• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

9 2.1. Pemasaran

Pemasaran (marketing) menurut Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler (2002: 22) adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang mengguntungkan organisasi dan pemilik sahamnya.

Menurut Stanton, pemasaran merupakan suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan baik pembeli yang ada maupun potensial (Swastha, 2007).

Sedangkan menurut Miftakh (2013), pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk berkembang dan mendapatkan keuntungan secara maksimal. Berhasil atau tidaknya dalam pencapaian tujuan tersebut tergantung pada keahlian perusahaan di bidang pemasarannya.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan pemasaran adalah kegiatan

usaha meliputi kerja penjual mencari pembeli, mengenali kebutuhan konsumen,

merancangkan produk yang akan dipasarkan dengan tepat, menentukan harga jual yang

layak, mempromosikan produk tersebut, dan mendistribusikan. Hal ini merupakan

kegiatan pokok dari pemasaran.

(2)

2.1.1. Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran (Kotler, 2002: 18). Bauran pemasaran terdiri dari Produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Perlu diperhatikan bahwa 4P merupakan strategi pemasaran dari penjual agar dapat mempengaruhi pembeli. Dari sudut pandang penjual, setiap strategi pemasaran direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan keuntungan kepada konsumen.

Tabel 2.1 Empat P (4P) untuk merespon Empat C (4C)

Empat P (4P) Empat C (4C)

Product (produk) Customer solution (solusi pelanggan) Price (harga) Customer cost (biaya pelanggan) Place (tempat) Convenience (kenyamanan) Promotion (promosi) Communication (komunikasi) Sumber: Kotler, 2002: 18

Perusahaan yang sukses dalam menjalankan bauran pemasaran adalah perusahaan yang dapat menjadi solusi bagi pelanggan dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan yang lebih baik dari pada yang dapat ditawarkan pesaing dan membangun hubungan yang berkelanjutan secara lebih menguntungkan dengan pelanggan.

2.1.2. Produk

Dalam definisi luas, produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan

kepada pasar untuk daya tarik, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang bisa

(3)

memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Produk tidak hanya meliputi objek-objek fisik tetapi juga jasa, acara, orang, tempat, organisasi, ide, atau campuran entitas-entitas ini (Astuti, 2013).

Masing-masing produk atau jasa yang ditawarkan kepada pelanggan dapat dipandang pada tiga tingkatan produk: (Kotler & Armstrong, 2008: 84):

1) Produk inti terdiri dari manfaat penyelesaian masalah inti yang dicari konsumen ketika mereka membeli sebuah produk

2) Produk aktual berada di sekitar inti dan meliputi tingkat kualitas, fitur, desain, nama merek, dan kemasan

3) Produk tambahan adalah produk aktual ditambah beragam jasa dan manfaat yang ditawarkan bersamanya, seperti jaminan, pengiriman gratis, instalasi, dan pemeliharaan Variabel kualitas produk juga dijadikan salah satu variabel bebas dalam penelitian ini karena konsumen dalam membeli suatu produk atau jasa juga akan memperhatikan kualitas dari produk atau jasa tersebut.

2.1.3. Kualitas Produk

Secara operasional, produk berkualitas adalah produk yang memenuhi harapan pelanggan. Produk harus memiliki tingkat kualitas tertentu karena produk dibuat untuk memenuhi selera konsumen atau memuaskan pemakainya. Beberapa istilah yang dianggap sebagai definisi kualitas misalnya keandalan, kelayakan pakai, pelayanan yang memuaskan, dan kemudahan pemeliharaannya.

Kualitas produk memiliki dua dimensi yaitu tingkat dan konsistensi. Dalam

pengembangan suatu produk, pemasar awalnya harus memilih tingkat kualitas

(4)

yang akan mendukung posisi produk di pasar sasaran. Pada tahap ini, tingkat kualitas produk berarti kemampuan produk dalam menjalankan fungsinya.

Selain tingkat kualitas, produk yang berkualitas berarti produk yang memiliki konsistensi kualitas yang tinggi. Disini, kualitas produk berarti kualitas kesesuaian (conformance quality) yaitu bebas dari kerusakan serta konsisten dalam memberikan tingkat kinerja yang ditargetkan. (Kotler dan Amstrong, 2001: 360).

