• Tidak ada hasil yang ditemukan

WAKTU PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DENGAN EPISIOTOMI DAN ROBEKAN SPONTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WAKTU PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DENGAN EPISIOTOMI DAN ROBEKAN SPONTAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

| 345

WAKTU PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DENGAN EPISIOTOMI DAN ROBEKAN SPONTAN

Rini Kristiyanti

1

, Watiroh

2

, Sigit Prasojo

3

Stikes Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan

mamabilgis@gmail.com wati.roh@gmail.com sigitstikes@yahoo.co.id

Abstrak

Infeksi post partum sering terjadi karena adanya luka laserasi pada jalan lahir (episiotomi atau robekan spontan). Luka laserasi jalan lahir dapat mempengaruhi waktu penyembuhan luka tergantung rata atau tidaknya luka tersebut. Penyembuhan luka perineum yang terjadi secara persecundam (lambat) akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi masa nifas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan waktu penyembuhan luka perineum antara tindakan episiotomi dengan robekan spontan di RSUD Kajen Tahun 2014. Desain penelitian menggunakan Static Group Comparison. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas yang mengalami laserasi jalan lahir di RSUD Kajen dari tanggal 15 Mei – 15 Juni 2104.

Teknik pengambilan sampel menggunakan Accidental Sampling yang diobservasi dari hari pertama sampai luka dinyatakan sembuh pada 33 ibu nifas. Analisis hasil penelitian menggunakan uji Mann-Whitney.Hasil penelitian diketahui nilai p = 0,016 (p< 0,05)berarti ada perbedaan waktu penyembuhan yaitu waktu penyembuhan luka akibat tindakan episiotomi lebih cepat sembuh daripada robekan spontan. Saran bagi tenaga kesehatan untuk memberikan asuhan kebidanan yang tepat saat persalinan untuk mencegah terjadinya laserasi jalan lahir dan melakukan episiotomi pada waktu yang tepat untuk mempercepat penyembuhan luka sehingga tidak terjadi infeksi post partum.

Kata Kunci: Episiotomi, robekan spontan, penyembuhan luka perineum

(2)

PENDAHULUAN

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI Indonesia adalah 359/100.000 kelahiran hidup. AKI Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di Asia (Wijaya, 2012). Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan pada masa nifas (26,9%), eklampsi pada waktu bersalin (23%), infeksi (11%), komplikasi puerpurium (8%), trauma obstetrik (8%), partus lama (8%), aborsi (8%), dan lain-lain (10,9%) (Depkes RI, 2011).

Infeksi pada masa nifas yang merupakan mordibitas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin (Saifuddin, 2009).

Menurut Bahiyatun (2009), penyebab infeksi tersebut adalah bakteri endogen dan eksogen. Faktor predisposisi infeksi masa nifas meliputi nutrisi yang buruk, defisiensi zat besi, persalinan lama, ruptur membran, episiotomi, atau seksio sesaria. Ibu berisiko mengalami infeksi postpartum karena adanya luka pada area pelepasan plasenta, laserasi pada saluran genetal, dan episiotomi pada perineum.

Hampir 90% pada proses persalinan pertama dan tidak jarang pada persalinan berikutnya mengalami robekan perineum, baik dengan atau tanpa episiotomi.

Robekan perineum dapat terjadi secara spontan (tidak sengaja) dan dengan tindakan episiotomi (sengaja). Ruptur perineum spontan adalah luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur, lebih luas dan dalam yang mengakibatkan penyembuhan luka akan lambat atau terganggu (Sarwinanti, 2007 h.

46). Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih sempit dari biasanya atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal (Winkjosastro, 2002 h. 665).

Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptur, atau laserasi merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan kering (Bahiyatun, 2009:78).

Menurut Suwiyoga (2004), akibat perawatan perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan kondisi perineum yang terkena lokhea dan lembab sangat menunjang untuk perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.

Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kencing ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kencing maupun infeksi pada jalan lahir,berbeda dengan hal itui sangat kecil kemungkinannya jika luka perineum dirawat dengan baik.

Perawatan luka perineum yang baik

dapat meningkatkan kenyamanan dan

mencegah infeksi. Tindakan yang sering

dilakukan yaitu membersihkan area

perineum dengan menggunakan air hangat

yang dialirkan (dapat ditambah larutan

antiseptik) ke atas vulva perineum setelah

berkemih atau defekasi, menghindari

penyemprotan langsung, mengganti

pembalut setelah membersihkan perineum

setelah berkemih atau defekasi dan jika ada

luka episiotomi, hindari untuk menyentuh

daerah luka (Bahiyatun, 2009). Dalam

Asuhan Persalinan Normal (2008)

perawatan luka dilakukan dengan cara

mencuci daerah genitalia dengan lembut,

(3)

| 347 dengan air sabun dan air desinfektan

tingkat tinggi, kemudian

dikeringkan.Perawatan luka perineum yang baik akan mempercepat penyembuhan luka (Sarwinanti, 2007).

Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Penyembuhan luka pada robekan perineum akan bervariasi, dapat terjadi perprimam atau persecundam (lambat) tergantung dari luas dan dalamnya luka, semakin dalam luka tentu saja penyembuhannya semakin lama karena proses penyembuhan terjadi secara bertahap dari lapisan yang paling luar baru ke lapisan yang lebih dalam (Onggo, 2010).

Luka insisi yang lurus (rata) lebih mudah diperbaiki dan lebih cepat sembuh daripada luka laserasi yang tidak rata dan tidak terkendali (Hakimi, 2003).

Waktu penyembuhan luka dipengaruhi oleh perfusi jaringan dan oksigen, merokok, gangguan hati, stress, kondisi medis dan pengobatan, status nutrisi, infeksi, asuhan kurang optimal, obesitas, karakteristik ibu bersalin, kondisi perlukaan dan perawatannya (Boyle, 2009). Penyembuhan luka pada jalan lahir akan sembuh dalam 7- 10 hari bila tidak disertai infeksi dan lebih dari 10 hari bila disertai dengan infeksi (Bahiyatun, 2009), sedangkan menurut penelitian Fitri (2013) menyebutkan bahwa luka perineum dapat sembuh < 6 hari (cepat) dan ≥ 6 hari (lambat). Luka dinyatakan sembuh apabila luka kering, tidak ada kemerahan, tidak ada pembengkakan, jaringan menyatu, dan tidak nyeri ketika untuk duduk dan berjalan. Penyembuhan luka perineum yang lama akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi pada masa nifas (Sarwinanti, 2007).

Jumlah persalinan spontan Tahun 2013 di RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan sebanyak 1127 orang, berdasarkan data bulan Desember 2013 diperoleh sebanyak 113 persalinan spontan. Sebanyak 67 persalinan mengalami robekan spontan, 22 persalinan dengan tindakan episiotomi, dan 24 persalinan dengan perineum utuh, namun, tidak diketahui perbedaan lama waktu penyembuhan luka antara episiotomi dengan ruptur spontan pada perineum.

Berdasarkan dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan waktu penyembuhan luka perineum antara tindakan episiotomi dengan robekan spontan melalui perawatan luka di RSUD Kajen tahun 2014.

METODE PENELITIAN

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis robekan perineum, sedangkan variable terikat adalah waktu penyembuhan luka. Definisi operasional jenis robekan perineum adalah terputusnya kontinuitas jaringan pada daerah antara vulva dan anus dengan sengaja maupun tidak sengaja (spontan) dengan melakukan pengamatan terhadap robekan perineum dengan menggunakan checklist dengan skala nominal. Waktu penyembuhan luka perineum adalah waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka perineum selama masa nifas, dengan melakukan pengamatan lamanya penyembuhan luka perineum menggunakan check list berdasarkan REEDA Scale, dengan skala ukur rasio.

