• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII MATERI POKOK TEOREMA PYTHAGORAS SMP NEGERI 2 PEMALANG TAHUN AJARAN 2008/2009.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII MATERI POKOK TEOREMA PYTHAGORAS SMP NEGERI 2 PEMALANG TAHUN AJARAN 2008/2009."

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

DENGAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING

TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII MATERI POKOK TEOREMA PYTHAGORAS SMP NEGERI 2 PEMALANG

TAHUN AJARAN 2008/2009

skripsi

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

oleh Bayu Ardi Nugroho

4101404592

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada :

Hari : Senin Tanggal : 16 maret 2009

Panitia

Ketua Sekretaris

Drs. Kasmadi Imam S., M.S. Drs. Edy Soedjoko, M.Pd.

NIP. 130781011 NIP. 131693657

Penguji

Drs. Wuryanto, M.Si

NIP. 131281225

Penguji/Pembimbing I Penguji/ Pembimbing II

Drs. Sugiman, M.Si Drs. Rochmad, M.Si

(3)

iii

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya yang diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dirujuk dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, Maret 2009

Bayu Ardi Nugroho

(4)

iv

1. “ Tanamkan dalam setiap detik satu pujian, setiap menit satu gagasan, dan setiap jam satu pekerjaan”

2. “ Sesungguhnya ilmu itu adalah seumpama uang yang keluar dari padamu. Jikalau engkau muliakan, maka mulialah dia dan jika engkau hinakan maka hinalah dia, ilmu itu didatangi dan bukan mendatangi” (Imam Malik)

3. “ Komitmen seorang muslim adalah ingin menjadikan setiap geraknya sebagai bentuk pengabdian yang tulus kepada Allah”

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kuperuntukkan kepada:

Kedua orang tua atas segala kasih sayang, doa, dukungan, harapan dan kepercayaan yang mampu melahirkan motivasi terbesar dalam hidupku,

Kakaku Purwita Anggraeni, S.Pd atas dukungan dan semangatnya,

Fitri Haryantiningsih yang setia menemaniku, Teman-teman Pend. Mat Prl B,

(5)

v

Contextual Teaching and Learning (CTL) Dengan Model Pembelajaran Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Materi Pokok Teorema Pythagoras SMP Negeri 2 Pemalang Tahun Ajaran 2008/2009. Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang Dosen Pembimbing I: Drs. Sugiman, M.Si; Dosen Pembimbing II: Drs. Rochmad, M.Si.

Kata Kunci : Model Pembelajaran, CTL, Quantum Teaching, Hasil Belajar. Selama ini kegiatan pembelajaran matematika yang terjadi di SMP N 2 Pemalang masih dilaksanakan dengan menggunakan metode ekspositori, dimana guru menerangkan, siswa mencatat dan mengerjakan latihan. Pembelajaran ekspositori ini menyebabkan sebagian siswa merasa kurang bersemangat dalam belajar matematika, akibatnya hasil belajar siswa kurang memuaskan. Untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar serta meningkatkan hasil belajar siswa, bukan hanya diperlukan suatu model pembelajaran saja, melainkan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan, salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah dengan menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan model pembelajaran Quantum Teaching (QT).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manakah yang lebih baik antara model pembelajaran CTL dan model pembelajaran Quantum Teaching terhadap hasil belajar matematika materi pokok teorema Pythagoras pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pemalang. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling dengan pertimbangan siswa mendapat materi berdasarkan kurikulum yang sama, siswa diampu oleh guru yang sama, dan siswa yang menjadi objek penelitian duduk pada level yang sama. Dipilih dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas VIII A sebagai kelas Eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran CTL dan kelas VIII D sebagai kelas kontrol yang diajar dengan model pembelajaran QT.

Rata-rata hasil belajar siswa pada kelas Eksperimen adalah 76,19 dan rata-rata hasil belajar siswa pada kelas kontrol adalah 72,17. Berdasarkan uji t dua sampel, ternyata nilai thitung = 1,853 > ttabel = 1,666. Pada taraf signifikansi 5%, sehingga H0ditolak, berarti pembelajaran dengan model CTL lebih baik dari pembelajaran dengan model QT. Dengan nilai KKM yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu sebesar 68, Presentase ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran CTL mencapai 83,33%, sedangkan presentase ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran QT mencapai 76,47%. Simpulan dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa dengan model CTL lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran QT pada materi pokok teorema Pythagoras.

(6)

vi

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya, serta kemudahan dan kelapangan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Perbandingan Penggunaan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Dengan Model Pembelajaran Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Materi Pokok Teorema Pythagoras SMP Negeri 2 Pemalang Tahun Ajaran 2008/2009. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M. Si, Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. H. Kasmadi Imam S, M. S, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Edy Soedjoko, M.Pd, Ketua Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.

4. Drs. H. Sugiman, M.Si, Dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi. 5. Drs. Rochmad, M.Si, Dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan

bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi. 6. Kismo, S.Pd, M.Pd, Kepala SMP N 2 Pemalang, yang telah memberikan ijin

(7)

vii

8. Ayah, Ibu dan kakaku tercinta yang telah memberikan dorongan, dukungan dan do’a kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

9. Siswa kelas VIII SMP N 2 Pemalang tahun ajaran 2008/2009 atas ketersediaanya menjadi responden dalam pengambilan data dalam penelitian ini.

10.Bapak dan Ibu guru SMP N 2 Pemalang atas segala bantuan yang diberikan. 11.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi pembaca yang budiman.

Semarang, Februari 2009

(8)

viii

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR TABEL ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Penegasan Istilah ... . 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ... 11

BAB 2. LANDASAN TEORI ... 11

2.1 Teori Belajar ... 13

2.2 Ciri-Ciri Belajar ... 15

2.3 Hasil Belajar ... 16

2.4 Pembelajaran .. ... 28

2.5 Model Pembelajaran .... ... 19

2.6 Model Pembelajaran CTL ... 20

2.7 Pembelajaran Quantum ... 27

2.8 Ketuntasan Belajar ... 37

2.9 Tinjauan Materi ... 38

2.10 Kerangka Berfikir ... 41

2.11 Hipotesis Penelitian ... 44

(9)

ix

3.3 Prosedur Penelitian ... 47

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 48

3.5 Instrumen Penelitian ... 49

3.6 Teknik Analisis Data... 56

BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

4.1 Hasil Penelitian ... 64

4.2 Pembahasan ... 71

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

5.1 Simpulan ... 76

5.2 Saran ... 76

(10)

x

Lampiran 1 Dafta Nama Siswa Kelas Uji Coba ... 79

Lampiran 2 Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen ... 80

Lampiran 3 Daftar Nama Siswa Kelas control ... 81

Lampiran 4 Kisi-kisi Tes Uji Coba Tes Hasil Belajar ... 82

Lampiran 5 Soal Uji Coba Tes Hasil Belajar ... 83

Lampiran 6 Jawaban Soal Uji Coba... 91

Lampiran 7 Analisis Butir Soal Pemahaman Konsep ... 101

Lampiran 8 Analisis Butir Soal Penalaran & Komunikasi ... 104

Lampiran 9 Analisis Butir Soal Pemecahan Masalah ... 106

Lampiran 10 Perhitungan Validitas Soal Objektif ... 108

Lampiran 11 Perhitungan Validitas Soal Uraian ... 110

Lampiran 12 Perhitungan Reabilitas Soal Objektif ... 112

Lampiran 13 Perhitungan Reabilitas Soal Uraian... 113

Lampiran 14 Perhitungan Daya Beda Soal Objektif ... 115

Lampiran 15 Perhitungan Daya Beda Soal Uraian ... 117

Lampiran 16 Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Objektif... 118

Lampiran 17 Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Uraian ... 120

Lampiran 18 Daftar Nama Anggota Kelompok Kelas Eksperimen... 121

Lampiran 19 Daftar Nama Anggota Kelompok Kelas Kontrol ... 122

Lampiran 20 Daftar Nilai UTS Siswa Kelas VIII ... 123

(11)

