• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Lap Akhir Tatralok-TUAL (Land Pikir & Lingk Strategis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB III Lap Akhir Tatralok-TUAL (Land Pikir & Lingk Strategis)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

BAB III

LANDASAN PEMIKIRAN

LANDASAN PEMIKIRAN

DAN LINGKUNGAN STRATEGIS

DAN LINGKUNGAN STRATEGIS

3.1. UMUM

Konsep Sistranas tahun 2005 menyatakan bahwa daerah memiliki otoritas yang lebih besar khususnya dalam penyelenggaraan transportasi di daerah masing-masing sesuai dengan semangat otonomi daerah.

Sistem Transportasi Nasional dijabarkan dalam tataran nasional, wilayah (provinsi), dan lokal (kabupaten/kota) yang saling berhubungan dan terpadu dalam suatu sistem yang berdimensi waktu. Sistem Transportasi Nasional dalam perwujudannya sebagai Tatranas, Tatrawil, dan Tatralok sangat erat kaitannya dengan rencana sektor-sektor lain khususnya rencana tata ruang sebagai payung bagi rencana-rencana sektor lainnya termasuk transportasi.

Sistem Transportasi Nasional merupakan penunjang sekaligus pendorong sektor lain untuk tumbuh dan berkembang. Sistem Transportasi Nasional menjadi instrumen bagi rencana tata ruang untuk mewujudkan pola dan struktur ruang yang diinginkan baik pada tataran nasional (RTRWN), wilayah (RTRWP), maupun lokal (RTRWK). Aspek lain yang perlu diperhatikan selain ruang adalah potensi wilayah dan permasalahannya termasuk lokasi-lokasi bencana serta aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang akan mempengaruhi permintaan transportasi.

3.2. LANDASAN PEMIKIRAN 3.2.1. Visi Misi Sistranas

Penyusunan Tatralok dalam rangka mewujudkan visi Sistranas yaitu: ”pelayanan transportasi yang efektif dan efisien” dan misi Sistranas, yaitu:

(2)

(2) Mempercepat laju pertumbuhan pembangunan nasional dan memperkuat posisi untuk memperjuangkan kepentingan negara dan bangsa dalam pergaulan dan percaturan internasional.

(3) Menyediakan masukan serta dukungan prasarana dan sarana transportasi bagi kemajuan ekonomi, perdagangan, dan industri manufaktur.

(4) Meningkatkan daya saing industri jasa transportasi nasional sehingga dapat memberikan nilai tambah

3.2.2. Kebijakan Sistranas

Penyediaan layanan transportasi direncanakan untuk secara terus menerus dan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas layanannya sesuai dengan kemampuan dan karakteristik daerah masing-masing. Kebijakan sistranas menekankan bahwa keterpaduan antara tatranas, tatrawil, dan tatralok perlu diperhatikan untuk mewujudkan satu kesatuan sistem transportasi secara utuh menuju pelayanan transportasi yang efektif dan efisien.

Sektor transportasi sangat penting peranannya dalam mempromosikan pengembangan sektor lain terutama untuk membuka akses pasar yang dapat meningkatkan daya saing produk. Hal ini dapat terwujud apabila layanan transportasi dilakukan secara efisien.

Provinsi Maluku merupakan bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang luas sehingga jasa layanan tranasportasi menjadi urat nadi sistem logistik baik di nasional maupun wilayah. Kesulitan layanan transportasi akibat keadaan cuaca yang buruk untuk wilayah kepulauan seperti Provinsi Maluku sangat mempengaruhi sistem suplai logistik baik BBM, makanan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya.

Penyelenggaraan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien tidak dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri karena sedikit demi sedikit akan hanya berperan sebagai regulator kecuali untuk pelayanan yang bukan untuk kepentingan komersial seperti penyediaan jasa keperintisan. Peran swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan koperasi diharapkan semakin besar dari tahun ke tahun.

(3)

antarmoda, pengembangan kapasitas, peningkatan layanan untuk daerah terpencil dan KTI, peningkatan layanan untuk masyarakat tertentu, serta peningkatan layanan pada keadaan darurat (bencana).

Kebijakan transportasi nasional juga menekankan pada aspek keamanan dan keselamatan, pembinaan pengusahaan transportasi, peningkatan kualitas SDM dan IPTEK, pemeliharaan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup dan energi, peningkatan penyediaan dana pembangunan transportasi, serta peningkatan kualitas administrasi negara di sektor transportasi.

Arah perwujudan Sistranas dalam pembangunan adalah sebagai berikut:

(1) Sistem Transportasi Nasional menjadi pedoman dalam pengaturan, pembangunan, dan pengoperasian transportasi di Indonesia.

(2) Sistem Transportasi Nasional sebagai acuan dalam penyusunan dokumen penyelenggaraan transportasi seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Strategis (Renstra).

(3) Perwujudan Sistranas berupa Tatranas, Tatrawil, dan Tatralok yang saling berhubungan dan terpadu dalam suatu sistem dan berdimensi waktu.

(4) Pengembangan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan pada masing-masing tataran memperhatikan aspek komersial dan keperintisan serta keunggulan moda sesuai dengan kondisi geografi, demografi, dan sumber daya alam.

Hubungan antartataran dalam suatu sistem transportasi adalah sebagai berikut:

(1) Kesisteman

Tatranas, Tatrawil, dan Tatralok sebagai perwujudan Sistranas, merupakan tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman dan masing-masing tataran mempunyai karakteristik fungsional yang saling terkait serta berinteraksi membentuk sistem pelayanan transportasi.

(2) Keterpaduan

(4)

Tatranas, Tatrawil, dan Tatralok disusun dengan memperhatikan arah dan kebijakan pembangunan, perkembangan sektor terkait, serta lingkungan strategis dalam horizon untuk jangka waktu menengah dan jangka panjang serta dikaji ulang sekurang-kurangnya setiap 5 tahun

Prinsip dasar dalam penyusunan Tatranas, Tatrawil, dan Tatralok adalah sebagai berikut:

(1) Keadilan

(2) Transparansi

(3) Akuntabel

(4) Realistik

(5) Kesisteman

(6) Keunggulan moda

(7) Keterpaduan intra dan antarmoda

(8) Koordinasi dan sinkronisasi

(9) Tinjau ulang secara berkala

Prinsip dasar penataan dan pembangunan jaringan transportasi

(1) Fungsional

Jaringan dikelompokkan dalam berbagai tatanan dengan karakteristik fungsional yang berbeda

(2) Struktural

Pada masing-masing tatanan dirumuskan susunan yang saling terkait namun dapat dibedakan menurut intensitasnya.

(3) Keunggulan karakteristik moda dan keterpaduan

Penentuan peran masing-masing moda pada setiap tataran dilakukan dengan memanfaatkan secara maksimal keunggulan masing-masing moda dan kelemahannya diantisipasi melalui pemaduan antarmoda.

(4) Optimalisasi

Pilihan terhadap suatu tatanan dikaitkan dengan faktor pembatas sumber daya sebagai upaya mendapatkan manfaat maksimal dengan pengorbanan minimal serta memberikan kontribusi maksimal dalam upaya pelestarian lingkungan.

(5)

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2006 tentang jalan menyebutkan bahwa pengertian jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Lingkup PP Nomor 34 Tahun 2006 terdiri dari pengaturan jalan umum dan jalan khusus. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalulintas umum. Jalan umum dikelompokkan dalam sistem jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan, dan kelas jalan. Jalan umum diatur dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 32. Pengertian jalan khusus adalah jalan yang dibangun dan dipelihara oleh orang atau instansi untuk melayani kepentingan sendiri (Pasal 121). Pengaturan lebih lanjut jalan khusus terdapat dalam Pasal 121 sampai dengan Pasal 124.

Penjelasan lebih lanjut mengenai jalan dan kelasnya, adalah sebagai berikut:

(1) Fungsi Jalan

Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan dibedakan atas arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan. Fungsi jalan terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

Fungsi jalan pada sistem jaringan primer dibedakan atas arteri primer, kolektor primer, lokal primer, dan lingkungan primer.

