• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN REVITALISASI SUT KOPI ARABIKA DI PROVINSI ACEH: Pengembangan Teknologi Perbenihan dan Peremajaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN REVITALISASI SUT KOPI ARABIKA DI PROVINSI ACEH: Pengembangan Teknologi Perbenihan dan Peremajaan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR KEGIATAN

KAJIAN REVITALISASI SUT KOPI ARABIKA DI PROVINSI ACEH: Pengembangan Teknologi

Perbenihan dan Peremajaan

Iskandar Mirza

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

2018

(2)

i LELEMMBBAARR PPEENNGGESESAAHHAANN

1. Judul RPTP : KAJIAN REVITALISASI SUT KOPI ARABIKA DI PROVINSI ACEH: Pengembangan Teknologi Perbenihan dan Peremajaan.

2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh 3. Alamat Unit Kerja : Jl. P. Nyak Makam. No. 27 Lampineung

Banda Aceh

4. Sumber Dana :

5. Status Kegiatan (L/B) : Lanjutan 6. Penanggung Jawab :

a. Nama : Dr. drh. Iskandar Mirza, MP b. Pangkat/Golongan : Penata Tk. I III/d

c. Jabatan Fungsional : Peneliti Muda

7. Lokasi : Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh 8. Agroekosistem : Lahan Kering Iklim Basah

9. Tahun Mulai : 2018

10. Tahun Selesai : 2019

11. Output Tahunan : • Paket teknologi produksi bibit kopi Arabika Gayo I dan II.

• Paket teknologi peremajaan kopi Arabika melalui teknik sambung pucuk.

• Proyeksi peningkatan produktivitas dari 700 kg/ha menjadi 1.2 ton/ha.

12. Output Akhir : • Seluruh tanaman tidak produktif telah diremajakan (replanting).

• Proyeksi peningkatan pendapatan petani sampai 50% dibandingkan dengan kondisi eksisting.

Penanggung Jawab RPTP,

Menyetujui, Kepala BPTP

Dr. Ir. Haris Syahbuddin, DEA

NIP. 19680415 199203 1 001 Ir. M. Ferizal, M.Sc

NIP. 19650219 199203 1 002 Mengetahui:

Kepala BBP2TP

13. Biaya : Rp. 200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah ) Koordinator Program,

Dr. Rachman Jaya, S.Pi., M.Si

NIP.19740305 200003 1 001 Dr. drh. Iskandar Mirza, MP NIP. 19630316 199403 1 001

(3)
(4)

i RINGKASAN

1. Judul : KAJIAN REVITALISASI SUT KOPI ARABIKA DI PROVINSI ACEH: Pengembangan Teknologi Perbenihan dan Peremajaan.

2. Tujuan : 1. Menghasilkan Paket teknologi produksi bibit kopi arabika Gayo I dan II. 2. Menghasilkan Paket teknologi peremajaan kopi melalui sambung pucuk. 3.

Menentukan proyeksi peningkatan produktivitas sampai 1.1-1.2 ton/ha. 4. Proyeksi peningkatan pendapatan petani minimal 50% dari kondisi eksisting.

3. Keluaran : 1. Paket teknologi produksi bibit kopi arabika Gayo I dan II. 2. Paket teknologi peremajaan kopi melalui sambung pucuk. 3. Proyeksi peningkatan produktivitas sampai 1.1- 1.2 ton/ha. 4. Proyeksi peningkatan pendapatan petani minimal 50% dari kondisi eksisting.

4. Hasil yang

diharapkan : Terjadinya peningkatan pendapatan petani minimal 50%

dari kondisi eksisting.

5. Perkiraan manfaat dan dampak

: a. Perkiraan Manfaat :

• Paket teknologi yang dihasilkan mampu meningkatkan jumlah tanaman produktif kopi arabika Gayo di Provinsi Aceh

• Sebagai bahan pertimbangan dan solusi untuk mengadopsi teknologi yang diinformasikan

b. Perkiraan Dampak

• Proyeksi peningkatan pendapatan petani minimal 50% dari kondisi eksisting.

5. Metode

Pelaksanaan : • Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem karena luasnya cakupan kegiatan, termasuk juga stakeholder yang terlibat.

• Melakukan identifikasi kondisi eksisting tanaman kopi Arabika yang harus diremajakan (replanting).

• Melakukan identifikasi kondisi eksisting tanaman kopi Arabika yang harus diremajakan (replanting) melalui teknologi sambung pucuk

• Melaksanakan kegiatan pengkajian pengembangan teknologi perbenihan dan peremajaan kopi arabika Gayo di Provinsi Aceh.

• Melakukan uji kelayakan teknologi mengenai kajian yang dilaksanakan, yaitu berbasis optimasi input- output dan uji adopsi inovasi teknologi pertanian yang diintroduksi.

(5)

ii

• Melakukan temu lapang pada lokasi demontrasi plot dilaksanakan, sekaligus sebagai penjaringan umpan balikuntuk mengetahui dampak penggunaan berbagai channel/saluran diseminasi yang dipergunakan.

• Pelaporan 6. Jangka : 2(dua) tahun 7. Biaya tahun

2018 : Rp. 200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah )

(6)

iii DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

RINGKASAN ... ii

DAFTAR ISI ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Dasar Pertimbangan ... 2

1.3. Tujuan ... 3

1.4. Keluaran ... 3

1.5. Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

III. METODOLOGI ... 8

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(7)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dataran Tinggi Gayo merupakan salah satu kawasan di Pegunungan Bukit Barisan yang secara administratif masuk ke Provinsi Aceh, kawasan ini terdiri dari tiga Kabupaten yaitu: Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Hampir 95% kawasan ini ditanami dengan kopi jenis Arabika, sedangkan sisanya kopi Robusta. Hal tersebut sesuai dengan demografi kawasan tersebut, yang berada di atas 800 meter di atas permukaan laut (dpl), sehingga sangat cocok untuk kopi jenis Arabika. Komoditas kopi arabika Gayo memiliki peran strategis bagi kehidupan masyarakat Gayo, karena lebih dari 80%

masyarakat wilayah ini menggantungkan hidupnya dari komoditi ini. Pada umumnya produksi green bean kopi Gayo untuk konsumsi ekspor, terutama ke Uni-Eropa, Jepang dan Amerika Serikat, dengan nilai ekspor mencapai Rp. 5 Triliun pada tahun 2016, nilai ini meningkat 300% dibanding tahun 2013 yang hanya Rp. 1.4Triliun (Ibrahim & Zailani, 2010; BPS, 2015; BPTP Aceh, 2011).

Berdasarkan prespektif produktivitas tanaman, 30% tanaman Kopi Arabika di dataran tinggi Gayo merupakan tanaman tidak produktif karena umumnya telah berumur lebih dari 20 tahun, sehingga perlu dilakukan peremajaan (replanting) dalam hal ini juga diperlukan bibit dalam jumlah yang besar. Secara teknis dengan umur tanaman lebih dari 20 tahun, maka produktivitas tanaman turun sampai 40% dengan asumsi input yang diberika sesuai dengan rekomendasi teknologi. Fakta inilah yang mendorong Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah untuk melakukan peremajaan (replanting) tanaman kopi arabika Gayo. Hal ini dikaji untuk meningkatkan daya saing komoditi ini, yang belum optimal (Jaya et al. 2011).

