• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK NEFROPROTEKTOR EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum. sanctum) TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL MENCIT (Mus. musculus) YANG DIINDUKSI PARASETAMOL SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EFEK NEFROPROTEKTOR EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum. sanctum) TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL MENCIT (Mus. musculus) YANG DIINDUKSI PARASETAMOL SKRIPSI"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

EFEK NEFROPROTEKTOR EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum) TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL MENCIT (Mus

musculus) YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

M. Abdul Basith G0009124

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta 2012

(2)

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara tropis dengan potensi vegetasi yang sangat besar. Beragam vegetasi mulai dari tanaman keras, palawija, bunga, hingga semak dan rumput yang melimpah dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Berbagai macam penyakit yang sudah tidak dapat disembuhkan melalui pengobatan alopati (kedokteran), ternyata masih bisa diatasi dengan pengobatan herba, contohnya kanker dan kelumpuhan. Dari beberapa pengalaman ditemukan pula bahwa pengobatan dengan herbal lebih efektif dibanding dengan pengobatan bahan kimia (Utami, 2008).

Salah satu dari tanaman obat yang dapat digunakan khasiatnya ialah kemangi (Ocimum sanctum). Tumbuhan ini tidak jarang ditemukan pada hidangan sebagai lalapan di berbagai warung makan sehingga mudah didapat.

Akan tetapi karena bau harumnya, kemangi lebih sering digunakan untuk mencuci tangan. Padahal, berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Shweta Gupta et al. (2005) telah membuktikan bahwa ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) mengandung antioksidan. Senyawa antioksidan alami yang terkandung dalam daun kemangi berupa senyawa fenolik (tokoferol, flavonoid, asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina) dan asam ursolic (Hidayati, 2008).

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,

(3)

commit to user

dengan mengikat radikal bebas sehingga kerusakan sel akan dihambat (Winarsi, 2007). Daun kemangi (Ocimum santum) telah banyak dikenal sebagai tanaman obat karena ekstrak daun kemangi telah diketahui mempunyai aktivitas anti stres, anti ulserasi, radio protective, anti peradangan, serta anti bakteria (Prasad V. dan Farhath, 2012).

Parasetamol termasuk obat bebas. Sifat farmakologi yang ditoleransi dengan baik, sedikit efek samping, dan dapat diperoleh tanpa resep membuat obat ini dikenal sebagai antipiretik yang umum di rumah tangga (Goodman dan Gilman, 2008). Peneliti lebih tertarik menggunakan parasetamol yang akan diiduksi pada mencit sebab parasetamol sering digunakan di masyarakat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan penyebab tersering kematian akibat keracunan (self poisoning) (Neal, 2006). Penggunaan yang mudah mengakibatkan pasien dapat mengkonsumsi secara berlebihan, penggunaan parasetamol yang berlebihan akan meningkatkan potensial dari N-asetyl-p- benzoquinoneimine (NAPQI) yang bersifat radikal bebas sehingga akan berinterkasi dengan komponen seluler mengakibatkan sel nekrosis (Goodman dan Gilman, 2008). Toksisitas parasetamol dapat menyebabkan nekrosis tubulus ginjal (Wilamana dan Gunawan, 2007).

Penelitian tentang daun kemangi di Indonesia masih sangat sedikit terutama sebagai antioksidan dalam mekanisme nefroprotektor. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin membuktikan apakah ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) dapat mencegah kerusakan ginjal akibat pemberian parasetamol dosis toksik.

(4)

commit to user B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) memberikan efek nefroprotektor terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol?

2. Apakah peningkatan dosis ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui ada tidaknya efek nefroptotektor ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol

2. Untuk mengetahui ada tidaknya efek peningkatan dosis ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) dalam meningkatkan daya proteksi terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai ada tidaknya efek nefroprotektor ekstrak daun kemangi

(5)

commit to user

(Ocimum sanctum) terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.

b. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk menggunakan ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) sebagai obat alternatif untuk mencegah kerusakan sel ginjal.

(6)

commit to user

i

(7)

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Efek Nefroprotektor Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus musculus)

yang Diinduksi Parasetamol

M.Abdul Basith, NIM: G0009124, Tahun: 2012

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Pada Hari Rabu, Tanggal 5 September 2012

Pembimbing Utama

Nama : Endang Listyaningsih S., dr., M.Kes

NIP : 19640810 199802 2 001 .………...

Pembimbing Pendamping

Nama : Selfi Handayani, dr., M.Kes

NIP : 19670214 199702 2 001 .………...

Penguji Utama

Nama : S. Bambang Widjokongko, dr., PHK., M.Pd

NIP : 19481231 197609 2 001 ………

Anggota Penguji

Nama : Ipop Syarifah, Dra., M.Si

NIP : 19560328 198503 2 001 ………

Surakarta, ...

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM

NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002

(8)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 5 September 2012

M.Abdul Basith NIM: G0009124

(9)

commit to user

iv ABSTRAK

M. Abdul Basith, G0009124, 2012. Efek Nefroprotektor Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus musculus) yang diinduksi Parasetamol. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang: Penggunaan parasetamol sebagai obat analgetik antipiretik dewasa ini semakin meningkat. Parasetamol yang digunakan dengan dosis berlebih dapat menyebabkan efek nefrotoksik. Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) mengandung antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas dan mengurangi terbentuknya NAPQI yang dihasilkan metabolisme parasetamol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek nefroprotektor dan efek peningkatan dosis ekstrak daun kemangi (Ociumum sanctum) terhadap kerusakan sel ginjal mencit yang diinduksi parasetamol.

Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan the post test only controlled group design. Sampel berupa mencit jantan, galur Swiss webster berumur 2-3 bulan, + 20 gr. Sampel dengan teknik incidental sampling sebanyak 28 ekor dibagi dalam 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor mencit. Kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan 1 (P1), mencit diberi aquades selama 14 hari. Kelompok perlakuan 2 (P2), mencit diberi ekstrak daun kemangi dosis I selama 14 hari. Kelompok perlakuan 3 (P3), mencit diberi ekstrak daun kemangi dosis II. Parasetamol dosis 0,1 ml/20 gr BB mencit diberikan pada kelompok P1, P2, dan P3 pada hari ke-12, 13, dan 14. Hari ke-15, mencit dikorbankan kemudian ginjal mencit dibuat preparat dengan metode blok parafin dan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Kerusakan sel ginjal diamati dan dinilai dari gambaran histologis berupa penjumlahan inti piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Data dianalisis dengan menggunakan uji One-Way ANOVA (α = 0,05) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons (LSD) (α = 0,05).

Hasil Penelitian: Hasil uji One-Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok. Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara K-P1, K-P2, P1-P2, P1-P3; serta perbedaan tidak bermakna antara K-P3 dan P2-P3.

Simpulan Penelitian: Ekstrak daun kemangi dapat mengurangi kerusakan sel ginjal mencit yang diinduksi parasetamol dan peningkatan dosis ekstrak daun kemangi dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal mencit.

Kata kunci: ekstrak daun kemangi, parasetamol, kerusakan sel ginjal

(10)

commit to user

v ABSTRACT

M. Abdul Basith, G0009124, 2012. The Nefroprotector Effect of Basil (Ocimum sanctum) leaf extract to Renal Cell Damage of Mice (Mus musculus) which is Induced by Paracetamol. Mini Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Background:. Today, consuming paracetamol as an analgesic antipyretic drugs has increased. Paracetamol which used in inappropriate dose has bad effect to our body, such as nefrotoxic. Basil leaf extract has antioxidant as a protection of free radicals and reducing NAPQI which produced by paracetamol. The objectives of this research are to know the nefroprotector effect and this research will shown the multilevel dose of basil leaf extract as a nefroprotector in the renal cell damage induced by parasetamol.

