7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait pengaruh tarif pajak terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM pernah dilakukan oleh Oktaviani & Adellina, (2016) yang melakukan penelitian pada 80 UKM di Kota Semarang terkait Kepatuhan Wajib Pajak UKM untuk menguji dan menganalisis pengaruh pengetahuan pajak, kesadaran pajak, kualitas pelayanan fiskus, tarif pajak, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak UKM. Dalam penelitian ini diperoleh hasil yakni tarif pajak berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak UKM Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa tarif pajak relevan dengan teori atribusi eskternal dimana wajib pajak dituntut atau dipaksa untuk memenuhi aturan tersebut secara berkala dari waktu ke waktu. Namun hasil tersebut berbeda dengan penelitian Noviana et al., (2020) yang melakukan penelitian pada UMKM di Kabupaten Sampang dimana dibuktikan bahwa tarif pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM yang berarti bahwa meskipun pemerintah sudah menurunkan prosentase tarif pajak sebesar 0,5%
tetap tidak membawa dampak yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM.
Penelitian selanjutnya terkait pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM pernah diteliti oleh Pangesti & Yushita, (2019) memberikan hasil bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Klaten dengan meneliti 388 pelaku UMKM sektor perdagangan.
Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa hal yang paling menentukan dalam keberhasilan pemungutan pajak adalah kesediaan wajib pajak dalam membayar pajak . Apabila pelaku UMKM sadar akan kewajibannya sebagai wajib pajak , maka tingkat kesadaran dan kesediaan wajib pajak untuk membayar pajak semakin meningkat. Berbeda dengan penelitian Andayani et al., (2019) yang
melakukan penelitian pada UMKM di Jakarta diperoleh hasil bahwa kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa responden memiliki kesadaran akan kewajiban membayar pajak, tetapi hal tersebut tidak serta merta membuat mereka patuh membayar pajak. Hal tersebut dikarenakan pelayanan terhadap hak dan kewajiban wajib pajak kurang baik dimana responden belum merasakan secara langsung manfaat dari pemerintah untuk UMKM.
Sementara terkait penelitian terkait pengaruh omset penghasilan terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM pernah dilakukan penelitian oleh Yuliyanah et al., (2019) yang melakukan penelitian pada UMKM di Kota Tegal memberikan
hasil bahwa omset penghasilan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Yang artinya semakin tinggi penghasilan yang diperoleh wajib pajak UMKM maka semakin tinggi pula tingkat kepatuhannya dalam membayar pajak Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian Anggara & Sulistiyanti, (2018) yang membuktikan bahwa omset penghasilan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM yang artinya semkain tinggi tingkat penghasilan atau omset penghasilan wajib pajak UMKM belum tentu tingkat kepatuhan dalam membayar pajak semakin meningkat. Hal ini dimungkinkan karena semakin tinggi penghasilan yang diperoleh maka pajak yang dikenakan semakin tinggi pula sehingga wajib pajak merasa terbebani untuk membayar pajak tersebut.
B. Tinjauan Pustaka
1. Theory Of Planned Behaviour (TPB)
Fenomena Kepatuhan perpajakan cenderung mengacu pada Theory Of Planned Behaviour (TPB) dimana teori ini digagas oleh Ajzen, (1991) dan
teori ini telah banyak dipakai oleh beberapa peneliti terdahulu yang meneliti terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak UMKM. Theory Of Planned Behaviour (TPB) merupakan sebuah teori yang mempelajari perilaku manusia dimana perilaku manusia akan terbentuk apabila ada sebuah dorongan atau keyakinan untuk berperilaku dari individu itu sendiri. Menurut Ajzen, (1991) ada 3 faktor yang
mempengaruhi perilaku manusia yakni sikap perilaku (Behavioral Belief), norma subjektif (Subjective Norm/Normative Beliefs) dan kontrol perilaku (Control Belief).