(6)

Tabel 3.1. Penetapan Sistem Jaringan Jalan, Fungsi Jalan, Status Jalan, dan Kelas Jalan Menurut Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2006

Kelompo

Sumber: diolah dari PP No 34 tahun 2006 tentang Jalan.

Pengertian dari masing-masing fungsi jalan tersebut adalah:

(a) Jalan arteri primer adalah menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau antara Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).

(b) Jalan kolektor primer adalah menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan Pusat Kegiatan Lokal (PKL), antar-PKW, atau antara PKW dengan PKL.

(7)

(d) Jalan lingkungan primer adalah menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan.

(e) Jalan arteri sekunder adalah menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder pertama, kawasan sekunder pertama dengan kawasan sekunder pertama, atau kawasan sekunder pertama dengan kawasan sekunder kedua.

(f) Jalan kolektor sekunder adalah menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

(g) Jalan lokal sekunder adalah menghubungkan kawasan sekunder pertama dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

(h) Jalan lingkungan sekunder adalah menghubungkan antarpersi dalam kawasan perkotaan.

(2) Persyaratan Teknis Jalan

Persyaratan teknis jalan meliputi kecepatan rencana, lebar badan jalan, kapasitas, jalan masuk, persimpangan sebidang, bangunan pelengkap, perlengkapan jalan, penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya, dan tidak terputus. Persyaratan teknis jalan tersebut harus memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan, dan lingkungan.

Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Lalu lintas jarak jauh jalan arteri primer tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian rupa sehingga ketentuan tersebut harus tetap terpenuhi. Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan di atas. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

(8)

atas masih tetap terpenuhi. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan tertentu harus tetap memenuhi ketentuan di atas. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter. Jalan lokal primer yang memasuki kawasan perdesaan tidak boleh terputus. Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15 (lima belas) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter. Persyaratan teknis jalan lingkungan primer diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih. Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata. Lalu lintas cepat jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat. Persimpangan sebidang pada jalan arteri sekunder dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi ketentuan di atas.

Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter. Jalan kolektor sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata. Pada jalan kolektor sekunder lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor sekunder dengan pengaturan tertentu harus memenuhi di atas.

Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter.

(9)

kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih. Jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

Jalan dilengkapi dengan bangunan pelengkap. Bangunan pelengkap jalan harus disesuaikan dengan fungsi jalan yang bersangkutan. Jalan dilengkapi dengan perlengkapan jalan. Perlengkapan jalan terdiri atas perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dan tidak langsung dengan pengguna jalan.

Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan meliputi perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan baik wajib maupun tidak wajib. Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan harus memenuhi ketentuan teknis perlengkapan jalan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

Perlengkapan jalan yang berkaitan tidak langsung dengan pengguna jalan harus memenuhi persyaratan teknis perlengkapan jalan. Perlengkapan jalan yang berkaitan tidak langsung dengan pengguna jalan diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan setelah memperhatikan pendapat Menteri.

Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan pada pembangunan jalan baru dan peningkatan jalan dilaksanakan oleh penyelenggara jalan dengan berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Perlengkapan jalan yang berkaitan tidak langsung dengan pengguna jalan dilaksanakan oleh penyelenggara jalan sesuai kewenangannya.

(3) Status Jalan

Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan menjadi :

(a) Jalan nasional terdiri atas jalan arteri primer; jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota provinsi; jalan tol; dan jalan strategis nasional

(10)

(c) Jalan kabupaten terdiri atas jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi; jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antaribukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa; jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi dan jalan sekunder dalam kota; dan jalan strategis kabupaten

(d) Jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota.

(e) Jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa.

(4) Kelas Jalan

Kelas jalan dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan serta spesifikasi penyediaan prasarana jalan.

Pembagian kelas jalan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.

Spesifikasi penyediaan prasarana jalan meliputi pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur, ketersediaan median, serta pagar. Spesifikasi jalan bebas hambatan meliputi pengendalian jalan masuk secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang milik jalan dilengkapi dengan median paling sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah, dan lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

Spesifikasi jalan raya meliputi jalan umum untuk lalu lintas secara menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas yang dilengkapi dengan median paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah dan lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

(11)

Spesifikasi jalan kecil meliputi jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat dan paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 5,5 (lima koma lima) meter.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana diatur dalam Peraturan Menteri.

(5) Bagian-bagian Jalan dan Pemanfaatan Bagian-Bagian

Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

Ruang manfaat jalan hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. Trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.

Badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan. Badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas untuk menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta pengamanan konstruksi jalan.

Ruang bebas dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu. Lebar ruang bebas sesuai dengan lebar badan jalan. Tinggi dan kedalaman ruang bebas ditetapkan lebih lanjut oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri. Tinggi ruang bebas bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 5 (lima) meter. Kedalaman ruang bebas bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 1,5 (satu koma lima) meter dari permukaan jalan.

(12)

yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan. Dimensi dan ketentuan teknis saluran tepi jalan ditentukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

Ambang pengaman jalan berupa bidang tanah dan/atau konstruksi bangunan pengaman yang berada di antara tepi badan jalan dan batas ruang manfaat jalan yang hanya diperuntukkan bagi pengamanan konstruksi jalan.

Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan. Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman, dan tinggi tertentu. Ruang milik jalan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas pada masa mendatang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut:

(a) jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter

(b) jalan raya 25 (dua puluh lima) meter

(c) jalan sedang 15 (lima belas) meter

(d) jalan kecil 11 (sebelas) meter

Ruang milik jalan diberi tanda batas ruang milik jalan yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan. Ketentuan lebih lanjut mengenai lebar ruang milik jalan dan tanda batas ruang milik jalan diatur dalam Peraturan Menteri. Apabila terjadi gangguan dan hambatan terhadap fungsi ruang milik jalan, penyelenggara jalan wajib segera mengambil tindakan untuk kepentingan pengguna jalan. Bidang tanah ruang milik jalan dikuasai oleh penyelenggara jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sejalur tanah tertentu dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai lansekap jalan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah ruang milik jalan diatur dalam Peraturan Menteri.

(13)

Apabila ruang milik jalan tidak cukup luas, maka lebar ruang pengawasan jalan ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut:

(a) jalan arteri primer 15 (lima belas) meter

(b) jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter

(c) jalan lokal primer 7 (tujuh) meter

(d) jalan lingkungan primer 5 (lima) meter

(e) jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter

(f) jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter

(g) jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter

(h) jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter

(i) jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu

Setiap orang dilarang menggunakan ruang pengawasan jalan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Ketentuan tidak berlaku bagi Jalan Khusus. Dalam pengawasan penggunaan ruang pengawasan jalan, penyelenggara jalan yang bersangkutan bersama instansi terkait berwenang mengeluarkan larangan terhadap kegiatan tertentu yang dapat mengganggu pandangan bebas pengemudi dan konstruksi jalan, dan/atau berwenang melakukan perbuatan tertentu untuk menjamin peruntukan ruang pengawasan jalan. Pemanfaatan bagian-bagian jalan meliputi bangunan utilitas, penanaman pohon, dan prasarana moda transportasi lain.

(6) Jalan Khusus

Jalan khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh orang atau instansi untuk melayani kepentingan sendiri. Penyelenggaraan jalan khusus dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan Menteri.

Suatu ruas jalan khusus apabila digunakan untuk lalu lintas umum sepanjang tidak merugikan kepentingan penyelenggara jalan khusus dapat dibangun sesuai dengan persyaratan jalan umum.

