PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII MATERI POKOK TEOREMA PYTHAGORAS SMP NEGERI 2 PEMALANG
TAHUN AJARAN 2008/2009
skripsi
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
oleh Bayu Ardi Nugroho
4101404592
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada :
Hari : Senin Tanggal : 16 maret 2009
Panitia
Ketua Sekretaris
Drs. Kasmadi Imam S., M.S. Drs. Edy Soedjoko, M.Pd.
NIP. 130781011 NIP. 131693657
Penguji
Drs. Wuryanto, M.Si
NIP. 131281225
Penguji/Pembimbing I Penguji/ Pembimbing II
Drs. Sugiman, M.Si Drs. Rochmad, M.Si
iii
Dengan ini saya menyatakan bahwa isi skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya yang diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dirujuk dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Semarang, Maret 2009
Bayu Ardi Nugroho
iv
1. “ Tanamkan dalam setiap detik satu pujian, setiap menit satu gagasan, dan setiap jam satu pekerjaan”
2. “ Sesungguhnya ilmu itu adalah seumpama uang yang keluar dari padamu. Jikalau engkau muliakan, maka mulialah dia dan jika engkau hinakan maka hinalah dia, ilmu itu didatangi dan bukan mendatangi” (Imam Malik)
3. “ Komitmen seorang muslim adalah ingin menjadikan setiap geraknya sebagai bentuk pengabdian yang tulus kepada Allah”
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kuperuntukkan kepada:
Kedua orang tua atas segala kasih sayang, doa, dukungan, harapan dan kepercayaan yang mampu melahirkan motivasi terbesar dalam hidupku,
Kakaku Purwita Anggraeni, S.Pd atas dukungan dan semangatnya,
Fitri Haryantiningsih yang setia menemaniku, Teman-teman Pend. Mat Prl B,
v
Contextual Teaching and Learning (CTL) Dengan Model Pembelajaran Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Materi Pokok Teorema Pythagoras SMP Negeri 2 Pemalang Tahun Ajaran 2008/2009. Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang Dosen Pembimbing I: Drs. Sugiman, M.Si; Dosen Pembimbing II: Drs. Rochmad, M.Si.
Kata Kunci : Model Pembelajaran, CTL, Quantum Teaching, Hasil Belajar. Selama ini kegiatan pembelajaran matematika yang terjadi di SMP N 2 Pemalang masih dilaksanakan dengan menggunakan metode ekspositori, dimana guru menerangkan, siswa mencatat dan mengerjakan latihan. Pembelajaran ekspositori ini menyebabkan sebagian siswa merasa kurang bersemangat dalam belajar matematika, akibatnya hasil belajar siswa kurang memuaskan. Untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar serta meningkatkan hasil belajar siswa, bukan hanya diperlukan suatu model pembelajaran saja, melainkan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan, salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah dengan menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan model pembelajaran Quantum Teaching (QT).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manakah yang lebih baik antara model pembelajaran CTL dan model pembelajaran Quantum Teaching terhadap hasil belajar matematika materi pokok teorema Pythagoras pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pemalang. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling dengan pertimbangan siswa mendapat materi berdasarkan kurikulum yang sama, siswa diampu oleh guru yang sama, dan siswa yang menjadi objek penelitian duduk pada level yang sama. Dipilih dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas VIII A sebagai kelas Eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran CTL dan kelas VIII D sebagai kelas kontrol yang diajar dengan model pembelajaran QT.
Rata-rata hasil belajar siswa pada kelas Eksperimen adalah 76,19 dan rata-rata hasil belajar siswa pada kelas kontrol adalah 72,17. Berdasarkan uji t dua sampel, ternyata nilai thitung = 1,853 > ttabel = 1,666. Pada taraf signifikansi 5%, sehingga H0ditolak, berarti pembelajaran dengan model CTL lebih baik dari pembelajaran dengan model QT. Dengan nilai KKM yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu sebesar 68, Presentase ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran CTL mencapai 83,33%, sedangkan presentase ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran QT mencapai 76,47%. Simpulan dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa dengan model CTL lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran QT pada materi pokok teorema Pythagoras.
vi
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya, serta kemudahan dan kelapangan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Perbandingan Penggunaan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Dengan Model Pembelajaran Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Materi Pokok Teorema Pythagoras SMP Negeri 2 Pemalang Tahun Ajaran 2008/2009. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M. Si, Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. H. Kasmadi Imam S, M. S, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
3. Drs. Edy Soedjoko, M.Pd, Ketua Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.
4. Drs. H. Sugiman, M.Si, Dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi. 5. Drs. Rochmad, M.Si, Dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi. 6. Kismo, S.Pd, M.Pd, Kepala SMP N 2 Pemalang, yang telah memberikan ijin
vii
8. Ayah, Ibu dan kakaku tercinta yang telah memberikan dorongan, dukungan dan do’a kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
9. Siswa kelas VIII SMP N 2 Pemalang tahun ajaran 2008/2009 atas ketersediaanya menjadi responden dalam pengambilan data dalam penelitian ini.
10.Bapak dan Ibu guru SMP N 2 Pemalang atas segala bantuan yang diberikan. 11.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi pembaca yang budiman.
Semarang, Februari 2009
viii
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
DAFTAR TABEL ... xi
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Penegasan Istilah ... . 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 10
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ... 11
BAB 2. LANDASAN TEORI ... 11
2.1 Teori Belajar ... 13
2.2 Ciri-Ciri Belajar ... 15
2.3 Hasil Belajar ... 16
2.4 Pembelajaran .. ... 28
2.5 Model Pembelajaran .... ... 19
2.6 Model Pembelajaran CTL ... 20
2.7 Pembelajaran Quantum ... 27
2.8 Ketuntasan Belajar ... 37
2.9 Tinjauan Materi ... 38
2.10 Kerangka Berfikir ... 41
2.11 Hipotesis Penelitian ... 44
ix
3.3 Prosedur Penelitian ... 47
3.4 Teknik Pengumpulan Data... 48
3.5 Instrumen Penelitian ... 49
3.6 Teknik Analisis Data... 56
BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64
4.1 Hasil Penelitian ... 64
4.2 Pembahasan ... 71
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76
5.1 Simpulan ... 76
5.2 Saran ... 76
x
Lampiran 1 Dafta Nama Siswa Kelas Uji Coba ... 79
Lampiran 2 Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen ... 80
Lampiran 3 Daftar Nama Siswa Kelas control ... 81
Lampiran 4 Kisi-kisi Tes Uji Coba Tes Hasil Belajar ... 82
Lampiran 5 Soal Uji Coba Tes Hasil Belajar ... 83
Lampiran 6 Jawaban Soal Uji Coba... 91
Lampiran 7 Analisis Butir Soal Pemahaman Konsep ... 101
Lampiran 8 Analisis Butir Soal Penalaran & Komunikasi ... 104
Lampiran 9 Analisis Butir Soal Pemecahan Masalah ... 106
Lampiran 10 Perhitungan Validitas Soal Objektif ... 108
Lampiran 11 Perhitungan Validitas Soal Uraian ... 110
Lampiran 12 Perhitungan Reabilitas Soal Objektif ... 112
Lampiran 13 Perhitungan Reabilitas Soal Uraian... 113
Lampiran 14 Perhitungan Daya Beda Soal Objektif ... 115
