• Tidak ada hasil yang ditemukan

gingivitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "gingivitis"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gingiva

1. Pengertian Gingiva

Gingiva adalah jaringan yang mencakup bagian servikal gigi dan tulang alveolar terdiri dari lapisan luar yang tipis dari epitel dan inti yang mendasari jaringan ikat. fungsi gingiva adalah menyediakan segel jaringan di sekitar bagian leher gigi dan mencakup tulang alveolar. Anatomi dari gingiva dibagi menjadi 3 bidang anatomi marginal, attached dan area interdental (Nield, 2011).

2. Anatomi Gingiva

Gambar II. 1. Gingiva dari potongan melintang a. Margin Gingiva (Tepi Gingiva)

Marginal gingiva merupakan bagian tepi gingiva yang menyelimuti gigi seperti kerah pada baju. Pada 50% kasus, Lapisan ini terletak pada daerah koronal dari bagian gingiva yang lain, batas marginal gingiva dengan attached gingiva ditandai dengan adanya cerukan dangkal yang disebut free gingival groove.

(2)

Marginal gingiva umumnya memiliki lebar 1mm, membentuk dinding jaringan lunak dari sulkus gingiva. Sulkus Gingiva, adalah permukaan dalam gingiva yang menghadap ruang antar gigi. Marginal gingiva dapat dipisahkan dengan permukaan gigi dengan menggunakan probe periodontal.

Marginal ginggiva berbatasan dengan gingiva cekat oleh suatu indentasi (lekukan) yang dinamakan alur gusi bebas (free gingival groove). Alur gusi bebas berada pada level yang setentang dengan tepi apikal epitel penyatu, tetapi tidak berarti bahwa level-nya setentang dengan dasar sulkus gingiva. Alur gusi bebas hanya dijumpai pada 50% individu, dan ada atau tidaknya alur tersebut pada individu tidak dapat dikaitkan dengan terinflamasi atau tidaknya gingival (Newman, 2012).

b. Attached gingiva

Attached gingiva merupakan kelanjutan dari margin gingiva. Jaringan padat ini terikat kuat dengan periosteum tulang alveolar dibawahnya. Permukaan luar dari attached gingiva terus memanjang ke mukosa alveolar yang lebih kendur dan dapat digerakkan, bagian tersebut disebut mucogingival junction.

Pada permukaan gingiva sehat terdapat (dimpled) lesung pipit yang mirip dengan kulit kulit jeruk yang disebut stippling. Stippling disebabkan oleh adanya serat ikat yang menghubungkan jaringan gingiva ke sementum dan tulang. Fungsi dari attached gingiva antara lain :

1) Attached gingiva memungkinkan jaringan gingiva untuk menahan kekuatan mekanik yang diciptakan selama kegiatan seperti pengunyahan, berbicara, dan menyikat gigi.

(3)

2) Attached gingiva mencegah free gingiva terlepas dari gigi ketika tekanan diterapkan pada mukosa alveolar (Nield, 2011).

c. Interdental gingiva

Gingiva interdental adalah bagian dari gingiva yang mengisi daerah antara dua gigi yang berdekatan apikal ke bidang kontak. Gingiva interdental terdiri dari dua papila interdental, satu papilla facial dan satu papilla lingual (papilla = kata benda tunggal; papila = kata benda jamak). Perbatasan lateral dan ujung sebuah papilla interdental dibentuk oleh free gingiva dari gigi yang berdekatan dan bagian tengah papilla interdental dibentuk oleh attached gingiva. Col adalah lembah di bagian gingiva interdental yang terletak di apikal ke daerah kontak. col tidak ada jika gigi yang berdekatan tidak bersentuhan atau jika gingiva resesi. fungsi dari gingiva interdental adalah mencegah makanan masuk di antara gigi selama pengunyahan (Nield, 2011).