Perusahaan yang memiliki produk yang berkualitas akan memenangkan persaingan dan bertumbuh dengan pesat. Perusahaan juga harus selalu melakukan inovasi-inovasi baru terhadap produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Kualitas produk yang tinggi dan dapat diterima oleh konsumen akan menjadi elemen utama dalam mempengaruhi konsumen untuk melakukan keputusan pembelian.

Agar dapat selalu menarik perhatian konsumen, penerapan strategi produk perlu untuk selalu diperhatikan oleh pihak perusahaan. Pada usaha ritel, strategi produk dapat diterapkan melalui:

1. Variasi

Dengan memberikan variasi terhadap produk sejenis yang saling menggantikan

satu sama lain, dapat memberikan suatu pilihan terhadap para konsumen. Dan

dengan melakukan suatu keputusan untuk memilih, konsumen tidak akan

terpaksa untuk melakukan suatu keputusan untuk membeli.

(5)

2. Keberagaman

Banyaknya jenis barang yang di tawarkan, akan mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Dengan keragaman produk yang disediakan, akan mampu menjaring pasar yang lebih luas lagi.

3. Ketersediaan Barang

Ketersediaan barang adalah suatu strategi yang sangat penting untuk dilakukan.

Karena percuma suatu gerai yang menyediakan produk yang lengkap dan beragam, tetapi tidak memiliki cukup barang untuk dijual. Dengan ketersediaan barang yang terjaga, akan mampu membuat konsumen untuk melakukan keputusan untuk membeli dan juga dapat membuat konsumen untuk melakukan pembelian ulang.

2.1.3.1. Kualitas Keramik

Kualitas keramik yang baik adalah keramik yang rapat, maka semakin kecil air yang dapat diserap oleh keramik. Semakin tinggi temperatur pembakaran, maka semakin rapat keramik yang dihasilkan.

Kemampuan keramik dalam menyerap air harus diperhitungkan untuk menentukan fungsi keramik akan diaplikasikan di mana. Berikut kemampuan keramik dalam menyerap air:

1. Keramik yang menyerap air lebih dari 7% untuk penggunaan di dalam ruangan dan tidak tahan dengan perubahan cuaca.

2. Keramik yang menyerap air antara 3-7% untuk penggunaan di dalam

ruangan dan lebih tahan terhadap perubahan cuaca.

(6)

3. Keramik yang menyerap air antara 0,5-3% dapat digunakan di dalam maupun luar rungan namun tidak tahan terhadap terik matahari dan hujan secara langsung.

4. Keramik yang menyerap air kurang dari 0,5 % merupakan jenis yang paling tahan terhadap terpaan sinar matahari dan hujan secara langsung. Sangat cocok untuk aplikasi eksterior

Dalam menentukan kualitas warna dan ukuran keramik, di Indonesia dikenal dengan istilah KW1, KW2, KW3:

1. KW1 adalah keramik dengan kualitas terbaik. Sudut keramik berbentuk siku dengan perbedaan ukuran antar keramik kurang dari 1mm sehingga saat diaplikasikan lantai keramik terlihat sangat rapi.

Untuk ukuran warna, semuanya hampir sama persis, namun Anda harus tetap mengecek kode produksi di dalam box karena kode produksi yang berbeda akan menghasilkan warna yang sedikit berbeda juga.

2. KW2 adalah keramik dengan kualitas di bawah KW1. Selisih ukuran keramik bisa sampai 2mm karena sisi keramik agak melengkung, namun dari warna biasanya seragam.

3. KW3 merupakan keramik dengan kualitas paling rendah yang dapat

dijual. Selisih ukuran dapat mencapai 3mm bahkan lebih. Sisi keramik

banyak yang menggembung, warna kadang berbeda sedikit. Bila Anda

memakai KW3, maka harus hati-hati dalam pengaplikasiannya.

(7)

Tahap inspeksi dalam proses produksi keramik secara otomatis merupakan tahap krusial yang dapat dilakukan perusahaan sebagai tindakan pencegahan dalam proses produksi. Tahap inspeksi dapat menjadi salah satu bagian untuk mendeteksi kualitas keramik apakah sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Diharapkan dengan adanya tahap inspeksi, perusahaan dapat mencapai target produki yang telah ditetapkan pada proses produksi keramik secara otomatis. Hal ini dapat meminimalkan keluhan konsumen terkait kualitas produk yang dihasilkan.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan kualitas produk adalah kemampuan produk untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan konsumen yang secara keunggulan produk sudah layak diperjualkan sesuai harapan dari pelanggan.