Lampiran 15 Perhitungan Daya Beda Soal Uraian ... 117
Lampiran 16 Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Objektif... 118
Lampiran 17 Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Uraian ... 120
Lampiran 18 Daftar Nama Anggota Kelompok Kelas Eksperimen... 121
Lampiran 19 Daftar Nama Anggota Kelompok Kelas Kontrol ... 122
Lampiran 20 Daftar Nilai UTS Siswa Kelas VIII ... 123
xi
Lampiran 24 Uji Kesamaan Rata-rata Data Awal ... 127
Lampiran 25 Contoh Soal Kontekstual 1 ... 128
Lampiran 26 LKS CTL 1 ... 130
Lampiran 27 Jawaban LKS CTL 1 ... 133
Lampiran 28 Contoh Soal Kontekstual 2 ... 135
Lampiran 29 Jawaban Contoh Soal Kontekstual 2 ... 136
Lampiran 30 LKS CTL 2 ... 137
Lampiran 31 Jawaban LKS CTL 2 ... 140
Lampiran 32 Contoh Soal Kontekstual 3 ... 142
Lampiran 33 Jawaban Contoh Soal Kontekstual 3 ... 143
Lampiran 34 LKS CTL 3 ... 144
Lampiran 35 Jawaban LKS CTL 3 ... 149
Lampiran 36 LKS Quantum 1... 152
Lampiran 37 Jawaban LKS Quantum 1 ... 155
Lampiran 38 LKS Quantum 2... 157
Lampiran 39 LKS Quantum 3... 159
Lampiran 40 Nilai Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen & Kontrol... 161
Lampiran 41 Uji Normalitas Data Akhir Kelas Eksperimen ... 162
Lampiran 42 Uji Normalitas Data Akhir Kelas Eksperimen ... 163
Lampiran 43 Uji Homogenitas Data Akhir ... 164
xii
Lampiran 47 RPP CTL 1... 168
Lampiran 48 RPP CTL 2... 174
Lampiran 49 RPP CTL 3 ... 179
Lampiran 50 Lembar Observasi Guru Pembelajaran CTL 1 ... 184
Lampiran 51 Lembar Observasi Guru Pembelajaran CTL 2 ... 186
Lampiran 52 Lembar Observasi Guru Pembelajaran CTL 3 ... 188
Lampiran 53 Lembar Observasi Siswa Pembelajaran CTL 1... 190
Lampiran 54 Lembar Observasi Siswa Pembelajaran CTL 2... 192
Lampiran 55 Lembar Observasi Siswa Pembelajaran CTL 3... 194
Lampiran 56 RPP Quantum 1 ... 196
Lampiran 57 RPP Quantum 2 ... 202
Lampiran 58 RPP Quantum 3 ... 207
Lampiran 59 Lembar Observasi Guru Pembelajaran Quantum 1 ... 212
Lampiran 60 Lembar Observasi Guru Pembelajaran Quantum 2 ... 214
Lampiran 61 Lembar Observasi Guru Pembelajaran Quantum 3 ... 216
Lampiran 62 Lembar Observasi Siswa Pembelajaran Quantum 1... 218
Lampiran 63 Lembar Observasi Siswa Pembelajaran Quantum 2... 220
xiii
Tabel 1 Daftar Kritik r Product Moment... 224
Tabel 2 Daftar Kritik Chi Square ... 225
Tabel 3 Daftar Kritik Uji F ... 226
Tabel 4 Daftar Kritik Uji t... 227
1
1.1
LATAR BELAKANG
Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang
pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah
Menengah Atas (SMA). Siswa harus mempelajari matematika melalui
pemahaman aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
Ada beberapa hal yang diperlukan dalam mengembangkan pembelajaran
matematika di sekolah, yaitu :
(1) Mengkondisikan siswa untuk menemukan kembali rumus, konsep, atau
prinsip dalam matematika melalui bimbingan guru agar siswa terbiasa
melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu.
(2) Dalam setiap pembelajaran, guru memperhatikan penguasaan materi
prasyarat yang diperlukan.
(3) Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai
dengan mengajukan masalah-masalah kontekstual. Siswa secara bertahap
Namun demikian, dalam pembelajaran matematika di sekolah khususnya di
SMP cenderung Text Book Oriented dan kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran cenderung abstrak dan dengan metode ceramah,
sehingga konsep-konsep akademik sulit untuk dipahami. Sementara itu
kebanyakan dalam mengajar guru masih kurang memperhatikan kemampuan
berpikir siswa, dengan kata lain guru tidak melakukan pembelajaran bermakna,
metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagai akibatnya motivasi belajar
siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan
mekanistis.
Pembelajaran matematika hendaknya harus lebih bervariasi baik metode
maupun strateginya guna mengoptimalkan potensi siswa. Upaya-upaya guru
dalam mengatur dan memberdayakan berbagai variabel pembelajaran, merupakan
bagian yang penting dalam keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran
yang direncanakan. Karena itu pemilihan metode, strategi, dan pendekatan dalam
mendesain model pembelajaran guna terciptanya iklim pembelajaran aktif yang
bermakna dan menyenangkan adalah tuntutan yang harus dipenuhi oleh guru.
Seiring dengan kemajuan dalam dunia pendidikan, pola-pola pengajaran
modern mulai dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran. Pola pengajaran
modern lebih menitikberatkan pada aktivitas sejati, siswa belajar sambil bekerja
(Learning by doing). Menurut Hamalik, (2007:171), dengan bekerja siswa akan memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan serta perilaku lainnya
termasuk sikap dan nilai, sehingga ilmu pengetahuan yang telah di dapat oleh
Dalam aliran belajar konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif siswa
mengkonstruksi arti, entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan sebagainya. Belajar
juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau
bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang
sehingga pengertiannya dikembangkan (Suparno, 1997:61). Secara garis besar
Teori konstruktivisme mempunyai beberapa prinsip-prinsip utama, diantaranya
adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun
sosial, (2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya
dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar, (3) siswa aktif mengkonstruksi
terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah, (4) guru sekedar
membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan
mulus.
Dalam perkembangan dunia pendidikan terdapat beberapa model
pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori konstruktivisme, diantaranya
adalah model pembelajaran CTL dan model pembelajaran Quantum Teaching
(Sugandi, 2007:41), serta pembelajaran Kooperatif yang secara luas meliputi :
model pembelajaran Jigsaw, STAD, CIRC, dan TAI (Muhamad, 2000:8). Dalam
skripsi ini penulis hanya menerapkan model pembelajaran CTL dan Quantum
Teaching.
Pembelajaran CTL merupakan sebuah konsep belajar dimana guru
menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer
pengetahuan dari guru dan siswa. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual,
proses pembelajaran diharapkan mendorong dan memotivasi siswa untuk
menyadari dan menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan
menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil pembelajaran yang diperoleh diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk
memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik
kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya.
Dalam pembelajaran CTL terdapat tujuh komponen utama yang harus
diperhatikan, ketujuh komponen tersebut meliputi konstruktivisme
(Contructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian sebenarnya (Authentic assement) (Nurhadi, 2003 : 16).
Sejak berlakunya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004,
pembelajaran CTL mulai disosialisasikan. Apalagi penggunaan model
pembelajaran CTL sudah memperoleh rekomendasi dari Direktur Pendidikan
Dasar dan Menengah (Dikdasmen) pada bulan Agustus 2002, (Suyitno, 2004:32).
Jika dalam pembelajaran CTL terdapat upaya untuk menghadirkan dunia
nyata ke dalam proses kegiatan belajar maka dalam pembelajaran Quantum
Seperti, menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan
pengajaran yang sesuai, dan keterlibatan aktif siswa.
