maka energi (asupan) yang dibutuhkan juga sangat sedikit, berarti dalam hal ini masih terdapat cadangan energi karena kurangnya aktivitas.

Aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik dibagi menjadi aktivitas ringan, sedang, dan berat(Almatsier, 2006). Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa menurunnya atau rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor yang paling bertanggung jawab terhadap peningkatan berat badan. Selama aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung dari berapa banyak otot yang bergerak. Asupan makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi berat badan. Penelitian oleh Mushtaq, et al (2011) menunjukkan bahwa anak yang melakukan kebiasaan kurang gerak selama lebih dari 1 jam perhari beresiko menjadi overweight. Bila dilihat dari segi riwayat dalam pemberian ASI pada sebagian besar bayi (82,3%) dengan asupan energi yang kurang dan defisit tersebut, sebagian besar diberikan ASI secara eksklusif. Pemberian ASI secara eksklusif meningkatkan daya tahan tubuh bayi sehingga resiko terhadap penyakit infeksi berkurang. Oleh karena itu status gizinya dapat tetap baik. Hal ini sesuai menurut Sulistyoningsih (2011) bahwa bayi dengan riwayat ASI eksklusif biasanya jarang mengalami sakit karena ASI mengandung zat protektif.

Hasil analisis pada tingkat asupan

protein menggunakan uji korelasi rank

Spearman menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara asupan

protein dengan status gizi bayi berdasarkan

indikator BB/U diperoleh hasil pvalue =

0,082. Hasil ini berbeda dengan penelitian

Supriyanti (2015) yang menemukan adanya

hubungan tingkat konsumsi protein dengan

status gizi balita BB/U dengan nilai r = 0,390

yang artinya semakin rendah asupan protein

(9)

124

maka semakin rendah pula status gizinya.

Tidak terdapatnya hubungan pada penelitian ini dikarenakan faktor penyediaan makanan mempengaruhi jumlah asupan protein, salah satunya dapat dilihat pada proporsi antara asupan protein dengan asupan energi yang tidak selaras sebesar 27,6%. Hal ini karena tingkat asupan protein lebih tinggi daripada asupan energi, energi tidak hanya diperoleh dari protein tetapi terdapat kontribusi lain yaitu dari asupan karbohidrat ataupun lemak dan zat-zat yang lain.

Menurut WHO (2007) protein berperan penting dalam komposisi tubuh yaitu untuk pertumbuhan sel-sel dan meningkatkan jumlah sel-sel di dalam tubuh sehingga massa pada organ-organ tubuh menjadi bertambah. Terutama sangat dibutuhkan pada masa bayi dan balita dalam masa pertumbuhannya. Protein dalam membentuk komposisi tubuh sampai meningkatkan massa organ membutuhkan waktu yang relatif lama.

Data hasil penelitian pada tingkat asupan protein menunjukkan bahwa bayi yang mendapat asupan protein baik sebagian besar memiliki status gizi yang baik yaitu sebesar 51 bayi (79,7%). Hal ini sesuai dengan pendapat Almatsier (2006) yang mengatakan bahwa status gizi baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang digunakan secara efisien.

Berdasarkan data hasil penelitian, terdapat bayi yang memperoleh asupan protein baik dengan status gizi buruk yaitu sebanyak 3 bayi (4,7%) dan 7 bayi (10,9%) memiliki status gizi kurang. Sedangkan bayi yang memiliki asupan protein sedang, sebanyak 1 bayi (10%) dengan status gizi buruk dan 1 bayi (10%) dengan status gizi kurang. Pada sampel tersebut, 50% bayi memiliki asupan energi yang kurang/defisit dan 50% memiliki asupan energi baik hingga sedang. Dapat diasumsikan bahwa meskipun asupan proteinnya baik atau sedang, tetapi kondisi tubuhnya mengalami kekurangan zat sumber energi baik karbohidrat maupun lemak, sehingga tubuh menggunakan protein untuk membentuk energi. Protein bukan

sebagai sumber penghasil energi utama, yang terbanyak dalam menghasilkan energi adalah lemak.

Behrman et al (2000) mengungkapkan bahwa setiap gram protein dan karbohidrat yang ditelan memberikan sumbangan energi sebesar 4 kkal sedangkan satu gram lemak memberi 9 kkal. Oleh karena itu, lemak merupakan penyumbang terbesar dalam membentuk massa tubuh, sedangkan protein lebih berperan pada pertumbuhan, pemeliharan dan fungsi tubuh.