(14)

penyelenggara jalan khusus. Penyelenggara jalan khusus dapat menyerahkan jalan khusus kepada pemerintah kabupaten/kota untuk dinyatakan sebagai jalan umum. Pemerintah kabupaten/kota dapat mengambil alih suatu ruas jalan khusus tertentu untuk dijadikan jalan umum dengan pertimbangan sebagai berikut:

(a) untuk kepentingan pertahanan dan keamanan Negara;

(b) untuk kepentingan pembangunan ekonomi nasional dan perkembangan suatu daerah; dan/atau

(c) untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

3.2.4. Tatanan Kepelabuhaan Nasional

Salah satu dasar pemikiran pengaturan kepelabuhan nasional melalui PP Nomor 69 Tahun 2001, yakni dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah pemerintah daerah diberikan peran dalam penyelenggaraan kepelabuhan.

Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran merupakan tempat untuk menyelenggarakan pelayanan jasa kepelabuhanan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan, dan kegiatan ekonomi lainnya ditata secara terpadu guna mewujudkan penyediaan jasa kepelabuhan sesuai dengan tingkat kebutuhan. Penataan kepelabuhan nasional diperlukan untuk mewujudkan penyelenggaraan pelabuhan yang handal, berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi nasional, dan mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah.

Beberapa aspek penting yang terkait dengan materi pengaturan kepelabuhanan tersebut, antara lain:

(1) Pengertian yang Terkait dengan Pelabuhanan

(15)

Kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda, serta mendorong perekonomian nasional dan daerah.

Pelabuhan umum adalah pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat umum.

Pelabuhan daratan adalah suatu tempat tertentu di daratan dengan batas-batas yang jelas dilengkapi dengan fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan, gudang, serta prasarana dan sarana angkutan barang dengan cara pengemasan khusus yang berfungsi sebagai pelabuhan umum.

Pelabuhan Khusus adalah pelabuhan yang dikelola untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.

(2) Tatanan Kepelabuhan Nasional

Pentingnya melakukan penataan kepelabuhan nasional secara terpadu agar penyediaan jasa kepelabuhan sesuai dengan tingkat kebutuhan serta menunjang pembangunan nasional dan daerah.

Penyusunan tatanan kepelabuhan nasional dilakukan dengan memperhatikan:

(a) tata ruang wilayah

(b) sistem transportasi nasional

(c) pertumbuhan ekonomi

(d) pola/jalur pelayanan angkutan laut nasional dan internasional

(e) kelestarian lingkungan

(f) keselamatan pelayaran

(g) standarisasi nasional, kriteria, dan norma.

(16)

Tatanan kepelabuhan nasional ini sekurang-kurangnya memuat kegiatan, peran dan fungsi, klasifikasi, serta jenis pelabuhan.

Pelabuhan menurut kegiatannya terdiri dari pelabuhan yang melayani kegiatan:

(a) angkutan laut yang selanjutnya disebut pelabuhan laut

(b) angkutan sungai dan danau yang selanjutnya disebut pelabuhan sungai dan danau

(c) angkutan penyeberangan yang selanjutnya disebut pelabuhan penyeberangan

Pelabuhan menurut perannya merupakan :

(a) simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hirarkinya

(b) pintu gerbang kegiatan perekonomian daerah, nasional dan internasional

(c) tempat kegiatan alih moda transportasi

(d) penunjang kegiatan industri dan perdagangan

(e) tempat distribusi, konsolidasi dan produksi

Pelabuhan menurut fungsinya, diarahkan pada pelayanan :

(a) kegiatan pemerintahan

(b) kegiatan jasa kepelabuhanan

(c) kegiatan jasa kawasan

(d) kegiatan penunjang kepelabuhanan

Pelabuhan menurut klasifikasinya ditetapkan dengan memperhatikan :

(a) fasilitas pelabuhan

(b) operasional pelabuhan

(c) peran dan fungsi pelabuhan

Pelabuhan menurut jenisnya terdiri dari :

(a) pelabuhan umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum

(b) pelabuhan khusus yang digunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu

Pelabuhan menurut kegiatannya jika dilihat secara hirarki peran dan fungsi pelabuhan laut, terdiri dari:

(17)

(b) pelabuhan internasional merupakan pelabuhan utama sekunder

(c) pelabuhan nasional merupakan pelabuhan utama tersier

(d) pelabuhan regional merupakan pelabuhan pengumpan primer

(e) pelabuhan lokal merupakan pelabuhan pengumpan sekunder

Pelabuhan menurut kegiatannya jika dilihat secara hirarki peran dan fungsi pelabuhan penyeberangan terdiri :

(a) pelabuhan penyeberangan lintas provinsi dan antarnegara

(b) pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota

(c) pelabuhan penyeberangan lintas dalam kabupaten/kota

Pelabuhan menurut kegiatannya jika dilihat secara hirarki peran dan fungsi pelabuhan khusus, terdiri dari :

(a) pelabuhan khusus nasional/internasional

(b) pelabuhan khusus regional

(c) pelabuhan khusus lokal

Pelabuhan internasional hub yang merupakan pelabuhan utama primer ditetapkan dengan memperhatikan :

(a) kedekatan dengan pasar internasional

(b) kedekatan dengan jalur pelayaran internasional

(c) kedekatan dengan jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)

(d) berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang internasional

(e) memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan internasional hub lainnya

(f) memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang dengan luas daratan dan perairan tertentu

(g) volume kegiatan bongkar muat

Pelabuhan internasional yang merupakan pelabuhan utama sekunder ditetapkan dengan memperhatikan :

(a) kedekatan dengan jalur pelayaran nasional dan internasional

(b) sebagai tempat alih muat penumpang dan barang nasional

(18)

(d) memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang dengan luas daratan dan perairan tertentu

(e) volume kegiatan bongkar muat

Pelabuhan nasional yang merupakan pelabuhan utama tersier ditetapkan dengan memperhatikan :

(a) kebijakan Pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan nasional dan peningkatan pertumbuhan wilayah

(b) sebagai tempat alih muat penumpang dan barang nasional serta dapat menangani semi kontainer

(c) mempunyai jarak tertentu dengan pelabuhan nasional lainnya

(d) mempunyai jarak tertentu terhadap jalur/rute lintas pelayaran nasional

(e) memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang dengan luas daratan dan perairan tertentu

(f) kedekatan dengan jalur/lalu lintas pelayaran antarpulau

(g) berada (dekat) dengan pusat pertumbuhan wilayah ibu kota kabupaten/kota dan kawasan pertumbuhan nasional

(h) volume kegiatan bongkar muat

Pelabuhan regional yang merupakan pelabuhan pengumpan primer ditetapkan dengan memperhatikan :

(a) kebijakan pemerintah yang menunjang pusat pertumbuhan ekonomi

(b) provinsi dan pemerataan pembangunan antarprovinsi

(c) berfungsi sebagai tempat pelayanan penumpang dan barang interkabupaten/kota

(d) memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan regional lainnya

(e) memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang dengan luas daratan dan perairan tertentu

(f) volume kegiatan bongkar muat

Pelabuhan lokal yang merupakan pelabuhan pengumpan sekunder ditetapkan dengan memperhatikan :

(a) kebijakan Pemerintah untuk menunjang pusat pertumbuhan ekonomi

(19)

(c) berfungsi untuk melayani penumpang dan barang antarkecamatan dalam kabupaten/kota terhadap kebutuhan moda transportasi laut dan/atau perairan

(d) memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang dengan luas daratan dan perairan tertentu

(e) volume kegiatan bongkar muat

Pelabuhan penyeberangan lintas provinsi dan antarnegara ditetapkan dengan memperhatikan fungsi jalan yang dihubungkannya yaitu jalan nasional dan jalan antarnegara..

Pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota ditetapkan dengan memperhatikan fungsi jalan yang dihubungkannya yaitu jalan Provinsi.

Pelabuhan penyeberangan lintas dalam kabupaten/kota ditetapkan dengan memperhatikan fungsi jalan yang dihubungkannya yaitu jalan kabupaten/kota.

Beberapa kriteria untuk menetapkan pelabuhan khusus nasional/internasional, yaitu:

(a) bobot kapal 3000 DWT atau lebih

(b) panjang dermaga 70 M' atau lebih

(c) kedalaman di depan dermaga - 5 M LWS atau lebih

(d) menangani pelayanan barang-barang berbahaya dan beracun (B3)

(e) melayani kegiatan pelayanan lintas provinsi dan internasional

Pelabuhan khusus regional ditetapkan dengan beberapa kriteria sebagai berikut :

(a) bobot kapal lebih dari 1000 DWT dan kurang dari 3000 DWT

(b) panjang dermaga kurang dari 70 M' dengan konstruksi beton/baja

(c) kedalaman di depan dermaga kurang dari - 5 M LWS

(d) tidak menangani pelayanan barang-barang berbahaya dan beracun (B3)

(e) melayani kegiatan pelayanan lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi.

Pelabuhan khusus lokal ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:

(a) bobot kapal kurang dari 1000 DWT

(b) panjang dermaga kurang dari 50 M' dengan konstruksi kayu

(20)

(e) melayani kegiatan pelayanan lintas dalam satu kabupaten/kota

(3) Pelaksanaan kegiatan di pelabuhan umum

Pelabuhan umum diselenggarakan oleh :

(a) Pemerintah pusat yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada BUMN

(b) Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada BUMD

(4) Pelaksanaan kegiatan di pelabuhan khusus

Pelabuhan khusus diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Indonesia.

Pelabuhan khusus merupakan pelabuhan yang dikelola untuk menunjang kegiatan tertentu yang ditetapkan dengan memperhatikan:

(a) kebijakan pemerintah untuk menunjang perekonomian

(b) berfungsi untuk melayani angkutan bahan baku, hasil produksi, dan peralatan penunjang produksi sendiri

(c) memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan umum

(d) memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terlindung dari gelombang dengan luas daerah daratan dan perairan tertentu

Pelabuhan umum dan pelabuhan khusus menurut penggunaannya dibedakan menjadi :

(1) pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri

(2) pelabuhan yang tidak terbuka untuk perdagangan luar negeri

3.2.5. Tatanan Kebandaraan Nasional

Penetapan PP Nomor 70 Tahun 2001 tentang kebandarudaraan selain sebagai pelaksanaan dari UU juga dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dimana pemerintah daerah diberikan peran dalam penyelenggaraan kebandarudaraan.

(21)

dan/atau pos yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antarmoda transportasi.

Bandar udara sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan penerbangan merupakan tempat untuk menyelenggarakan pelayanan jasa kebandarudaraan serta melaksanakan kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi lainnya yang ditata secara terpadu guna mewujudkan penyediaan jasa kebandarudaraan sesuai dengan tingkat kebutuhan.

Bandar udara ditata dalam satu kesatuan tatanan kebandarudaraan nasional guna mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang andal dan berkemampuan tinggi dalam rangka menunjang pembangunan nasional dan daerah.

Kebandarudaraan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan bandara dan kegiatan lainnya untuk melaksanakan fungsi bandara guna menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo dan/atau pos, keselamatan penerbangan, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda, serta mendorong perekonomian nasional dan daerah.

Kebandarudaraan yang meliputi tatanan dan kegiatan kebandaraan dapat diuraikan sebagai berikut:

(1) Tatanan Kebandaraan Nasional

Pengertian tatanan kebandarudaraan nasional adalah suatu sistem kebandarudaraan nasional yang memuat tentang hirarki, peran, fungsi, klasifikasi, jenis, penyelenggaraan, kegiatan, keterpaduan intra dan antarmoda, serta keterpaduan dengan sektor lainnya.

Penyusunan tatanan kebandarudaraan nasional dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang, pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan keamanan dan keselamatan penerbangan.

Tatanan kebandarudaraan nasional sekurang-kurangnya memuat :

(a) fungsi, penggunaan, klasifikasi, status, penyelenggaraan, dan kegiatan bandara

(b) keterpaduan intra dan antarmoda transportasi

(22)

(a) simpul dalam jaringan transportasi udara sesuai dengan hirarki fungsinya

(b) pintu gerbang kegiatan perekonomian nasional dan internasional

(c) tempat kegiatan alih moda transportasi

Bandar udara menurut penggunaannya dibedakan atas:

(a) bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri

(b) bandar udara yang tidak terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri

Bandar udara menurut klasifikasinya dibedakan dalam beberapa kelas berdasarkan fasilitas dan kegiatan operasional bandar udara dan jenis pengendalian ruang udara di sekitarnya.

Bandar udara menurut statusnya terdiri atas:

(a) bandar udara umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum

(b) bandar udara khusus yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu

Pengertian bandar udara umum adalah bandar udara yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum.

Bandar udara khusus adalah bandar udara yang penggunaannya hanya untuk menunjang kegiatan tertentu dan tidak dipergunakan untuk umum.

Bandar udara menurut penyelenggaraannya dibedakan atas :

(a) bandar udara umum yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota atau badan usaha kebandarudaraan;

(b) bandar udara khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan Badan Hukum Indonesia.

Bandar udara menurut kegiatannya terdiri dari bandar udara yang melayani kegiatan :

(a) pendaratan dan lepas landas pesawat udara untuk melayani kepentingan angkutan udara

(23)

Bandar udara menurut hirarki fungsi dibedakan atas bandara pusat penyebaran dan bandara bukan pusat penyebaran.

Perbedaan bandara ditentukan berdasarkan penilaian atas kriteria sebagai berikut :

(a) Status kota dalam RTRWN yang meliputi PKN, PKW, dan PKL

(b) Status Penggunaan Bandar Udara yang meliputi internasional dan domestik

(c) Jumlah kepadatan penumpang yang meliputi datang dan berangkat, transit, dan frekuensi penerbangan

(d) Rute penerbangan yang meliputi penerbangan dalam negeri, penerbangan luar negeri, dan dalam negeri yang menjadi cakupannya

(2) Pelaksanaan Kegiatan di Bandar Udara Umum

Pelaksana kegiatan di bandara umum terdiri dari pelaksana fungsi Pemerintah, penyelenggara bandara, dan Badan Hukum Indonesia yang memberikan pelayanan jasa kebandarudaraan berkaitan dengan lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo, dan pos.

Pelaksana fungsi Pemerintah merupakan pemegang fungsi keamanan dan keselamatan serta kelancaran penerbangan, bea dan cukai, imigrasi, keamanan dan ketertiban di bandara, serta karantina.

Penyelenggara bandara terdiri dari :

(a) Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja bandara pada bandara umum yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota

(b) Unit Pelaksana dari Badan Usaha Kebandarudaraan pada bandara umum yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Kebandarudaraan.

Pelaksanaan kegiatan fungsi Pemerintah dan pelayanan jasa kebandarudaraan di bandara umum yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Kepala Bandara.

(24)

Pejabat pemegang fungsi koordinasi mempunyai wewenang sebagai berikut:

(a) mengkoordinasikan kegiatan fungsi pemerintahan terkait dan kegiatan pelayanan jasa kebandarudaraan guna menjamin kelancaran kegiatan operasional di bandar udara

(b) menyelesaikan masalah-masalah yang dapat mengganggu kelancaran kegiatan operasional bandara yang tidak dapat diselesaikan oleh instansi Pemerintah, badan usaha kebandarudaraan, dan Badan Hukum Indonesia atau unit kerja terkait lainnya secara sendiri-sendiri

(3) Pelaksanaan Kegiaatan di Bandar Udara Khusus

Pengelolaan bandara khusus dapat dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota atau Badan Hukum Indonesia untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.

Pengelolaan bandara khusus dapat dilakukan apabila:

(a) bandara umum yang ada tidak dapat melayani sesuai dengan yang dibutuhkan karena keterbatasan kemampuan/fasilitas yang tersedia

(b) berdasarkan pertimbangan ekonomis dan teknis operasional akan lebih efektif dan efisien serta lebih menjamin keselamatan penerbangan apabila membangun dan mengoperasikan bandara khusus

Bandar udara khusus harus berada di luar kawasan keselamatan operasi penerbangan bandara umum dan pangkalan udara.

Wilayah bandara khusus meliputi daratan dan/atau perairan dan ruang udara. Penggunaan wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara pada bandara khusus dilaksanakan oleh pengelola bandara khusus sesuai ketentuan keamanan dan keselamatan penerbangan.

Pengelola bandar udara khusus wajib menyediakan dan memelihara:

(a) fasilitas pendaratan, lepas landas, dan parkir pesawat udara

(b) fasilitas keamanan dan keselamatan penerbangan

(c) fasilitas lainnya yang sesuai dengan kebutuhan operasional

(25)

(a) bandar udara umum tidak dapat melayani permintaan jasa kebandarudaraan karena keterbatasan kemampuan fasilitas yang tersedia

(b) terjadi bencana alam atau keadaan darurat lainnya sehingga mengakibatkan tidak berfungsinya bandara umum

(c) daerah yang bersangkutan tidak terdapat bandara umum dan belum ada moda transportasi lain yang memadai.

Ijin penggunaan bandara khusus hanya diberikan apabila fasilitas yang terdapat di bandara tersebut dapat menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan.

(26)

3.3

LINGKUNGAN STRATEGIS

3.3.1 Aspek Internal

3.3.1.1 Kebijakan Pengembangan Wilayah Nasional

Di dalam kebijakan pengembangan wilayah nasional sebagaimana dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Tual ditetapkan sebagai salah satu Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Provinsi Maluku, di samping Masohi (Kabupaten Maluku Tengah), Werinama (Kabupaten Seram Bagian Timur), Kairatu (Kabupaten Seram Bagian Barat), Namlea (Kabupaten Buru), Wahai (Kabupaten Maluku Tengah), dan Bula (Kabupaten Seram Bagian Timur). Jika Wahai dan Bula dikembangkan menjadi kota-kota sentra produksi, maka Tual didorong untuk peningkatan fungsinya sebagai PKW, terutama pada tahapan pengembangan lima tahun kedua (2015-2019).

Sebagai PKW, pengembangan fungsi Kota Tual harus dilaksanakan secara selaras, saling memperkuat, dan serasi dengan pusat kegiatan nasional (PKN) dan pusat kegiatan lokal (PKL) di Provinsi Maluku khususnya dan di dalam sistem perkotaan nasional umumnya. Adapun kota yang berfungsi sebagai PKN di Provinsi Maluku adalah Ambon, sedangkan kota-kota yang menjadi PKL ditetapkan melalui kebijakan pengembangan wilayah oleh provinsi yang bersangkutan. Di samping itu, pengembangan fungsi Kota Tual harus pula selaras, saling memperkuat, dan serasi dengan tiga kota di Provinsi Maluku yang berfungsi sebagai pusat kegiatan strategis nasional (PKSN), yakni Saumlaki (Kabupaten Maluku Tenggara Barat), Ilwaki (Kabupaten Maluku Barat Daya), dan Dobo (Kabupaten Kepulauan Aru).

Dalam konteks pengembangan ekonomi, PKW Kota Tual berperan menjadi pusat kegiatan industri (pusat produksi dan pengolahan barang) dan jasa-jasa (pusat pelayanan kegiatan keuangan/bank, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, kesenian, dan/atau kebudayaan) yang melayani beberapa kabupaten di sekitarnya, serta berfungsi pula sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor (pusat koleksi dan distribusi barang) guna mendukung PKN Ambon.

(27)

dan industri. Merujuk pada sektor-sektor unggulan ini, maka Kota Tual dapat memainkan perannya secara lebih banyak dalam sektor industri.

Kebijakan pengembangan wilayah nasional lainnya yang bersentuhan dengan Kota Tual adalah sebagai berikut :

1. Seputar Provinsi Maluku :

 Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Seram sebagai

kawasan strategis nasional yang dikembangkan menjadi motor penggerak perekonomian di Provinsi Maluku.

 Penetapan Kawasan Seram sebagai pusat pengembangan kawasan

andalan untuk sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, dan pariwisata.

 Penetapan Kawasan Buru sebagai pusat pengembangan kawasan andalan

untuk sektor perkebunan, perikanan, pertanian, dan pariwisata.

 Penetapan Kawasan Kei-Aru-Pulau Wetar-Pulau Tanimbar sebagai

kawasan andalan yang mempunyai sektor unggulan berupa perikanan, pertanian, kehutanan, perkebunan, dan industri.

 Penetapan Kawasan Andalan Laut Banda dan Sekitarnya sebagai pusat

pengembangan kawasan andalan untuk sektor perikanan, pertambangan, dan pariwisata.

 Penetapan Kawasan Andalan Laut Arafuru dan Sekitarnya sebagai pusat

pengembangan kawasan andalan untuk sektor perikanan laut, pertambangan, dan pariwisata.

2. Seputar Kawasan Timur Indonesia :

Kebijakan pengembangan wilayah nasional yang diberlakukan di Kawasan Timur Indonesia di antaranya adalah berupa penetapan kawasan andalan dan kawasan pengembangan ekonomi terpadu yang tersebar di :

 Provinsi Gorontalo : Kawasan Gorontalo, Kawasan Marisa, serta Kawasan

Andalan Laut Tomini dan Sekitarnya.

 Provinsi Sulawesi Utara : Kawasan Manado, Kawasan

(28)

 Provinsi Maluku Utara : Kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda

dan Sekitarnya, Kawasan Bacan-Halamahera Selatan, Kawasan Kepulauan Sula, Kawasan Andalan Laut Halmahera dan Sekitarnya.

 Provinsi Papua Barat : Kawasan Bintuni, Kawasan Fak-fak dan Sekitarnya,

Kawasan Sorong dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Laut Raja Ampat-Bintuni.

 Provinsi Papua : Kawasan Timika dan Sekitarnya, Kawasan Biak, Kawasan

Nabire dan Sekitarnya, Kawasan Merauke dan Sekitarnya, Kawasan Memberamo-Lereh dan Sekitarnya, Kawasan Wamena dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Laut Teluk Cenderawasih-Biak dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Laut Jayapura-Sarmi, serta Kapet Biak.

3.3.1.2 Kebijakan Transportasi Nasional

Kebijakan transportasi nasional dikembangkan dalam bentuk Sistem Tataran Transportasi Nasional (Sistranas), yaitu tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api (jalan rel), transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, serta transportasi pipa. Kecuali transportasi pipa, setiap jenis transportasi lainnya terdiri dari sarana dan prasarana, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, terpadu, dan harmonis, yang berfungsi melayani perpindahan orang dan/atau barang antarsimpul atau kabupaten nasional dan dari simpul atau kabupaten nasional ke luar negeri dan sebaliknya, yang terus berkembang secara dinamis.

Tujuan Sistranas adalah terwujudnya transportasi yang handal dan berkemampuan tinggi dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan keselamatan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, mendorong pertumbuhan ekonomi dan perdagangan, menjaga kelestarian lingkungan hidup, serta lebih memantapkan keamanan nasional dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara.

Dilihat dari lingkup wilayah pelayanannya, sistranas diwujudkan ke dalam tiga tataran transportasi, yaitu :

1. Tataran Transportasi Nasional (Tatranas)

(29)

transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara serta transportasi pipa yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, terpadu dan harmonis, yang berfungsi melayani perpindahan orang dan/atau barang antar simpul atau kota nasional, dan dari simpul atau kota nasional ke luar negeri atau sebaliknya.

2. Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil)

Tatrawil adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman tersendiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara serta transportasi pipa yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, terpadu dan harmonis, yang berfungsi melayani perpindahan orang dan/atau barang antar simpul atau kota wilayah, dan dari simpul atau kota wilayah ke simpul atau kota nasional atau sebaliknya.