Pembelajaran Quantum (Quantum Teaching) merupakan orkestrasi
bermacam-macam interaksi yang ada di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi
ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi siswa
(DePorter, 2002:5). Dalam proses pembelajaran Quantum Teaching terjadi
orkestrasi (penggubahan, penyelarasan, dan pemberdayaan komunitas belajar),
sehingga orang-orang yang terlibat didalamnya (guru dan siswa) sama-sama
merasa senang dalam belajar dan bekerja, saling membantu untuk mencapai hasil
belajar yang optimal.
Pembelajaran Quantum Teaching mempunyai asas utama yaitu “Bawalah
Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”.
Selain asas utama, pembelajaran Quantum Teaching juga memiliki lima prinsip
belajar yaitu, Segalanya berbicara, Segala bertujuan, Pengalaman sebelum
pemberian nama, Akui setiap usaha, Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan
(DePorter, 2002:7). Adapun pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran
Quantum Teaching yaitu ”TANDUR” merupakan singkatan dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan (DePorter, 2002:9)
Di indonesia model pembelajaran Quantum Teaching masih tergolong
sebagai model pembelajaran baru dan belum banyak dikembangkan oleh
sekolah-sekolah. Setelah penulis mengadakan wawancara dengan guru matematika di
SMP Negeri 2 Pemalang, guru tersebut mengatakan bahwa model pembelajaran
pembelajaran di sekolah tersebut. Maka dari itu penulis mencoba untuk
menerapkan model pembelajaran Quantum Teaching sebagai alternatif
pembelajaran yang menyenangkan yang dapat meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar siswa, khususnya dalam mata pelajaran matematika.
SMP Negeri 2 Pemalang merupakan salah satu sekolah favorit di kabupaten
Pemalang, karena sekolah tersebut sudah ditetapkan sebagai Rintisan Sekolah
Bebasis Internsaional (RSBI). Setelah penulis mengadakan pengamatan dan
wawancara dengan guru mata pelajaran matematika kelas VIII, guru tersebut
mengatakan bahwa kelas VIII A dan VIII D merupakan kelas yang memiliki
siswa dengan kemampuan akademik yang beragam selain itu kedua kelas tersebut
juga memiliki siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Namun demikian,
pada ujian tengah semester yang telah dilaksanakan pada bulan oktober 2008
tingkat ketuntasan belajar individual siswa kelas VIII A hanya mencapai 52%
dengan nilai rata-rata 68,78 sedangkan tingkat ketuntasan belajar individual siswa
kelas VIII D, hanya mencapai 61 % dengan nilai rata-rata 68,32. Sebagai salah
satu sekolah favorit di kabupaten Pemalang tentu saja ini, masih jauh dari harapan
ketuntasan belajar individual yang diharapkan oleh sekolah yaitu sebesar 75 %.
Materi pokok teorema Pythagoras merupakan materi pokok yang banyak
dimanfaatkan secara luas dalam dunia nyata seperti digunakan dalam bidang
pelayaran, astronomi, arsitektur, dan matematika itu sendiri khususnya geometri.
Materi pokok teorema Pythagoras dianggap sebagian siswa sebagai materi yang
mereka hafal sehingga pembelajaran terkesan abstrak, kurang bermakna dan
menakutkan.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas penulis ingin sekali menerapkan
model pembelajaran CTL dan Quantum Teaching dalam kegiatan pembelajaran
melalui penelitian yang berjudul ”Perbandingan Penggunaan Model Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning dengan Model Pembelajaran Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Teorema Pythagoras Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Pemalang Tahun Ajaran 2008/2009”.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil suatu rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan
model pembelajaran CTL lebih baik daripada prestasi belajar matematika
siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Quantum
Teaching pada materi pokok teorema Pythagoras?
2. Berapa persen ketercapaian KKM hasil belajar siswa yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran CTL pada materi pokok teorema
Pythagoras ?
3. Berapa persen ketercapaian KKM hasil belajar siswa yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching pada materi pokok
1.3
TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar matematika siswa dengan
menggunakan model pembelajaran CTL lebih baik daripada prestasi belajar
matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran Quantum
Teaching.
2. Untuk mengetahui presentase ketercapaian KKM hasil belajar siswa yang
diajar dengan menggunakan model pembelajaran CTL pada materi pokok
teorema Pythagoras.
3. Untuk mengetahui presentase ketercapaian KKM hasil belajar siswa yang
diajar dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching pada
materi pokok teorema Pythagoras.
1.4
PENEGASAN ISTILAH
1.4.1 Perbandingan
Menurut Depdiknas, (2002:100) perbandingan mempunyai arti perbedaan
(selisih) kesamaan. Perbandingan dalam penelitian ini adalah perbedaan rata-rata
hasil belajar siswa kelas VIII antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran
CTL dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran Quantum Teaching
pada kompetensi dasar menggunakan teorema Pythagoras dalam pemecahan
1.4.2 Hasil belajar
Hasil belajar matematika berarti kemampuan seseorang untuk mempelajari
matematika dengan hasil yang diperoleh secara maksimal ditunjukkan dengan
nilai tes berupa angka yang diberikan oleh guru. Hasil belajar dalam penelitian ini
adalah nilai yang diperoleh siswa setelah melaksanakan tes penelitian.
1.4.3 Model pembelajaran CTL
Adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam
kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari
(Nurhadi, 2003:13).
1.4.4 Model pembelajaran Quantum Teaching
Adalah upaya guru untuk mengorkestrasikan berbagai macam interaksi
yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup
unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi siswa. Interaksi ini
mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan
bermanfaat bagi mereka dan bagi orang lain (DePorter, 2002:5).
1.4.5 KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum)
KKM merupakan singkatan dari Kriteria Ketuntasan Minimum. Dalam
penelitian ini KKM yang digunakan adalah KKM individual. Siswa dikatakan
tuntas belajar jika nilai hasil belajar siswa lebih dari atau sama dengan nilai KKM
1.4.6 Materi pokok teorema Pythagoras
Teorema Pythagoras merupakan salah satu materi pokok dalam mata
pelajaran matematika yang diajarkan di SMP 2 Pemalang kelas VIII semester 1
tahun ajaran 2008/2009. Dalam penelitian ini materi pokok teorema Pythagoras
dibatasi pada: menyebutkan teorema Pythagoras pada segitiga siku-siku,
menyebutkan kebalikan teorema Pythagoras pada segitiga siku-siku, menghitung
panjang sisi segitiga siku-siku jika panjang dua sisi segitiga lainnya diketahui,
menentukan jenis segititiga jika panjang sisi-sisi segitiga diketahui, menentukan
bilangan triple Pythagoras, menghitung perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku
istimewa, serta menghitung panjang diagonal bangun datar seperti, persegi,
persegi panjang, belah ketupat, layang-layang, dan sebagainya.
1.5
MANFAAT
1.5.1 Manfaat bagi guru
1) Guru akan lebih selektif dalam memanfaatkan model pembelajaran
matematika agar hasil belajar matematika siswa meningkat.
2) Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan pemilihan model
pembelajaran matematika yang efektif terutama dalam meningkatkan
aktivitas dan kreativitas belajar siswa.
3) Dapat memberikan wawasan kepada guru dan calon guru, khususnya guru
matematika tentang model pembelajaran yang efektif berdasarkan teori
1.5.2 Manfaat bagi siswa
1) Dapat memotivasi belajar siswa di sekolah.
2) Dapat meningkatkan kerjasama siswa dalam kelompok belajar di sekolah.
3) Dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa di sekolah.
4) Mampu menerapkan pengetahuan yang di dapat ke dalam dunia nyata.
1.5.3 Manfaat bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman, karena sesuai dengan
profesi peneliti yang ditekuni yaitu sebagai pendidik sehingga nantinya dapat
diterapkan di lapangan.
1.6
SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian
pendahuluan, bagian isi, dan bagian akhir.
I. Bagian Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi halaman judul, pernyataan, halaman pengesahan,
halaman motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, serta daftar
lampiran dan tabel.
II. Bagian Isi
BAB 1: Pendahuluan berisi meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika
BAB 2 : Landasan Teori dan Hipotesis berisi teori yang melandasi
permasalahan skripsi serta penjelasan yang merupakan landasan
teoritis yang diterapkan dalam skripsi, pokok bahasan yang terkait
dengan pelaksanaan penelitian, kerangka berpikir, dan hipotesis
tindakan.
BAB 3 : Metode Penelitian, berisi wilayah penelitian, subjek penelitian,
desain penelitian, metode pengumpulan data.
BAB 4 : Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi hasil penelitian dan
pembahasan hasil penelitian.
BAB 5 : Penutup, berisi tentang simpulan dan saran.
III. Bagian Akhir
Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka yang digunakan sebagai acuan dan
13
2.1
Teori Belajar
Belajar merupakan kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu,
bukan suatu proses mekanik untuk mengumpulkan fakta-fakta. Dalam
perkembangan dunia pendidikan konsep tentang belajar telah banyak
didefinisikan oleh para ahli. Beberapa ahli mendefinisikan konsep tentang belajar
sebagai berikut.
2.1.1 Teori Belajar Jarome Bruner
Jerome Bruner dalam (Suherman, 2003:44) menyatakan bahwa belajar
(matematika) akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada
konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang
diajarkan. Brunner melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar,
siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat
peraga). Melalui alat peraga yang ditelitinya itu siswa akan melihat langsung
bagaimana keteraturan dan sruktur yang terdapat dalam benda yang sedang
2.1.2 Teori Belajar Jean Piaget
Jean Piaget mengemukakan tiga prinsip utama pembelajaran, yaitu (1)
belajar aktif, (2) belajar lewat interaksi sosial, dan (3) belajar lewat pengalaman
sendiri, (Sugandi, 2007:35).
1. Belajar aktif
Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk
dari dalam siswa. Untuk membantu perkembangan kognitif anak perlu diciptakan
kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri misalnya, melakukan
percobaan, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan mencari
jawab, membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.
2. Belajar lewat interaksi sosial
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya
interaksi di antara siswa. Piaget percaya bahwa belajar bersama akan membantu
perkembangan kognitif mereka. Melalui interaksi sosial, perkembangan kognitif
anak akan mengarah ke banyak pandangan.
3. Belajar lewat pengalaman sendiri
Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada
pengalaman nyata daripada bahasa yang digunakan berkomunikasi. Pembelajaran
di sekolah hendaknya di mulai dengan memberikan pengalaman-pengalaman
nyata daripada dengan pemberitahuan-pemberitahuan yang jawabannya harus
2.1.3 David Ausubel
David Ausubel sebagai pelopor aliran kognitif, mengemukakan teorinya
tentang belajar bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat
dalam struktur kognitif seseorang, Ratna Willis dalam Sugandi (2007:38).
Belajar bermakna terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena
baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep dan
perubahan konsep yang telah ada yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan
perubahan struktur konsep yang telah dimiliki oleh siswa. Teori belajar bermakna
Ausuble ini sangat dekat dengan inti pokok konstruktivisme, yang menekankan
pentingnya siswa mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru
ke dalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Dalam teori tersebut
mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif (Suparno, 1997:54).
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah disampaikan oleh para ahli
tersebut, maka penulis dapat mengambil suatu kesimpulan.
1. Belajar merupakan suatu proses kegiatan aktif siswa dalam membangun
pengetahuannya.
2. Dalam proses belajar siswa bekerja dan mengalami sendiri apa yang
dipelajarinya sehingga kegiatan belajar akan lebih bermakna bagi siswa.
2.2
Ciri-ciri Belajar
Dalam pandangan konstruktivisme proses belajar memiliki beberapa ciri-ciri
(1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu
dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
(2) Konstruksi adalah proses yang terus-menerus, setiap kali berhadapan dengan
fenomena atau persoalan yang baru diadakan rekonstruksi baik secara kuat
maupun lemah.
(3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih kepada
suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru.
(4) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya.
(5) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa,
konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan
bahan yang dipelajari (Suparno, 1997:61).
2.3
Hasil belajar
Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau
angaka tes yang diberikan guru (Sardiman, 2001:54). Dalam mata pelajaran
matematika SMP hasil belajar siswa meliputi tiga aspek penilaian yaitu, aspek
pemahaman konsep, aspek penalaran dan komunikasi, serta aspek pemecahan
masalah. Ketiga aspek tersebut dapat dinilai dengan menggunakan penilaian
tertulis, penilaian kerja, penilaian produk, penilaian proyek, serta penilaian porto
folio. Adapun indikator dari dari ketiga aspek penilaian tersebut adalah sebagai
(1) Pemahaman konsep
a. Menyatakan ulang sebuah konsep
b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut kriteria tertentu
c. Memberi contoh dan non contoh dari konsep
d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis
e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep
f. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah
g. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi
tertentu
(2) Penalaran dan komunikasi
a. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan
diagram
b. Mengajukan dugaan
c. Melakukan manipulasi matematika
d. Menarik kesimpulkan dari pernyatan
e. Menarik kesimpulan dari pernyatan
f. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi.
(3) Pemecahan masalah
a. Menunjukkan pemahaman masalah
b. Mengorganiasaikan data dan memilih informasi yang relefan dalam
pemecahan masalah
d. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat
e. Mengembangkan strategi pemecahan masalah secara tepat
f. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah
(Zulaiha, 2006:14).
2.4
Pembelajaran
Menurut Suyitno (2004:2) pembelajaran didefinisikan sebagai upaya
menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat,
dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru
dengan siswa serta siswa dengan siswa. Dalam arti sempit proses pembelajaran
adalah proses pendidikan dalam persekolahan, sehingga pembelajaran adalah
proses sosialisasi siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber fasilitas,
dan teman sesama siswa. Sedangkan menurut konsep komunikasi pembelajaran
adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan
siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan
bagi siswa yang bersangkutan.
Dalam pembelajaran matematika di sekolah terdapat beberapa sifat atau
karakteristik pembelajaran yang harus diperhatikan yaitu.
(1) Pembelajaran matematika adalah berjenjang artinya bahan kajian
matematika diajarkan secara bertahap dimulai dari hal yang konkrit
dilanjutkan ke hal yang abstrak.
(2) Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral artinya dalam
memperkenalkan konsep atau bahan ajar yang baru perlu memperhatikan
(3) Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif artinya
matematika adalah ilmu deduktif namun demikian dalam pembelajaran kita
harus dapat memilih pendekatan yang cocok sesuai dengan perkembangan
anak didik kita.
(4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi artinya
kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan
kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu
konsep dengan ynag lainnya. Dalam pembelajaran matematika di sekolah,
meskipun ditempuh dengan pola induktif, tetapi tetap generalisasi suatu
konsep haruslah bersifat deduktif, (Suherman, 2003:69).
2.5
Model Pembelajaran
Istilah model pembelajaran amat dekat dengan istilah strategi pembelajaran.
Soedjadi dalam Rachmadi (2004:3) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu siasat melakukan kegiatan pembelajaran yang bertujuan mengubah
suatu keadaan pembelajaran kini menjadi keadaan pembelajaran yang diharapkan.
Untuk mengubah keadaan itu dapat ditempuh dengan berbagai pendekatan
pembelajaran. Soedjadi menyebutkan bahwa dalam satu pendekatan dapat
dilakukan lebih dari satu metode dan dalam satu metode dapat digunakan lebih
dari satu teknik.
Model pembelajaran berbeda dengan strategi pembelajaran, metode
pembelajaran, dan prinsip pembelajaran. Model pembelajaran meliputi suatu
menyebutkan bahwa istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus
yang tidak dipunyai oleh strategi ataupun metode pembelajaran, yaitu:
a. Rasional teoritik yang logis disusun oleh penciptanya.
b. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut berhasil.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai.
2.6
Model Pembelajaran CTL
2.6.1Pengertian pembelajaran CTLPembelajaran CTL merupakan singkatan dari istilah Contextual Teaching
and Learning, merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Elaine B. Johnson, Ph.D pada tahun 2002 (Suyitno, 2004:32). Istilah Contextual
sendiri berasal dari kata ”contex” yang berarti ”hubungan”, ”konteks”,
”keadaan”, dan ”suasana”.
Pembelajaran CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, (Nurhadi, 2003:13).
Pembelajaran CTL tidak lepas dari strategi pembelajaran aktif dalam rangka
mengungkap kembali pengalaman belajar siswa dan memberikan siswa
2.6.2Prinsip-prinsip pembelajaran CTL
Dalam pembelajaran CTL terdapat tujuh komponen pembelajaran yang
efektif, yaitu: Konstruktivisme (Constructivism), Bertanya (Questioning),
Menemukan (Inquiry), Masyarakat belajar (Learning community), Pemodelan
(Modeling), Refleksi (Reflection) dan Penilaian sebenarnya (Authentic assement).
1 . Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme (Contructivism) merupakan landasan berpikir/filosofi
pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit yang hasilnya di perluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu
dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan
dibenak mereka sendiri. Bagi siswa untuk benar-benar mengerti dan dapat
menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan
masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri. Tugas guru tidak hanya
menuangkan sejumlah informasi tetapi juga mengusahakan bagaimana agar
konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa.
2 . Menemukan (Inquiri)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual.
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru
harus selalu merancang kegiatan yang nmerujuk pada kegiatan menemukan,
apapun materi yang diajarkannya. Siklus inquiry : Observasi (Observation), Bertanya (Quetioning), Mengajukan dugaan (Hipotesis), Pengumpulan data (Data gathering) dan Penyimpulan (Conclussion).
3 . Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan merupakan strategi utama pembelajaran CTL. Bertanya
adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis
dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Karena pada dasarnya pengetahuan yang
dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya, (Depdiknas, 2002:13). Dalam
pembelajaran, bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Guru dapat menggunakan
teknik bertanya dengan cara memodelkan keingintahuan siswa dan mendorong
siswa agar mengajukan sejumlah pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan
spontan yang diajukan siswa dapat digunakan untuk merangsang siswa berpikir,
berdiskusi, dan berspekulasi.
4 . Masyarakat belajar (Learning community)
Masyarakat belajar bisa terjadi bila ada proses komunikasi dua arah. Konsep
ini dimaksudkan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang
lain. Hasil belajar diperoleh dari ”sharing” antar teman, antar kelompok, dan
melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi
dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen.
5 . Pemodelan (Modeling)
Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat model yang dapat ditiru. Model itu
dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara mengerjakan sesuatu, dan
sebagainya. Dalam pembelajaran CTL, guru bukan satu-satunya model. Model
dapat dirancang dengan melibatkan siswa secara aktif.
6 . Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi
merupakan respon terhadap kejadian , aktivitas, atau pengetahuan yang baru
diterima. Pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui konteks
pembelajaran yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Pada akhir
pembelajaran guru menyisakan waktu agar siswa melakukan refleksi.
7 . PenilaianSebenarnya (authentic assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan data yang memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa, (Sardiman, 2001:227). Gambaran perkembangan
belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa mengetahui apakah siswa mengalami
proses pembelajaran dengan benar. Gambaran proses dan kemajuan belajar siswa
perlu diketahui sepanjang proses pembelajaran. Karena itu penilaian tidak hanya
dilakukan pada akhir periode saja tetapi dilakukan sepanjang proses atau integrasi
adalah bahwa penilaian itu bukan untuk mencari informasi tentang hasil belajar
saja tetapi juga bagaimana proses belajarnya. Hal ini relevan dengan pengertian
pembelajaran yang benar, yakni ditekankan pada upaya membantu siswa
bagaimana mampu mempelajari, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak
mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Karena itu data yang
dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan atau dilakukan
selama proses pembelajaran.
Secara rinci, ciri-ciri penilaian autentik adalah.
1. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
2. Dapat digunakan untuk formatif maupun sumatif.
3. Yang diukur keterampilan dan performa, bukan mengingat fakta.
4. Berkesinambungan.
5. Terintegrasi.
6. Dapat digunakan sebagai Feed back.
Adapun wujud atau bentuk kegiatan penilaian sebagai dasar untuk menilai prestasi
siswa dan kompetensi siswa, antara lain.
1. Kegiatan dan laporan.
2. PR.
3. Hasil tes tulis.
4. Kuis.
5. Presentasi dan penampilan siswa.
2.6.3KarakteristikCTL dalam pembelajaran
Dalam pembelajaran CTL terdapat beberapa karakteristik yang harus
diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran diantaranya sebagai berikut.
1. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental
siswa.
2. Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (independent learning
groups).
3. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self
regulated learning).
4. Mempertimbangkan keragaman siswa (diversity of student). 5. Memperhatikan multi intelegensi siswa.
6. Menggunakan teknik-teknik bertanya untuk meningkatkan pembelajaran
siswa, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat
tinggi.
7. Menerapkan autentik assement.
(Nurhadi & senduk, 2003:20).
2.6.4Langkah-langkah pembelajaran CTL
Langkah-langkah pembelajaran CTL dalam penelitian adalah sebagai
berikut.
No Fase Kegiatan Pembelajaran CTL
1. Pendahuluan Pada tahap ini.
2. Guru menyampaikan apresepsi, mengingat kembali
konsep-konsep atau materi yang berkaitan dengan dalil Pythagoras
dengan melakukan kegiatan tanya jawab (Questioning).
3. Guru memberikan motivasi belajar siswa.
2. Kegiatan Inti 1. Guru memberikan contoh-contoh permasalahan kontekstual
yang ada disekitar lingkungan siswa yang berkaitan dengan
materi dalil Pythagoras.
2. Guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil
yang terdiri dari 5-6 orang siswa yang heterogen, setiap
kelompok diberi nama tertentu (Learning Community).
3. Guru membagikan sebuah LKS pada tiap kelompok untuk
menemukan kembali konsep-konsep yang terdapat dalam
teorema Pythagoras dengan cara mengkonstruksi
pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Siswa
aktif melakukan kegiatan bertanya di dalam kelompok
masing-masing dan terjadi sharing antar teman
(Contructivism & Inquiry).
4. Guru memberikan bimbingan secara kelompok maupun
individual.
5. Setelah menemukan kembali konsep, siswa diminta
memecahkan contoh soal kontekstual yang telah diberikan
guru pada awal kegiatan belajar.
6. Guru meminta tiap-tiap kelompok untuk mempresentasikan
hasil diskusinya di depan kelas.
konsep-konsep dalam dalil Pythagoras, dan
memeragakannya di depan siswa (Modeling).
8. Siswa mempresentasikan hasil kerjannya kembali di depan
kelas.
9. Guru memberikan tes di akhir pelajaran sebagai umpan balik
siswa.
3. Penutup 1. Guru melakukan refleksi dengan mengungkapkan kesan
siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.
2. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang
paling aktif dalam kegiatan belajar.
3. Bersama dengan siswa menarik kesimpulan dari
pembelajaran yang telah dilakukan.
4. Memberikan tugas rumah yang dikerjakan secara individu.
2.7
Pembelajaran Quantum
Model pembelajaran Quantum Teaching mulai dikembangkan di amerika
sekitar tahun 1999, yang dipelopori oleh Bobbi DePorter dan Mark Reardon
(Suyitno, 2004:34). Quantum Teaching dimulai di SuperCamp, sebuah program
percepatan Quantum Learning yang ditawarkan oleh Learning Forum. Dalam
program menginap selama dua belas hari ini siswa memperoleh kiat-kiat yang
membantu mereka dalam mencatat, menghafal, membaca, menulis, berkreatifitas,
berkomunikasi serta membina hubungan. Adapun hasil-hasil yang dicapai dalam
meningkatkan rasa percaya diri, 84% meningkatkan harga diri, dan 98%
melanjutkan penggunaan keterampilan, (DePorter, 2004:4)
Dalam Quantum Teaching terdapat tiga hal yang harus dipahami yaitu,
Quantum, Pemercepatan belajar, dan fasilitasi. Quantum artinya adalah interaksi
yang mengubah energi menjadi cahaya. Sehingga Quantum Teaching adalah
upaya guru mengorkestrasikan berbagai interaksi yang berada di dalam dan di
sekitar momen belajar, sehingga kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi
cahaya. Interaksi-interaksi mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang
mempengaruhi kesuksesan siswa, sekaligus mengubah kemampuan dan bakat
alamiah siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang
lain, (DePorter, 2004:5).
Pemercepatan belajar berarti menyingkirkan hambatan yang menghalangi
proses belajar alamiah dengan sengaja menggunakan musik, mewarnai lingkungan
sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, dan keterlibatan aktif,
(DePorter, 2004:5). Fasilitasi, artinya memudahkan segala hal. Fasilitasi dalam
konteks ini merujuk pada implementasi strategi menyingkirkan hambatan belajar,
mengembalikan proses belajar ke keadaan yang mudah dan alami. Fasilitasi ini
juga termasuk penyediaan alat-alat bantu yang memudahkan siswa belajar,
(DePorter, 2004:6).
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan pembelajaran Quantum
proses pembelajaran menjadi cahaya yang melejitkan prestasi siswa, dengan
menyingkirkan hambatan belajar melalui penggunaan cara dan alat yang tepat,
sehingga siswa dapat belajar secara mudah dan alami (DePorter, 2002:5).
Dengan Quantum teaching guru dapat mengajar dengan memfungsikan
kedua belahan otak kiri dan otak kanan pada fungsinya masing-masing. Penelitian
di Universitas California mengungkapkan bahwa masing-masing otak tersebut
mengendalikan aktivitas intelektual yang berbeda.
Otak kiri menangani angka, susunan, logika, organisasi, dan hal lain yang
memerlukan pemikiran rasional, beralasan dengan pertimbangan yang deduktif
dan analitis. Bagian otak ini yang digunakan berpikir mengenai hal-hal yang
bersifat matematis dan ilmiah. Kita dapat memfokuskan diri pada garis dan rumus,
dengan mengabaikan kepelikan tentang warna dan irama.
Otak kanan mengurusi masalah pemikiran yang abstrak dengan penuh
imajinasi. Misalnya warna, ritme, musik, dan proses pemikiran lain yang
memerlukan kreativitas, orisinalitas, daya cipta dan bakat artistik. Pemikiran otak
kanan lebih santai, kurang terikat oleh parameter ilmiah dan matematis. Kita dapat
melibatkan diri dengan segala rupa dan bentuk, warna-warni dan kelembutan, dan
mengabaikan segala ukuran dan dimensi yang mengikat.
2.7.1Asas Utama Quantum Teaching
Pembelajaran Quantum Teaching memiliki asas utama: “Bawalah dunia
mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Maksud asas
pengajaran yaitu mencoba memasuki dunia yang dialami oleh siswa. Cara yang
dilakukan oleh seorang guru adalah dengan mengajarkan sebuah peristiwa, pikiran
atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, musik, seni, rekreasi
atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, maka dapat membawa mereka
ke dalam dunia kita dan memberi mereka pemahaman mengenai isi dunia itu.
“Dunia Kita” dipeluas mencakup tidak hanya para siswa, tetapi juga guru.
Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam ini,
siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan
menerapkannya pada situasi baru.
2.7.2Prinsip -prinsip Quantum Teaching
Prinsip yang digunakan dalam Quantum Teaching terdiri dari lima prinsip yaitu: (1) segalanya berbicara, (2) segalanya bertujuan, (3) pengalaman sebelum
pemberian nama, (4) akui setiap usaha, (5) jika layak dipelajari, maka layak
dirayakan.
1. Segalanya Berbicara, prinsip segalanya berbicara mengandung pengertian
bahwa “segala sesuatu di ruang kelas berbicara” mengirim pesan tentang
belajar.
2. Segalanya Bertujuan, prinsip segalanya bertujuan berarti bahwa semua upaya
yang dilakukan guru dalam mengubah kelas mempunyai tujuan, yaitu agar
siswa dapat belajar secara optimal untuk mencapai prestasi yang yang tinggi.
3. Pengalaman sebelum pemberian nama, Proses belajar paling baik terjadi
ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama
mental, seperti: Apa?, Mengapa?, Bagaimana?. Jelasnya pengalaman
membangun keingintahuan siswa, menciptakan pertanyaan dalam benak
mereka, membuat mereka penasaran. Dalam kondisi demikian, barulah guru
memberikan nama: menjelaskan materi pelajaran. Jadi, sebelum menyajikan
materi pelajaran, guru perlu terlebih dahulu memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengalami atau mempraktikkan sendiri.
4. Akui Setiap Usaha, pengakuan terhadap usaha siswa dimaksudkan agar
mereka dapat mencapai hasil yang lebih baik. Perlu ditegaskan di sini, bahwa
dalam Quantum Teaching tidak dikenal istilah “gagal”. Yang ada hanyalah
hasil dan umpan balik. Setiap hasil adalah prestasi, baik yang sudah tepat atau
belum: dan masing-masing akan menjadi umpan balik demi pencapaian hasil
yang tepat sebagaimana dimaksudkan. Oleh karena itu, semua usaha siswa
harus dihargai atau diakui.
5. Jika Layak Dipelajari, maka Layak Pula Dirayakan. Perayaan memberikan
umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif
dengan belajar. Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa perlu
sering-sering merayakan kesuksesan belajar, dan menghubungkan belajar, dengan
perayaan. Bentuk perayaan, misalnya: tepuk tangan, tiga kali hore, jentikan
jari, kejutan, dan lain-lain.
2.7.3Model Quantum Teaching
Model Quantum Teaching mengambil bentuk yang hampir sama dengan
sebuah simponi, yang membagi unsur-unsur pembentuk simponi menjadi dua
suasana, landasan dan rancangan. Sedangkan dalam isi kita akan menemukan
unsur fasilitasi, penyajian, serta keterampilan. Selain itu model Quantum
Teaching mempunyai kerangka rancangan belajar Quantum Teaching yang dikenal sebagai TANDUR: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasi, Ulangi dan
Rayakan, (DePorter, 2004:8-9). Berikut ini akan dijelaskan pengertian tersebut.
1. Tumbuhkan
Merupakan tahap menumbuhkan minat siswa terhadap pembelajaran
yang akan dilakukan. Melalui tahap ini, guru berusaha mengikut sertakan
siswa dalam proses belajar. Motivasi yang kuat membuat siswa tertarik untuk
mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran. Tahap Tumbuhkan bisa dilakukan
untuk menggali permasalahan terkait dengan materi yang akan dipelajari,
menampilkan suatu gambaran atau benda nyata, cerita pendek atau video.
2. Alami
Alami merupakan tahap ketika guru menciptakan atau mendatangkan
pengalaman yang dapat di mengerti semua siswa. Tahap ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan awal yang
telah dimiliki. Selain itu tahap ini juga untuk mengembangkan keingin tahuan
siswa. Tahap alami bisa dilakukan dengan mengadakan pengamatan.
3. Namai
Tahap namai merupakan tahap memberikan kata kunci, konsep, model,
rumus atau strategi atas pengalaman yang telah diperoleh siswa. Dalam tahap
yang telah dilewati. Tahap ini penamaan memacu struktur kognitif siswa
untuk memberikan identitas, menguatkan dan mendefinisikan atas apa yang
telah dialaminya. Proses penamaan dibangun atas pengetahuan awal dan
keingin tahuan siswa saat itu. Penamaan merupakan saat untuk mengajarkan
konsep kepada siswa. Pemberian nama setelah pengalaman akan menjadi
sesuatu lebih bermakna dan berkesan bagi siswa. Untuk membantu penamaan
dapat digunakan susunan gambar, warna alat bantu, kertas tulis dan poster
dinding.
4. Demonstrasi
Tahap Demonstrasi memberikan kesempatan untuk menerapkan
pengetahuan ke dalam pembelajaran yang lain dan ke dalam kehidupan
mereka. Tahap ini menyediakan kesempatan siswa untuk menunjuk apa yang
mereka ketahui. Tahap Demonstrasi bisa dilakukan dengan penyajian di depan
kelas, permainan, menjawab pertanyaan dan menunjukkan hasil pekerjaan.
5. Ulangi
Pengulangan akan memperkuat koneksi saraf sehingga menguatkan
struktur kognitif siswa. Semakin sering dilakukan pengulangan pengetahuan
akan semakin mendalam. Bisa dilakukan dengan menegaskan kembali pokok
materi pelajaran, memberi kesempatan siswa untuk mengulang pelajaran
6. Rayakan
Rayakan merupakan wujud pengakuan untuk menyelesaikan partisipasi
dan memperoleh keterampilan dalam ilmu pengetahuan. Bisa dilakukan
dengan pujian, tepuk tangan, bernyanyi bersama.
2.7.4Lingkungan Quantum Teaching
Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar. Segala
sesuatu dalam lingkungan kelas menyampaikan pesan yang dapat memacu atau
menghambat belajar, Dhoroty dalam DePorter (2000:66). Lingkungan kelas yang
hangat, nyaman, rapi, bersih, dan suasana yang penuh keakraban tentunya dapat
memacu semangat siswa untuk belajar akan tetapi lingkungan kelas yang sunyi,
suram, dan tidak tertata tentunya dapat menghambat kegiatan belajar siswa.
Oleh karena itu untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif,
Quantum Teaching memiliki ide-ide yang dapat digunakan diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Poster Afirmasi
Menggambarkan afirmasi seperti dialog internal, sehingga menguatkan
keyakinan siswa untuk belajar.
2. Warna
3. Pengaturan bangku
Pengaturan bangku dapat disusun untuk mendukung tujuan belajar. Cara guru
mengatur bangku dapat memainkan peran penting dalam pengorkestrasian
belajar.
4. Musik
Guru dapat menggunakan musik untuk menata suasana hati, mengubah
keadaan mental siswa, dan mendukung lingkungan belajar. Musik yang dapat
digunakan diantaranya adalah (Mozart, Bach, Vivaldi, Handel, dan musik
klasik Satie dan rachmaninof).
5. Aroma
Guru dapat memberikan sedikit aroma wewangian dalam lingkungan
kelasnya. Menurut Hirsc dalam DePorter (2000:72), manusia dapat
meningkatkan kemampuan berpikir mereka secara kreatif sebanyak 30% saat
diberikan wangi bunga tertentu.
2.7.5Ciri-ciri Quantum Teaching
Secara garis besar pembelajaran yang menggunakan model Quantum
Teaching menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut.
1. Penggunaan musik dengan tujuan-tujuan tertentu.
2. Pemanfaatan ikon-ikon sugestif.
3. Penggunaan ”stasiun-stasiun kecerdasan” untuk memudahkan siswa belajar
sesuai dengan modalitas kecerdasannya.
4. Penggunaan bahasa yang unggul.
2.7.6 Langkah-langkah pembelajaran Quantum Teaching
Langkah-langkah pembelajaran Quantum teaching dalam penelitian adalah
sebagai berikut.
NO Fase Kegiatan pembelajaran Quantum
1. Pendahuluan Pada tahap ini :
1. Guru menumbuhkan minat belajar siswa dengan memberikan
motivasi belajar (Tumbuhkan).
2. Guru menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran
(AMBAK, Apa Manfaatnya Bagiku).
3. Guru menyampaikan apresepsi.
2. Kegiatan Inti 1. Guru memberikan pengalaman awal tentang materi yang akan
diajarkan, buat seluruh isi kelas berbicara tentang materi yang
akan diajarkan dengan cara melakukan tanya jawab (Alami).
2. Guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil,
tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa yang heterogen.
3. Guru membagikan LKS dan poster afirmatif pada tiap
kelompok, siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya
untuk menemukan kembali konsep-konsep dalam materi
teorema Pythagoras (Namai).
4. Guru mengorkestasikan suasana belajar dengan memutarkan
musik yang lembut ketika siswa bekerja.
5. Guru memberikan bimbingan secara kelompok maupun
individual.
dengan melakukan presentasi (Demonstrasikan).
7. Guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok yang
telah melakukan presentasi dengan memberikan pujian,
dorongan, semangat, dan tepukan yang meriah (Rayakan).
8. Guru meminta siswa untuk mengulang kembali konsep yang
baru saja dipelajari dan memberikan latihan soal (Ulangi).
9. Di akhir pembelajaran guru memberikan tes tertulis yang
dikerjakan secara individu sebagai umpan balik siswa.
3. Penutup 1. Guru bersama dengan siswa menyimpulkan materi yang baru
saja dipelajari (Ulangi).
2. Guru memberikan tugas rumah yang dikerjakan secara
individu.
2.8
KETUNTASAN BELAJAR
Ketuntasan adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan di sekolah atau
perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui
pengukuran dan penilaian. Sedang ketuntasan belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran biasanya
ditunjukkan dengan nilai tes. Ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran
dipengaruhi oleh peran dan strategi guru dalam pembelajaran. Seorang siswa
dipandang tuntas belajar jika ia mampu menyelesailkan dan menguasai
kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan
menguasai tujuan pembelajaran minimal 65% dan sekurang-kurangnya 85% dari
jumlah siswa yang ada di kelas itu, (Mulyasa, 2006:99).
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ditentukan oleh masing-masing
sekolah berdasarkan keadaan dimana sekolah tersebut berada. Dalam hal ini,
penentuan KKM antara sekolah yang satu dengan yang lain tentu saja
berbeda-beda. Namun demikian, dalam menentukan KKM terdapat tiga hal yang harus
diperhatikan yaitu, Tingkat kompleksitas, Kemampuan sumber daya pendukung,
dan Intake (tingkat kemampuan rata-rata) siswa.
Dalam skripsi ini siswa dikatakan tuntas dalam belajar matematika jika nilai
hasil belajar matematika yang diperoleh siswa telah mencapai ≥ 68.
2.9
TINJAUAN MATERI
Untuk mengambil sebuah layangan yang
menyangkut di pohon, seorang anak harus
menyandarkan sebuah tangga yang panjangnya 5
m. Jika jarak ujung bawah tangga terhadap pangkal
pohon adalah 3 m, berapakah tinggi pohon yang
dapat dicapai tangga tersebut?
Contoh soal diatas merupakan salah satu
permasalahan kontekstual yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari kita, yang dapat kita terapkan
1 . Teorema Pythagoras pada sisi-sisi segitiga siku-siku
Pada Δ siku ABC disamping,
siku-siku berada di C selalu berlaku teorema
Pythagoras :
c
2= a
2+ b
22 . Kebalikan teorema Pythagoras
Untuk setiap Δ ABC siku-siku dengan sisi-sisi a, b, dan c berlaku :
1) Bila a2 = b2 + c2, maka Δ ABC siku-siku di A
2) Bila b2 = a2 + c2, maka Δ ABC siku-siku di B
3) Bila c2 = a2 + b2, maka Δ ABC siku-siku di C
3 . Bilangan Triple Pythagoras
Bilangan triple Pythagoras adalah tiga bilangan asli yang merupakan
panjang sisi-sisi dari segitiga siku-siku. Misalkan terdapat tiga buah
bilangan a, b, dan c. Ketiga bilangan tersebut disebut triple Pythagoras jika
nilai c2 = a2 + b2, dimana c adalah bilangan yang terbesar.
Contoh : bilangan 3, 4, dan 5 merupakan bilangan triple Pythagoras karena
52 = 32 + 42.
c
b
a
C B
4 . Menetukan jenis segitiga
a. Menentukan jenis segitiga siku-siku
Segitiga ABC dikatakan sebagai segitiga siku-siku
jika pada sisi a, b, dan c berlaku :
c2 = a2 + b2, dengan c merupakan sisi terpanjang
segitiga ABC.
b. Menentukan jenis segitiga lancip
Segitiga ABC dikatakan sebagai segitiga
lancip jika pada sisi a, b, dan c berlaku
hubungan:
c2 < a2 + b2, dengan c sisi terpanjang
segitiga ABC.
c. Menentukan jenis segitiga tumpul
Segitiga ABC dikatakan sebagai segitiga
lancip jika sisi a, b, dan c berlaku
hubungan:
c2 > a2 + b2, dengan c sisi terpanjang
segitiga ABC. A
B
C
a
b
c
A
C
a
Bb
c
c
B C
b
b
5 . Perbandingan segitiga siku-siku istimewa
a. Perbandingan segitiga siku-siku istimewa sudut 60o
Pada segitiga siku-siku istimewa sudut 60o,
perbandingan sisi-sisi a, b, dan c adalah :
a : b : c = 1 : 3 : 2
b. Perbandingan segitiga siku-siku istimewa sudut 45o
Pada segitiga siku-siku istimewa sudut 45o,
perbandingan sisi-sisi a, b, dan c adalah :
a : b : c = 1 : 1 : 2
c. Perbandingan segitiga siku-siku istimewa sudut 30o
Pada segitiga siku-siku istimewa sudut 30o,
perbandingan sisi-sisi a, b, dan c adalah :
a : b : c = 3 : 1 : 2
2.10
KERANGKA BERFIKIR
Matematika merupakan mata pelajaran yang mempunyai objek kajian yang
abstrak. Dalam mengajarkan matematika, khususnya pada jenjang Sekolah a
b c
60o
a
b c
45o
a
b c
Menengah Pertama (SMP), seorang guru tidak dapat langsung mengabstraksi
suatu masalah ke dalam pola pengajarannya. Oleh karena itu seorang guru
matematika harus mempunyai strategi dan pendekatan yang sesuai, agar hasil
belajar siswa dapat meningkat. Namun, selama ini peranan guru dalam kegiatan
pembelajaran sangat begitu dominan. Pembelajaran hanya berpusat pada guru dan
siswa hanya menerima informasi dan pengetahuan dari guru semata.
Pengembangan pembelajaran yang diperlukan saat ini adalah pembelajaran
yang inovatif dan kreatif, untuk itu diupayakan suatu model pembelajaran yang
dapat meningkatkan keaktifan siswa serta memberikan iklim kondusif dalam
mengembangkan daya nalar dan kreatif siswa.
Model pembelajaran CTL dan Quantum Teaching merupakan contoh
pembelajaran yang dapat meningkatkan daya kreatif dan inovatif siswa. Karena
sama-sama bertolak dari filsafat konstruktivisme, dalam proses pembelajarannya
kedua model tersebut selalu berupaya untuk mengaktifkan siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga dominasi guru dalam kegiatan
belajar mengajar dapat berkurang.
Pembelajaran CTL adalah sebuah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Melihat dari konsep
tersebut, maka pembelajaran CTL memiliki beberapa kelebihan diantaranya
1. Siswa akan lebih termotivasi karena materi yang disajikan terkait dekat
dengan kehidupan sehari-hari.
2. Materi yang disajikan lebih lama membekas di pikiran siswa karena siswa
dilibatkan aktif dalam pembelajaran.
3. Siswa berpikir alternatif dalam membuat pemodelan.
Pembelajaran Quantum Teaching adalah orkestrasi bermacam-macam
interaksi yang ada di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup
unsur-unsur untuk belajar efektif yang dapat mempengaruhi siswa. Dalam
pembelajaran Quantum Teaching, terdapat upaya untuk melakukan pemercepatan
belajar dengan cara menyingkirkan hambatan belajar yang menghalangi proses
belajar alamiah. Seperti, menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling,
menyusun bahan pengajaran yang sesuai, serta keterlibatan aktif siswa yang dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini penulis ingin sekali
membandingkan pembelajaran CTL dengan pembelajaran Quantum Teaching
terhadap hasil belajar siswa kelas VIII pada Kompetensi Dasar Menggunakan
teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah SMP Negeri 2 Pemalang tahun
ajaran 2008/2009.
Adapun bagan kerangka mekanisme pembelajaran tersebut dapat
Bagan Kerangka Berpikir
2.10
HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Suharsimi, 2002:62). Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan diatas
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
1. Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran CTL
lebih baik daripada rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan model
pembelajaran Quantum Teaching pada materi pokok teorema Pythagoras.
2. Ketercapaian KKM hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model
pembelajaran CTL pada materi pokok teorema Pythagoras mencapai 75 %.
3. Ketercapaian KKM hasil belajar siswa yang mendapat model pembelajaran
Quantum Teaching pada materi pokok teorema Pythagoras mencapai 75 %. Model Belajar
Model Belajar CTL Model Belajar Quantum
EVALUASI TES EVALUASI TES
Prestasi belajar siswa dengan model belajar CTL lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan
model belajar Quantum Hasil Belajar Model
Belajar CTL
45
3.1