xi

Lampiran 24 Uji Kesamaan Rata-rata Data Awal ... 127

Lampiran 25 Contoh Soal Kontekstual 1 ... 128

Lampiran 26 LKS CTL 1 ... 130

Lampiran 27 Jawaban LKS CTL 1 ... 133

Lampiran 28 Contoh Soal Kontekstual 2 ... 135

Lampiran 29 Jawaban Contoh Soal Kontekstual 2 ... 136

Lampiran 30 LKS CTL 2 ... 137

Lampiran 31 Jawaban LKS CTL 2 ... 140

Lampiran 32 Contoh Soal Kontekstual 3 ... 142

Lampiran 33 Jawaban Contoh Soal Kontekstual 3 ... 143

Lampiran 34 LKS CTL 3 ... 144

Lampiran 35 Jawaban LKS CTL 3 ... 149

Lampiran 36 LKS Quantum 1... 152

Lampiran 37 Jawaban LKS Quantum 1 ... 155

Lampiran 38 LKS Quantum 2... 157

Lampiran 39 LKS Quantum 3... 159

Lampiran 40 Nilai Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen & Kontrol... 161

Lampiran 41 Uji Normalitas Data Akhir Kelas Eksperimen ... 162

Lampiran 42 Uji Normalitas Data Akhir Kelas Eksperimen ... 163

Lampiran 43 Uji Homogenitas Data Akhir ... 164

(12)

xii

Lampiran 47 RPP CTL 1... 168

Lampiran 48 RPP CTL 2... 174

Lampiran 49 RPP CTL 3 ... 179

Lampiran 50 Lembar Observasi Guru Pembelajaran CTL 1 ... 184

Lampiran 51 Lembar Observasi Guru Pembelajaran CTL 2 ... 186

Lampiran 52 Lembar Observasi Guru Pembelajaran CTL 3 ... 188

Lampiran 53 Lembar Observasi Siswa Pembelajaran CTL 1... 190

Lampiran 54 Lembar Observasi Siswa Pembelajaran CTL 2... 192

Lampiran 55 Lembar Observasi Siswa Pembelajaran CTL 3... 194

Lampiran 56 RPP Quantum 1 ... 196

Lampiran 57 RPP Quantum 2 ... 202

Lampiran 58 RPP Quantum 3 ... 207

Lampiran 59 Lembar Observasi Guru Pembelajaran Quantum 1 ... 212

Lampiran 60 Lembar Observasi Guru Pembelajaran Quantum 2 ... 214

Lampiran 61 Lembar Observasi Guru Pembelajaran Quantum 3 ... 216

Lampiran 62 Lembar Observasi Siswa Pembelajaran Quantum 1... 218

Lampiran 63 Lembar Observasi Siswa Pembelajaran Quantum 2... 220

(13)

xiii

Tabel 1 Daftar Kritik r Product Moment... 224

Tabel 2 Daftar Kritik Chi Square ... 225

Tabel 3 Daftar Kritik Uji F ... 226

Tabel 4 Daftar Kritik Uji t... 227

(14)

1

1.1

LATAR BELAKANG

Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang

pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah

Menengah Atas (SMA). Siswa harus mempelajari matematika melalui

pemahaman aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan

pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.

Ada beberapa hal yang diperlukan dalam mengembangkan pembelajaran

matematika di sekolah, yaitu :

(1) Mengkondisikan siswa untuk menemukan kembali rumus, konsep, atau

prinsip dalam matematika melalui bimbingan guru agar siswa terbiasa

melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu.

(2) Dalam setiap pembelajaran, guru memperhatikan penguasaan materi

prasyarat yang diperlukan.

(3) Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai

dengan mengajukan masalah-masalah kontekstual. Siswa secara bertahap

(15)

Namun demikian, dalam pembelajaran matematika di sekolah khususnya di

SMP cenderung Text Book Oriented dan kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran cenderung abstrak dan dengan metode ceramah,

sehingga konsep-konsep akademik sulit untuk dipahami. Sementara itu

kebanyakan dalam mengajar guru masih kurang memperhatikan kemampuan

berpikir siswa, dengan kata lain guru tidak melakukan pembelajaran bermakna,

metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagai akibatnya motivasi belajar

siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan

mekanistis.

Pembelajaran matematika hendaknya harus lebih bervariasi baik metode

maupun strateginya guna mengoptimalkan potensi siswa. Upaya-upaya guru

dalam mengatur dan memberdayakan berbagai variabel pembelajaran, merupakan

bagian yang penting dalam keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran

yang direncanakan. Karena itu pemilihan metode, strategi, dan pendekatan dalam

mendesain model pembelajaran guna terciptanya iklim pembelajaran aktif yang

bermakna dan menyenangkan adalah tuntutan yang harus dipenuhi oleh guru.

Seiring dengan kemajuan dalam dunia pendidikan, pola-pola pengajaran

modern mulai dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran. Pola pengajaran

modern lebih menitikberatkan pada aktivitas sejati, siswa belajar sambil bekerja

(Learning by doing). Menurut Hamalik, (2007:171), dengan bekerja siswa akan memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan serta perilaku lainnya

termasuk sikap dan nilai, sehingga ilmu pengetahuan yang telah di dapat oleh

(16)

Dalam aliran belajar konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif siswa

mengkonstruksi arti, entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan sebagainya. Belajar

juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau

bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang

sehingga pengertiannya dikembangkan (Suparno, 1997:61). Secara garis besar

Teori konstruktivisme mempunyai beberapa prinsip-prinsip utama, diantaranya

adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun

sosial, (2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya

dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar, (3) siswa aktif mengkonstruksi

terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah, (4) guru sekedar

membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan

mulus.

Dalam perkembangan dunia pendidikan terdapat beberapa model

pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori konstruktivisme, diantaranya

adalah model pembelajaran CTL dan model pembelajaran Quantum Teaching

(Sugandi, 2007:41), serta pembelajaran Kooperatif yang secara luas meliputi :

model pembelajaran Jigsaw, STAD, CIRC, dan TAI (Muhamad, 2000:8). Dalam

skripsi ini penulis hanya menerapkan model pembelajaran CTL dan Quantum

Teaching.

Pembelajaran CTL merupakan sebuah konsep belajar dimana guru

menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam

(17)

pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung

alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer

pengetahuan dari guru dan siswa. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual,

proses pembelajaran diharapkan mendorong dan memotivasi siswa untuk

menyadari dan menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan

menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil pembelajaran yang diperoleh diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk

memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik

kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya.

Dalam pembelajaran CTL terdapat tujuh komponen utama yang harus

diperhatikan, ketujuh komponen tersebut meliputi konstruktivisme

(Contructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian sebenarnya (Authentic assement) (Nurhadi, 2003 : 16).

Sejak berlakunya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004,

pembelajaran CTL mulai disosialisasikan. Apalagi penggunaan model

pembelajaran CTL sudah memperoleh rekomendasi dari Direktur Pendidikan

Dasar dan Menengah (Dikdasmen) pada bulan Agustus 2002, (Suyitno, 2004:32).

Jika dalam pembelajaran CTL terdapat upaya untuk menghadirkan dunia

nyata ke dalam proses kegiatan belajar maka dalam pembelajaran Quantum

(18)

Seperti, menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan

pengajaran yang sesuai, dan keterlibatan aktif siswa.

Pembelajaran Quantum (Quantum Teaching) merupakan orkestrasi

bermacam-macam interaksi yang ada di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi

ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi siswa

(DePorter, 2002:5). Dalam proses pembelajaran Quantum Teaching terjadi

orkestrasi (penggubahan, penyelarasan, dan pemberdayaan komunitas belajar),

sehingga orang-orang yang terlibat didalamnya (guru dan siswa) sama-sama

merasa senang dalam belajar dan bekerja, saling membantu untuk mencapai hasil

belajar yang optimal.