Pada sisi yang lain, tidak semua petani pemilik tanaman kopi arabika Gayo non produktif tersebut bersedia untuk melakukan peremajaan, karena adanya potensi kehilangan hasil, sementara umumnya petani tidak memiliki sumber pendapatan lain.

Sintesa yang dapat diungkapkan dari problem statement kajian adalah untuk melakukan peremajaan tanaman tidak produktif diperlukan penyediaan bibit sebar kopi arabika Gayo

(8)

2 I dan II sampai 50.000 batang, dengan asumsi jarak tanam 2.5 x 2.5 meter. Selain itu terdapat petani yang enggan untuk melakukan peremajaan, walaupun tanaman kopi arabikanya sudah tidak produktif. Dalam hal ini diperlukan solusi untuk menyelesaikan masalah yang telah diungkapkan. Solusi ini diwujudkan melalui kegiatan pengkajian berupa pengembangan teknologi perbenihan berbasis Kopi Arabika Gayo I dan II serta introduksi teknologi sambung samping untuk peremajaan tanaman non produktif pada petani yang tanaman kopi arabika nya enggan untuk diremajakan. Kajian difokuskan pada uji kelayakan inovasi teknologi yang mengacu kepada penelitian sosial ekonomi inovasi teknologi pertanian, sehingga teknologi yang diintroduksi benar-benar layak secara teknis, ekonomis dan sosial. Aspek sosial menyangkut seperti apa adopsi inovasi teknologi tersebut oleh pengguna yang terdiri dari petani kooperator non kooperator.

1.2. Dasar Pertimbangan

Fakta menunjukkan bahwa 30% tanaman kopi arabika Gayo sudah tidak produktif akibat tanaman yang sudah tua (>20 tahun), dilain pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah merencanakan melakukan peremajaan terhadap tanaman yang sudah tidak produktif tersebut. Fakta lainnya adalah walaupun tanaman petani tidak lagi produktif, terdapat beberapa petani yang enggan untuk melakukan peremajaan sistem bongkar, karena adanya potensi kehilangan pendapatan, sehingga diperlukan introduksi teknologi yang dapat menjembatani masalah ini.

Akibat produktivitas tanaman kopi arabika Gayo hanya berkisar 650-700 kg/ha, padahal potensi produksi Kopi Arabika Gayo I dan II yang telah dilepas oleh Kementerian Pertanian sampai 1.2 ton/ha. Dengan produkivitas tersebut, pendapatan petani masih relative rendah, demikian juga dengan pendapatan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues melalui pajak Pertambahan Nilai (PPn) masih rendah, sehingga pihak Pemerintah Daerah sangat penting untuk melakukan peremajaan tanaman yang sudah tidak produktif.

(9)

3 1.3.Tujuan

a. Melakukan Introduksi paket teknologi produksi bibit kopi arabika Gayo I dan II.

b. Melakukan Introduksi Paket teknologi peremajaan kopi melalui sambung pucuk.

c. Melakukan analisis proyeksi peningkatan produktivitas sampai 1.1-1.2 ton/ha.

d. Melakukan analisis proyeksi peningkatan pendapatan petani minimal 50% dari kondisi eksisting.

1.4. Keluaran

a. Dihasilkannya paket teknologi produksi bibit kopi arabika Gayo I dan II.

b. Dihasilkanya paket teknologi peremajaan kopi melalui sambung pucuk.

c. Diketahuinya proyeksi peningkatan produktivitas sampai 1.1-1.2 ton/ha.

d. Diketahuinya proyeksi peningkatan pendapatan petani minimal 50% dari kondisi eksisting.

1.5. Prakiraan Manfaat dan Dampak

Proyeksi manfaat dari kajian ini adalah sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues untuk kegiatan peremajaan melalui aktivitas bongkar tanaman dan teknologi sambung samping.

Dampak dari kegiatan ini adalah adanya proyeksi peningkatan pendapatan petani minimal sampai 50%, demikian juga dengan ketiga kabupaten di dataran tinggi Gayo melalui penerimaan pajak pertambahan nilai (PPn).

(10)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Eksisting

Kopi arabika yang dihasilkan dari kawasan dataran tinggi Gayo biasanya disebut dengan kopi Gayo (Gayo Coffee). Nama Gayo mengacu kepada suatu dataran tinggi yang terletak pada Pegunungan Bukit Barisan, dan secara adminstratif masuk ke dalam Provinsi Aceh. Kabupaten yang menghasilkan kopi Arabika di Provinsi Aceh adalah Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues, akan tetapi yang paling dominan adalah Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Tanaman ini mulai ditanam di kawasan ini sekitar tahun 1908, kedua kabupaten ini berada pada ketinggian 1.000 – 1.400 m dpl, sehingga sangat cocok untuk pertumbuhan kopi arabika.

Total luaspertanaman kopi di kedua kabupaten ini mencapai 81. 000 ha, akan tetapi dengan produktivitas hanya 0.6-0.79 ton/ha. Jauh lebih rendah dibandingan dengan Brazil dan Vietnam yang telah mencapai 1.2 ton/ha. Rendahnya produktivitas ini disebabkan oleh: 1) tanaman yang sudah tua yang proprosinya mencapai 30% dari total tanaman menghasilkan; 2) kurangnya pemelihaaan (pemangkasan); 3) pola pemupukan yang tidak mengikuti kaidah tepat waktu, tepat jumlah (dosis) dan tepat komposisi; 4) pola penanganan serangan hama dan penyakit (karat daun dan busuk buah) yang tidak sesuai dengan pengendalian tanaman terpadu (PTT).

Dalam hal ini yang menjadi perhatian adalah produktivitas tanaman kopi arabika di Gayo masih jauh dibawah produktivitas varietas Gayo I dan II yang mencapai 1.2 ton/ha. Fakta inilah yang menjadi fokus pengkajian ini, yaitu bagaimana agar produktivitas tanaman kopi arabika Gayo dapat mendekati produktivitas Gayo I dan II melalui peremajaan (replanting) dan introduksi sambung pucuk.

2.2. Varietas Gayo I dan II

Varietas Gayo 1 memiliki ciri pertumbuhannya tinggi dan kokoh, warna daun hijau tua, pupus coklat muda, buah muda hijau bersih, buah masak merah cerah, bentuk buah agak memanjang, ujungnya agak tumpul, masak buah kurang serempak, lebih toleran penyakit karat daun (Hemileia vastatrix), mutu fisik dan seduhan sangat baik, dan sesuai ditanam di daerah kurang dari 1.250 m dpl.Varietas Gayo 2 memiliki ciri pertumbuhan

(11)

5 tinggi melebar dan perdu kokoh, warna daun hijau tua, pupus coklat kemerahan, buah merah agak bulat, agak tahan penyakit karat daun, mutu fisik dan seduhan sangat baik, dan sesuai ditanam di daerah lebih dari 1.400 m dpl. Berdasarkan ilustrasi tersebut, terlihat kelebihan dari varietas Gayo I dan II, dibandingkan dengan varietas lainnya, seperti P-88 dan Ateng Super. Sehingga Kajian ini difokuskan kepada pengembangan teknologi perbenihan kopi Arabika varietas Gayo I dan II.

