• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Konferensi Nasional Ikatan Psikologi Klinis III.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosiding Konferensi Nasional Ikatan Psikologi Klinis III."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

IMPLEMENTASI NILAI KEARIFAN LOKAL

TAT TWAM ASI

DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK DI PANTI ASUHAN

Luh Kadek Pande Ary Susilawati

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

Email: pandeary@yahoo.com

ABSTRAK

Pertumbuhan, perkembangan, dan pengalaman sejak masa kanak-kanak akan membentuk

anak memiliki karakter tertentu. Nilai kearifan lokal sebagai salah satu keunggulan budaya

masyarakat turut menjadi dasar dalam membentuk karakter individu. Untuk itu, penelitian ini

berfokus pada implementasi nilai kearifan lokal Bali tat twam asi dalam membentuk karakter

anak di panti asuhan yang berlatar belakang budaya Bali. Tat twam asi mengandung makna

kamu adalah aku dan aku adalah kamu dimana semua makhluk adalah sama sehingga bila kita

menolong orang lain berarti juga menolong diri kita sendiri.

Metode pengambilan data menggunakan: (1) wawancara, (2) observasi, dan (3) dokumentasi.

Responden penelitian adalah ketua, pengurus, dan anak-anak panti asuhan. Analisis data

menggunakan teknik deskriptif kualitatif yang meliputi, yaitu pengumpulan data, reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi

nilai kearifan lokal tat twam asi terwujud dalam bentuk perilaku keseharian anak-anak panti

asuhan antara lain (1) rasa kekeluargaan yaitu semua adalah saudara walaupun tidak satu ikatan

darah, (2) berbagi dalam bentuk tanggung jawab tugas, suka dan duka, serta (3) tidak iri hati

kepada orang lain. Kesimpulan dari penelitian ini adalah implementasi nilai kearifan lokal Bali

yaitu tat twam asi menjadi perilaku keseharian anak-anak penghuni panti asuhan dalam setiap

aktivitas yang dilakukan.

(4)

THE IMPLEMENTATION OF THE BALINESE LOCAL WISDOM

TAT TWAM ASI

VALUES IN SHAPING CHILDREN’S CHARACTER IN

ORPHANAGE

Luh Kadek Pande Ary Susilawati

Psychology Departement, Faculty of Medicine, Udayana University

Email: pandeary@yahoo.com

ABSTRACT

Growths, developments, and experiences since childhood will form a child with a specific

character. Local wisdom values as one of the community's cultural advantages becoming the

basis in forming the

individual’s

character. Therefore, this study focuses on the implementation

of the Balinese local wisdom values tat twam asi in shaping the character of children in a

balinese cultural backgrounds orphanage. Tat twam asi means you are me and I am you where all

beings are equal so that when we help others means also we are helping ourselves.

Data were collected by using: (1) interview, (2) observation, and (3) documentation.

Respondents of this research were the chairman, the board, and the children of orphanage. The

data were analyzed by using descriptive-qualitative technique which contains data collection,

data reduction, data presentation, and conclusion. The result shows that the implementation of

Balinese local values, tat twam asi

shows as a form of the orphans’ daily behavior such as : (1) a

sense of kinship, which means everyone is a family, although not from a same blood-bond, (2)

sharing in responsibilities, tasks, joys, and sorrows, and (3) not being envy to each others. The

conclusion of this research is the implementation of the tat twam asi

, it is the value of Bali’s

local wisdom, which become daily behavior of children in orphanage in their activities.

Keywords: Implementation, Local Wisdom Value Tat Twam Asi, Character Shaping

PENDAHULUAN

Masa kanak-kanak merupakan salah

satu fase pertumbuhan dan perkembangan

yang

memiliki

peran

penting

dalam

kehidupan individu, termasuk salah satunya

dalam

membentuk

karakter.

Menurut

Berkowitz, dkk (2009), karakter merupakan

kumpulan karakteristik psikologis individual

yang mempengaruhi bakat seseorang dan

kecenderungan untuk bertindak sesuai

dengan

moralitas.

Dengan

demikian,

karakter terdiri dari karakteristik-karakteristik

yang menuntun individu untuk melakukan

suatu perilaku baik atau melakukan suatu

perilaku tidak baik.

(5)

Anak

yang

tumbuh

dan

berkembang dalam lingkup panti asuhan

akan memiliki karakter yang berbeda

dengan anak yang tumbuh dan berkembang

dalam pengasuhan orang tua. Anak yang

tinggal di panti asuhan selain sudah

membawa karakter

hereditas

masing-masing yang didapat dari pengasuhan

orang tua juga dibentuk dengan karakter

binaan

dari

panti

asuhan

sehingga

terbentuk dengan karakter tertentu.

Panti asuhan anak merupakan salah

satu panti sosial yang memiliki tugas

memberikan bimbingan dan pelayanan bagi

anak yatim, piatu, dan yatim piatu yang

kurang mampu ataupun terlantar agar

potensi dan kapasitas belajar pulih kembali

dan dapat berkembang secara wajar

(Depertemen Sosial Republik Indonesia,

2004). Dengan kata lain, panti asuhan anak

bertugas menggantikan kewajiban keluarga

termasuk melakukan pembinaan secara

moral.

Anak yang tinggal di panti asuhan

berasal dari latar belakang yang

berbeda-beda sehingga pengelola panti menerapkan

nilai-nilai tertentu yang sudah mengakar

kuat sebagai sistem budaya dalam upaya

melakukan bimbingan dan pembinaan.

Salah satunya adalah nilai kearifan lokal

atau yang disebut local wisdom.

Menurut Gobyah (2003), kearifan

lokal

adalah

kebenaran

yang

telah

mentradisi atau

ajeg

dalam suatu daerah.

Secara etimologi, kearifan (wisdom) berarti

kemampuan individu dalam menggunakan

akal pikirannya untuk menyikapi sesuatu

kejadian, obyek atau situasi, sedangkan

lokal menunjukkan ruang interaksi dimana

peristiwa atau situasi tersebut terjadi.

Secara

substansial,

kearifan

lokal

merupakan norma yang berlaku dalam

suatu

masyarakat

yang

diyakini

kebenarannya dan menjadi acuan dalam

bertindak dan berperilaku sehari-hari. Oleh

karena itu, kearifan lokal merupakan entitas

yang sangat menentukan harkat dan

martabat manusia dalam komunitasnya

(Geertz, 1992).

(6)

dari kecamatan dan dinas sosial setempat

dalam bentuk surat pengantar.

Anak yang tinggal di panti asuhan

tat twam asi memiliki latar belakang yang

berbeda-beda sehingga dalam melakukan

upaya bimbingan dan pembinaan, pengurus

panti asuhan menerapkan nilai-nilai kearifan

lokal Bali yang sudah mengakar kuat

sebagai sistem budaya. Salah satu nilai

kearifan lokal Bali yang diterapkan adalah

tat twam asi. Menurut Suastika (dalam

Redana, 2011),

tat twam asi merupakan

kata-kata

dalam

filsafat

Hindu

yang

mengajarkan

kesusilaan

tanpa

batas.

Secara arti kata, tat twam asi terdiri dari tiga

kata, yaitu tat berarti itu (dia),

twam berarti

kamu, dan asi berarti adalah. Jadi, tat twam

asi berarti itu atau dia adalah kamu atau

engkau,

dan

saya

adalah

kamu.

Implementasi dari nilai

tat twam asi dapat

dilihat dalam perilaku sehari-hari individu.

Tat twam asi mengandung makna

kamu

adalah saya, saya adalah kamu sehingga

bila kita menolong orang lain berarti juga

menolong diri sendiri. Semua makhluk

adalah sama, yakni sama-sama ciptaan

Tuhan atau

Ida Sang Hyang Widhi Wasa

(Redana, 2011).

Aryasa

(dalam

Redana,

2011)

mengatakan ajaran

tat twam asi tampak

dalam

perilaku

di

dalam

hidup

bermasyarakat antara lain:

1. Memandang semua manusia adalah

sama; keberadaan sifat-sifat buruk dalam

diri manusia dapat didamaikan dengan

memandang semua manusia sama dan

melihat manusia sebagai saudara.

2. Melaksanakan

tri

kaya

parisudha;

menjaga kesucian pikiran, perkataan,

dan perbuatan dalam kehidupan

sehari-hari.

3. Merasakan

penderitaan

orang lain;

mampu merasakan penderitaan orang

lain

sebagai

penderitaan

pribadi

merupakan ukuran rasa kemanusiaan

seseorang.

Berbagai keadaan yang dirasakan

oleh individu, baik senang maupun susah

akan mengenalkan individu pada rasa

kebersamaan sehingga se-berapa berat

masalah yang dihadapi akan terasa ringan.

Pemahaman dan pengamalan terhadap

ajaran

tat twam asi akan membuat individu

mampu merasakan berat dan ringan dalam

menjalani kehidupan karena selalu ada dan

berdampingan.

Dengan

demikian,

hendaknya individu mampu selalu saling

tolong-menolong, merasa senasib dan

sepenanggungan dalam kehidupan.

Penerapan nilai kearifan lokal Bali

yaitu

tat twam asi pada salah satu panti

asuhan anak yang berlatar belakang

budaya Bali dalam melakukan pembinaan

kepada

anak

penghuni

panti

akan

membentuk munculnya karakter tertentu

yang tampil dalam perilaku sehari-hari.

(7)

penelitian ini adalah ingin mengungkap dan

menggambarkan implementasi nilai kearifan

lokal Bali yaitu tat twam asi di panti asuhan

dalam membentuk karakter anak asuh.

METODE

Jenis penelitian

Permasalahan

penelitian

dikaji

dengan

metode

penelitian

kualitatif

deskriptif

yaitu

menyajikan

data,

menganalisis

dan

menginterprestasikan

(Narbuko dan Achmadi, 2010). Penelitian

deskriptif

kualitatif

merupakan

jenis

penelitian

yang

dilakukan

untuk

menggambarkan suatu variabel secara

mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa

membuat

perbandingan

atau

menghubungkan variabel dengan variabel

lainnya. Data deskriptif dalam penelitian

kualitatif adalah berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari individu dan perilaku yang

diamati (Moleong, 2007).

Penelitian ini bertujuan mengungkap

dan

menggambarkan

bagaimana

implementasi nilai kearifan lokal Bali, yaitu

tat twam asi pada salah satu panti asuhan

anak yang berlatar belakang budaya Bali.

Informan penelitian

Teknik

penentuan

informan

menggunakan

purposive sampling dimana

kriteria

informan

telah

ditetapkan

sebelumnya. Informan dalam penelitian ini

adalah ketua, pengurus, dan anak-anak

panti asuhan.

Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian

kualitatif harus dalam, jelas, dan spesifik.

Untuk itu, peneliti menggunakan metode

wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Untuk mendapatkan gambaran bagaimana

implementasi nilai kearifan lokal Bali yaitu

tat twam asi di panti asuhan anak, peneliti

menggunakan metode wawancara yang

dilakukan kepada ketua dan pengurus panti

asuhan. Selain metode wawancara, peneliti

juga

menggunakan

metode

observasi

terhadap keseharian aktivitas anak-anak

panti asuhan. Dokumentasi yang digunakan

berupa foto, gambar, atau data-data yang

didapat dari pihak panti asuhan.

Analisis data

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Panti Asuhan

Panti asuhan

tat twam asi didirikan

pada tahun 1987 dan bernaung di bawah

yayasan

tat twam asi. Panti asuhan ini

didirikan oleh beberapa wanita pemerhati

anak yang melihat kondisi banyak

anak-anak usia sekolah di Bali yang tidak

mendapatkan

pendidikan

sebagaimana

mestinya. Anak asuh yang ditampung

adalah

anak-anak

putus

sekolah,

khususnya anak perempuan dari kalangan

keluarga miskin maupun yatim piatu,

dengan usia minimal 6 tahun atau sudah

pernah duduk di sekolah dasar. Anak

penghuni panti diberi kesempatan untuk

mengikuti

pendidikan

formal setingkat

sekolah dasar (SD) sampai dengan sekolah

menengah atas (SMA) serta pendidikan non

formal. Sebagian besar anak asuh berasal

dari hampir seluruh kabupaten di Bali.

Secara sarana dan prasarana,

yayasan dan panti asuhan

tat twam asi

menempati bangunan di atas tanah negara

seluas 1100 m2 yang merupakan bantuan

dari pemerintah Provinsi Bali dengan hak

guna pakai. Bangunan terdiri dari 3 unit

yang digunakan sebagai ruang kantor,

dapur yang menyatu dengan ruang makan,

serta ruang kegiatan anak yang menyatu

dengan ruang perawatan.

Panti asuhan

tat twam asi memiliki

empat puluh satu orang anak asuh yang

terdiri dari 2 orang laki-laki dan tiga puluh

sembilan

orang

perempuan.

Secara

penempatan, anak laki-laki tinggal bersama

dengan beberapa orang pengelola yayasan

dan anak perempuan tinggal bersama

pengurus di panti asuhan. Pembedaan

secara tempat tinggal dilakukan untuk

meminimalisir

kejadian

yang

tidak

diinginkan karena sebagian besar anak

sedang memasuki masa pubertas.

Anak-anak penghuni panti asuhan yang

berusia

sekitar 12-17 tahun saat ini sedang

menempuh pendidikan sekolah menengah

pertama (SMP) dan sekolah menengah

atas (SMA).

[image:8.612.247.424.434.620.2]

Rutinitas sehari-hari anak panti

asuhan sudah dimulai sejak pagi hingga

menjelang malam hari dimana pada siang

hari mereka belajar di sekolah (Lihat Tabel.

1).

Tabel 1. Rutinitas Anak Panti Asuhan

Jam Aktivitas

05.00 - 05.30 Tugas rutin pagi; menyapu, ke pasar, memasak, dan menghaturkan sesajen 05.30 - 06.00 Mandi dan sembayang 06.00 - 06.30 Sarapan

06.30 - 14.00 Sekolah

14.00 - 15.00 Makan siang dan istirahat 16.00 - 17.00 Tugas rutin sore; menyapu,

membuat canang, dan memasak.

17.00 - 18.00 Mandi

18.00 - 18.30 Sembahyang bersama

18.30 - 19.00 Makan malam

19.00 - 21.00 Belajar

21.00 - 21.30 Bebas

(9)

Dalam melakukan rutinitas

sehari-hari, anak panti asuhan tat twam asi di bagi

menjadi beberapa regu piket yang terdiri

dari 2-3 orang yang tergabung ke dalam 2

regu besar, yaitu regu yang bertugas dari

pagi hari hingga sore hari dan regu yang

bertugas dari sore hari hingga malam hari.

Implementasi Nilai Kearifan Lokal Bali

Tat Twam Asi

Berdasarkan

telaah

dokumen,

hasilnya menunjukkan bahwa implementasi

nilai kearifan lokal

tat twam asi tertuang

dalam visi dan misi panti asuhan tat twam

asi, yaitu memberikan pembinaan dan

kesempatan

mengenyam

pendidikan

formal kepada anak yang kurang mampu,

piatu, yatim, dan yatim piatu dengan

membawa surat pengantar yang merupakan

rekomendasi dari kecamatan dan dinas

sosial setempat. Hasil wawancara dengan

pengurus

panti asuhan didapatkan bahwa

dalam rutinitas keseharian membina dan

membimbing anak asuh, ada implementasi

nilai kearifan

tat twam asi yang dilakukan

dalam bentuk, yaitu:

1. Rasa kekeluargaan

Latar belakang anak asuh yang

berbeda-beda dan berasal dari hampir

seluruh

kabupaten

di

Bali

membuat

pengurus panti menanamkan secara kuat

rasa kekeluargaan dengan sikap saling

peduli satu sama lain, semua adalah sama

dan bersaudara, dan tidak melakukan

pembedaan antar satu teman dengan

teman

yang

lain.

Berdasarkan

hasil

observasi terlihat bahwa setiap aktivitas di

panti asuhan dilakukan oleh anak asuh

secara bersama-sama dalam suasana

layaknya dalam sebuah keluarga. Menurut

Aryasa

(dalam Redana,

2011)

yang

mengatakan bahwa rasa kebersamaan

akan membuat masalah yang dihadapi

terasa lebih ringan.

2. Berbagi

Nilai berbagi tidak hanya terkait

kondisi psikologis, suka maupun duka yang

dirasakan atau dialami namun juga yang

tanggung jawab dalam tugas. Jika dilihat

dari rutinitas anak panti asuhan yang

dilakukan secara bersama-sama, tampak

bahwa setiap orang dalam regu berbagi

dalam melakukan tugas mereka secara

sungguh-sungguh.

3. Tidak iri hati

Pengurus panti asuhan tat twam asi

menanamkan agar anak asuh tidak saling iri

hati satu sama kepada sesama teman yang

sedang

mendapat

keberuntungan.

Banyaknya kunjungan donatur ke panti

asuhan yang kadang tidak terduga dalam

memberikan hadiah kecil ketika berkunjung

agar mampu diterima oleh setiap anak

secara ikhlas.

(10)

kepatuhan pada tradisi, bertanggungjawab,

kebersamaan, saling berbagi dan jujur.

Dengan kata lain, implementasi nilai

kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari

membawa manfaat dalam berbagai aspek.

Karakter Anak Panti Asuhan Tat Twam

Asi

Berdasarkan hasil wawancara dan

observasi yang dilakukan, implementasi

nilai kearifan

tat twam asi mampu

membentuk anak panti asuhan

memliki suatu karakter, yaitu:

1. Toleransi

Anak panti asuhan

tat twam asi

mampu menampilkan sikap dan tindakan

menghargai perbedaan baik pendapat,

sikap, maupun tindakan orang lain yang

berbeda dengan dirinya dalam perilaku

sehari-hari.

Anak-anak di panti di didik untuk

memiliki rasa saling menghargai satu

sama lain. Niki (ini) karena latar belakang

mereka yang berbeda sehingga konflik

pasti muncul.

(Ketua yayasan

A23)

Sehari-hari nggih (ya) bu...anak-anak

driki

(disini)

diajarkan

untuk

bisa

menghargai..eee...toleransi

lah

sama

temannya dan penghuni panti yang lain.

(Pengurus yayasan

A18)

2. Mandiri

Adanya rasa kekeluargaan yang

melekat dalam kehidupan anak panti

asuhan

tat twam asi, tetap membuat

anak

asuh

mampu

menunjukkan

penyelesaian terhadap suatu tugas

secara mandiri tanpa harus tergantung

pada orang lain.

“Anak

-anak di panti terbiasa untuk

melakukan

tugas

secara

mandiri...eee..mulai dari bangun pagi

sampai

malam

hari sesuai

dengan

tugasnya masing-masing. Kalo belajar

juga kenten (begitu), mereka ngatur

sendiri

(Pengurus yayasan

B32)

Ya..anak-anak di panti harus dididik

untuk

bisa

sendiri

dengan

sadar

melakukan kegiatan atau tugas mereka

sehari-hari.

Yah...paling

tidak

bisa

menyelesaikan

sendiri

lah..eee..tidak

tergantung sama orang

(Ketua yayasan

– A28)

3. Tanggung jawab

Nilai

saling

berbagi

mampu

membentuk anak panti asuhan tampil

dengan sikap atau perilaku mampu

mengatasi hambatan, baik rutinitas

sehari-hari maupun tugas belajar di

sekolah.

Semua kegiatan di panti dilakukan

bersama-sama..eee..apa

yang

ada

dikerjakan

bersama

mulai

dari

(11)

mengerjakan tugas harian di panti

sampai dengan berbagi makanan, saling

meminjamkan.

Dan..eee...kalau

ada

kesulitan,

ya...saling

membantu

.”

(Pengurus yayasan

B30)

4. Cinta damai

Karakter cinta damai tampil dalam

sikap saling mencintai sesama walau

berasal

dari

latar

belakang

yang

berbeda.

“A

nak-anak niki (ini) kan berasal dari

latar belakang berbeda...eee..jadi mereka

di didik untuk saling mencintai seperti

keluarga. Kalau wenten (ada) masalah

mangde (supaya) bisa menyelesaikan

dengan baik-baik, ten wenten (tidak ada)

memusuhan (bermusuhan)

.”

(Pengurus

yayasan – B25)

Karakter yang tampil pada anak

panti asuhan

tat twam asi merupakan

karakter binaan yang berkembang melalui

pembinaan dan pendidikan selama tinggal

di panti asuhan tat twam asi. Namun tidak

menutup kemungkinan, anak asuh memiliki

juga karakter hereditas yang menjadi ciri

khas kepribadian individu.

Wagiran (2012) mengatakan bahwa

kearifan lokal muncul pada: (a). pemikiran,

(b). sikap, dan (c). perilaku yang hampir

sulit dipisahkan dalam pelaksanaannya

sehingga cakupan kearifan lokal salah

satunya meliputi pemikiran, sikap, dan

tindakan sosial bermasyarakat, seperti

unggah

ungguh

dan

sopan

santun.