Methods: This was experimental laboratory with the post test only controlled group design. Sample group consisted of male mice Swiss Webster, 2-3 month, + 20 g. Samples divided into 4 groups, each group has seven mice. Mice for control group (K) and the first treatment group (P1) were given aquades for 14 days. The second treatment group (P2) will be given basil leaf extract dose I for 14 days.

The third treatment group (P3) will be given basil leaf extract dose II for 14 days.

Paracetamol will be given to P1, P2, and P3, with dose 0,1 ml/20 gr weight of mice on the day 12, 13, and 14. Finally on day 15th, mice are sacrificed with neck dislocation then the renal of mice was made preparations with paraffin blocks methods and Hematoxillin Eosin staining. Renal cell damage observed and counted a mount of scored on renal histological karyopyknosis, karyorrhexis, and karyolysis. Data are analized by One-Way ANOVA test (α= 0,05) and continued by Post Hoc Multiple Comparisons test (LSD) (α = 0,05).

Results: Result of One-Way ANOVA shown that there was a significant of degree between 4 groups. Result of LSD method there was a significant of degree between K-P1, K-P2, P1-P2, and P1-P3 groups; and also it wasn’t a significant of degree between K-P3 and P2-P3.

Conclusion: The basil leaf extracts was able to decrease the renal cell damage of mice and the increase of basil leaf extracts dose followed by the increase of protection effect to the renal cell damaging of mice which is induced by paracetamol.

Key words: basil leaf extract, paracetamol, renal cell damage

(11)

commit to user

vi PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah, dengan limpahan rahmat dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Efek Nefroprotektor Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Parasetamol.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kendala dan hambatan, namun berkat bimbingan dan arahan serta bantuan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. E. Listyaningsih S., dr.,M.Kes, selaku Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran, dan arahan dalam penelitian ini.

4. Selfi Handayani, dr., M.Kes selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran, dan arahan dalam penelitian ini.

5. S. B. Widjokongko, dr., PHK., M.Pd., selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.

6. Ipop Syarifah, Dra., M.Si selaku Anggota Penguji yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.

7. Seluruh Staf Bagian Skripsi (Bu Enny dan Mas Nardi) dan Staf Laboratorium Histologi (Pak Kidi dan Mbak Dewi) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

8. Ibu dan Bapak tercinta dan kakak-kakakku yang saya banggakan (Mas dr.Haris dan Mba dr.Rahmah Latifah) yang senantiasa memberikan doa, dukungan, semangat, dan motivasi, baik material maupun spiritual.

9. Sahabat-sahabatku yang senantiasa membantu memberikan dukungan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini: Mas Zakky, Mas Nadim, Mas Fitra, Mas Basroni, Fadityo, dan teman-teman FK UNS angkatan 2009.

10. Teman-teman keluarga besar Asisten Histologi 2009 FK UNS (Arthes, Agung, Muvida, Putri, Dahniar, Ginong, dan Prisca) atas inspirasinya selama ini.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Surakarta, 5 September 2012

M Abdul Basith

(12)

commit to user

vii DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Kemangi (Ocimum sanctum) ... 5

a. Klasifikasi Tumbuhan ... 5

b. Deskripsi ... ... 5

c. Manfaat dan Kegunaan ... 8

d. Kandungan Kimia ... 9

2. Ginjal (Ren) ... . 10

a. Fisiologi ... . 10

b. Anatomi ... ... 11

c. Histologi ... 11

3. Parasetamol ... 15

a. Farmakodinamik ... 15

b. Farmakokinetik ... 16

c. Indikasi ... 18

d. Efek Samping ... 18

4. Mikroskopis Kerusakan Ginjal Setelah Pemberian Parasetamol Dosis Toksik ... 19

(13)

commit to user

viii

5. Mekanisme Perlindungan Esktrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum) terhadap Kerusakan Ginjal Akibat

Induksi Parasetamol ... ... 21

B. Kerangka Pemikiran ... 24

C. Hipotesis ... ... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 26

B. Lokasi Penelitian ... 26

C. Subjek Penelitian ... 26

D. Teknik Sampling ... . 27

E. Rancangan Penelitian ... 27

F. Identifikasi Variabel Penelitian... 30

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 30

H. Alat dan Bahan Penelitian ... 34

I. Cara Kerja ... 35

J. Teknik Analisis Data Statistik ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian ... 44

B. Analisis Data ... 50

BAB V PEMBAHASAN ... 56

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 62

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN

(14)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Epitel Tubulus

Proksimal Ginjal pada Masing-Masing Kelompok Mencit ... 45

Tabel 2. Hasil Tes Normalitas Sebaran Data 4 Kelompok ... 51

Tabel 3. Hasil Uji Levene’s Test of Varians... 52

Tabel 4. Hasil Uji One-Way ANOVA ... 53

Tabel 5. Hasil Uji Post Hoc Multiple Comparasions... 53

(15)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Daun Kemangi (Ocimum sanctum) ... 5

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran ... 24

Gambar 3. Skema Rancangan Penelitian ... 28

Gambar 4. Skema Langkah-Langkah Penelitian ... 40

Gambar 5. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kanan Mencit Kelompok Kontrol (K) dengan Perbesaran 1000 x ... 46

Gambar 6. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kiri Mencit Kelompok Kontrol (K) dengan Perbesaran 1000 x ... 46

Gambar 7. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kanan Mencit Kelompok Perlakuan 1 (P1) dengan Perbesaran 1000 x ... 47

Gambar 8. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kiri Mencit Kelompok Perlakuan 1 (P1) dengan Perbesaran 1000 x ... 47

Gambar 9. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kanan Mencit Kelompok Perlakuan 2 (P2) dengan Perbesaran 1000 x ... 48

Gambar 10. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kiri Mencit Kelompok Perlakuan 2 (P2) dengan Perbesaran 1000 x ... 48

Gambar 11. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kanan Mencit Kelompok Perlakuan 3 (P3) dengan Perbesaran 1000 x ... 49

Gambar 12. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kiri Mencit Kelompok Perlakuan 3 (P3) dengan Perbesaran 1000 x ... 49

(16)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan

Lampiran 2. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian secara Oral Lampiran 3. Jumlah Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal yang Dikelompokkan

Menurut Pola Nuklear Sel Kelompok K dan P1 dengan Perbesaran 1000 x

Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Lampiran 6. Struktur Kimia Zat Aktif Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum)

Lampiran 7. Ethical Clearance

(17)

commit to user 5 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kemangi (Ocimum sanctum)

Gambar 1. Daun Kemangi (Ocimum sanctum) a. Klasifikasi Tumbuhan

1) Kingdom : Plantae

2) Divisi : Spermatophyta 3) Subdivisi : Angiospermae 4) Kelas : Dicotyledonae 5) Ordo : Tubiflorae 6) Famili : Lamiaceae 7) Genus : Ocimum

8) Spesies : Ocimum sanctum (BPTO, 2004;

Tjitrosoepomo, 2002)

(18)

commit to user b. Deskripsi

Kemangi (Ocimum sanctum) banyak terdapat di Jawa dan Madura, terutama di pinggiran ladang, sawah kering, juga ditanam di taman, dan di pinggir jalan, hutan terbuka, padang rumput, liar di jalanan, terkadang dibudidayakan. Daun kemangi biasanya digunakan masyarakat sebagai pengobatan muntah- muntah, panu, pelancar air susu ibu, dan lain sebagainya (Sudarsono et al., 2002).

Tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis ini merupakan herba tegak atau semak, tajuk membulat, bercabang banyak, sangat harum. Batang pokoknya tidak jelas, berwarna keunguan, dan berambut atau tidak (Sudarsono et al., 2002).