Untuk problem statement bahwa banyak petani yang enggan untuk melakukan peremajaan, hal ini berdasarkan pada adanya potensi kehilangan hasil, jika seluruh tanaman kopi arabika dibongkar untuk diremajakan, sementara petani tersebut tidak memilki pendapatan alternatif. Getinger (1984) menyatakan bahwa salah satu cirri utama petani pada Negara berkembang spesifik pada komoditas perkebunan seperti kopi arabika, dalam hal ini seperti Indonesia adalah umumnya bertumpu pada single komoditi/produk, sehingga ketika harus dilakukan bongkar umumnya sulit untuk dilakukan. Dalam hal ini diperlukan introduksi teknologi sambung samping, yang secara teknis tanaman tetap menghasilkan pada sisi yang lain proses peremajaa tetap dapat dilaksanakan.

2.3 Penelitian Sosial Eknomi Inovasi Teknologi

Saat ini komoditas pertanian telah menjadi motor penggerak bagi perekonomian nasional. Dalam konteks kewilayahan, yang mengacu kepada Dataran Tinggi Gayo tentunya membahas komoditas Gayo. Suryana (2007) menyatakan bahwa Ada lima syarat mutlak yang harus dipenuhi agar pembangunan pertanian dapat tumbuh- berkembang secara progresif, yaitu : (1) adanya pasar bagi produk-produk agribisnis, (2) teknologi yang senantiasa berubah, (3) tersedianya sarana dan peralatan produksi secara lokal, (4) adanya perangsang produksi bagi produsen, dan (5) adanya fasilitas transportasi. Untuk membumikan (landed) pernyataan ini, tentunya diperlukan pengkajian yang bersifat aplikatif dimana teknologi yang introduksi telah steady, tinggal seperti apa introduksi teknologi tersebut di lokasi dikembangkan.Selanjutnya, dimana peran Balitbangtan. Dalam hai ini, setidaknya terdapat 5 unsur penciri yang menjadi inti inovasi teknologi, yaitu:

(12)

6 (1) Meningkatkan produktivitas, nilai tambah,dan efisiensi penggunaan faktor produksi

secara signifikan:

(2) Mendorong peningkatan pendapatan petani dan pelaku usaha agrinisnis sepanjang rantai nilai (value chain);

(3) Mengurangi dampak negatif usaha pertanian terhadap lingkungan, serta melakukan konservasi dan rehabilitasi pemanfaatan sumberdaya pertanian;

(4) Menciptakan peluang usaha dan sumber pertumbuhan baru di sektor pertanian;

dan

(5) Memberikan nilai guna dan nilai tambah bagi pengguna teknologi.

Defenisi penelitian sosial ekonomi inovasi pertanian adalah penelitian sosial ekonomi untuk mengkaji kelayakan teknologi dan inovasi pertanian serta dampak penerapannya dari aspek sosial dan ekonomi yang dilaksanakan pada tahap perancangan, saat akan dimassalkan dan pada proses penyebaran teknologi dan inovasi pertanian.

Dalam kajian ini, konteks yang melekat dari paparan tentang penelitian sosial ekonomi inovasi teknologi pertanian adalah dilakukan uji kelayakan teknologi yang akan diintroduksi berbasis optimasi input-output dan tingkat adopsiteknologi oleh pengguna.

2.4 Adopsi Inovasi Teknologi

Secara terminology, adopsi adalah menyatakan adopsi adalah proses mental, dalam mengambil keputusan untuk menerima atau menolak ide baru dan menegaskan lebih lanjut tentang penerimaan dan penolakan ide baru tersebut (Roger, 1983), sedangkan inovasi adalah Inovasi adalah suatu gagasan, metode, atau objek yang dapat dianggap sebagai sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir. Inovasi sering berkembang dari penelitian dan juga dari petani (Musyafak dan Ibrahim, 2005). Inovasi merupakan penyebarluasan dari invensi dengan mempertimbangkan aspek kewilayahan, ekonomi dan sosial.

Dalam hal dapat disarikan bahwa adopsi inovasi adalah proses pengemblan keputusan menerima suatu inovasi teknologi pertanian yang dianggap telah memiliki nilai ekonomi,

(13)

7 sesuai dengan kondisi sosial kewilayahan dari pengguna inovasi tersebut, dalam kajian ini mengacu kepada petani kopi arabika Gayo.

(14)

8 III. METODOLOGI

2.1 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan pada kegiatan ini adalah pendekatan sistem karena aktor dan cakupan Kegiatan yang luas dan melibatkan multi stakeholder. Teknis kegiatan dilaksanakan di KP. Gayo untuk perbenihan bekerja sama dengan kebun induk milik petani, sedangkan kegiatan pembibitan sepenuhnya dilaksanakan di KP. Pondok Gajah.

Untuk kegiatan inovasi teknologi sambung samping dilaksanakan di Kebun milik petani dengan luas berkisar 5-10 ha.

Sistem merupakan suatu kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan, sedangkan pendekatan sistem adalah metode penyelesaian masalah yang dimulai dengan identifikasi dan analisis kebutuhan sistem serta diakhiri dengan hasil sistem yang dapat beroperasi secara efektif dan efisien (Eriyatno 1999; Jackson 2003; Wasson 2006;

Parnell et al. 2011). Pendekatan sistem merupakan suatu metode penyelesaian masalah yang pada tataran aplikasinya menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis (Marimin 2004). Berdasarkan hal ini pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan sistem.

2.2 Ruang Lingkup Kegiatan

a. Basis kegiatan adalah sistem usaha tani (SUT) maka cakupan luasan kegiatan 5-10 ha, yang dilaksanakan di KP. Pondok Gajah dan kebun milik petani untuk inovasi teknologi sambung pucuk Kecamatan Bukit Kebupaten Bener Meriah.

b. Untuk teknis diseminasi, dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD), untuk mengetahui jenis atau model diseminasi, khususnya dilihat dari bentuk saluran komunikasi, yang dibutuhkan dan paling cocok bagi penyuluh dan atau petani dalam proses adopsi inovasi teknologi.

2.3.Kerangka Pemikiran

Fakta yang dapat sampaikan untuk kajian ini adalah, bahwa saat ini 60% tanaman kopi arabika di Dataran Tinggi Gayo berumur lebih dari 20 tahun (produktivitas menurun), sehingga harus dilakukan replanting. Selanjutnya adalah Produktivitas rata-

(15)

9 rata tanaman kopi tidak lebih dari 700 kg/ha, potensi kopi arabika Gayo I dan II dapat mencapai 1.2 ton/ha. Varietas Gayo I dan II, secara biologis memiliki hasil yang lebih besar dan citarasa yang lebih baik dibandingkan dengan varietas eksisting, seperti P88 dan Ateng Super. Pemkab Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues mulai tahun 2018 akan melakukan replanting tanaman kopi yang sudah tidak produktif. Rendahnya laju kegiatan replanting (peremajaan) oleh petani, karena adanya potensi kehilangan hasil selama proses tumbuhan kopi sampai berbuah (3-5 tahun). Sintesa dari hal di atas adalah diperlukan kajian yang dapat menggambarkan potensi peningkatan produksi (state of the art) dari 700 kg/ha menjadi 1.1-1.2 ton/ha, dengan beberapa inovasi teknologi pertanian, yaitu penggunaan bibit unggul Gayo I dan II dan teknologi sambung pucuk serta sambung pucuk untuk meminimalisir potensi kehilangan hasil serta meningkatkan pendapatan usahatani melalui produktivitas dan kualitas kopi serta optimasi input-output untuk uji kelayakan teknologi. Mulai tahun 2017, melalui mekanisme APBN-P, akan dilakukan produksi bibit kopi arabika yang dilakukan oleh Balitbangtan, yang tentunya memerlukan studi mengenai kelayakan teknis dan ekonomis dari bibit yang diproduksi. Gambaran lengkapa kerangka pemikiran kajian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kajian 30% tanaman kopi tidak

produktif (tua)

Peremajaan (replanting)

Perbenihan dan bongkar

Sambung pucuk

Uji Kelayakan Teknologi

Pengembangan teknologi peremajaan kopi Gayo

(16)

10 a. Tempat dan waktu

Kegiatan ini dilaksanakan di Kelompoktani Mera Sabe Desa KalaTenang Kecamatan Bener Kelipah Kabupaten Bener Meriah.

b. Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam kegiatan rejuvinasi dan replanting adalah sebagai berikut:

• Cangkul

• Parang

• Gergaji

• GuntingPangkas

• Pisau okulasi

Bahan yang digunakan kegiatan rejuvinasi dan replanting yaitu:

• Benih kopi siap tanam yang berasal dari koperasi KP Gayo Badan Litbang Pertanian

• Entres kopi dalam penyambungan

• Kompos kulit merah

• Bambu tiang ajir

• Tali rapia, tali ikat dan Sloptip

• Plastic sungkup

• Sarung tangan

c. Prosedur Rejuvinasi Sambung Pucuk

1. Penyiwingan (membuang setengah tajuk tanaman batang bawah) khususnya yang menghadap ketimur guna merangsang tumbuhnya cabang orthotrop/wiwilan, selanjutnya dilakukan penakikan/ pelukaan setengah diameter batang setinggi 50 cm dari pangkal batang.

2. Batang bawah disiapkan dari wiwilan/cabang orthothrop yang tumbuh

3. Entres batang atas berasal dari kebun entres atau dari cabang wiwilan tanaman induk kopi

(17)

11 4. entres minimal terdiri dari 1 ruas dan maksimal 2 ruas.

5. Penyambungan dilakukan dengan system celah.

6. Daun batang bawah disisakan 1 pasang sedangkan daun batang atas dikupir setengah

7. Sambungan diikat dengan menggunakan plastik(plastic pembungkusn) yang dipotong membujur atau dengan tali rapia.

8. Sambungan disungkup dengan plastic transparan dan diikat kembali dengan tali rapia

9. Penyambungan dilakukan dengan cepat, cermat danbersih

10. Pengamatan hasil sambungan dilakukan 2 minggu apabila warna hijau sambungan berhasil bila warna hitam berarti sambungan gagal

11. Tali ikatan dibuka bila pertautan telah kokoh tali ikatan menggangu pertumbuhan tanaman

12. Pemeliharaan sambungan

d. Tahap Pelaksanaan Replanting/Penanaman kopi arabika

Lahan untuk penanaman tanaman kopi baik lahan baru maupun lahan yang sudah pernah ditanam itanaman kopi harus dilakukan persiapan lahan untuk meningkatkan produktivitas, menimalisit ingkat kerusakan lahan dan mengurangi biayaproduksi

1. Pembersihanlahan/pembongkaran tanaman kopi tua

2. Pengajiran (panjang) terbuat dari bambu ukuran panjang 80 cm dan jarak tanam untuk kopi varietas Gayo 1 adalah 2.5 m x 2.5 m

3. Pembuatan lubang tanam ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm, tanah bagian atas (top soil) dipisahkan dengan lapisan bawah (sub soil)

4. Penutupan lubang dengan pengisian pupuk organic dicampur dengan tanah atas top soil kemudian ajir dipasang kembali

5. Penanaman bibit pada awa lmusim hujan umur bibit minimal memiliki 6 (enam) pasang daun

6. Selanjutnya dilakukan pemeliharaan penanaman.

(18)

12 2.4 Pengolahan dan Analisis Data

Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, tentunya diperlukan alat analisis yang reliabel terhadap input yang digunakan (Gambar 2). Sesuai dengan Tupoksinya BPTP Aceh tidak melaksanakan penelitian dasar, tetapi berbasis kepada penelitian pengembangan, maka alat analisis yang digunakan mengacu kepada uji kelayakan teknologi yang digunakan. Sangat penting untuk analisis adopsi dengan menggunakan analisis pra dan post analisis (T-Analysis), jika normalitas terpenuhi. Jika tidak terpenuhi menggunakan Levene-Test.Pada kegiatan berbasis inovasi teknologi sambung samping, akan menggunakan Menn-Whitney test, dengan memenuhi asumsi-asumsi kenormalan data (Siegel, 1992). Untuk mengetahui optimasi input-output mengacu kepada analisis finansial seperti: Net B/C rasio, R/C rasio, BEP, NPV, IRR (Gray et al. 2003).

Net B/C rasio adalah rasio antara manfaat bersih dengan yang bernilai positif dan yang bernilai negative dalam suatu kegiatan atau proyek. Dalam analisis ini suatu kegiatan atau proyek dikatakan layak untuk dilaksanakan apabila nilai dari Net B/C rasio tersebut >1, sebaliknya tidak layak untuk dilaksanakan jika nilai Net B/C rasio <1. Secara teoritis analisis Net B/C rasio (BCR) terhadap suatu keadaan sangat diperlukan untuk melihat sampai sejauh mana manfaat terhadap nilai (biaya) yang telah diinvestasikan pada kondisi saat ini (present value). Persamaan dari analisi ini adalah:

BCR

=

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑖

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑖 ……… (1)

R/C rasio adalah jumlah rasio yang digunakan untuk melihat keuntungan relative dari suatu proyek atau kegiatan yang dilaksanakan. Dalam hal ini suatu kegiatan dapat dikatakan layak untuk dijalankan apabila nilai dari R/C rasio >1. Sehingga dapat dikatakan semakin besar nilai dari R/C rasio maka tingkat keuntungan dari kegiatan atau proyek tersebut semakin tinggi. Persamaan R/C rasio adalah sebagai berikut:

R/C rasio= 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 ………..(2)

Hubungan analisis ini dengan kegiatan yang akan dilaksanakan adalah, teknologi yang akan diintroduksi tentunya harus memenuhi kaidah adopsi terhadap teknologi tersebut. Tingkat adopsi inovasi teknologi tersebut berkaitan erat dengan kondisi

(19)

13 Tidak

Ya

menguntungkan atau tidak, jika dilaksanakan oleh para pengguna (petani). Salah satu indikator diadopsinya suatu teknologi/inovasi adalah dapat dilihat dari sisi ekonomi, dalam hal ini mengacu kepada kelayakan secara ekonomi dari teknologi tersebut, selain tingkat kemudahaan (aplikasi) dan ketersediaan dari sarana pendukung.

Gambar 2. Tata Laksana Kajian

Khusus untuk analisis adopsi inovasi teknologi ini akan menggunakan alat bantu kuesioner terstruktur, jenis data yang digunakan adalah data ordinal, dengan skala (0,1).

Analisis ini membahas pre-post kegiatan (sampel test terikat/dependens). Model yang digunakan adalah skala biner (dua kelompok terikat/dependen). Pada sisi yang lain,

Mulai

1. Teknologi introduksi 2. Data pra-post adopsi 3. Data analisis financial 4. Data manfaat intangible Perbenihan dan

bongkar

Sambung samping

Pre-Post adoption (T-test, Menn-Whitney)

Uji Kelayakan Teknologi (AF)

Willingess to Pay

Validasi

Selesai

(20)

14 analisis adosi juga dilakuka pada sampel yang bukan kooperator, sampel ini untuk kegiatan inovasi teknologi sambung samping.

Analisis ini sangat penting untuk dilakukan karena berhubungan erat uji kelayakan teknologi, dari teknologi yang diintoduksi ke pengguna. Uji kelayakan teknologi tidak hanya dilakukan pada manfaat yang bersifat nyata (tangible) tapi juga yang bersifat intangible seperti: manfaat sosial dan lingkungan, termasuk di dalamnya adalah berapa nilai dari adopsi teknologi yang diterima oleh petani (enduser). Analisis yang bersifat intangible dilakukan dengan menggunakan teknik willingness to pay(Lin, 2013). Arobi dan Razif (2013) menyatakan bahwa valuasi ekonomi dapat didekati dengan pendekatan pasar dan non pasar. Valuasi adalah usaha untuk menentukan nilai moneter dalam perangkat dan pelayanan dari sumberdaya yang tersedia. Tujuan dari penentuan valuasi adalah sebagai pertimbangan aktor dalam analisis Willingess to Pay.Pendefenisian dari nilai tingkat adopsi dengan menggunakan suatu fungsi untuk hedonik price yaitu:

Ph=f (Qj,Tak, Tprodl)………(3) Ket:

P: Permintaan Q: Kualitas layanan

Ta: Tingkat adopsi teknologi Tprod: Tingkat produktivitas

Berdasarkan persamaan nomor 1, maka diperoleh fungsi untuk kualitas layanan yang implisit, dengan cara menurunkan fungsi dari persamaan 1, terhadap variable Q, sehingga diperoleh:

δPh/δQj=δf (Qj,Tak, Tprodl)/ δQ……….(4)

(21)

15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembinaan Kelembagaan Petani

Pembinaan kelembagaan petani perlu dilakukan secara berkesinambungan, diarahkan pada perubahan pola pikir petani dalam menerapkan sistem agribisnis.

Pembinaan kelembagaan petani juga diarahkan untuk menumbuhkembangkan poktan dan gapoktan dalam menjalankan fungsinya, serta meningkatkan kapasitas poktan dan gapoktan melalui pengembangan kerjasama dalam bentuk jejaring dan kemitraan.

Kondisi yang berkembang saat ini masih banyak gapoktan yang belum memiliki kekuatan hukum sehingga mempunyai posisi tawar yang rendah. Hal ini menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan kemitraan usahatani. Untuk itu, bagi gapoktan yang berhasil dalam mengembangkan usahanya berpeluang untuk ditingkatkan kemampuannya membentuk kelembagaan ekonomi petani.

Penumbuhan dan pengembangan poktan dilakukan melalui pemberdayaan petani untuk merubah pola pikir petani agar mau meningkatkan usahataninya dan meningkatkan kemampuan poktan dalam melaksanakan fungsinya. Pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan penyuluhan dengan pendekatan kelompok. Kegiatan penyuluhan melalui pendekatan kelompok dimaksudkan untuk mendorong terbentuknya kelembagaan petani yang mampu membangun sinergi antar petani dan antar poktan dalam rangka mencapai efisiensi usaha. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan kemampuan poktan dilakukan pembinaan dan pendampingan oleh penyuluh pertanian, dengan melaksanakan penilaian klasifikasi kemampuan poktan secara berkelanjutan yang disesuaikan dengan kondisi perkembangannya.

Pengembangan gapoktan dilakukan melalui pendampingan penyuluh pertanian, dalam kegiatan ini Melalui Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan Tim BPTP mencoba mengaplikatifkan metode dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengubah perilaku petani agar mengembangkan usaha produktif yang dikelola secara bersama dalam satuan skala usaha untuk memenuhi kebutuhan pasar yang menguntungkan dan efisien;

(22)

16 2. Pengembangan gapoktan dapat dilakukan dengan meningkatkan perluasan fungsi-fungsi unit usaha dalam gapoktan, bisa juga dengan perluasan kapasitas usaha dan/atau jenis usaha;

3. Pemberdayaan usaha pertanian melalui pengembangan jenis-jenis usaha yang berorientasi pasar dan berskala ekonomi;

4. Fasilitasi pembentukan jejaring agribisnis/kemitraan antar pelaku utama dan pelaku usaha;

5. Selanjutnya gapoktan yang berhasil dalam mengembangkan usahataninya ditingkatkan kemampuannya untuk membentuk kelembagaan ekonomi petani yang berbadan hukum;

6. Pembentukan kelembagaan ekonomi petani diatur lebih lanjut melalui Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Petani.

Dalam rangka memantau proses pelaksanaan penumbuhan dan pengembangan kelembagaan petani maka perlu dilakukan monitoring secara terencana, sistimatis dan berkesinambungan, yang dilaksanakan pada masing-masing tingkatan:

1. Tingkat kecamatan dilakukan oleh Kordinator BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) dengan peyuluh di WKPP setempat

2. Tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh Badan Pelaksana Penyuluhan/

kelembagaan penyuluhan tingkat kabupaten/kota;

3. Tingkat provinsi dilakukan oleh Badan Koordinasi Penyuluhan/kelembagaan penyuluhan pertanian provinsi; dan BPTP ( Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) dengan Para Penyuluh dan Peneliti.

Hasil wawancara dengan petani bahwa frekuensi pertemuan antara kelompok tani dan penyuluh dirasakan masih sangat kurang. Hasil kordinasi dengan Pemda setempat, BPP dan kelompok tani bahwa ke depan kelompok yang dijadikan sebagai lokasi kegiatan akan dijadikan sebagai tempat belajar untuk kelompok tani dan petani kopi lainnya.

Gambaran Umum

Kabupaten Bener Meriah merupakan salah satu kabupaten di dataran tinggi Gayo yang terdapat di Provinsi Aceh, yang terletak antara 4⁰33’50’’ - 4⁰54’50’’ Lintang Utara

(23)

17 (LU) dan 96⁰40’75’’ - 97⁰17’50’’ Bujur Timur (BT). Wilayah administrasi Kabupaten Bener Meriah terletak di dataran rendah dan pegunungan seluas 1.941,61 km².

Kecamatan Syiah Utama merupakan kecamatan terluas yang ada di Kabupaten Bener Meriah, dengan persentase luas daerah administrasi 41,96% dari total luas kabupaten. Sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Bener Kelipah yang menempati 1,38% dari total keseluruhan wilayah Kabupaten Bener Meriah Kecamatan terjauh dari ibukota kabupaten adalah Kecamatan Syiah Utama. Jarak ibukota Syiah Utama, yaitu Desa Samar Kilang, ke ibukota kabupaten di Simpang Tiga Redelong adalah 50,3 km. Meskipun Kecamatan Syiah merupakan kecamatan terluas namun luas tanaman kopi di kecamatan tersebut sangat kecil (Tabel 1).

Tabel 1. Luas dan produksi tanaman kopi di masing-masing kecamatan

Kecamatan Luas tanam (ha) Produksi (kuintal)

Bandar 4.703,80 30.149,20

Bener Kelipah 1.514,30 9.836,90

Bukit 3.711,78 27.084,90

Gajah Putih 3.966,30 28.262,10

Mesidah 1.503,04 25.373,10

Permata 9.638,48 62.578,12

Pintu Rime Gayo 8.585,85 43.783,45

Syiah Utama 92,73 253.735,20

Timang Gajah 5.019,26 356.775,50

Wih Pesam 3.929,30 302.221,40

Total 42.664,84 1.139.800,70

Sumber: Kabupaten Bener Meriah dalam Angka, 2017 (Data diolah).

Rata-rata suhu udara terdingin ada di bulan Desember dengan suhu 19,52⁰C dan suhu udara tertinggi terjadi di bulan Maret dengan rata-rata mencapai 23,77⁰C.

Kelembaban udara tercatat berkisar antara 90% hingga 92%. Bulan Januari adalah bulan dengan rata-rata kelembaban udara tertinggi, yaitu 91,97%.

(24)

18 Sebaran tanaman kopi banyak dijumpai di kecamatan Bandar, Bener Kelipah, Bukit, Permata, dan Wih Pesam, sedangkan di kecamatan lainnya tanaman kopi tidak dominan. Tabel 2 menjelaskan bahwa hampir 2.814 ha tanaman kopi sudah berumur tua atau rusak

Tabel 2. Keragaan tanaman kopi di masing-masing kecamatan

Kecamatan Tanaman

muda (ha) Menghasilkan

(ha) Tua/Rusak

(ha) Jumlah

(ha) Produksi (kuintal)

Bandar 638,86 3.456,43 218,20 ND 30.149,24

Bener Kelipah 178,31 1.130,68 143,84 1.452,83 98.369,10

Bukit 337,59 3.113,21 78,28 3.529,08 27.084,92

Gajah Putih 392,58 3.405,07 127,55 3.925,83 28.262,08

Mesidah 1.185,87 2.905,41 456,81 4.548,09 25.373,52

Permata 1.408,06 7.111,15 365,61 8.884,82 62.578,12

Pintu Rime Gayo 1.610,00 5.405,37 1.059,84 8.075,21 43.783,45

Syiah Utama 17,45 ND ND 17,45

Timang Gajah 510,58 4.298,50 147,95 4.957,03 35.675,50

Wih Pesam 240,04 3.473,81 215,45 3.929,30 30.222,14

Total 6.519,34 34.299,63 2.813,53 39.319,64 381.498,1

Sumber: Kabupaten Bener Meriah dalam Angka, 2017 (Data diolah).

Koordinasi dan Penentuan Lokasi Pengkajian

Kegiatan koordinasi ini dilakukan untuk tujuan sinkronisasi kegiatan antara Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Bener Meriah dimana kegiatan akan dilaksanakan. Koordinasi tersebut diawali dengan pertemuan dengan Kadis, Kabid Produksi dan Kabid Penyuluhan Distanbun Kabupaten Bener Meriah. Tim pengkaji dari BPTP menyampaikan bahwa pada tahun 2018 ini ada kegiatan pengkajian tentang peremajaan kopi di kabupaten Bener Meriah, kegiatan ini bukan bersifat proyek, tapi lebih ke mencari solusi dalam hal program peremajaan tanaman kopi rakyat yang sudah berumur tua. Kegiatan ini juga diikuti dengan kegiatan diseminasi. Oleh karena kegiatan ini bersifat on-farm research maka harus dilakukan di lahan petani. Tim pengkaji BPTP Aceh meminta kepada Distanbun untuk menunjuk beberapa lokasi untuk dilakukan survey awal dan CPCL. Tim pengkaji BPTP Aceh mengharapkan agar lokasi yang ditunjuk tersebut petaninya dapat bekerjasama dengan baik dengan tim pengkaji dari BPTP. Hasil koordinasi tersebut adalah sebagai berikut:

(25)

19 1. Kadistanbun menyampaikan bahwa tanaman kopi yang ada di kabupaten Bener Meriah pada umumnya sudah berumur di atas 20 tahun dan pemerintah pada tahun ini telah mengalokasikan anggaran untuk program peremajaan.

2. Mengingat bahwa perekonomian masyarakat sangat tergantung pada hasil kopi, maka harus ada strategi peremajaannya sehingga sumber pendapatan masyarakat tidak terganggu.

3. Program peremajaan yang akan dilakukan oleh pemda setempat adalah dengan cara replanting bertahap yaitu penanaman tanaman kopi yang baru pada setiap petani kopi dilakukan dalam beberapa tahun sehingga petani kopi masih tetap dapat memperoleh hasil kopi meskipun tidak sebanyak seperti biasanya.

4. Program replanting bertahap ini diharapkan pada tahun ketiga sudah memperoleh hasil maksimal.

5. Kadistanbun sangat mendukung rencana pengkajian peremajaan kopi yang akan dilakukan oleh BPTP Aceh.

6. Kadistanbun mengharapkan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh BPTP Aceh mengacu kepada konsep budidaya organic yaitu dengan memasukkan komponen ternak dalam kegiatan dimaksud agar mudah untuk mendapatkan bahan organic (urine, dan kotoran ternak).

7. Pihak Distanbun dalam waktu dekat akan memilih beberapa calon lokasi kegiatan dan calon lokasi tersebut akan disampaikan kepada BPTP Aceh untuk dilakukan survey awal

8. Pada saat diskusi awal pihak Distanbun menyarankan agar salah satu calon lokasi pengkajian yaitu di Desa Gele Kecamatan Bukit yang luas hamparannya mencapai 5 Ha

Selain Kecamatan Bukit, ada 2 kecamatan lainnya yang terdapat hamparan tanaman kopi arabika yaitu kecamatan Permata dan Bener Kelipah. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, maka ditetapkan bahwa kegiatan dilaksanakan di desa Kala Tenang kecamatan Bener Kelipah.

Gambaran Umum Karakteristik Petani Kopi Arabika Gayo

(26)

20 Sebaran Responden Berdasarkan Usia, Tingkat Pendidikan dan Jumlah

tanggungan Keluarga

Sebagian besar petani kopi Arabika Gayo di lokasi kegiatan yang menjadi responden berada pada kisaran usia yang masih produktif, dimana 86,7% dari responden berada pada kisaran usia 20 – 50 tahun, disusul oleh responden pada kisaran usia >50 tahun sebanyak 13,3%, dan tidak ada responden yang berumur di bawah 20 tahun.

Tingkat pendidikan formal responden sebagian besar adalah lulusan SLTP dan SMU, yaitu masing-masing mencapai 40%, dan tidak ada yang tamat perguruan tinggi, sedangkan yang tamat SD hanya 20%. Berdasarkan tingkat sebaran pendidikan menunjukkan bahwa peluang untuk diadopsinya suatu teknologi baru sangat terbuka asalkan pembinaannya dilakukan secara berkelanjutan. Di dataran tinggi Gayo, masyarakat yang sudah menamatkan pendidikan tinggi lebih memilih pekerjaan sebagai pegawai atau karyawan dibandingkan sebagai petani kopi. Kalaupun ada, tidak sebagai pekerjaan utama melainkan hanya sebagai pekerjaan sambilan karena bagi masyarakat Gayo, menanam kopi adalah bagian dari kehidupan. Nilai budaya ini perlu dipertahankan/dilestarikan karena komoditas kopi arabika Gayo sudah menjadi ikon untuk dataran tinggi Gayo meskipun secara ekonomi saat ini petani belum mendapatkan hasil yang maksimal.

Sebagian besar petani yang menjadi responden memiliki tanggungan keluarga 3- 6 jiwa yaitu sebesar 73.3%. Meskipun beban tanggungan keluarga tersebut tidak terlalu besar, namun pada saat harga kopi terjadi penurunan beban tersebut menjadi berat bagi petani. Pada saat kondisi demikian, petani akan mencari tambahan lainya dengan bercocok tanam palawija dan bahkan sebagai buruh atau tukang.

Tabel 4. Sebaran Umur Petani, Tingkat Pendidikan dan Jumlah Tanggungan Keluarga

Uraian Jumlah Persentase

Umur Petani

a. < 20 tahun 0 0

b. 20 – 50 tahun 13 86.7

c. > 50 tahun 2 13.3

Tingkat Pendidikan

a. Tamat SD 3 20

(27)

21

b. Tamat SLTP 6 40

c. Tamat SMU 6 40

d. Tamat PT 0 0

Jumlah Tangungan Keluarga

a. 0 0 0

b. < 3 jiwa 3 20

c. 3 – 6 jiwa 11 73.3

d. > 6 jiwa 1 6.7

Keragaan Responden Berdasarkan Status Usahatani, Pengalaman dan Skala Kepemilikan

Sumber pendapatan utama dari petani kopi Arabika Gayo di lokasi kegiatan yang menjadi responden adalah sebagai petani kopi, sedangkan pendapatan tambahan umumnya diperoleh dari bercocok tanam hortikultura, buruh dan tukang. Sebagian besar petani mengakui bahwa usahatani kopi merupakan sumber pendapatan utama keluarga yaitu sebesar 93,3% (table 5). Diversifikasi usaha dari usahatani kopi ke usahatani hortikultura sebenarnya berpeluang untuk memberikan tambahan pendapatan keluarga namun petani sering berada pada nilai tawar yang rendah akibat fluktuasi harga yang cukup tinggi sehingga usahatani tersebut tidak berada posisi yang aman bagi petani.

Untuk bercocok tanam hortikultura, petani memiliki pengalaman yang cukup, namun kondisi eksisting di dataran tinggi Gayo belum ada unit usaha pascapanen untuk mengolah hasil tani sehingga pada saat terjadi penurunan harga, petani tidak memiliki alternative lainnya. Keadaan ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk pengembangan usahataninya sekaligus meminimalisir kerugian petani.

Pengalaman petani sebagai petani kopi terdistribusi anatara 5-15 tahun dan umumnya memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa para petani tersebut sudah cukup memiliki berpengalaman dalam menjalankan usahatani kopi arabika terutama dalam proses budidaya hingga pemasaran. Pengalaman usahatani ini umumnya diperoleh dari orang tua dan sedikit sekali yang diperoleh dari usaha sendiri.

Untuk jenis pekerjaan perawatan tanaman, umumnya petani menggunakan tanaga dalam keluarga kecuali untuk jenis pekerjaan pemanenan terutama pada saat panen raya umumnya petani menggunakan tenaga kerja di luar keluarga dengan system bagi hasil.

(28)

22 Luas lahan usahatani kopi Arabika Gayo yang dimiliki oleh petani berkisar antara 0,5->2 hektar dan 53,3% yang memiliki luas lahan antara 1-2 ha. Tingginya angka luas lahan yang dimiliki oleh petani dikarenakan lokasi yang dijadikan sebagai lokasi kegiatan merupakan wilayah yang didominasi oleh perkebunan kopi. Luas lahan yang dimiliki oleh petani sebenarnya sudah mencukupi dan bahkan sudah melebihi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, namun oleh karena praktek budidaya yang dilakukan oleh petani belum sepenuhnya dijalankan sesuai dengan SOP sehingga hasil yang diperoleh petani belum sesuai dengan potensinya. GAB potensi hasil tersebut masih bisa diperoleh dengan asumsi program pembinaan harus dilakukan secara berkesinambungan.

Tabel 5. Gambaran Status Usahatani, Pengalaman dan Skala Kepemilikan Status Usahatani Kopi Jumlah Persentase

a. Sebagai Pekerjaan Utama 14 93.3

b. Sebagai Pekerjaan Sampingan 1 6.7

Pengalaman berusahatani kopi

a. < 10 tahun 7 46.67

b. 10 – 15 tahun 4 26.67

c. > 15 tahun 4 26.67

Skala Kepemilikan

a. < 1 ha 6 40

b. 1 – 2 ha 8 53.3

c. > 2 ha 1 6.7

Superimpose tanaman sela

Pada kegiatan ini juga dilakukan upaya untuk pemanfaatan lahan tanaman kopi muda yang dilakukan replanting dengan kegiatan superimpose tanaman sela hortikultura yang dilakukan secara swadaya oleh petani. Jenis tanaman sela yang dipilih adalah cabai merah, bawang dan kentang. Input yang diperlukan pada kegiatan dimaksud disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Input yang diperlukan untuk tanaman sela cabai dan bawang

Uraian Volume Satuan Nilai (Rp)

Luas lahan 2500 meter

Persiapan lahan 2500 meter 600.000

(29)

23

Bibit cabai 4000 batang 220.000

Bibit bawang 10 kg 370.000

Pupuk poska 5 karung 750.000

Pupuk TSP 2 karung 560.000

Dolomit 5 karung 250.000

Mulsa MPHP 4 gulung 880.000

Total biaya 3.630.000

Introduksi Teknologi Peremajaan

Teknologi peremajaan yang diintroduksikan terdiri dari rejuvinasi dan replanting, masing-masing seluas 2.500 m2.

A. Rejuvinasi

Rejuvinasi/sambung pucuk telah dilakukan pada lebih kurang 50% total populasi tanaman yang diprogramkan, sementara sisanya belum dapat dilaksanakan karena pertumbuhan tunas airnya belum sesuai untuk dilakukan penyambungan.

Tingkat pengetahuan petani tentang teknologi sambung pucuk masih rendah, demikian juga dengan keterampilannya. Aplikasi teknologi tersebut belum dilaksanakan secara meluas sebagai salah satu alternative dalam program peremajaan kopi arabika di lokasi pengkajian.