Penelitian ini menggunakan rancangan

Quasi eksperimen dengan desain Static

Group Comparison. Artinya, kelompok

episiotomi dan robekan spontan

(4)

mendapatkan perlakuan berupa perawatan luka (X) yang dilakukan pada pagi dan sore, diobservasi waktu penyembuhan lukanya (02) kemudian dibandingkan.

Observasi dilakukan setiap hari dari hari pertama post partum sampai luka dinyatakan sembuh.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu post partum yang melahirkan spontan dan mengalami laserasi jalan lahir di RSUD Kajen dari tanggal 15 Mei – 15 Juni 2014 yaitu sebanyak 45 orang. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan accidental sampling dengan ukuran sampel 33 orang, dimana terdapat 12 orang yang masuk dalam kriteria eksklusi sebanyak 2 orang (16,6%) mengalami laserasi

perinuem derajat I, 3 orang (25%) mengalami laserasi derajat III, 1 orang (8,4%) mengalami laserasi derajat IV, 1 orang (8,4%) mengalami PEB, 2 orang (16,6%) mengalami anemia berat, 2 orang (16,6%) menolak menjadi responden, dan 1 orang (8,4%) bertempat tinggal di luar Kabupaten Pekalongan.

Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dari hari pertama post partum sampai luka dinyatakan sembuh.

Dengan instrumen pengumpul data adalah check list observasi. Analisis data menggunakan uji Mann-Whitney untuk menguji beda mean dua kelompok data independen berdistribusi tidak nomal dengan menggunakan Level of Significance (α = alpha) sebesar 5% (0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Distribusi Rata - Rata Waktu Penyembuhan Luka Perineum pada Tindakan Episiotomi di Ruang Melati RSUD Kajen Tahun 2014

Variabel Mean Median S.D Min- Max

95%

CI Waktu

Penyembuhan Luka

6,61 7,00 0,916 5 - 8 6,16 - 7,07

Sumber : Data Primer diolah

Dari Tabel di atas didapatkan rata - rata waktu penyembuhan luka perineum karena tindakan episiotomi yaitu 6,61 hari, median 7 hari (95% CI: 6,16-7,07) dengan standar deviasi 0,916 hari. Waktu penyembuhan tercepat 5 hari dan terlama 8 hari. Dari nilai interval kepercayaan disimpulkan bahwa jika observasi dilakukan pada populasi, maka waktu penyembuhan luka perineum pada tindakan episiotomi di Ruang Melati RSUD Kajen tahun 2013 adalah diantara 6,16 sampai dengan 7,07 hari.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Waktu Penyembuhan Luka Perineum pada Tindakan Episiotomi di Ruang Melati RSUD Kajen Tahun 2014

Waktu Penyembuha

n Luka Perineum

(hari)

Frekuensi Prosentase (%)

5 2 11,1

6 6 33,3

7 7 38,9

8 3 16,7

Total 18 100,0

Sumber : Data Primer diolah

Dari Tabel di atas diketahui bahwa

waktu penyembuhan luka perineum karena

(5)

| 349 tindakan episiotomi menunjukkan paling

banyak mengalami penyembuhan luka setelah 7 hari (38,9%) post partum.

Tabel 3 Distribusi Rata-Rata Waktu Penyembuhan Luka Perineum pada Robekan Spontan di Ruang Melati RSUD Kajen Tahun 2014

Variabel Mea n

Medi an S.D

Mi n- Ma

x 95

% CI Waktu

Penyembu han Luka

7,53 7,00 0,99 0

6 – 9

6,9 8- 8,0

8 Sumber : Data Primer diolah

Dari Tabel di atas didapatkan rata- rata waktu penyembuhan luka perineum karena robekan spontan yaitu 7,53 hari, median 7 hari (95% CI: 6,98-8,08) dengan standar deviasi 0,990 hari. Waktu penyembuhan tercepat 6 hari dan terlama 9 hari. Dari nilai interval kepercayaan disimpulkan bahwa jika observasi dilakukan pada populasi, waktu penyembuhan luka perineum pada robekan spontan di Ruang Melati RSUD Kajen tahun 2013 adalah diantara 6,98 sampai dengan 8,08 hari.