2.1.3.2. Dimensi dan indikator kualitas produk

Kualitas produk memiliki delapan dimensi (Tjiptono, 2001: 27), antara lain :

a. Kinerja

Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini manfaat atau khasiat produk yang kita beli. Biasanya ini jadi pertimbangan pertama kita dalam membeli produk. Indikator penelitian pada kualitas produk yaitu kuat/awet.

b. Fitur produk

Dimensi fitur merupakan karakteristik atau ciri- ciri tambahan yang

melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau

(8)

option bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur seringkali ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk bila pesaing tidak memiliki. Indikator penelitian pada kualitas produk yaitu keanekaragaman jenis produk.

c. Keandalan

Dimensi keandalan adalah peluang suatu produk bebas dari kegagalan saat menjalankan fungsinya. Indikator penelitian pada kualitas produk yaitu kuat/awet.

d. Kesesuaian dengan spesifikasi

Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam “janji” yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai dengan standarnya. Indikator penelitian pada kualitas produk yaitu bahan berkualitas tinggi.

e. Daya tahan

Daya tahan menunjukan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu semakin awet, produk yang awet akan dipersepsikan lebih berkualitas disbanding produk yang cepat habis atau cepat diganti. Indikator penelitian pada kualitas produk yaitu jangka waktu pemakaian keramik.

f. Kemampuan diperbaiki

(9)

Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar kemampuan diperbaiki : mudah, cepat, kompeten. Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang tidak atau sulit diperbaiki. Indikator penelitian pada kualitas produk yaitu layanan yang memuaskan.

g. Keindahan

Keindahan menyangkut tampilan produk yang bisa membuat konsumen suka. Ini sering kali dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya. Beberapa produk diperbaharui “wajahnya” supaya lebih cantik di mata konsumen. Indikator penelitian pada kualitas produk yaitu keanekaragaman jenis produk keramik.

h. Kualitas yang dipersepsikan

Ini menyangkut penilaian konsumen terhadap citra, merek atau iklan.

Produk- produk yang bermerek terkenal biasanya dipersepsikan lebih berkualitas dibanding dengan merek- merek yang tidak didengar.

Indikator penelitian pada kualitas produk yaitu bahan berkualitas tinggi.

2.1.4. Harga

Menurut Swasta (2001), harga merupakan sejumlah uang (ditambah beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya.

Harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa,

atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena

(10)

memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut (Kotler & Amstrong, 2001:

439).

Menurut Tjiptono (2001: 59), harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Perusahaan haruslah mempertimbangkan banyak faktor dalam menyusun kebijakan menetapkan harga yaitu (Kotler, 1997: 125):

a. Perusahaan dengan cepat membuat sasaran pemasaran apakah bertahan, mengambil keuntungan sekarang yang maksimum, atau yang lainnya.

b. Menentukan permintaan.

c. Memperkirakan biaya.

d. Menganalisis penawaran harga para pesaing.

e. Memilih metode apa yang digunakan.

f. Memilih harga akhir.

2.1.5. Psikologi Konsumen terhadap Penetapan Harga

Mengetahui bagaimana konsumen mengendalikan persepsi harga mereka merupakan prioritas penting pemasaran dimana terdapat 3 kunci topik yaitu (Kotler dan Keller, 2012: 387):

Reference prices

Meskipun konsumen memiliki pengetahuan yang baik terkait kisaran harga,

secara mengejutkan beberapa konsumen dapat secara saksama mencari tahu

kembali harga yang spesifik. Ketika produk diuji, konsumen sering

menggunakan referensi harga dimana membandingkan harga yang diobservasi

(11)

dengan referensi harga internal yang diingat atau referensi dari eksternal seperti harga yang biasa ditawarkan secara eceran. Referensi harga yang biasa digunakan meliputi fair price (apa yang konsumen rasakan pada produk yang biayanya harus dia keluarkan), harga secara tipikal, harga terakhir yang dibayar, harga paket lebih tinggi, harga paket lebih rendah, harga pesaing sebelumnya, harga masa depan yang diharapkan, potongan harga secara biasanya.

Price-quality inferences

Banyak konsumen menggunakan harga sebagai indikator kualitas. Gambaran harga secara khusus efektif dengan produk yang sensitive terhadap ego seseorang seperti parfum, mobil berharga mahal, dan busana dari perancang.

