• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN SEPEDA MOTOR HONDA VARIO DI SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN SEPEDA MOTOR HONDA VARIO DI SURABAYA."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

J urusan Manajemen

Oleh :

ATIEK YOEWITA LIENARDI 0812015019 / FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

(2)

S K R I P S I

Oleh :

ATIEK YOEWITA LIENARDI 0812015019 / FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN

J AWA TIMUR

(3)

PEMBELIAN SEPEDA MOTOR HONDA VARIO

DI SURABAYA

(Studi Di Dealer PT. Calista Alba (HONDA) Sur abaya)

Yang Diajukan :

ATIEK YOEWITA LIENARDI 0812015019 / FE / EM

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi J urusan Manajemen Fakultas Ekonomi

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal 13 Desember 2013

Pembimbing : Tim Penguji :

Ketua

Dr s. Ec. Supriyono, MM Dr. Ali Maskun, MS

Sekretaris

Dr s. Ec. Her ry ALW, MM

Anggota

Dra. Ec. Nuruni Ika KW, MS

Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi

(4)

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan

berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Ekuitas Merek terhadap Keputusan Pembelian Sepeda

Motor Honda Vario di Surabaya” dengan baik.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat

penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan

Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.

Dalam penyusunan skripsi, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan

selesai dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis

menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MT, selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa

Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Program Studi Manajemen

UPN “Veteran” Jawa Timur

4. Bapak Drs. Ec. Supriyono, MM, selaku Dosen Pembimbing yang penuh

dengan mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membimbing

(5)

menghargai jasa Bapak dan Ibu. Namun teriring do’a semoga apa yang sudah

diberikan kepada kami akan terbalaskan dengan berkah dari sang Ilahi.

6. Yang terhormat Bapak dan Ibu, sembah sujud serta ucapan terima kasih atas

semua do’a, restu, dukungan, nasehat yang diberikan kepada penulis.

Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua

pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk

itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata

penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Januari 2014

(6)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAKSI ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu... 7

2.2. Landasan Teori ... 9

2.2.1. Pengertian Pemasaran ... 9

2.2.1.1. Pengertian Pemasaran ... 9

2.2.1.2. Pengertian Manajemen Pemasaran ... 10

2.2.1.3. Konsep Pemasaran ... 11

2.2.1.4. Tujuan Pemasaran ... 12

(7)

2.2.2.3. Asosiasi Merek ... 18

2.2.2.4. Loyalitas Merek ... 20

2.2.3. Keputusan Pembelian ... 23

2.2.3. Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian ... 25

2.3. Kerangka Konseptual ... 27

2.4. Hipotesis ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 29

3.1.1. Definisi Operasional ... 29

3.1.2. Pengukuran Variabel ... 31

3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 32

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.3.1. Jenis Data ... 33

3.3.2. Sumber Data ... 33

3.3.3. Pengumpulan Data ... 33

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 34

3.4.1. Teknik Analisis ... 34

3.4.2. Model Indikator Reflektif Dan Indikator Formatif ... 35

(8)

3.4.3.3. Kegunaan Metode Partial Least Square (PLS) 42

3.4.4. Pengukuran Metode Partial Least Square (PLS) ... 42

3.4.5. Langkah-langkah PLS ... 43

3.4.6. Asumsi PLS ... 45

3.4.7. Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 48

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 49

4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 49

4.2.2. Deskripsi Ekuitas Merek (X) ... 51

4.2.2.1. Kesadaran merek (X1) ... 52

4.2.2.2. Kesan Kualitas (X2) ... 53

4.2.2.3. Asosiasi Merek (X3) ... 54

4.2.2.4. Loyalitas Merek (X4) ... 55

4.2.3. Keputusan Pembelian (Y) ... 56

4.3. Analisis Data ... 57

4.3.1. Model Pengukuran PLS ... 57

4.3.2. Outer Loading (Model Pengukuran dan Validitas) . 57 4.3.2.1. First Order (Model Pengukuran Variabel dengan Dimensi) ... 57

(9)

4.4.1. Pengujian Hipotesis Pengaruh Ekuitas Merek (X)

Terhadap Keputusan Pembelian (Y) ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 68

5.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA

(10)

Oleh :

ATIEK YOEWITA LIENARDI

Abstraksi

Berdasarkan data hasil penjualan Penjualan Sepeda Motor Honda Vario di PT. Calista Alba (Honda) Surabaya dalam periode 2010 – 2012 terakhir, yang menunjukkan bahwa telah bahwa selama 3 tahun dari tahun 2010 – 2012 telah terjadi ketidakstabilan dan kecenderungan penurunan pada tingkat penjualan Sepeda Motor Honda Vario di PT. Calista Alba (Honda) Surabaya. Fenomena ketidakstabilan dan kecenderungan penurunan pada tingkat penjualan Sepeda Motor Honda Vario di PT. Calista Alba (Honda) Surabaya merupakan fenomena yang harus segera diselesaikan dan dicari penyebabnya. Banyak hal yang menjadi penyebab dari penurunan penjualan Sepeda Motor Honda Vario di PT. Calista Alba (Honda) Surabaya tersebut, salah satunya adalah nilai ekuitas merek yang semakin menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian Sepeda Motor Honda Vario Di Surabaya (Studi Di Dealer PT. Calista Alba (HONDA) Surabaya).

Data yang digunakan adalah data primer yaitu data dikumpulkan melalui penyebaran kuisioner secara langsung pada konsumen yang menggunakan Sepeda Motor Honda Vario Di Surabaya yang menjadi sampel. Skala pengukuran yang digunakan adalah likert dengan teknik pengukuran dengan jenjang 1-5. Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling tepatnya accidental

sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kebetulan, dengan

mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu. Pada penelitian ini ada 10 indikator

formatif, sehingga jumlah sampel yang diestimasi penelitian ini adalah sebesar 10 x 10 = 100 responden. Teknik analisis yang digunakan adalah Partial Least

Square (PLS) untuk melihat pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan

pembelian.

Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Ekuitas merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian Sepeda Motor Honda Vario di Dealer PT. Calista Alba Surabaya.

(11)

1.1. Latar Belakang Masalah

Sekarang ini pelanggan sudah sangat teliti dalam membeli suatu produk

karena banyaknya produk yang ada dipasaran dan banyaknya informasi yang

diterima dari produsen. Hal ini menyebabkan persaingan antar Badan Usaha untuk

memuaskan pelanggannya saat ini sangat sulit.

Merek bukan hanya sekedar nama melainkan indikator value yang

ditawarkan perusahaan kepada pelanggan, tetapi juga menjadi ”alat ukur” bagi

kualitas value yang ditawarkan oleh perusahaan. Setiap konsumen merasa bahwa

dari merek yang disayanginya akan memperoleh kenyamanan, kepercayaan,

kesenangan dan identitas. Akibatnya, konsumen selalu memberikan ”praduga

baik” pada merek tersebut bukan pada merek lainnya. Konsumen yang loyal

terhadap suatu merek akan bersedia membayar lebih untuk merek tersebut, karena

konsumen merasa sudah mendapatkan nilai atau value yang unik dalam merek

tersebut sementara pada merek lain mereka tidak mendapatkannya.

Merek sangat variatif dalam pengaruh maupun ekuitasnya di pasaran,

merek yang ampuh memiliki ekuitas merek yang tinggi. Merek akan berekuitas

tinggi apabila memiliki loyalitas merek yang tinggi (brand loyalty), kesadaran

merek (brand awareness), kesan kualitas (perceived quality), dan asosiasi-asosiasi

merek (brand assosiation. Merek dengan ekuitas merek yang tinggi adalah aset

(12)

begitu banyak keunggulan bersaing. Merek yang kuat dapat memberikan

kesadaran serta loyalitas merek konsumen yang tinggi.

Ekuitas merek (brand equity) yang terdiri dari empat dimensi yaitu brand

loyalty, brand awareness, perceived quality, dan brand association dapat

memberikan nilai kepada konsumen dengan memperkuat informasi rasa percaya

diri dalam keputusan pembelian ulang serta pencapaian keputusan tersebut,

sehingga terdapat hubungan yang positif antara empat dimensi dari ekuitas merek

dengan keputusan pembelian konsumen. (Aaker, 1997:23).

Keputusan pembelian merupakan tindakan langsung dalam mendapatkan,

mengkonsumsi dan menghasilkan produk atau jasa pada konsumen. Proses

konsumen dalam mengambil keputusan pembelian harus dipahami oleh pemasar

perusahan dengan tujuan untuk membuat strategi yang tepat (Basu dan

T. Hani: 2000).

Perkembangan industri sepeda motor di Indonesia dengan bermacam

merek yang digunakan oleh perusahaan produsennya juga menjadi isu merek ini

menjadi sangat strategis dikarenakan dapat menjadi sarana bagi perusahaan untuk

mengembangkan dan memelihara loyalitas pelanggan, dan loyalitas akan

mendorong bisnis terulang kembali. Merek yang kuat juga akan menghasilkan

harga yang menarik dan menjadi penghalang bagi masuknya pesaing.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Assosiasi Sepeda Motor Indonesia

(AISI), bahwa penjualan sepeda motor pada September 2012 hanya 628.739 unit

atau turun 13,1 % dibandingkan bulan yang sama pada tahun 2011 yaitu 723.906

(13)

telah mencapai 5,391 juta unit, merosot 13,3 % dari periode yang sama dari tahun

sebelumnya 6,219 juta unit. (http://autoblogindonesia.wordpress.com)

Daftar TBI (Top Brand Indeks) pada sepeda motor Matic periode tahun

2010 - 2012 :

Table 1.1

Top Brand Indeks Award Sepeda Motor Matic

Periode Tahun 2010 - 2012

penurunan dari 24,4 % tahun 2010, menjadi 17,3 % tahun 2011, dan pada tahun

2012 menjadi 13,7 %.

Berikut ini akan disajikan hasil penjualan Sepeda Motor Honda di

PT. Calista Alba (Honda) Surabaya dalam 3 tahun terakhir, yaitu tahun

(14)

Tabel 1.2

Penjualan Sepeda Motor Honda Vario di PT. Calista Alba (Honda) Surabaya Periode 2010 – 2012

2011 - 2012 telah terjadi penurunan pada tingkat penjualan Sepeda Motor Honda

Vario di PT. Calista Alba (Honda) Surabaya dari 1050 unit di tahun 2011 menjadi

855 unit di tahun 2012.

Fenomena penurunan pada tingkat penjualan sepeda motor matic Honda

Vario di Surabaya salah satunya disebabkan oleh kinerja motor matic Honda

Vario yang semakin tahun semakin jelek, hal inilah yang menyebabkan ekuitas

merek honda vario semakin turun. Berdasarkan sumber terkait menyatakan bahwa

mesin yang digunakan honda vario mulai tahun 2012 telah menggunakan sistem

injeksi, dimana sistem injeksi perawatannya harus ekstra dan rutin servis. Jika

mesin injeksi mengalami kerusakan maka akan membutuhkan biaya yang jauh

lebih besar dibandingkan dengan mesin yang tidak injeksi. Selain itu tarikan

mesin Honda vario yang sekarang juga lebih berat dibandingkan dengan tarikan

mesin Honda vario keluaran tahun sebelum 2012. Dengan semakin menurunnya

(15)

pada akhirnya akan menyebabkan keputusan pembelian terhadap sepeda motor

honda vario akan semakin mengalami penurunan juga.

Ekuitas merek (brand equity) sangat berpengaruh terhadap keputusan

pembelian karena keempat dimensi yang terdapat dalam ekuitas merek yaitu

kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek dan loyalitas merek dapat

memberikan nilai kepada konsumen dengan memperkuat informasi rasa percaya

diri dalam keputusan pembelian serta pencapaian keputusan tersebut, sehingga

terdapat hubungan yang positif antara keempat dimensi dari ekuitas merek dengan

keputusan pembelian konsumen. (Fadli dan Qomariah, 2008)

Oleh karena itu, peneliti bermaksud melakukan penelitian berjudul

“Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda

Vario Di Surabaya”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dari

penelitian ini adalah: ”Apakah ekuitas merek berpengaruh terhadap keputusan

pembelian Sepeda Motor Honda Vario Di Surabaya ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pada penelitian ini

adalah: “Untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan

(16)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini akan diperoleh manfaat antara lain :

1. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengalaman secara praktik di bidang

pemasaran khususnya mengenai teoritik tentang ekuitas merek dan keputusan

pembelian.

2. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang menjadikan

pertimbangan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan ekuitas

merek dan keputusan pembelian.

3. Bagi Universitas

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan

menambah perbendaharaan perpustakaan serta sebagai bahan perbandingan

bagi rekan-rekan mahasiswa yang mengadakan penelitian dengan masalah

(17)

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang releven dengan penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh :

1. Fadli dan Inneke Qomariah, 2008, dengan judul “Analisis Pengaruh Faktor-

Faktor Ekuitas Merek Sepeda Motor Merek Honda Terhadap Keputusan

Pembelian (Studi Kasus Pada Universitas Sumatera Utara)”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis dimmmensi ekuitas merek

mana yang berpengaruh lebih signifikan pada merek sepeda motor honda

terhadap keputusan pembelian, dimana keempat dimensi ekuitas merek

tersebut terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek dan

loyalitas merek dan bagaimana pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan

pembelian sepeda motor merek honda di lingkungan universitas sumatera

utara. Sampel yang digunakan adalah 100 responden yang terdiri dari

mahasiswa USU yang mengikuti program doktor, magister, pendidikan

profesi, program sarjana, ekstensi, diploma periode tahun akademik 2007 /

2008. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda

dengan menggunakan software SPSS versi 12. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa secara serempak ekuitas merek yang terdiri dari

kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek dan loyalitas merek

(18)

merek honda di lingkungan USU. Secara parsial kesan kualitas, asosiasi

merek dan loyalitas merek berpengaruh sangat signifikan terhadap keputusan

pembelian sepeda motor merek honda di lingkungan USU, sedangkan

kesadaran merek tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian

sepeda motor merek honda di lingkungan USU. Selanjutnya variabel yang

dominan berpengaruh terhadap keputusan pembelian sepeda motor merek

honda di lingkungan USU adalah variabel loyalitas merek. Hal ini berarti

bahwa sepeda motor merek honda telah memberikan keterikatan emosional

yang dipengaruhi oleh kepuasan yang dirasakan oleh konsumen yang telah

menggunakan sepeda motor merek honda.