1) Struktur Mikroskopik Gingiva a) Epitel gingiva

Sel epitel gingiva bersifat aktif secara metabolik dan dapat bereaksi terhadap rangsangan eksternal dengan mensintesis sejumlah sitokin, molekul adhesi, faktor pertumbuhan dan enzim. Sel epitel juga bereaksi terhadap bakteri dengan meningkatkan proliferasi, perubahan signal sel, perubahan dalam diferensiasi dan kematian sel yang merubah homeostasis jaringan. Guna mempertahankan integritas fungsional jaringan gingiva dari infeksi bakteri, epitel gingiva dapat menebal dengan cara menambah kecepatan pembelahan selnya atau disebut keratinisasi. Keratin mempunyai insolubilitas yang tinggi dan resisten terhadap

(4)

enzim. Terdapat cornified envelope (CE) pada setiap sel yang mengalami keratinisasi, CE memiliki ketebalan 15 nm, tersusun dari ikatan silang protein dan lipid yang bertemu saat diferensiasi terminal. Gabungan protein-lipid dalam struktur CE menggantikan membran plasma dan integritasnya sangat vital dalam fungsi pertahanan.

Gusi memiliki lapisan epitel yang merupakan epitel skuama berlapis (stratified squamous epithelium) dinamakan lamina propria. Bagian tengah berupa jaringan ikat, yang dinamakan lamina propria.

Gambar II. 2. Epitel Gingiva

Berdasarkan aspek morfologis dan fungsionalnya dibedakan atas tiga bagian yaitu epitel oral/luar (oral/outer epithelium), epitel sulkular/krevikular (sulcular/crevicular epithelium), epitel penyatu/jungsional (junctional ephitelium). Fungsi utama epitel gingival adalah melindungi struktur yang berada dibawahnya, serta memungkinkan terjadinya perubahan selektif dengan lingkungan oral. Perubahan tersebut dimungkinkan oleh adanya proses proliferasi dan diferensiasi.

Epitel gingiva disatukan ke jaringan ikat oleh lamina basal. Lamina basal terdiri atas lamina lusida dan lamina densa. Hemidesmosom dari sel-sel epitel

(5)

basal mengikat lamina lusida. Komposisi utama dari lamina lusida adalah laminin glikoprotein, sedangkan lamina densa adalah berupa kolagen tipe IV. Lamina basal berhubungan dengan fibril-fibril jaringan ikat dengan bantuan fibril-fibril penjangkar (anchoring fibrils)

b) Epitel oral

Epitel oral merupakan epitel skuama berlapis yang berkeratin (keratinized) atau berparakeratin (parakeratinized) yang membalut permukaan vestibular dan oral gingiva. Meluas dari batas mukogingival ke krista tepi gingiva (crest gingival margin), kecuali pada permukaan palatal dimana epitel ini menyatu dengan epitel palatum. Lamina basal yang menyatukan epitel gingiva ke jaringan ikat gingiva bersifat permeabel terhadap cairan, namun dapat menjadi penghalang bagi bahan partikel tertentu. Mempunyai rete peg yang menonjol ke arah lamina propria

Gambar II. 3. Epitel oral gingiva

(6)

Epitel sulkular mendindingi sulkus gingiva dan menghadap ke permukaan gigi tanpa melekat padanya. Epitel ini merupakan epitel skuama berlapis yang tipis, tidak berkeratin, tanpa rete peg dan perluasannya mulai dari batas koronal epitel penyatu sampai ke krista tepi gingival. Selain itu juga memiliki peran penting karena bertindak sebagai membran semi permeabel yang dapat dirembesi oleh produk bakteri masuk ke gingiva dan oleh cairan gingiva yang keluar ke sulkus gingival

d) Epitel penyatu

Epitel penyatu membentuk perlekatan antara gingiva dengan permukaan gigi dan berupa epitel skuama berlapis tidak berkeratin. Pada usia muda epitel penyatu terdiri atas 3–4 lapis, namun dengan bertambahnya usia lapisan epitelnya bertambah menjadi 10-20 lapis melekat ke permukaan gigi dengan bantuan lamina basal. Panjang epitel penyatu ini bervariasi antara 0,25-1,35 mm merentang dari dasar sulkus gingiva sampai 1,0 mm koronal dari batas semento-enamel pada gigi yang belum mengalami resesi.