Sikap perilaku (Behavioral Belief) yakni mengacu sejauh mana seseorang memiliki evaluasi atau penilaian terhadap apa yang disukai dan tidak disukai dari perilaku yang dilakukan yang dalam hal ini adalah kepatuhan. Adanya faktor sikap terhadap perilaku ini diasumsikan akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang untuk sadar pajak dalam rangka memenuhi atau mematuhi kewajiban perpajakannya. Ketika wajib pajak dapat menilai bahwa dengan perilaku patuh terhadap kewajiban perpajakan dapat memberikan kontribusi bagi negara maka wajib pajak tersebut dapat dikatakan sadar akan kewajiban perpajakannya. Z.A & Mayowan, (2016) dalam penelitiannya berasumsi bahwa faktor sikap perilaku ini juga dapat berpengaruh terhadap tarif pajak.
Sementara Norma Subjektif (Subjective Norm/Normative Belief) merupakan sebuah tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan dari perilaku yang dilakukan yang dalam hal ini adalah kepatuhan. Wajib pajak pada akhirnya akan terpengaruh dengan orang- orang disekitarnya. Ketika orang-orang disekitarnya patuh dalam kewajiban perpajakannya, maka wajib pajak tersebut juga akan ikut patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya. Begitu pula sebaliknya.
Untuk faktor terakhir adalah Kontrol perilaku (Conrol Belief) yakni mengacu pada kemudahan atau kesulitan yang dirasakan seseorang dalam melakukan perilaku tersebut yang dalam hal ini adalah kepatuhan. Faktor ini biasanya sangat berkaitan dengan sanksi pajak.
Dalam teori Ajzen, (1991) dikatakan pula apabila seseorang memiliki sikap suka atas perilaku yang dilakukannya, memiliki norma subjektif dan memiliki kemudahan yang dirasakan dalam mengendalikan perilakunya, maka semakin kuat seseorang tersebut untuk melakukan perilaku yang dipertimbangkan karena sikap perilaku, norma subjektif dan kontrol
perilaku yang dirasakan seseorang cukup untuk menjelaskan sebuah niat untuk berperilaku.
2. Teori Atribusi (Attribution Theory)
Teori Atribusi adalah teori yang dikembangkan oleh beberapa peneliti seperti Weiner, (1972) dan (Kelley, 1980). Dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada teori atribusi yang dikembangkan oleh Kelley, (1980) dimana teori ini menjelaskan bagaimana kita memahami dan menilai perilaku yang dilakukan orang lain. Sama hal nya seperti Oktaviani &
Adellina, (2016) yang dalam penelitiannya dikatakan bahwa teori atribusi adalah proses pembentukan kesan yakni sebuah proses dimana seseorang menarik kesimpulan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Kelley, (1980) sehubungan dengan teori atribusi memberi kesimpulan bahwa seseorang yang memiliki status tinggi cenderung lebih kuat memiliki sikap patuh karena alasan internal atau patuh karena keinginan sendiri dibandingkan dengan seseorang yang memiliki status lebih rendah. Seseorang dengan status lebih rendah akan memiliki sikap patuh karena alasan eksternal atau terpaksa karena merasa terikat dengan sebuah peraturan.
Teori Atribusi ditimbulkan secara internal dan eksternal. Atribusi secara Internal mengasumsikan bahwa perilaku seseorang timbul oleh sifat-sifat diri atau karena adanya unsur psikologis. Sedangkan Atribusi secara Eksternal mengasumsikan bahwa perilaku seseorang dipengarhi oleh situasi dimana seseorang tersebut berada (Eko A. Meinarno, 2012).
3. Teori Kepatuhan (Compliance Theory)
Teori Kepatuhan merupakan teori yang menjelaskan suatu kondisi dimana seseorang taat dan patuh terhadap aturan yang diberikan atau ditetapkan. Teori ini menggambarkan kepatuhan wajib pajak dimana kepatuhan wajib pajak didasarkan ada perilaku kesadaran seorang wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya dengan tetap berlandaskan pada Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
4. Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan Nomor 28 tahun 2007 Pasal 1 tentang Sistem dan Tata Cara Perpajakan mendefinisikan pajak sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi maupun badan yang memiliki sifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
5. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan sebuah kegiatan usaha ekonomi produktif yang didirikan oleh perorangan maupun badan yang dapat memperluas lapangan pekerjaan dalam rangka membantu memangkas angka pengangguran serta memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, berperan dalam proses pemarataan dan peningkatan pendapatan negara. UMKM merupakan sektor riil ekonomi yang banyak memberikan kontribusi di sektor pajak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM , Usaha Mikro, Kecil, Menengah di definisikan sebagai berikut :
a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki hasil penjualan tahunan Rp 300 juta dan memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanahbangunan) paling banyak Rp 50 juta.
b. Usaha Kecil merupakan usaha ekonmi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan merupakan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki hasil penjualan antara Rp 300 juta sampai dengan Rp 2,5 miliar dengan kekayaan bersih antara Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta.
c. Usaha Menengah adalah usaha eonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar dengan penjualan tahunan mencapai Rp 2,5 miliar sampai dengan Rp 50 miliar dan memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 500 juta.
6. Persepsi Wajib Pajak
Persepsi adalah sebuh proses bagaimana individu menggambarkan dan menginterpretasikan atas apa yang telah diterima dari lingkungan luar.
Persepsi dapat menunjukkan kecenderungan arah sikap seseorang.
Semakin posistif persepsi seseorang atas suatu hal, maka sikap seseorang tersebut akan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat secara umum.
Sedangkan semakin negatif persepsi seseorang atas suatu hal, maka sikap seseorang tersebut sama sekali tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat pada umumnya. Dalam konteks perpajakan, dapat dikatakan bahwa persepsi wajib pajak adalah sebuah proses dimana seorang wajib pajak menanggapi atas apa yang mereka pahami dan mereka terima terkait dengan perpajakan. Salah satunya adalah peraturan pajak yang dikeluarkan pemerintah. Dalam hal ini akan dilihat bagiamana tanggapan dan pendapat seorang wajib pajak mengenai peraturan pajak terbaru yang telah dikeluarkan pemerintah.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018
Pada tanggal 1 Juli 2018 , pemerintah menerbitkan PP No.23 Tahun 2018 sebagai pengganti PP No.46 Tahun 2013 dimana dalam peraturan ini memberikan keringanan bagi pelaku UMKM dengan menurunkan tarif PPh Final menjadi 0,5% yang semula adalah 1% di dalam PP No.46 Tahun 2013. Menurut Sularsih, (2018) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dengan adanya PP No.23 Tahun 2018 ini diharapkan mampu menutupi beban atau biaya operasional yang harus ditanggung para pelaku UMKM, mampu menambah subjek pajak baru, membuat UMKM lebih sadar pajak, dan dengan adanya jangka waktu pemberlakuan masa terhadap tarif 0,5%
ini mampu memberikan waktu yang cukup bagi para pelaku UMKM untuk
mempersiapkan diri mempelajari dan memahami hak dan kewajiban wajib pajak secara umum sesuai peraturan perundang-undangan.
8. Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan sebuah prosentase yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan untuk dijadikan acuan dalam menghitung dan/atau menentukan jumlah pajak yang harus dibayar, disetor dan/atau dipungut oleh Wajib Pajak (Tawas et al., 2016). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2018 menetapkan tarif pajak sebesar 0,5% yang sebelumnya adalah 1%. Tarif pajak sesuai dengan teori atribusi eksternal dimana teori ini menyatakan bahwa perbuatan dilakukan karena adanya faktor tertentu seperti pengaruh dari orang lain yang membuat individu melakukan hal secara terpaksa. Sama seperti tarif pajak, dimana seorang wajib pajak dipaksa untuk membayar pajak sesuai dengan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan-peraturan yang ada.
9. Kesadaran Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KBBI), kesadaran adalah suatu keadaan mengetahui, mengerti, dan merasa. Melalui definisi tersebut dapat didefinisikan kesadaran wajib pajak adalah adanya sebuah dorongan dari dalam diri seorang wajib pajak dalam mengetahui, mengakui, menghargai, dan menaati peraturan yang tercantum dalam Undang- Undang Perpajakan yang berlaku. Masyarakat yang memiliki kesadaran dalam melaksanakan kewajiban perpajakan berarti bersedia membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan dan merasa tidak memiliki paksaan dari pihak lain (Pangesti & Yushita, 2019). Kesadaran ini sesuai dengan Theory of Planned Behaviour dimana teori ini menjelaskan bahwa adanya sikap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku merupakan dasar yang muncul dari dalam diri seseorang untuk berperilaku. Ketika seseorang bersikap suka atas perilaku yang dilakukan, tidak melakukan sebuah perilaku karena tekanan sosial, dan memiliki kemudahan dalam mengendalikan atau mengontrol perilakunya dimana perilaku yang dimaksud adalah patuh maka seseorang atau wajib
pajak tersebut dapat dikatakan sadar yang dalam hal ini adalah sadar akan kewajiban perpajakannya.
10. Omset Penghasilan
Menurut KBBI, Omset penghasilan adalah jumlah hasil penjualan barang dagangan tertentu selama masa menjual. Sedangkan menurut Anggara & Sulistiyanti, (2018), omset penghasilan adalah seluruh jumlah uang yang didapat dari hasil penjualan dalam jangka waktu tertentu namun belum dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Omset penghasilan ini sesuai dengan teori atribusi baik secara internal maupun eksternal. Sesuai dengan atribusi internal karena wajib pajak yang mengetahui bahwa omset penghasilan merupakan objek pajak dan wajib pajak harus membayar pajak sesuai omset penghasilan yang diterima, maka wajib pajak tersebut dengan keinginan sendiri atau secara sukarela akan patuh terhadap kewajiban perpajakan. Sementara terkait atribusi eksternal, wajib pajak yang merasa terikat dan dipaksa oleh aturan pajak akan cenderung memanipulasi omset penghasilan yang diterima, tidak melaporkan omset secara transparan dan tetap tidak patuh terhadap kewajiban perpajakan.
11. Kepatuhan Wajib Pajak
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah kepatuhan berarti tunduk dan taat kepada peraturan atau pada ajaran yang ditetapkan.
Aturan yang dimaksud disini adalah Undang-Undang Perpajakan. Jadi Kepatuhan Wajib pajak dapat dikatakan sebagai sebuah kondisi dimana seorang wajib pajak tunduk dan taat terhadap Peraturan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perpajakan dan bersedia memenuhi seluruh hak dan kewajiban perpajakannya. Hal ini sesuai dengan teori kepatuhan dimana kepatuhan wajib pajak didasarkan ada perilaku kesadaran seorang wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya dengan tetap berlandaskan pada Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
Patuh terhadap pajak merupakan suatu tindakan yang harus dilakukan oleh wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan menjadi wajib pajak yang patuh dalam membayar pajak dan mengerti akan
pentingnya pajak bagi pembangunan ekonomi nasional, pendapatan negara akan meningkat dan akan menstabilkan perekonomian negara.
C. Perumusan Hipotesis
1. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak atas Tarif Pajak PP No.23 Tahun 2018 Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM
Tarif pajak merupakan sebuah prosentase yang ditetapkan dalam Undang-Undang untuk digunakan sebagai acuan dalam menghitung dan menentukan jumlah pajak yang harus dibayarkan. persepsi wajib pajak adalah sebuah proses dimana seorang wajib pajak menanggapi atas apa yang mereka pahami dan mereka terima terkait dengan perpajakan. Tarif pajak UMKM yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2018 merupakan bentuk keringanan dari tarif sebelumnya yakni sebesar 0,5% dari omset. Semakin positif persepsi wajib pajak terhadap tarif pajak 0,5% yang diberlakukan, maka semakin besar kecenderungan sikap wajib pajak untuk semakin patuh terhadap kewajiban perpajakannya. Sementara apabila semakin negatif persepsi wajib pajak atas tarif pajak 0,5% yang diberlakukan, maka tidak menutup kemungkinan sikap wajib pajak akan cenderung tetap tidak patuh terhadap kewajiban perpajakannya. Pada penelitian Saputri & Wahidahwati, (2019) diketahui bahwa persepsi wajib pajak terkait tarif 0,5% yang diberlakukan dalam PP No.23 Tahun 2018 menghasilkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa dengan adanya tarif 0,5% dalam PP No.23 Tahun 2018 memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memnuhi kewajiban perpajakannya. Hasil serupa juga terdapat dalam penelitian Angesti et al., (2018) dimana dihasilkan bahwa persepsi wajib pajak UMKM atas pemberlakuan PP No.23 Tahun 2018 memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Dalam penelitian ini, dikatakan bahwa persepsi positif yang muncul dari dalam diri wajib pajak sesuai dengan theory of planned behaviour dimana persepsi positif muncul karena adanya sebuah
niat yang positif untuk berperilaku. .Berdasarkan uraian diatas maka peneliti dapat menarik sebuah hipotesis :
H1 : Persepsi Wajib Pajak atas Tarif Pajak PP No.23 Tahun 2018 Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
2. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM
Kesadaran Wajib Pajak adalah sebuah perilaku yang muncul dalam diri seseorang dimana ia menyadari bahwa dirinya adalah seorang wajib pajak yang mempunyai kewajiban untuk mengakui dan mentaati segala peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Dalam Theory of Planned Behaviour, dinyatakan bahwa perilaku manusia akan terbentuk apabila ada sebuah dorongan untuk berperilaku dari individu itu sendiri. Ketika seseorang bersikap suka atas perilaku yang dilakukan, tidak melakukan sebuah perilaku karena tekanan sosial, dan memiliki kemudahan dalam mengendalikan atau mengontrol perilakunya dimana perilaku yang dimaksud adalah patuh maka seseorang atau wajib pajak tersebut dapat dikatakan sadar yang dalam hal ini adalah sadar akan kewajiban perpajakannya. Seorang wajib pajak yang sadar pajak akan bersedia secara sukarela melapor, membayar, dan memenuhi segala kewajiban perpajakannya tanpa merasa dipaksa.Mahfud et al., (2017) dalam penelitiannya membuktikan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM yang berarti semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka semakin tinggi pula tingkat kepatuhannya. Dalam penelitian ini juga dijelaskan bahwa kesadaran wajib pajak secara tidak langsung ikut berpartisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Tak hanya itu, dibuktikan juga bahwa wajib pajak yang sadar pajak akan menerima bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan memiliki sifat yang dapat dipaksakan.
Sementara pada penelitian Pangesti & Yushita, (2019) dijelaskan bahwa
kesadaran wajib pajak merupakan sebuah itikad baik dari hati nurani seorang wajib pajak untuk memenuhi kewajiban membayar pajak. Peneliti juga memaparkan bahwa keberhasilan suatu pemungutan pajak dilihat dari seberapa tinggi tingkat kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Dari hasil uraian tersebut, maka peneliti dapat menarik sebuah hipotesis :
H2 : Kesadaran Wajib Pajak Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
3. Pengaruh Omset Penghasilan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM
Omset penghasilan merupakan jumlah penghasilan barang dagangan yang diperoleh selama masa menjual. Omset penghasilan termasuk dalam teori atribusi secara internal dimana wajib pajak mengetahui bahwa omset penghasilan merupakan objek pajak dan wajib pajak sadar harus membayar pajak sesuai dengan omset penghasilan yang diterima. Omset penghasilan akan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak ketika wajib pajak tersebut sadar bahwa omset yang mereka dapatkan memang tinggi sehingga pajak yang dikenakan juga akan tinggi . Sebaliknya, apabila wajib pajak masih merasa terbebani oleh pajak dan belum sadar pajak aka akan cenderung memanipulasi omset penghasilan agar pajak yang dikenakan tidak terlalu tinggi. Dalam penelitian Yuliyanah et al., (2019) didapatkan hasil bahwa omset penghasilan berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak. Dimana dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa semakin tinggi penghasilan yang diperoleh wajib pajak UMKM maka akan semakin tinggi pula tingkat kepatuhan dalam membayar pajak. Tak hanya itu, penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Arviana & Sadjiarto, (2014) dimana dikatakan bahwa omset penghasilan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Semakin baik omset penghasilan yang diterima, maka akan meningkatkan
kepatuhan wajib pajak secara nyata. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti dapat membuat sebuah hipotesis:
H3 : Omset Penghasilan Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
Gambar 2.1. Kerangka Pengembangan Hipotesis