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Waktu Penyembuhan Luka Perineum pada Robekan Spontan di Ruang Melati RSUD Kajen Tahun 2014 Waktu

Penyembuhan Luka Perineum

(hari)

Frekuensi Prosentase (%)

6 2 13,3

7 6 40,0

8 4 26,7

9 3 20,0

Total 15 100

Sumber : Data Primer diolah

Dari Tabel 5.4 diketahui waktu penyembuhan luka perineum pada robekan spontan menunjukkan responden paling banyak mengalami penyembuhan luka setelah 7 hari (40,0%) post partum.

Tabel 5 Distribusi Perbedaan Waktu Penyembuhan Luka Perineum antara Tindakan Episiotomi dengan Robekan Spontan Di Ruang Melati RSUD Kajen Tahun 2014

Variabel Mean Min – Max

p Value N Episiotomi

Robekan Spontan

6,61

7,53

5–8

6 – 9 0,016 33

Sumber : Data Primer diolah

Tabel di atas menunjukkan bahwa rata- rata waktu penyembuhan luka perineum pada tindakan episiotomi yaitu 6,61 hari dan robekan spontan yaitu 7,53 hari. Hasil uji Mann-Whitney didapatkan nilai p = 0,016 sedang α = 0,05. Jadi, p < α yaitu 0,016 < 0,05sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan waktu penyembuhan yaitu waktu penyembuhan luka perineum pada tindakan episiotomi lebih cepat daripada robekan spontan.

Berdasarkan tabel diketahui bahwa nilai p= 0,016 (ρ <0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan waktu penyembuhan luka yaitu waktu penyembuhan luka perienum pada tindakan episiotomi lebih cepat daripada robekan spontan.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa

waktu penyembuhan luka pada episiotomi

terjadi secara persecundam (lambat)

walaupun sudah dilakukan perawatan luka

perinuem yang baik. Hal ini dikarenakan

rata - rata waktu penyembuhan luka

(6)

perinuem pada tindakan episiotomi yaitu 6,61 hari. Dimana penyembuhan luka terjadi secara persecundam (lambat) apabila waktu penyembuhannya ≥ 6 hari (Fitri, 2013).

Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Penyembuhan luka pada robekan perineum akan bervariasi, dapat terjadi perprimam (cepat) atau persecundam (lambat) tergantung dari luas dan dalamnya luka, semakin dalam luka tentu saja penyembuhannya semakin lama.

Seperti semua luka baru, area episiotomi atau luka sayatan membutuhkan waktu untuk sembuh, yaitu 7 hingga 10 hari (Bahiyatun, 2009 h. 78). Dalam penelitian Fitri (2013) tentang faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka, penyembuhan luka dikategorikan menjadi 2 yaitu, cepat apabila terjadi < 6 hari dan sembuh lambat ≥ 6 hari.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterlambatan penyembuhan luka tersebut yaitu cara episiotomi yang tidak tepat, penanganan jaringan (penjahitan) dan aktivitas respoden yang berbeda walaupun sudah dilakukan perawatan luka perineum yang baik. Ada faktor lain yang mempengaruhi penyembuhan luka seperti cara episiotomi dan mobilisasi dini dan status gizi juga mempengaruhi dalam penyembuhan luka.