Pembelajaran Quantum Teaching mempunyai asas utama yaitu “Bawalah

Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”.

Selain asas utama, pembelajaran Quantum Teaching juga memiliki lima prinsip

belajar yaitu, Segalanya berbicara, Segala bertujuan, Pengalaman sebelum

pemberian nama, Akui setiap usaha, Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan

(DePorter, 2002:7). Adapun pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran

Quantum Teaching yaitu ”TANDUR” merupakan singkatan dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan (DePorter, 2002:9)

Di indonesia model pembelajaran Quantum Teaching masih tergolong

sebagai model pembelajaran baru dan belum banyak dikembangkan oleh

sekolah-sekolah. Setelah penulis mengadakan wawancara dengan guru matematika di

SMP Negeri 2 Pemalang, guru tersebut mengatakan bahwa model pembelajaran

(19)

pembelajaran di sekolah tersebut. Maka dari itu penulis mencoba untuk

menerapkan model pembelajaran Quantum Teaching sebagai alternatif

pembelajaran yang menyenangkan yang dapat meningkatkan motivasi dan

prestasi belajar siswa, khususnya dalam mata pelajaran matematika.

SMP Negeri 2 Pemalang merupakan salah satu sekolah favorit di kabupaten

Pemalang, karena sekolah tersebut sudah ditetapkan sebagai Rintisan Sekolah

Bebasis Internsaional (RSBI). Setelah penulis mengadakan pengamatan dan

wawancara dengan guru mata pelajaran matematika kelas VIII, guru tersebut

mengatakan bahwa kelas VIII A dan VIII D merupakan kelas yang memiliki

siswa dengan kemampuan akademik yang beragam selain itu kedua kelas tersebut

juga memiliki siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Namun demikian,

pada ujian tengah semester yang telah dilaksanakan pada bulan oktober 2008

tingkat ketuntasan belajar individual siswa kelas VIII A hanya mencapai 52%

dengan nilai rata-rata 68,78 sedangkan tingkat ketuntasan belajar individual siswa

kelas VIII D, hanya mencapai 61 % dengan nilai rata-rata 68,32. Sebagai salah

satu sekolah favorit di kabupaten Pemalang tentu saja ini, masih jauh dari harapan

ketuntasan belajar individual yang diharapkan oleh sekolah yaitu sebesar 75 %.

Materi pokok teorema Pythagoras merupakan materi pokok yang banyak

dimanfaatkan secara luas dalam dunia nyata seperti digunakan dalam bidang

pelayaran, astronomi, arsitektur, dan matematika itu sendiri khususnya geometri.

Materi pokok teorema Pythagoras dianggap sebagian siswa sebagai materi yang

(20)

mereka hafal sehingga pembelajaran terkesan abstrak, kurang bermakna dan

menakutkan.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas penulis ingin sekali menerapkan

model pembelajaran CTL dan Quantum Teaching dalam kegiatan pembelajaran

melalui penelitian yang berjudul ”Perbandingan Penggunaan Model Pembelajaran

Contextual Teaching and Learning dengan Model Pembelajaran Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Teorema Pythagoras Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Pemalang Tahun Ajaran 2008/2009”.

1.2

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil suatu rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan

model pembelajaran CTL lebih baik daripada prestasi belajar matematika

siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Quantum

Teaching pada materi pokok teorema Pythagoras?

2. Berapa persen ketercapaian KKM hasil belajar siswa yang diajar dengan

menggunakan model pembelajaran CTL pada materi pokok teorema

Pythagoras ?

3. Berapa persen ketercapaian KKM hasil belajar siswa yang diajar dengan

menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching pada materi pokok

(21)

1.3

TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan tujuan penelitian

ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar matematika siswa dengan

menggunakan model pembelajaran CTL lebih baik daripada prestasi belajar

matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran Quantum

Teaching.

2. Untuk mengetahui presentase ketercapaian KKM hasil belajar siswa yang

diajar dengan menggunakan model pembelajaran CTL pada materi pokok

teorema Pythagoras.

3. Untuk mengetahui presentase ketercapaian KKM hasil belajar siswa yang

diajar dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching pada

materi pokok teorema Pythagoras.

1.4

PENEGASAN ISTILAH

1.4.1 Perbandingan

Menurut Depdiknas, (2002:100) perbandingan mempunyai arti perbedaan

(selisih) kesamaan. Perbandingan dalam penelitian ini adalah perbedaan rata-rata

hasil belajar siswa kelas VIII antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran

CTL dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran Quantum Teaching

pada kompetensi dasar menggunakan teorema Pythagoras dalam pemecahan

(22)

1.4.2 Hasil belajar

Hasil belajar matematika berarti kemampuan seseorang untuk mempelajari

matematika dengan hasil yang diperoleh secara maksimal ditunjukkan dengan

nilai tes berupa angka yang diberikan oleh guru. Hasil belajar dalam penelitian ini

adalah nilai yang diperoleh siswa setelah melaksanakan tes penelitian.

1.4.3 Model pembelajaran CTL

Adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam

kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari

(Nurhadi, 2003:13).

1.4.4 Model pembelajaran Quantum Teaching

Adalah upaya guru untuk mengorkestrasikan berbagai macam interaksi

yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup

unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi siswa. Interaksi ini

mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan

bermanfaat bagi mereka dan bagi orang lain (DePorter, 2002:5).

1.4.5 KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum)

KKM merupakan singkatan dari Kriteria Ketuntasan Minimum. Dalam

penelitian ini KKM yang digunakan adalah KKM individual. Siswa dikatakan

tuntas belajar jika nilai hasil belajar siswa lebih dari atau sama dengan nilai KKM

(23)

1.4.6 Materi pokok teorema Pythagoras

Teorema Pythagoras merupakan salah satu materi pokok dalam mata

pelajaran matematika yang diajarkan di SMP 2 Pemalang kelas VIII semester 1

tahun ajaran 2008/2009. Dalam penelitian ini materi pokok teorema Pythagoras

dibatasi pada: menyebutkan teorema Pythagoras pada segitiga siku-siku,

menyebutkan kebalikan teorema Pythagoras pada segitiga siku-siku, menghitung

panjang sisi segitiga siku-siku jika panjang dua sisi segitiga lainnya diketahui,

menentukan jenis segititiga jika panjang sisi-sisi segitiga diketahui, menentukan

bilangan triple Pythagoras, menghitung perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku

istimewa, serta menghitung panjang diagonal bangun datar seperti, persegi,

persegi panjang, belah ketupat, layang-layang, dan sebagainya.

1.5

MANFAAT

1.5.1 Manfaat bagi guru

1) Guru akan lebih selektif dalam memanfaatkan model pembelajaran

matematika agar hasil belajar matematika siswa meningkat.

2) Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan pemilihan model

pembelajaran matematika yang efektif terutama dalam meningkatkan

aktivitas dan kreativitas belajar siswa.

3) Dapat memberikan wawasan kepada guru dan calon guru, khususnya guru

matematika tentang model pembelajaran yang efektif berdasarkan teori

(24)

1.5.2 Manfaat bagi siswa

1) Dapat memotivasi belajar siswa di sekolah.

2) Dapat meningkatkan kerjasama siswa dalam kelompok belajar di sekolah.

3) Dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa di sekolah.

4) Mampu menerapkan pengetahuan yang di dapat ke dalam dunia nyata.

1.5.3 Manfaat bagi peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman, karena sesuai dengan

profesi peneliti yang ditekuni yaitu sebagai pendidik sehingga nantinya dapat

diterapkan di lapangan.

1.6

SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian

pendahuluan, bagian isi, dan bagian akhir.