Bila gigi telah mengalami resesi, epitel penyatu berada pada sementum. Karena perlekatannya ke permukaan gigi, epitel penyatu dan serat-serat gingiva dianggap sebagai suatu unit fungsional yang dinamakan unit dentogingival

(7)

Gambar II. 4. Epitel Penyatu e) Pembaharuan gingiva

Epitel oral memgalami pembaharuan secara terus menerus. Ketebalan epitel terpelihara oleh adanya keseimbangan antara pembentukan sel baru pada lapisan basal dan lapisan spinosa dengan pengelupasan sel-sel tua pada permukaan. Laju aktivitas mitotik tersebut paling tinggi pada pagi hari dan paling rendah pada sore hari

f) Sulkus Gingiva

Sulkus ginggiva merupakan suatu celah dangkal disekeliling gigi dengan dinding sebelah dalam adalah permukaan gigi dan dinding sebelah luar adalah epitel sebelah dalam dari gingiva bebas. Sulkus ini membetuk seperti huruf V, dan kedalamnya dapat diselipkan alat prob periodontal dalam keadaan yang sangat normal dan bebas kuman (eksperimental) kedalamannya bisa 0 atau mendekati 0, namun secara klinis biasanya dijumpai sulkus gingival.

Secara histologis kedalamannya adalah 1,5 - 1,8 mm. Kedalaman klinis diukur dengan alat prob (dinamakan kedalaman probing) adalah 2,0 - 3,0 mm

(8)

g) Cairan sulkus gingiva

Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari pembuluh darah yang termodifikasi. Cairan sulkus gingiva dapat berasal dari jaringan gingiva yang sehat. Cairan sulkus gingiva berasal dari serum darah yang terdapat dalam sulkus gingiva baik gingiva dalam keadaan sehat maupun meradang. Pada CSG dari gingival yang meradang jumlah polimorfonuklear leukosit, makrofag, limfosit, monosit, ion elektrolit, protein plasma dan endotoksin bakteri bertambah banyak, sedangkan jumlah urea menurun. Komponen seluler dan humoral dari darah dapat melewati epitel perlekatan yang terdapat pada celah gusi dalam bentuk CSG. Pada keadaan normal, CSG yang banyak mengandung leukosit ini akan melewati epitel perlekatan menuju ke permukaan gigi. Aliran cairan ini akan meningkat bila terjadi gingivitis atau periodontitis. Cairan sulkus gingiva bersifat alkali sehingga dapat mencegah terjadinya karies pada permukaan enamel dan sementum yang halus. Keadaan ini menunjang netralisasi asam yang dapat ditemukan dalam proses karies di area tepi gingiva. Cairan sulkus gingiva juga dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai keadaan jaringan periodontal secara objektif sebab aliran CSG sudah lebih banyak sebelum terlihatnya perubahan klinis radang gingiva bila dibandingkan dengan keadaan normal (Newman, 2012).

3. Gambar Klinis Gingiva

Gambaran klinis gingiva sebagai dasar untuk mengetahui perubahan patologis yang terjadi pada gingiva yang terjangkit suatu penyakit. Menurut Putri dkk (2010) gambaran klinis gingiva normal terdiri dari:

(9)

a. Warna Gingiva

Warna gingiva normal umumnya berwarna merah jambu (coral pink) yang diakibatkan oleh adanya suplai darah dan derajat lapisan keratin epitelium serta sel-sel pigmen. Warna ini bervariasi pada setiap orang dan erat hubungannya dengan pigmentasi kutaneous. Pigmentasi pada gingiva biasanya terjadi pada individu yang memiliki warna kulit gelap. Pigmentasi pada attached gingiva mulai dari coklat sampai hitam. Warna pada alveolar mukosa lebih merah disebabkan oleh mukosa alveolar tidak mempunyai lapisan keratin dan epitelnya tipis.

b. Besar Gingiva

Ukuran gingiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler, interseluler dan pasokan darah. Perubahan ukuran gingiva merupakan gambaran yang paling sering dijumpai pada penyakit jaringan periodontal.

c. Kontur Gingiva

Kontur dan ukuran gingiva sangat bervariasi. Keadaan ini dipengaruhi oleh bentuk dan susunan gigi geligi pada lengkungnya, lokalisasi dan luas area kontak proksimal dan dimensi embrasur (interdental) gingiva oral maupun vestibular. Interdental papil menutupi bagian interdental gingiva sehingga tampak lancip. d. Konsistensi Gingiva

Gingiva melekat erat ke struktur dibawahnya dan tidak mempunyai lapisan submukosa sehingga gingiva tidak dapat digerakkan dan kenyal.