Manuaba (2012) yang menyebutkan bahwa episiotomi mediolateralis, mediana atau medialis, lateralis, dan mediolateralis disertai dengan pelebaran menurut schuchardt yang memiliki kelebihan dan kelemahan tertentu. Dimana, episiotomi secara mediana atau medialis menimbulkan perdarahan yang lebih sedikit, sayatan lebih

simetris dan anatomis hingga penjahitannya lebih mudah dan penyembuhan lukanya lebih memuaskan (Manuaba, 2012).

Menurut Fitri (2013) menyatakan bahwa ada hubungan antara mobilisasi dini dan status gizi dengan lamanya penyembuhan luka perineum. Apabila ibu nifas yang melakukan mobilisasi dini maka luka perineum akan sembuh lebih cepat daripada ibu nifas yang tidak melakukan mobilisasi dini. Dalam penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa ibu nifas dengan status gizi normal (IMT 18,5-24,9) maka waktu penyembuhan lukanya lebih cepat daripada yang status gizinya kurang (IMT < 18,5) dan lebih (> 25-29,9).

Pada robekan spontan, waktu penyembuhan lukaterjadi secara persecundam (lambat). Hal ini dikarenakan rata-rata waktu penyembuhan luka perinuem akibat tindakan episiotomi yaitu 7,53 hari. Dimana penyembuhan luka terjadi secara persecundam (lambat) apabila waktu penyembuhannya ≥ 6 hari (Fitri, 2013).Hal tersebut disebabkan karena luka robekan spontan biasanya tidak teratur, lebih luas dan dalam yang mengakibatkan penyembuhan luka terjadi secara lambat atau terganggu (Sarwinanti, 2007). Hakimi (2003) menyatakan waktu penyembuhan luka pada laserasi yang compang-camping serta tidak terkendali akan sembuh dalam waktu lama. Selain itu, menurut peneliti ada beberapa faktor yang menyebabkan keterlambatan waktu penyembuhan luka karena robekan spontan yaitu faktor umur, suplai darah, teknik penjahitan serta pembatasan aktivitas bagi ibu nifas.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat

perbedaan waktu penyembuhan luka antara

(7)

| 351 tindakan episiotomi dan robekan spontan.

Hal tersebutsesuai dengan teori Hakimi (2003) yang menyatakan bahwa luka insisi yang lurus (rata) lebih mudah diperbaiki dan lebih cepat sembuh dibanding luka laserasi yang tidak rata dan tidak terkendali.

Luka karena episiotomi menimbulkan sayatan lebih simetris dan anatomis hingga penjahitannya lebih mudah dan penyembuhan lukanya lebih memuaskan misalnya episiotomi mediana / medialis (Manuaba, 2012). Luka akibat robekan perineum secara spontan biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan, lebih luas dan dalam yang mengakibatkan penyembuhan luka akan lambat atau terganggu (Sarwinanti, 2007).

Penyembuhan luka pada robekan perineum memang bervariasi, dapat terjadi perprimam (cepat) atau persecundam (lambat) tergantung dari luas dan dalamnya luka, semakin dalam luka waktu penyembuhannya semakin lama. Menurut Hur dan Han (2004) untuk menilai kesembuhan luka jahitan perineum dapat menggunakan REEDA Scale yaitu Redness, Edema, Eccymosis, Discharge, Approximation. Luka dinyatakan sembuh apabila skor REEDA Scale adalah nol.

Artinya luka kering, tidak adanya kemerahan, pembengkakan, jaringan menyatu, dan tidak nyeri ketika untuk duduk dan berjalan.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, juga diketahui bahwa penyembuhan luka perineum akibat tindakan episiotomi maupun robekan spontan terjadi secara lambat yaitu ≥ 6 hari walaupun dilakukan perawatan luka yang sama. Hal ini sesuai dengan teori Boyle (2009) yang

menyatakan bahwa penyembuhan luka perinuem dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, nutrisi, obat-obatan, suplai darah, infeksi, nekrosis, merokok, gangguan tidur, stres, asuhan kurang optimal, penanganan jaringan, hemoragi, medikasi, overaktivitas, kondisi perlukaan, keturunan, sarana prasarana dan waktu mobilisasi yang berbeda. Jadi, walaupun dilakukan perawatan luka perineum yang sama, penyembuhan luka perinum tetap berbeda tiap responden.