I. Bagian Pendahuluan

Bagian pendahuluan berisi halaman judul, pernyataan, halaman pengesahan,

halaman motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, serta daftar

lampiran dan tabel.

II. Bagian Isi

BAB 1: Pendahuluan berisi meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika

(25)

BAB 2 : Landasan Teori dan Hipotesis berisi teori yang melandasi

permasalahan skripsi serta penjelasan yang merupakan landasan

teoritis yang diterapkan dalam skripsi, pokok bahasan yang terkait

dengan pelaksanaan penelitian, kerangka berpikir, dan hipotesis

tindakan.

BAB 3 : Metode Penelitian, berisi wilayah penelitian, subjek penelitian,

desain penelitian, metode pengumpulan data.

BAB 4 : Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi hasil penelitian dan

pembahasan hasil penelitian.

BAB 5 : Penutup, berisi tentang simpulan dan saran.

III. Bagian Akhir

Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka yang digunakan sebagai acuan dan

(26)

13

2.1

Teori Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri

pengetahuannya. Belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu,

bukan suatu proses mekanik untuk mengumpulkan fakta-fakta. Dalam

perkembangan dunia pendidikan konsep tentang belajar telah banyak

didefinisikan oleh para ahli. Beberapa ahli mendefinisikan konsep tentang belajar

sebagai berikut.

2.1.1 Teori Belajar Jarome Bruner

Jerome Bruner dalam (Suherman, 2003:44) menyatakan bahwa belajar

(matematika) akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada

konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang

diajarkan. Brunner melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar,

siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat

peraga). Melalui alat peraga yang ditelitinya itu siswa akan melihat langsung

bagaimana keteraturan dan sruktur yang terdapat dalam benda yang sedang

(27)

2.1.2 Teori Belajar Jean Piaget

Jean Piaget mengemukakan tiga prinsip utama pembelajaran, yaitu (1)

belajar aktif, (2) belajar lewat interaksi sosial, dan (3) belajar lewat pengalaman

sendiri, (Sugandi, 2007:35).

1. Belajar aktif

Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk

dari dalam siswa. Untuk membantu perkembangan kognitif anak perlu diciptakan

kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri misalnya, melakukan

percobaan, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan mencari

jawab, membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.

2. Belajar lewat interaksi sosial

Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya

interaksi di antara siswa. Piaget percaya bahwa belajar bersama akan membantu

perkembangan kognitif mereka. Melalui interaksi sosial, perkembangan kognitif

anak akan mengarah ke banyak pandangan.

3. Belajar lewat pengalaman sendiri

Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada

pengalaman nyata daripada bahasa yang digunakan berkomunikasi. Pembelajaran

di sekolah hendaknya di mulai dengan memberikan pengalaman-pengalaman

nyata daripada dengan pemberitahuan-pemberitahuan yang jawabannya harus

(28)

2.1.3 David Ausubel

David Ausubel sebagai pelopor aliran kognitif, mengemukakan teorinya

tentang belajar bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat

dalam struktur kognitif seseorang, Ratna Willis dalam Sugandi (2007:38).

Belajar bermakna terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena

baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep dan

perubahan konsep yang telah ada yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan

perubahan struktur konsep yang telah dimiliki oleh siswa. Teori belajar bermakna

Ausuble ini sangat dekat dengan inti pokok konstruktivisme, yang menekankan

pentingnya siswa mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru

ke dalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Dalam teori tersebut

mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif (Suparno, 1997:54).

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah disampaikan oleh para ahli

tersebut, maka penulis dapat mengambil suatu kesimpulan.

1. Belajar merupakan suatu proses kegiatan aktif siswa dalam membangun

pengetahuannya.

2. Dalam proses belajar siswa bekerja dan mengalami sendiri apa yang

dipelajarinya sehingga kegiatan belajar akan lebih bermakna bagi siswa.

2.2

Ciri-ciri Belajar

Dalam pandangan konstruktivisme proses belajar memiliki beberapa ciri-ciri

(29)

(1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa

yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu

dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.

(2) Konstruksi adalah proses yang terus-menerus, setiap kali berhadapan dengan

fenomena atau persoalan yang baru diadakan rekonstruksi baik secara kuat

maupun lemah.

(3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih kepada

suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru.

(4) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan

lingkungannya.

(5) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa,

konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan

bahan yang dipelajari (Suparno, 1997:61).

2.3

Hasil belajar

Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang

dikembangkan oleh mata pelajaran, biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau

angaka tes yang diberikan guru (Sardiman, 2001:54). Dalam mata pelajaran

matematika SMP hasil belajar siswa meliputi tiga aspek penilaian yaitu, aspek

pemahaman konsep, aspek penalaran dan komunikasi, serta aspek pemecahan

masalah. Ketiga aspek tersebut dapat dinilai dengan menggunakan penilaian

tertulis, penilaian kerja, penilaian produk, penilaian proyek, serta penilaian porto

folio. Adapun indikator dari dari ketiga aspek penilaian tersebut adalah sebagai

(30)

(1) Pemahaman konsep

a. Menyatakan ulang sebuah konsep

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut kriteria tertentu

c. Memberi contoh dan non contoh dari konsep

d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis

e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep

f. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah

g. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi

tertentu

(2) Penalaran dan komunikasi

a. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan

diagram

b. Mengajukan dugaan

c. Melakukan manipulasi matematika

d. Menarik kesimpulkan dari pernyatan

e. Menarik kesimpulan dari pernyatan

f. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat

generalisasi.

(3) Pemecahan masalah

a. Menunjukkan pemahaman masalah

b. Mengorganiasaikan data dan memilih informasi yang relefan dalam

pemecahan masalah

(31)

d. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat

e. Mengembangkan strategi pemecahan masalah secara tepat

f. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah

(Zulaiha, 2006:14).

2.4

Pembelajaran

Menurut Suyitno (2004:2) pembelajaran didefinisikan sebagai upaya

menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat,

dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru

dengan siswa serta siswa dengan siswa. Dalam arti sempit proses pembelajaran

adalah proses pendidikan dalam persekolahan, sehingga pembelajaran adalah

proses sosialisasi siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber fasilitas,

dan teman sesama siswa. Sedangkan menurut konsep komunikasi pembelajaran

adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan

siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan

bagi siswa yang bersangkutan.

Dalam pembelajaran matematika di sekolah terdapat beberapa sifat atau

karakteristik pembelajaran yang harus diperhatikan yaitu.

(1) Pembelajaran matematika adalah berjenjang artinya bahan kajian

matematika diajarkan secara bertahap dimulai dari hal yang konkrit

dilanjutkan ke hal yang abstrak.

(2) Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral artinya dalam

memperkenalkan konsep atau bahan ajar yang baru perlu memperhatikan

(32)

(3) Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif artinya

matematika adalah ilmu deduktif namun demikian dalam pembelajaran kita

harus dapat memilih pendekatan yang cocok sesuai dengan perkembangan

anak didik kita.

(4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi artinya

kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan

kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu

konsep dengan ynag lainnya. Dalam pembelajaran matematika di sekolah,

meskipun ditempuh dengan pola induktif, tetapi tetap generalisasi suatu

konsep haruslah bersifat deduktif, (Suherman, 2003:69).

2.5

Model Pembelajaran

Istilah model pembelajaran amat dekat dengan istilah strategi pembelajaran.

Soedjadi dalam Rachmadi (2004:3) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran

adalah suatu siasat melakukan kegiatan pembelajaran yang bertujuan mengubah

suatu keadaan pembelajaran kini menjadi keadaan pembelajaran yang diharapkan.

Untuk mengubah keadaan itu dapat ditempuh dengan berbagai pendekatan

pembelajaran. Soedjadi menyebutkan bahwa dalam satu pendekatan dapat

dilakukan lebih dari satu metode dan dalam satu metode dapat digunakan lebih

dari satu teknik.