Beberapa produk mengadopsi konsep eksklusif untuk menandakan keunikan dan harga premium. Barang-barang mewah sering menampilkan eksklusifitas di dalam pesan komunikasi mereka.

Price endings

Banyak penjual percaya bahwa harga seharusnya berakhir pada angka akhir atau pembulatan angka. Pengkodean harga dalam hal ini penting jika harga mempengaruhi mental dan pikiran konsumen. Penjelasan lain untuk angka “9”

di belakang mengisyaratkan diskon atau tawar menawar, jadi jika perusahaan menginginkan gambaran harga yang tinggi, hal itu seharusnya mencegah taktik odd-ending.

Odd Endings

Banyak penjual yakin harga harus berakhir dengan angka ganjil. Pelanggan

melihat barang dengan $299 brada dalam kisaran $200 dan bukan $300.

(12)

Pengkodean harga ini memperlihatkan kecenderungan konsumen memproses harga bukan dengan pembulatan yang lebih tinggi.

Full price model dalam ekonomi menjelaskan bahwa harga monetar tidak hanya diberikan konsumen untuk memperoleh suatu produk. Biaya waktu, biaya mencari, dan berbagai biaya yang secara eksplisit maupun implisit berdasarkan persepsi konsumen untuk dikorbankan. Jika konsumen tidak dapat menemukan produk yang diinginkan sendiri, atau mereka harus berpergian untuk mendapatkan produk tersebut, maka pengorbanan sudah dilakukan (Zeithaml, 1988).

2.1.5.1. Tujuan Penetapan Harga

Menurut Fandy Tjiptono (1997: 95), pada dasarnya ada empat jenis tujuan penetapan harga, yaitu:

1. Tujuan berorientasi pada laba

Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi.

Tujuan ini dikenal dengan istilah maksimalisasi laba.

2. Skala ekonomis yang tersedia bagi suatu perusahaan

Bila skala ekonomis yang diperoleh dari operasi perusahaan cukup besar, maka perusahaan yang bersangkutan perlu merencanakan peningkatan pangsa pasar dan harus memperhitungkan harapan atas penurunan biaya dalam menentukan harga jangka panjangnya.

3. Struktur biaya perusahaan dibandingkan pesaingnya

(13)

Bila sebuah perusahaan memiliki struktur biaya yang lebih rendah daripada para pesaingnya, maka ia akan memperoleh laba tambahan dengan mempertahankan harga pada tingkat kompetitif.

4. Organisasi

Manajemen perlu memutuskan siapa dalam organisasi yang harus menetapkan harga.

2.1.6. Persepsi harga

Persepsi konsumen terhadap suatu harga dapat mempengaruhi keputusannya dalam membeli suatu produk. Oleh karena itu setiap produsen akan berusaha memberikan persepsi yang baik terhadap produk atau jasa yang mereka jual. Kotler (2012: 18) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi harga, yaitu :

1) Perhatikan Selektif

Orang-orang mungkin lebih memperhatikan stimulasi yang berhubungan dengan kebutuhan saat ini, stimulasi yang kalau diantisipasi serta stimulasi yang besar dalam kaitannya dengan ukuran normal.

2) Distorsi Selektif

Menjelaskan kecenderungan orang untuk mengolah informasi menjadi suatu pengertian pribadi.

3) Ingatan Selektif

Orang-orang akan melupakan kebanyakan dari hal, yang mereka pelajari dan

cenderung mempertahankan informasi yang mendukung pendirian dan

kepercayaan mereka. Persepsi harga merupakan kecenderungan konsumen

(14)

untuk menggunakan harga dalam memberi penilaian tentang kesesuaian manfaat produk. Penilaian terhadap harga pada suatu manfaat produk dikatakan mahal, murah atau sedang dari masing-masing individu tidaklah sama, karena tergantung dari persepsi individu yang dilatarbelakangi oleh lingkungan dan kondisi individu itu sendiri.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan persepsi harga merupakan sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Pada dasarnya konsumen dalam menilai harga suatu produk tidak tergantung hanya dari nilai nominal harga saja namun dari persepsi mereka pada harga. Perusahaan harus menetapkan harga secara tepat agar dapat sukses dalam memasarkan barang atau jasa.