Selain faktor di atas, cara penjahitan juga mempengaruhi lama waktu penyembuhan luka perinuem. Hal ini sesuai dengan penelitian Zuliati (2012) yang menyatakan bahwa nilai t hitung sebesar - 3,415. Artinya, ada perbedaan lama penyembuhan luka perineum antara penjahitan jelujur dan terputus. Dalam hal ini waktu penyembuhan luka dengan penjahitan jelujur lebih cepat daripada dengan jahitan terputus.

KESIMPULAN

Berdasarkan uji Mann-Whitney, diketahui ada perbedaan waktu penyembuhan luka, perineum antara tindakan episiotomi dan robekan spontan, dimana waktu penyembuhan luka perienum pada tindakan episiotomi lebih cepat daripada luka perineum pada robekan spontan.

DAFTAR PUSTAKA

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta:

EGC.

Boyle, Maureen. 2009. Pemulihan Luka :

Seri Praktik kebidanan. Jakarta: EGC.

(8)

Fitri, Elida. 2013. Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Lamanya

Penyembuhan Lukaperineum Pada Ibu Nifas Di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Dilihat tanggal 3 April 2014.

Hakimi, Mohammad. 2003. Ilmu Kebidanan : Fisiologi dan Patologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.

Hur, M.H, Han S.H. 2004. Clinical Trial Of Aromatherapy On Post Partum

Mother’s Perineal.

<http://www.mesotheliomere.source.

org7867.html>

Manuaba, Ida bagus Gede. 2004. Dasar- Dasar Teknik Operasi Ginekologi.

Jakarta: EGC.

.2012. Buku Ajar Pengantar Kuliah Teknik Operasi Obstetri dan Keluarga Berencana.

Jakarta : TIM.

Sarwinanti.2007. ―Perbedaan Lamanya Waktu Penyembuhan Luka Jahitan

Perineum Antara Pemberian Kompres Kasa Betadine dan Pemberian Betadine Oles Pada Ibu Post Partum di Ruang Sakinah RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta‖.

Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol.3, No.1, tahun 2007. Dilihat tanggal 15 April 2014.

Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: BP- SP

Wiknjosastro, Gulardi. H, dkk. 2008.

Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR.

Zuliati, Isti Chana. 2012. ‗Perbedaan Lama Penyembuhan Luka Perinium antara Penjahitan Jelujur Dan Terputus pada Ibu Nifas Di BPS Umu Hani Tahun 2012‘. Jurnal Kesehatan ―Samodra Ilmu‖ Vol. 03, No. 01 Januari 2013.

Dilihat tanggal 10 April 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri yang disertai demam, dan penggunaannya harus dihentikan apabila diare semakin berat walaupun

Ada beberapa analisis sebelum melakukan dan menerapkan metode ini, yaitu salah satunya adalah mengidentifikasi daerah batubara itu sendiri,maksudnya dalam sejarah geologi ada

Fokus pengamatan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi nematoda parasit pada saluran pencernaan marmut (Cavia cobaya) yang terserang sakit strongilodiasis.. Marmut (

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengembangan Pembelajaran

kemampuan penalaran matematis siswa. Jenis penelitian ini adalah Quasi Experimental Design dengan desain penelitian Non Equivalen Control Group Design. Populasi dalam

Sebagai salah satu satuan kerja dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik

Sistem pembuangan air kotor adalah sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari kloset, urinal, bidet, dan air buangan yang mengandung kotoran manusia dari alat

Anda dapat memilihnya dengan memilihnya pada icon dalam Toolbox atau dengan menekan shortcut key R pada keyboard untuk memilih Rectangle Tool..