• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ketuaan Daun dan Metode Pengolahan Terhadap Aktivitas Antioksidan serta Karakteristik Sensoris Teh Herbal Bubuk Daun Alpukat (Persea americana Mill).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Ketuaan Daun dan Metode Pengolahan Terhadap Aktivitas Antioksidan serta Karakteristik Sensoris Teh Herbal Bubuk Daun Alpukat (Persea americana Mill)."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH KETUAAN DAUN DAN METODE PENGOLAHAN

TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

SERTAKARAKTERISTIK SENSORIS TEH HERBAL BUBUK

DAUN ALPUKAT(

Persea americana

Mill.)

SKRIPSI

OLEH:

NAOMI FELICIA

NIM. 1211105013

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

ii

PENGARUH KETUAAN DAUN DAN METODE PENGOLAHAN TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SERTA

KARAKTERISTIK SENSORIS TEH HERBAL BUBUK DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill.)

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana

OLEH :

NAOMI FELICIA NIM. 1211105013

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

iii

Naomi Felicia. 1211105013. Pengaruh Ketuaan Daun dan Metode Pengolahan Terhadap Aktivitas Antioksidan serta Karakteristik Sensoris Teh Herbal Bubuk Daun Alpukat (Persea americana Mill.). Dibawah bimbingan I Wayan Rai Widarta, S.TP., M.Si., sebagai pembimbing I dan Ni Luh Ari Yusasrini, S.TP., M.P. sebagai pembimbing II.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketuaan daun dan metode pengolahan untuk menghasilkan teh herbal bubuk daun alpukat dengan aktivitas antioksidan dan karakteristik sensoris terbaik. Perlakuan meliputi ketuaan daun yaitu daun muda dan daun tua, serta metode pengolahan yaitu metode A (pengukusan dan pengeringan) dan metode B (pelayuan dan penyangraian). Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dan data dianalisis dengan ANOVA. Hasil penelitian menunjukan bahwa daun alpukat tua dengan metode A memiliki aktivitas antioksidan dan karakteristik sensoris terbaik dengan kadar air 8,08%, kandungan total fenol 21,48 mg GAE/g bk bahan, total flavonoid 61,83 mg QE/g bk bahan, dan aktivitas antioksidan 84,89%, serta karakteristik sensoris warna disukai, aroma agak khas teh bubuk dan agak disukai, rasa agak pahit dan agak disukai, serta penerimaan keseluruhan yang disukai.

(4)

iv

Naomi Felicia. 1211105013. The Influence of Leaves Maturity and Processing Methods on Antioxidant Activity and Sensory Characteristics of Herb Tea Powder from Avocado (Persea americana Mill.) Leaves. Under the Guidance of I Wayan Rai Widarta, S.TP., M.Si., as the first Advisor and Ni Luh Ari Yusasrini, S.TP., M.P. as the second Advisor.

ABSTRACT

The objective of this study is to observe the influence of leaves maturity and processing methods to produce herb tea powder from avocado leaves with the best antioxidant activity and sensory characteristics. The treatments consisted of leaves maturity including young and oldleaves, and processing methods including A method (steaming and drying) and B method (withering and pan firing). This study was designed using randomized block factorial and all data were analyzed statistically using ANOVA. The result ofthis study showed that old avocado leaves with A method had the best antioxidant activity and characteristics with moisture content 8,08%, total phenolic 21,48 mg GAE/g dry weight, total flavonoid 61,83 mg QE/g dry weight, antioxidant activity 84,89%, and sensory characteristics color was liked, flavor was slightly typical powdered tea and slightly liked, taste was slightly bitter and slightly liked, and overall acceptance was liked.

(5)

v

RINGKASAN

Teh merupakan minuman yang sangat digemari oleh masyarakat hampir di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Masyarakat sangat menggemari teh tidak hanya karena rasa dan aromanya yang khas, tetapi teh juga dipercaya memiliki kandungan antioksidan yang tinggi dan sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Dewasa ini, teh telah mengalami banyak perkembangan yaitu tidak hanya terbuat dari daun teh. Teh yang dibuat selain dari daun teh (Camellia sinensis) disebut dengan teh herbal (Winarsi, 2007). Teh herbal dapat dibuat dari berbagai macam daun lain, salah satunya adalah daun alpukat. Tanaman alpukat merupakan salah satu tanaman yang memiliki manfaat sebagai obat tradisional (Dalimartha, 2008). Salah satu bentuk yang paling mudah dan umum untuk mengkonsumsi daun alpukat adalah dengan menjadikannya sebagai teh. Daun alpukat diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan dapat membantu mencegah atau memperlambat stress oksidatif yang berhubungan dengan berbagai penyakit (Owolabi et al., 2010).

(6)

vi

terjadi inaktivasi enzim polifenol oksidase dalam daun secara sempurna karena enzim tersebut akan mempercepat proses oksidasi senyawa antioksidan pada daun. Metode pengolahan yang berbeda dapat mempengaruhi karakteristik fisik dari teh hijau dan air seduhannya, serta kandungan antioksidan dari teh tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketuaan daun dan metode pengolahan untuk menghasilkan teh herbal bubuk daun alpukat dengan aktivitas antioksidan dan karakteristik sensoris terbaik. Ketuaan daun meliputi daun muda dan daun tua, sedangkan metode pengolahan meliputi metode A (pengukusan dan pengeringan) dan metode B (pelayuan dan penyangraian). Penelitian inidirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial. Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam ANOVA, jika terdapat pengaruh antara perlakuan terhadap variabel diuji lanjut dengan uji perbandingan berganda Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Percobaan diulang sebanyak empat kali ulangan, sehingga diperoleh 16 unit percobaan. Variabel yang diamati yaitu kadar air, total fenol, total flavonoid, aktivitas antioksidan, warna, serta karakteristik sensoris yang meliputi uji skoring (aroma dan rasa) dan hedonik (warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan).

(7)

vii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah mendapatkan persetujuan dosen pembimbing:

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

I Wayan Rai Widarta, S.TP., M.Si. Ni Luh Ari Yusasrini, S.TP., M.P. NIP. 19800912 200501 1 002 NIP. 19780304 200801 2 020

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

Dr. Ir. I Dewa Gede Mayun Permana, M.S. NIP. 19591107 198603 1 004

(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

Naomi Felicia dilahirkan di Jakarta Utara pada tanggal 24 Juli 1994. Naomi merupakan anak tunggal dari ayah bernama Benny Yosadhi Saputra dan Ibu bernama Sherliyanti Suherman.

Penulis memulai jenjang pendidikan formal di TK Santa Cicilia, Jakarta Utara tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Santa Cicilia, Jakarta Utara tahun 2000. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan studi di Sekolah Menengah Pertama di SMP Strada Santa Maria 2, Tangerang, Banten. Penulis kemudian melanjutkan studi di Sekolah Menengah Atas di SMA Strada Santo Thomas Aquino, Tangerang, Banten tahun 2009 hingga lulus pada tahun 2012.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan segala kerendahan hati yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Ketuaan Daun dan Metode Pengolahan Terhadap Aktivitas Antioksidan serta Karakteristik Sensoris Teh Herbal Bubuk Daun Alpukat (Persea americana Mill.)”, yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Penulis banyak menemukan kesulitan dalam penulisan skripsi ini, namun berkat bimbingan, petunjuk dan bantuan dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan karya akhir ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1) Bapak Dr. Ir. I Dewa Gede Mayun Permana, M.S., selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

2) Bapak I Wayan Rai Widarta, S.TP., M.Si, selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar telah membimbing, mengarahkan, memberi semangat dan dorongan, serta selalu menyediakan waktukepada penulis dari mulai penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian, danpenyusunan skripsi hingga selesai.

(10)

x

4) Seluruh bapak dan Ibu Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Udayana, Bapak Gede Arda, S.TP., M.Sc. (Teknik Pertanian), dan Bapak I Wayan Arnata, STP., M.Si. (Teknologi Industri Pertanian) yang telah ikut membimbing dan memberi masukan hingga terselesaikannya skripsi ini.

5) Ibu dosen Komisi Seminar Hasil, Bapak/Ibu Dosen penguji Seminar Hasil dan Sidang Skripsi (Ir. Agus Selamet Duniaji, M.Si., Ir. Komang Ayu Nocianitri, M.Agr.Sc., dan I Desak Putu Kartika Pratiwi, S.TP.,M.P.), yang telah membantu dalam kelancaran seminar hasil serta sidang skripsi. 6) Laboran Fakultas Teknologi Pertanian (Pak Surya, Pak Yoga, Bu Gung

Mirah, Kak Suarta, Kak Mang Eka, Kak Ariesta, dan Kak Gus Tu) yang telah banyak membimbing dan membantu demi kelancaran penelitian. 7) Papi (Benny Yosadhi Saputra), mami (Sherliyanti Suherman), mama

(Audriyanti Suherman, S.H.), tante (Mardiana Listiadewi Saputra), oma, opa, ipoh, dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan doa tanpa henti, motivasi, serta dukungan moril dan materil dari awal kuliah hingga selesai.

(11)

xi

9) Seluruh teman ITP 2012 dan pihak-pihak lain yang telah membantu terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini baik dalam teknik penyajian materi maupun pembahasan. Oleh karena itu, saran dan kritik yangsifatnya membangun ke arah peningkatan kualitas sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat sebagai media keilmuan serta informasi bagi semua pembaca.

(12)
(13)

xiii III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian………... 26

3.2. Alat dan Bahan ………. 26

3.2.1. Alat………. 26

3.2.2. Bahan……….. 26

3.3. RancanganPercobaan………. 27

3.4. Pelaksanaan Penelitian………... 28

3.4.1. Pengambilan dan Sortasi……… 28

3.4.2. Pembuatan Teh Herbal Bubuk Daun Alpukat... 28

3.5. Variabel yang Diamati... 30

3.5.1. Ekstraksi Sampel……… 30

3.5.2. Penentuan Kadar Air……….. 31

3.5.3. Penentuan Total Fenol………... 32

3.5.4. Penentuan Total Flavonoid………. 32

3.5.5. Penentuan Aktivitas Antioksidan………... 33

3.5.6. Penentuan Warna………... 33

3.5.7. Pengujian Karakteristik Sensoris………... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Teh Herbal Bubuk Daun Alpukat………. 36