Kemangi (Ocimum sanctum) berbentuk semak dengan tinggi 30- 150 cm. Daunnya tunggal, bulat telur, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi bergerigi, pertulangan menyirip, panjang 14-16 mm, lebar 3-6 mm, tangkai ±1 cm, dan berwarna hijau (Hutapea, 2001). Daun berhadapan dan tersusun rapi, pangkal daun pasak sampai membulat, di kedua permukaan berambut halus (Sudarsono et al., 2002)

Bunga kemangi majemuk, berbulu, berbentuk tandan, daun pelindung berbentuk elips, bertangkai pendek, berwarna hijau, mahkota berbentuk bulat telur berwarna putih keunguan (Hutapea, 2001). Bunga kemangi tersusun pada tangkai bunga berbentuk menegak. Bunganya jenis hermafrodit dan sedikit berbau wangi.

Kelopak bunga berbentuk bibir, sisi luar berambut kelenjar, berwarna

(19)

commit to user

ungu atau kehijauan, dan ikut menyusun buah. Mahkota bunga berwarna putih dengan benang sari tersisip di dasar mahkota dan kepala putik bercabang dua namun tidak sama (Sudarsono et al., 2002) Buah kemangi berbentuk kotak, tegak, tertekan dengan ujung membentuk kait melingkar dan berwarna coklat tua. Panjang kelopak buah 6-9 mm. Biji berukuran kecil, bertipe keras, coklat tua, dan waktu diambil segera membengkak, tiap buah terdiri dari 4 biji, dan berwarna hitam. Akarnya tunggang dan berwarna putih kotor (Hutapea, 2001; Sudarsono et al., 2002).

Daun kemangi secara makroskopis berupa helaian daun bentuk lonjong, memanjang, bundar, telur, atau bundar telur memanjang, ujung runcing, pangkal daun runcing atau tumpul sampai membundar, tulang-tulang daun menyirip, tepi bergerigi dangkal atau rata dan bergelombang, daging daun tipis, permukaan berambut halus, panjang daun 2,5 cm sampai 7,5 cm, lebar 1 cm sampai 2,5 cm, tangkai daun berpenampang bundar, panjang 1 cm sampai 2 cm, berambut halus (Depkes RI, 1995)

Daun kemangi secara mikroskopis pada penampang melintang melalui tulang daun tampak epidermis atas terdiri dari satu lapis sel kecil, bentuk empat persegi panjang, warna jernih, dinding tipis, kutikula tipis, dan licin. Pada pengamatan tangensial berbentuk poligonal, berdinding lurus atau agak berkelok-kelok. Epidermis bawah terdiri dari satu lapis sel kecil bentuk empat persegi panjang,

(20)

commit to user

warna jernih, dinding tipis, kutikula tipis dan licin. Rambut penutup, bengkok, terdiri dari 1 sel tangkai dan 2-4 sel kepala, bentuk bundar.

Jaringan palisade terdiri dari selapis sel berbentuk silindris panjang dan berisi banyak butir klorofil. Jaringan bunga karang, dinding samping lurus atau agak berkelok tipis, mengandung butir klorofil.

Berkas pembuluh tipe kolateral terdapat jaringan penguat, yaitu kolenkim. Stomata tipe diasitik pada epidermis atas dan bawah (Depkes RI,1995).

c. Manfaat dan Kegunaan

Daun kemangi (Ocimum sanctum) berkhasiat sebagai pelancar ASI, sebagai obat penurun panas, dan memperbaiki pencernaan (Hutapea, 2001). Daun dapat digunakan untuk mengobati demam, batuk, selesma, encok, urat saraf, air susu kurang lancar, sariawan, panu, radang telinga, muntah-muntah dan mual, peluruh kentut, peluruh haid, pembersih darah setelah bersalin, borok, dan untuk memperbaiki fungsi lambung. Biji digunakan untuk mengatasi sembelit, kencing nanah, penyakit mata, borok, penenang, pencahar, peluruh air kencing, peluruh keringat, kejang perut. Akar digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Semua bagian tanaman digunakan sebagai pewangi, obat perangsang, disentri, dan demam (Sudarsono et al., 2002).

(21)

commit to user d. Kandungan Kimia

Daun kemangi mengandung minyak atsiri dengan eugenol sebagai komponen utama. Di samping itu juga mengandung flavon apigenin, luteolin, flavon O-glikosida apigenin 7-O glukoronida, luteolin 7-O glukoronida, flavon C-glukosida orientin, molludistin dan asam ursolat (Sudarsono et al., 2002).

Penelitian fitokimia telah membuktikan bahwa pada daun kemangi (Ocimum sanctum) juga terdapat flavonoid, glikosid, asam gallic dan esternya, asam caffeic, dan minyak atsiri yang mengandung eugenol (70,5%) sebagai komponen utama (Sudarsono et al., 2002)

Daun kemangi (Ocimum sanctum) digunakan untuk mencegah formasi radikal bebas dan telah digunakan dalam pengobatan arthritis, nyeri otot, dan reumatik. Kandungan utama daun kemangi (Ocimum sanctum) yang bersifat antioksidatif adalah asam askorbat (Vitamin C), tokoferol (Vitamin E), b-karotene, b-sitosterol, eugenol, asam palmitat, asam ursolic, senyawa fenolik (flavonoid, asam fenolat), dan senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina) (Mishra et al., 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Nair dkk menyebutkan bahwa antioksidan yang terkandung dalam daun kemangi dapat menghambat peroksidasi lemak (Nair et al., 2009).

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Balanehru dan Nagarajan menyebutkan juga bahwa asam ursolic yang terkandung dalam ekstrak

(22)

commit to user

daun kemangi (Ocimum sanctum) dapat juga menghambat peroksidasi lemak (Balanehru dan Nagarajan, 1991).

Beberapa bahan kimia yang terkandung pada seluruh bagian tanaman kemangi di antaranya 1,8 sineol, anthol, apigenin, stigmaasterol, triptofan, tannin, sterol, dan boron (Hariana, 2007;

Dharmayanti, 2007). Tanaman ini juga mengandung asam askorbat, asam kafeat, iskulin, histidin, magnesium, dan betasitosterol. Semua senyawa berkhasiat ini diperlukan tubuh untuk menjaga kesehatan (Avianto, 2007).

2. Ginjal (Ren) a. Fisiologi

Ginjal adalah organ vital penting yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam-basa dengan cara filtrasi darah, reabsorbsi selektif air, elektrolit, dan nonelektrolit, serta mengeksresi kelebihannya sebagai urin. Ginjal juga mengeluarkan produk sisa metabolisme (misal, urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia asing (Price dan Wilson, 2006). Senyawa asing yang dieliminasi ginjal adalah toksin, metabolit obat-obatan, zat penambah pada makanan, pestisida, dan bahan-bahan eksogen non nutrisi lainnya yang berhasil masuk ke dalam tubuh (Sherwood, 2001). Walaupun mempunyai banyak fungsi, fungsi primer ginjal

(23)

commit to user

adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstraseluler dalam batas-batas normal (Price dan Wilson, 2006).

b. Anatomi

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga abdomen, satu di masing-masing sisi kolumna vetrebalis, sedikit di atas garis pinggang. Setiap ginjal mendapat satu arteri renalis dan satu vena renalis, yang masing- masing masuk dan keluar di cekungan medial ginjal yang menyebabkan organ ini berbentuk seperti kacang (Sherwood, 2001).

Sisi medial yang cekung, hilum, merupakan tempat masuknya saraf, keluar dan masuk pembuluh darah dan pembuluh limfe, serta keluarnya ureter (Junqueira et al., 2005). Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas (Price dan Wilson, 2006). Masing- masing ginjal memiliki berat 130-150 gram dengan ukuran panjang sekitar 11 cm, lebar sekitar 4-5 cm, dan tebal sekitar 3 cm (Gartner dan Hiatt, 2007).

c. Histologi

Setiap ginjal dilapisi oleh kapsul jaringan ikat padat tidak teratur. Irisan sagital ginjal menunjukkan korteks yang lebih gelap di bagian luar, dan medula yang terang di bagian dalam, yang terdiri atas banyak piramid ginjal bentuk kerucut (Ereschenko, 2010). Korteks

(24)

commit to user

ginjal terdiri dari pars konvulata dan pars radiata. Pars konvulata tersusun dari korpuskuli ginjal dan tubuli yang membentuk labirin kortikal. Pars radiata tersusun dari bagian-bagian lurus (segmen lurus tubulus proksimal dan segmen lurus tubulus distal) dari nefron dan duktus kolektivus. Massa jaringan korteks yang mengelilingi setiap piramid medula membentuk sebuah lobus renalis, dan setiap berkas medula merupakan pusat dari lobulus renalis. Jaringan korteks juga terdapat di antara piramid medula, yang disebut kolumna Bertini (Gartner dan Hiatt, 2007).

Unit fungsional ginjal adalah nefron. Setiap ginjal terdiri atas 1- 4 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar, korpuskulus ginjal, tubulus kontortus proksimal, segmen tebal dan tipis ansa Henle, serta tubulus kontortus distal (Junqueira et al., 2005).

Korpuskulus ginjal berdiameter sekitar 200-250 µm dan terdiri atas seberkas kapiler, yaitu glomerulus, dikelilingi oleh kapsula epitel berdinding ganda yang disebut kapsula Bowman. Ruangan dalam kapsula Bowman disebut ruang Bowman (ruang urinarius) yang menampung cairan yang disaring melalui dinding kapiler dan lapisan viseral. Glomerulus berhubungan dengan kapsula Bowman di bagian dalam melalui lapisan viseral yang tersusun oleh modifikasi sel-sel epitel yang disebut podosit. Dinding luar yang mengelilingi ruang Bowman tersusun oleh sel-sel epitel skuamous simpleks yang membentuk lapisan parietal (Gartner dan Hiatt, 2007).

(25)

commit to user

Korpuskulum ginjal memiliki dua kutub yaitu kutub vaskuler dan kutub uriner. Kutub vaskuler merupakan tempat masuk dan keluarnya arteriol aferen dan eferen glomerulus dan juga merupakan tempat peralihan kapsula Bowman parietal melipat menjadi visceral (Gartner dan Hiatt, 2007). Kutub uriner merupakan perpindahan dari ruangan Bowman menuju lumen tubulus kontortus proksimal dan sekaligus terjadi perubahan dari epitel selapis pipih kapsula Bowman menjadi kuboid atau silindris di tubulus kontortus proksimal (Steven dan Lowe, 2005).

Glomerulus merupakan struktur yang dibentuk oleh beberapa berkas anastomosis kapiler yang berasal dari cabang-cabang arteriol aferen ginjal. Komponen jaringan ikat pada arteriol aferen tidak masuk ke dalam kapsula Bowman dan secara normal sel-sel jaringan ikat digantikan oleh tipe sel khusus, yaitu sel-sel mesangial (Gartner dan Hiatt, 2007). Sekelompok sel khusus yaitu sel-sel jukstaglomerularis (modifikasi otot polos arteriol aferen), makula densa, dan sel-sel mesangial ekstraglomerular membentuk bangunan penting disebut aparatus jukstaglomerulus. Bangunan ini terletak dekat dengan kutub vaskuler masing-masing glomerulus yang berperan penting dalam mengontrol volume cairan ekstraseluler dan tekanan darah, serta mengatur pelepasan renin (Guyton dan Hall, 2007; Price dan Wilson, 2006).

(26)

commit to user

Tubulus kontortus proksimal terdapat banyak pada korteks ginjal dengan diameter sekitar 60 µm dan panjang sekitar 14 mm.

Tubulus kontortus proksimal terdiri dari pars konvulata yang berada di dekat korpuskulus ginjal dan pars rekta yang berjalan turun di medula dan korteks, kemudian berlanjut menjadi lengkung henle di medula (Gartner dan Hiatt, 2007). Tubulus proksimal ginjal berperan dalam mekanisme reabsorbsi dan sekresi. Dalam keadaan normal, semua glukosa dan 67% natrium dan klorida direabsrobsi. Proses sekresi yang terpenting pada tubulus kontortus proksimal adalah sekresi H+, K+, dan ion-ion (Sherwood, 2001). Tubulus proksimal adalah lokasi yang paling sering mengalami kerusakan akibat toksikan. Hal ini terjadi karena sebelum obat dan metabolitnya diekskresikan melalui urine, terlebih dahulu akan dikonsentrasikan dalam sel tubulus proksimal ginjal sehingga kadar toksik pada tubulus proksimal meningkat (Price dan Wilson, 2006).

Ansa Henle adalah struktur berbentuk U terdiri atas ruas tebal desenden, dengan struktur yang sangat mirip tubulus kontortus proksimal, sedangkan ruas tipis desenden, ruas tipis asenden, dan ruas tebal asenden, dengan struktur yang sangat mirip tubulus kontortus distal. Segmen tebal distal asenden menuju korteks dan menghampiri kutub vaskuler glomerulus asalnya, tepatnya di antara arteriol eferen dan eferen. Sel-sel tubulus di tempat ini tersusun lebih rapat dan lebih tinggi dari pada sekitarnya, dinamakan makula densa. Kemudian

(27)

commit to user

tubulus melanjutkan diri menjadi tubulus kontortus distal (Junqueira et al., 2005).

Setelah melewati makula densa, nefron melanjutkan diri menjadi tubulus kontortus distal yang berjalan berliku-liku dan berada di dalam korteks berdampingan dengan tubulus kontortus proksimal.

Tubulus ini berakhir di dekat pars radiata, bermuara ke dalam duktus kolektivus. Tubulus distal lebih pendek daripada tubulus kontortus proksimal sehingga pada irisan tampak lebih sedikit, dengan diameter lebih sempit (Sherwood, 2001)

Tubulus kolektivus atau duktus eskretorius tidak termasuk bagian nefron karena secara embriologis keduanya berbeda. Tubulus ini berjalan di dalam pars radiata korteks menuju medula. Tubulus kolektivus menyalurkan urine dari nefron ke pelvis renalis dengan sedikit absorbsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH) (Gartner dan Hiatt, 2007; Steven dan Lowe, 2005).

3. Parasetamol

a. Farmakodinamik

Asetaminofen atau parasetamol adalah salah satu obat yang terpenting untuk pengobatan nyeri ringan sampai sedang (Katzung B.G, 1998). Asetaminofen merupakan metabolit aktif dari fenasetin yang memiliki efek antipiretik (Wilamana dan Gunawan, 2007). Obat ini tidak mempunyai efek antiinflamasi yang bermakna, tetapi banyak

(28)

commit to user

digunakan sebagai analgesik ringan jika nyeri tidak memiliki komponen inflamasi (Goodman dan Gilman, 2008). Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen (Yodhian L.F, 2009).

b. Farmakokinetik

Parasetamol diabsorbi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsenterasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam (Wilamana dan Gunawan, 2007). Pemberian parasetamol secara oral dengan penyerapan yang cepat dan hampir sempurna di saluran pencernaan.

(Katzung B.G, 1998). Hati merupakan tempat metabolisme utama parasetamol. Di dalam hati, 60% dikonjugasikan dengan asam glukuronat, 35% asam sulfat, dan 3% sistein; yang akhirnya menghasilkan konjugat yang larut dalam air serta diekskresi bersama urin. Jalur konjugasi pertama (terutama glukuronidasi dan sulfasi) tidak dapat digunakan lagi ketika asupan parasetamol jauh melebihi dosis terapi dan sebagian kecil akan beralih ke jalur sitokrom P450 (CYP2E1) (Defendi dan Tucker, 2009; Goodman dan Gilman, 2008).

Metabolisme melalui sitokrom P450 membuat parasetamol mengalami N-hidroksilasi membentuk senyawa antara, N-acetyl-para- benzoquinoneimine (NAPQI), yang sangat elektrofilik dan reaktif.

Pada keadaan normal, senyawa antara ini dieliminasi melalui konjugasi dengan glutathione (GSH) yang berikatan dengan gugus sulfhidril dan kemudian dimetabolisme lebih lanjut menjadi suatu

(29)

commit to user

asam merkapturat yang selanjutnya diekskresi ke dalam urin. Ketika terjadi overdosis, kadar GSH dalam sel hati menjadi sangat berkurang yang berakibat kerentanan sel-sel hati terhadap cedera oleh oksidan dan juga memungkinkan NAPQI berikatan secara kovalen pada makromolekul sel, yang menyebabkan disfungsi berbagai sistem enzim (Goodman dan Gilman, 2008). Reaksi antara NAPQI dengan makromolekul akan memacu terbentuknya reactive oxygen species (ROS). Selain itu, NAPQI dapat menimbulkan stres oksidatif, yang berarti NAPQI dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid.

Peroksidasi lipid merupakan bagian dari proses atau reaksi berantai (chain reactions) terbentuknya radikal bebas baru (Rubin et al., 2005;

Winarsi, 2007).

Rangkaian metabolisme minor parasetamol ini dapat menyebabkan efek merugikan. Pengurangan GSH secara tidak langsung dapat menimbulkan terjadinya stres oksidatif akibat penurunan proteksi antioksidan endogen (antioksidan enzimatik), yang juga dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid (Maser et al., 2002). Peroksidasi lipid merupakan suatu proses autokatalisis yang mengakibatkan kematian sel. Produk akhir peroksidasi lipid di dalam tubuh adalah malondialdehid (MDA) yang dapat menyebabkan kematian sel akibat proses oksidasi berlebihan dalam membran sel (Mayes, 2008; Winarsi, 2007). Selain itu, reaksi pembentukan NAPQI akibat detoksifikasi oleh sitokrom P450 memacu terbentuknya radikal

(30)

commit to user

bebas superoksida (O2-) yang dinetralisir oleh superoksida dismutase (SOD) menjadi H2O2, suatu reactive oxygen species (ROS) yang tidak begitu berbahaya (Sukandar, 2006).

c. Indikasi

Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik (Wilamana dan Gunawan, 2007). Parasetamol aman diberikan peroral pada dosis 325-1000 mg per hari dan tidak boleh lebih dari 4000 mg (2000 mg/hari untuk alkoholik kronis). Dosis tunggal pada anak-anak sekitar 40-480 mg tergantung usia dan berat badan anak. Biasanya, dosis 10 mg/kg berat badan masih aman dikonsumsi (Goodman dan Gilman, 2008).

d. Efek Samping

Manifestasi klinis yang timbul akibat keracunan akut parasetamol berhubungan dengan waktu dari awal konsumsi, keberadaan faktor risiko, dan konsumsi obat-obatan lain. Gejala berupa gangguan lambung (mual, nyeri abdominal, dan anoreksia) muncul selama 12-24 jam pertama keracunan akut parasetamol, tetapi banyak pula pasien yang tidak mengalami gejala apapun selama periode waktu ini (DiPiro et al., 2008; Hoffman et al., 2007). Efek samping paling serius dari kelebihan dosis akut parasetamol adalah nekrosis hati yang fatal (Priyanto, 2009). Serta parasetamol merupakan salah satu obat yang paling sering menyebabkan kematian

(31)

commit to user

akibat keracunan (self poisoning) (Neal, 2006). Nekrosis tubulus renalis dan hipoglikemia juga dapat terjadi setelah menelan dosis tunggal 10-15 g (150-250 mg/kg BB). Sekitar 10% pasien keracunan yang tidak mendapatkan pengobatan yang spesifik berkembang menjadi kerusakan hati yang hebat dan 10-20% akhirnya meninggal karena kegagalan fungsi hati. Kegagalan ginjal akut juga terjadi pada beberapa pasien (Goodman dan Gilman, 2008; Ghosh et al., 2010).

Sedangkan Lethal Dosis-50 (LD-50) mencit adalah 6,76 mg/20 g BB mencit (Wishart dan Knox, 2006). Penelitian Mitic-Zlatkovic dan Stefanovic (1999) pada hewan coba menunjukkan bahwa ketika parasetamol memenuhi ginjal, parasetamol akan dioksidasi melalui C- P450 sehingga dapat menyebabkan kerusakan tubulus ginjal.

4. Mikroskopis Kerusakan Ginjal Setelah Pemberian Parasetamol Dosis Toksik

Kerusakan ginjal yang berupa nekrosis dapat terjadi sebagai akibat dari pemberian parasetamol dosis toksik (Goodmann dan Gilman, 2006).

Nekrosis adalah kematian sel dan jaringan pada tubuh yang hidup. Pada nekrosis perubahan tampak nyata pada nukleus (Price dan Wilson, 2006).

Nekrosis terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein, serta kerusakan organel sel (Mitchell dan Cotran, 2007). Menurut Mitchell dan Cotran (2007) dan Price dan Wilson (2007) perubahan morfologi nukleus pada

(32)

commit to user

nekrosis terdapat 3 pola, yang semuanya disebabkan oleh pemecahan nonspesifik DNA, yaitu :

a. Piknosis, ditandai dengan melisutnya inti sel dan peningkatan basofil kemudian DNA berkondensasi menjadi massa yang melisut padat

b. Karioreksis, fragmen inti sel yang piknotik, yang selanjutnya dalam 1-2 hari inti dalam sel yang mati benar-benar menghilang c. Kariolisis, ditandai dengan nukleus mati dan hilang yang

disebabkan oleh aktivitas Diribose Nucleid Acid (DNA).

Nefrotoksisitas yang terjadi akibat dosis toksik parasetamol juga menginduksi stres retikulum endoplasma pada glomerulus ginjal, yang menyebabkan stres oksidatif dan inflamasi pada sel-sel podosit serta mesangial glomerulus (Inagi, 2009). Singh et al. (2006) menjelaskan bahwa senyawa ROS, yang merupakan hasil reaksi antara NAPQI (metabolit minor parasetamol) dengan makromolekul, dapat menyebabkan kerusakan ginjal.

Pada nefrotoksisitas parasetamol terjadi nekrosis segmen-segmen pendek tubulus, terutama pada tubulus proksimal, dengan membrana basalis tubuli umumnya masih baik dan secara klinik terjadi supresi akut fungsi ginjal. Secara histologis ditandai dengan sel-sel epitel tubulus yang semakin menipis dan datar, brush border menghilang, lumen tubulus melebar dan terisi oleh jaringan nekrotik. Hal ini terjadi karena sel epitel tubulus ginjal peka terhadap anoksia dan mudah rusak karena keracunan

(33)

commit to user

saat kontak dengan zat-zat yang dieksresi oleh ginjal (Mitchell dan Cotran, 2007).

5. Mekanisme Perlindungan Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum) terhadap Kerusakan Ginjal Akibat Induksi Parasetamol

Kandungan utama ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) yang berperan dalam mencegah kerusakan ginjal akibat pemberian parasetamol dosis toksik adalah antioksidan. Kandungan utama daun kemangi (Ocimum sanctum) yang bersifat antioksidatif adalah asam askorbat (Vitamin C), tokoferol (Vitamin E), b-karotene, b-sitosterol, eugenol, asam palmitat, asam ursolic, senyawa fenolik (flavonoid, asam fenolat), dan senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina) (Mishra et al., 2007). Antioksidan primer yang terkandung dalam daun kemangi (Ocimum sanctum) dapat mencegah terjadinya proses oksidasi lebih lanjut dengan cara mendonorkan atom hidrogennya kepada radikal bebas sehingga dapat menghambat terbentuknya radikal peroksida pada tahap propagasi (Subroto, 2005). Sehingga dapat memutus rantai berantai (chain reaction) dari radikal bebas sehingga dapat mencegah terjadinya stress oksidatif (Winarsi, 2007).

Gugus fungsi pada senyawa flavonoid dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksi (OH) sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein, dan DNA dalam sel. Kematian sel ginjal pun dapat dicegah. Kemampuan flavonoid dalam menangkap radikal bebas ini 100

(34)

commit to user

kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dibandingkan vitamin E (Salamah dkk., 2008; Harbone, 1987).

Ekstrak daun kemangi dengan kandungan terbesar berupa antioksidan seperti flavonoid dengan dosis 1,2 gr/hari/1,5 kg BB kelinci telah memberikan efek yang nyata sebagai perlindungan organ tubuh akibat dari radikal bebas seperti penggunaan dosis toksik parasetamol (Shweta Gupta et al., 2005)

Vitamin E dan flavanoid yang terkandung dalam daun kemangi merupakan pertahanan utama melawan oksigen perusak, khususnya radikal bebas dan peroksidasi lipid (Maslachah et al., 2001). Vitamin E dapat menghambat peroksidasi lipid oleh radikal bebas yang dibentuk dari persenyawaan NAPQI melalui mekanisme penangkapan radikal bebas dan metal chelation (Priya dan Vasudha, 2009). Selain itu, vitamin E dapat mempertahankan integritas membran sel dengan menghambat aktivitas nitrit oxide (NO) endotel dan menghambat adhesi leukosit pada sel yang mengalami kerusakan. Inhibisi aktivitas NO juga diperankan vitamin C, selain vitamin C juga merupakan penyetabil keberadaan vitamin E (Sukandar, 2006).

Beta karoten mempunyai peran dalam meningkatkan enzim glutation S transferasi (GST). Enzim GST dapat meningkatkan kadar gluthatione tubuh. Peningkatan kadar glutathione akan mengisi kembali kekosongan di dalam tubuh dan dapat digunakan untuk konjugasi NAPQI.

Hal ini berperan penting dalam mengurangi konsenterasi radikal bebas.

(35)

commit to user

Karena beta karoten efektif pada konsenterasi rendah oksigen, beta karoten dapat melengkapi sifat antioksidan vitamin E yang efektif pada konsenterasi tinggi oksigen (Frank, 1995).

Asam ursolic yang terkandung dalam ekstrak daun kemangi juga dapat menghambat peroksidasi lemak (Balanehru dan Nagarajan, 1991).

(36)

commit to user Parasetamol dosis

toksik

Ekstrak daun kemangi

Bioaktivasi C-P450

Kerusakan sel-sel ginjal B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Peningkatan

NAPQI (elektrofilik)

Deplesi glutation

Ikatan kovalen dengan makromolekul

(nukleofilik)

Lipid peroksida

Meningkatkan TAS (Total Antioxidant

Status) Reactive

Oxygen Species (ROS)

Kerusakan makromolekul

Nekrosis sel epitel tubulus proksimal ginjal

Aktivasi NO (nitrit oxide) dan adhesi

leukosit Stres oksidatif

Variabel luar yang tidak terkendali: kondisi psikologis dan keadaan awal ginjal

Keterangan:

: memacu : menghambat

b-sitosterol, eugenol, asam palmitat, senyawa fenolik (asam fenolat, dll), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan

klorofil, asam amino, dan amina) Vit E (tokoferol)

Asam ursolic Beta karoten Flavanoid

Vit C (asam aksorbat)

Meningkatkan enzim GST Kadar

glutathione tubuh á

(37)

commit to user C. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) memberikan efek nefroprotektor terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.

2. Peningkatan dosis ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.

(38)

commit to user 26 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan berupa hewan coba di laboratorium.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi : Mencit jantan dengan galur Swiss webster berusia 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 g.

2. Sampel : Jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus Federer (Purwasisastra, 2001) yaitu:

(k-1)(n-1) > 15 (4-1)(n-1) > 15 3(n-1) > 15 3n > 15 + 3

n > 6 ≈ 7

(39)

commit to user Keterangan:

k : jumlah kelompok

n : jumlah sampel dalam tiap kelompok

Pada penelitian ini jumlah sampel untuk tiap kelompok sebanyak 7 ekor mencit (n > 6). Jumlah kelompok mencit ada 4 sehingga penelitian ini membutuhkan 28 ekor mencit dari populasi yang ada.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling. Sampel diperoleh dengan mengambil begitu saja subjek penelitian yang ditemui dari populasi yang ada (Taufiqqurohman, 2008).

E. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah the post test only controlled group design. Dalam rancangan ini subjek dibagi menjadi 4 kelompok secara random. Perlakuan pemberian parasetamol saja diberikan kepada satu kelompok, 3 kelompok lain diberi perlakuan pemberian ekstrak daun kemangi dengan dosis yang berbeda dengan diinduksi parasetamol, dan perlakuan lain sebagai kontrol. Setelah waktu yang ditentukan, semua kelompok diobservasi atau dilakukan pengukuran terhadap variabel efek yang diteliti. Perbedaan hasil pengukuran nilai variabel pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol merupakan efek dari perlakuan.

(40)

commit to user

KK : (-) O0 KP1: (X 1) O1 KP2: (X 2) O2 KP3 : (X 3) O3

Gambar 3. Skema Rancangan Penelitian

Keterangan:

KK : Kelompok kontrol tanpa diberi ekstrak daun kemangi maupun parasetamol.

KP1 : Kelompok perlakuan 1 diberi parasetamol tanpa diberi ekstrak daun kemangi.

KP2 : Kelompok perlakuan 2 diberi parasetamol dan ekstrak daun kemangi dosis I.

KP3 : Kelompok perlakuan 3 diberi parasetamol dan ekstrak daun kemangi dosis II.

(-) : Pemberian aquades peroral 0,1 ml/20 gr BB mencit setiap hari selama 14 hari berturut-turut.

(X 1) : Pemberian aquades peroral 0,1 ml/20 gr BB mencit setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-12, 13, dan 14 diberi parasetamol 0,1 ml/20 gr BB mencit perhari.

(X 2) : Pemberian ekstrak daun kemangi peroral dosis I yaitu 48 mg/20 gr BB mencit selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-12, 13, dan 14 diberi parasetamol 0,1 ml/20 g BB mencit 1 jam setelah pemberian ekstrak daun kemangi.

Sampel Mencit 28 ekor

Dibandingkan dengan uji

statistik

(41)

commit to user

(X 3) : Pemberian ekstrak daun kemangi dosis II yaitu 74 mg/20 gr BB mencit BB mencit selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke- 12,13, dan 14 diberi parasetamol 0,1 ml/20 gr BB mencit setelah pemberian ekstrak daun kemangi.

O0 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari 100 sel di pars konvulata korteks ginjal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal kiri) kelompok kontrol.

O1 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari 100 sel di pars konvulata korteks ginjal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal kiri) kelompok KP1.

O2 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari 100 sel di pars konvulata korteks ginjal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal kiri) kelompok KP2.

O3 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari 100 sel di pars konvulata korteks ginjal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal kiri) kelompok KP3.

Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal piknosis, karioreksis, dan kariolisis dilakukan pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama dikerjakan.

(42)

commit to user F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian ektrak daun kemangi.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus).

3. Variabel Luar

Variabel luar terdiri dari variabel yang dapat dikendalikan dan yang tidak dapat dikendalikan.

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan

Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis makanan mencit semuanya diseragamkan.

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan

Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas, dan keadaan awal ginjal mencit.

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: pemberian ekstrak daun kemangi.

Yang dimaksud dengan pemberian ekstrak daun kemangi adalah ekstrak etanol dari daun kemangi. Daun kemangi didapat, dikeringkan, serta diekstrasi di Laboratorium Universitas Setia Budi Surakarta.

Ekstraksi dilakukan dengan metode perkolasi sebagai metode penyarian

(43)

commit to user

karena beberapa keuntungan yang dimilikinya, yaitu hasil ekstraksi berupa bahan aktif yang tinggi. Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) diberikan peroral dengan sonde lambung dalam 2 dosis.

Dosis I : 48 mg/20 gr BB mencit yang diencerkan hingga 0,2 ml diberikan pada mencit KP2

Dosis II : 74 mg/20 gr BB mencit yang diencerkan hingga 0,3 ml diberikan pada mencit KP3

Skala pengukuran variabel ini adalah ordinal.

2. Variabel terikat: kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus)

Yang dimaksud dengan kerusakan sel ginjal adalah besarnya skor kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal yang diinduksi dengan parasetamol setelah diberi ekstrak daun kemangi.

Pada variabel ini yang dinilai berupa besarnya poin kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit. Besarnya poin kerusakan histologis dinilai dengan cara menghitung poin kerusakan yang terjadi pada sel epitel tubulus proksimal pada suatu daerah tertentu di pars konvulata korteks ginjal. Tiap ekor mencit dibuat 4 irisan jaringan dari ginjal kanan dan 4 irisan jaringan dari ginjal kiri, yang kemudian diambil secara acak 1 irisan dari masing-masing ginjal untuk diamati pada mikroskop. Pengamatan 100 sel epitel tubulus proksimal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal kiri) yang ada pada setiap daerah tersebut dihitung jumlah sel epitel tubulus proksimal yang mengalami

(44)

commit to user

piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Selanjutnya hasil penghitungan masing-masing pola nuklear nekrosis sel tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan poin kerusakan histologis masing-masing ginjal. Hasil penilaian akhir setiap mencit merupakan penjumlahan antara pola nuklear nekrosis sel ginjal kanan dan ginjal kiri.

Maka, rumus besarnya poin kerusakan histologis sel ginjal tiap mencit adalah:

(Pi + Kr + Kl) ginjal kanan + (Pi + Kr + Kl) ginjal kiri Keterangan :

Pi : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis.

Kr : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti karioreksis.

Kl : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti kariolisis.

Skala pengukuran variabel ini adalah skala rasio.

3. Variabel luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat dikendalikan melalui homogenisasi.

1) Variasi genetik

Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit dengan galur Swiss webster.

2) Jenis kelamin

Jenis kelamin mencit yang digunakan adalah jantan.

(45)

commit to user 3) Umur

Umur mencit pada penelitian ini adalah 2-3 bulan.

4) Suhu udara

Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara berkisar antara 25-28o C.

5) Berat badan

Berat badan hewan percobaan + 20 gr 6) Jenis makanan

Makanan yang diberikan berupa pelet dan minuman dari air PAM (Perusahaan Air Minum).

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan: kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas, dan keadaan awal ginjal mencit.

1) Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.

Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antar mencit dapat mempengaruhi kondisi psikologis mencit.

2) Keadaan awal ginjal mencit tidak diperiksa pada penelitian ini sehingga mungkin saja ada mencit yang sebelum perlakuan ginjalnya sudah mengalami kelainan.

(46)

commit to user H. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat.

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Kandang mencit 4 buah masing-masing untuk 7 ekor mencit (35 cm x 12cm x 28cm).

b. Timbangan hewan (merk Camry).

c. Timbangan obat (Mettler Toledo AL 204).

d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, meja lilin).

e. Sonde lambung (volume 1 ml).

f. Alat untuk pembuatan preparat histologi (mikrotom).

g. Mikroskop cahaya medan terang (merk Olympus).

h. Gelas ukur dan pengaduk (ukuran 10 ml).

i. Video kamera untuk mikroskop.

j. Kamera.

2. Bahan.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Parasetamol (C8H9NO2).

b. Makanan hewan percobaan (pelet).

c. Aquades (H20).

d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE (Hematoksilin Eosin).

e. Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum)

(47)

commit to user I. Cara Kerja

1. Penentuan Dosis dan Pengenceran Ekstrak Daun Kemangi

Dosis utama yang diberikan ditentukan berdasarkan hasil konversi dari tikus ke mencit (Ngatidjan, 1991). Dosis pemberian ekstrak daun kemangi ini dibedakan dalam dua dosis, yaitu dosis I = 48 mg/20 gr BB mencit dan dosis II = 74 mg/20 gr BB mencit. Ekstrak daun kemangi dosis I diberikan sehari sekali selama 14 hari berturut- turut pada KP2. Ekstrak daun kemangi dosis II diberikan sehari sekali selama 14 hari berturut-turut pada KP3.

Perhitungan dosis ekstrak daun kemangi:

a. Perhitungan dosis I berdasarkan dosis yang telah digunakan dalam penelitian sebelumnya dimana nilai tersebut akan dikonversikan dari dosis kelinci ke dosis mencit. Berdasarkan tabel konversi perhitungan dosis untuk berbagai spesies dan manusia, konversi kelinci dengan berat badan 1,5 kg pada mencit dengan berat badan 20 mg adalah 0,04 (Ngatidjan,1991). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Shweta Gupta et al. (2005) ekstrak daun kemangi yang digunakan dalam penelitian tersebut mempunyai kandungan optimal sebagai antioksidan, seperti kandungan flavonoid dimana dosis yang digunakan sebesar 1,2 gr/hari/1,5 kg BB kelinci. Maka dosis daun kemangi untuk mencit ialah:

(48)

commit to user

= (1,2 gr x 1000 x 0,04)/20 gr mencit

= 48 mg/20 gr mencit

Pengenceran ekstrak daun kemangi :

2,4 gr ekstrak daun kemangi + aquades → 10 ml larutan ekstrak daun kemangi

Dalam 1 ml larutan mengandung 240 mg ekstrak daun kemangi

→ 0,05 ml larutan mengandung 12 mg ekstrak daun kemangi

→ 0,2 ml larutan mengandung 48 mg ekstrak daun kemangi b. Dosis II ektrak daun kemangi

Dosis II ekstrak daun kemangi adalah 1,5 kali ekstrak daun kemangi dosis I. Jadi ekstrak daun kemangi yang disondekan pada 1 ekor mencit 20 gr = 0,3 ml yang diberikan selama 14 hari berturut turut.

Pemberian ekstrak daun kemangi selama 14 hari berturut-turut dimaksudkan untuk memberikan daya proteksi pada sel-sel ginjal oleh antioksidan sehingga ketika diinduksi parasetamol dosis toksik, rantai radikal bebas dapat diputus dan kerusakan ginjal dapat dicegah. Di luar jadwal perlakuan, mencit diberi makan pelet dan minum air PAM ad libitum.

(49)

commit to user 2. Dosis dan pengenceran Parasetamol.

Dosis fatal (LD-50/Lethal Dosis-50) untuk mencit peroral yang telah diketahui adalah 338 mg/kg BB atau 6,76 mg/20 g BB mencit (Wishart dan Knox, 2006). Dosis parasetamol yang digunakan untuk menimbulkan efek kerusakan ginjal berupa nekrosis sel epitel tubulus proksimal ginjal tanpa menyebabkan kematian mencit adalah dosis

3/4 LD-50 perhari (Alberta dan Canada dalam Ratnasari, 2009). Dosis yang

digunakan adalah 338 mg/Kg BB × 0,75 = 253,5 mg/Kg BB = 5,07 mg/20 gr BB mencit. Parasetamol 500 mg dilarutkan dalam aquades

hingga 9,86 ml, sehingga dalam 0,1 ml larutan parasetamol mengandung 5,07 mg parasetamol.

Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut yaitu pada hari ke-12, 13, dan 14. Pemberian parasetamol dengan cara ini dimaksudkan untuk menimbulkan kerusakan berupa nekrosis pada sel epitel tubulus proksimal di daerah pars konvulata korteks ginjal tanpa menimbulkan kematian pada mencit.

3. Persiapan Mencit.

Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Sesudah adaptasi, keesokan harinya dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan dilakukan perlakuan.

(50)

commit to user 4. Pengelompokkan Subjek.

Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Subjek dikelompokkan menjadi empat kelompok secara random, dan masing- masing kelompok terdiri dari 7 mencit. Adapun pengelompokkan subjek adalah sebagai berikut:

a. KK : Kelompok kontrol diberi aquades peroral sebanyak 0,1 ml/20 gr BB mencit setiap hari selama 14 hari

berturut-turut.

b. KP1 : Kelompok perlakuan 1 diberi aquades peroral sebanyak 0,1 ml/20 gr BB mencit setiap hari selama 14 hari

berturut-turut dan pada hari ke 12, 13 dan 14 juga diberi parasetamol 0,1 ml/20 gr BB mencit peroral perhari.

c. KP2 : Kelompok perlakuan 2 diberi ekstrak daun kemangi peroral dosis I yaitu 48/20 gr BB mencit selama 14 hari berturut-turut, dimana pada hari ke-12, 13, dan 14 diberi parasetamol 0,1 ml/20 gr BB mencit 1 jam setelah pemberian ekstrak daun kemangi.

d. KP3 : Kelompok perlakuan 3 diberi ekstrak daun kemangi peroral dosis II yaitu 74 mg/20 gr BB mencit mencit selama 14 hari berturut-turut, dimana pada hari ke-12, 13, dan 14 diberi parasetamol 0,1 ml/20 gr BB mencit 1 jam setelah pemberian ekstrak daun kemangi.

(51)

commit to user

Setiap sebelum pemberian parasetamol dan ekstrak daun kemangi, mencit dipuasakan dahulu ± 5 jam untuk mengosongkan lambung.

Pemberian parasetamol dilakukan ± 1 jam setelah pemberian ekstrak daun kemangi agar terabsorbsi terlebih dahulu.

(52)

commit to user 5. Pemberian Perlakuan.

Gambar 4. Skema Langkah-Langkah Penelitian Kelompok

kontrol

Kelompok perlakuan 1

Kelompok perlakuan 2

Kelompok perlakuan 3

Dipuasakan selama + 5 jam

Aquades 0,1 ml/20 gr BB mencit

Ekstrak daun kemangi 48 mg/ 20 gr BB

mencit selama 14 hari

Ekstrak daun kemangi 74 mg/ 20 gr BB mencit mencit selama 14 hari

Setelah + 1 jam

Aquades 0,1 ml/20 gr

BB mencit

28 ekor mencit

0,1 ml parasetamol dosis 5,07 mg/20 gr BB mencit pada hari ke-12, 13 dan 14

Semua hewan dikorbankan dengan cara neck dislocation.

Adaptasi 7 Hari

Pembuatan preparat ginjal hari ke-15.

Pra Perlakuan

Perlakuan Selama 14

Hari

Pasca perlakuan hari ke-15

(53)

commit to user 6. Pengukuran Hasil.

Pada hari ke-15 setelah perlakuan diberikan, semua hewan percobaan dikorbankan dengan cara neck dislocation. Hal ini dilakukan pada hari ke-15 agar efek dari perlakuan masih tampak nyata. Setiap mencit diambil ginjal kanan dan kiri, kemudian masing-masing ginjal dibuat 4 irisan secara frontal pada daerah pertengahan ginjal (untuk keseragaman) dengan ketebalan tiap irisan ginjal + 5–7 µm. Preparat ginjal dibuat dengan metode blok parafin dengan pengecatan hematoksilin eosin (HE). Tiap ekor mencit dibuat 4 irisan jaringan dari ginjal kanan dan 4 irisan jaringan dari ginjal kiri, yang kemudian diambil secara acak 1 irisan dari masing-masing ginjal untuk diamati pada mikroskop.

Pengamatan preparat irisan jaringan ginjal mula-mula dilakukan dengan perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh bagian irisan, kemudian ditentukan tubulus proksimal yang terletak pada pars konvulata korteks ginjal. Pengamatan dilanjutkan dengan perbesaran 400 kali untuk mengamati inti sel epitel tubulus proksimal ginjal. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran 1000 kali untuk melihat dan membedakan inti sel yang piknosis, karioreksis, dan kariolisis dengan lebih jelas.

Pengamatan dilakukan pada tubulus proksimal ginjal karena pada tubulus proksimal terjadi absorpsi dan sekresi aktif serta kadar C-P450 lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan toksikan sehingga lebih mudah untuk mengalami kerusakan.

(54)

commit to user

Untuk mengetahui sel-sel epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan maka dari tiap irisan ditentukan 1 daerah di pars konvulata korteks ginjal kemudian pada tiap daerah tersebut dihitung jumlah sel epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan dari tiap 50 sel epitel tubulus proksimal yang ada di daerah tersebut. Setiap jenis kerusakan (nekrosis) inti sel tersebut, yaitu piknosis, karioreksis, dan kariolisi diberi nilai 1. Misal, pada suatu daerah di pars konvulata korteks ginjal kanan terdapat 20 sel epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis, 15 sel dengan inti karioreksis, dan 8 sel dengan inti kariolisis, sedangkan pada pars konvulata korteks ginjal kiri terdapat 20 sel epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis, 18 sel dengan inti karioreksis, dan 8 sel dengan inti kariolisis, maka poin kerusakan histologis sel ginjal pada mencit tersebut adalah:

(Pi + Kr + Kl) ginjal kanan + (Pi + Kr + Kl) ginjal kiri

= (20 + 15 + 8) + (20+ 18+ 8)

= (43) + (46)

= 95

J. Teknik Analisis Data Statistik

Data yang diperoleh akan diuji menggunakan uji statistik One-Way ANOVA (Analysis of Variance). Jika terdapat perbedaan yang bermakna, maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah p < 0,05. Jika ternyata data yang diperoleh

(55)

commit to user

tidak memenuhi syarat uji statistik parametrik One-Way ANOVA, maka akan digunakan uji statistik non parametrik yaitu Kruskal Wallis (Dahlan, 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Kepala Bidang Anggaran pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Nduga, wawancara tanggai 16 Maret 2015, memberikan informasi sebagai berikut: Faktor

Sementara itu, Abas Nurga- ha, aktivis muda Partc:!.i Golkar Jabar mengatakan, masalah yang terjadi di tubuh Golkar Jabar yaitu kemandekan ka- derisasi karena Golkar merasa..

Pada tahun 2000 Kementerian Pendidikan Malaysia telah memperkenalkan subjek komponen sastera dalam kurikulum mata pelajaran Bahasa Melayu di sekolah-sekolah menengah seluruh

Pada penelitian yang lain oleh Surya (2012), telah dikembangkan suatu pengenalan nada pianika menggunakan jendela Kaiser, ekstraksi ciri FFT, dan fungsi korelasi. Untuk

[r]

a) Kegiatan usahanya selalu membantu orang lain/badan lain dengan menerima balas jasa. b) Pembelian barang oleh perusahaan jasa (bahan habis pakai/perlengkapan dan peralatan)

tindakan, dan anak yang berusia dibawa 18 tahun dapat dikenakan sanksi pidana, sehinggah hambatan yang dihadapi POLRI untuk menghindari anak dari sanksi pidana akan sulit apabila

[r]