Model pembelajaran berbeda dengan strategi pembelajaran, metode

pembelajaran, dan prinsip pembelajaran. Model pembelajaran meliputi suatu

(33)

menyebutkan bahwa istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus

yang tidak dipunyai oleh strategi ataupun metode pembelajaran, yaitu:

a. Rasional teoritik yang logis disusun oleh penciptanya.

b. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut berhasil.

d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai.

2.6

Model Pembelajaran CTL

2.6.1Pengertian pembelajaran CTL

Pembelajaran CTL merupakan singkatan dari istilah Contextual Teaching

and Learning, merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Elaine B. Johnson, Ph.D pada tahun 2002 (Suyitno, 2004:32). Istilah Contextual

sendiri berasal dari kata ”contex” yang berarti ”hubungan”, ”konteks”,

”keadaan”, dan ”suasana”.

Pembelajaran CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan

antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, (Nurhadi, 2003:13).

Pembelajaran CTL tidak lepas dari strategi pembelajaran aktif dalam rangka

mengungkap kembali pengalaman belajar siswa dan memberikan siswa

(34)

2.6.2Prinsip-prinsip pembelajaran CTL

Dalam pembelajaran CTL terdapat tujuh komponen pembelajaran yang

efektif, yaitu: Konstruktivisme (Constructivism), Bertanya (Questioning),

Menemukan (Inquiry), Masyarakat belajar (Learning community), Pemodelan

(Modeling), Refleksi (Reflection) dan Penilaian sebenarnya (Authentic assement).

1 . Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme (Contructivism) merupakan landasan berpikir/filosofi

pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi

sedikit yang hasilnya di perluas melalui konteks yang terbatas dan tidak

sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau

kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi

pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu

dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi

dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan

dibenak mereka sendiri. Bagi siswa untuk benar-benar mengerti dan dapat

menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan

masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri. Tugas guru tidak hanya

menuangkan sejumlah informasi tetapi juga mengusahakan bagaimana agar

konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa.

2 . Menemukan (Inquiri)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual.

(35)

mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru

harus selalu merancang kegiatan yang nmerujuk pada kegiatan menemukan,

apapun materi yang diajarkannya. Siklus inquiry : Observasi (Observation), Bertanya (Quetioning), Mengajukan dugaan (Hipotesis), Pengumpulan data (Data gathering) dan Penyimpulan (Conclussion).

3 . Bertanya (Questioning)

Bertanya merupakan merupakan strategi utama pembelajaran CTL. Bertanya

adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis

dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Karena pada dasarnya pengetahuan yang

dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya, (Depdiknas, 2002:13). Dalam

pembelajaran, bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,

membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Guru dapat menggunakan

teknik bertanya dengan cara memodelkan keingintahuan siswa dan mendorong

siswa agar mengajukan sejumlah pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan

spontan yang diajukan siswa dapat digunakan untuk merangsang siswa berpikir,

berdiskusi, dan berspekulasi.

4 . Masyarakat belajar (Learning community)

Masyarakat belajar bisa terjadi bila ada proses komunikasi dua arah. Konsep

ini dimaksudkan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang

lain. Hasil belajar diperoleh dari ”sharing” antar teman, antar kelompok, dan

(36)

melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi

dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen.

5 . Pemodelan (Modeling)

Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat model yang dapat ditiru. Model itu

dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara mengerjakan sesuatu, dan

sebagainya. Dalam pembelajaran CTL, guru bukan satu-satunya model. Model

dapat dirancang dengan melibatkan siswa secara aktif.

6 . Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi

merupakan respon terhadap kejadian , aktivitas, atau pengetahuan yang baru

diterima. Pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui konteks

pembelajaran yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Pada akhir

pembelajaran guru menyisakan waktu agar siswa melakukan refleksi.

7 . PenilaianSebenarnya (authentic assessment)

Penilaian adalah proses pengumpulan data yang memberikan gambaran

perkembangan belajar siswa, (Sardiman, 2001:227). Gambaran perkembangan

belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa mengetahui apakah siswa mengalami

proses pembelajaran dengan benar. Gambaran proses dan kemajuan belajar siswa

perlu diketahui sepanjang proses pembelajaran. Karena itu penilaian tidak hanya

dilakukan pada akhir periode saja tetapi dilakukan sepanjang proses atau integrasi

(37)

adalah bahwa penilaian itu bukan untuk mencari informasi tentang hasil belajar

saja tetapi juga bagaimana proses belajarnya. Hal ini relevan dengan pengertian

pembelajaran yang benar, yakni ditekankan pada upaya membantu siswa

bagaimana mampu mempelajari, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak

mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Karena itu data yang

dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan atau dilakukan

selama proses pembelajaran.

Secara rinci, ciri-ciri penilaian autentik adalah.

1. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.

2. Dapat digunakan untuk formatif maupun sumatif.

3. Yang diukur keterampilan dan performa, bukan mengingat fakta.

4. Berkesinambungan.

5. Terintegrasi.

6. Dapat digunakan sebagai Feed back.

Adapun wujud atau bentuk kegiatan penilaian sebagai dasar untuk menilai prestasi

siswa dan kompetensi siswa, antara lain.

1. Kegiatan dan laporan.

2. PR.

3. Hasil tes tulis.

4. Kuis.

5. Presentasi dan penampilan siswa.

(38)

2.6.3KarakteristikCTL dalam pembelajaran

Dalam pembelajaran CTL terdapat beberapa karakteristik yang harus

diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran diantaranya sebagai berikut.

1. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental

siswa.

2. Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (independent learning

groups).

3. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self

regulated learning).

4. Mempertimbangkan keragaman siswa (diversity of student). 5. Memperhatikan multi intelegensi siswa.

6. Menggunakan teknik-teknik bertanya untuk meningkatkan pembelajaran

siswa, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat

tinggi.

7. Menerapkan autentik assement.

(Nurhadi & senduk, 2003:20).

2.6.4Langkah-langkah pembelajaran CTL

Langkah-langkah pembelajaran CTL dalam penelitian adalah sebagai

berikut.

No Fase Kegiatan Pembelajaran CTL

1. Pendahuluan Pada tahap ini.

(39)

2. Guru menyampaikan apresepsi, mengingat kembali

konsep-konsep atau materi yang berkaitan dengan dalil Pythagoras

dengan melakukan kegiatan tanya jawab (Questioning).

3. Guru memberikan motivasi belajar siswa.

2. Kegiatan Inti 1. Guru memberikan contoh-contoh permasalahan kontekstual

yang ada disekitar lingkungan siswa yang berkaitan dengan

materi dalil Pythagoras.

2. Guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil

yang terdiri dari 5-6 orang siswa yang heterogen, setiap

kelompok diberi nama tertentu (Learning Community).

3. Guru membagikan sebuah LKS pada tiap kelompok untuk

menemukan kembali konsep-konsep yang terdapat dalam

teorema Pythagoras dengan cara mengkonstruksi

pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Siswa

aktif melakukan kegiatan bertanya di dalam kelompok

masing-masing dan terjadi sharing antar teman

(Contructivism & Inquiry).

4. Guru memberikan bimbingan secara kelompok maupun

individual.

5. Setelah menemukan kembali konsep, siswa diminta

memecahkan contoh soal kontekstual yang telah diberikan

guru pada awal kegiatan belajar.

6. Guru meminta tiap-tiap kelompok untuk mempresentasikan

hasil diskusinya di depan kelas.

(40)

konsep-konsep dalam dalil Pythagoras, dan

memeragakannya di depan siswa (Modeling).

8. Siswa mempresentasikan hasil kerjannya kembali di depan

kelas.

9. Guru memberikan tes di akhir pelajaran sebagai umpan balik

siswa.

3. Penutup 1. Guru melakukan refleksi dengan mengungkapkan kesan

siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

2. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang

paling aktif dalam kegiatan belajar.

3. Bersama dengan siswa menarik kesimpulan dari

pembelajaran yang telah dilakukan.

4. Memberikan tugas rumah yang dikerjakan secara individu.

2.7

Pembelajaran Quantum

Model pembelajaran Quantum Teaching mulai dikembangkan di amerika

sekitar tahun 1999, yang dipelopori oleh Bobbi DePorter dan Mark Reardon

(Suyitno, 2004:34). Quantum Teaching dimulai di SuperCamp, sebuah program

percepatan Quantum Learning yang ditawarkan oleh Learning Forum. Dalam

program menginap selama dua belas hari ini siswa memperoleh kiat-kiat yang

membantu mereka dalam mencatat, menghafal, membaca, menulis, berkreatifitas,

berkomunikasi serta membina hubungan. Adapun hasil-hasil yang dicapai dalam

(41)

meningkatkan rasa percaya diri, 84% meningkatkan harga diri, dan 98%

melanjutkan penggunaan keterampilan, (DePorter, 2004:4)

Dalam Quantum Teaching terdapat tiga hal yang harus dipahami yaitu,

Quantum, Pemercepatan belajar, dan fasilitasi. Quantum artinya adalah interaksi

yang mengubah energi menjadi cahaya. Sehingga Quantum Teaching adalah

upaya guru mengorkestrasikan berbagai interaksi yang berada di dalam dan di

sekitar momen belajar, sehingga kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi

cahaya. Interaksi-interaksi mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang

mempengaruhi kesuksesan siswa, sekaligus mengubah kemampuan dan bakat

alamiah siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang

lain, (DePorter, 2004:5).

Pemercepatan belajar berarti menyingkirkan hambatan yang menghalangi

proses belajar alamiah dengan sengaja menggunakan musik, mewarnai lingkungan

sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, dan keterlibatan aktif,

(DePorter, 2004:5). Fasilitasi, artinya memudahkan segala hal. Fasilitasi dalam

konteks ini merujuk pada implementasi strategi menyingkirkan hambatan belajar,

mengembalikan proses belajar ke keadaan yang mudah dan alami. Fasilitasi ini

juga termasuk penyediaan alat-alat bantu yang memudahkan siswa belajar,

(DePorter, 2004:6).

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan pembelajaran Quantum

(42)

proses pembelajaran menjadi cahaya yang melejitkan prestasi siswa, dengan

menyingkirkan hambatan belajar melalui penggunaan cara dan alat yang tepat,

sehingga siswa dapat belajar secara mudah dan alami (DePorter, 2002:5).

Dengan Quantum teaching guru dapat mengajar dengan memfungsikan

kedua belahan otak kiri dan otak kanan pada fungsinya masing-masing. Penelitian

di Universitas California mengungkapkan bahwa masing-masing otak tersebut

mengendalikan aktivitas intelektual yang berbeda.

Otak kiri menangani angka, susunan, logika, organisasi, dan hal lain yang

memerlukan pemikiran rasional, beralasan dengan pertimbangan yang deduktif

dan analitis. Bagian otak ini yang digunakan berpikir mengenai hal-hal yang

bersifat matematis dan ilmiah. Kita dapat memfokuskan diri pada garis dan rumus,

dengan mengabaikan kepelikan tentang warna dan irama.

Otak kanan mengurusi masalah pemikiran yang abstrak dengan penuh

imajinasi. Misalnya warna, ritme, musik, dan proses pemikiran lain yang

memerlukan kreativitas, orisinalitas, daya cipta dan bakat artistik. Pemikiran otak

kanan lebih santai, kurang terikat oleh parameter ilmiah dan matematis. Kita dapat

melibatkan diri dengan segala rupa dan bentuk, warna-warni dan kelembutan, dan

mengabaikan segala ukuran dan dimensi yang mengikat.

2.7.1Asas Utama Quantum Teaching

Pembelajaran Quantum Teaching memiliki asas utama: “Bawalah dunia

mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Maksud asas

(43)

pengajaran yaitu mencoba memasuki dunia yang dialami oleh siswa. Cara yang

dilakukan oleh seorang guru adalah dengan mengajarkan sebuah peristiwa, pikiran

atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, musik, seni, rekreasi

atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, maka dapat membawa mereka

ke dalam dunia kita dan memberi mereka pemahaman mengenai isi dunia itu.

“Dunia Kita” dipeluas mencakup tidak hanya para siswa, tetapi juga guru.

Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam ini,

siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan

menerapkannya pada situasi baru.

2.7.2Prinsip -prinsip Quantum Teaching

Prinsip yang digunakan dalam Quantum Teaching terdiri dari lima prinsip yaitu: (1) segalanya berbicara, (2) segalanya bertujuan, (3) pengalaman sebelum

pemberian nama, (4) akui setiap usaha, (5) jika layak dipelajari, maka layak

dirayakan.

1. Segalanya Berbicara, prinsip segalanya berbicara mengandung pengertian

bahwa “segala sesuatu di ruang kelas berbicara” mengirim pesan tentang

belajar.

2. Segalanya Bertujuan, prinsip segalanya bertujuan berarti bahwa semua upaya

yang dilakukan guru dalam mengubah kelas mempunyai tujuan, yaitu agar

siswa dapat belajar secara optimal untuk mencapai prestasi yang yang tinggi.

3. Pengalaman sebelum pemberian nama, Proses belajar paling baik terjadi

ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama

(44)

mental, seperti: Apa?, Mengapa?, Bagaimana?. Jelasnya pengalaman

membangun keingintahuan siswa, menciptakan pertanyaan dalam benak

mereka, membuat mereka penasaran. Dalam kondisi demikian, barulah guru

memberikan nama: menjelaskan materi pelajaran. Jadi, sebelum menyajikan

materi pelajaran, guru perlu terlebih dahulu memberi kesempatan kepada

siswa untuk mengalami atau mempraktikkan sendiri.

4. Akui Setiap Usaha, pengakuan terhadap usaha siswa dimaksudkan agar

mereka dapat mencapai hasil yang lebih baik. Perlu ditegaskan di sini, bahwa

dalam Quantum Teaching tidak dikenal istilah “gagal”. Yang ada hanyalah

hasil dan umpan balik. Setiap hasil adalah prestasi, baik yang sudah tepat atau

belum: dan masing-masing akan menjadi umpan balik demi pencapaian hasil

yang tepat sebagaimana dimaksudkan. Oleh karena itu, semua usaha siswa

harus dihargai atau diakui.

5. Jika Layak Dipelajari, maka Layak Pula Dirayakan. Perayaan memberikan

umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif

dengan belajar. Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa perlu

sering-sering merayakan kesuksesan belajar, dan menghubungkan belajar, dengan

perayaan. Bentuk perayaan, misalnya: tepuk tangan, tiga kali hore, jentikan

jari, kejutan, dan lain-lain.

2.7.3Model Quantum Teaching

Model Quantum Teaching mengambil bentuk yang hampir sama dengan

sebuah simponi, yang membagi unsur-unsur pembentuk simponi menjadi dua

(45)

suasana, landasan dan rancangan. Sedangkan dalam isi kita akan menemukan

unsur fasilitasi, penyajian, serta keterampilan. Selain itu model Quantum

Teaching mempunyai kerangka rancangan belajar Quantum Teaching yang dikenal sebagai TANDUR: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasi, Ulangi dan

Rayakan, (DePorter, 2004:8-9). Berikut ini akan dijelaskan pengertian tersebut.

1. Tumbuhkan

Merupakan tahap menumbuhkan minat siswa terhadap pembelajaran

yang akan dilakukan. Melalui tahap ini, guru berusaha mengikut sertakan

siswa dalam proses belajar. Motivasi yang kuat membuat siswa tertarik untuk

mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran. Tahap Tumbuhkan bisa dilakukan

untuk menggali permasalahan terkait dengan materi yang akan dipelajari,

menampilkan suatu gambaran atau benda nyata, cerita pendek atau video.