4.2. Total Fenol Teh Herbal Bubuk Daun Alpukat………... 37

4.3. Total Flavonoid Teh Herbal Bubuk Daun Alpukat………... 38

4.4. Aktivitas Antioksidan Teh Herbal Bubuk Daun Alpukat…………. 40

4.5. Warna dan Karakteristik Sensoris Teh Herbal Bubuk Daun Alpukat………... 42

4.5.1. Warna………. 42

4.5.2. Aroma………. 43

4.5.3. Rasa……… 44

(14)

xiv V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan……… 45

5.2. Saran………... 45

DAFTAR PUSTAKA……….. 46

(15)

xv

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Karakteristik alpukat ijo panjang dan ijo bundar……….. 8

2. Senyawa fitokimia dari daun, buah, dan biji alpukat (P. americana) (mg/100 g)... 10

3. Senyawa proksimat dari daun, buah, dan biji alpukat (P. americana) (g/100 g)... 11

4. Sumber antioksidan zat gizi……….. 23

5. Sumber antioksidan zat non-gizi……….. 23

6. Jenis-jenis flavonoid………. 24

7. Kriteria dan skala numerik uji skoring aroma……….. 35

8. Kriteria dan skala numerik uji skoring rasa……….. 35

9. Kriteria dan skala numerik uji skoring hedonik………... 35

10. Nilai rata-rata kadar air (%) teh herbal bubuk daun alpukat pada perlakuan ketuaan daun dan metode pengolahan………. 36

11. Nilai rata-rata total fenol (mg GAE/g bk bahan) teh herbal bubuk daun alpukat pada perlakuan ketuaan daun dan metode pengolahan………… 37

12. Nilai rata-rata total flavonoid (mg QE/g bk bahan) teh herbal bubuk daun alpukat pada perlakuan ketuaan daun dan metode pengolahan…... 38

13. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan (%) teh herbal bubuk daun alpukat pada perlakuan ketuaan daun dan metode pengolahan………. 40

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Daun alpukat muda (hijau muda) dan tua (hijau tua)……….. 9 2. Diagram alir proses pembuatan dari jenis teh yang berbeda…………... 13 3. Pengaduk teh bubuk (chasen)………. 20 4. Karakteristik fisik teh hijau bubuk……….. 21

5. Klasifikasi flavonoid………... 25

6. Diagram alir pembuatan teh herbal bubuk daun alpukat dengan

metode A………. 29

7. Diagram alir pembuatan teh herbal bubuk daun alpukat dengan

(17)

17

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Analisis statistik kadar air teh herbal bubuk daun alpukat……… 53

2. Analisis statistik total fenol teh herbal bubuk daun alpukat…………. 59

3. Analisis statistik total flavonoid teh herbal bubuk daun alpukat…….. 62

4. Analisis statistik aktivitas antioksidan teh herbal bubuk daun alpukat 65 5. Analisis statistik warna L (kecerahan) air seduhan teh herbal bubuk daun alpukat………... 67

6. Analisis statistik warna a (kehijauan) air seduhan teh herbal bubuk daun alpukat………... 69

7. Analisis statistik warna b (kekuningan) air seduhan teh herbal bubuk daun alpukat………... 71

8. Data uji kesukaan warna air seduhan teh herbal bubuk daun alpukat... 73

9. Data uji skoring aroma air seduhan teh herbal bubuk daun alpukat….. 75

10. Data uji kesukaan aroma air seduhan teh herbal bubuk daun alpukat... 77

11. Data uji skoring rasa air seduhan teh herbal bubuk daun alpukat……. 78

12. Data uji kesukaan rasa air seduhan teh herbal bubuk daun alpukat….. 79

13. Data uji penerimaan keseluruhan air seduhan teh herbal bubuk daun alpukat……… 80

14. Kuisioner uji kesukaan warna……… 82

15. Kuisioner uji skoring aroma……….. 83

16. Kuisioner uji skoring rasa……….. 84

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teh merupakan minuman yang sangat digemari oleh masyarakat hampir di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Beberapa kalangan masyarakat seperti di Jepang dan Cina bahkan menjadikan minum teh sebagai bagian dari tradisi dan budaya. Masyarakat sangat menggemari teh tidak hanya karena rasa dan aromanya yang khas, tetapi teh juga dipercaya memiliki kandungan antioksidan yang tinggi dan sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Secara umum, teh diklasifikasikan menjadi 3 jenis berdasarkan cara pengolahannya yaitu teh hijau (tanpa fermentasi), teh hitam (fermentasi), dan teh oolong (semi-fermentasi) (Tuminah, 2004).

(19)

(Persea americana Mill.) mengandung senyawa flavonoid, tanin, kuinon, saponin, dan steroid/triterpenoid (Maryati et al., 2007). Ekstrak daun alpukat mengandung senyawa flavonoid dan alkaloid yang dapat menghambat penyebaran virus herpeks simpleks (HSV) (Miranda et al., 1997). Selain itu, Mardiyaningsih dan Ismiyati (2014) menyatakan bahwa ekstrak daun alpukat dapat menghambat pertumbuhan sel kanker leher rahim HeLa.

Menurut Preedy (2013), terdapat beberapa macam bentuk teh antara lain simpul (twist), bulat (round), pipih (flat), jarum (needle), serpihan (flaky), dan bubuk (ground powder). Teh dalam bentuk bubuk sangat efisien dari segi pembuatan dan pengaplikasiannya. Meminum teh dalam bentuk bubuk (daun teh utuh yang dihaluskan) atau mencampurkannya sebagai bahan baku pembuatan makanan dapat membantu kita mencerna senyawa-senyawa dalam teh yang tidak larut dalam air seperti berbagai vitamin larut lemak, serat makanan yang tidak larut air, klorofil, protein, dan lain-lain. Teh hijau biasanya diminum hanya dalam bentuk ekstrak sehingga seluruh senyawa yang tidak larut air terbuang (Preedy, 2013).

(20)

Proses pengolahan juga menentukan kualitas teh. Metode pengolahan yang berbeda dapat mempengaruhi karakteristik fisik dari teh dan air seduhannya, serta kandungan antioksidan dari teh tersebut. Selama proses pengolahan juga diharapkan terjadi inaktivasi enzim polifenol oksidase dalam daun secara sempurna karena enzim tersebut akan mempercepat proses oksidasi senyawa antioksidan pada daun (Yulianto

et al., 2006). Ada dua jenis metode pengolahan teh hijau yang umum digunakan yaitu metode pengukusan (steaming) dan penyangraian (pan firing), tetapi pengaruh dari kedua metode ini terhadap aktivitas antioksidan dan karakteristik sensoris teh yang dihasilkan belum diketahui.Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ketuaan daun dan metode pengolahan terhadap aktivitas antioksidan dan karakteristik sensoris teh herbal bubuk daun alpukat.

1.2.Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah:

1. Apakah perbedaan ketuaan daun dan metode pengolahan berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan dan karakteristik sensoris teh herbal bubuk daun alpukat?

(21)

1.3.Hipotesis

1. Ketuaan daun alpukat dan metode pengolahan yang berbeda akan berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan dan karakteristik sensoris teh herbal bubuk daun alpukat.

2. Ketuaan daun alpukat dan metode pengolahan teh tertentu akan menghasilkan teh herbal bubuk daun alpukat dengan aktivitas antioksidan dan karakteristik sensoris terbaik.

1.4.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan ketuaan daun dan metode pengolahan terhadap aktivitas antioksidan dan karakteristik sensoris teh herbal bubuk daun alpukat.

2. Untuk mengetahui ketuaan daun dan metode pengolahan yang tepat sehingga menghasilkan teh herbal bubuk daun alpukat dengan aktivitas antioksidan dan karakteristik sensoris yang terbaik.

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh melalui penelitian ini, adalah sebagai berikut:

(22)

2. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai metode pengolahan teh herbal bubuk daun alpukat yang tepat dan dapat menghasilkan teh dengan aktivitas antioksidan dan karakteristik sensoris yang terbaik.

(23)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daun Alpukat

Menurut Anon. (2000), tanaman alpukat (Persea americana Mill.) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranales

Keluarga : Lauraceae Marga : Persea

Spesies : Persea americana Mill.

Tanaman alpukat merupakan salah satu tanaman yang memiliki manfaat sebagai obat tradisional (Dalimartha, 2008). Ukuran tanaman ini bervariasi dari yang sedang hingga besar (9-20 m). Alpukat bukan merupakan tanaman musiman, tetapi beberapa varietas kehilangan daunnya untuk waktu singkat sebelum berbunga. Menurut Anon. (2000), berdasarkan sifat ekologis, tanaman alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan atau ras, yaitu:

1. Ras Meksiko

(24)

7

gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek, kulitnya tipis dan licin. Biji besar memenuhi rongga buah. Daging buah mempunyai kandungan minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan terhadap suhu dingin.

2. Ras Guatemala

Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan ketinggian sekitar 800-2.400 m di atas permukaan laut. Ras ini kurang tahan terhadap suhu dingin (toleransi sampai -4,5oC). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran yang cukup besar, berat berkisar antara 200-2300 gram, kulit buah tebal, keras, mudah rusak dan kasar (berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12 bulan sesudah berbunga. Bijinya relatif berukuran kecil dan menempel erat dalam rongga, dengan kulit biji yang melekat. Daging buah mempunyai kandungan minyak yang sedang. 3. Ras Hindia Barat

Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang beriklim tropis, dengan ketinggian di bawah 800 m di bawah permukaan laut. Varietas ini sangat peka terhadap suhu rendah, dengan toleransi sampai -2°C. Daunnya tidak berbau adas, warna daunnya lebih terang dibandingkan dengan kedua ras yang lain. Buahnya berukuran besar dengan berat antara 400-2300 gram, tangkai pendek, kulit buah licin agak liat dan tebal. Buah masak 6-9 bulan sesudah berbunga. Biji besar dan sering lepas di dalam rongga, keping biji kasar. Kandungan minyak dari daging buahnya paling rendah.

(25)

8

maupun persarian silang alamiah antar tiga ras (Anon., 2011). Varietas-varietas alpukat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua yaitu varietas unggul dan varietas lain (Anon., 2000).

1. Varietas Unggul

Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap hama dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging buah berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji, serta kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian telah menetapkan 2 varietas alpukat unggul, yaitu alpukat ijo panjang dan ijo bundar (Anon., 2000). Karakteristik alpukat ijo panjang dan ijo bundar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik alpukat ijo panjang dan ijo bundar.

Karakteristik Alpukat Ijo Panjang Alpukat Ijo Bundar

Tinggi pohon 5-8 m 6-8 m

Bentuk daun bulat panjang dengan tepi rata bulat panjang dengan tepi berombak

Bentuk buah pear (pyriform) lonjong (oblong). Rasa buah enak, gurih, agak lunak enak, gurih, agak kering Diameter buah 6,5-10 cm (rata-rata 8 cm) 7,5 cm

(26)

9

(Anon., 2000). Pada tahun 2003, Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika juga melepaskan beberapa varietas baru seperti alpukat mega gagauan, mega murapi, dan mega paninggahan (Anon., 2011).

Daun alpukat memiliki panjang 7-41 cm (Yasir et al., 2010). Daun bentuknya jorong sampai bundar telur atau ovalis memanjang, tebal, dan letaknya berdesakan di ujung ranting. Pangkal dan ujung daun meruncing, tepi rata, kadang-kadang agak menggulung ke atas permukaan daun gundul. Pertulangan daun menyirip, dengan panjang 5-20 cm dan lebar 3-12 cm. Daun alpukat muda berwarna kemerahan dan berbulu, serta menjadi halus, kasap (leathery), dan berwarna hijau gelap ketika dewasa (Dalimartha, 2008; Yasir et al., 2010; Crane

et al., 2013). Bulu pada daun akan berubah sesuai dengan usia daun. Daun dan tangkai yang baru tumbuh berbulu lebat, sedangkan daun tua halus dan mengkilap di bagian atas tetapi berbulu pada bagian bawahnya. Warna daun bervariasi berdasarkan ras mulai dari hijau gelap hingga hijau-kekuningan (Ospina, 2002). Daun alpukat muda (hijau muda) dan tua (hijau tua) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Daun alpukat muda (hijau muda) dan tua (hijau tua) (Siskin, 2013). Muda

(27)

10

Menurut Owalabi (2010), daun alpukat memiliki aktifitas antioksidan dan membantu dalam mencegah atau memperlambat kemajuan berbagai oksidatif stres yang berhubungan dengan penyakit. Daun alpukat mengandung senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin, dan steroid/triterpenoid (Maryati et al., 2007). Namun, kandungan tanin dalam daun dan buah alpukat rendah sehingga bebas dari rasa sepat (astringent) (Arukwe et al., 2012). Menurut Katja et al. (2009), ekstrak daun alpukat berpotensi sebagai sumber antioksidan alami karena memiliki kandungan total fenol yang tinggi yaitu mencapai 161,43 ppm. Tambunsaribu (2013) mengatakan bahwa ekstrak daun alpukat mengandung senyawa fenol jenis flavonoid yang tinggi dan memiliki nilai IC50 sebesar 114,95 ppm. IC50 (Inhibitory Concentration) merupakan parameter yang digunakan untuk pengukuran aktivitas antioksidan, yaitu bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas suatu radikal sebesar 50%. Nilai IC50 berbanding terbalik dengan kemampuan senyawa yang bersifat sebagai antioksidan. Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin kuat daya antioksidannya (Molyneux, 2004). Senyawa fitokimia dari daun, buah, dan biji alpukat (P. americana) (mg/100 g) dapat dilihat pada Tabel 2 dan Senyawa proksimat dari daun, buah, dan biji alpukat (P. americana) (g/100 g) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Senyawa fitokimia dari daun, buah, dan biji alpukat (P. americana)

(mg/100 g).

Konstituen Daun Buah Biji

Saponin 1.29±0.08 0.14±0.01 19.21±2.81

Tanin 0.68±0.06 0.12±0.03 0.24±0.12

Flavonoid 8.11±0.14 4.25±0.16 1.90±0.07

Glikosida sianogen ND ND 0.06±0.02

Alkaloid 0.51± 0.21 0.14±0.00 0.72±0.12

Fenol 3.41± 0.64 2.94±0.13 6.14±1.28

Steroid 1.21±0.14 1.88±0.19 0.09±0.00

Sumber: Arukwe et al. (2012)

(28)

11

Tabel 3. Senyawa proksimat dari daun, buah, dan biji alpukat (P. americana) (g/100 g).

Parameter Daun Buah Biji

Kadar air 5.33±0.62 8.12±0.12 9.92±0.01

Lemak 4.01±0.16 29.94±1.24 16.54±2.10

Protein 25.54±2.52 1.60±0.09 17.94±1.40

Serat 38.40±5.12 2.06±0.33 3.10±0.18

Abu 19.38±4.34 4.54±1.28 2.40±0.19

Karbohidrat 7.34±0.41 53.74±3.41 48.11±4.13

Sumber: Arukwe et al. (2012)

Senyawa flavonoid yang terekstrak dari daun alpukat adalah isorhamnetin, luteolin, rutin, kuersetin, dan apigenin. Kuersetin dalam daun alpukat memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi dibandingkan dengan isorhamnetin, luteolin, rutin, apigenin, bahkan Butil Hidroksi Anisol(BHA) (Owolabi et al, 2010).Daun alpukat mengandung tanin dalam jumlah sedikit jika dibandingkan dengan daun teh Camellia sinensis yaitu hanya 0,68 mg/100 gram daun segar (Arukwe et al., 2012). Menurut penelitian Ibibia (2013), total flavonoid daun alpukat adalah sebesar 64.00 mg kuersetin/g bahan, jauh lebih besar daripada teh hijau yang terbuat dari pucuk daun Camellia sinensis yaitu sebesar 35,17 mg kuersetin/g bahan (Izzreen dan Fadzelly, 2013).

Daun alpukat memiliki kandungan senyawa volatil yang berbeda-beda untuk setiap varietas atau rasnya. Senyawa volatil tersebut memberikan aroma yang khas pada daun alpukat. Menurut Nieves dan Bartley (1995), ada 30 senyawa volatil yang teridentifikasi pada daun P. Americana Mill ras Mexican. Estragol (78,12%), α-cubebene (3,58%), metil eugenol (3,37%) dan β

(29)

12

2.2.Pengolahan Teh Hijau

Pengolahan daun teh dimaksudkan untuk mengubah komposisi kimia daun teh segar secara terkendali, sehingga menjadi hasil olahan yang dapat memunculkan sifat-sifat yang dikehendaki pada air seduhannya, seperti warna, rasa, dan aroma yang baik dan disukai. Teh hijau Indonesia proses pengolahannya sama dengan teh hijau Cina, yaitu dengan sistem pan firing yaitu berupa inaktivasi enzim dengan udara panas (Sulistyowati, 2004). Teh hijau Indonesia sangat berbeda dengan teh hijau Jepang karena berbeda pengolahannya. Teh hijau Jepang menggunakan sistem steaming, yaitu menginaktivasi enzim dengan uap panas (Bambang, 2006).

(30)

13

(31)

14

Tahapan pengolahan teh hijau yang baik dan benar terdiri dari pelayuan, penggilingan, pengeringan, dan sortasi kering (Setyamidjaja, 2000). Namun, menurut Kosinska dan Andlauer (2014), pengolahan teh hijau dibagi atas dua jenis yang dibedakan berdasarkan produk yang dihasilkan, yaitu teh hijau Jepang (Japanese style green tea) dan teh hijau Cina (Chinese style green tea). Pengolahan teh hijau Jepang terbagi atas proses pengukusan (steaming), penggilingan/pembentukan, dan pengeringan. Pengolahan teh hijau Cina terbagi atas proses pelayuan, penyangraian atau pemanggangan (pan firing), penggilingan/pembentukan, dan pengeringan. Proses steaming dan pan firing

termasuk dalam proses inaktivasi enzim (fixing) (Green, 2008).

Setelah pemetikan, daun teh mengalami proses pelayuan yang biasanya terjadi di bawah sinar matahari atau dalam rak di ruang yang dipanaskan. Pelayuan bertujuan untuk menghilangkan kelembaban daun hingga 30% dan melembutkan daun untuk mempermudah dalam proses penggilingan. Proses ini juga berfungsi untuk pengembangan aroma dan oksidasi parsial akibat kerusakan dinding sel yang disebabkan oleh hilangnya kelembaban. Durasi pelayuan tergantung pada jenis teh. Teh putih dilayukan selama 4-5 jam, sedangkan pelayuan teh hijau, teh oolong, dan teh hitam setidaknya dua kali lebih lama.Lalu, daun dilewatkan pada silinder panas sekitar 5 menit (sistem pan firing). Proses pelayuan ini bertujuan untuk mematikan aktivitas enzim sehingga akan menghambat terjadinya proses fermentasi dan menurunkan kadar air menjadi 60-70% (Cooper, (2005) didalam Preedy, 2013).

(32)

15

menginaktivasi enzim dengan sempurna, tergantung dari kedalaman dan ketebalan daun (Bokuchava et al., (1980) didalam Green, 2008). Inaktivasi enzim (fixing) dalam pengolahan teh hijau Cina dikenal dengan proses penyangraian atau pemanggangan (pan firing) yang dilakukan dengan cara menempatkan daun pada wajan kering dan dikenai sumber panas secara langsung (api). Proses inaktivasi enzim secara pan firing dengan cara tradisional dilakukan pada suhu 100-200oC dan dengan suhu 220-300oC jika menggunakan mesin, tetapi umumnya dilakukan pada suhu sekitar 180oC (Xu dan Chen (2002), didalam Preedy, 2013).

Proses inaktivasi enzim harus dilakukan secara cepat dan dengan menggunakan suhu tinggi. Penggunaan suhu rendah akan menghasilkan daun yang berwarna kemerahan. Penggunaan suhu tinggi yang berlebihan akan menghanguskan dan mengeringkan daun, sehingga berwarna kuning kecoklatan dan memberikan bau asap. Suhu yang tinggi juga dapat menghidrolisis protein pada daun. Daun yang terlalu kering tidak dapat melalui proses penggilingan dan akan menghasilkan daun yang patah-patah. Penggunaan suhu rendah kadang-kadang digunakan untuk mengurangi penguapan (Preedy, 2013). Proses baru lainnya seperti pemanasan dengan microwave juga telah direkomendasikan untuk pembuatan teh hijau untuk menerapkan panas yang cepat dan intensif kepada produk dalam waktu singkat untuk degradasi katekin dan produk akhir yang lebih diinginkan (Green, 2008).

(33)

16

hingga satu jam. Daun yang masih muda digiling dengan tekanan yang lebih ringan dan dalam waktu lebih singkat dibandingkan dengan daun yang tua untuk mencegah kerusakan daun dan warna daun menjadi kekuningan akibat dari hidrolisis klorofil dan auto-oksidasi dari polifenol (Xu dan Chen (2002), didalam Preedy, 2013). Teh digiling menjadi berbagai bentuk, seperti simpul (twist), bulat (round), datar (flat), jarum (needle), serpihan (flaky), dan bubuk (ground powder). Akhirnya, daun yang telah dibentuk dikeringkan dengan cara penyangraian, pengeringan keranjang, penjemuran, atau pemanggangan. Pengeringan memakan waktu dari 20 menit sampai semalam, tergantung dari metode yang digunakan. Penyangraian menghasilkan produk teh yang menghasilkan aroma yang lebih baik dibandingkan dengan teh yang dikeringkan di bawah sinar matahari (Preedy, 2013).

Masyarakat telah mengolah daun alpukat menjadi teh secara tradisional yaitu dengan merajang daun dan menyangrainya di atas api sedang atau menjemurnya dalam waktu lama hingga daun tersebut berwarna coklat. Perubahan warna dari hijau menjadi coklat ini menandakan bahwa telah terjadi oksidasi katekin di dalam daun (fermentasi). Fermentasi dan pemanasan juga mengakibatkan polimerisasi kandungan polifenolik monomerikseperti katekin dan dapat mempengaruhi fungsi dari katekin, sehingga memiliki aktivitas antioksidan yang lebih rendah daripada teh hijau(Tuminah, 2004).

2.3.Teh Hijau

(34)

17

dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas (Sembiring, 2009). Menurut Winarsi (2007), teh herbal merupakan minuman yang dibuat menggunakan bahan selain dari daun teh (Camellia sinensis) yaitu dengan bebungaan, bebijian, dedaunan atau akar dari berbagai tanaman.

Teh hijau adalah teh yang diolah tanpa melalui proses fermentasi. Di antara semua jenis teh, teh hijau merupakan jenis teh yang mengandung antioksidan paling tinggi. Komposisi senyawa fenolik teh hijau umumnya menyerupai daun teh belum diolah. Terutama, flavan-3-ol berkontribusi terhadap kapasitas antioksidan teh hijau dan sifat sensoris. Kandungan senyawa fenolik individu dalam produk teh hijau sangat bervariasi. Ada perbedaan yang cukup besar dalam pengolahan teh hijau antara produsen Cina dan Jepang. Teh hijau Cina biasanya dipanaskan secara kering untuk menonaktifkan oksidase, sedangkan di Jepang menggunakan teknik pengukusan (Kosinska dan Andlauer, 2014).

(35)

18

Rasa sepat dan umami pada teh berasal dari kandungan tanin dan asam amino bebas yang didominasi oleh theanine yang berasal dari glutamat. Tanin biasanya mengikat protein saliva untuk menghasilkan persepsi rasa sepat. Katekin teh adalah bentuk dominan dari tanin dalam teh dan memiliki rasa sepat yang unik disukai oleh manusia (Kaneko et al., 2006).

2.4.Teh Hijau Bubuk

Teh hijau bubuk, yang dikenal juga sebagai matcha, merupakan produk teh yang dikonsumsi dalam ritual oleh Buddha Zen di Cina sejak lebih dari 800 tahun, tetapi kemudian produk ini lebih dikenal di Jepang (Anon., 2015b). Dewasa ini,

Matcha dikonsumsi di Jepang dan dibuat dengan mengaduknya dalam air panas dengan kocokan khusus (chasen) di dalam sebuah mangkuk (chawan) (Heiss, dalam Topuz et al., 2014). Matcha juga menjadi bahan tambahan populer dalam produksi minuman, cokelat, permen, kue, kue kering, kue, puding, es krim, dan produk lainnya (Tokunaga, 2004).

(36)

19

Daun teh mengandung 60-70% senyawa tidak larut air (vitamin larut lemak, serat makanan tidak larut air, klorofil, protein, dan sebagainya) dan hanya 30-40% senyawa larut air (polifenol, kafein, asam amino, vitamin larut air, saponin, mineral, dan sebagainya). Meminum teh dalam bentuk bubuk (daun teh utuh yang dihaluskan) atau mencampurkannya kedalam makanan dapat membantu kita mencerna senyawa-senyawa dalam teh yang tidak larut dalam air. Teh hijau biasanya diminum hanya dalam bentuk ekstrak sehingga seluruh senyawa yang tidak larut air terbuang. Kita dapat mengonsumsi 22% vitamin A, 10% vitamin B2, 17% niasin, 5% magnesium/kalsium, dan 6% potasium dari keperluan sehari, serta lebih dari 2 gram serat makan dengan konsumsi harian 6 gram teh hijau bubuk (Preedy, 2013). Teh hijau bubuk dibuat dengan penghancuran daun teh secara halus dengan mesin penggiling (penggiling batu, penggiling bola, penggiling jet, dan sebagainya) (Preedy, 2013).

Pengolahan suhu rendah penting untuk menjaga kualitas. Ukuran partikel bubuk memiliki pengaruh besar pada rasa di tenggorokan ketika teh hijau bubuk dilarutkan dalam air panas dan diminum (Sawamura et al. (2010) dan Kobayashi,

(37)

20

penyangraian memiliki rasa yang sedikit berasap (Yamanishi et al. (1995) didalam Green, 2008).

Menurut Grömer (2009), cara untuk menyeduh teh hijau bubuk (matcha) adalah dengan melarutkan 1 gram matcha ke dalam 80 ml air hangat yang bersuhu 80oC. Teh diaduk dengan menggunakan pengaduk yang disebut dengan chasen

atau dapat juga menggunakan milk frother hingga mengeluarkan busa. Menurut Kosinska dan Andlauer (2014), konsentrasi tertinggi flavon-3-ols diperoleh pada teh hijau bubuk yangdiseduhdengan suhu 80°C selama 5 menit. Aktivitas antioksidan dipengaruhi oleh meningkatnya waktu dan suhu seduhan. Pengaduk teh bubuk (chasen) dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan karakteristik fisik teh hijau bubuk dapat dilihat pada Gambar 4.

(38)

21

Gambar 4. Karakteristik fisik teh hijau bubuk (Grömer, 2009).

2.5.Antioksidan

(39)

22

menyelamatkan sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas (Hernani dan Raharjo (2005), didalam Rohmatussolihat, 2009).

Sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, herbal dan beberapa jenis minuman (misalnya teh, sari buah, anggur merah), merupakan bahan pangan yang kaya akan antioksidan. Dalam buah-buahan, anggur misalnya, terkandung senyawa polifenol seperti asam kaftarat, ester asam kafeat dengan asam tartarat, katekin flavon 3-ol dan antosianin. Beri (berry), termasuk blueberry, strawberry,

(40)

23

Tabel 4. Sumber antioksidan zat gizi.

Jenis Antioksidan Contoh Bahan Pangan

Vitamin A dan Karotenoid Mentega, margarin, buah-buahan berwarna kuning, sayur-sayuran hijau Vitamin E Biji bunga matahari, biji-bijian yang

mengandung kadar minyak tinggi, kacang-kacangan, susu dan hasil olahannya

Vitamin C (Asam Askorbat) Buah-buahan (jeruk, kiwi, dan lain-lain), sayur-sayuran (sebagian rusak selama pemasakan), kentang

Vitamin B2 (Riboflavin) Susu, produk hasil olahan susu, daging, ikan, telur, serealia utuh, kacang-kacangan

Seng (Zn) Bahan pangan hewani : daging, udang, ikan, susu dan hasil olahannya

Tembaga (Cu) Hati, udang, biji-bijian, serealia (kadar dalam makanan tergantung pada konsentrasi Cu dalam tanah)

Selenium (Se) Serealia, daging, ikan (kadar dalam makanan tergantung pada konsentrasi Se dalam tanah)

Protein Ovalbumin dalam telur, gliadin dalam

gandum Sumber: Nabet (1996).

Tabel 5. Sumber antioksidan zat non-gizi.

Jenis Antioksidan Contoh Bahan Pangan

Biogenik amin Antioksidan berdasarkan fungsi amin dan fenol, contohnya dalam keju tergantung pada jumlah dan posisi OH, senyawa polifenol banyak terdapat dalam sayur-sayuran daun

Tanin :

- Asam galat, asam Elagat - Proatosianidol

Banyak terdapat dalam teh, sayuran dan buah-buahan

Komponen tetrapirolik : - Klorofil

- Virofeofitin

Antioksidan sinar, banyak terdapat dalam sayur-sayuran (hijau) dan ganggang

(41)

24

Salah satu senyawa antioksidan yang paling banyak ditemui pada tanaman adalah flavonoid. Flavonoid sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik. Aktivitas antioksidatif flavonoid bersumber pada kemampuan mendonasikan atom hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam (Redha, 2010). Lebih dari 6000 flavonoid telah diidentifikasi pada tanaman. Flavonoid terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu flavon, flavanon, flavanol, dan isoflavon dengan struktur dan konformasi cincin oksigen heterosiklik (Harborne, 1987). Flavon, flavonol, dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan dialam sehingga sering disebut sebagai flavonoida utama (Lenny, 2006).

Banyak jenis-jenis flavonoid yang ada di dalam teh yang dibagi menjadi enam kelompok besar seperti pada Tabel 6 dan klasifikasi flavonoid dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 6. Jenis-jenis flavonoid.

Flavonoid Contoh

Flavanol EGCG, EG, ECG, dan Katekin

Flavonol Kaempferol, Kuersetin, Isorhamnetin

Antosianidin Malvidin, Sianidin, dan Delfinidin

Flavon Apigenin dan Rutin

Flavonon Mirisetin

Isoflavonoid Genistein dan Biochanin A

(42)

25

Gambar

Tabel 1. Karakteristik alpukat ijo panjang dan ijo bundar.
Gambar 1. Daun alpukat muda (hijau muda) dan tua (hijau tua) (Siskin, 2013).
Tabel 2. Senyawa fitokimia dari daun, buah, dan biji alpukat (P. americana) (mg/100 g)
Tabel 3. Senyawa proksimat dari daun, buah, dan biji alpukat (P. americana) (g/100 g)
+7

Referensi

Dokumen terkait

6 Karena sebagaimana diketahui bahwa masalah hukum jual beli online adalah masalah ijtihadiyah, karena tidak ada nash baik itu al-Qur’an maupun Sunnah yang

segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi dengan judul Studi Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus Rawat Jalan di RSUD Kabupaten Sidoarjo dapat terselesaikan dengan

Menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, Anonim (2004) :Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Sedangkan di bagian kiri bawah terdapat tombol bantuan yang akan berisi bantuan untuk penggunaan Kios Informasi ini dan di bagian kanan bawah layar terdapat tombol selesai

Sedangkan pada kelompok kontrol adalah hasil pretest pengetahuan responden dengan kategori cukup sebanyak 18 responden (72%) dan responden dengan kategori baik

Seminar Nasional Penelitian, Universitas Kanjuruhan Malang 2014 106 SISTEM PAKAR DIAGNOSA DINI PENYAKIT GIGI DAN MULUT. Arif Senja

Berdasarkan perbedaan di atas penelitian ini dilakukan untuk meneliti apakah model pembelajaran course review horay dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa