• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PENGARUH RASIO KERJA ISTIRAHAT LATIHAN INTERVAL ANAEROB DAN KAPASITAS AEROB TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER PUTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN PENGARUH RASIO KERJA ISTIRAHAT LATIHAN INTERVAL ANAEROB DAN KAPASITAS AEROB TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER PUTRA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PENGARUH RASIO KERJA ISTIRAHAT LATIHAN INTERVAL ANAEROB DAN KAPASITAS AEROB TERHADAP

KECEPATAN LARI 100 METER PUTRA

(Studi Eksperimen Rasio Kerja Istirahat 1: 10, 1:15 dan 1: 20 pada Atlet Putra SMP Kabupaten Temanggung)

Oleh : Ratna Kumala Setyaningrum

ABSTRACT

The study is aimed at find out: (1) The difference of effect on anaerobic interval practice with break rasio of 1:10, 1:15 and 1:20 to the speed of 100 meter sprint, (2) The difference of effect on the amount of aerobic capacity during practice to the speed of 100 meter sprint, (3) The interaction between the rasio difference of practice-break in anaerobic interval practice and aerobic capacity to the speed of 100 meter sprint.

The study uses an experimental method which contains three variabels, i.e. manipulative free variabel (practice method), attributive variabel (aerobic capacity), and bound variabel (the speed of 100 meter sprint). The design of the study is the factorial 3x3. The sample used in this study is all 100 meter sprint male athletes in SMP Kabupaten Temanggung year 2011, as many as 40. The sample collection was conducted by purposive random sampling. The data of aerobic capacity was obtained by a Multistage Fitness Test, while the 100 meter sprint speed was measured by a 100 meter sprint test.

The data was analyzed using ANAVA technique. Prior to using ANAVA test, a sample normality test (Lilliefors test with α = 0.05) and a variance homogeneity test (Bartlet test with α = 0.05) was conducted.

The results of the study show that: (1) There are many differences about anaerob interval exercise by rasio 1:10, 1:15 and 1:20 to increase the result the fast running 100 m. F (count) = 7.88 > F(table) = 4.15. The effect of anaerob interval exercise 1:15 more better than 1:20 and 1:10, the value is 1.20, for low aerobic capacity more better use rasio 1:20. (2) There are many differences effect between the higher aerob capacity, medium aerobic capacity for the result the fast running 100 m. F (count) = 6.56 > F (table) = 4.15. The increasing product the fast running 100 m, the higher aerob capcity are more better than the sample who have medium or lower aerob capacity. (3) There are many interaction between rasio difference of practice-

(2)

break in anaerobic interval practice and aerobic capacity to the speed of 100 meter sprint. F (count) = 3.30 > F (table) = 4.15.

Keyword :Work and Rest Ratio, Anaerobic Interval Exercise, and Aerobic Capacity, Speed of 100 Meter.

A. Latar Belakang Masalah

Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang cukup berkembang di Indonesia. Pengertian atletik sendiri adalah aktifitas jasmani yang kompetitif dapat diadu, meliputi beberapa nomor lomba yang terpisah berdasarkan kemampuan gerak dasar manusia seperti berjalan, berlari, melompat dan melempar. Gerakan-gerakan dalam atletik merupakan dasar bagi cabang olahraga lain, karena hampir semua cabang olahraga membutuhkan adanya kekuatan, kecepatan, kelentukan dan daya tahan, yang semuanya terdapat dalam atletik. Oleh karena itu tidak berlebihan jika atletik disebut ibu dari semua cabang olahraga (mother of sport).

Keberhasilan pencapaian prestasi tidak lepas dari program latihan yang diberikan. Perencanaan program latihan yang cermat dan efisien menjadi faktor pendukung selain teknik yang benar. Diantaranya adalah menentukan intensitas latihan, penyelarasan waktu kerja dan istirahat serta penyusunan program latihan yang efektif dan efisien yang mengarah pada tercapainya tujuan latihan. Usaha untuk mencapai prestasi atletik, khususnya lari 100 meter diperlukan berbagai pertimbangan dan perhitungan serta analisis yang cermat tentang faktor-faktor yang menentukan dan menunjang prestasi lari 100 meter.

Lari 100 meter termasuk dalam nomer lari jarak pendek. Edward L. Fox, Richard W. Bower and Merle L. Foss (1988 : 207) mengemukakan bahwa aktifitas fisik dalam olahraga adalah “intermitten”, artinya suatu aktifitas yang terdiri dari interval kerja (work interval) dan interval istirahat (rest interval). Seperti yang telah dikemukakan di atas, program latihan yang tepat untuk

(3)

meningkatkan kecepatan lari 100 meter adalah latihan interval. Metode latihan interval adalah metode latihan dimana atlet secara bergantian melakukan aktifitas antara aktifitas kerja atau interval kerja (work interval) dan interval istirahat (rest interval). Sistem energi utama yang digunakan pada saat lari 100 meter adalah sistem energi anaerob, sedangkan pada saat istirahat adalah sistem energi aerob. (Merle L. Foss & Steven J. Keteyian, 1998:44)

Berdasarkan sistem energi utama, waktu pelaksanaan kerja merupakan dasar untuk penyusunan interval kerja dan interval istirahat. Beberapa unsur atau elemen penentu dalam latihan interval perlu dipertimbangkan. Brent Russhal & Frank S. Pyke (1992:215) mengemukakan bahwa pemulihan sama pentingnya dengan kerja. Latihan untuk meningkatkan kecepatan lebih banyak membutuhkan waktu istirahat. Tujuannya adalah untuk mencapai pemulihan energi yang maksimal (recovery maksimal) sedangkan untuk melatih ketahanan, perbandingan antara aktifitas kerja dan istirahatnya dapat lebih sedikit atau singkat. Oleh karena itu, jika perbandingan waktu kerja dan istirahat tidak sesuai, akan mengubah latihan kecepatan menjadi latihan ketahanan atau sebaliknya.

Brent S. Rushall & Frank S. Pyke (1992:210) mengemukakan bahwa lari interval jarak pendek dengan rasio kerja-istirahat 1 : 3 hingga 1 : 5 adalah untuk meningkatkan daya tahan anaerob. Brent S. Rushall & Frank S. Pyke (1992:270) juga mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan kecepatan adalah dengan berlari 6 – 15 detik, dengan intensitas 100% dan lama istirahat 1-2 menit. Akan tetapi bila kita melihat siapa dan program latihan apa yang diberikan, tentu perbandingan rasio kerja-istirahat bisa berlainan. Pada penelitian ini, sampel merupakan pelari jarak pendek pemula, sehingga bila menggunakan perbandingan rasio kerja-istirahat 1:3 dan 1:5, pemulihan energi berlangsung terlalu cepat.

Kemampuan atlet untuk menyelesaikan program latihan dipengaruhi oleh kapasitas aerob yang dimiliki. Penentukan perbandingan rasio kerja-istirahat

(4)

dilihat dari tingkat kapasitas aerobnya. Semakin baik kapasitas aerob maka akan semakin cepat peoses pemulihannya. Demikian pula sebaliknya jika kapasitas aerobnya rendah, maka akan membutuhkan proses yang lebih lambat. Oleh karena itu pemberian latihan pada tiap atlet perlu mempertimbangkan kondisi fisik, terutama kapasitas aerob.

Hasil penelitian yang diperoleh menyatakan bahwa perbandingan latihan interval anerob dengan rasio kerja-istirahat 1:10 lebih baik dibandingkan rasio kerja 1:5 dalam pencapaian kecepatan lari 100 meter. Akan tetapi dengan rasio 1:10 ternyata masih menimbulkan terbentuknya asam laktat. Apabila aktifitas (latihan interval) dilakukan terus menerus maka akan terjadi penimbunan asam laktat yang mengakibatkan kelelahan. Berdasarkan analisis penelitian tersebut, peneliti mencoba mengkaji kembali pengaruh latihan interval anaerob dengan rasio istirahat lebih banyak, yaitu 1:10, 1:15 dan 1:20 terhadap kecepatan lari 100 meter. Dengan demikian penelitian ini akan mengkaji mengenai perbedaan pengaruh rasio kerja-istirahat dalam latihan interval anaerob dan kapasitas aerob terhadap kecepatan lari 100 meter.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan pengaruh latihan interval anerob dengan rasio kerja-istirahat 1:10, 1:15 dan 1:20 terhadap kecepatan lari 100 meter?

2. Adakah perbedaan pengaruh kapasitas aerob tinggi, sedang dan rendah dalam latihan interval anaerob terhadap kecepatan lari 100 meter?

3. Adakah interaksi antara perbedaan rasio kerja-istirahat dalam latihan interval anaerob dengan kapasitas aerob terhadap kecepatan lari 100 meter?

C. Pembahasan Masalah 1. Lari Cepat 100 Meter

(5)

Lari 100 meter merupakan salah satu nomor lari cepat dalam cabang olahraga atletik. A. Hamid S. N.. (2000:49) mengemukakan pengertian lari cepat (sprint) adalah “Semua perlombaan lari dimana peserta berlari dengan kecepatan penuh sepanjang jarak yang ditempuh”. Pelaksanaan lari 100 meter membutuhkan semua unsur kesegaran jasmani yang ada dalam tubuh, yaitu kecepatan, kekuatan, kelincahan, keseimbangan, kelentukan, koordinasi, ketahanan kardiovasculer dll. b. Teknik Lari 100 Meter

Ada 3 (tiga) unsur-unsur teknik penting dalam lari 100 meter, yaitu (1) Teknik start, (2) Teknik lari, dan (3) Teknik melewati garis finish. Sedangkan menurut Gerry A. Carr (1997:13) adalah (1) Start yang baik, (2) Reaksi yang cepat, (3) Akselerasi yang baik, (4) Mempertahankan kecepatan selama mungkin, dan (5) Teknik lari yang efisien. Unsur-unsur di atas menjadi satu bagian yang saling berkaitan untuk dapat memperoleh catatan waktu yang baik.

c. Unsur Fisik Lari 100 Meter

Kemampuan fisik merupakan unsur penting untuk menunjang penampilan pelari dalam suatu perlombaan. Penampilan pelari saat perlombaan sangat bergantung pada kesegaran jasmani atau kondisi fisik yang dimiliki oleh pelari. Kesegaran jasmani adalah kesanggupan dan kemampuan tubuh melakukan penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang diberikan tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.

Nossek (1982:19) membagi kondisi fisik menjadi tiga kualifikasi yang bersifat dasar, yaitu : (1) Kecepatan (speed), (2) Kekuatan (strength) dan (3) Ketahanan (endurance). Sedangkan Depdiknas (2000:53-58) membagi kesegaran jasmani menjadi 2 (dua), yaitu komponen yang berhubungan dengan kesehatan (daya tahan jantung-paru, daya tahan otot, kekuatan otot, tenaga ledak otot, dan kelentukan) dan komponen yang

(6)

berhubungan dengan keterampilan (kecepatan, keseimbangan, kecepatan reaksi, koordinasi, dan komposisi tubuh).

d. Sistem Energi Utama Lari 100 Meter

Setiap melakukan aktifitas tubuh membutuhkan energi. Semakin berat aktifitas yang dilakukan, akan semakin besar pula energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Merle L. Foss & Steven J. Keteyian (1998:18) mendefinisikan bahwa energi adalah kapasitas atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Energi ini berupa senyawa energi yang dikenal dengan adenosine trifosfat (ATP).

Proses-proses pembetukan ATP menurut Soekarman (1991:9), melalui (1) Sistem ATP-PC (fosfagen), (2) Sistem asam laktat dan (3) Sistem aerobic. Estimasi waktu dan energi yang digunakan untuk melakukan aktiftas adalah (1) ATP : 1 detik, (2) ATP-PC : aktifitas antara 15-20 detik, (3) ATP-PC-LA : aktifitas antara 20 detik – 2 menit dan (4) Sistem aerob (oksigen): aktifitas lebih dari 2 menit.

Lari 100 meter dilakukan dengan intensitas yang maksimal, dengan waktu kurang dari 15 detik. Oleh karena itu sistem energi yang digunakan adalah ATP-PC. Sistem ATP-PC atau sistem fosfagen merupakan sumber energi utama untuk aktifitas yang berintensitas sangat tinggi, seperti lari 100 meter. Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff (2009:22) mengemukakan bahwa :

“Pengisian kembali cadangan fosfagen biasanya merupakan sebuah proses yang sangat cepat, dengan 70 % pemulihan ATP yang terjadi dalam waktu sekitar 30 detik dan pemulihan sempurna dalam latihan terjadi selama 3 sampai 5 menit. Pemulihan PC memakan waktu lebih lama dengan 2 menit untuk pemulihan 84%, 4 menit untuk pemulihan 89 % dan 8 menit untuk yang sempurna. Pemulihan fosfagen terjadi sebagian besar melalui metabolisme aerobik. Akan tetapi, sistem

(7)

glikolisis mungkin juga menyumbang pada pemulihan kumpulan fosfagen setelah latihan yang berintensitas tinggi”.

2. Latihan Interval Anaerob

Latihan kecepatan lari 100 meter perlu memperhatikan rasio antara kerja-istirahat dengan tujuan memberikan waktu untuk tubuh kembali pada kondisi yang prima. Jenis latihan yang efektif untuk meningkatkan kecepatan adalah latihan interval anaerob. Latihan interval (interval training) merupakan serangkaian kerja ( latihan ) yang diulang-ulang yang diselingi dengan periode istirahat. Edward L. Fox & D. Mathew (1981:247) menyatakan latihan interval merupakan latihan yang diantara sesi pengulangannya diselingi dengan periode istirahat. Sedangkan anaerob adalah jenis aktifitas pada lari 100 meter.

Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff (2009:21) mengemukakan bahwa kecepatan dapat ditingkatkan dengan latihan sprint jarak pendek (20-80 m) dengan intensitas tinggi (90%-100%) dengan diselingi waktu istirahat yang panjang disetiap pengulangan (3-5 menit) dan disetiap set (6-8 menit).

a. Rasio Waktu Kerja dan Waktu Istirahat pada Latihan Interval Perbandingan (rasio) antara periode kerja dan istirahat dalam latihan interval ikut menentukan hasil latihan. Penentuan rasio kerja dan rasio istirahat yang salah dapat mengubah latihan kecepatan menjadi latihan daya tahan. Prinsip dapam latihan kecepatan adalah kerja/latihan (lari) dilakukan dengan kecepatan maksimal. Untuk memulihkan kembali ATP dan PC yang telah habis, maka perlu istirahat yang cukup untuk dapat mencapai pemulihan sempurna (recovery maksimal). Pengisisn kembali cadangan fosfagen biasanya merupakan sebuah proses cepat, dengan 70% pemulihan ATP yang terjadi dalam waktu sekitar 30 detik dan pemulihan yang sempurna yang terjadi dalam latihan selama 3 sampai 5 menit (Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff, 2009:22).

(8)

Sedangkan untuk PC memakan waktu lebih lama, yaitu 2menit untuk pemulihan 84%, 4 menit untuk pemulihan 89% dan 8 menit untuk pemulihan sempurna.

Tabel 1. Rasio kerja dan istirahat

(Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff, 2009:93)

Sistem Energi Waktu Kerja Rata-rata (s) Rasio Kerja-Istirahat ATP-PC

Glikolisis Cepat Glikolisis cepat dan lambat Metabolisme Oksidatif 5 – 10 15 – 30 60 – 180 180 1:12 - 1:20 1:3 – 1:5 1:3 – 1:4 2:1 – 1:3

Pengacu pada pendapat di atas bahwa latihan untuk meningkatkan kecepatan termasuk dalam latihan berintenstas tinggi. Sehingga proses pemulihan energi harus dilakukan secara sempurna untuk menghindari timbulnya asam laktat.

b. Pemulihan (recovery)

Recovery (pemulihan) atau regenerasi merupakan sebuah proses multifaktor yang menuntut pelatih dan atlet memahami susunan fisiologis atlet, pengaruh fisiologis dari pelatihan dan intervensi rekoveri dang pengaruh dari memadukan strategi pelatihan dengan konsep pemulihan. Selama aktivitas (latihan) berlangsung, terjadi konsep hutang oksigen (oxygen debt), artinya tingginya konsumsi oksigen selama pemulihan mencerminkan penggantian oksigen yang “dipinjam” pada saat beraktivitas atau mengisi kembali cadangan glikogen segera setelah beraktivitas.

Latihan interval anaerob pada latihan kecepatan 100 meter termasuk dalam kategori aktivitas dengan intensitas yang tinggi. Oleh karena itu, pemulihannya pun membutuhkan oksigen yang besar pula.

(9)

c. Latihan interval anaerob dengan rasio kerja-istirahat 1:10

Latihan interval dengan rasio kerja-istirahat 1:10, artinya adalah perbandingan 1 untuk waktu kerja dan 10 untuk waktu istirahat. Program latihan yang digunakan untuk melatih kecepatan lari 100 meter adalah latihan lari interval dengan menempuh jarak 20 sampai 80 meter. Waktu yang dicapai untuk menempuh jarak 80 meter adalah 12.30 detik, maka waktu istirahatnya adalah 123 detik. Dengan periode istirahat 123 detik, energi ATP-PC pelari baru pulih sebesar 68.3 % dari recovery maksimal, yaitu 3 menit sampai 5 menit. Karena ATP-PC belum pulih 100%, sedangkan aktifitas berlangsung terus menerus, maka energi tidak dapat untuk mensuplai ke dalam otot secara maksimal. Hal ini memungkinkan terjadinya akumulasi LA.

d. Latihan interval anaerob dengan rasio kerja-istirahat 1:15

Latihan interval anaerob dengan rasio kerja-isirahat 1:15, yaitu perbandingan 1 waktu kerja dan 15 untuk waktu istirahat. Pada saat pelaksanaan program latihan lari interval dengan jarak 80 meter, waktu yang dicapai adalah 12.30 detik, maka waktu istirahat yang tersedia adalah 185 detik . Waktu istirahat yang cukup untuk memulihkan kembali energi ATP-PC. Periode istirahat pada latihan interval anaerob dengan rasio 1:15 dalam rancangan penelitian ini cukup panjang, yaitu 185 detik. Ini berarti pemulihan ATP-PC sedah mencapai 100%. Dengan pemulihan ATP-PC yang maksimal akan atlet dapat melakukan latihan interval dengan kecepatan maksimal.

e. Latihan interval anaerob dengan rasio kerja-istirahat 1:20

Latihan interval anaerob dengan rasio kerja 1:20, artinya adalah 1 untuk kerja dan 20 untuk istirahat. Bila waktu yang diperlukan untuk latihan lari interval 80 meter adalah 12.30 detik, maka waktu istirahat yang diperoleh adalah 246 detik. Walaupun masih masuk dalam batas

(10)

recovery maksimal, rasio ini dinilai terlalu lama pada periode istirahat. Ini memungkinkan kembalinya otot pada kondisi awal, sehingga harus melakukan perenggangan lagi sebelum memulai latihan.

3. Kapasitas Aerob

Kapasitas aerob dapat diartikan sebagai kapasitas aerobik maksimal, power aerobic, fitness aerobic, VO2maks, daya tahan kardiorespirasi (jantung-paru) atau daya tahan umum. Kapasitas aerob merupakan kemampuan tubuh untuk mengambil O2 (paru-paru), mengedarkan (jantung dan pembuluh darah) dan memanfaatkan (otot) O2. Keterkaitan kapasitas aerob dalam program latihan adalah menetukan berapa kemampuan atlet untuk menerima beban latihan. Semakin tinggi kapasitas aerob atlet, maka akan dapat melewati latihan dengan baik, karena ia dapat melakukan latihan sekaligus pemulihan dengan waktu yang lebih cepat.

D. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data

Tabel 2. Deskripsi Data Hasil Tes Lari 100 Meter Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode dan Tingkat Kapasitas Aerob

Perlakuan

Tingkat Kapasitas

Aerob

Statistik Hasil Tes Awal Hasil Tes Akhir Peningkatan Latihan interval anaerob Tinggi Jumlah 56.97 52.29 4.68 Rerata 14.24 13.07 1.17 SD 0.32 0.04 0.29 Dengan rasio 1 : 20 Sedang Jumlah 56.32 53.51 2.81 Rerata 14.08 13.38 0.70 SD 0.29 0.47 0.22 Rendah Jumlah 56.64 50.79 5.85 Rerata 14.16 12.70 1.46 SD 0.37 0.30 0.18 Latihan interval anaerob Tinggi Jumlah 56.59 50.51 6.08 Rerata 14.15 12.63 1.52 SD 0.23 0.24 0.26

(11)

Dengan rasio 1 : 15 Sedang Jumlah 56.55 51.95 4.60 Rerata 14.14 12.99 1.15 SD 0.25 0.22 0.16 Rendah Jumlah 58.23 54.52 3.71 Rerata 14.56 13.63 0.93 SD 0.17 0.60 0.47 Latihan interval anaerob dengan rasio 1 : 10 Tinggi Jumlah 56.74 52.23 4.41 Rerata 14.19 13.08 1.10 SD 0.23 0.35 0.55 Sedang Jumlah 56.88 54.29 2.59 Rerata 14.22 13.57 0.65 SD 0.46 0.60 0.14 Rendah Jumlah 56.67 54.79 1.88 Rerata 14.17 13.70 0.47 SD 0.31 0.25 0.11 2. Pengujian Hipotesis

Tabel 3. Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Faktor Sumber Variasi dk JK RJK F0 Ft Rata-rata perlakuan A B Ab Kekeliruan 1 2 2 4 27 37.23 1.43 1.19 1.56 2.44 37.23 0.71 0.56 0.39 0.09 7.88* 6.56* 4.30* 4.15 Total 36 43.84 Keterangan: JK : Jumlah kuadrat dk : Derajat kebebasan RK : Rata-rata jumlah kuadrat Fo : Harga F observasi

Ft : Harga F tabel pada α = 0.05 A : Kelompok latihan senam aerobik

B : Kelompok anggota sanggar senam berdasarkan klasifikasi Body Mass Index

AB : Interaksi antara kelompok latihan senam aerobik dengan Body Mass Index

(12)

E. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan interval anaerob dengan rasio kerja istirahat 1 : 20, 1 : 15 dan 1 : 10 dalam peningkatan kecepatan lari 100 meter. Pengaruh latihan interval dengan rasio kerja istirahat 1 : 15 merupakan rasio kerja istirahat yang paling baik di antara ketiga rasio di atas. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rasio kerja istirahat 1:20 lebih baik dibandingakan rasio rasio kerja istirahat 1:10.

2. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara kapasitas aerob tinggi, sedang dan rendah terhadap kecepatan lari 100 meter. Peningkatan kecepatan lari 100 meter atlet yang memiliki kapasitas aerob tinggi lebih baik dibandingkan atlet yang memiliki kapasitas aerob sedang dan rendah.

3. Terdapat interaksi yang signifikan antara perbedaan rasio kerja istirahat pada latihan interval anaerob dan kapasitas aerob terhadap hasil kecepatan lari 100 meter.

DAFTAR PUSTAKA

Bompa. 1990. Theory dan Methodology of Training. Kendall/Hant: IOWA of University.

Bompa, Tudor O. & G. Gregory Haff. 2009. Periodizaion Theory and Methodology of Training. Australia: Human Kinetis.

Carr, Gerry A. 1997. Atletik untuk Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Depdiknas. 2000. Pedoman dan Modul Pelatihan Kesehatan Olahraga bagi Pelatih Olahragawan Pelajar. Jakarta: Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani. Foss, Merle L. & Steven J. Keteyian. 1998. Fox’s Physiological Basic for Exercise

(13)

Fox, Edward L. & Mathew, D. 1981. The Physiological Basic of Physical Education and Athletis. Philadelpia: Saunders Colege Publishing.

Fox, Edward L. 1984. Sport Physiology, 2nd edition. Tokyo: Saunders Colege Publishing.

Fox, Edward L., Bower, R. W. & Foss, M. L. 1988. The Physiological Basic of Physical Education and Atletics. Philadelphia: Saunders Colege Publishing. Fox, Edward L., Bower, R. W. & Foss, M. L. 1993. The Physiological Basic for

Exercise and Sport. Dubuque: WCD Brown Benchmark Publisher.

Hadisasmita, Yusuf dan Aip Syarifuddin. 1996. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta : Dirjendikti Jakarta.

Hamid, A. 2000. Teori dan Praktek Atletik. Surakarta: Depdikbud UNS.

Harsono. 1988. Choaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Choaching. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjendikti.

Hidayat, Imam. 1997. Biomekanika Bandung. FPOK Bandung

http://www.koni.or.id/files/documents/journal/1.%20PRINSIP%20PRINSIP%20LAT IHAN%20Oleh%20Dikdik%20Zafar%20Sidik.pdf diakses tanggal 2 Oktober 2011

BIODATA PENULIS

Nama : Ratna Kumala Setyaningrum, S. Pd,. M.Or. Pendidikan : S1 Program Studi Penjaskesrek (JPOK UNS)

S2 Program Studi Ilmu Keolahragaan Pasca Sarjana (UNS)

Menjadi dosen pada jurusan pendidikan olahraga dan kesehatan, FKIP UTP

Alamat Kantor : FKIP UTP Surakarta. Jln, Walanda Meramis no. 34 Cengklik Surakarta. Telp. (0271) 854188.

Gambar

Tabel 1. Rasio kerja dan istirahat
Tabel  2.  Deskripsi  Data  Hasil  Tes  Lari  100  Meter  Tiap  Kelompok  Berdasarkan Penggunaan Metode dan Tingkat Kapasitas Aerob
Tabel 3. Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Faktor  Sumber  Variasi  dk  JK  RJK  F 0 F t Rata-rata  perlakuan  A  B  Ab  Kekeliruan  1 2 2 4  27  37.23 1.43 1.19 1.56 2.44  37.23 0.71 0.56 0.39 0.09  7.88* 6.56* 4.30*  4.15  Total  36  43.84  Keterangan

Referensi

Dokumen terkait

Rencana kegiatan kampanye yang akan dilakukan adalah dengan melaksanakan metode-metode Digital Marketing (Search Engine Optimization (SEO), Social Media Marketing,

MENPAN NO.17 Bab I pasal I ayat 2 tentang jabatan fungsional epidemiologi

Profesi merupakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan atau pendidikan tertentu, sehingga dikatakan profesi guru adalah keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas

10. Berdasarkan urutan prestasi keterampilan menyi- mak yang terdapat di dalam Tabel 11 yang didasarkan kepada nilai rata-rata yang diperoleh, maka dapat diketahui

papan flanel, guru dan peneliti memberikan perhatian dan.. memotivasi anak agar lebih percaya diri dengan memberikan reward tidak hanya berupa ucapan tetapi juga

Pada kualifikasi khusus, kepala SDN 3 Tamanagung juga telah memenuhi seluruh kualifikasi, yang meliputi: (a) telah berstatus sebagai guru SD/MI; (b) telah

Penjelasan dari pasal ini yaitu pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berffikir yang dapat meningkatkan

Pada gambar tersebut terlihat bahwa pada pengamatan selama enam jam aklimasi injeksi hormon kortisol pada ikan sidat yang diaklimasi pada medium dengam salinitas