Asumsi kedua bisa disebabkan pula oleh karena riwayat infeksi kronis yang mungkin pernah diderita atau mengalami gangguan metabolik yang menyebabkan penyerapan makanan menjadi tidak optimal, sehingga menyebabkan bayi dengan asupan protein dan energi yang baik/sedang dapat memiliki status gizi kurang ataupun buruk.

Bayi dengan asupan protein defisit sebanyak 6 bayi (66,7%) memiliki status gizi baik, dan 2 bayi (50%) dengan asupan protein kurang memiliki status gizi baik. Hal ini kemungkinan terjadi karena pencatatan food recall yang hanya dilakukan 1 kali atau mungkin pula karena faktor dari responden yang lupa memberikan informasi secara lengkap tentang pemberian makanan.

Masalah kekurangan gizi merupakan

masalah yang bersifat multifaktor, sehingga

dari faktor-faktor lain pun dapat turut

berpengaruh secara tidak langsung. Misalnya

dari faktor ekonomi atau pendapatan

keluarga. Sebagian besar bayi 69,2% dengan

status gizi kurang, pendapatan orang tua

berada di bawah UMR. Berg (1986) dalam

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat

(2010) mengatakan bahwa pendapatan

merupakan faktor yang menentukan kualitas

dan kuantitas makanan. Semakin besar

pendapatan, makanan yang diperoleh

semakin baik. Rendahnya pendapatan dan

lemahnya daya beli memungkinkan untuk

mengatasi kebiasaan makan dengan cara-cara

tertentu yang menghalangi perbaikan gizi

secara efektif terutama untuk anak-anak

(Suhardjo, 2007).

(10)

125

Asupan nutrisi juga terkait dengan

pendidikan serta pengetahuan orang tua, tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup dapat berpengaruh pada gizi anak. Hal ini dapat terlihat pada ibu balita yang menjadi responden dalam penelitian ini kebanyakan hanya memberi makan seadanya tanpa mempertimbangkan variasi dan kandungan asupan gizi seimbang sehingga anak sering mengalami kesulitan makan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Hasil penelitian tentang hubungan asupan nutrisi dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan ialah asupan energi yang baik sebanyak 43,7%, suapan protein yang baik sebanyak 73,6%.

Status gizi bayi usia 6-24 bulan di Kelurahan Asemrowo wilayah kerja Puskesmas Asemrowo Surabaya sebanyak 77% bayi tergolong kategori baik (3,4% bayi memiliki status gizi lebih, 4,6% bayi memiliki status gizi buruk dan 14,9% bayi memiliki status gizi kurang)

Saran

Diharapkan bagi ibu yang memiliki bayi usia 6-24 bulan hendaknya lebih memperhatikan asupan nutrisi pada anak. Disarankan bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk penelitian lebih lanjut mengenai asupan nutrisi.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier,S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu gizi.

Cetakan keempat. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. hal: 13,77-79.

Apriadji, WH. 2004. Gizi Keluarga. Seri Kesejahteraan Keluarga. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Behrman. Kliegman. Arvin. Ilmu kesehatan Anak Nelson. Vol.1 E/15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal:180.

Berg, A. 2003. Pendidikan Untuk Gizi yang Lebih Baik Peranan Gizi dalamPembangunan Nasional. Jakarta : Rajawali. hal: 105.

Cakrawati, D. dan Mustika. 2014. Bahan Pangan, Gizi dan Kesehatan. Bandung :Alfabeta. hal: 27-29

Candra, A. 2013. Pentingnya Asupan Gizi Anak Usia 6-24 Bulan. http://health.kompas.

com/read/2013/09/17/0833031/pentingnya .Asupan.Gizi. Anak.usia.6-24.bulan diunduh tanggal (10 Maret 2015).

Depkes, 2006. Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat.

Dinkes Provinsi Jatim. 2013. Profil Kesehatan Jawa Timur.

Dinkes Kota Surabaya. 2013. Profil Kesehatan Kota Surabaya.

Gibson, R.S. 2005. Principles of Nutritional Assesment, 2nd ed. Oxford University Press. New York.

Hartriyani, Y dan Triyanti. 2007. Penilaian Status Gizi di dalam Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Hasdianah, dkk. 20143. Gizi, Pemanfaatan Gizi, Diet dan Obesitas. Yogyakarta : Nuha Medika.

Indrawani, M.Y. 2007. Ilmu Gizi Dasar di dalam Gizi dan Kesehatan Masyarakat.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Kemenkes RI. 2015. Buku SK Antropometri

2010. Dari

http://www.gizi.depkes.go.id/wp/ buku-sk- antropometri-2015.pdf di unduh tanggal (26 April 2015).

Kemenkes RI. 2015. Riset Kesehatan Dasar.

Dari http://www.litbang.depkes.go.id/

sites/download/rkd2013/Laporan_Riskesd as 2015.PDF di unduh tanggal (20 Maret 2015).

Kemenkes RI. 2013. Pedoman Gizi Seimbang.

Diakses tanggal 26 April 2015 dari http://Aipgi.org/wp-

content/uploads/2015/12/PGS-Full-2.pdf Khomsan, A. 2004. Mengetahui Status Gizi

Balita Anda. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Kusharisupeni, 2007. Gizi dalam daur kehidupan : Prinsip-prinsip dasar. Departemen Gizi

(11)

126 dan Kesehatan. Gizi Kesehatan

Masyarakat. Jakarta : Universitas Indonesia.

Marmi. 2013. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Marmi, Kukuh Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan AnakPrasekolah. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Merryana, Bambang. 2013. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta:Kencana Prenada Media Group. hal: 152-159.

Moehji. 2003. Ilmu Gizi 2. Jakarta: Penerbit Papaas Sinar Sinanti. hal: 111-114.

Muchtadi, D. 2010. Gizi Untuk Bayi. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan. hal: 93.

Mulyaningsih. 2007. Hubungan Antara Asupan Energi, Protein dan Faktor lain dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Cililing Kabupaten Bandung (Tesis).FKM UI, Depok.

Mushtaq, M. Umair. Gull, Sibgha. Shahid, Ubeera. Shad, Mushtaq Ahmad. Akram, Javed. Dietary behaviors, physical activity and sedentary lifestyle associated with overweight and obesity, and their socio- demographic correlates, among pakistani primary school children. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity 2011. Diakses tanggal 15 Mei 2015 dari http://ijbnpa.org/

content/8/1/130

Notoatmodjo, S. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-prinsip Dasar).

Jakarta; Rineka Cipta.

Rahmadi, A. 2012. Nutrisurvey. Dari https://nutrisicare.wordpress.com/category / software/ diakses tanggal 16 Februari 2015.

Suhardjo, 2007. Perencanaan Pangan dan Gizi.

Jakarta : Bumi Aksara. hal: 95.

Suhelda, S. Ludica, A. Kalew, R. 2010.

Pengaruh Pemberian ASI Terhadap Gizi Kurang dan Buruk Pada Anak-Anak di Ambon. Di akses tanggal 24 april 201 dari http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun- 2012/edisi-no-04-vol-xxxvii-2015/ 436- artikel-penelitian

Sudaryanto, G. 2013. MPASI Super Lengkap.

Jakarta : Penebar Plus (Penebar Swadaya Group).

Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Ilmu. hal: 2,6- 7,16, 19-20

Supariasa, 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal:94- 99, 114.

Supriyanti, N.T. 2013. Hubungan Kecukupan Zat Gizi dan Dietary Diversity Scores (DDS) Dengan Status Gizi Balita Usia 12-59 Bulan Di Desa Baban Kecamatan Gapura, Sumenep. Diakses tanggal 10 Mei 2015 dari http://www.academia.edu/12216129 Suradi, dkk. 2010. Indonesia Menyusui. Jakarta :

Badan Penerbit IDAI.

Referensi

Dokumen terkait

Stakeholders tersebut dapat merupakan sistem sosial yang terdiri atas tokoh masyarakat, kontak tani, penyuluh, dan unit pelayanan teknis (UPT). Selain itu, dukungan sumberdaya

Berdasarkan analisa kemampuan dan kemauan pelanggan terhadap tarif resmi air bersih yang berlaku, kemampuan masyarakat dalam membayar tarif dengan pendekatan pendapatan rumah

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan angket atau kuesioner yaitu cara yang dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan atau

Hasil penelitian yang diperoleh, konsep diri digambarkan dari: (1) identitas diri yang meliputi status kesehatan dan peran dalam rumah tangga; (2) citra tubuh yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasikan dan menganalisis seberapa efektif suatu sistem temu kembali informasi yang menerapkan QSSM (sebagai.. salah satu ukuran

Olat Rarang Desa Labuhan.. Sumbawa

l= Panjang elektroda yang ditanam(m) d= Diameter batang elektroda pentanahan(m) Jadi sistem pentanahan yang dipakai untuk Rumah Mewah ini menggunakan elektroda batang

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah Apakah ada pengaruh Variabilitas Laba terhadap