2. Alami

Alami merupakan tahap ketika guru menciptakan atau mendatangkan

pengalaman yang dapat di mengerti semua siswa. Tahap ini memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan awal yang

telah dimiliki. Selain itu tahap ini juga untuk mengembangkan keingin tahuan

siswa. Tahap alami bisa dilakukan dengan mengadakan pengamatan.

3. Namai

Tahap namai merupakan tahap memberikan kata kunci, konsep, model,

rumus atau strategi atas pengalaman yang telah diperoleh siswa. Dalam tahap

(46)

yang telah dilewati. Tahap ini penamaan memacu struktur kognitif siswa

untuk memberikan identitas, menguatkan dan mendefinisikan atas apa yang

telah dialaminya. Proses penamaan dibangun atas pengetahuan awal dan

keingin tahuan siswa saat itu. Penamaan merupakan saat untuk mengajarkan

konsep kepada siswa. Pemberian nama setelah pengalaman akan menjadi

sesuatu lebih bermakna dan berkesan bagi siswa. Untuk membantu penamaan

dapat digunakan susunan gambar, warna alat bantu, kertas tulis dan poster

dinding.

4. Demonstrasi

Tahap Demonstrasi memberikan kesempatan untuk menerapkan

pengetahuan ke dalam pembelajaran yang lain dan ke dalam kehidupan

mereka. Tahap ini menyediakan kesempatan siswa untuk menunjuk apa yang

mereka ketahui. Tahap Demonstrasi bisa dilakukan dengan penyajian di depan

kelas, permainan, menjawab pertanyaan dan menunjukkan hasil pekerjaan.

5. Ulangi

Pengulangan akan memperkuat koneksi saraf sehingga menguatkan

struktur kognitif siswa. Semakin sering dilakukan pengulangan pengetahuan

akan semakin mendalam. Bisa dilakukan dengan menegaskan kembali pokok

materi pelajaran, memberi kesempatan siswa untuk mengulang pelajaran

(47)

6. Rayakan

Rayakan merupakan wujud pengakuan untuk menyelesaikan partisipasi

dan memperoleh keterampilan dalam ilmu pengetahuan. Bisa dilakukan

dengan pujian, tepuk tangan, bernyanyi bersama.

2.7.4Lingkungan Quantum Teaching

Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar. Segala

sesuatu dalam lingkungan kelas menyampaikan pesan yang dapat memacu atau

menghambat belajar, Dhoroty dalam DePorter (2000:66). Lingkungan kelas yang

hangat, nyaman, rapi, bersih, dan suasana yang penuh keakraban tentunya dapat

memacu semangat siswa untuk belajar akan tetapi lingkungan kelas yang sunyi,

suram, dan tidak tertata tentunya dapat menghambat kegiatan belajar siswa.

Oleh karena itu untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif,

Quantum Teaching memiliki ide-ide yang dapat digunakan diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Poster Afirmasi

Menggambarkan afirmasi seperti dialog internal, sehingga menguatkan

keyakinan siswa untuk belajar.

2. Warna

(48)

3. Pengaturan bangku

Pengaturan bangku dapat disusun untuk mendukung tujuan belajar. Cara guru

mengatur bangku dapat memainkan peran penting dalam pengorkestrasian

belajar.

4. Musik

Guru dapat menggunakan musik untuk menata suasana hati, mengubah

keadaan mental siswa, dan mendukung lingkungan belajar. Musik yang dapat

digunakan diantaranya adalah (Mozart, Bach, Vivaldi, Handel, dan musik

klasik Satie dan rachmaninof).

5. Aroma

Guru dapat memberikan sedikit aroma wewangian dalam lingkungan

kelasnya. Menurut Hirsc dalam DePorter (2000:72), manusia dapat

meningkatkan kemampuan berpikir mereka secara kreatif sebanyak 30% saat

diberikan wangi bunga tertentu.

2.7.5Ciri-ciri Quantum Teaching

Secara garis besar pembelajaran yang menggunakan model Quantum

Teaching menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut.

1. Penggunaan musik dengan tujuan-tujuan tertentu.

2. Pemanfaatan ikon-ikon sugestif.

3. Penggunaan ”stasiun-stasiun kecerdasan” untuk memudahkan siswa belajar

sesuai dengan modalitas kecerdasannya.

4. Penggunaan bahasa yang unggul.

(49)

2.7.6 Langkah-langkah pembelajaran Quantum Teaching

Langkah-langkah pembelajaran Quantum teaching dalam penelitian adalah

sebagai berikut.

NO Fase Kegiatan pembelajaran Quantum

1. Pendahuluan Pada tahap ini :

1. Guru menumbuhkan minat belajar siswa dengan memberikan

motivasi belajar (Tumbuhkan).

2. Guru menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran

(AMBAK, Apa Manfaatnya Bagiku).

3. Guru menyampaikan apresepsi.

2. Kegiatan Inti 1. Guru memberikan pengalaman awal tentang materi yang akan

diajarkan, buat seluruh isi kelas berbicara tentang materi yang

akan diajarkan dengan cara melakukan tanya jawab (Alami).

2. Guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil,

tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa yang heterogen.

3. Guru membagikan LKS dan poster afirmatif pada tiap

kelompok, siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya

untuk menemukan kembali konsep-konsep dalam materi

teorema Pythagoras (Namai).

4. Guru mengorkestasikan suasana belajar dengan memutarkan

musik yang lembut ketika siswa bekerja.

5. Guru memberikan bimbingan secara kelompok maupun

individual.

(50)

dengan melakukan presentasi (Demonstrasikan).

7. Guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok yang

telah melakukan presentasi dengan memberikan pujian,

dorongan, semangat, dan tepukan yang meriah (Rayakan).

8. Guru meminta siswa untuk mengulang kembali konsep yang

baru saja dipelajari dan memberikan latihan soal (Ulangi).

9. Di akhir pembelajaran guru memberikan tes tertulis yang

dikerjakan secara individu sebagai umpan balik siswa.

3. Penutup 1. Guru bersama dengan siswa menyimpulkan materi yang baru

saja dipelajari (Ulangi).

2. Guru memberikan tugas rumah yang dikerjakan secara

individu.

2.8

KETUNTASAN BELAJAR

Ketuntasan adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan di sekolah atau

perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui

pengukuran dan penilaian. Sedang ketuntasan belajar adalah penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran biasanya

ditunjukkan dengan nilai tes. Ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran

dipengaruhi oleh peran dan strategi guru dalam pembelajaran. Seorang siswa

dipandang tuntas belajar jika ia mampu menyelesailkan dan menguasai

kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan

(51)

menguasai tujuan pembelajaran minimal 65% dan sekurang-kurangnya 85% dari

jumlah siswa yang ada di kelas itu, (Mulyasa, 2006:99).

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ditentukan oleh masing-masing

sekolah berdasarkan keadaan dimana sekolah tersebut berada. Dalam hal ini,

penentuan KKM antara sekolah yang satu dengan yang lain tentu saja

berbeda-beda. Namun demikian, dalam menentukan KKM terdapat tiga hal yang harus

diperhatikan yaitu, Tingkat kompleksitas, Kemampuan sumber daya pendukung,

dan Intake (tingkat kemampuan rata-rata) siswa.

Dalam skripsi ini siswa dikatakan tuntas dalam belajar matematika jika nilai

hasil belajar matematika yang diperoleh siswa telah mencapai ≥ 68.

2.9

TINJAUAN MATERI

Untuk mengambil sebuah layangan yang

menyangkut di pohon, seorang anak harus

menyandarkan sebuah tangga yang panjangnya 5

m. Jika jarak ujung bawah tangga terhadap pangkal

pohon adalah 3 m, berapakah tinggi pohon yang

dapat dicapai tangga tersebut?

Contoh soal diatas merupakan salah satu

permasalahan kontekstual yang terdapat dalam

kehidupan sehari-hari kita, yang dapat kita terapkan

(52)

1 . Teorema Pythagoras pada sisi-sisi segitiga siku-siku

Pada Δ siku ABC disamping,

siku-siku berada di C selalu berlaku teorema

Pythagoras :

c

2

= a

2

+ b

2

2 . Kebalikan teorema Pythagoras

Untuk setiap Δ ABC siku-siku dengan sisi-sisi a, b, dan c berlaku :

1) Bila a2 = b2 + c2, maka Δ ABC siku-siku di A

2) Bila b2 = a2 + c2, maka Δ ABC siku-siku di B

3) Bila c2 = a2 + b2, maka Δ ABC siku-siku di C

3 . Bilangan Triple Pythagoras

Bilangan triple Pythagoras adalah tiga bilangan asli yang merupakan

panjang sisi-sisi dari segitiga siku-siku. Misalkan terdapat tiga buah

bilangan a, b, dan c. Ketiga bilangan tersebut disebut triple Pythagoras jika

nilai c2 = a2 + b2, dimana c adalah bilangan yang terbesar.

Contoh : bilangan 3, 4, dan 5 merupakan bilangan triple Pythagoras karena

52 = 32 + 42.

c

b

a

C B

(53)

4 . Menetukan jenis segitiga

a. Menentukan jenis segitiga siku-siku

Segitiga ABC dikatakan sebagai segitiga siku-siku

jika pada sisi a, b, dan c berlaku :

c2 = a2 + b2, dengan c merupakan sisi terpanjang

segitiga ABC.

b. Menentukan jenis segitiga lancip

Segitiga ABC dikatakan sebagai segitiga

lancip jika pada sisi a, b, dan c berlaku

hubungan:

c2 < a2 + b2, dengan c sisi terpanjang

segitiga ABC.

c. Menentukan jenis segitiga tumpul

Segitiga ABC dikatakan sebagai segitiga

lancip jika sisi a, b, dan c berlaku

hubungan:

c2 > a2 + b2, dengan c sisi terpanjang

segitiga ABC. A

B

C

a

b

c

A

C

a

B

b

c

c

B C

b

b

(54)

5 . Perbandingan segitiga siku-siku istimewa

a. Perbandingan segitiga siku-siku istimewa sudut 60o

Pada segitiga siku-siku istimewa sudut 60o,

perbandingan sisi-sisi a, b, dan c adalah :

a : b : c = 1 : 3 : 2

b. Perbandingan segitiga siku-siku istimewa sudut 45o

Pada segitiga siku-siku istimewa sudut 45o,

perbandingan sisi-sisi a, b, dan c adalah :

a : b : c = 1 : 1 : 2

c. Perbandingan segitiga siku-siku istimewa sudut 30o

Pada segitiga siku-siku istimewa sudut 30o,

perbandingan sisi-sisi a, b, dan c adalah :

a : b : c = 3 : 1 : 2

2.10

KERANGKA BERFIKIR

Matematika merupakan mata pelajaran yang mempunyai objek kajian yang

abstrak. Dalam mengajarkan matematika, khususnya pada jenjang Sekolah a

b c

60o

a

b c

45o

a

b c

(55)

Menengah Pertama (SMP), seorang guru tidak dapat langsung mengabstraksi

suatu masalah ke dalam pola pengajarannya. Oleh karena itu seorang guru

matematika harus mempunyai strategi dan pendekatan yang sesuai, agar hasil

belajar siswa dapat meningkat. Namun, selama ini peranan guru dalam kegiatan

pembelajaran sangat begitu dominan. Pembelajaran hanya berpusat pada guru dan

siswa hanya menerima informasi dan pengetahuan dari guru semata.

Pengembangan pembelajaran yang diperlukan saat ini adalah pembelajaran

yang inovatif dan kreatif, untuk itu diupayakan suatu model pembelajaran yang

dapat meningkatkan keaktifan siswa serta memberikan iklim kondusif dalam

mengembangkan daya nalar dan kreatif siswa.

Model pembelajaran CTL dan Quantum Teaching merupakan contoh

pembelajaran yang dapat meningkatkan daya kreatif dan inovatif siswa. Karena

sama-sama bertolak dari filsafat konstruktivisme, dalam proses pembelajarannya

kedua model tersebut selalu berupaya untuk mengaktifkan siswa dalam

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga dominasi guru dalam kegiatan

belajar mengajar dapat berkurang.

Pembelajaran CTL adalah sebuah konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Melihat dari konsep

tersebut, maka pembelajaran CTL memiliki beberapa kelebihan diantaranya

(56)

1. Siswa akan lebih termotivasi karena materi yang disajikan terkait dekat

dengan kehidupan sehari-hari.

2. Materi yang disajikan lebih lama membekas di pikiran siswa karena siswa

dilibatkan aktif dalam pembelajaran.

3. Siswa berpikir alternatif dalam membuat pemodelan.

Pembelajaran Quantum Teaching adalah orkestrasi bermacam-macam

interaksi yang ada di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup

unsur-unsur untuk belajar efektif yang dapat mempengaruhi siswa. Dalam

pembelajaran Quantum Teaching, terdapat upaya untuk melakukan pemercepatan

belajar dengan cara menyingkirkan hambatan belajar yang menghalangi proses

belajar alamiah. Seperti, menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling,

menyusun bahan pengajaran yang sesuai, serta keterlibatan aktif siswa yang dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini penulis ingin sekali

membandingkan pembelajaran CTL dengan pembelajaran Quantum Teaching

terhadap hasil belajar siswa kelas VIII pada Kompetensi Dasar Menggunakan

teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah SMP Negeri 2 Pemalang tahun

ajaran 2008/2009.

Adapun bagan kerangka mekanisme pembelajaran tersebut dapat

(57)

Bagan Kerangka Berpikir

2.10

HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Suharsimi, 2002:62). Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan diatas

maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

1. Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran CTL

lebih baik daripada rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan model

pembelajaran Quantum Teaching pada materi pokok teorema Pythagoras.

2. Ketercapaian KKM hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran CTL pada materi pokok teorema Pythagoras mencapai 75 %.

3. Ketercapaian KKM hasil belajar siswa yang mendapat model pembelajaran

Quantum Teaching pada materi pokok teorema Pythagoras mencapai 75 %. Model Belajar

Model Belajar CTL Model Belajar Quantum

EVALUASI TES EVALUASI TES

Prestasi belajar siswa dengan model belajar CTL lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan

model belajar Quantum Hasil Belajar Model

Belajar CTL

(58)

45

3.1

Obyek

Gambar

Tabel 2 Daftar Kritik Chi Square.......................................................................
 = 7,81. Karenatabelχ2hitung
Dengan menggunakan uji t diperoleh nilai hitung1,99. Karena nilai t = 0,170 dan nilai ttabelthitung <  ttabel maka Ho diterima
 = 7,81. Karenatabelχ2hitung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran kimia pada

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) manakah prestasi belajar matematika yang lebih baik antara siswa yang diberikan pembelajaran menggunakan model

ditolak, sehingga diperlukan uji lanjut untuk mengetahui manakah dari perlakuan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) , Model Eliciting

Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa dalam model pembelajaran. quantum teaching siswa kelas VIIC MTsN Aryojeding

Dengan model pembelajaran Quantum Teaching sangat membantu siswa dalam memahami materi yang dijelaskan oleh guru sehingga ada peningkatan hasil belajar. matematika

Deskripsi Hasil Belajar Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Contectual Teaching And learning (CTL) dan Quantum Teaching ... Deskripsi pengaruh Model Pembelajaran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dijelaskan bahwa proses belajar mengajar fisika pada materi getaran dan gelombang menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Contextual Teaching and Learning CTL dan kemampuan awal terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik