IMPLEMENTASI NILAI KEARIFAN LOKAL
TAT TWAM ASI
DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK DI PANTI ASUHAN
Luh Kadek Pande Ary Susilawati
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Email: pandeary@yahoo.com
ABSTRAK
Pertumbuhan, perkembangan, dan pengalaman sejak masa kanak-kanak akan membentuk
anak memiliki karakter tertentu. Nilai kearifan lokal sebagai salah satu keunggulan budaya
masyarakat turut menjadi dasar dalam membentuk karakter individu. Untuk itu, penelitian ini
berfokus pada implementasi nilai kearifan lokal Bali tat twam asi dalam membentuk karakter
anak di panti asuhan yang berlatar belakang budaya Bali. Tat twam asi mengandung makna
kamu adalah aku dan aku adalah kamu dimana semua makhluk adalah sama sehingga bila kita
menolong orang lain berarti juga menolong diri kita sendiri.
Metode pengambilan data menggunakan: (1) wawancara, (2) observasi, dan (3) dokumentasi.
Responden penelitian adalah ketua, pengurus, dan anak-anak panti asuhan. Analisis data
menggunakan teknik deskriptif kualitatif yang meliputi, yaitu pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi
nilai kearifan lokal tat twam asi terwujud dalam bentuk perilaku keseharian anak-anak panti
asuhan antara lain (1) rasa kekeluargaan yaitu semua adalah saudara walaupun tidak satu ikatan
darah, (2) berbagi dalam bentuk tanggung jawab tugas, suka dan duka, serta (3) tidak iri hati
kepada orang lain. Kesimpulan dari penelitian ini adalah implementasi nilai kearifan lokal Bali
yaitu tat twam asi menjadi perilaku keseharian anak-anak penghuni panti asuhan dalam setiap
aktivitas yang dilakukan.
THE IMPLEMENTATION OF THE BALINESE LOCAL WISDOM
TAT TWAM ASI
VALUES IN SHAPING CHILDREN’S CHARACTER IN
ORPHANAGE
Luh Kadek Pande Ary Susilawati
Psychology Departement, Faculty of Medicine, Udayana University
Email: pandeary@yahoo.com
ABSTRACT
Growths, developments, and experiences since childhood will form a child with a specific
character. Local wisdom values as one of the community's cultural advantages becoming the
basis in forming the
individual’s
character. Therefore, this study focuses on the implementation
of the Balinese local wisdom values tat twam asi in shaping the character of children in a
balinese cultural backgrounds orphanage. Tat twam asi means you are me and I am you where all
beings are equal so that when we help others means also we are helping ourselves.
Data were collected by using: (1) interview, (2) observation, and (3) documentation.
Respondents of this research were the chairman, the board, and the children of orphanage. The
data were analyzed by using descriptive-qualitative technique which contains data collection,
data reduction, data presentation, and conclusion. The result shows that the implementation of
Balinese local values, tat twam asi
shows as a form of the orphans’ daily behavior such as : (1) a
sense of kinship, which means everyone is a family, although not from a same blood-bond, (2)
sharing in responsibilities, tasks, joys, and sorrows, and (3) not being envy to each others. The
conclusion of this research is the implementation of the tat twam asi
, it is the value of Bali’s
local wisdom, which become daily behavior of children in orphanage in their activities.
Keywords: Implementation, Local Wisdom Value Tat Twam Asi, Character Shaping
PENDAHULUAN
Masa kanak-kanak merupakan salah
satu fase pertumbuhan dan perkembangan
yang
memiliki
peran
penting
dalam
kehidupan individu, termasuk salah satunya
dalam
membentuk
karakter.
Menurut
Berkowitz, dkk (2009), karakter merupakan
kumpulan karakteristik psikologis individual
yang mempengaruhi bakat seseorang dan
kecenderungan untuk bertindak sesuai
dengan
moralitas.
Dengan
demikian,
karakter terdiri dari karakteristik-karakteristik
yang menuntun individu untuk melakukan
suatu perilaku baik atau melakukan suatu
perilaku tidak baik.
Anak
yang
tumbuh
dan
berkembang dalam lingkup panti asuhan
akan memiliki karakter yang berbeda
dengan anak yang tumbuh dan berkembang
dalam pengasuhan orang tua. Anak yang
tinggal di panti asuhan selain sudah
membawa karakter
hereditas
masing-masing yang didapat dari pengasuhan
orang tua juga dibentuk dengan karakter
binaan
dari
panti
asuhan
sehingga
terbentuk dengan karakter tertentu.
Panti asuhan anak merupakan salah
satu panti sosial yang memiliki tugas
memberikan bimbingan dan pelayanan bagi
anak yatim, piatu, dan yatim piatu yang
kurang mampu ataupun terlantar agar
potensi dan kapasitas belajar pulih kembali
dan dapat berkembang secara wajar
(Depertemen Sosial Republik Indonesia,
2004). Dengan kata lain, panti asuhan anak
bertugas menggantikan kewajiban keluarga
termasuk melakukan pembinaan secara
moral.
Anak yang tinggal di panti asuhan
berasal dari latar belakang yang
berbeda-beda sehingga pengelola panti menerapkan
nilai-nilai tertentu yang sudah mengakar
kuat sebagai sistem budaya dalam upaya
melakukan bimbingan dan pembinaan.
Salah satunya adalah nilai kearifan lokal
atau yang disebut local wisdom.
Menurut Gobyah (2003), kearifan
lokal
adalah
kebenaran
yang
telah
mentradisi atau
ajeg
dalam suatu daerah.
Secara etimologi, kearifan (wisdom) berarti
kemampuan individu dalam menggunakan
akal pikirannya untuk menyikapi sesuatu
kejadian, obyek atau situasi, sedangkan
lokal menunjukkan ruang interaksi dimana
peristiwa atau situasi tersebut terjadi.
Secara
substansial,
kearifan
lokal
merupakan norma yang berlaku dalam
suatu
masyarakat
yang
diyakini
kebenarannya dan menjadi acuan dalam
bertindak dan berperilaku sehari-hari. Oleh
karena itu, kearifan lokal merupakan entitas
yang sangat menentukan harkat dan
martabat manusia dalam komunitasnya
(Geertz, 1992).
dari kecamatan dan dinas sosial setempat
dalam bentuk surat pengantar.
Anak yang tinggal di panti asuhan
tat twam asi memiliki latar belakang yang
berbeda-beda sehingga dalam melakukan
upaya bimbingan dan pembinaan, pengurus
panti asuhan menerapkan nilai-nilai kearifan
lokal Bali yang sudah mengakar kuat
sebagai sistem budaya. Salah satu nilai
kearifan lokal Bali yang diterapkan adalah
tat twam asi. Menurut Suastika (dalam
Redana, 2011),
tat twam asi merupakan
kata-kata
dalam
filsafat
Hindu
yang
mengajarkan
kesusilaan
tanpa
batas.
Secara arti kata, tat twam asi terdiri dari tiga
kata, yaitu tat berarti itu (dia),
twam berarti
kamu, dan asi berarti adalah. Jadi, tat twam
asi berarti itu atau dia adalah kamu atau
engkau,
dan
saya
adalah
kamu.
Implementasi dari nilai
tat twam asi dapat
dilihat dalam perilaku sehari-hari individu.
Tat twam asi mengandung makna
kamu
adalah saya, saya adalah kamu sehingga
bila kita menolong orang lain berarti juga
menolong diri sendiri. Semua makhluk
adalah sama, yakni sama-sama ciptaan
Tuhan atau
Ida Sang Hyang Widhi Wasa
(Redana, 2011).
Aryasa
(dalam
Redana,
2011)
mengatakan ajaran
tat twam asi tampak
dalam
perilaku
di
dalam
hidup
bermasyarakat antara lain:
1. Memandang semua manusia adalah
sama; keberadaan sifat-sifat buruk dalam
diri manusia dapat didamaikan dengan
memandang semua manusia sama dan
melihat manusia sebagai saudara.
2. Melaksanakan
tri
kaya
parisudha;
menjaga kesucian pikiran, perkataan,
dan perbuatan dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Merasakan
penderitaan
orang lain;
mampu merasakan penderitaan orang
lain
sebagai
penderitaan
pribadi
merupakan ukuran rasa kemanusiaan
seseorang.
Berbagai keadaan yang dirasakan
oleh individu, baik senang maupun susah
akan mengenalkan individu pada rasa
kebersamaan sehingga se-berapa berat
masalah yang dihadapi akan terasa ringan.
Pemahaman dan pengamalan terhadap
ajaran
tat twam asi akan membuat individu
mampu merasakan berat dan ringan dalam
menjalani kehidupan karena selalu ada dan
berdampingan.
Dengan
demikian,
hendaknya individu mampu selalu saling
tolong-menolong, merasa senasib dan
sepenanggungan dalam kehidupan.
Penerapan nilai kearifan lokal Bali
yaitu
tat twam asi pada salah satu panti
asuhan anak yang berlatar belakang
budaya Bali dalam melakukan pembinaan
kepada
anak
penghuni
panti
akan
membentuk munculnya karakter tertentu
yang tampil dalam perilaku sehari-hari.
penelitian ini adalah ingin mengungkap dan
menggambarkan implementasi nilai kearifan
lokal Bali yaitu tat twam asi di panti asuhan
dalam membentuk karakter anak asuh.
METODE
Jenis penelitian
Permasalahan
penelitian
dikaji
dengan
metode
penelitian
kualitatif
deskriptif
yaitu
menyajikan
data,
menganalisis
dan
menginterprestasikan
(Narbuko dan Achmadi, 2010). Penelitian
deskriptif
kualitatif
merupakan
jenis
penelitian
yang
dilakukan
untuk
menggambarkan suatu variabel secara
mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa
membuat
perbandingan
atau
menghubungkan variabel dengan variabel
lainnya. Data deskriptif dalam penelitian
kualitatif adalah berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari individu dan perilaku yang
diamati (Moleong, 2007).
Penelitian ini bertujuan mengungkap
dan
menggambarkan
bagaimana
implementasi nilai kearifan lokal Bali, yaitu
tat twam asi pada salah satu panti asuhan
anak yang berlatar belakang budaya Bali.
Informan penelitian
Teknik
penentuan
informan
menggunakan
purposive sampling dimana
kriteria
informan
telah
ditetapkan
sebelumnya. Informan dalam penelitian ini
adalah ketua, pengurus, dan anak-anak
panti asuhan.
Pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif harus dalam, jelas, dan spesifik.
Untuk itu, peneliti menggunakan metode
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Untuk mendapatkan gambaran bagaimana
implementasi nilai kearifan lokal Bali yaitu
tat twam asi di panti asuhan anak, peneliti
menggunakan metode wawancara yang
dilakukan kepada ketua dan pengurus panti
asuhan. Selain metode wawancara, peneliti
juga
menggunakan
metode
observasi
terhadap keseharian aktivitas anak-anak
panti asuhan. Dokumentasi yang digunakan
berupa foto, gambar, atau data-data yang
didapat dari pihak panti asuhan.
Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Panti Asuhan
Panti asuhan
tat twam asi didirikan
pada tahun 1987 dan bernaung di bawah
yayasan
tat twam asi. Panti asuhan ini
didirikan oleh beberapa wanita pemerhati
anak yang melihat kondisi banyak
anak-anak usia sekolah di Bali yang tidak
mendapatkan
pendidikan
sebagaimana
mestinya. Anak asuh yang ditampung
adalah
anak-anak
putus
sekolah,
khususnya anak perempuan dari kalangan
keluarga miskin maupun yatim piatu,
dengan usia minimal 6 tahun atau sudah
pernah duduk di sekolah dasar. Anak
penghuni panti diberi kesempatan untuk
mengikuti
pendidikan
formal setingkat
sekolah dasar (SD) sampai dengan sekolah
menengah atas (SMA) serta pendidikan non
formal. Sebagian besar anak asuh berasal
dari hampir seluruh kabupaten di Bali.
Secara sarana dan prasarana,
yayasan dan panti asuhan
tat twam asi
menempati bangunan di atas tanah negara
seluas 1100 m2 yang merupakan bantuan
dari pemerintah Provinsi Bali dengan hak
guna pakai. Bangunan terdiri dari 3 unit
yang digunakan sebagai ruang kantor,
dapur yang menyatu dengan ruang makan,
serta ruang kegiatan anak yang menyatu
dengan ruang perawatan.
Panti asuhan
tat twam asi memiliki
empat puluh satu orang anak asuh yang
terdiri dari 2 orang laki-laki dan tiga puluh
sembilan
orang
perempuan.
Secara
penempatan, anak laki-laki tinggal bersama
dengan beberapa orang pengelola yayasan
dan anak perempuan tinggal bersama
pengurus di panti asuhan. Pembedaan
secara tempat tinggal dilakukan untuk
meminimalisir
kejadian
yang
tidak
diinginkan karena sebagian besar anak
sedang memasuki masa pubertas.
Anak-anak penghuni panti asuhan yang
berusia
sekitar 12-17 tahun saat ini sedang
menempuh pendidikan sekolah menengah
pertama (SMP) dan sekolah menengah
atas (SMA).
[image:8.612.247.424.434.620.2]Rutinitas sehari-hari anak panti
asuhan sudah dimulai sejak pagi hingga
menjelang malam hari dimana pada siang
hari mereka belajar di sekolah (Lihat Tabel.
1).
Tabel 1. Rutinitas Anak Panti Asuhan
Jam Aktivitas
05.00 - 05.30 Tugas rutin pagi; menyapu, ke pasar, memasak, dan menghaturkan sesajen 05.30 - 06.00 Mandi dan sembayang 06.00 - 06.30 Sarapan
06.30 - 14.00 Sekolah
14.00 - 15.00 Makan siang dan istirahat 16.00 - 17.00 Tugas rutin sore; menyapu,
membuat canang, dan memasak.
17.00 - 18.00 Mandi
18.00 - 18.30 Sembahyang bersama
18.30 - 19.00 Makan malam
19.00 - 21.00 Belajar
21.00 - 21.30 Bebas
Dalam melakukan rutinitas
sehari-hari, anak panti asuhan tat twam asi di bagi
menjadi beberapa regu piket yang terdiri
dari 2-3 orang yang tergabung ke dalam 2
regu besar, yaitu regu yang bertugas dari
pagi hari hingga sore hari dan regu yang
bertugas dari sore hari hingga malam hari.
Implementasi Nilai Kearifan Lokal Bali
Tat Twam Asi
Berdasarkan
telaah
dokumen,
hasilnya menunjukkan bahwa implementasi
nilai kearifan lokal
tat twam asi tertuang
dalam visi dan misi panti asuhan tat twam
asi, yaitu memberikan pembinaan dan
kesempatan
mengenyam
pendidikan
formal kepada anak yang kurang mampu,
piatu, yatim, dan yatim piatu dengan
membawa surat pengantar yang merupakan
rekomendasi dari kecamatan dan dinas
sosial setempat. Hasil wawancara dengan
pengurus
panti asuhan didapatkan bahwa
dalam rutinitas keseharian membina dan
membimbing anak asuh, ada implementasi
nilai kearifan
tat twam asi yang dilakukan
dalam bentuk, yaitu:
1. Rasa kekeluargaan
Latar belakang anak asuh yang
berbeda-beda dan berasal dari hampir
seluruh
kabupaten
di
Bali
membuat
pengurus panti menanamkan secara kuat
rasa kekeluargaan dengan sikap saling
peduli satu sama lain, semua adalah sama
dan bersaudara, dan tidak melakukan
pembedaan antar satu teman dengan
teman
yang
lain.
Berdasarkan
hasil
observasi terlihat bahwa setiap aktivitas di
panti asuhan dilakukan oleh anak asuh
secara bersama-sama dalam suasana
layaknya dalam sebuah keluarga. Menurut
Aryasa
(dalam Redana,
2011)
yang
mengatakan bahwa rasa kebersamaan
akan membuat masalah yang dihadapi
terasa lebih ringan.
2. Berbagi
Nilai berbagi tidak hanya terkait
kondisi psikologis, suka maupun duka yang
dirasakan atau dialami namun juga yang
tanggung jawab dalam tugas. Jika dilihat
dari rutinitas anak panti asuhan yang
dilakukan secara bersama-sama, tampak
bahwa setiap orang dalam regu berbagi
dalam melakukan tugas mereka secara
sungguh-sungguh.
3. Tidak iri hati
Pengurus panti asuhan tat twam asi
menanamkan agar anak asuh tidak saling iri
hati satu sama kepada sesama teman yang
sedang
mendapat
keberuntungan.
Banyaknya kunjungan donatur ke panti
asuhan yang kadang tidak terduga dalam
memberikan hadiah kecil ketika berkunjung
agar mampu diterima oleh setiap anak
secara ikhlas.
kepatuhan pada tradisi, bertanggungjawab,
kebersamaan, saling berbagi dan jujur.
Dengan kata lain, implementasi nilai
kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari
membawa manfaat dalam berbagai aspek.
Karakter Anak Panti Asuhan Tat Twam
Asi
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi yang dilakukan, implementasi
nilai kearifan
tat twam asi mampu
membentuk anak panti asuhan
memliki suatu karakter, yaitu:
1. Toleransi
Anak panti asuhan
tat twam asi
mampu menampilkan sikap dan tindakan
menghargai perbedaan baik pendapat,
sikap, maupun tindakan orang lain yang
berbeda dengan dirinya dalam perilaku
sehari-hari.
“
Anak-anak di panti di didik untuk
memiliki rasa saling menghargai satu
sama lain. Niki (ini) karena latar belakang
mereka yang berbeda sehingga konflik
pasti muncul.
”
(Ketua yayasan
–
A23)
“
Sehari-hari nggih (ya) bu...anak-anak
driki
(disini)
diajarkan
untuk
bisa
menghargai..eee...toleransi
lah
sama
temannya dan penghuni panti yang lain.
”
(Pengurus yayasan
–
A18)
2. Mandiri
Adanya rasa kekeluargaan yang
melekat dalam kehidupan anak panti
asuhan
tat twam asi, tetap membuat
anak
asuh
mampu
menunjukkan
penyelesaian terhadap suatu tugas
secara mandiri tanpa harus tergantung
pada orang lain.
“Anak
-anak di panti terbiasa untuk
melakukan
tugas
secara
mandiri...eee..mulai dari bangun pagi
sampai
malam
hari sesuai
dengan
tugasnya masing-masing. Kalo belajar
juga kenten (begitu), mereka ngatur
sendiri
”
(Pengurus yayasan
–
B32)
“
Ya..anak-anak di panti harus dididik
untuk
bisa
sendiri
dengan
sadar
melakukan kegiatan atau tugas mereka
sehari-hari.
Yah...paling
tidak
bisa
menyelesaikan
sendiri
lah..eee..tidak
tergantung sama orang
”
(Ketua yayasan
– A28)
3. Tanggung jawab
Nilai
saling
berbagi
mampu
membentuk anak panti asuhan tampil
dengan sikap atau perilaku mampu
mengatasi hambatan, baik rutinitas
sehari-hari maupun tugas belajar di
sekolah.
“
Semua kegiatan di panti dilakukan
bersama-sama..eee..apa
yang
ada
dikerjakan
bersama
mulai
dari
mengerjakan tugas harian di panti
sampai dengan berbagi makanan, saling
meminjamkan.
Dan..eee...kalau
ada
kesulitan,
ya...saling
membantu
.”
(Pengurus yayasan
–
B30)
4. Cinta damai
Karakter cinta damai tampil dalam
sikap saling mencintai sesama walau
berasal
dari
latar
belakang
yang
berbeda.
“A
nak-anak niki (ini) kan berasal dari
latar belakang berbeda...eee..jadi mereka
di didik untuk saling mencintai seperti
keluarga. Kalau wenten (ada) masalah
mangde (supaya) bisa menyelesaikan
dengan baik-baik, ten wenten (tidak ada)
memusuhan (bermusuhan)
.”
(Pengurus
yayasan – B25)
Karakter yang tampil pada anak
panti asuhan
tat twam asi merupakan
karakter binaan yang berkembang melalui
pembinaan dan pendidikan selama tinggal
di panti asuhan tat twam asi. Namun tidak
menutup kemungkinan, anak asuh memiliki
juga karakter hereditas yang menjadi ciri
khas kepribadian individu.
Wagiran (2012) mengatakan bahwa
kearifan lokal muncul pada: (a). pemikiran,
(b). sikap, dan (c). perilaku yang hampir
sulit dipisahkan dalam pelaksanaannya
sehingga cakupan kearifan lokal salah
satunya meliputi pemikiran, sikap, dan
tindakan sosial bermasyarakat, seperti
unggah
ungguh
dan
sopan
santun.
Demikian halnya pada karakter anak panti
asuhan
tat twam asi yang muncul dalam
sikap dan perilaku sehar-hari maupun
dalam interaksi sosial di masyarakat.
Dengan
demikian,
berdasarkan
analisis di atas dapat disimpulkan bahwa
nilai kearifan lokal Bali, yaitu tat twam asi
mampu
di-implementasikan
dalam
kehidupan panti asuhan tat twam asi dalam
upaya membina dan membimbing sehingga
anak asuh terbentuk dengan sikap dan
tindakan yang mencirikan suatu karakter
sosial yang mampu ditampil dalam perilaku
sehari-hari serta aktivitas yang dilakukan.
Sejalan dengan pendapat Wagiran
(2012), bahwa implementasi dari nilai
kearifan lokal akan mampu menyiapkan
manusia yang berkualitas dan memiliki
karakter yang mantap.
Daftar Pustaka
Berkowitz, Marvin, W., & Mary, A. H. (2009).
Character Education and Gifted Children.
Journal of High Ability Studies. Vol. 120 N0.
2 December 2009, hal. 131
–
142.
Departemen Sosial RI. (2004). Acuan
Umum Pelayanan Sosial Anak di Panti
Asuhan Anak. Jakarta: Departemen Sosial
RI.
Geertz, C. 1992.
Kebudayaan dan Agama.
Yogyakarta: Kanisius Press.
Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Penerbit: PT. Remaja Rosdakarya
Offset. Bandung.
Narbuko, C. & Achmadi, A. (2010).
Metodelogi Penelitian. Jakarta. PT. Bumi
Aksara.
Pawarti, A., H. Purnaweni, & D.D Anggoro.
(2012). Nilai Pelestarian Lingkungan Dalam
Kearifan Lokal Lubuk Larangan Ngalau
Agung di Kampung Surau Kabupaten
Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat.
Prosiding
Seminar Nasional Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Ratag, M. A. & Korompis, R. (2009).
Kurikulum Berbasis Kehidupan: Pandangan
Tentang
Pendidikan
Menurut
Ronald
Korompis. Tomohon: Yayasan Pendidikan
Lokon.
Redana, D. N. (2011).
Kode Genetik
(Kodon) Sebagai Bukti Dari Konsep Tat
Twam Asi (Suatu Kajian Lintas Domain).
Jurnal Sains dan Teknologi. Vol. 10. No. 3
April 2014, hal. 112-131.
Wagiran. (2012).
Pengembangan Karakter
Berbasis
Kearifan
Lokal
Hamemayu
Hayuning
Bawana.
Jurnal
Pendidikan
Karakter Tahun ke 2. No. 3 Oktober 2012.
hal. 329-339.