(10)

e. Tekstur Gingiva

Permukaan attached gingiva berbintik-bintik seperti kulit jeruk. Bintik-bintik ini biasanya disebut stippling. Stippling akan terlihat jelas apabila permukaan gingiva dikeringkan.

Gambar II. 5 Keadaan Gingiva Sehat

B. Gingivitis

1. Pengertian Gingivitis

Gingivitis merupakan peradangan terbatas pada jaringan lunak yang mengelilingi gigi (Nevil, 2009). Gingivitis adalah akibat proses peradangan gingiva yang disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer gingivitis adalah plak, sedangkan faktor sekunder dibagi menjadi 2, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal diantaranya: kebersihan mulut yang buruk, sisa-sisa makanan, akumulasi plak dan mikroorganisme, sedangkan faktor sistemik, seperti: faktor genetik, nutrisional, hormonal dan hematologi (Manson dan Eley, 1993).

(11)

Gambar II. 6 Gingivitis Marginalis Kronis

2. Karakteristik Gingivitis

Karakteristik gingivitis menurut Manson dan Eley (1993) adalah sebagai berikut:

a. Perubahan Warna Gingiva

Tanda klinis dari peradangan gingiva adalah perubahan warna. Warna gingiva ditentukan oleh beberapa faktor termasuk jumlah dan ukuran pembuluh darah, ketebalan epitel, keratinisasi dan pigmen di dalam epitel. Gingiva menjadi memerah ketika vaskularisasi meningkat atau derajat keratinisasi epitel mengalami reduksi atau menghilang. Warna merah atau merah kebiruan akibat proliferasi dan keratinisasi disebabkan adanya peradangan gingiva kronis. Pembuluh darah vena akan memberikan kontribusi menjadi warna kebiruan. Perubahan warna gingiva akan memberikan kontribusi pada proses peradangan. Perubahan warna terjadi pada papila interdental dan margin gingiva yang menyebar pada attached gingiva.

(12)

b. Perubahan Konsistensi

Kondisi kronis maupun akut dapat menghasilkan perubahan pada konsistensi gingiva normal yang kaku dan tegas. Pada kondisi gingivitis kronis terjadi perubahan destruktif atau edema dan reparatif atau fibrous secara bersamaan serta konsistensi gingiva ditentukan berdasarkan kondisi yang dominan.

c. Perubahan Klinis dan Histopatologis

Gingivitis terjadi perubahan histopatologis yang menyebabkan perdarahan gingiva akibat vasodilatasi, pelebaran kapiler dan penipisan atau ulserasi epitel. Kondisi tersebut disebabkan karena kapiler melebar yang menjadi lebih dekat ke permukaan, menipis dan epitelium kurang protektif sehingga dapat menyebabkan ruptur pada kapiler dan perdarahan gingiva.

d. Perubahan Tekstur Jaringan Gingiva

Tekstur permukaan gingiva normal seperti kulit jeruk yang biasa disebut sebagai stippling. Stippling terdapat pada daerah subpapila dan terbatas pada attached gingiva secara dominan, tetapi meluas sampai ke papila interdental. Tekstur permukaan gingiva ketika terjadi peradangan kronis adalah halus, mengkilap dan kaku yang dihasilkan oleh atropi epitel tergantung pada perubahan eksudatif atau fibrotik. Pertumbuhan gingiva secara berlebih akibat obat dan hiperkeratosis dengan tekstur kasar akan menghasilkan permukaan yang berbentuk nodular pada gingiva.

(13)

e. Perubahan Posisi Gingiva

Adanya lesi pada gingiva merupakan salah satu gambaran pada gingivitis. Lesi yang paling umum pada mulut merupakan lesi traumatik seperti lesi akibat kimia, fisik dan termal. Lesi akibat kimia termasuk karena aspirin, hidrogen peroksida, perak nitrat, fenol dan bahan endodontik. Lesi karena fisik termasuk tergigit, tindik pada lidah dan cara menggosok gigi yang salah yang dapat menyebabkan resesi gingiva. Lesi karena termal dapat berasal dari makanan dan minuman yang panas. Gambaran umum pada kasus gingivitis akut adalah epitelium yang nekrotik, erosi atau ulserasi dan eritema, sedangkan pada kasus gingivitis kronis terjadi dalam bentuk resesi gingiva.

f. Perubahan Kontur gingiva

Perubahan pada kontur gingiva berhubungan dengan peradangan gingiva atau gingivitis tetapi perubahan tersebut dapat juga terjadi pada kondisi yang lain.Peradangan gingiva terjadi resesi ke apikal menyebabkan celah menjadi lebih lebar dan meluas ke permukaan akar.