3. Tataran Transportasi Lokal (Tatralok)

Tatralok adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman tersendiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara serta transportasi pipa yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, terpadu dan harmonis, yang berfungsi melayani perpindahan orang dan/atau barang antar simpul atau kota lokal, dan dari simpul lokal ke simpul wilayah dan simpul nasional terdekat atau sebaliknya.

(30)

Dalam hal kebijakan transportasi nasional di atas, Tual berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten di sekitarnya, terutama transportasi udara dan transportasi laut. Pergerakan pelayaran dan penerbangan Dobo, Tual-Saumlaki, Tual-Namlea, dan Tual-Ambon telah menjadi bagian dari Sistranas.

3.3.2 Aspek Eksternal

Aspek eksternal yang berkorelasi dengan keberadaan Kota Tual dapat dianalisis dari perkembangan kerja sama ekonomi subregional yang berkembang di kawasan ini. Kerja sama ekonomi subregional ini memfokuskan pada pengembangan perdagangan regional sebagai bagian dari perdagangan global.

Kerja Sama Ekonomi Subregional (KESR) merupakan forum kerja sama ekonomi yang mencakup daerah geografis yang berdekatan dengan melintasi batas dua, tiga negara atau lebih, dan bertujuan menciptakan perdagangan sebagai strategi kunci dari pemerintah untuk berpartisipasi dalam mengangkat perkembangan sosial dan ekonomi wilayah mereka yang kurang berkembang dan terpencil guna menjalankan proses integrasi ekonomi sebagai zona investasi yang berorientasi ke pasar internasional.

Dalam jangka panjang, wilayah-wilayah perbatasan yang potensial diharapkan dapat mengubah perekonomian di wilayah subregional yang awalnya hanya mengandalkan sumberdaya menjadi pemrosesan tingkat tinggi dan aktivitas yang berdasarkan nonsumberdaya. Sasaran utama dari kerja sama ekonomi subregional sendiri adalah percepatan peningkatan perdagangan, investasi dan pariwisata. Secara signifikan, perkembangan pengelompokan subwilayah ini terletak pada sektor swasta sebagai penggerak pertumbuhan dengan pemerintah sebagai pihak yang menyediakan fasilitas pendukung yang memungkinkan promosi investasi sektor swasta.

Partisipasi Indonesia dalam KESR antara lain dimaksudkan untuk :

a. Mendorong terjadinya peningkatan kerja sama ekonomi antara daerah-daerah di Indonesia dengan daerah-daerah di wilayah negara lain yang secara geografis saling berbatasan.

b. Memacu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan serta membantu program pengentasan kemiskinan di daerah.

(31)

d. Menunjang kesiapan daerah dalam menghadapi era liberalisasi ekonomi dan perdagangan dunia, baik dalam rangka AFTA, APEC, maupun perdagangan dunia dalam lingkup yang lebih luas.

Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, KESR diharapkan dapat menjadi salah satu modal untuk mendorong prakarsa dan partisipasi aktif masyarakat daerah dalam meningkatkan pemberdayaan potensi ekonomi di wilayah masing-masing. Koordinasi KESR pada mulanya diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 184 Tahun 1998 tentang Tim Koordinasi dan Sub Tim Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Subregional (KESR). Kemudian, pada bulan Februari 2001, terbit Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Subregional sebagai pengganti Keppres No. 184 Tahun 1998. Keppres No.13 Tahun 2001 pada intinya mempertegas kembali pentingnya partisipasi daerah dalam Kerja Sama Ekonomi Subregional, khususnya di era otonomi daerah.

Kerja sama regional di Indonesia diawali oleh kerja sama segitiga pertumbuhan di selatan ASEAN, yaitu Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS-GT), lalu di bagian utara ASEAN yang bernama Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT), kemudian di sebelah timur ASEAN bertajuk Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA), dan terakhir kerja sama bilateral

Australia and Indonesia Development Area (AIDA). Namun demikian, kerja sama yang berjalan hanya IMT-GT dan BIMP-EAGA. Keempat KESR ini mencakup kawasan-kawasan berikut :

Di antara keempat KESR di atas, ada dua KESR yang berinteraksi langsung dengan Kabupaten Maluku Tenggara, yakni :

1. BIMP-EAGA, yang mencakup wilayah sebagai berikut :

 Brunei Darussalam : seluruh wilayah negara Brunei Darussalam.

 Indonesia : Provinsi-provinsi di pulau/kepulauan Kalimantan, Sulawesi, Maluku,

dan Papua.

 Malaysia : Negara Bagian Serawak, Negara Bagian Sabah, dan Federal Territory

of Labuan (Malaysia bagian timur).

 Philipina : Region IX Western Mindanao (mencakup tiga provinsi), Region X

(32)

Muslim Mindanao/ARMM (empat provinsi), Caraga (empat provinsi), dan Pulau Palawan.

2. AIDA, yang mencakup wilayah sebagai berikut :

 Australia : Seluruh Negara Bagian dan Teritori, terutama wilayah bagian utara

Australia (Northern Territory).

 Indonesia : Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara

Timur, Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua, serta provinsi-provinsi di Kalimantan dan Sulawesi.

Dengan demikian, Kota Tual sebagai salah satu daerah otonom yang terletak di Provinsi Maluku merupakan bagian dari kedua kerangka kerja sama ekonomi subregional BIMP-EAGA dan AIDA (lihat Gambar 3.1).

Gambar 3.1.

Posisi Kota Tual di Dalam Kerangka Kerja Sama Ekonomi Subregional BIMP-EAGA dan AIDA

A. Pusat-pusat Pertumbuhan di BIMP-EAGA

(33)

Pengembangan kerja sama dalam BIMP-EAGA didasarkan pada

BIMP-EAGA

Roadmap for Development

2006–2010, yang ditetapkan pada saat KTT Ke-2

BIMP-EAGA di Kuala Lumpur, 11 Desember 2005. Tujuan dari penetapan

roadmap

tersebut adalah untuk memberikan arah kerja sama BIMP-EAGA untuk

periode lima tahun guna mewujudkan tujuan pembangunannya, khususnya dalam

peningkatan perdagangan, investasi, dan pariwisata, baik antarnegara BIMP

maupun dengan negara-negara lainnya.

Implementasi BIMP-EAGA Roadmap for Development 2006–2010 memerlukan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, pihak swasta, maupun seluruh komunitas di seluruh subkawasan. Dalam hal ini, peran pemerintah memiliki peran yang paling penting untuk mendukung dan mengkoordinasikan mekanisme kerja sama yang saling menguntungkan dan dapat menyelesaikan perbedaan yang ada sekaligus memfasilitasi hal-hal yang diperlukan untuk mendorong kerja sama tersebut. Roadmap

BIMP-EAGA juga memuat berbagai program dan rencana kegiatan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan EAGA. Secara spesifik, roadmap BIMP-EAGA mencantumkan bahwa tujuan pembangunan BIMP-EAGA adalah untuk mempersempit celah pembangunan di antara negara EAGA sendiri maupun dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Sasaran jangka pendek BIMP-EAGA adalah untuk meningkatkan perdagangan, investasi, dan pariwisata di dalam EAGA. Secara khusus, BIMP-EAGA Roadmap for Development

2006–2010 ditujukan untuk :

 Meningkatkan perdagangan antar dan inter EAGA sebesar 10% sampai

dengan tahun 2010.

 Meningkatkan investasi di kawasan EAGA sebesar 10% sampai dengan

tahun 2010.

 Meningkatkan investasi pariwisata di kawasan EAGA sebesar 20% sampai

dengan tahun 2020.

Untuk mewujudkannya, roadmap telah mengidentifikasikan program-program yang dikelompokkan ke dalam :

 Pemajuan perdagangan, investasi, pariwisata di antara negara EAGA dan

(34)

dan komunikasi, dengan penekanan khusus pada pengembangan usaha kecil dan menengah di setiap sektor.

 Pengkoordinasian pengaturan sumberdaya alam bagi pembangunan

berkelanjutan di kawasan EAGA.

 Pengkoordinasian perencanaan dan pelaksanaan pembangunan

infrastruktur untuk mendukung integrasi ekonomi dengan peran aktif sektor swasta.

Dari seluruh kelompok tersebut, terdapat beragam program implementasi untuk mendorong tujuan pertumbuhan ekonomi kawasan EAGA.

Dewasa ini, di dalam kerangka kerja sama ekonomi subregional BIMP-EAGA, terdapat beberapa pusat pertumbuhan ekonomi dan bisnis di luar negeri yang sudah berkembang cukup baik, antara lain adalah Davao City, Tawau, Kuching, Labuan, Kota Kinabalu, dan Bandar Seri Begawan.

Berikut ini diuraikan secara singkat profil Davao City, Tawau, dan Kuching, dimana ketiganya mempunyai aksesibilitas langsung ke beberapa wilayah di Indonesia.

1. Davao City

Davao City, yang merupakan ibukota Provinsi Mindanao, menjadi pusat pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian, dimana 43% dari total luas daerah tersebut diperuntukan untuk pertanian, terutama pisang, nanas, kopi, dan kelapa. Kota ini juga menjadi pintu gerbang BIMP-EAGA. Davao City juga merupakan kota terluas di Philipina, bahkan salah satu kota terluas di dunia, dengan luas wilayah 2.444 km² dan memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.725.355 jiwa (2005) – bisa mencapai sekitar 2.500.000 juta pada siang hari. Kota yang didirikan pada tahun 1848 tersebut hingga sekarang sudah menjadi salah satu pusat regional di Philipina (Region XI) untuk bisnis, investasi, dan pariwisata. Selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi di kota ini cukup tinggi berkat tersedianya infrastruktur yang sangat baik, mulai dari pelabuhan udara internasional (Fransisco Bangoy International Airport), pelabuhan laut internasional (Sasa Wharf dan Sta. Ana Wharf), jalan raya (tol dan bukan tol), jembatan, telekomunikasi, kondominium, mal, maupun hotel-hotel berbintang skala internasional.

(35)

itu, Davao City juga mempunyai aksesibilitas udara ke beberapa kota metropolitan lainnya di Asia Pasifik, seperti Singapura, Hong Kong, Taipei, dan Seoul. Davao City pun memiliki aksesibilitas laut ke berbagai wilayah lain di Philipina. Sedangkan dalam hal transportasi darat, Davao City menduduki ranking kelima terbaik di Asia dalam hal kelancaran arus lalu lintas, dimana kota ini telah menerapkan Traffic Management and Computerization Scheme.

2. Tawau

Tawau merupakan salah satu kota yang terletak di Negara Bagian Sabah dengan luas 6.125 km2, terbesar ketiga setelah Kota Kinabalu dan Sandakan. Kota berpenduduk sekitar 370.800 jiwa (2006) ini berperan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi berbasis industri coklat dan industri perikanan (termasuk udang) berorientasi ekspor, terutama ke Singapura, Hong Kong, Taiwan, dan Jepang. Industri coklat Tawau merupakan terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Secara tradisional, Tawau memang mengekspor tembakau, damar, rotan, kakao, dan minyak kelapa sawit. Namun dewasa ini, kota yang pada awalnya dihuni oleh imigran dari Bulungan (Kalimantan Timur) dan Tawi-Tawi tersebut, juga sudah mulai mengekspor kayu dan sarang burung. Kota yang didominasi oleh penduduk bersuku Bugis ini memiliki sebuah kawasan perdagangan bebas (Tawau Free Trade Zone) dan sebuah pelabuhan laut (Tawau Port) yang menjadi gerbang utama ekspor Negara Bagian Sabah, khususnya untuk ekspor kayu.

Tawau memiliki intensitas aktivitas ekonomi dan sosial yang cukup tinggi dengan wilayah Kabupaten Nunukan di Provinsi Kalimantan Timur. Setiap hari terjadi transaksi perdagangan, termasuk perdagangan tradisional, di antara penduduk maupun pengusaha di Nunukan dan Tawau. Adapun komoditas perdagangan dari Nunukan ke Tawau antara lain adalah kakao, ikan segar, udang segar, serta beberapa produk aneka industri seperti sabun mandi, rokok, biskuit, deodoran, baterai, dan beberapa jenis produk aneka industri lainnya yang secara keseluruhan mencapai sekitar 40-an item.

(36)

3. Kuching

Kuching terletak di Negara Bagian Sarawak, merupakan kawasan perkotaan terbesar keempat di Malaysia, setelah Kuala Lumpur-Klang Valley, Ipoh, dan Johor Bahru, dengan luas wilayah sekitar 1.863 km2 dan penduduk berjumlah 579.900 jiwa (2006). Kota yang dahulunya (sebelum tahun 1847) merupakan jajahan di bawah pemerintahan Sultan Brunei, sejak empat dekade lalu sudah berkembang menjadi pusat pemerintahan Negara Bagian Sarawak, pusat perdagangan dan bisnis berorientasi ekspor, pusat industri barang jadi dan barang setengah jadi, serta pusat pariwisata.

Industri yang berkembang di Kuching di antaranya adalah industri makanan, industri barang-barang manufaktur, industri rotan dan kayu, industri mineral nonlogam, dan industri logam dasar.

Interaksi aktivitas ekonomi dan sosial antara Kuching dan wilayah di Indonesia sebagian besar terjadi dengan Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Di antara kedua kota ini sudah ada penerbangan maupun perjalanan darat reguler, baik untuk keperluan perdagangan, investasi, wisata, sosial budaya, maupun pemerintahan.

B. Pusat-pusat Pertumbuhan di AIDA

(37)

Di dalam kerangka kerja sama ekonomi subregional AIDA, pusat pertumbuhan ekonomi yang sudah berkembang pesat sejak lama adalah Darwin. Darwin merupakan ibu kota negara bagianNorthern Territory di Australia. Darwin merupakan kota terbesar di negara bagian itu dan sudah berstatus kota metropolitan. Penduduknya berjumlah sekitar 114.368 jiwa (2006), dengan laju pertumbuhan dalam beberapa tahun terakhir rata-rata 2,6% per tahun. Kota yang didirikan pada tahun 1869 ini memiliki luas wilayah 112,01 km². Uniknya, kota ini memiliki kembar tujuh dengan kota-kota Ambon (Indonesia), Dili (Timor Leste), Kalymnos (Yunani), Anchorage (Alaska, AS), Honolulu (Hawaii, AS), Haikou (Cina), dan Milkapiti (Pulau Tiwi). Jarak Darwin dan Ambon adalah sekitar 881 km.

Perekonomian Darwin didominasi oleh sektor pertambangan mineral, pertambangan migas, dan pariwisata. Pertambangan mineral yang berkembang di kota ini sebagian besar berupa emas, seng, bauksit, dan magnesium. Di dekat Darwin juga terdapat deposit uranium yang cukup signifikan besarnya. Pertambangan migas berupa pertambangan lepas pantai yang terdapat di Laut Timor. Sedangkan pariwisatanya tidak hanya dikunjungi oleh wisatawan domestik, melainkan juga pelancong mancanegara. Sekitar 8% penduduk Darwin bekerja di sektor pariwisata.

Di dalam beberapa tahun ke depan, Darwin diprediksi akan terus berkembang pesat karena adanya peningkatan eksploitasi migas di Laut Timor, pengembangan pariwisata mancanegara, ekspansi perdagangan luar negeri dengan negara-negara Asia, serta pembangunan berbagai jenis infrastruktur.

Perkembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan bisnis di beberapa kota sebagaimana diuraikan di atas, baik di BIMP-EAGA maupun AIDA, seharusnya dapat dimanfaatkan oleh Kota Tual untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dan transportasinya berskala internasional, baik secara langsung maupun melalui kota-kota lain di Indonesia yang mempunyai akses langsung ke pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang tersebar di seputar kota ini. Adapun peluang yang bisa dikembangkan oleh Kota Tual untuk membangun hubungan kerja sama ekonomi dan transportasi dengan pusat-pusat pertumbuhan di atas antara lain adalah di bidang :

 Pertanian dan perikanan.

 Perdagangan internasional.

 Industri.

(38)

 Teknologi informasi dan komunikasi.

 Investasi.

 Pengembangan sumberdaya manusia.

Untuk mewujudkan peluang-peluang tersebut, maka program-program pembangunan Kota Tual harus berorientasi pada konstelasi regional (outward looking oriented), terutama melalui peningkatan kerja sama dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang berkembang di BIMP-EAGA dan AIDA. Bagaimanapun, KESR merupakan salah satu wadah potensial dalam lingkungan ekonomi regional dan global untuk merubah perspektif perkembangan daerah-daerah tertentu yang relatif tertinggal, termasuk Kota Tual. Kota ini harus dapat memanfaatkan kedekatan geografisnya untuk memperluas perdagangan internasional dan hal itu bisa dimulai dengan negara tetangga terdekat.

3.4

KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG, DAN ANCAMAN

Kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman merupakan komponen analisis strategi yang secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi tujuan dari penyelenggaraan suatu institusi/organisasi. Kekuatan (strength) dan kelemahan

(weakness) merupakan faktor internal yang memberikan pengaruh langsung, sedangkan peluang (opportunity) dan ancaman (threat) merupakan faktor eksternal yang mendatangkan pengaruh tidak langsung. Keterkaitan antara faktor internal dan faktor eksternal tersebut dapat ditunjukkan dalam empat kategori hubungan berikut :

1. Memanfaatkan kekuatan untuk meraih peluang.

2. Memanfaatkan kekuatan untuk mengantisipasi ancaman. 3. Menghilangkan kelemahan untuk meraih peluang.

4. Menghilangkan kelemahan untuk mengantisipasi ancaman.

Dalam konteks perencanaan, pembangunan, dan penyelenggaraan Tatralok di Kota Tual, keempat faktor di atas dapat didefinisikan sebagai berikut :

 Kekuatan, merupakan faktor-faktor internal yang dimiliki Kota Tual yang bisa

dijadikan kunci sukses dalam penyelenggaraan tataran transportasi lokal di Kota Tual.

 Kelemahan, yakni faktor-faktor internal yang dipunyai Kota Tual yang bisa menjadi

(39)

 Peluang, adalah kondisi eksternal (lingkungan strategis) dari Kota Tual yang dapat

memberikan dampak positif bagi penyelenggaraan tataran transportasi lokal di Kota Tual jika bisa dimanfaatkan dengan baik.

 Ancaman, yaitu kondisi eksternal (lingkungan strategis) dari Kota Tual yang dapat

memberikan dampak negatif bagi penyelenggaraan tataran transportasi lokal di Kota Tual jika tidak mampu diantisipasi dengan baik.

Berdasarkan kondisi umum yang dimiliki oleh Kota Tual, baik ditinjau dari aspek geografis, kependudukan dan ketenagakerjaan, spasial, ekonomimakro, maupun komoditas unggulan, maka dapat diidentifikasi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan tantangan yang dimiliki oleh daerah ini. Secara singkat, kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman tersebut dapat diuraikan di bawah ini.

3.4.1 Kekuatan

Ada beberapa kekuatan yang dimiliki oleh Kota Tual yang dapat dijadikan sebagai faktor penentu keberhasilan dalam penyelenggaraan Tatralok, yakni :

1. Aspek geografis :

 Kota Tual terdiri dari banyak pulau atau kepulauan yang tersebar agak

berjauhan, terutama di Kecamatan Pulau-Pulau Kur dan Kecamatan Tayando Tam, sehingga transportasi laut harus dijadikan andalan utama di dalam melayani arus barang dan penumpang.

 Posisi geografis Kota Tual berada di seputar pusat-pusat pertumbuhan

ekonomi dan bisnis, baik dalam konstelasi Provinsi Maluku, belahan utara Kawasan Timur Indonesia, maupun internasional (khususnya KESR BIMP-EAGA dan AIDA).

2. Aspek kependudukan dan ketenagakerjaan :

 Tingkat pertumbuhan penduduk Kota Tual diprediksi mencapai sekitar

2,04% per tahun selama 2008-2027. Pertumbuhan sebesar ini cukup berarti dalam mempengaruhi bangkitan dan tarikan penumpang khususnya dan barang umumnya.

 Kota Tual masih memiliki daya tarik bagi tenaga kerja yang berasal dari

(40)

berpindah ke daerah lain untuk mencari pekerjaan, sehingga kondisi seperti ini akan berpengaruh pada bangkitan dan tarikan penumpang.

3. Aspek spasial :

 Dalam struktur ruang, Kota Tual mempunyai satu pusat kota dan beberapa

kota kecamatan yang saling berinteraksi dan berperan sebagai pusat-pusat bangkitan dan tarikan barang dan penumpang.

 Pola ruang Kota Tual terdiri dari kawasan budidaya dan kawasan lindung.

Kawasan budidaya menghasilkan berbagai produksi untuk konsumsi maupun nonkonsumsi, dimana ada yang produksinya surplus dan ada pula yang defisit, sehingga berpengaruh pada bangkitan dan tarikan barang.

4. Aspek ekonomimakro :

 Perekonomian Kota Tual didominasi oleh sektor perdagangan, hotel, dan

restoran, sektor keuangan dan jasa perusahaan, sektor jasa pemerintahan, dan jasa-jasa lainnya. Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi ini tentu saja akan mendatangkan pengaruh pada besaran bangkitan dan tarikan barang dan penumpang.

 Secara riil pendapatan per kapita penduduk Kota Tual meningkat dari

Rp2.007 ribu menjadi Rp2.162 ribu dalam jangka waktu 2002-2006. Artinya, daya beli masyarakat di kota ini mengalami peningkatan, yang pada gilirannya berpengaruh pada kenaikan permintaan barang konsumsi dan nonkonsumsi, baik terhadap produk lokal maupun produk dari luar Kota Tual.

 Sepanjang masa waktu 2003-2007, ekspor melalui pelabuhan di Kota Tual

memperlihatkan tren meningkat, dengan laju pertumbuhan rata-rata 385,70% per tahun, tepatnya dari US$37.969.691 (seberat 96.712.142 kg) tahun 2003 menjadi US$978.526.906 (103.679.138 kg) tahun 2007. Begitu pula halnya impor barang antarpulau, yang dari tahun ke tahun terus bertambah. Peningkatan arus barang antarnegara dan antarpulau ini tentu saja memberikan pengaruh pada besaran bangkitan dan tarikan barang.

5. Komoditas unggulan :

 Kota Tual mempunyai beberapa komoditas unggulan dan komoditas

Gambar

Tabel 3.1. Penetapan  Sistem  Jaringan  Jalan,  Fungsi  Jalan,  Status  Jalan,  danKelas Jalan Menurut Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2006
Gambar 3.1.Posisi Kota Tual di Dalam Kerangka Kerja Sama Ekonomi Subregional BIMP-EAGA dan
Tabel 3.2. Matriks Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman (SWOT) Kota Tual

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan manajemen pendidikan yang baik dan mengacu pada visi dan misi lembaga dapat membawa lembaga pendidikan ke masa depan yang lebih baik maka dari itu lembaga

Pada prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak terjadi pemecahan/pemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan dengan kepemilikan

Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia sedangkan sumber daya manusia berkualitas sangat dipengaruhi oleh kualitas

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spectrum sinar tampak, umumnya dalam

Dari penelitian terdahulu tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan karbon aktif dengan bahan baku yang mengandung lignoselulosa berupa ampas

Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, jalan strategis nasional dan

Studi Tentang Model Biaya Pemeliharaan Rutin terhadap Kerusakan Jalan pada Jalan Arteri Utara-Barat Yogyakarta, Vivi Anita Elka, 105101515/PS/MTS, Maret 2012,

BOGOR 2011.. Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kajian Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten Banyuwangi