B. Replanting

Pelaksanaan replanting telah dilaksanakan pada tanggal tanam 3 Juli 2018.

Tanaman hasil replanting menunjukkan pertumbuhan yang baik dan tidak ada yang perlu dilakukan penyisipan karena tidak ada yang mati meskipun cuaca agak kering karena jarang turun hujan. Apabila dalam 1 minggu tidak turun hujan maka kepada petani dianjurkan untuk menyiram. Kondisi inilah yang menyebabkan tanaman tetap terawat dengan baik dan pertumbuhannya normal.

(30)

24 Tabel 3. Data pertumbuhan vegetative tanaman kopi hasil replating dari umur bibit yang

berbeda

Parameter Umur bibit

6-9 bulan (n=25) 10-12 bulan (n = 14)

30 HST 60 HST 90 HST 30 HST 60 HST 90 HST

Tinggi tanaman 30.5+ 4.1 36.3 + 3.8 42.6 + 4.5 46.1 + 5.0 48.4 + 5.0 52.5 + 5.5 Jumlah cabang ND 1.7 + 0.1 2.2 + 0.7 ND 2.6 + 0.8 3.6 + 0.8 Diameter batang ND 0.34 + 0.6 0.34 + 0,1 ND 0.36 + 0.1 0.36 + 0.1

Konsep/model replanting bertahap dianggap sangat cocok karena curahan tenaga kerja untuk merawat tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan konsep peremajaan/replanting total sehingga tersedia waktu bagi petani untuk merawat tanaman yang baru ditanam terhadap gulma atau melakukan penyiraman jika dianggap perlu. Data pertumbuhan vegetatif disajikan pada Tabel 3.

(31)

25 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, adapun. kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa:

1. Umumnya tingkat usia petani kopi Arabika Gayo berada pada tingkat usia produktif yaitu berkisar antara usia 20 – 50 tahun.

2. Tingkat pendidikan formal petani kopi Arabika Gayo umumnya lulusan SLTP- SLTA.

3. Petani memiliki pengalaman yang cukup dalam berusahatani kopi Arabika Gayo.

4. Usahatani kopi Arabika Gayo merupakan mata pencaharian utama.

5. Luas lahan yang dimiliki petani kopi Arabika Gayo berkisar 0,25 – 5 hektar.

6. Pola peremajaan dengan pola replanting yang sesuai dengan SOP memberikan hasil yang optimal terhadap fase pertumbuhan vegetative.

7. Teknologi sambung pucuk merupakan salah satu alternative dalam program

peremajaan kopi Arabika Gayo

(32)

26 DAFTAR PUSTAKA

Arobi AI, Razif M. 2013. Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan Hidupdan Biaya Rencana Pengelolaan LingkunganHidup dan Biaya Rencana PemantauanLingkungan Hidup Studi AMDAL Rumah Sakit di Surabaya. Jurnal Teknik Pomits. 2 (1): 1-6.

AEKI. 2009. Peluang Pengembangan Komoditi Kopi Arabika di Dataran Tinggi Gayo, Banda Aceh.

Anhar A. 2013. Adaptasi perubahan iklim untuk keberlanjutan produksi Kopi Gayo.

Workshop adaptasi perubahan iklim untuk keberlanjutan produksi kopi, Takengon, tanggal 30 Mei 2013.

BPS. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia, Jakarta.

BPS. 2017. Kabupaten Bener Meriah dalam Angka.

BPTP Aceh. 2011. Laporan tahunan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh, Banda Aceh.

Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: meningkatkan mutu dan efektifitas manajemen. Bogor:

UIPB-Press.

Giovannucci D, Potts J. 2008. Seeking sustainability: cosa preliminary analysis of sustainability initiatives in the coffee sector. Winnipeg,Canada: Commitee on Sustainability Assessment.

Giovannucci D, Ponte S. 2005. Standards as a new form of social contract? Sustainability initiatives in the cofee industry. Food Policy, 30: 284–301.

doi:10.1016/j.foodpol.2005.05.007.

Giovannucci D, Lewin B, Swinkel R, Varangis P. 2005. Vietnam Coffee, World Band:

Washington DC.

Gray C, Simanjuntak K,Sabur LK,Maspaitella PF,Varley ROG. 1993. Pengantar evaluasi proyek. Jakarta: Gramedia pustaka utama.

Ibrahim HW, Zailani S. 2010. A review on the competitivness of global supply chain in a coffee industry in Indonesia. International Business Management, 4(3): 105-115.

Jaya R, Machfud, Raharja S, Marimin. 2013. Sustainability analysis for Gayo Coffee supply chain. Int. Journal Advances on Advanced Science, Engineering and Information Technology, 3 (2): 24-28.

Jaya R, Machfud, Ismail M. 2011. Aplikasi teknik ISM dan ME-MCDM untuk identifikasi posisi pemangku kepentingan dan alternatif kegiatan untuk perbaikan mutu Kopi Gayo. J. Tek. Ind. Pert., 21 (1): 1-8.

(33)

27 Lin PH, Cangelosi MJ, Lee DW, Neuman PJ. 2013. Willingness to Pay for Diagnostic Technologies: A Review of the Contingent Valuation Literature. Value In Health, 16 (5): 979-805.

Musyafak A, Ibrahim TM. 2005. Startegi Percepatan Adopsi dan Inovasi Pertanian Mendukung Primatani. Analisis Kebijakan Pertanian, 3 (1): 20-37.

Siegel S. 1992. Statistik Non Parametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. PT. Gramedia, Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kajian 30% tanaman kopi tidak
Gambar 2. Tata Laksana Kajian
Tabel 1. Luas dan produksi tanaman kopi di masing-masing kecamatan
Tabel 2. Keragaan tanaman kopi di masing-masing kecamatan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi akses kredit terhadap sumber pembiayaan formal oleh petani kopi arabika organik, (2)

Kopi Gayo yang sejak era kolonial menjadi sebuah komoditas yang unggul dari dataran tinggi Gayo sehingga menjadi sebuah komoditas yang melekat dalam diri Gayo itu

Walaupun tingkat pendidikan formal petani pada kategori tersebut, tetapi tingkat adopsi terhadap budidaya GAP kopi arabika Gayo pada komponen pemangkasan koker, penggemburan tanah

Walaupun tingkat pendidikan formal petani pada kategori tersebut, tetapi tingkat adopsi terhadap budidaya GAP kopi arabika Gayo pada komponen pemangkasan koker, penggemburan tanah

Strategi pengolahan lebih lanjut pada hasil usaha tani kopi arabika, salah satu contohnya dengan mengolah menjadi kopi bubuk, dapat meningkatkan keuntungan petani dari

adalah menyusun strategi dalam perencanaan pengembangan kawasan perkebunan kopi arabika di Kabupaten Bener Meriah, melalui tahapan mengidentifikasi sebaran perkebunan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Consumption behavior petani kopi dataran tinggi Gayo dipengaruhi oleh pendidikan, penghasilan, dan biaya konsumsi bulanan, faktor- faktor

1. Melakukan kunjungan lapangan ke Kecamatan Jagong Jaget dalam rangka identifikasi lokasi calon kegiatan Bioindustri berbasis kopi arabika. Dari hasil identifikasi dan