3. Klasifikasi Gingivitis

Klasifikasi gingivitis berdasarkan keparahannya dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Gingivitis Akut

Gambaran klinis pada gingivitis akut adalah pembengkakan yang berasal dari peradangan akut dan gingiva yang lunak. Debris yang berwarna keabu-abuan dengan pembentukan membran yang terdiri dari bakteri, leukosit polimorfonuklear dan degenarasi epitel fibrous. Pada gingivitis akut terjadi

(14)

pembentukan vesikel dengan edema interseluler dan intraseluler dengan degenarasi nukleus dan sitoplasma serta dinding sel.

b. Gingivitis Kronis

Gambaran gingivitis kronis adalah pembengkakan lunak yang dapat membentuk cekungan sewaktu ditekan yang terlihat infiltrasi cairan dan eksudat pada peradangan. Saat dilakukan probing terjadi perdarahan dan permukaan gingiva tampak kemerahan. Degenerasi jaringan konektif dan epitel dapat memicu peradangan dan perubahan pada jaringan tersebut. Jaringan konektif yang mengalami pembengkakan dan peradangan sehingga meluas sampai ke permukaan jaringan epitel. Penebalan epitel, edema dan invasi leukosit dipisahkan oleh daerah yang mengalami elongasi terhadap jaringan konektif. Konsistensi kaku dan kasar dalam mikroskopis nampak fibrosis dan proliferasi epitel adalah akibat dari peradangan kronis yang berkepanjangan (Janah, 2014).

C. Sel Neutrofil

Peradangan akut diperantarai oleh granulosit polimorfonuklear, yang juga disebut neutrofil. Neutrofil adalah sel pertama yang tampak dalam ruang perivaskular, sebagian besar disebabkan oleh mobilitasnya yang tinggi dan juga karena neutrofil terdapat dalam jumlah banyak dalam sirkulasi darah. Selain itu faktor yang mempengaruhi ialah neutrofil telah aktif pada awal reaksi radang (Damjanov, 2000).

Neutrofil polimorfonuklear merupakan granulosit yang mempunyai tiga hingga lima lobus yang dihubungkan dengan benang kromatin dan sitoplasma yang mengandung granula yang sangat halus. Neutrofil muda memiliki inti tanpa

(15)

segmen dalam bentuk tapal kuda. Sel neutrofil PMN ini memiliki masa hidup yang singkat yaitu 6-7 jam di dalam sirkulasi. Masa hidup sel ini di dalam jaringan dapat memanjang 1-4 hari, kemudian sel ini akan mati secara apoptosis. Neutrofil PMN ini memiliki kemampuan untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus dan bahan-bahan yang merugikan lain yang menyerbu masuk ke dalam tubuh (Guyton and Hall, 2008).

Neutrofil berumur pendek yaitu hanya beberapa hari berada di pembuluh darah kecil yang di dalamnya terdapat granula yang mengandung sejumlah faktor bakterisida. Selama pematangan 12 jam tinggal di darah, neutrofil masuk ke jaringan (Roeslan, 2002).

Neutrofil menyusun 70% dari seluruh leukosit dalam darah dan merupakan sel paling menonjol pada peradangan akut. Nama neutrofil berasal dari granula netral dalam sitoplasmanya, yang tidak bersifat asidofilik atau basofilik. Granula pada neutrofil ada dua macam yaitu granula azurofilik (primer) yang mengandung enzim lisosom dan peroksidase, serta granula spesifik (sekunder) yang lebih kecil. Sel ini juga mengandung fosfatase alkali serta zat-zat bakterisidal (protein kationik) yang dinamakan fagositin. Setelah matang granula sekunder akan menjadi lebih dominan. Kedua granula tersebut penting untuk menghancurkan zat asing atau mikroorganisme selama proses fagositosis. Neutrofil PMN jarang mengandung reticulum endoplasma granuler, mengandung sedikit mitokondria, apparatus golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen (Effendi, 2003).

(16)

Penyerangan dan perusakan bakteri, virus dan agen lain yang merugikan atau berbahaya yang menyerang tubuh kita ini sebagian besar dilakukan oleh neutrofil dan monosit.

Sel-sel neutrofil yang telah matang inilah yang dapat menyerang dan merusak bakteri dan virus yang terdapat dalam peredaran darah. Sifat lain neutrofil adalah :

1. Diapedesis

Sel-sel ini dapat terperas sewaktu melalui pori-pori pembuluh darah oleh proses diapedesis sehingga sebagian kecil sel-sel tersebut akan meluncur melewati pori-pori dan bagian yang meluncur tersebut dalam waktu sebentar dapat menyempit sesuai ukuran pori-pori tersebut.

2. Pergerakan amuboid

Pergerakannya melalui jaringan-jaringan dengan pergerakan amuboid. Beberapa diantara sel-sel ini dapat melalui jaringan dengan kecepatan sebesar 40 mikron per menit, sehingga sel ini dapat bergerak selama beberapa kali dari ukuran panjangnya sendiri setiap menit.

3. Kemotaktis

Di dalam jaringan dapat dijumpai sejumlah bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan sel-sel neutrofil dan makrofag bergerak menuju arah daerah yang mengalami radang.

4. Fagositosis

Saat mendekati suatu partikel untuk difagositosis, sel neutrofil akan melekat pada reseptor partikel itu, kemudian akan menonjolkan pseudopodia ke semua

(17)

jurusan disekeliling partikel tersebut dan pseudopodia itu akan saling bertemu satu sama lainnya pada sisi yang berlawanan dan akan bergabung. Sehingga terjadilah ruangan tertutup yang berisi partikel-partikel yang sudah difagositosis. Kemudian ruangan ini akan berinvaginasi ke dalam rongga sitoplasma dan akan melepaskan diri dari bagian luar membran sel membentuk gelombang fagositik yang mengapung dengan bebas (Guyton and Hall, 2008).

Neutrofil PMN pada keadaan normal berperan untuk memberikan perlindungan, akan tetapi pada keadaan tertentu dapat bersifat patogen bagi jaringan, seperti pada proses fagositosis yang secara khusus sel ini akan mengeluarkan enzim secara ekstraseluler, proses ini disebut degranulasi. Beberapa enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi jaringan sekitarnya seperti kolagen dan membran basal. Migrasi sel PMN menuju jaringan karena adanya bakteri patogen pada infeksi kronis, dapat menyebabkan terjadinya kerusakan struktur protein termasuk kolagen. Degradasi kolagen dapat disebabkan secara langsung oleh protease bakteri maupun enzim yang disekresi oleh sel PMN (Guyton and Hall, 2008).

(18)

D. Lactobacillus casei

Lactobacillus casei adalah bakteri gram-positif, anaerob, tidak memiliki alat gerak, tidak menghasilkan spora, berbentuk batang dan menjadi salah satu bakteri yang berperan penting. Konsumsi oral Lactobacillus casei sebagai probiotik dapat meningkatkan sintesis IgA di usus, dan mengaktifkan respon inflamatori seperti proliferasi sel plasma, limfosit, dan makrofag. Selain itu, Lactobacillus casei juga dapat mengaktifkan respon imun lokal dan sistemik dengan memproduksi sitokin, limfosit, NK cells, antibodi, monosit dan makrofag yang dapat memfagositosis bakteri patogen. Lactobacillus casei merupakan salah satu spesies bakteri asam laktat yang telah banyak dimanfaatkan sebagai probiotik. Keunggulan dari Lactobacillus casei sebagai probiotik adalah membantu aktifitas Bifidobacteria dan bakteri berguna lainnya, menyerap bahan berbahaya dalam sistem pencernaan, mempunyai efek antagonistik dengan membunuh bakteri patogen, mempunyai efek anti tumor dan mempunyai efek klinis dalam pengobatan berbagai penyakit (Mehmet, 2007).

(19)

E. Lactobacillus Reuteri Kingdom : Bacteria Division : Firmicutes Class : Bacili Ordo : Lactobacillales Family : Lactobacillaceae Genus : Lactobacillus

Species : Lactobacillus reuteri (Nana et al, 2004).

Gambar II. 9. Gambaran mikroskopik bakteri Lactobacillus reuteri Lactobacillus reuteri merupakan bakteri heterofermentatif yang hidup di saluran pencernaan manusia dan hewan serta diyakini merupakan salah satu spesies Lactobacillus yang benar berasal dari manusia. Lactobacillus reuteri pertama kali ditemukan pada tahun 1980an dan beberapa strainnya digunakan sebagai probiotik (Nana et al, 2004).

Probiotik adalah kultur tunggal atau campuran mikroorganisme nonpatogenik hidup merupakan imunonutrisi yang memberikan manfaat pada kesehatan host-nya (Brown dan Valiere, 2004). Menurut Organisasi Kesehatan

(20)

Dunia (WHO) dan Organisasi Agrikultur Pangan Dunia (FAO), probiotik secara umum ditargetkan untuk menjaga keseimbangan mikroflora usus dan kesehatan saluran cerna dengan jumlah 106-108 koloni/ml bakteri hidup (Galdeano et al., 2007). Probiotik merupakan imunonutrisi yang berfungsi sebagai immunomodulation atau sebagai immunomodulating agent pada sistem imun mempunyai pengaruh langsung pada fungsi imun mukosa terutama mukosa usus, melalui modulasi sintetis IgA (Jan et al., 2004), mengurangi inflamasi lokal maupun sistemik melalui perubahan keseimbangan antara sitokin proinflamasi dan sitokin antiinflamasi dengan menurunkan produk sitokin proinflamasi, meningkatkan fungsi barrier imunologik intestinal serta pembentukan mukus (Galdeano et al., 2007), menstabilkan mikroekologi usus, mencegah kolonisasi kuman enterik patogen secara efektif dan sebagai imunonutrisi pada beberapa penderita penyakit kritis seperti sepsis (Calder, 2003).

Cara kerja probiotik nampaknya dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kondisi immunocompromised pada pasien sepsis. Karena proses patologik yang utama pada sepsis adalah apoptosis dari sel-sel efektor imunologi, termasuk limfosit dan sel dendrit maupun apoptosis saluran pencernaan. Apoptosis tersebut akan berakibat pada penurunan hitung sel limfosit, sehingga terjadi kondisi immunocompromised pada pasien sepsis. Dengan keadaan tersebut maka pada pasien sepsis tidak mampu mengeliminasi infeksi. Dari hasil penelitian menunjukkkan bahwa pencegahan apoptosis akan meningkatkan kelangsungan hidup penderita sepsis (Chang et al., 2007).

Gambar

Gambar II. 1. Gingiva dari potongan melintang a. Margin Gingiva (Tepi Gingiva)
Gambar II. 2. Epitel Gingiva
Gambar II. 3. Epitel oral gingiva
Gambar II. 4. Epitel Penyatu e) Pembaharuan gingiva
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Perawatan skeling dengan obat kumur jus Aloe vera lebih efektif menurunkan indeks gingiva pada penderita gingivitis dibandingkan dengan hanya

Pasta gigi yang mengandung propolis ini terbukti efektif dalam terapi awal gingivitis ringan dengan rata- rata pengurangan skor indeks gingiva sebelum dan sesudah adalah 0,40.. ±

Kira-kira 30% pasien yang memakai obat ini mengalami pembesaran gusi, dimana Siti Salmiah : Gingivitis Pada Anak (Gingivitis Kronis, Gingivitis Yang Dipengaruhi Obat-Obatan

Tanda klinis dari peradangan gingiva adalah perubahan warna. Warna gingiva ditentukan oleh beberapa faktor termasuk jumlah dan ukuran pembuluh darah, ketebalan

dari  gingivitis  adala" ak.lasi plak dan bakteri yang berada di sekitar gigi yang .e.i5 respon i.n& dan pada gilirannya dapat .enyebabkan kersakan 0aringan

Halitosis patologis terjadi karena kondisi patologik atau jaringan mulut seperti gingiva atau penyakit periodontal misalnya periodontitis, acute necrotizing ulcerative gingivitis,

Penelitian ini membuktikan bahwa status kesehatan gingiva pada wanita menopause yang rentan terhadap penyakit periodontal khususnya gingivitis dapat ditingkatkan agar menjadi

Kira-kira 30% pasien yang memakai obat ini mengalami pembesaran gusi, dimana Siti Salmiah : Gingivitis Pada Anak (Gingivitis Kronis, Gingivitis Yang Dipengaruhi Obat-Obatan