• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran pemberian antibiotik oral oleh dokter gigi di praktek Kota Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran pemberian antibiotik oral oleh dokter gigi di praktek Kota Medan Tahun 2015"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

Nama Lengkap : Nurlina Binti Hasan Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Malaysia/6 Febuari Kewarganegaraan : Malaysia

Agama : Islam

Alamat : Jln. Kamboja, Setia Budi Telepon/HP : 083197025941

Email : [email protected]

PENDIDIKAN

2001-2006 : Sekolah Kebangsaan Puchong 2007-2009 : Sekolah Menengah Puchong 2010-2011 : UiTM Shah Alam

(2)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Salam Hormat,

Saya yang bernama Nurlina Binti Hasan, mahasiswa Fakultas Kedokteran

Gigi USU, ingin melakukan penelitian tentang “Gambaran Pemberian Antibiotik Oral Oleh Dokter Gigi di Praktek Kota Medan Tahun 2015”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian antibiotik oral yang

sering digunakan oleh dokter gigi di praktek Kota Medan beserta alasan pemilihan

antibiotik tersebut.

Manfaat penelitian ini agar Bapak/Ibu dapat mengetahui informasi data

tentang penggunaan antibiotik dalam kalangan dokter gigi di praktek. Waktu yang

dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini diperkirakan 10 menit dan biaya

penelitian sepenuhnya ditanggung oleh peneliti sendiri.

Pada penelitian ini, Bapak/Ibu diminta untuk mengisi kuesioner yang akan

diberikan kepada Bapak/Ibu. Jika Bapak/Ibu bersedia, surat pernyataan kesediaan

menjadi subjek penelitian terlampir harap ditBapak/Ibutangani secara sadar dan tanpa

paksaan dan dikembalikan kepada pihak peneliti.

Tidak ada efek samping yang akan terjadi sepanjang penelitian ini

berlangsung. Perlu diketahui bahwa rahasia jawaban kuesioner Bapak/Ibu berikan

tetap terjaga dan surat kesediaan tersebut tidak mengikat, Bapak/Ibu dapat

mengundurkan diri dari penelitian ini kapan saja selama penelitian ini berlangsung.

Jika ada terdapat masalah, silalah hubungi no telefon saya, 083197025941

atau alamat No E2 Kompleks Permata Jalan Kamboja, Setia Budi, Tanjung Rejo

(3)

Demikian, mudah-mudahan keterangan di atas dapat dimengerti. Sebagai

ungkapan terima kasih saya atas partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini, saya akan

memberikan hadiah yang nilainya tidak seberapa.

Peneliti,

(4)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertBapak/Ibutangan di bawah ini:

Nama:

Praktek:

Setelah membaca dan mendapatkan penjelasan serta memahami sepenuhnya

mengenai apa yang akan dilakukan dan didapatkan pada penelitian yang berjudul:

“Gambaran Pemberian Antibiotik Oral Oleh Dokter Gigi di Praktek Kota Medan Tahun 2015”

Maka saya menyatakan bersedia ikut berpartisipasi menjadi salah satu subjek

penelitian untuk mengisi kuesioner yang diberikan kepada saya. Pernyataan ini saya

buat dalam keadaan sedar tanpa paksaan.

Medan,………

Yang menyetujui,

Subjek penelitian

(5)

LAMPIRAN 4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

Nomor :

Tanggal :

GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK ORAL OLEH DOKTER GIGI DI PRAKTEK KOTA MEDAN TAHUN 2015

PETUNJUK PENGISIAN :

1. Pengisian kuesioner dilakukan oleh dokter gigi di praktek dokter gigi di Kota

Medan.

2. Jawablah setiap pertanyaan yang tersedia dengan melingkari jawaban yang

dianggap benar

3. Semua pertanyaan harus dijawab

4. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

5. Bila ada pertanyaan yang kurang mengerti silahkan ditanyakan kepada

(6)

LINGKARI JAWABAN PADA PILIHAN JAWABAN YANG TERSEDIA

1) Menurut Bapak/Ibu, pada kasus apa antibiotik sering

diberikan pada pasien?

a) Abses Odontogenik

b) Pasca Ekstraksi Gigi

c) Profilaksis Sebelum Pencabutan

d) Gingivitis Ulseratif Nekrose Akut (GUNA)

e) Lain-lain

2) Jenis antibiotik apa yang paling sering Bapak/Ibu

resepkan ?

a) Metronidazol

b) Amoksisilin

c) Eritromisin

d) Klindamisin

e) lain-lain

3) Apakah alasan Bapak/Ibu dalam memilih jenis

antibiotik?

a) Aktivitas spektrum

b) Kurangnya insiden resisten

c) Efektif mengisolasi infeksi rongga mulut.

d) Ekonomis (harga terjangkau pasien)

e) Tiada riwayat alergi

4) Menurut Bapak/Ibu berapa dosis yang sering Bapak/Ibu

beri kepada pasien?

(7)

b) Klindamisin 150-450mg/6 jam

c) Siproflosaksin 250-500 mg/12jam

d) Metronidazol 250mg-750mg/8 jam

e) lain-lain

5) Apakah alasan pemilihan dosis diatas?

a) Mengikut berat badan & umur pasien

b) Sesuai dosis yang berlaku

c) Aktivitas kerja antibiotik

d) Profil farmakokinetik

e) Lain-lain

6) Apakah jenis pemilihan antibiotik untuk kasus infeksi

Odontogenik ?

a) Amoksisilin

b) Klindamisin

c) Siproflosaksin

d) Metronidazol

e) Lain-lain

7) Apakah jenis pilihan antibiotik yang Bapak/Ibu berikan

sebagai antibiotik profilaksis?

a) Amoksisilin

b) Klindamisin

c) Sefalosporin

d) Klaritomisin

(8)

8) Apakah jenis antibiotik yang dapat diberikan sebagai

pilihan alternatif apabila pasien alergi penisilin?

a) Eritromisin

b) Metronidazol

c) Sefalosporin

d) Klindamisin

e) Lain-lain

9) Apakah alasan pemilihan jenis antibiotik diatas?

a) Tidak alergi

b) Harga terjangkau

c) Aktivitas spektrum yang sama

d) Bersifat bakteriostatik

e) Bukan golongan penisilin

(9)

LAMPIRAN 5

ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

”Gambaran Pemberian Antibiotik Oral Oleh Dokter Gigi di Praktek Kota Medan

Tahun 2015”

Besar biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian ini sebesar dengan

rincian sebagai berikut:

1. Biaya pembuatan kuesioner Rp 300,000

2. Biaya alat tulis, kertas, printer, tinta printer Rp 300,000

3. Biaya penjilidan dan penggBapak/Ibuan proposal Rp 200,000

4. Biaya ucapan terima kasih Rp 1 000,000

5. Biaya lain-lain Rp 1 000,000

Total Rp 2 800,000

Rincian biaya ditanggung oleh peneliti sendiri.

Peneliti

(10)

LAMPIRAN 6

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN TAHUN 2015

No. Kegiatan

WaktuPenelitian

Augustus September Oktober November Disember Januari 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Penyusunan proposal

2. Seminar proposal

3. Pengumpulan data

4. Pengolahan dan analisis data

(11)
(12)

i

Frequency Table

Jenis kasus antibiotik diberikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Abses Odontogenik 54 51.9 51.9 51.9

Pasca Ekstraksi Gigi 19 18.3 18.3 70.2

Profilaksis Sebelum

Pencabutan

17 16.3 16.3 86.5

GUNA 6 5.8 5.8 92.3

Lain-lain 8 7.7 7.7 100.0

Total 104 100.0 100.0

Jenis antibiotik yang sering diresepkan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Metronidazol 2 1.9 1.9 1.9

Amoksisilin 69 66.3 66.3 68.3

Eritromisin 3 2.9 2.9 71.2

Klindamisin 20 19.2 19.2 90.4

Lain-lain 10 9.6 9.6 100.0

(13)

i

Alasan pemilihan antibiotik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Aktivitas spektrum 64 61.5 61.5 61.5

Kurangnya insiden resisten 1 1.0 1.0 62.5

Efekstif mengisolasi infeksi

rongga mulut

11 10.6 10.6 73.1

Ekonomis 17 16.3 16.3 89.4

Tiada riwayat alergi 11 10.6 10.6 100.0

Total 104 100.0 100.0

Alasan dalam memilih dosis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Mengikut BB dan umur

pasien

24 23.1 23.1 23.1

sesuai dosis yang berlaku 31 29.8 29.8 52.9

Aktivitas kerja antibiotik 29 27.9 27.9 80.8

Profil farmakokinetik 7 6.7 6.7 87.5

lain-lain 13 12.5 12.5 100.0

(14)

i

Berapa dosis yang sering diberikan kepada pasien

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Amoksisilin 250-500mg/8jam 67 64.4 64.4 64.4

klindamisin 150-450mg/6

Jenis pemilihan antibiotik untuk kasus infeksi odontogenik

Frequency Percent Valid Percent

(15)

i

Jenis pilihan antibiotik sebagai antibiotik profilaksis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Amoksisilin 64 61.5 61.5 61.5

klindamisin 7 6.7 6.7 68.3

sefalosporin 9 8.7 8.7 76.9

Klaritromisin 4 3.8 3.8 80.8

Lain-lain 20 19.2 19.2 100.0

Total 104 100.0 100.0

Jenis antibiotik sebagai pilihan alternatif apabila pasien alergi penisilin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Eritromisin 22 21.2 21.2 21.2

metronidazol 14 13.5 13.5 34.6

sefalosporin 21 20.2 20.2 54.8

klindamisin 30 28.8 28.8 83.7

lain-lain 17 16.3 16.3 100.0

(16)

i

Alasan dalam memilih antibiotik alternatif tersebut

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak alergi 23 22.1 22.1 22.1

harga terjangkau 4 3.8 3.8 26.0

Aktivitas spektrum yang

sama

36 34.6 34.6 60.6

Bersifat bakteriostatik 6 5.8 5.8 66.3

Bukan golongan penisilin 35 33.7 33.7 100.0

(17)

i

(18)

DAFTAR PUSTAKA

1. Haveles EB. Applied pharmacology for the dental hygienist. 5th ed. Missouri:

Mosby Elsevier, 2007: 123-35.

2. Syarif A. Estuningtyas A. Setiawati A. Muchtar A.H. dkk. Farmakologi dan

terapi. Ed 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Jakarta. 2007.

3. Roda RP, Bagán JV, Bielsa JMS, Pastor EC. Antibiotic use in dental practice.

Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2007; 12: E186-92.

4. Jayadev M. Karunakar P, Vishwanath B, Chinmayi S.S. dkk. Knowledge and

pattern of antibiotik non narcotic analgesic prescription for pulpal and

periapical pathologies- a survey among dentists. Journal of Clinical and

Diagnostic Research.2014; Vol 8: 10-14.

5. Iqbal A. The attitudes of dentists towards the prescription of antibiotics during

endodontic treatment in North of Saudi Arabia. Journal of Clinical and

Diagnostic Research. 2015; Vol 9(5): 82-84.

6. Nilesh K. Kelekar S. Malik A.N, Patil P. dkk. Knowledge and pattern of

antimicrobial prescriptions by dental practitioners : a questionnaire based

study. 2015: 12-17.

7. Vlcek D. Razavi A. Kutten-Berger J.J. Antibiotics in third molar surgery.

Swiss Dental Journal.2014; Vol 124: 294-301.

8. Kementerian Kesehatan Indonesia. Berita negara indonesia. 2011; No 874:

29-38.

9. Jawetz. Melnick. Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. Alih Bahasa. Nugroho

A.W. dkk. ed 25. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2012: 354-386.

10.Varley A.J. Sule J. Absalom AR. Principles of antibiotic therapy. Oxford

journals.2009; Vol 9: 184-188.

11.Yagiela J.A. Dowd F.J. Johnson B.S. Mariotti A.J. dkk. Pharmacology and

therapeutics for dentistry. 6th ed. US: Mosby Elsevier, 2011: 600-37.

(19)

13.Tjay T.H. Rahardja K. Obat-obat penting khasiat, efek dan penggunaannya.

Ed 6. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2007: 68-73.

14.Neal M.J. At a glance farmakologi medis. Alih Bahasa. Ed 5. Jakarta:

Penerbit Erlangga, 2006: 37-40.

15.Katzung BG. Pharmacology examination and board review. 10th ed. San Francisco: Lange, 2013: 383-411.

16.Becker D.E. Antimikrobial drugs. American Dental Society of

Anesthesiology. 2013; 60: 111-123.

17.Robinson J.L. Hameed T. Carr S.Practical aspects of choosing an antibiotic

for patients with reported allergy to an antibiotic. Oxford journal. 2015: 1-6.

18.Pedersen G.W. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih Bahasa. Purwanto

Basoeseno. Ed 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG, 2013: 198-202.

19.Gour P.R. Kohli S. Advani U. Kulshreshtha S. dkk. Prescription pattern of

antimicrobial agents by dental practioners: a questionnaire based study.

International Journal of Basic Pharmacology.2013; Vol2: 311-313.

20.Tripathi K.D. Essentials for farmacology in Dentistry. New Delhi :Jaypee,

2005: 400-408.

21.Mitchell D.A. Mitchell L. Oxford handbook of clinical dentistry. 6 th ed;

United Kingdom: Oxford University Press; 2014: 566-567.

22.Jas A. Perihal Resep & Dosis. Ed 2. Medan: USU Press; 2009: 83.

23.Dahlan MS. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian

kedokteran dan kesehatan. Ed 3. Penerbit Salemba Medika, 2013: 147-148.

24.Dar Odeh N.S. Abu Hammad O.A. Omiri M.A. Khairasat A.S. dkk. Antibiotic

prescribing practices by dentist: a review. Therapeutics and clinical risk

management. 2010; 6: 301-306.

25.Brunton L.L. Parker K.L. Lazo J.S. The pharmacological basic of

therapeutics. 11th ed; United States: Mc Graw Hill; 2006: 1127-1136.

26.Kaur S.P. Rao R. Nanda S. Amoxicillin: a broad spectrum antibiotic.

International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. India, 2011:

(20)

27.Winter. Use and abuse of antibiotics. American Association of Endodontics.

2012: 2-7.

28.Craig C.R. Stitzel R.E. Modern pharmacology with clinical application. 5th ed. United States. Lippincott Williams& Wilkins: 2004, 510-512.

29.Gregoire C. How are odontogenic infections best managed. Journal Canada

Dental Assosiation. 2010; Vol 76: 114-116.

30.Addy L.D. Martin M.V. Clindamisin and dentistry. British Dental Journal.

(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei untuk

menggambarkan tentang penggunaan antibiotik oral di praktek dokter gigi di Kota

Medan

3.2. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di semua praktek dokter gigi di Kota Medan pada 14

Desember 2015 sehingga selesai.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh dokter gigi yang berpraktek di

Kota Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah dokter gigi yang berpraktek di Kota

Medan dan setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Metode pengambilan

sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara simple random sampling.

Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada

setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Jadi disini proses memilih

sejumlah sampel n dari populasi N yang dilakukan secara random sampai

memperoleh sampel sebanyak 95 orang. Untuk mengantisipasi dropout, maka di

(22)

Keterangan:

3.4 Variabel penelitian dan Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional

Antibiotik Zat yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang

menghambat pertumbuhan mikroba jenis lain

Indikasi pemberian

profilaksis

Suatu bentuk pencegahan yaitu mencegah terjadinya

infeksi bakteri.

-Terdapat dua kategori pasien yang memerlukan antibiotik

profilaksis yaitu:

(1) untuk mencegah bakteri lokal minor yang menyebabkan

infeksi serius misalnya immunokompromis.

(2) untuk mencegah komplikasi septik lokal misalnya

(23)

Infeksi odontogenik Infeksi odontogenik biasanya dimulai dengan terjadinya

kematian pulpa, invasi bakteri dan perluasan proses infeksi

kearah periapikal.

 Terjadinya peradangan yang terlokalisir

 Kerusakan pada ligamentum periodontium memberikan kemungkinan masuknya bakteri dan

akhirnya terjadi abses periodontal akut.

 Apabila gigi tidak dapat erupsi dengan sempurna, maka mukosa yang menutupi sebagian gigi

mengakibatkan terkumpulnya bakteri sehingga

menyebabkan abses perikoronal.

Dosis terapi Penisilin Penisilin V

Dewasa: 250-500mg/6jam anak-anak 250-500mg/6 jam

Amoksisilin

Dewasa: 250-500mg/8jam anak-anak 20-40mg/8 jam

Amoksisilin-klavulanat

Dewasa: 250-500mg/8jam anak-anak 25-40mg/8 jam

Diklosasilin

Dewasa: 125-500mg/6jam anak-anak 50-100mg/8 jam

Sefalezin

Dewasa: 250-500mg/6 jam anak-anak 30-50mg/6 jam

Azitromisin

Dewasa: 500mg/12 jam anak-anak 5-12mg

(24)

Dewasa: 250-500mg/12 jam anak-anak 7.5mg/2 Kali sehari

Antibiotik lain-lain Klindamisin

Dewasa: 150-450mg/6jam anak-anak 8-20 mg/3-4 dosis

Metronidazol

Dewasa: 250-750mg/8 jam

Siproflosaksin

Dewasa: 250-500mg/12jam anak-anak 25mg/12 jam

Dosisiklin

Dewasa: 200 mg hari pertama(100 mg/12 jam) anak-anak 4.4mg/per hari/2 kali

Dosis profilaksis Amoksisilin 2 g 50mg/kg

Sefalezin 2g 50mg/kg

Klindamisin 600mg 20mg/kg

Azitromisin 500mg 15mg/kg

3.5 Metode Pengambilan Data

Data dikumpulkan dengan cara pemberian kuesioner kepada responden yang

setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dilakukan dan diisi secara langsung

oleh responden setelah peneliti menjelaskan tata cara pengisian. Data yang telah

didapat dikumpulkan lalu diolah dan dianalisa.

3.6 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Alat tulis

2. Kuesioner

3.7 Pengolahan Data

Data diolah secara manual dengan sistem komputerisasi dan disajikan dalam

(25)

3.8 Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif yaitu data univarian dan dihitung dalam bentuk

persentase. Hasil dari data disajikan dalam bentuk tabel dan gambar untuk melihat

pemberian antibiotik oral oleh dokter gigi di Kota Medan.

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini akan mendapat persetujuan dari komisi etik (health Research

Ethical Committee of North Sumatera). Sebelum penelitian berjalan, responden akan

(26)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian yang dilakukan di praktek sekitar Kota Medan, diperoleh data

dari 104 dokter gigi yang mengisi kuesioner secara langsung mengenai pemberian

antibiotik kepada pasien di praktek dokter gigi.

4.1 Jenis kasus yang Diberikan Antibiotik Kepada Pasien

Dari 104 dokter gigi yang mengisi kuesioner didapatkan data tentang

pemberian antibiotik pada kasus berikut. Abses odontogenik merupakan kasus paling

sering diindikasikan oleh dokter gigi di Kota Medan.

(27)

4.2 Frekuensi Pemberian Jenis Antibiotik Kepada Pasien

Distribusi pemberian antibiotik oleh dokter gigi di praktek mendapatkan jenis

amoksisilin merupakan pilihan utama yaitu sebanyak 66% dan hanya 2% yang

memilih pemberian metronidazol.

Gambar 7. Distribusi jenis antibiotik yang diberikan oleh dokter gigi

4.3 Alasan dalam pemilihan antibiotik

Dari hasil penelitian yang diperolehi, 61.5% dokter gigi berpendapat alasan

pemilihan antibiotik adalah karena aktivitas spektrumnya. 16.3% dokter gigi memilih

karena harga antibiotik tersebut terjangkau pasien dan 10.6% memilih efektivitas

antibiotik di rongga mulut. Hanya 1% memilih resistensi obat dan sisanya yaitu

10.6% karena pasien tiada riwayat alergi.

Tabel 5. Alasan dokter gigi dalam memilih jenis antibiotik

Alasan Frekuensi Persentasi

Aktivitas Spektrum 64 61.5%

Resistensi 1 1%

Efektivitas Di Rongga Mulut 11 10.6%

Ekonomis 17 16.3%

Metronidazol Amoksisilin Eritromisin Klindamisin Lain-lain

(28)

4.4 Frekuensi dosis yang diberikan kepada pasien

Distribusi dosis yang sering diberikan kepada pasien mendapatkan 64.4%

dokter gigi lebih sering memberikan amoksisilin dengan dosis 250-500mg per 8 jam

sehari, 12.5% klindamisin dengan dosis 150-450mg per 6 jam, 1.9% siproflosaksin

250-500 per 12 jam, metronidazol 250-750mg per 8 jam sebanyak 2.9% dan dosis

lain-lain 18.3%.

Tabel 6. Distribusi frekuensi dosis yang sering diberikan kepada pasien.

Dosis Frekuensi Persentasi

Amoksisilin 250-500mg/8 jam 67 64.4%

Klindamisin 150-450mg/6 jam 13 12.5%

Siproflosaksin 250-500mg/12 jam 2 1.9%

Metronidazol 250-750mg/8 jam 3 2.9%

Lain-lain 19 18.3%

total 104 100%

4.5 Alasan dalam memberikan dosis antibiotik kepada pasien

Alasan dalam menentukan dosis yang akan diberi kepada pasien seperti

terlampir pada tabel berikut.

Tabel 7. Distribusi alasan pemberian dosis antibiotik oleh dokter gigi kepada pasien.

Alasan Frekuensi Persentasi

Mengikut berat badan & umur 24 23.1%

Sesuai dosis resep 31 29.8%

Aktivitas kerja antibiotik 29 27.9%

Profil farmakokinetik 7 6.7%

Lain-lain 13 12.5%

(29)

4.6 Distribusi jenis antibiotik yang diberikan dokter gigi untuk kasus odontogenik

Distribusi pemberian antibiotik oleh dokter gigi untuk kasus odontogenik

seperti terlampir pada gambar berikut. Amoksisilin adalah antibiotik yang sering

diresepkan.

Gambar 8. Distribusi frekuensi jenis antibiotik untuk kasus odontogenik.

4.7 Distribusi jenis antibiotik yang diberikan dokter gigi sebagai antibiotik profilaksis

Distribusi pemberian antibiotik oleh dokter gigi sebagai antibiotik profilaksis

seperti terlampir pada gambar berikut. Amoksisilin adalah antibiotik yang sering

diresepkan pada hasil penelitian ini.

(30)

4.8 Distribusi jenis antibiotik alternatif yang diberikan dokter gigi pada pasien alergi

Distribusi jenis antibiotik alternatif yang diberikan dokter gigi pada pasien

alergi seperti terlampir pada gambar berikut. Klindamisin merupakan antibiotik yang

menjadi pilihan dokter-dokter gigi di Kota Medan.

Gambar 10. Distribusi frekuensi jenis antibiotik alternatif pasien alergi penisilin

4.9 Alasan memilih jenis antibiotik tersebut sebagai alternatif jika pasien alergi pada penisilin.

Alasan pemilihan antibiotik alternatif yang diberikan dokter gigi pada pasien

alergi seperti terlampir pada tabel berikut.

Tabel 8. Distribusi alasan pemilihan antibiotik alternatif pasien alergi penisilin Eritromisin,

Alasan Frekuensi Persentase

Tidak Alergi 23 22.1%

Ekonomis 4 3.8%

Aktivitas Spektrum 36 34.6%

Bersifat Bakteriostatik 6 5.8%

Bukan Golongan Penisilin 35 33.7%

(31)

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian tentang gambaran pemberian antibiotik oral oleh dokter gigi

di praktek sekitar Kota Medan diperoleh 104 dokter gigi yang menjawab kuesioner.

Dari 104 dokter gigi tersebut, 51.9% memilih abses odontogenik sebgai kasus yang

sering diberikan antibiotik, 18.3% untuk pengobatan pasca pencabutan gigi, 16.3%

sebagai antibiotik profilaksis, 5.8% memilih gingivitis ulseratif nekrose akut (GUNA)

dan 7.7% menjawab lain-lain (Gambar 6). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

umumnya dokter gigi mengetahui indikasi penggunaan antibiotik untuk infeksi oral.

Menurut Najla Saeed, Osama,Mahmoud, Ameen dkk pada tahun 2010, situasi klinis

yang membutuhkan terapi antibiotik hanya pada beberapa kasus dan salah satunya

termasuk infeksi oral yang disertai peningkatan suhu badan dan kondisi sistemik.

Selulitis merupakan salah satu kondisi penyakit yang memerlukan pemberian

antibiotik karena kemungkinan dapat menginfeksi saluran darah dan septikemia.

Selain itu, terdapat juga infeksi oral terlokalisir yang diindikasikan antibiotik yaitu

gingivitis ulseratif akut (GUNA), abses dan perikoronitis.19,24

Pemberian antibiotik oleh dokter gigi pada pasien dalam penelitian ini

mendapatkan pemberian antibiotik amoksisilin sebanyak 66%. 19% klindamisin, 2%

metronidazol, 3% memilih eritromisin dan 10% memilih antibiotik jenis lain

(Gambar 7). Alasan pemilihan amoksisilin adalah karena antibiotik tersebut stabil

dari segi keasaman selain absorbsinya itu tidak dipengaruhi dengan konsumsi

makanan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian bahwa amoksisilin efektif untuk

infeksi oral dan beradaptasi baik dari segi bioabilitas serta diabsorbsi lebih banyak

dibandingkan ampisilin. 25

Penelitian oleh Nilesh, Kelekar, A Malik, Patil dkk di pada tahun 2014 di

Maharashtra, India menyatakan antibiotik yang paling sering diresepkan untuk

infeksi mulut adalah amoksisilin (77%).6 Hasil tersebut sama dengan hasil penelitian ini dimana amoksisilin merupakan pilihan pertama dokter gigi di Kota Medan.

(32)

positif dan gram negatif. 26 Selain itu, antibiotik ini dikategorikan ekonomis dan harga terjangkau oleh pasien dibandingkan klindamisin dan amoksisilin yang

dikombinasikan dengan asam klavulanat oleh karena biaya yang lebih mahal.

Menurut Azhar Iqbal pada tahun 2015 kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat

dianggap kombinasi pilihan terbaik untuk infeksi odontogenik.1

Sementara alasan dokter gigi dalam pemilihan antibiotik adalah sebanyak

61.5% responden memilih aktivitas spektrumnya, 16.3% menyatakan karena biaya

yang terjangkau, 10.6% karena efektivitas antibiotik, 10.6% karena tidak ada alergi

yang terjadi dan 1% memilih kurangnya insiden resistensi yang terjadi (Tabel 4).

Berdasarkan pemilihan di gambar 7, dokter gigi memilih amoksisilin oleh karena

jenis antibiotik ini memiliki spektrum luas. Antibiotik spektrum luas seringkali

dipakai untuk mengobati infeksi dimana mikroorganisme yang menyerang belum

diidentifikasi pembiakan dan sensitivitas.12 Pengkulturan bakteri agak sukar dilakukan terutama di praktek dokter gigi karena ia mengambil waktu yang agak lama

dan sulit untuk diaplikasikan pada semua pasien.1

Distribusi pemberian dosis antibiotik oleh dokter gigi pada pasien

mendapatkan hasil sebanyak 64.4% memilih amoksisilin dengan dosis 250-500mg

per 8 jam sehari, 12.5% klindamisin dengan dosis 150-450mg per 6 jam, 1.9%

siproflosaksin 250-500 per 12 jam, metronidazol 250-750mg per 8 jam sebanyak

2.9% dan dosis lain-lain 18.3% (Tabel 5). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

umumnya dokter gigi memilih dosis antibiotik dengan melihat gejala klinik dan jenis

bakteri yang ada. Untuk menghindari terjadinya resisten, pemberian dosis harus

sesuai.2 Faktor utama dalam keberhasilan klinis untuk kebanyakan antibiotik adalah tinggi konsentrasi obat dan jumlah yang dihasilkan pada jaringan terinfeksi. Selain

itu, semakin singkat waktu terapi, semakin rendah risiko pasien alergi.27

Dari segi alasan pemilihan dosis, sebanyak 29.8% menyatakan karena

mengikut ketetapan dosis yang berlaku, 23.1% dokter gigi menyatakan dosis

diberikan sesuai berat badan dan umur pasien, 27.9% dokter gigi menyatakan atas

alasan aktivitas spektrum antibiotik tersebut jumlah dosis yang diberikan, 6,7%

(33)

dalam tubuh pasien ditentukan oleh dosis yang diberikan dan juga profil

farmakokinetik obat tersebut. Konsentrasi obat dalam darah penting untuk

mengetahui apakah antibiotik tersebut dapat membunuh bakteri atau dapat mendapat

toksisitas pada pasien jika konsentrasi terlalu tinggi.28

Faktor yang mempengaruhi pemberian obat antaranya adalah berat badan

pasien yaitu gemuk atau kurus dan usia pasien terdiri anak-anak, dewasa dan

geriatrik. Hal ini ditambah dengan patofisiologis tubuh yaitu fungsi atau keadaan

tubuh pasien menurun. Pengurangan dosis bagi pasien usia lanjut disebabkan

kemampuan metabolisme sudah menurun sehingga pemberian dosis tinggi

kemungkinan besar akan menjadi toksisitas. Selain itu, respon tubuh anak-anak dan

dewasa tidak sama. Hal ini menyebabkan biotransformasi obat terganggu sehingga

obat terakumulasi kearah organ tubuh lainnya. 22

Hasil penelitian juga menunjukkan jenis antibiotik yang sering diberikan

dokter gigi untuk kasus odontogenik. Sebanyak 35.6% dokter gigi memberi

amoksisilin untuk pengobatan, 30.8% pula memilih klindamisin, 6.7% memilih

metronidazol ,4.8% memilih siproflosaksin dan 22.1% memilih antibotik jenis lain

(Gambar 8). Menurut Dr Gregoire Curtis tahun 2010, kebanyakan infeksi

odontogenik dijumpai lebih dari 1 spesis bakteri yang biasanya ada di rongga mulut.

Secara umum 50% disebabkan bakteri anaerobik sahaja, 44% disebabkan kombinasi

bakteri aerob dan anaerob dan 6% aerob sahaja. Amoksisilin berspektrum luas tetapi

untuk kasus odontogenik penisilin V lebih baik digunakan untuk pengobatan. Namun,

dosis amoksisilin dan kemampuan absorbsinya bersama asupan makanan

menyebabkan antibiotik ini menjadi pilihan terbaik untuk pasien dalam

menghasilkan efek yang optimal.29

Menurut Addy.L.D dan Martin M.V pada tahun 2005 menyatakan klindamisin

mempunyai spektrum khusus untuk melawan infeksi anaerobik. Walaupun

klindamisin bertindak sebagai bakteriostatik, aktivitas bakterisidal dapat dicapai pada

dosis tertentu. Survei menyatakan klindamisin kurang sering di berikan di UK dan

(34)

dalam merekommendasikan klindamisin sebagai pilihan utama untuk perawatan

infeksi odontogenik.30

Menurut Azhar Iqbal pada tahun 2015, metronidazol merupakan agen

antibiotik yang efektif melawan mikroba anaerob tetapi tidak efektif terhadap anaerob

fakultatif. Oleh itu metronidazol harus direkomendasikan sebagai obat tambahan

untuk meningkatkan efek amoksisilin.5 Siproflosaksin diabsorbsi dengan baik di rongga mulut dan bioabilitasnya mencapai 90%. Namun, asupan makanan dapat

memperlama penyerapan konsentrasi siproflosaksin. Pemakaian kuinolon tidak

dianjurkan untuk infeksi odontogenik melainkan setelah kultur dan sensitivitas

dilakukan karena pilihan obat yang lain telah tersedia.11

Persentase dokter gigi memilih antibiotik profilaksis adalah sebanyak 61.5%

untuk amosisilin, 6.7% untuk klindamisin, 8.7% antibiotik golongan sefalosporin,

3.8% klaritromisin dan sisanya 19.2% antibiotik jenis lain (Gambar 9). Profilaksis

dalam kedokteran gigi adalah pemberian obat antimikroba untuk mencegah infeksi.

Dalam arti yang lain, profilaksis juga mencakup penggunaan antimikroba segera

setelah masuknya mikroorganisme patogenik misalnya fraktur tetapi sebelum timbul

tanda-tanda infeksi. 9 Antibiotik yang dianjurkan untuk profilaksis adalah amoksisilin dan bagi yang alergi penisilin bisa diberikan klindamisin, sefalosporin dan

azitromisin. Banyak literatur menyebut penisilin yang diberikan sebelum dilakukan

prosedur yang menyebabkan bakteremia akan menurunkan jumlah bakteri dalam

beberapa waktu selepas dilakukan prosedur tersebut. Namun, berdasarkan mekanisme

kerja B-laktam yaitu secara perlahan membunuh bakteri dengan menghambat dinding

bakteri sulit dipahami bagaimana hal ini dapat menurunkan jumlah bakteri sesaat

setelah prosedur perawatan.11

Beberapa tahun sebelum tahun 1990, dosis tinggi eritromisin

direkomendasikan sebagai alternatif pasien yang alergi penisilin untuk pencegahan

endokarditis. Namun pilihan ini berubah kepada klindamisin karena dianggap tidak

(35)

terpengaruh oleh adanya makanan dalam lambung berbanding azitromisin yang

terganggu jika diberikan bersama makanan. 2

Hasil penelitian juga menunjukkan sebannyak 21.2% dokter gigi memberikan

eritromisin pada pasien yang alergi penisilin sebagai pilihan alternatif, 28.8%

klindamisin, 20.2% jenis antibiotik sefalosporin, 13.5% antibiotik metroniazol dan

antibiotik jenis lain sebanyak 16.35% (Gambar 10). Penisilin merupakan antara

golongan obat antimikroba yang paling toksisitas dan menimbulkan reaksi alergi.

Reaksi alergi penisilin paling berbahaya tergantung kegunaannya. Beberapa hasil

penelitian tentang efek penisilin, didapatkan 5% hingga 10% pasien yang

mengkonsumsi penisilin menyebabkan reaksi alergi. Namun, alergi penisilin oral

lebih sedikit dibandingkan melalui paraentral. Pada awal infeksi terjadi, pasien yang

alergi penisilin direkomendasikan untuk diberikan klindamisin dan eritromisin. Pada

infeksi yang sudah kronis, metronidazol dan klindamisin dianjurkan.1

Pada hasil penelitian ini , di dapatkan 20.2% dokter gigi memilih sefalosporin.

Hal ini bertentangan dengan beberapa literatur yang menyebutkan golongan

sefalosporin dapat menyebabkan reaksi alergi dan bisa terjadi sensitivitas silang

terhadap penisilin. Alasan pemilihan ini mungkin karena sefalosporin mempunyai

mekanisme kerja serta farmakologi yang sama dengan penisilin. Kedua-duanya

merupakan golongan B-laktam dan antibiotik ini memiliki struktur cincin B-laktam. 1,15,17

Namun, alergi yang terjadi dengan sefalosporin lebih rendah dibandingkan

penisilin dimana terdapat beberapa kasus yang berhasil dirawat dengan menggunakan

antibiotik golongan sefalosporin. Walaupun begitu, bagi pasien yang mempunyai

riwayat alergi penisilin tidak direkomendasikan pemberian sefalosporin.15

Alasan pemilihan antibiotik alternatif untuk pasien alergi penisilin oleh dokter

gigi diperoleh sebanyak 22.1% dokter gigi menyatakan karena antibiotik tersebut

tidak ada riwayat alergi, 34.6% memilih antibiotik karena aktivitas spektrum yang

sama, 5.8% karena sifat bakteriostatik dan 3.8% karena harga antibiotik yang

ekonomis. Selebihnya, 33.7% dokter gigi memberi alasan karena bukan daripada

golongan penisilin (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa dokter gigi memilih

(36)

eritromisin yang mempunyai spektrum antibakteri sama dengan benzilpenisilin.14 Antibiotik klindamisin menyerupai mekanisme kerja eritromisin yaitu spektrum

antimikroba dan lokasi reseptor ribosom tetapi memiliki struktur kimia yang

berbeda.9

Selain dapat melihat distribusi pemberian antibiotik oleh dokter gigi,

penelitian ini juga memperlihat alasan pemilihan antibiotik oleh dokter gigi. Dari

hasil penelitian 104 dokter gigi, amoksisilin dipilih sebagai antibiotik yang sering

diresepkan. Alasan pemilihan antibiotik tersebut selain harga ekonomis, adalah

karena spektrumnya yang luas dan keupayaan diabsorbsi dengan baik melalui rongga

mulut. Namun, pemberian antibiotik yang lain juga dapat dipertimbangkan

(37)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Amoksisilin adalah antibiotik paling sering diberikan dalam kebanyakan

kasus. Alasan pemilihan antibiotik disebabkan aktivitas spektrum antibiotik

dan harga yang terjangkau oleh pasien.

2. Kasus abses odontogenik merupakan pilihan yang utama untuk diberikan

antibiotik diberikan oleh dokter gigi

3. Bagi pasien alergi penisilin, dokter gigi memilih klindamisin dan eritromisin

sebagai alternatif pengganti penisilin. Alasan memilih antibiotik tersebut

karena bukan termasuk dari golongan penisilin dank arena aktivitas

spektrumnya sama atau mendekati dengan golongan penisilin.

6.2 Saran

1. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan di bidang kedokteran gigi dan perlu dilakukan penelitian lanjut

untuk penggunaan antibiotik yang lebih baik maupun antibiotik kombinasi.

2. Diharapkan kepada dokter gigi agar dapat mengetahui golongan antibiotik

yang dapat menyebabkan toksisitas dan antibiotik yang mempunyai toksisitas

yang rendah.

3. Diharapkan adanya hubungan dokter gigi di praktek Kota Medan dan Dinas

(38)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi

Infeksi mikroba terjadi apabila mikroba mampu melewati barrier mukosa atau

kulit lalu menembus jaringan tubuh. Pada dasarnya, tubuh akan melawan mikroba

dengan respon imun yang dimiliki, tetapi bila mikroba berkembang biak lebih cepat

daripada aktivitas respon imun maka akan terjadi penyakit infeksi yang disertai

dengan tanda-tanda inflamasi. Infeksi yang salah satunya terjadi adalah infeksi

dibidang kedokteran gigi yaitu infeksi gigi. Salah satu terapi yang dilakukan adalah

dengan pemberian antibiotik.8

2.2 Antibiotik

Era modern antimikroba dimulai pada tahun 1935 dengan ditemukannya

sulfonamida. Pada tahun 1940, didapatkan bahwa penisilin yang ditemukan pada

tahun 1929, dapat menjadi substansi terapeutik yang efektif. Setelah 25 tahun

kemudian, ditemukan hasil penelitian mengenai agen kemoterapi terutama yang

berpusat pada zat-zat yang berasal dari mikroba yang disebut antibiotik. Isolasi,

konsentrasi, pemurnian, dan produksi massal penisilin diikuti oleh penemuan

streptomisin, tetrasiklin, kloramfenikol dan banyak agen lainnya.9

2.2.1 Definisi Antibiotik

Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi yang

dapat menghambat mikroba jenis lain.2 Antibiotik dapat didefinisikan sebagai agen farmakologis yang selektif membunuh atau menghambat pertumbuhan sel mikroba.

Antibiotik ada yang bersifat bakteriostatik atau bakterisida. Bakteriostatik adalah zat

antibiotik yang bersifat mencegah replikasi lebih lanjut dari mikroba yang bergantung

pada sistem imunitas tubuh untuk membersihkan infeksi, sedangkan bakterisida

(39)

2.2.2 Mekanisme Kerja dan Aktivitas 2.2.2.1 Prinsip Kerja

Antibiotik diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu,

menghambat sintesis atau merusak dinding sel mikroba, memodifikasi atau

menghambat sintesis protein, mengganggu keutuhan membran sel mikroba dan

mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat. Berdasarkan sasaran tindakan

antibiotik terhadap mikroba maka antibiotik dapat dikelompokkan menjadi beberapa

golongan yaitu: 9

1. Antibiotik yang merusak dinding sel mikroba

Mikroba memiliki lapisan luar yang kaku, yaitu dinding sel yang

mempertahankan bentuk dan ukuran mikroorganisme. Dinding sel mempertahankan

bentuk dan ukuran mikroorganisme yang memiliki tekanan osmotik internal tinggi.

Kerusakan pada dinding sel dapat menyebabkan lisis sel. Dalam suatu lingkungan

hipertonik, kerusakan pada dinding sel akan menyebabkan terbentuknya bakteri

berbentuk sferis, protoplas atau sferoplas tersebut dibatasi oleh membran sitoplasma

yang rapuh. Contoh agen-agen yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel

adalah penisilin, sefalosporin, vankomisin dan sikloserin.9

2. Antibiotik yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein

Bakteri dan sel mamalia memiliki ribosom yang berbeda dari segi subunit tipe

ribosom, susunan kimia dan spesifikasi fungsional. Hal ini dapat menjelaskan

mengapa obat antimikroba dapat menghambat sintesis protein pada ribosom bakteri

tanpa menyebabkan efek yang signifikan pada ribosom mamalia. Pada sintesis protein mikroba yang normal, pesan mRNA “dibaca” secara simultan oleh beberapa ribosom yang membentang di sepanjang rantai mRNA. Susunan ribosom tersebut

dinamakan polisom.Contoh obat yang bekerja dengan menghambat sintesis protein

adalah eritromisin, linkomisin, tetrasiklin, glisilsiklin, aminoglikosida dan

kloramfenikol.9

3. Antibiotik mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat

Contoh obat-obatan yang bekerja menghambat sintesis asam nukleat adalah

(40)

trimetreksat. Rifampin menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat kuat

polimerase RNA bergantung-DNA (DNA-dependent RNA polymerase) milik bakteri.

Dengan demikian, rifampin menghambat sintesis RNA bakterial. Semua kuinolon

dan fluorokuinolon menghambat sintesis DNA mikroba dengan cara menyekat DNA

girase. P-aminobenzoic acid (PABA) merupakan metabolit esensial bagi banyak

mikroorganisme.

PABA berperan dalam sintesis asam folat, suatu prekursor penting bagi

sintesis asam nukleat. Sulfonamida merupakan analog struktural PABA yang

menghambat dihidroptereroat sintetase. Sulfonamida dapat masuk ke reaksi tersebut

menggantikan PABA dan bersaing memperebutkan sisi aktif enzim. Akibatnya

terbentuk analog asam folat yang nonfungsional sehingga pertumbuhan bakteri

terhambat.9

4. Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel

Sitoplasma pada semua sel hidup dibungkus oleh membran sitoplasma yang

berperan melakukan fungsi transportasi aktif dan mengatur komposisi internal sel.

Jika integritas fungsional membran sitoplasma terganggu, makromolekul dan ion-ion

akan keluar dari sel, dan kemudian terjadi kerusakan atau kematian sel. Sejumlah

antibiotik secara spesifik menggangu fungsi biosintesis membran sitoplasma

misalnya asam nalidiksat, polimiksin.9

2.2.2.2 Aktivitas dan Spektrum 1. Agen Antimikrobial

Beberapa obat bakteriostatik dapat berubah menjadi bakterisida pada

konsentrasi tinggi. Hal ini tergantung kepada konsentrasi tempat yang terinfeksi dan

juga organisme penyebab tertentu.11 Bakterisida ialah antibiotik yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau permeabilitas yang membunuh mikroorganisme

sedangkan bakteriostatik hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau

menganggu proses multiplikasi mikroba.1

Antibiotik yang termasuk golongan bakterisida antara lain penisilin,

(41)

sedangkan antibiotik yang memiliki sifat bakteriostatik antara lain: sulfonamida,

tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, klindamisin, dan

lain-lain.1

2. Berdasarkan Spektrum kerja

Spektrum kerja bermaksud nilai aktivitas sesuatu obat. Berdasarkan

perbedaan sifat spektrum kerjanya, antibiotik dibagi dua yaitu antibiotik spektrum

sempit dan spektrum luas.1 Antibiotik berspektrum sempit efektif melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritomisin dipakai untuk mengobati infeksi yang

disebabkan oleh bakteri gram positif. 12

Antibiotik berspektrum luas seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif

terhadap organism baik gram positif maupun gram negatif. Karena antibiotik

berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan

organism tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas. Antibiotik spektrum

luas seringkali dipakai untuk mengobati infeksi dimana mikroorganisme yang

menyerang belum diidentifikasi pembiakan dan sensifitas.12

2.2.3 Klasifikasi Antibiotik

Antibiotik digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman

atau sebagai prevensi infeksi misalnya pembedahan besar. Secara profilaksis juga

diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum dilakukan

pencabutan gigi. Antibiotik terbagi kepada beberapa golongan yaitu; B-laktam,

tetrasiklin, sulfonamid, kuinolon, nitroimidazol, kloramfenikol, aminoglikosida,

makrolida dan linkosamid, 13,14

2.2.3.1 Antibiotik β-laktam

(42)

(1) mengikat obat pada enzim tertentu yang terletak dalam sistoplasmik membran

mikroba

(2) penghambatan reaksi transpeptida pada rantai linear peptidoglikan dari dinding sel

(3) pengaktifan enzim autolitik yang menyebabkan lesi di dinding sel mikroba.15

Gambar 1. Obat antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel: penisilin, sefalosporin dan vankomisin14

1. Penisilin

Benzilpenisilin adalah antibiotik yang mempunyai spektrum sempit melawan

organisme gram positif. Benzilpensilin labil dalam asam sehingga absorpsinya

oralnya buruk. Benzilpenisilin diberikan melalui suntikan intramuskular, tetapi dosis

besar menyebabkan nyeri dan diberikan secara intravena. Fenoksimetilpenisilin

mempunyai spektrum yang sama dengan benzilpenisilin, tetapi kurang aktif.

Fenoksimetilpenisilin stabil dalam asam dan diberikan secara oral tetapi absorpsinya

bervariasi dan hanya berguna untuk organisme yang sensitif, dimana kerja cepat tidak

diperlukan. 14

a) Penisilin spektrum luas

Penisilin ini dipakai baik untuk mengobati gram positif maupun gram negatif.

Contoh-contoh dari kelompok ini adalah amoksisilin, ampisilin. Amoksisilin adalah

(43)

Ampisilin dan amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak

menghasilkan B-laktamase, dan karena obat tersebut berdifusi ke dalam bakteri gram

negatif lebih mudah daripada benzilpenisilin.

Untuk pemberian oral, amoksisilin merupakan obat pilihan karena di absorpsi

lebih baik daripada ampisilin, yang seharusnya diberikan paraentral.14 Amoksisilin sering dipakai karena frekuensi pemakaian obat lebih rendah yaitu 3 kali sehari

berbanding ampisilin 4 kali sehari. Amoksisilin dan ampisilin menghasilkan reaksi

hipersensitivitas yang mana ampisilin lebih sering menimbulkan alergi.1

Dalam menangani endokarditis bakteri sebagai antibiotik profilaksis,

amoksisilin merupakan antibiotik pilihan.1 Amoksisilin dan ampisilin diinaktivasi oleh bakteri penghasil penisilinase. Banyak B-laktamase bakteri dihambat oleh asam

klavulanat, dan campuran inhibitor ini dengan amoksisilin(ko-amoksiklav)

menyebabkan antibiotik menjadi efektif melawan organisme penghasil penisilinase. 14

b) Penisilin resisten penisillinase

Flukloksasilin diindikasikan pada infeksi yang disebabkan oleh stafilokokus

penghasil penisilinase yang resisten terhadap penisilin. Kelompok ini tidak efektif

dalam melawan organisme gram negatif.12 Flukloksasilin diabsorpsi dengan baik secara oral, tetapi pada infeksi berat harus diberikan melalui suntikan dan tidak

digunakan sebagai obat tunggal. 14

c) Penisilin Antipseudomonas

Merupakan kelompok obat baru dari penisilin berspektrum luas. Obat-obat ini

juga berguna dalam melawan banyak organisme gram negatif. Kerja farmakologiknya

mirip aminoglikosida tetapi kurang toksik dibandingkan dengan aminoglikosida.12 Contoh kelompok obat ini adalah piperasilin dan tikarsilin yang diberikan melalui

suntikan.14

Penisilin merupakan antara golongan obat antimikroba yang paling toksisitas

(44)

kedua-duanya mempunyai cincin B-laktam.17 Antibiotik yang dianjurkan sebagai pilihan alternatif penisilin adalah :

Gambar 2. Antibiotik alternatif jika pasien alergi pada penisilin1

2. Sefalosporin

Sefalosporin hampir menyerupai penisilin secara struktural dan

farmakologis.15,18 Sefalosporin bersifat bakterisid terhadap sebagian besar jenis Stereptococcus dan Staphylococcus tetapi kurang efektif terhadap sebagian kokkus

gram negatif.18 Namun, sefalosporin memiliki kepekaan yang lebih rendah terhadap beta laktamase berbanding penisilin13. Diperkirakan pasien yang alergi terhadap penisilin bisa juga bereaksi terhadap sefalosporin karena mempunyai mekanisme

kerja serta farmakologi yang sama.2

Terdiri dari empat generasi. Tiap generasi memiliki desain dan mekanisme

antibiotik yang berbeda kegunaanya secara klinis.15 Generasi pertama sefalosporin memiliki aktivitas spektrum yang mencakup penisilin V untuk mikroba odontogenic.

Sefalosporin juga aktif terhadap sebagian besar strain S aureus berbanding penisilin

karena tidak rentan terhadap laktamase beta diproduksi oleh spesis ini. Generasi

kedua dan ketiga sefalosporin mempunyai spektrum yang lebih luas dan resistensi

yang kuat pada beta laktamase.16 Terakhir generasi keempat yaitu sangat resisten terhadap beta laktamase dan juga aktif sekali pada pseudomonas.13

Pasien alergi penisilin

Infeksi awal

Eritromisin Klindamisin

Infeksi kronis

(45)

Semua sefalosporin mempunyai spektrum aktivitas antimikroba yang sama

luas, meskipun obat-obat individual mempunyai aktivitas berbeda melawan mikroba

tertentu.22 Sefadroksil diberikan secara oral dan digunakan pada infeksi saluran kemih. Absorpsinya kurang cepat berbanding yang lain tetapi sefadroksil terabsorsi

dengan baik walaupun dengan asupan makanan.11 3. Antibiotik B-laktam yang lainnya

Meropenem adalah karbapenem, suatu struktur yang sama dengan penisilin,

tetapi sangat resisten terhadap B-laktamase. Meropenem mempunyai spektrum

aktivitas yang lebar, tetapi tidak aktif melawan beberapa strain Psedomonas dan

MRSA. Meropenem diberikan melalui suntikan intravena. 14 4. Vankomisin

Vankomisin adalah antibiotik bakterisidal yang tidak diabsorpsi secara oral.

Vankomisin bekerja dengan menghambat pembentukan peptidoglikan dan aktif

melawan sebagian besar organisme gram positif. Vankomisin intravena penting untuk

terapi pasien dengan septikemia dan endokarditis akibat strain Stafilokokus aureus

yang resisten metisilin.14

(46)

2.2.3.2 Kuinolon

Kuinolon adalah antibiotik yang efektif melawan mikroorganisme

staphylococcus aureus, P.aeruginosa dan S.pneumoniae.11` Fluorokuinolon adalah sintetik dan agen antibakterial yang mempunyai spektrum yang luas dengan

menghambat DNA girase, suatu enzim yang terlibat dalam replikasi, transkripsi DNA

mikroba.16 Kuinolon generasi awal (asam nalidiksat, asam oksolinat dan sinoksasin) tidak mencapai kadar antibakterial sistemik pada asupan per oral sehingga hanya

bermanfaat sebagai antiseptik saluran kemih. 9

Turunan terfluorisasi mereka (misalnya siproflksasin, norfloksasin dan

lain-lain) memiliki antibakteril yang lebih besar serta toksisitas yang lebih rendah serta

mencapai kadar yang bermanfaat secara klinis di dalam jaringan.9 Siprofloksasin mempunyai substituent 6-fluoro yang sangat memperkuat potensi antimikroba

melawan organisme gram negatif dan gram positif. Siprofloksasin diabsorpsi dengan

baik secara oral dan dapat diberikan secara intravena. Norfloksasin tidak mempunyai

aktivitas sistemik dan obat ini terkonsentrasi dalam urin.14

2.2.3.3 5-Nitroimidazol

Metronidazol merupakan suatu obat yang mempunyai efek pada toksin radikal

dalam mikroba anaerob. Toksin radikal ini menghancurkan DNA dan senyawa

penting lainnya yang ada, sehingga efek bakterisida lebih efektif melawan sebagian

organisme anaerob. Alasan ini, menjadikan metronidazol sangat berguna untuk

mengobati infeksi odontogenik dan periodontal yang parah di mana anaerob mampu

berkembang.19

Hal ini tidak dianjurkan sebagai monoterapi untuk infeksi oral, karena tidak

aktif melawan aerobik dan streptokokus fakultatif.19 Metronidazol diabsoprsi dengan baik secara oral dan dapat diberikan secara intravena. Efek samping meliputi

gangguan gastrointestinal. Tinidiazol mempunyai kerja yang sama dengan

metronidazol, tetapi mempunyai durasi kerja lebih panjang. Tiniazol berguna pada

(47)

2.2.3.4 Sulfonamida

Sulfonamida dahulu digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih tetapi

banyak strain E.coli yang resisten. Sulfadiazin misalnya diabsorpsi dengan baik

setelah pemberian secara oral. Efek samping paling sering adalah reaksi alergi dan

meliputi ruam kulit. Trimetoprim diabsorpsi dengan baik secara oral dan efektif pada

sebagian besar pasien dengan infeksi saluran kemih.14

Gambar 3. Obat antimikroba yang menghambat sintesis protein: amninoglikosida,tetrasiklin, makrolida dan kloramfenikol. 14

2.2.3.5 Makrolida

Makrolida digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh mikroba

gram-positif yang resisten terhadap penisilin atau tetrasiklin. Pada pasien yang alergi

terhadap penisilin dapat digunakan eritromisin sebagai obat alternatif. Antibiotik

makrolida meliputi eritromisin, klaritromisin dan azitromisin. 16 Makrolida memiliki spektrum antimikroba yang sama dengan benzilpenisilin yaitu spektrum sempit dan

biasanya diberikan secara oral. Namun, makrolida efektif melawan beberapa

organisme yang tidak umum dan diindikasikan spesifik pada Mycoplasma

(48)

1. Eritromisin

Eritromisin aktif terhadap sebagian mikroba aerob gram-positif dan aerob

gram negatif tetapi tidak efektif pada mikroba anaerob yang terdapat pada infeksi

gigi seperti bacteroides. Eritromisin biasanya bakteriostatik dan menyebabkan

gangguan sintesis protein. Eritromisin tidak efektif terhadap infeksi yang disebabkan

oleh mikroba anaerob obligat yang terlibat dalam beberapa infeksi gigi sehingga

eritromisin merupakan pilihan kedua obat antibiotik pada infeksi gigi anaerob setelah

penisilin. 1

2. Klaritromisin dan Azitromisin

Klaritromisin dan azitromisin merupakan azalida yang struktur kimianya

mirip eritromisin.Seperti eritromisin, kedua-keduanya aktif terhadap stafilokok dan

streptokok. Bakteri yang resisten terhadap eritromisin juga resisten terhadap

klaritromisin dan azitromisin.9

2.2.3.6 Linkosamida

Klindamisin dan linkomisin merupakan antibiotik linkosamida. Kedua

antibiotik ini menyerupai mekanisme kerja eritromisin yaitu spektrum antimikroba

dan lokasi reseptor ribosom tetapi memiliki struktur kimia yang berbeda. Klindamisin

aktif terhadap bacterocides dan bakteri anaerob lainnya. Obat-obat tersebut stabil

terhadap asam dan dapat diberikan secara per oral dan intravena.9 Namun, klindamisin diabsorpsi lebih baik daripada linkomisin melalui saluran gastrointestinal

dan kadar obat dalam serum dipertahankan lebih tinggi. 12

2.2.3.7 Aminoglikosida

Aminoglikosida tidak diabsorpsi secara oral dan harus diberikan melalui

suntikan. Aminoglikosida mempunyai indeks terapeutik yang sempit dan semuanya

berpotensi toksik. 14Yang termasuk antibiotik golongan ini adalah streptomisin, neomisin, kanamisin, amikasin, gentamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin dan

lain-lain. Aminoglikosida paling banyak digunakan untuk mengatasi bakteri gram

(49)

berkurang dengan ditemukannya sefalosporin dan kuinolon tetapi mereka tetap

digunakan dalam kombinasi.9

Gentamisin adalah aminoglikosida paling penting, penggunaan utamanya

pada terapi infeksi Gram negatif akut yang mengancam jiwa. Gentamisin bisa

mempunyai aksi antimikroba yang sinergis dengan penisilin dan vankomisin, dan

kombinasi dengan salah satu obat-obat ini digunakan pada terapi endorkaditis

streptokokus. Netilmisin dilaporkan kurang toksik dibandingkan gentamisin. Akan

tetapi neomisin pula terlalu toksik untuk penggunaan paraentral. 14

2.2.3.8 Tetrasiklin

Tetrasiklin biasanya diberikan secara oral, tetapi bisa diberikan melalui

suntikan. Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas, tetapi terdapat obat-obat

yang lebih cocok untuk sebagian besar infeksi Akan tetapi, tetrasiklin merupakan

obat pilihan untuk mengobati beberapa infeksi yang disebabkan oleh organisme

intraselular karena tetrasiklin menembus makrofag dengan baik misalnya

Chlamydia.14

2.2.3.9 Antibiotik lain

Kloramfenikol diberikan secara oral atau melalui suntikan intravena.

Kloramfenikol efektif melawan spektrum organisme yang luas. Namun antibiotik ini

mempunyai efek samping yang serius termasuk aplasia sumsum tulang.

Streptogramin yaitu quinupristin dan dalfopristin merupakan peptida siklik dan

bekerja mirip dengan makrolida. Obat ini diberikan secara kombinasi karena kurang

efektif bila diberikan secara individual. Obat ini diberikan melalui intravena dan

efektif melawan organisme gram positif. 14

2.2.4 Penggunaan antibiotik di bidang kedokteran gigi

Dokter gigi meresepkan obat untuk infeksi terutama yang melibatkan

orofasial. Karena sebagian besar infeksi orofasial manusia berasal dari infeksi

(50)

praktek dokter gigi.11,20 Dalam kedokteran gigi, hanya beberapa jenis antibiotik yang biasa digunakan diantaranya amoksisilin, klindamisin, eritromisin, siprofloksasin,

metronidazol, sefalosporin dan lain-lain.1

Infeksi orofasial seringkali didominasi oleh bakteri anerob dan terdapat juga

berbagai mikroorganisme yang lain.11 Pengobatan yang melibatkan oral, antibiotik diresepkan dengan tujuan tertentu. Antaranya adalah sebagai pengobatan untuk

infeksi odontogenik dan juga antibiotik profilaksis melawan infeksi fokal

(endorkaditis) maupun lokal serta penyakit sistemik dalam pembedahan melibatkan

oral.3

Tabel 1. Antibiotik yang digunakan di kedokteran gigi.1

Infeksi Jenis antibiotik Penyakit periodontal

• Abses periodontal  Amoksisilin

 Penisilin V

• Tidak indikasi antibiotik, klindamisin jika perlu

Generalised aggressive atau Periodontitis agresif

(51)

 Doksisiklin  Tetrasiklin  klindamisin

Infeksi oral

• Infeksi jaringan lunak (abses, selulitis fasial,

Infeksi campuran yang tidak sensitif terhadap penisilin • Infeksi akibat mikroba

aerob

invasi bakteri dan perluasan proses infeksi kearah periapikal. Terjadinya peradangan

yang terlokalisir (osteitis periapikal kronis) atau abses periapikal akut, tergantung dari

virulensi bakteri dan efektivitas pertahanan hospes. Kerusakan pada ligamentum

periodontium memberikan kemungkinan masuknya bakteri dan akhirnya terjadi abses

(52)

mukosa yang menutupi sebagian gigi mengakibatkan terkumpulnya bakteri sehingga

menyebabkan abses perikoronal.18

2.2.4.2 Antibiotik profilaksis

Profilaksis adalah suatu bentuk pencegahan. Antibiotik profilaksis digunakan

untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri dan bukannya merawat infeksi yang sudah

terjadi. Terdapat dua kategori pasien yang memerlukan antibiotik profilaksis yaitu:

(1) untuk mencegah bakteri lokal minor yang menyebabkan infeksi serius misalnya

immunokompromis, (2) untuk mencegah komplikasi septik lokal misalnya prosedur

ekstraksi gigi molar tiga.21 Antibiotik diberikan untuk mencegah proliferasi bakteri dan penyebaran dari luka pembedahan. 3

Pada kasus rongga mulut, antibiotik di indikasikan untuk pasien sehat hanya

pada ekstraksi gigi impaksi, pembedahan periapikal, pembedahan tulang,

pembedahan implan, bone graft dan pembedahan berkaitan tumor. Untuk kasus yang

melibatkan pasien dengan penyakit sistemik, antibiotik harus diberi sebelum

melakukan sebarang perawatan. Namun, kegunaan antibiotik pada perawatan

endodontik hanya pada pasien yang menunjukkan tanda infeksi lokal, malaise dan

demam.3

Tabel 2. Antibiotik profilaksis sebelum prosedur perawatan gigi berisiko.11

Antibiotik dewasa Anak-anak

(53)

2.2.5 Dosis antibiotik

Jumlah atau takaran obat yang diberikan kepada pasien dalam satuan berat,

isi(volume) atau unit. Kecuali bila dinyatakan lain yang dimaksud dengan dosis ialah

jumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada pasien.22 Faktor yang mempengaruhi pemberian obat antaranya adalah berat badan pasien yaitu gemuk atau

kurus dan usia pasien terdiri anak-anak, dewasa dan geriatrik. Meningkatnya

kerentanan terhadap aktivitas farmakologik atau toksik obat pada pasien yang berusia

sangat muda atau sangat tua dibandingkan dengan dewasa muda Hal ini karena

dengan patofisiologis tubuh yaitu fungsi atau keadaan tubuh pasien menurun.15,22 Beberapa hal yang penting diperhatikan ialah :

 Dosis yang diberikan harus cukup tinggi untuk menghindarkan terjadinya seleksi mutan yang resisten

 Bila tidak ada indikasi untuk memberi antibiotik kombinasi, selalu harus diupayakan untuk memberi kombinasi tunggal

 Upayakan memberi antibiotik sesingkat mungkin (tidak lebih 7hari) kecuali beberapa infeksi yang membutuhkan waktu lama misalnya

endokarditis. 2

Tabel 3. Rekomendasi dosis sebagian antibiotik.11 Antibiotik Dosis

B-laktam

Penisilin V Dewasa: 250-500mg/6jam (<12tahun)anak-anak

250-500mg/6 jam

Amoksisilin Dewasa: 250-500mg/8jam anak-anak

(<20kg)20-40mg/kg per8 jam atau6.7-13.3 mg/kg setiap 8jam

Amoksisilin-klavulanat Dewasa: 250-500mg/8jam anak-anak 25-40mg/kg/8

jam atau 6.6-13.3 mg/kg setiap 8 jam.

Diklosasilin Dewasa: 125-500mg/6jam anak-anak (<20kg)

(54)

Sefalezin Dewasa: 125-1000mg/6jam anak-anak

25-100mg/kg/hari dalam 4 kali dosis per hari

Sefradin Dewasa: 250-1000mg/6jam anak-anak

25-100mg/kg/hari dalam 2 atau 4 kali dosis per hari

Makrolida

Eritromisin Dewasa: 250-500mg/6 jam anak-anak 30-50mg/6

jam

Azitromisin Dewasa: 500mg/12 jam anak-anak 5-12mg/kg/hari

Klaritromisin Dewasa: 250-500mg/12 jam anak-anak 7.5mg/kg 2

Kali sehari

Antibiotik lain-lain

Klindamisin Dewasa: 150-450mg/6jam anak-anak 8-20

mg/kg/hari/3-4 dosis

Metronidazol Dewasa: 250-750mg/8 jam, tidak melebihi 4g dalam

sehari

Siproflosaksin Dewasa: 250-500mg/12jam anak-anak 25mg/kg/hari

dalam12 jam

Dosisiklin Dewasa: 200 mg hari pertama(100 mg/12 jam)

anak-anak 4.4mg/per hari/2 kali

2.2.6 Penggunaan dan pemilihan antibiotik 1. Indikasi

Untuk memutuskan perlu tidaknya pemberian antibiotik pada suatu infeksi,

perlu diperhatikan gejala klinik, jenis dan patogenisitas mikrobanya, serta

kesanggupan mekanisme daya tahan tubuh hospes. Karena antibiotik hanya

mempercepat penyembuhan penyakit infeksi, maka hanya diperlukan bila infeksi

berlangsung lebih dari beberapa hari dan menimbulkan akibat cukup berat dengan

(55)

2. Pemilihan antibiotik

Langkah berikutnya adalah memilih jenis antibiotik yang tepat, serta

menentukan dosis dan cara pemberiannya. Dalam memilih jenis antibiotik yang tepat

harus dipertimbangkan faktor sensitivitas mikroba terhadap antibiotik, keadaan tubuh

pasien dan faktor biaya pengobatan.2

Gambar 4. biaya obat antibiotik dalam kedokteran gigi 1 Sangat mahal Augmentin

Seforozim

Sederhana Siprofloksasin Klindamisin

Murah Amoksisilin Sefaleksin Dosisiklin Eritromisin Metronidazol Penisilin V Tetrasiklin

(56)

2.4 Kerangka Teori

Antibiotik

Definisi Mekanisme Kerja dan

aktivitas

Klasifikasi Antibiotik

Dosis Antibiotik

Penggunaan Antibiotik

di Bidang Kedokteran

Gigi.

(57)

2.5 Kerangka Konsep

Penggunaan antibiotik

di bidang kedokteran

gigi.

 Jenis antibiotik yang digunakan.  Alasan memilih

antibiotik  Dosis antibiotik

yang di berikan

Pemberian antibiotik oleh

dokter gigi di praktek Kota

(58)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO infeksi adalah suatu keadaan dimana mikroba masuk ke dalam

tubuh manusia sehingga menyebabkan penyakit. Salah satu infeksi yang terjadi

merupakan infeksi gigi. Pada awalnya, infeksi gigi hanya meliputi gram-positif cocci

seperti S. viridians atau hemolitik streptococci, kemudian infeksi mulai melibatkan

gram positif dan gram negatif organisme anaerobik. Salah satu perawatan untuk

merawat infeksi adalah antibiotik. 1

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama zat yang

dapat menghambat mikroba jenis lain.2 Pemberian antibiotik kepada pasien infeksi gigi tergantung lokasi infeksi dan mikroba yang terlibat. Jika infeksi masih awal

maka organisme yang mungkin terlibat adalah gram-positif cocci.1 Dalam bidang kedokteran gigi, antibiotik diindikasikan untuk pengobatan infeksi odontogenik,

infeksi oral non-odontogenik, dan sebagai profilaksis melawan infeksi secara fokal

dan lokal.3

Pada survei yang dilakukan oleh M.Jayadev, P Karunakar, B Vishwanath,

Chinmayi dkk pada tahun 2014 di Hyderabad, India untuk perawatan pulpa dan

patologi periapikal mendapatkan hasil bahwa amosiksilin merupakan pilihan pertama

pada pasien bukan alergi dan bagi pasien alergi golongan penisilin adalah

eritromisin.4 Berdasarkan penelitian oleh Azhar Iqbal pada tahun 2015 menunjukkan jenis antibiotik yang telah diresepkan oleh dokter gigi untuk perawatan endodontik. 5

Obat yang paling diresepkan oleh dokter gigi adalah kombinasi amoksisilin

bersama asam klavulanat yaitu 45,2%, amoksisilin 33,7% dan amoksisilin kombinasi

dengan metronidazol sebanyak 15%. Kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat

dianggap sebagai kombinasi pilihan terbaik untuk infeksi odontogenik karena

kombinasi ini memiliki spektrum antibiotik yang luas dan insiden resistensi mikroba

Gambar

Gambar 6. Distribusi kasus dalam pemberian antibiotik.
Tabel 5. Alasan dokter gigi dalam memilih jenis antibiotik
Tabel 6. Distribusi frekuensi dosis yang sering diberikan kepada pasien.
Gambar 8. Distribusi frekuensi jenis antibiotik untuk kasus odontogenik.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian mengenai pemilihan bahan irigasi pada perawatan saluran akar yang dilakukan oleh dokter gigi umum di kota Medan dapat dilihat pada tabel- tabel di

Dari penelitian yang dilakukan pada praktek dokter gigi di Kota Medan didapatkan jumlah dokter gigi yang menggunakan bahan anestesi lokal yang dikombinasikan dengan anestesi

Bahan anestesi lokal merupakan salah satu bahan yang paling sering digunakan dalam kedokteran gigi, bahkan menjadi bahan yang mutlak digunakan dalam praktek dokter

• Memiliki mula kerja yang cepat. • Durasi kerja yang cukup panjang. • Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen. • Batas keamanan harus lebar, karena

- Keefektifan bahan anestesi lokal - Harga bahan anestesi lokal - Ketersediaan bahan anestesi lokal - Golongan bahan anestesi lokal - Menjawab lebih dari satu jawaban. 4)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena rahmat dan karunia- Nya serta segala kemudahan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu

Salin juga dapat digunakan dalam perawatan endodontik sebagai bahan irigasi. Dalam konsentrasi isotonik, salin tidak merusak

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pemilihan Bahan Irigasi Pada Perawatan Saluran Akar Yang Dilakukan Oleh Dokter Gigi Umum Di Kota