• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh metode latihan interval anaerob dan power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari Agus Subardan TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh metode latihan interval anaerob dan power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari Agus Subardan TESIS"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH METODE LATIHAN INTERVAL ANAEROB DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI

(Studi Eksperimen pada Siswa Putra Kelas VIII SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan

Oleh :

AGUS SUBARDAN A. 120908002

PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

PENGESAHAN PEMBIMBING

PENGARUH METODE LATIHAN INTERVAL ANAEROB DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI

(Studi Eksperimen pada Siswa Putra Kelas VIII SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010)

Disusun oleh: AGUS SUBARDAN

A. 120908002

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. Sudjarwo, M.Pd

NIP. 130 205 394 ……….. ………

Pembimbing II Dr. Diffah Hanim, Dra,. M.Si

NIP. 19640220 199003 2 001 ……….. ………

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan

(3)

PENGARUH METODE LATIHAN INTERVAL ANAEROB DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI

(Studi Eksperimen pada Siswa Putra Kelas VIII SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010)

Disusun oleh: AGUS SUBARDAN

A. 120908002

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

(4)

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : Agus Subardan

NIM : A. 120908002

Program/Jurusan : Ilmu Keolahragaan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Pengaruh Metode Latihan Interval Anaerob Dan Power Otot Tungkai Terhadap Peningkatan Kecepatan Lari (Studi Eksperimen pada Siswa Putra Kelas VIII SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010)” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan pada daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Maret 2010 Pembuat Pernyataan,

(5)

MOTTO

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu”.

(Q.S. Al 'Ankabuut:43)

“Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.”.

(6)

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini dipersembahkan kepada:

 Bapak dan Ibu saya yang telah mendidik dengan penuh kesederhanaan, kasih sayang dengan toleransi dan kesabaran atas semua do’a serta pengorbanan

tiada batasnya yang senantiasa beliau berikan kepada penulis.

 Bapak dan ibu mertua saya atas segala pengertian, bimbingan dan arahannya

dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

 Istriku yang selalu memberikan dukungan dengan tulus dan penuh kesabaran

dalam menunggu proses studi ini dan selalu memberikan semangat dengan penuh kesetiaan.

 Anak-anakku tersayang yang selalu memberikan kehangatan, motivasi dengan

segala canda tawanya, membuat hidupku lebih indah.

 Kakak-kakakku atas semua toleransi, keikhlasan serta bantuan yang tiada

batasnya.

 Adik-adikku atas semua toleransi, keikhlasan serta bantuan yang tiada

batasnya.

 Saudara-saudaraku mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas karunia Allah Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Metode Latihan Interval Anaerob Dan Power Otot Tungkai

Terhadap Peningkatan Kecepatan Lari (Studi Eksperimen pada Siswa Putra Kelas VIII SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010)”.

Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada pembimbing yaitu yang terhormat Prof. Dr. Sudjarwo, M.Pd dan Dr. Diffah Hanim, Dra, M.Si yang telah berkenan memberikan motivasi, arahan, bimbingan, ilmu, masukan dan koreksi hingga tesis ini bisa terselesaikan. Kepada seluruh bapak dan ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr. Sp. KJ (K), selaku Rektor Universitas

Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(8)

3. Prof. Dr. Sudjarwo, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan arahan, serta bimbingan dalam penyusunan tesis.

4. Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keolahragaan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan arahan, serta bimbingan dalam penyusunan tesis.

5. Dr. Diffah Hanim, Dra, M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan, serta bimbingan dalam penyusunan tesis.

6. Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta yang memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Guru Olahraga Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta yang membantu penulis untuk melakukan penelitian.

8. Semua pihak yang banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini dan tidak dapat penulis paparkan satu persatu.

Semoga perhatian dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan diberikan balasan yang setimpal oleh Allah Yang Maha Kuasa serta menjadi amal dan kemuliaan bagi kita semua. Amin

Surakarta, Maret 2010

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS ... 13

(10)

1. Metode Latihan Interval Anaerob ... 13 a. ... Inte

rval Kerja Pada Latihan Interval ... 14 b. ... Inte rval Istirahat Pada Latihan Interval ... 15 c. ... Rasi

o Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat ... 17 d. ... Lati

han Interval Anaerob Dengan Rasio Waktu Kerja dan Waktu

Istirahat 1:5 ... 18 e. ... Lati

han Interval Anaerob Dengan Rasio Waktu Kerja dan Waktu

Istirahat 1:10 ... 20

or-Faktor Yang Mempengaruhi Power Otot Tungkai ... 26 d. ... Pera

nan Power Otot Tungkai Dalam Kecepatan Lari ... 28 3. Peningkatan Kecepatan Lari ... 29

(11)

C. Kerangka Berpikir ... 50

D. Pengajuan Hipotesis ... 54

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 55

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 55

B. Metode Penelitian ... 55

1. Jenis Penelitian ... 56

2. Desain Penelitian ... 56

C. Variabel Penelitian ... 57

D. Definisi Operasional ... 58

E. Populasi dan Sampel ... 59

F. Teknik Pengumpulan Data ... 61

G. Teknik Analisis Data ... 63

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69

A. Deskripsi Data ... 69

B. Uji Reliabilitas ... 73

C. Pengujian Persyaratan Analisis Varians ... 74

1. Uji Normalitas ... 74

2. Uji Homogenitas ... 75

D. Pengujian Hipotesis ... 75

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 79

F. Keterbatasan Penelitian ... 83

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 85

A. Simpulan ... 85

B. Implikasi ... 86

(12)

DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 90

DAFTAR TABEL

Halaman 1. ... Keran

gka Desain Penelitian ... 56 2. ... Range

Kategori Reliabilitas ... 63 3. ... Ringk

asan Anava 2 x 2 ... 66 4. ... Deskr

ipsi Data Hasil Tes Kecepatan Lari Tiap Kelompok Berdasarkan

Penggunaan Metode Interval Anaerob dan Tingkat Power Otot Tungkai ... 69 5. ... Range

Kategori Reliabilitas ... 73 6. ... Hasil

Uji Reliabilitas Data Kecepatan Lari ... 73 7. ... Hasil

Uji Normalitas Sampel Dengan Menggunakan Uji Lilliefors Dengan

Taraf Signifikan α = 0.05 ... 74 8. ... Nilai

(13)

Waktu Istirahat Pada Latihan Interval Anaerob dan Tingkat

Power Otot Tungkai ... 76 9. ... Hasil

Analisis Varians Dua Faktor ... 76 10. ... Hasil

Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Analisis Varians ... 77 11. ... Pengaru

h Sederhana, Pengaruh Utama dan Interaksi Faktor A dan B

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Lari ... 44 2. Histogram Nilai Rata-Rata Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kecepatan Lari

Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan Interval Anaerob dan Tingkat Power Otot Tungkai ... 71 3. Histogram Nilai Rata-Rata Peningkatan Kecepatan Lari Pada Tiap

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 90 2. Petunjuk Pelaksanaan Tes Power Otot Tungkai ... 92 3. Program Latihan Interval Anaerob Dengan Rasio Waktu Kerja dan Waktu

Istirahat 1:5 ... 94 4. Deskripsi Pelaksanaan Program Latihan Interval Anaerob Dengan Rasio

Waktu Kerja dan Waktu Istirahat 1:5 ... 95 5. Program Latihan Interval Anaerob Dengan Rasio Waktu Kerja dan Waktu

Istirahat 1:10 ... 97 6. Deskripsi Pelaksanaan Program Latihan Interval Anaerob Dengan Rasio

Waktu Kerja dan Waktu Istirahat 1:10 ... 98 7. Petunjuk Pelaksanaan Tes Kecepatan Lari ... 100 8. Rekapitulasi Data Hasil Tes Power Otot Tungkai ... 102 9. Rekapitulasi Data Hasil Tes Power Otot Tungkai Berdasarkan Rangking

104

10. Rekapitulasi Data Hasil Tes Power Otot Tungkai dan Kategorinya ... 106 11. Data Tes Awal Kecepatan Lari ... 108 12. Data Tes Akhir Kecepatan Lari ... 109 13. Rekapitulasi Data Hasil Tes Power Otot Tungkai dan Pengklasifikasian

(16)

Klasifikasi Power Otot Tungkai Beserta Pembagian Sampel Ke Sel-Sel ... 111

15. Uji Reliabilitas Dengan Anava ... 112

16. Rekapitulasi Data Tes Awal dan Tes Akhir Kecepatan Lari pada Kelompok 1 (Kelompok Latihan Interval Anaerob Dengan Rasio Waktu Kerja dan Waktu Istirahat 1:5) ... 121

17. Rekapitulasi Data Tes Awal dan Tes Akhir Kecepatan Lari pada Kelompok 2 (Kelompok Latihan Interval Anaerob Dengan Rasio Waktu Kerja dan Waktu Istirahat 1 :10) ... 122

18. Tabel Kerja Untuk Menghitung Nilai Homogenitas dan Analisis Varians 123 19. Hasil Penghitungan Data Untuk Uji Homogenitas dan Analisis Varians 124

20. Uji Normalitas Data Dengan Metode Lilliefors ... 125

21. Uji Homogenitas Dengan Uji Bartlett ... 129

22. Analisis Varians ... 130

(17)

ABSTRAK

AGUS SUBARDAN. A. 120908002. Pengaruh Metode Latihan Interval Anaerob Dan Power Otot Tungkai Terhadap Peningkatan Kecepatan Lari (Studi Eksperimen pada Siswa Putra Kelas VIII SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010). Tesis. Surakarta. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan pengaruh metode latihan interval anaerob dengan rasio kerja dan istirahat 1:5 dan 1:10 terhadap peningkatan kecepatan lari, (2) perbedaan peningkatan kecepatan lari antara siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi dan rendah, (3) pengaruh interaksi antara metode latihan interval anaerob dan power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari.

Penelitian ini menggunakan metode ekperimen dengan rancangan faktorial 2 x 2. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Ngaglik Yogyakarta Sleman yang berjumlah 74 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah 40 siswa yang diambil dengan teknik Purposive Random Sampling. Instrumen penelitian terdiri dari 1) vertical power jumps test, 2) tes lari 50 yard. Teknik analisis data menggunakan anava dua jalur dengan taraf signifikansi α = 0,05.

Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) ada perbedaan pengaruh antara latihan interval anaerob dengan rasio kerja-istirahat 1 : 5 dan rasio 1 : 10 dalam meningkatkan kecepatan lari (Fhitung = 5.861 > Ftabel = 4.11), (2) ada perbedaan

peningkatan kecepatan lari antara siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi dan rendah (Fhitung = 4.967 > Ftabel = 4.11), (3) Tidak terdapat pengaruh interaksi antara

metode latihan interval anaerob dan power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari (Fhitung = 1.771 < Ftabel = 4.11).

(18)

ABSTRACT

AGUS SUBARDAN. A. 120908002. The Effect of Anaerobic Interval Training Method and Leg Muscle Power On Increased Run Speed (Experimental Study To Male Students 8th Of SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta). Thesis. Surakarta. Postgraduate Program of Surakarta Sebelas Maret University, January 2010.

This research aims to find out: (1) the effect difference of anaerobic interval training method with the work-rest ratios of 1:5 and 1:10 on increased run speed, (2) the difference of increased run speed between the students with high and low leg muscle power, (3) the effect of interaction between anaerob interval training methods and leg muscle power on the increased run speed.

This method was an experimental with 2 x 2 factorial design. The population of this research are the students 8th of SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta, as many as 74 students. The population of the research is. The sample used in this research are 40 students taken with purposive random sampling technique. The research instruments are consist of: 1) vertical power jumps test, 2) 50 yard running test. The research uses two line anava analysis data technique with significansi standard α = 0,05.

The conclusions of the research are: (1) there was effect difference of anaerobic interval training with the work-rest ratios of 1:5 and 1:10 on increased run speed (Fstat

= 5.861 > Ftable = 4.11), (2) there was effect difference of increased run speed

between the students with high and low leg muscle power (Fstat = 4.967 > Ftable =

4.11), (3) there was no effect interaction between anaerobic interval training methods and the leg muscle power on the increased run speed (Fstat = 1.771 < Ftable = 4.11).

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(20)

atau pelatih dalam bidang kepelatihan. Keterbatasan akan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mendukung proses latihan. Keterbatasan pengetahuan maupun kemampuan guru atau pelatih apalagi sarana dan prasarana yang kurang mendukung, sehingga berdampak guru didalam melatih siswa tidak berdasarkan ilmiah. Guru sebagai pelatih selalu dihadapkan pada masalah pengetahuan kepelatihan yang kurang memadai sehingga mereka kurang mampu dalam melaksanakan profesinya secara kompeten, mereka belum berhasil melaksanakan tanggung jawab untuk melatih siswa secara sistematis

Metode latihan yang dilakukan oleh guru-guru SMP di Sleman dalam praktek latihan peningkatan kecepatan lari, cenderung sekedar melakukan gerakan dimana para siswa atau atlit melakukan latihan fisik atau latihan peningkatan kecepatan lari berdasarkan gerakan yang telah diketahui sebelumnya tanpa kontrol yang jelas dalam melakukan gerakan. Masih banyak pelatih lari yang melatih mempergunakan metode metode tradisional yang paling disenangi pelatih dalam palaksanaan proses latihan peningkatan kecepatan lari. Proses latihan secara tradisional sering mengabaikan tugas-tugas latihan dan tidak sesuai dengan taraf perkembangan pemain (Cholik Mutohir, 2002:18).

(21)

demikian, maka untuk mencapai prestasi siswa yang maksimal dalam nomor lari jarak pendek pun dibutuhkan latihan yang cukup dan penguasaan teknik yang benar.

Setelah penulis menerima kuliah kepelatihan ternyata ada ada Metode latihan yang bisa digunakan dalam latihan lari jarak pendek diantaranya adalah metode interval training anaerob. Metode interval training ini merupakan bentuk latihan yang diselingi oleh periode istirahat. Interval training ada dua unsur pokok yang harus diperhitungkan yaitu interval kerja (work interval) dan interval istirahat (relief interval). Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pelatih lari jarak pendek adalah

bagaimana menentukan rasio antara interval kerja dan interval istirahat yang tepat. Penentuan rasio antara waktu waktu kerja dan waktu istirahat pada latihan interval sangat berpengaruh terhadap hasil yang dicapai. Jika penentuan besarnya rasio antara waktu waktu kerja dan waktu istirahat tersebut tidak tepat, maka tidak akan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Untuk mengetahui pengaruh rasio waktu kerja dan waktu istirahat terhadap kecepatan lari, perlu diadakan penelitian. Oleh karena itulah, maka perlu diadakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengkaji mengenai latihan interval dengan rasio perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat 1:5 dan 1:10 terhadap peningkatan kecepatan lari.

(22)

tungkai yang dimaksudkan disini adalah kemampuan otot tungkai untuk melakukan kerja atau melawan beban. Power otot tungkai tidak hanya dibutuhkan atau berperan dalam kecepatan lari saja, tetapi pada hampir semua cabang olahraga, terutama untuk gerakan lari, melompat, meloncat, menendang dan gerakan-gerakan lain yang melibatkan kerja otot tungkai secara maksimal dalam waktu yang singkat. Power otot tungkai yang dimiliki seseorang akan menentukan frekuensi langkah (stride rate) dan panjang langkah (stride length) pada saat berlari sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan.

Untuk mencapai prestasi yang maksimal tersebut para guru atau pelatih dan siswa harus memahami fase-fase pada lari jarak pendek. Jarver (1974:59) menjelaskan bahwa ada empat fase yang mempengaruhi prestasi lari jarak pendek yaitu (1) fase star yaitu kecepatan reaksi, (2) fase percepatan positif yang menentukan adalah kekuatan tungkai, (3) fase lari dengan kecepatan maksimal adalah panjang langkah, frekuensi langkah, teknik dan koordinasi, (4) dan fase daya tahan kecepatan.

(23)

SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta merupakan salah satu satuan pendidikan yang memiliki kelebihan dan kekurangan dibanding dengan sekolah SMP negeri yang lain di Sleman. Kelebihan-kelebihan tersebut diantaranya adalah memiliki siswa yang rata-rata kompetensi akademiknya baik, fasilitas olahraga cukup, banyak prestasi-prestasi baik bidang non akademik terutama bidang olahraga. tetapi prestasi cabang atletik khususnya lari jarak pendek rendah/belum pernah menjadi juara padahal setiap even perlombaan selalu mengikutinya. Guru olahraga masih relatif muda dan pendidikan terkhir adalah sarjana.

Bertitik tolak dari uraian tersebut diatas perlu dilakukan penelitian eksperimen guna meningkatkan prestasi pada cabang olahraga atletik nomor lari jarak pendek. Sebagai obyek adalah siswa kelas VIII (delapan) yaitu tentang “Pengaruh Metode Latihan Interval Anaerob Dan Power Otot Tungkai Terhadap Peningkatan Kecepatan Lari (Studi Eksperimen Perbedaan Pengaruh Latihan Interval Anaerob Dengan Rasio Kerja dan Istirahat 1:5 dan 1:10 pada Siswa Putra Kelas VIII SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010)”.

B. Identifikasi Masalah

(24)

1. Proses pembinaan olahraga pada satuan pendidikan SMP di Sleman belum maksimal.

2. Guru-guru olahraga pada satuan pendidikan SMP di Sleman umumnya belum mengetahui tentang ilmu kepelatihan.

3. Umumnya latihan lari jarak pendek yang dilakukan belum berpedoman pada ilmu kepelatihan.

4. Latihan lari 60 m yang diterapkan di SMP Negeri 3 Ngaglik baru sebatas pemenasan dan mengulang-ulang lari tanpa adanya program latihan yang jelas.

5. Sarana dan prasarana olahraga di Sleman rata-rata kurang memadahi.

6. Sebagian besar guru dalam memilih atlit lari jarak pendek belum mempertimbangkan power otot tungkai

7. Prestasi lari jarak pendek di SMP Negeri 3 Ngaglik belum memenuhi harapan.

(25)

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan tidak meluas, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda, maka hanya dibahas pada masalah metode latihan interval anaerob dan power otot tungkai. Tidak semua metode latihan interval anaerob dan power otot tungkai dibahas disini. Metode yang dibahas pada penelitian ini adalah latihan interval anaerob dengan rasio perbandingan kerja dan istirahat 1:5 dan 1:10, serta power otot tungkai. Tidak semua masalah dibahas dalam penelitian ini, melainkan hanya membahas masalah tentang bagaimana pengaruh metode latihan interval anaerob (masa istirahat latihan interval anaerob dengan rasio perbandingan kerja dan istirahat 1:5 dan 1:10) dan power otot tungkai terhadap peningkatkan kecepatan lari pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan pengaruh latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1:5 dan 1:10 terhadap peningkatan kecepatan lari?

(26)

3. Adakah pengaruh interaksi antara metode latihan interval anaerob dan power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk meningkatkan prestasi lari jarak pendek di SMP Negeri 3 Ngaglik. Latihan dengan menggunakan metode latihan interval anaerob apakah dapat meningkatkan kecepatan lari jarak pendek, dan untuk mengetahui latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja waktu istirahat 1 : 5 dan 1 : 10 mana yang cocok atau baik untuk dijadikan acuan latihan di sekolah tersebut.

2. Tujuan Khusus

a. Perkembangan Peningkatan Kecepatan Lari

1) Untuk mengetahui peningkatan kecepatan lari pada kelompok siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi dan rendah yang dilatih menggunakan latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1 : 5.

(27)

latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1 : 10.

3) Untuk mengetahui peningkatan kecepatan lari siswa yang dilatih menggunakan latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1 : 5 dan 1 : 10.

4) Untuk mengetahui peningkatan kecepatan lari siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi dilatih menggunakan latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1 : 5 dengan siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi dilatih menggunakan latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1 : 10.

5) Untuk mengetahui peningkatan kecepatan lari siswa yang memiliki power otot tungkai rendah dilatih menggunakan latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1 : 5 dengan siswa yang memiliki power otot tungkai rendah dilatih menggunakan latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1 : 10.

b. Perbedaan Peningkatan Kecepatan Lari

(28)

2) Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan peningkatan kecepatan lari pada kelompok siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi dan rendah yang dilatih menggunakan latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1 : 10.

3) Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan peningkatan kecepatan lari siswa yang dilatih menggunakan latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1 : 5 dan 1 : 10.

4) Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan peningkatan kecepatan lari siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi dilatih menggunakan latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1 : 5 dengan siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi dilatih menggunakan latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1 : 10.

(29)

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini, dapat dibagi menjadi sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam bidang ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu keolahragaan pada khususnya, yang dikaitkan dengan informasi ilmiah tentang pengaruh metode latihan interval anaerob dan power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari (studi eksperimen perbedaan pengaruh latihan interval anaerob dengan rasio kerja dan waktu istirahat 1 : 5 dan 1 : 10 pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010). Selanjutnya dapat memberikan informasi ilmiah mengenai perbedaan pengaruh metode latihan interval anaerob dan power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari (studi eksperimen perbedaan pengaruh latihan interval anaerob dengan rasio kerja dan waktu istirahat 1 : 5 dan 1 : 10 pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010).

2. Manfaat Praktis

(30)

meningkatkan prestasi olahraga yang berhubungan dengan peningkatan kecepatan lari.

b. Sebagai salah satu bukti ilmiah dan dapat dijadikan bahan informasi ilmiah untuk mencari dan memudahkan untuk membina atlet-atlet muda dalam pemanduaan bakat yang berhubungan dengan peningkatan kecepatan lari sehingga berprestasi bisa diraih secara maximal pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Ngaglik Sleman Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010.

(31)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Metode Latihan Interval Anaerob

Latihan interval adalah latihan yang di antara seri pengulangannya diselingi dengan periode istirahat (Mathews & Fox, 1988:247). Sesuai dengan namanya, latihan interval merupakan serangkaian kerja (latihan) yang diulang-ulang yang diselingi dengan periode istirahat. Tipe kerja latihan interval adalah intermitten, yaitu kerja sebentar dan istirahat yang dilakukan berselang-seling.

(32)

Keberhasilan progam latihan interval diantaranya tergantung pada kecermatan dalam menentukan work interval, relief interval, work-relief ratio, penentuan jumlah set dan jumlah repetisi. Ciri khas utama dalam latihan interval adalah adanya periode waktu tertentu untuk beristirahat setelah menjalankan kerja (latihan). Dalam latihan interval terdapat dua komponen utama yang harus diperhitungkan dengan cermat yaitu work interval (interval kerja) dan relief interval (interval istirahat).

a. Interval Kerja Pada Latihan Interval

Work interval (interval kerja) merupakan bagian latihan interval yang menyatakan ketinggian intensitas latihan (Fos & Keteyian, 1998:281). Work interval merupakan bagian dari latihan interval yang dilakukan dengan intensitas

tinggi. Pada dasarnya tipe dari work interval dari latihan terdiri dari dua kategori yaitu (1) latihan yang dilakukan dengan jangka waktu yang singkat namun memerlukan kerja atau usaha maksimal dan (2) latihan yang relatif dilakukan dengan jangka waktu yang lama tetapi memerlukan usaha yang submaksimal (Fox, Bowers & Fos, 1992:31). Tipe kerja latihan yang dilakukan dengan jangka waktu yang singkat dan memerlukan kerja atau usaha maksimal dapat disebut latihan anaerobik. Latihan yang dilakukan dengan jangka waktu yang lama tetapi memerlukan usaha yang submaksimal dapat disebut latihan aerobik.

(33)

anaerob adalah meningkatkan kecepatan dengan penggunaan energi ATP-PC (anaerob).

Prinsip latihan anaerob adalah dengan memberikan beban maksimal yang dikerjakan untuk waktu yang pendek dan diulang-ulang beberapa kali. Rushall & Pyke (1992:270) mengemukakan bahwa latihan interval untuk kecepatan yaitu dengan waktu kerja 5-15 detik dengan intensitas maksimal. Selanjutnya menurut Fos & Keteyian (1998:285), latihan anaerobic-alactid acid yaitu dengan waktu kerja kurang dari 10 detik. Berikutnya menurut Robert dalam Pyke (1991:43) bahwa sistem energi ATP-PC dapat memberikan energi yang cukup untuk usaha yang maksimal yang dilakukan dalam waktu 5-10 detik.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa interval kerja untuk latihan anaerob yaitu dengan intensitas maksimal dalam waktu yang relatif pendek yaitu 5-15 detik. Mengenai jarak yang ditempuh ditetapkan 30 sampai 80 meter, oleh karena diperkirakan untuk menempuh jarak tersebut dengan kecepatan maksimal diperlukan waktu kerja selama 5-15 detik.

b. Interval Istirahat Pada Latihan Interval

(34)

Tujuan istirahat pada latihan interval yaitu untuk pemulihan yang meliputi pemulihan oksigen dan pemulihan energi. Selama periode interval kerja pada latihan interval anaerobik terjadi pengurasan energi ATP dan PC untuk kerja otot. Dalam hal ini terjadi hutang oksigen (oksigen debt) dan hutang alactacid (alactacid debt) (Davis, Kimmet & Auty, 1992:79). Pada periode istirahat atau pemulihan maka kekurangan oksigen dan pengurasan energi di otot harus segera diisi kembali. Selama relief interval pada kerja intermittent, satu bagian dari cadangan ATP dan PC otot yang dihabiskan selama interval kerja sebelumnya akan diisi lagi melalui sistem aerobik (Fos & Keteyian, 1998:281).

Pada periode awal, pemulihan ATP dan PC di dalam otot berlangsung dengan cepat. Berdasarkan beberapa basil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ATP dan PC yang dikosongkan di dalam otot pada waktu exercise dengan sangat cepat diisi kembali dalam beberapa menit setelah

exercise (Fos & Keteyian, 1998:52).

(35)

(1998:54) menyatakan bahwa ATP-PC terbentuk kembali setelah istirahat 30 detik sebesar 1/2, selama 1 menit sebesar 3/4, selama 1,5 menit sebesar 7/8, dan selama 3 menit sebesar 63/64. ATP-PC dalam tubuh terbentuk kembali sebesar 50% setelah istirahat selama 30 detik dan pulih 100% setelah istirahat 3 menit.

Lamanya waktu yang diperlukan periode istirahat pada latihan lari interval bervariasi, tergantung pada jarak dan waktu tempuh tiap repetisi. Lamanya waktu yang diperlukan periode istirahat dalam latihan lari interval juga tergantung pada jenis kegiatan dan sistem energi yang digunakan selama latihan.

c. Rasio Waktu Kerja dan Waktu Istirahat

(36)

intensitas maksimal. Pelaksanaannya harus menghindari adanya pengembangan asam laktat. Keletihan harus dihindari agar intensitas maksimal dalam pelaksanaan latihan dapat dipertahankan. Dalam hal ini diperlukan waktu pemulihan yang sempurna (Fos & Keteyian, 1998:285). Latihan anaerobik masih dianggap cocok untuk meningkatkan kecepatan lari yaitu dengan rasio 1:5 dan 1:10. Karena dengan rasio 1:5 dan 1:10 memberikan periode pemulihan yang lebih sempurna.

d. Latihan Interval Anaerob Dengan Rasio Waktu Kerja dan Waktu Istirahat 1:5

Latihan interval dengan rasio kerja-istirahat yaitu perbandingan 1 untuk waktu kerja dan 5 untuk waktu istirahat. Latihan interval dengan rasio 1:5 yaitu perbandingan 1 untuk waktu kerja dan 5 untuk waktu istirahat. Suatu misal, waktu kerja dalam menempuh jarak 50 meter 7 detik, maka periode istirahatnya adalah 35 detik. Latihan yang akan diterapkan dalam penelitian ini yaitu sprint pendek menempuh jarak 50 meter, dengan waktu kerja antara 5-15 detik. Dengan demikian periode istirahatnya yaitu 25-75 detik.

(37)

Kelebihan dan kekurangan latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat yaitu dengan periode istirahat 25-75 detik, energi ATP-PC pelari baru pulih sebesar ± 50 - 80%. Untuk melaksanakan kerja berikutnya maka energi yang digunakan tidak 100% ATP-PC, karena ATP-PCnya belum pulih 100%. Belum sempurnanya pemulihan dan pengisian kembali ATP_PC di dalam otot, maka untuk aktivitas berikutnya ATP-PC tidak cukup untuk mensuplai energi ke dalam otot yang bekerja secara maksimal. Hal ini memungkinkan timbulnya akumulasi LA, apabila dilakukan dengan berulangkali.

Apabila usaha fisik maksimal dilakukan terus menerus diluar sistem energi phosphat (ATP-PC), energi akan dipenuhi melalui persediaan glikogen yang ada di dalam otot-otot yang aktif. Energi anaerobik yang dihasilkan dari glikogen ini memproduksi asam laktat (LA). LA ini mengakibatkan rasa lelah (Robert dalam Pyke, 1991:45).

(38)

cocok menggunakan latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1 : 5.

e. Latihan Interval Anaerob Dengan Rasio Waktu Kerja dan Waktu Istirahat 1:10

Latihan interval dengan rasio 1:10 adalah perbandingan 1 untuk waktu kerja dan 10 untuk waktu istirahat. Latihan yang akan diterapkan dalam penelitian ini yaitu sprint pendek dengan waktu kerja antara 5-15 detik. Dengan demikian periode istirahatnya yaitu 50-150 detik.

(39)

Intensitas dari semua aktivitas latihan sprint haruslah maksimum. Jika kurang, hal ini tidak akan dapat membantu peningkatan kecepatan. Pengulangan lari dengan jarak yang lebih pendek cocok untuk pengembangan kecepatan. Sumber energi utama pada kecepatan adalah anaerobik alactacid. Rushall & Pyke (1992:264) menyatakan bahwa durasi latihan haruslah dalam keadaan tidak terjadi akumulasi asam laktat dan sumber energi utama adalah sistem energi alactacid. Latihan lari dengan jarak pendek dan istirahat yang cukup lama dapat meminimalkan timbulnya LA dan keletihan saat aktivitas.

Latihan interval anaerob dengan rasio 1 : 10 memungkinkan pelari untuk bekerja dengan sistem energi anaerobik, dengan sistem energi ATP-PC. Kerja fisik secara anaerob dengan sistem energi ATP-PC yang dilakukan secara teratur dan kontinyu dapat merangsang kerja enzim di dalam tubuh dan merangsang pertumbuhan sel (hipermetropi) otot rangka. Fos & Keteyian (1998:288) mengemukakan bahwa latihan anaerobik dapat meningkatkan kemampuan otot rangka. Perubahan yang terjadi pada otot-otot ini sebagai hasil latihan anaerobik mengarah ke meningkatnya kapasitas sistem ATP-PC dan glikolisis anaerobik untuk membangkitkan ATP.

(40)

tetapi juga mempertinggi kecepatan pengisian kembali. Kecepatan pelepasan energi oleh sel otot bisa diubah melalui program latihan terutama anaerobik.

Latihan interval dengan rasio 1 : 10 merupakan latihan interval dengan istirahat yang lebih lama. Istirahat yang relatif lama memberikan pemulihan yang mendekati sempurna sehingga kualitas kecepatan pada tiap ulangan dapat dipertahankan. Peningkatan kecepatan merupakan adaptasi syaraf, maka penting untuk memberikan percobaan sebanyak mungkin dengan menggunakan susunan neuromuscular yang nyata dari penampilan dengan kecepatan maksimal. Penampilan dengan kecepatan maksimal yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus menimbulkan superkompensasi otot dan syaraf untuk dapat melaksanakan tugas kecepatan dengan lebih baik.

2. Power Otot Tungkai

a. Power

(41)

dideskribsikan sebagai suatu fungsi dari kekuatan dan kecepatan dari gerakan (Rushall & Pyke, 1992:252). Sedangkan menurut Suharno (1993:59), yang menyatakan bahwa “Power adalah kemampuan otot atlet untuk mengatasi

tahanan beban dengan kekuatan dan kecepatan maksimal dalam satu gerak yang utuh”.

Berdasarkan batasan-batasan power diatas dapat disimpulkan bahwa power adalah kemampuan untuk mengerahkan kekuatan dan kecepatan otot dalam waktu yang relatif singkat. Power merupakan perpaduan dua unsur komponen kondisi fisik yaitu kekuatan dan kecepatan dalam hal ini kekuatan dan kecepatan otot. Kualitas power akan tercermin dari unsur kekuatan dan kecepatan otot yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan eksplosif dalam waktu yang sesingkat mungkin.

(42)

yang menggunakan power siklik adalah: lari, dayung, renang, bersepeda dan jenis olahraga yang memerlukan kecepatan dalam pelaksanaannya.

b. Otot Tungkai

Otot ialah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi, gerakan akan terjadi apabila otot-otot pada tubuh berkontraksi sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Yang dimaksud dengan tungkai adalah anggota gerak tubuh bagian bawah yang terdiri dari tulang anggota gerak bawah bebas (sceleton extremitas inferior liberae), yang terdiri dari :

1) Femur (tulang paha).

2) Crus/crural (tungkai bawah) : a) Tibia

b) Fibula 3) Ossa pedis :

a) Ossa tarsalea :

Tulang-tulang pergelangan kaki yang terdiri dari 7 buah tulang. b) Ossa metatarsalea :

(43)

c) Ossa palangea digitorum pedis :

Tiap-tiap jari terdiri dari tiga ruas tulang kecuali ibu jari hanya terdiri dari dua ruas tulang.

Sebagai tulang anggota gerak bawah bebas (skeleton extremitas inferior liberae) tungkai bawah mempunyai tugas yang sangat penting untuk

melakukan gerak. Namun untuk dapat melakukan gerak tersebut secara sistematis, harus merupakan hasil dari gerak yang dilakukan oleh adanya suatu sistem penggerak, yang meliputi: otot, tulang, sendi dan saraf.

Ada tiga otot penggerak tungkai, dimana masing-masing otot penggerak terdiri dari beberapa otot, yaitu :

1) Otot penggerak paha: iliopsoae, rectus femoris, gluteus maximus, gluteus medius, gluteus minimus, tensor fascilatae, piriformis, adductor brevis,

adductor longus, adductor magnus, gracilis.

2) Otot penggerak kaki bawah: rectus femoris, vastus lateralis, vastus medialis, vastus intermedius, sartorius, bicep femoris, semitendinisus,

semi membranosus.

3) Otot penggerak telapak kaki: tibialis anterios, gastrocnemius, soleus, peroneus longus, peroneus brevis, tibialis posterior, peroneus tertius.

(44)

kemampuan otot atau sekelompok otot-otot tungkai untuk melakukan kerja atau melawan beban atau tahanan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Power otot tungkai dibutuhkan hampir pada semua cabang olahraga, terutama untuk gerakan lari, melompat, meloncat, menendang dan gerakan-gerakan lain yang melibatkan kerja otot tungkai yang dikerahkan secara maksimal dalam waktu yang singkat.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Power Otot Tungkai

Power otot tungkai adalah kualitas yang memungkinkan otot atau sekelompok otot-otot tungkai untuk menghasilkan kerja fisik secara eksplosif. Penentu power otot tungkai adalah intensitas kontraksi otot-otot tungkai, intensitas kontraksi yang tinggi merupakan kecepatan pengerutan otot-otot tungkai setelah mendapat rangsangan dari saraf, Intensitas kontraksi tergantung pada rekruitmen sebanyak mungkin jumlah otot-otot tungkai yang bekerja. Kecuali itu produksi kerja otot-otot secara eksplosif menambah suatu unsur baru yakni terciptanya hubungan antara otot dan sistem saraf. Bertolak dari pengertian power otot tungkai diatas menunjukkan bahwa unsur utama terbentuknya power otot tungkai adalah kekuatan dan kecepatan dari otot-otot tungkai.

(45)

rangsang syaraf, produksi energi secara biokimia dan pertimbangan gerak mekanik. Selain itu menurut Suharno (1993:59–60), baik tidaknya power (eksplosif power) yang dimiliki seseorang ditentukan oleh :

1) Banyak sedikitnya macam fibril otot putih (phasic) dari atlet. 2) Kekuatan otot dan kecepatan otot atlet.

3) Waktu rangsang.

4) Koordinasi gerakan yang harmonis antara kekuatan dan kecepatan. 5) Banyak sedikitnya zat kimia dalam otot (ATP).

6) Penguasaan teknik gerak yang benar.

(46)

d. Peranan Power Otot Tungkai Dalam Kecepatan lari

Power otot tungkai memiliki peranan yang sangat penting hampir pada semua cabang olahraga. Mulai dari atletik sampai dengan berbagai cabang olahraga permainan, baik olahraga individu maupun beregu power otot tungkai mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap tercapainya sebuah prestasi.

Besarnya power otot tungkai yang diperlukan pada masing-masing cabang tentunya berbeda-beda, tergantung seberapa besar keterlibatan power otot tungkai dalam cabang olahraga tersebut. Power otot tungkai yang diperlukan untuk cabang olahraga bola voli, tentunya berbeda dengan yang diperlukan untuk cabang olahraga sepak bola dan akan berbeda pula dengan cabang olahraga atletik dan sebagainya.

(47)

merupakan penampilan kecepatan dan kekuatan (power) dari otot tungkai, keadaan power otot tungkai dalam hal ini sangat tergantung pada kemampuan seorang atlet untuk memperhitungkan dan membina kondisi fisiknya dengan cara yang kuat dan cepat melalui gerakan pergantian tungkainya.

3. Peningkatan Kecepatan Lari

Kecepatan merupakan komponen kondisi fisik yang sangat esensial dalam berbagai cabang olahraga, karena kecepatan termasuk dalam unsur-unsur kondisi fisik dasar selain kekuatan (strength) dan daya tahan (endurance). Dalam kegiatan olahraga, kecepatan didefinisikan sebagai kemampuan untuk bergerak dengan kemungkinan kecepatan yang paling cepat. Kecepatan ini secara meyakinkan menyumbang dalam prestasi kecepatan lari (sprint) dan loncat horisontal (Jarver, 1974:52).

Sedangkan Schmolinsky (1978:39) mendefinisikan “kecepatan sebagai kemampuan pada dasar-dasar mobilitas sistem saraf pusat dan perangkat otot untuk menampilkan gerakan-gerakan pada kecepatan tertentu”. Secara fisika kecepatan digambarkan dengan rumus :

Kecepatan = (V = )

(48)

Kecepatan rata-rata (V) dan gaya (F) dihitung jika kecepatan rata-rata dalam enam langkah-langkah maksimal. Sebagai tambahan terhadap treadmill lari, subjek melakukan lari jarak pendek maksimal 60 m (Hiroyasu Tsuchie, et al, 2008). Menurut Nossek (1982:62) menyatakan bahwa kecepatan merupakan kualitas kondisional yang memungkinkan seorang atlet untuk bereaksi secara cepat bila dirangsang dan untuk melakukan gerakan secepat mungkin. Gerakan-gerakan kecepatan dilakukan melawan tahanan yang berbeda (berat badan, berat peralatan, air, dsb) dengan efek bahwa pengaruh kekuatan juga menjadi faktor yang menentukan. Karena gerakan-gerakan kecepatan dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin, maka kecepatan secara langsung tergantung pada waktu yang ada dan pengaruh kekuatan.

Menurut Jonath & Krempel (1987:19-20) “kecepatan didefinisikan sebagai hasil kerja suatu tenaga pada suatu massa”. Didalam dasar gerakan manusia, massa adalah tubuh atau salah satu anggota tubuh dan tenaga merupakan kekuatan otot yang digunakan seseorang menurut massa yang digerakkan. Secara fisika, kecepatan didefinisikan sebagai jarak per satuan waktu, misalnya 100 km/jam. Sedangkan secara psikologis, kecepatan diartikan sebagai kemampuan berdasarkan kemudahan gerak, proses sistem syaraf dan perangkat otot untuk melakukan gerak dalam satuan waktu. Selain itu menurut Harsono (1988:216) “kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis

(49)

menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat mungkin”. Adapun menurut Suharno (1993:47) bahwa kecepatan adalah kemampuan atlet untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat- singkatnya.

Lari adalah gerakan berpindah tempat dengan maju kedepan yang dilakukan lebih cepat dari berjalan. Gerakan lari dan gerakan berjalan hampir sama, perbedaannya adalah jika pada berjalan kedua kaki selalu kontak atau berhubungan dengan tanah, sedangkan pada lari, ada saat badan melayang diudara (Syaifudin, 1985:57). Kecepatan lari maksimum dibatasi oleh kecepatan di mana anggota tubuh dapat diayunkan ke depan dan memutar kembali, dan oleh kekuatan dapat withstand yang berhubungan dengan landasan (James & Wilson, 2005).

Lari tidak hanya merupakan nomor yang dipertandingkan dalam cabang atletik saja, tetapi juga merupakan bagian yang penting hampir pada semua cabang olahraga. Pada dasarnya gerakan lari itu sendiri untuk semua jenis lari adalah sama, akan tetapi berhubung adanya pembagian jarak yang ditempuh dan penggunaan sistem energi yang berbeda, maka dalam pelaksanaan teknik larinya menjadi berbeda antara yang satu dengan lainnya.

(50)

power otot tungkai akan menyebabkan kerja neuromuskuler menjadi lebih baik, sehingga peningkatan panjang langkah dalam segi ruang dan frekuensi langkah dalam segi waktu akan menghasilkan kecepatan lari.

Menurut Nossek (1982:64), fase kecepatan lari dibagi kedalam empat fase kecepatan, yaitu :

1) Waktu reaksi dan kecepatan reaksi. 2) Akselerasi (percepatan).

3) Kecepatan dasar dan kecepatan lari 4) Daya tahan kecepatan.

Fase kecepatan lari secara lebih rinci dapat dianalisis dan diuraikan sebagai berikut :

1) Waktu reaksi dan kecepatan reaksi.

Waktu reaksi merupakan selang atau jarak waktu diantara rangsangan (yang berhubungan dengan mata, akustik, atau sentuhan) dan permulaan gerakan. Waktu reaksi yang diukur pada atlet yang maju bervariasi antara 0,15 dan 0,25 detik (Nossek, 1982:64).

(51)

kuat dan cepat ke start block. Pemberian respons ini, unsur power sudah mulai berperan. Penampilan power terutama tercermin dalam percepatan start yang tinggi dan kapasitas frekuensi langkah.

Kecepatan reaksi sangat sukar untuk didefinisikan, seperti unsur-unsur fisik yang lain, misalnya kekuatan eksplosif, kemampuan akselerasi atau keterampilan gerak (Nossek, 1982:66).

2) Akselerasi (percepatan).

Untuk mencapai kecepatan maksimal seorang pelari harus mampu mengembangkan kecepatan awalnya secepat mungkin. Kemampuan melakukan percepatan, mempertahankan kecepatan maksimal dan memperlambat kecepatan maksimal untuk setiap pelari berbeda-beda. Pelari yang terlatih atau berpengalaman akan mencapai kecepatan maksimalnya lebih cepat, mempertahankan kecepatan maksimalnya pada jarak yang lebih panjang, dan kecepatan maksimalnya turun lebih lambat daripada rata-rata pakecepatan lari yang tidak terlatih. Dalam mencapai kecepatan maksimal ini terjadi proses “pick up acceleration” yaitu jarak yang diperlukan pelari

sesudah tahap percepatan awal mencapai kecepatan maksimalnya.

3) Kecepatan dasar dan kecepatan lari.

(52)

(frekuensi langkah) dan amplitudo gerak (panjang langkah). Frekuensi dan panjang langkah merupakan faktor yang menentukan kecepatan maksimal. Pada atlet yang terlatih, untuk mencapai kecepatan maksimumnya memerlukan kira-kira 30-40 meter untuk tahap kaselerasi (Nossek, 1982:64).

4) Daya tahan kecepatan

Setelah kecepatan maksimalnya tercapai, kemampuan pelari untuk mempertahankan kecepatan maksimalnya merupakan kunci utama dalam menyelesaikan larinya. Tahap berikutnya daya tahan kecepatan menentukan seberapa lama seorang atlet mampu mempertahankan kecepatan maksimalnya. Kemampuan ini menunjukkan tingkat kapasitas anaerobik atau daya tahan kecepatan seorang pekecepatan lari. Daya tahan kecepatan mengendalikan tingkat kelambatan di dalam bagian akhir dari kecepatan lari.

Berdasarkan pendapat dari beberapa penulis seperti yang telah disebutkan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kecepatan lari adalah suatu kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan lari dalam waktu yang singkat, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dengan berlari dalam waktu yang secepat-cepatnya.

a. Macam-Macam Kecepatan

(53)

1) Kecepatan reaksi (reaction speed).

adalah kecepatan untuk merespon suatu rangsangan.

2) Kecepatan bergerak (speed of movement).

adalah kemampuan kecepatan kontraksi secara maksimal otot dalam suatu gerakan yang terputus (gerakan non siklik atau gerak eksplosif).

3) Kecepatan kecepatan lari (sprinting speed).

adalah kemampuan untuk bergerak maju kedepan dengan kekuatan dan kecepatan maksimal.

Sedangkan menurut Bompa (1999:368), kecepatan dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni kecepatan umum dan kecepatan khusus.

1) Kecepatan umum

Kecepatan umum adalah kapasitas untuk melakukan beberapa macam gerakan (reaksi motorik) dengan cara yang cepat. Persiapan fisik secara umum maupun khusus dapat memperbaiki kecepatan umum.

2) Kecepatan khusus

(54)

ditransferkan. Kecepatan khusus hanya mungkin dikembangkan melalui metode khusus, namun demikian perlu dicari bentuk latihan alternatifnya. Seseorang tidak bisa berharap akan terjadi transfer yang positif, kecuali jika memperbaiki struktur gerakan yang mirip dengan pola keterampilannya.

Sesuai dengan klasifikasi latihan dan keterampilan gerak, kecepatan pada lari oleh Jonath & Krempel (1987:20), dibedakan menjadi:

a) Kecepatan asiklis

Kecepatan ini mengenai kecepatan gerak yang dibatasi oleh faktor-faktor yang terletak pada otot yaitu kekuatan statis dan kecepatan kontraksi otot. Kedua faktor ini sangat tergantung pada viskositas dan tonus otot. Faktor pembatas selain faktor kekuatan statis dan kecepatan

kontraksi otot adalah faktor kerja antagonis otot, panjang pengungkit dan massa yang digerakkan. Sedangkan faktor-faktor yang menentukan prestasinya adalah tenaga dinamis (perbandingan tubuh-pengungkit) dan massa (perbandingan beban-tenaga).

b) Kecepatan siklis

(55)

mulai, dan jika waktunya dihitung dari pemberian isyarat, maka kecepatannya dapat dibedakan menjadi empat faktor, yakni kecepatan reaksi (pada saat start), percepatan gerak (pada beberapa meter pertama), kecepatan dasar (sebagai kecepatan maksimal) dan stamina kecepatan (daya tahan kecepatan).

c) Kecepatan dasar

Kecepatan dasar sebagai kecepatan maksimal yang dapat dicapai dalam gerak siklis adalah produk maksimal yang dapat dicapai dari frekuensi gerak dan amplitudo gerak. Kecepatan ini tidak dapat dibedakan menurut kecepatan gerak maju dan kecepatan gerak. Kecepatan dasar pada wanita dicapai pada usia antara 17–22 tahun, pada pria antara 19–23 tahun. Faktor-faktor yang membatasi kecepatan dasar adalah tenaga otot, viskositas otot, kecepatan kontraksi, ukuran antropometris, koordinasi,

waktu reaksi pada permulaan lari (start) dan stamina dinamis anaerob umum.

b. Analisis Kecepatan Lari

(56)

seseorang itu tetap yaitu sekitar 0,5 sampai 1,1 kali berat badan. Rata-rata adalah 0,8 untuk pelari yang berpengalaman (Soedarminto, 1991:249).

Semakin cepat seseorang berlari, semakin panjang langkahnya. Bila seorang pelari yang menambah kecepatan lari biasanya ia akan melakukan dengan cara memperpanjang langkahnya, bukan dengan menambah frekuensi langkahnya. Dengan cara begitu telapak kaki harus mendorong kebelakang lebih kuat. Badan dicondongkan kedepan kira-kira 20 derajat dari garis vertikal. Sikap ini dapat mengatasi hambatan udara dan cenderung dapat memelihara letak titik berat badan selalu berada didepan telapak kaki depan pada waktu menyentuh tanah sehingga akan menimbulkan daya dorong kedepan yang lebih dan menyebabkan kecepatan lari bertambah. Tetapi jika titik berat badan berada dibelakang telapak kaki pada waktu menyentuh tanah, akan timbul momen gaya ke arah belakang sebesar berat badan kali jarak antara titik berat badan yang berada dibelakang telapak kaki tumpu dan telapak kaki depan. Hal ini menyebabkan kehilangan gaya yang semestinya bisa digunakan untuk gerak maju (Soedarminto, 1991:250).

(57)

diluruskan agar mendapatkan tolakan sebesar-besarnya, kaki benar-benar lurus tegang pada saat mendorong agar gaya dorong kebelakang seluruhnya dapat menjadi gerak kedepan.

Pada saat telapak kaki terangkat dari tanah menolak dengan kuat, kaki segera bersiap untuk melangkah berikutnya. Untuk melaksanakan ini dengan usaha sekecil dan secepat mungkin, maka lutut harus ditekuk. Makin cepat seseorang bergerak, makin tinggi lutut harus diangkat ke depan, lutut makin menekuk, dan makin tinggi telapak kaki diangkat. Dengan gerak ini lutut bergerak kedepan dan kecepatan sudut lebih besar, sebab kaki yang berputar mulai dari panggul mempunyai jari-jari yang jauh lebih pendek. Gerakan ini menunda menapaknya telapak kaki ke tanah untuk langkah berikutnya dan memungkinkan kaki pendorong dapat terentang sepenuhnya. Keadaan ini memperkecil sudut antara kaki dan permukaan tanah, dan dengan demikian menambah gaya efektif dari dorongan kaki.

(58)

jauh. Jika tungkai lelah, gerakan lengan dapat membantu mempertahankan atau menambah kecepatan.

Pada saat melangkah, titik berat badan naik turun, namun diusahakan naik turunnya titik berat badan ini tidak terlalu besar, dan dipertahankan agar gerakan ini tetap ajeg. Makin tinggi titik berat badan naik, maka makin lama badan melayang di atas tanah, kecepatan lari akan mengalami perlambatan selama badan melayang di atas tanah.

Gerakan keterampilan merupakan salah satu kategori gerakan yang didalam melakukannya diperlukan koordinasi dan kontrol tubuh secara keseluruhan atau sebagian tubuh. Tingkat koordinasi dan kontrol tubuh dalam melakukannya cukup kompleks. Koordinasi dan kontrol tubuh yang baik akan meningkatkan keterampilan dalam melakukan gerakan.

(59)

Keterampilan dapat dipahami dari dua aspek. Pertama, keterampilan sebagai tugas gerak, sehingga terampil diartikan sebagai respons terhadap stimulus yang dapat dijabarkan secara kuantitatif maupun kualitatif. Orang yang terampil akan memperlihatkan kualitas gerak yang tinggi, dan gerakan yang mantap. Aspek yang kedua adalah, keterampilan dianggap sebagai indikator dari tingkat penguasaan atau kemahiran.

Pengklasifikasian keterampilan gerak bisa dibuat berdasarkan beberapa sudut pandang (berdasarkan kecermatan gerakan, perbedaan titik awal dan titik akhir, dan berdasarkan stabilitas lingkungan) dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu:

a) Keterampilan kasar dan halus (gross and fine skills).

b) Keterampilan diskrit, serial dan kontinyu (discrete, serial and continuous skills).

c) Keterampilan terbuka dan tertutup (open and close skills) (Sugiyanto, 2003:8.11–8.15).

(60)

otot-otot halus yang banyak terlibat didalam suatu keterampilan, maka keterampilan semacam itu tergolong keterampilan halus.

Keterampilan diskrit, serial dan kontinyu yang diklasifikasikan atas dasar rangkaian dari elemen gerak yang dilakukan seseorang sebagai pedoman jika jelas kapan saat mulai dan berakhirnya maka keterampilan semacam ini disebut keterampilan diskrit. Dan sebaliknya, jika tidak jelas kapan saat mulai dan berakhirnya, maka keterampilan semacam ini disebut keterampilan kontinyu. Sedangkan keterampilan serial mencerminkan perpaduan karakteristik kedua keterampilan tersebut baik diskrit maupun kontinyu.

Keterampilan terbuka dan tertutup, suatu kategori berdasarkan pengaruh lingkungan sekitar terhadap penampilan gerak itu sendiri. Semakin mampu diprediksi pangaruh lingkungan, gerakan yang bersangkutan semakin menggeser ke arah jenis keterampilan tertutup. Kedua jenis keterampilan ini berada pada garis kontinum, bukan sebagai dikotomi yang terpisah secara absolut.

(61)

yang banyak. Kecepatan lari juga termasuk dalam klasifikasi jenis keterampilan motorik serial karena struktur keterampilan kecepatan lari merupakan perpaduan karakteristik antara keterampilan diskrit dan kontinyu.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Lari

Kecepatan adalah salah satu komponen biomotorik yang sangat penting dalam aktivitas olahraga dan merupakan kemampuan untuk bergerak dengan kemungkinan kecepatan yang paling cepat, kemampuan pada dasar-dasar mobilitas sistem saraf pusat dan perangkat otot untuk menampilkan gerakan-gerakan pada kecepatan tertentu, serta merupakan hasil kerja suatu tenaga pada suatu massa. Menurut pendapat beberapa ahli banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan lari seseorang, diantaranya seperti diuraikan dibawah ini.

Menurut Jarver (1974:45) bahwa faktor yang mempengaruhi kecepatan lari adalah (a) koordinasi neuromuskuler, (b) power, (c) elastisitas otot, (d) mobilitas dan kualitas teknik, serta (g) produksi energi secara biokimia.

(62)

sebagian besar tergantung pada pelayanan energi yang diperoleh dengan segera dari ATP dan PC dalam otot, oleh karena itu pada saat intensitas maksimal akan mencakup prestasi anaerobik secara keseluruhan juga tergantung pada kecepatan sumber energi kimia yang dapat dikerahkan (Jarver, 1974:52).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan lari adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Lari (Nossek, 1982:62)

Kecepatan lari seseorang tergantung pada kecepatan kontraksi otot, struktur otot dan mobilitas proses-proses saraf yang tinggi yang merupakan

(63)

pembawaan sejak lahir. Seorang atlet yang otot-ototnya terutama terdiri dari serabut-serabut otot merah tidak bisa berkembang menjadi pekecepatan lari kelas atas. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana kecepatan lari dapat dikembangkan. Langkah awal yang mungkin dilakukan adalah meningkatkan koordinasi otot antara yang sinergis dan antagonis (koordinasi intramuskuler) di dalam berbagai gerakan. Adanya koordinasi antara otot yang sinergis dan antagonis menghemat gerakan-gerakan, karena kontraksi otot-otot sinergis berpengaruh terhadap relaksasi pada kontraksi antagonis dan sebaliknya. Proses ini disebabkan oleh rangsangan-rangsangan dan penghentian-penghentian melalui saraf-saraf yang tepat.

Pada sisi yang lain, interaksi yang lebih baik adalah diantara sistem saraf pusat dan otot-otot yang sesuai (koordinasi intramuskuler) dengan menggunakan latihan kecepatan yang berulang-ulang juga memberikan sumbangan pada peningkatan kecepatan. Sinyal yang kuat dan cepat yang berasal dari sistem saraf pusat merangsang otot-otot (dan sebanyak mungkin serabut-serabut otot) yang menyebabkan kontraksi lebih kuat dan cepat. Kontraksi gerakan-gerakan yang diwujudkan merupakan pergantian secara cepat antara kontraksi-kontraksi dan relaksasi-relaksasi dalam otot-otot yang diaktifkan. Hal ini dicapai melalui proses latihan jangka panjang.

(64)

(lebar ayunan) seseorang menjadi sangat terbatas. Relaksasi dalam hal ini mungkin dapat ditemukan di dalam standar keterampilan gerak yang rendah. Karena teknik-teknik olahraganya belum dikuasai, seseorang harus mengembangkan kecepatannya secara berhati-hati bersamaan dengan kemajuan keterampilan geraknya. Gerakan ini pertama-tama dikuasai dengan menggunakan kekuatan yang rendah pada frekuensi yang rendah, kemudian kekuatan dan frekuensi itu secara bertahap ditingkatkan. Frekuensi yang tinggi dan amplitudo gerakan yang optimal memainkan peranan yang menentukan dalam gerakan-gerakan kecepatan.

Sedangkan menurut Bompa (1999:268–270) bahwa kecepatan lari dipengaruhi oleh faktor-faktor (a) heriditas, (b) waktu reaksi (c) kecepatan mengatasi hambatan eksternal, (d) teknik, (e) konsentrasi dan kemauan yang keras, serta (f) elastisitas otot. Selain itu Suharno (1993:48) mengatakan bahwa faktor-faktor penentu kecepatan kecepatan lari adalah (1) tergantung pada kekuatan otot yang bekerja, (2) panjang tungkai atas, (3) frekuensi gerak (4) teknik lari yang sempurna.

(65)

1) Tenaga otot merupakan salah satu persyaratan terpenting untuk kecepatan. Utamanya bagi pekecepatan lari (sprinter) pemula, tenaga otot dapat diperbaiki dengan latihan kekuatan terarah.

2) Viskositas otot, hambatan gesekan dalam sel (intrasesuler) serabut-serabut otot. Dengan pemanasan, pengaruh viskositas otot dapat dieliminir.

3) Kecepatan reaksi dapat dilatih dengan :

a) Meningkatkan pengalaman terhadap situasi persepsi khusus.

b) Mengotomatisasikan semaksimal mungkin jawaban motorik atau kelakuan kinetik yang perlu dibuat dan dipilih dalam situasi yang nyata.

4) Kecepatan kontraksi yaitu kecepatan pengerutan otot setelah mendapat rangsangan saraf dan dapat ditingkatkan dengan latihan yang berulang-ulang. Hal ini terutama bergantung pada struktur otot dan ditentukan oleh faktor hereditas dan bakat.

(66)

6) Stamina anaerob umum atau daya tahan kecepatan pada kecepatan lari, terutama ketika seorang pelari akan memasuki finish dan mempunyai pengaruh terhadap prestasi larinya.

7) Ciri antropometris yaitu mengenai bentuk tubuh atlet, terutama mengenai perbandingan antara tubuh dengan panjang tungkainya.

Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah sifat-sifat psiko-fisiologis atlet, utamanya pada daya kemauan, sistem saraf pusat, sifat otot dan koordinasi yang menentukan baik atau tidaknya penampilan. Dan dalam pengembangannya perlu mempertimbangkan faktor jenis kelamin dan umur.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian mengenai latihan interval anaerob sudah banyak dilakukan, beberapa hasil temuan penelitian yang menarik dan memiliki relevansi yang dekat dengan penelitian ini, akan diungkap kembali sebagai berikut:

(67)

interval anaerob jarak 50 meter dan jarak 25 meter terhadap kecepatan renang 100 meter gaya front crawl pada perenang intermediate.

2. Slamet Widodo (2003) tentang pengaruh latihan interval anaerob dan kapasitas aerob terhadap prestasi lari cepat 100 meter, yang menyimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan interval anaerob dengan rasio 1:5 dan 1:10 terhadap prestasi lari cepat 100 meter, ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara kapasitas aerob tinggi dan rendah terhadap prestasi lari cepat 100 meter, tidak ada interaksi antara rasio waktu kerja dan waktu istirahat dalam latihan interval anaerob dengan kapasitas aerob terhadap prestasi lari cepat 100 meter.

(68)

C. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan kerangka berpikir sebagai berikut:

1. Perbedaan pengaruh latihan interval anaerob dengan rasio waktu kerja dan waktu istirahat 1:5 dan1:10 terhadap peningkatan kecepatan lari.

Latihan interval yang dilakukan secara sistematis, berulang-ulang dan kontinyu dapat mengakibatkan perubahan-perubahan dalam tubuh. Perabahan-perubahan itu antara lain adalah Perabahan-perubahan biokimia dan sistem otot rangka, perubahan kardiorespirasi dan perubahan mekanisme organisasi sistem syaraf yang mengarah pada peningkatan dalam kemampuan melakukan kerja, khususnya dalam kaitannya dengan kecepatan lari .

Perbandingan (rasio) antara periode kerja dan periode istirahat dalam latihan interval ikut menentukan terhadap hasil latihan. Pemulihan ATP-PC dalam latihan interval dengan rasio perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat 1:5 belum memberikan pemulihan yang cukup terhadap pengisian kembali ATP-PC secara sempurna, sehingga masih memungkinkan timbulnya akumulasi LA, jika telah dilakukan dalam ulangan yang lebih banyak. Latihan ini dapat meningkatkan kecepatan, tetapi peningkatannya lebih besar kepada peningkatan daya tahan.

(69)

kerja berikutnya maka energi yang digunakan sudah hampir 100%. Hal ini menghindari adanya akumulasi LA. Latihan ini merupakan latihan kecepatan murni, karena unsur daya tahan dihindari. Dengan pemulihan yang mendekati 100% maka kesempurnaan gerakan dan kecepatannya dapat dipertahankan.

2. Perbedaan peningkatan kecepatan lari antara siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi dan rendah.

Power otot tungkai adalah kemampuan otot atau sekelompok otot-otot tungkai untuk melakukan kerja atau melawan beban atau tahanan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Power otot tungkai dibutuhkan hampir pada semua cabang olahraga, terutama untuk gerakan lari, melompat, meloncat, menendang dan gerakan-gerakan lain yang melibatkan kerja otot tungkai yang dikerahkan secara maksimal dalam waktu yang singkat. Pada kecepatan lari, kecepatan lari seseorang selain ditentukan oleh faktor biomotorik seperti kecepatan itu sendiri, faktor biomotorik lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah kekuatan. Kecepatan lari adalah merupakan hasil perpaduan antara kecepatan dan kekuatan (power), terutama power dari otot tungkai.

(70)

pada kecepatan reaksinya (pada saat start), percepatan gerak (pada beberapa meter pertama), kecepatan dasar (sebagai kecepatan maksimal) dan pada stamina kecepatannya (daya tahan kecepatan) jika dibandingkan dengan seseorang yang memiliki power otot tungkai yang rendah. Bagi seseorang yang memiliki power otot tungkai yang tinggi ia akan menghasilkan frekuensi langkah (stride rate) yang lebih tinggi dan panjang langkah (stride length) yang lebih panjang pada saat lari jika dibandingkan dengan seseorang yang memiliki frekuensi langkah yang rendah, hal ini sangat berguna untuk menghasilkan kecepatan lari yang maksimal pada saat berlari, karena kecepatan lari merupakan hasil dari frekuensi langkah dan panjang langkah seseorang.

Dari uraian diatas dapat diperkirakan bahwa perbedaan power otot tungkai yang tinggi dan yang rendah akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kecepatan lari.

3. Pengaruh interaksi antara metode latihan interval anaerob dan power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari.

Gambar

Gambar 1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Lari (Nossek, 1982:62)
Tabel 1. Kerangka Desain Penelitian
Tabel 2. Range Kategori Reliabilitas
Tabel 3. Ringkasan Anava 2 x 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul INTEGRATED MARKETING COMMUNICATIONS MUSRO THE SUNAN HOTEL SOLO (Studi Deskriptif Kualitatif Kegiatan Strategi Komunikasi Pemasaran Terpadu Musro

Selain itu perbedaan juga terdapat dari subjek penelitian dimana subjek penelitian ini adalah mahasiswa perantau di Universitas Andalas, sedangkan subjek yang akan

Ilmu fisika merupakan salah satu ilmu yang penting untuk diajarkan di perguruan tinggi yang memerlukan pengembangan kemampuan problem solving dalam memecahkan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat untuk menambah bukti/ penemuan empiris mengenai pengaruh intellectual capital terhadap nilai perusahaan

papan flanel, guru dan peneliti memberikan perhatian dan.. memotivasi anak agar lebih percaya diri dengan memberikan reward tidak hanya berupa ucapan tetapi juga

[r]

Berdasarkan beberapa penjelasan dari hasil wawancara dengan beberapa responden masyarakat pemilik kolam dan petani ikan di Desa Kalirejo Kecamatan Kalirejo

10. Berdasarkan urutan prestasi keterampilan menyi- mak yang terdapat di dalam Tabel 11 yang didasarkan kepada nilai rata-rata yang diperoleh, maka dapat diketahui