2.1.6.1. Dimensi dan indikator persepsi harga

Menurut penelitian Lembang, 2010 diperoleh dimensi-dimensi persepsi harga sebagai berikut:

1. Kesesuaian harga dengan daya beli konsumen

Jika harga yang ditetapkan oleh perusahaan tepat dan sesuai dengan daya beli konsumen, maka pemilihan suatu produk tertentu akan dijatuhkan pada produk tersebut. Maka semakin tepat strategi penetapan harga yang diterapkan, maka akan semakin meningkat pula tingkat pembelian dari para konsumennya. Indikator penelitian pada persepsi harga yaitu harga terjangkau daya beli konsumen.

2. Kesesuaian harga terhadap kualitas produk

(15)

Konsumen cenderungmengasosiasikan harga dengan tingkat kualitas produk. Harga merupakan pernyataan nilai dari suatu produk. Nilai adalah rasio atau perbandingan antara persepsi terhadap manfaat dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk.

Indikator penelitian pada persepsi harga yaitu harga sesuai manfaat yang diperoleh.

3. Adanya nilai tambah pada produk

Konsumen memilih suatu produk tersebut karena benar-benar ingin merasakan nilai dan manfaat dari produk tersebut. Nilai tambah yang ditawarkan, akan meningkatkan keinginan pembeli untuk membeli suatu produk. Indikator penelitian pada persepsi harga yaitu adanya nilai tambah produk yang ditawarkan.

4. Harga yang bersaing

Harga bersifat fleksibel, artinya dapat disesuaikan dengan cepat. Harga adalah elemen yang paling mudah diubah dan diadaptasikan dengan dinamika pasar. Kondisi persaingan sangat mempengaruhi kebijaksanaan penentuan harga perusahaan atau penjual. Oleh karena itu, penjual perlu mengetahui reaksi persaingan yang terjadi di pasar serta sumber- sumber penyebabnya. Indikator penelitian pada persepsi harga yaitu harga bersaing dengan merek lain. Adapun sumber- sumber persaingan yang ada dapat berasal dari :

a. Barang sejenis yang dihasilkan dari perusahaan lain.

b. Barang pengganti atau substitusi.

(16)

c. Barang- barang lain yang dibuat oleh eperusahaan lain yang sama-sama menginginkan uang konsumen.

5. Harga yang terjangkau

Penilaian terhadap harga suatu produk dikatakan mahal, murah atau biasa saja dari setiap individu tidaklah harus sama, karena tergantung dari persepsi individu yang dilatarbelakangi oleh lingkungan kehidupan dan kondisi individu. Indikator penelitian pada persepsi harga yaitu harga yang terjangkau.

2.2. Perilaku konsumen

Perilaku konsumen merupakan unsur penting dalam kegiatan pemasaran suatu produk yang perlu diketahui oleh perusahaan, karena perusahaan pada dasarnya tidak mengetahui mengenai apa yang ada dalam pikiran seorang konsumen pada waktu sebelum, sedang, dan setelah melakukan pembelian produk tersebut. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (Mayasari, 2012).

Menurut Swasta (2000) perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai

kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan

mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan

keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Menurut (Kotler

dan Amstrong, 2008: 183). Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu,

kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang,

jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.

(17)

Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan serta menggunakan barang dan jasa. Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam pembelian mereka. Proses tersebut merupakan sebuah pendekatan masalah pada kegiatan manusia untuk membeli suatu barang dan jasa dalam memenuhi kegiatan dan kebutuhannya. Proses pengambilan keputusan untuk membeli sama untuk setiap orang, hanya seluruh proses tersebut tidak selalu dilaksanakan oleh konsumen. Pendekatan proses dalam analisa perilaku konsumen dibutuhkan oleh perusahaan yang beroperasi di masyarakat untuk menginterpretasikan permintaan konsumen.

2.2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen

Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembeli mulai dari adanya rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian pembeli. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen (Kotler, 2000: 183):

a. Faktor Budaya

Kebudayaan adalah simbol dan fakta yang kompleks, yang diciptakan oleh manusia, diturunkan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat yang ada.

b. Faktor Sosial

Faktor sosial adalah faktor yang berhubungan dengan interaksi konsumen dengan

sesama. Faktor ini meliputi: (1) kelompok acuan, misalnya teman, keluarga dan

rekan kerja; (2) keluarga, misal dominasi suami, dominasi istri, dominasi

(18)

suami-istri, dan dominasi anak-anak; dan (3) peran dan status sosial, misalnya seorang wanita dirumah berperan sebagai ibu rumah tangga yang baik dan dikampus sebagai dosen yang bijaksana.

c. Faktor Pribadi

Faktor pribadi adalah segala karakteristik yang melekat pada diri konsumen.

Karakteristik pribadi seorang konsumen antara lain umur dan siklus hidup, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri.

d. Faktor Psikologi

Faktor psikologis adalah faktor yang berasal dari proses intern individu dan sangat berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Faktor ini terdiri dari: motivasi, persepsi, pembelajaran dan sikap.

2.2.2. Keputusan pembelian

Keputusan pembelian adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen benar-benar akan membeli. Kotler dan Amstrong (2001:

226). Pengambilan keputusan konsumen pada dasarnya merupakan proses pemecahan masalah-masalah. Keputusan pembelian merupakan suatu bagian pokok dalam perilaku konsumen yang mengarah kepada pembelian produk dan jasa.

Dalam membuat sebuah keputusan pembelian, konsumen tidak terlepas dari

faktor-faktor yang mempengaruhi dan memotivasi konsumen untuk mengadakan

pembelian. Dari faktor-faktor inilah konsumen akan melakukan penilaian terhadap

berbagai alternatif terhadap berbagai alternatif pilihan dan memilih salah satu atau

lebih alternatif yang diperlukan berdasarkan pertimbangan - pertimbangan tertentu

(Kotler dan Amstrong, 2001: 226).

(19)

Proses keputusan pembelian konsumen yang dikemukakan Kotler (2002:

204) terdiri dari lima tahap yang dilakukan oleh seorang konsumen sebelum sampai pada keputusan pembelian dan selanjutnya pasca pembelian. Hal ini menunjukkan bahwa proses membeli yang dilakukan oleh konsumen dimulai jauh sebelum tindakan membeli dilakukan serta mempunyai konsekuensi setelah pembelian tersebut dilakukan. Model lima tahap proses pembelian tersebut menjelaskan bahwa konsumen harus melalui lima tahap dalam proses pembelian sebuah produk. Namun hal ini tidak berlaku, terutama atas pembelian dengan keterlibatan yang rendah.

Berikut tahapan-tahapan proses pembelian:

Gambar 2.1 Model lima tahap proses pembelian

Sumber: Buku Manajemen Pemasaran, jilid 2 Philip Kotler, 2002: 204 Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengenalan Masalah

Pada tahap ini konsumen menyadari adanya kebutuhan akan adanya suatu barang atau jasa. Kebutuhan yang timbul ini dapat dipicu oleh adanya rangsangan dari dalam atau dari luar yang akan menimbulkan minat beli serta menggerakkan konsumen untuk melakukan pembelian.

2. Pencarian Informasi

Setelah konsumen merasakan adanya kebutuhan dan minat belinya

timbul, maka dia akan berusaha untuk mencari informasi lebih lanjut.

(20)

Ada beberapa sumber pokok yang akan diperhatikan konsumen dan mempunyai peranan yang cukup penting dalam keputusan pembelian.

Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok (Kotler, 2002: 205), yaitu:

a. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan.

b. Sumber komersial : iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko.

c. Sumber publik : media massa, organisasi penentu peringkat konsumen

d. Sumber pengalaman : penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk.

3. Evaluasi Alternatif

Sebagai hasil dari pengumpulan informasi, konsumen dapat mengetahui merek-merek yang ada di dalam suatu kategori produk beserta karakteristiknya. Dengan adanya pengetahuan akan keuntungan dan kerugian dari semua alternatif merek, maka dia akan melakukan evaluasi akan merek-merek tersebut. Dalam melakukan penilaian ini, ada beberapa proses yang mendasarinya, namun yang paling umum adalah proses orientasi kognitif, yaitu dimana seorang konsumen dalam melakukan keputusan pembelian akan suatu produk didasarkan pada pertimbangan yang logis dan rasional.

4. Keputusan Pembelian

(21)

Dalam tahap penilaian alternatif, konsumen telah menentukan pilihan yang terbaik di antara beberapa merek produk yang telah dikumpulkan. Di samping konsumen telah memiliki keputusan dan kecendrungan atas suatu produk secara mandiri, ada dua faktor yang turut menentukan pembentukan keputusan konsumen, yaitu sikap orang lain serta faktor situasional yang tidak terduga. Selanjutnya konsumen tersebut melakukan proses pengambilan keputusan konsumen yang paling penting yaitu pembelian.

5. Perilaku Pasca Pembelian

Pada tahap ini, seorang konsumen akan menemukan apakah produk yang dia beli memuaskan atau tidak serta apakah produk itu sesuai dengan harapannya atau tidak. Pada tahap ini meliputi kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian.

Keterlibatan merupakan variabel penting dalam mempelajari kebiasaan konsumen. Dalam psikologi, keterlibatan terkait dengan kondisi kognitif dimana dapat didorong oleh dua aspek yaitu kepentingan dan penyertaan pribadi.

Keterkaitan konsumen dapat meningkatkan tendensi pembelian konsumen dan

kebiasaan konsumen. Nilai berdasarkan kepuasan merupakan salah satu faktor

signifikan dalam keputusan pembelian dan hal itu memiliki hubungan yang dekat

dengan kepemilikan dan kepentingan terkait produk. Selain itu, pemasar harus

memiliki pengenalan lebih baik terhadap emosi, ketertarikan dan kepuasan

berdasarkan kebutuhan konsumen. Dengan menggunakan iklan yang menarik dapat

(22)

memunculkan emosi dan ketertarikan konsumen pada suatu produk. (Choubtarash dan Mahdieh, 2013)

2.2.3. Dimensi dan indikator keputusan pembelian

Proses keputusan pembelian konsumen yang dikemukakan Kotler (2002:

204) terdiri dari lima tahap terdiri dari (1) pengenalan masalah, (2) pencarian informasi, (3) evaluasi alternatif, (4) perilaku pembelian dan (5) perilaku paska pembelian. Dari lima tahap keputusan pembelian di atas, indikator penelitian pada keputusan pembelian yaitu (1) kebutuhan atas keramik, (2) media/akses informasi untuk keramik yang dibeli, (3) perbandingan kualitas atas merek keramik, (4) puas membeli produk keramik merek Picasso dan (5) membeli kembeli produk keramik merek Picasso.

2.3. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. H

1

: Kualitas produk memiliki pengaruh terhadap persepsi harga 2. H

2

: Persepsi harga memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian 3. H

3

: Kualitas produk memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian

4. H

4

: Kualitas produk memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian melalui

persepsi harga

(23)

2.4. Kerangka pemikiran

Dalam penelitian ini dapat dibuat suatu kerangka pemikiran yang dapat menjadi landasan dalam penulisan ini, yang pada akhirnya akan dapat diketahui variable yang paling berpengaruh dominan dalam keputusan pembelian konsumen, maka kerangka pemikiran teoritis yang diajukan dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

H

3

H

1

H

2

H

4

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber: Olahan Penulis (2015)

PERSEPSI HARGA (Y)

KUALITAS PRODUK (X)

KEPUTUSAN

PEMBELIAN (Z)

Referensi

Dokumen terkait

Anggaran yuran keseluruhan program akademik KUIS dan juga anggaran jumlah pinjaman PTPTN (untuk Warganegara Malaysia sahaja) atau Tabung Tajaan Khas KUIS (TKK) dalam

Perbandingan metode Price Earning Ratio (PER), Free Cash Flow to Equity (FCFE) dan Free Cash Flow to Firm (FCFF) dilakukan untuk mengetahui metode mana yang

− Cengkeram dibuat sesuai dengan desain yang ada pada model kerja, yaitu menggunakan cengkeram half jackson pada gigi premolar satu kiri dan kanan rahang atas, premolar satu

Perubahan pada kontur gingiva berhubungan dengan peradangan gingiva atau gingivitis tetapi perubahan tersebut dapat juga terjadi pada kondisi

2016 Proceedings of the 1 st UGM International Conference on Tropical Agriculture (ICTA), 25-26 October, 2016. Yogyakarta, Indonesia 6 Sperm Quality of

Pembelajaran kolaboratif (saling belajar) merupakan suatu konsep yang mewujudkan kebijakan manajemen sekolah atau kebijakan guru dalam hal mengajar siswa. Tetapi caranya tidak

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar,

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan simpulan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar fisika siswa kelas X MIPA 6 SMAN 4 Singaraja melaluimodel