Demikian halnya pada karakter anak panti

asuhan

tat twam asi yang muncul dalam

sikap dan perilaku sehar-hari maupun

dalam interaksi sosial di masyarakat.

Dengan

demikian,

berdasarkan

analisis di atas dapat disimpulkan bahwa

nilai kearifan lokal Bali, yaitu tat twam asi

mampu

di-implementasikan

dalam

kehidupan panti asuhan tat twam asi dalam

upaya membina dan membimbing sehingga

anak asuh terbentuk dengan sikap dan

tindakan yang mencirikan suatu karakter

sosial yang mampu ditampil dalam perilaku

sehari-hari serta aktivitas yang dilakukan.

Sejalan dengan pendapat Wagiran

(2012), bahwa implementasi dari nilai

kearifan lokal akan mampu menyiapkan

manusia yang berkualitas dan memiliki

karakter yang mantap.

Daftar Pustaka

Berkowitz, Marvin, W., & Mary, A. H. (2009).

Character Education and Gifted Children.

Journal of High Ability Studies. Vol. 120 N0.

2 December 2009, hal. 131

142.

Departemen Sosial RI. (2004). Acuan

Umum Pelayanan Sosial Anak di Panti

Asuhan Anak. Jakarta: Departemen Sosial

RI.

Geertz, C. 1992.

Kebudayaan dan Agama.

Yogyakarta: Kanisius Press.

(12)

Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian

Kualitatif. Penerbit: PT. Remaja Rosdakarya

Offset. Bandung.

Narbuko, C. & Achmadi, A. (2010).

Metodelogi Penelitian. Jakarta. PT. Bumi

Aksara.

Pawarti, A., H. Purnaweni, & D.D Anggoro.

(2012). Nilai Pelestarian Lingkungan Dalam

Kearifan Lokal Lubuk Larangan Ngalau

Agung di Kampung Surau Kabupaten

Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat.

Prosiding

Seminar Nasional Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Ratag, M. A. & Korompis, R. (2009).

Kurikulum Berbasis Kehidupan: Pandangan

Tentang

Pendidikan

Menurut

Ronald

Korompis. Tomohon: Yayasan Pendidikan

Lokon.

Redana, D. N. (2011).

Kode Genetik

(Kodon) Sebagai Bukti Dari Konsep Tat

Twam Asi (Suatu Kajian Lintas Domain).

Jurnal Sains dan Teknologi. Vol. 10. No. 3

April 2014, hal. 112-131.

Wagiran. (2012).

Pengembangan Karakter

Berbasis

Kearifan

Lokal

Hamemayu

Hayuning

Bawana.

Jurnal

Pendidikan

Karakter Tahun ke 2. No. 3 Oktober 2012.

hal. 329-339.

Gambar

Tabel 1. Rutinitas Anak Panti Asuhan

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 2.. Pada hasil simulasi maka akan didapatkan arus gangguan hubung singkat tiga fasa yang selanjutnya akan menjadi dasar dalam perhitungan setting dan koordinasi

Pembangkitan listrik tenaga air adalah suatu bentuk perubahan energi dari air dengan ketinggian dan debit tertentu (energi potensial menjadi energi mekanik)

Di samping itu, pemerintah juga memasti-kan permintaan batubara untuk berbagai industri di dalam negeri relatif terjaga di tengah pandemi virus corona. Ini

Uraikan pula kondisi dan potensi wilayah dari segi fisik, sosial, ekonomi maupun lingkungan yang relevan dengan kegiatan yang akan dilakukan..

pada huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 dan Pasal 130 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Melihat hal-hal tersebut, maka pada saat memberikan latihan guru harus mempersiapkan diri lebih dahulu, tidak secara spontanitas sehingga ketika mengadakan

berbunga jantan dan umur berbunga betina menunjukkan bahwa perlakuan beberapa dosis trichokompos memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap umur berbunga jantan dan

Tanggal Distribusi Saham secara Elektronik 09 Desember 2013 Tanggal Pengembalian Uang Pemesanan 09 Desember 2013 Tanggal Pencatatan Saham dan Waran pada Bursa 10 Desember 2013