2. Wiwit Dewi Kurnia dan Widyastuti, 2011, dalam dalam Jurnal Bisnis dan

Manajemen Universitas Negeri Surabaya, Volume 3 No 2, Februari 2011,

dengan judul “Pengaruh Kesadaran Merek, Kesan Kualitas Dan Asosiasi

Merek Terhadap Keyakinan Pelanggan Dalam Membeli Pasta Gigi Merek

Pepsodent (Studi Di Desa Sumberagung Bojonegoro)”. Tujuan penelitian

adalah untuk menganalisis pengaruh kesadaran merek, kesan kualitas dan

asosiasi merek terhadap keyakinan pelanggan dalam membeli pasta gigi

merek pepsodent (studi di desa sumberagung bojonegoro). Hipotesis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah: a) diduga kesadaran merek, kesan

kualitas dan asosiasi merek terhadap keyakinan pelanggan dalam membeli

pasta gigi merek pepsodent (studi di desa sumberagung bojonegoro). b) itu

diduga kesadaran merek, kesan kualitas dan asosiasi merek terhadap

(19)

desa sumberagung bojonegoro). Sampel ditentukan oleh probability sampling

dengan metode non teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan

sampel dengan pertimbangan tertentu, yaitu konsumen yang telah

menggunakan pasta gigi merek pepsodent di desa sumberagung bojonegoro.

Hasil penelitian adalah: a) ada pengaruh secara simultan dan parsial antara

kesadaran merek, kesan kualitas dan asosiasi merek terhadap keyakinan

pelanggan dalam membeli pasta gigi merek pepsodent di desa sumberagung

bojonegoro. b) Variabel kesadaran merek mempunyai pengaruh yang paling

dominan terhadap keyakinan pelanggan dalam membeli pasta gigi merek

pepsodent.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Ekuitas Merek

Definisi Ekuitas merek (brand equity) menurut Aaker (1997) dalam Fadli

dan Inneke (2008: 50) menyebutkan bahwa “Brand Equity is a set of assets (and

liabilities) linked to a brand’s name and symbol that adds to (or substract from)

the value provided by a product or service to a firm and or that firm’s

customers”. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek

adalah kekayaan (investasi jangka panjang) yang berhubungan dengan suatu nama

merek dan simbol yang dapat menambah (atau mengurangi) suatu nilai yang

(20)

Menurut Tandjung, J.W (2004:53) ekuitas merek (brand equity) yaitu

kumpulan sesuatu yang berharga (asets) yang melekat pada merek serta

kewajiban-kewajiban yang terjalin pada sebuah merek, nama, dan simbol yang

dapat menambah atau mengurangi ”nilai” suatu produk”.

Menurut Durianto. D, dkk (2004:4) Ekuitas merek (brand equity) adalah

seperangkat aset dan liabilitas merek yang tekait dengan suatu merek, nama,

simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh

sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan”.

Menurut Aaker (1997) dalam Fadli dan Inneke (2008: 53), bahwa ekuitas

merek mempunyai beberapa dimensi utama antara lain:, kesadaran merek, kesan

kualitas, asosiasi merek dan loyalitas merek.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tersebut, dapat diambil

kesimpulan bahwa ekuitas merek (brand equity) merupakan aset yang dapat

memberikan nilai tersendiri di mata pelanggannya. Aset yang dikandungnya dapat

membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi

yang tekait dengan produk dan merek tersebut.

Menurut Durianto. D, dkk (2004:6) Ekuitas merek dapat mempengaruhi

rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar

pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan

(21)

2.2.1.1. Kesadaran Merek

Kesadaran merek merupakan suatu penerimaan dari konsumen terhadap

sebuah merek. Hal itu ditunjukkan dari kemampuan konsumen dalam mengingat

dan mengenali kembali sebuah merek serta mengaitkan ke dalam kategori

tertentu. Kesadaran merek sangatlah penting karena konsumen cenderung

membeli suatu merek yang sudah dikenal, mereka merasa aman, nyaman. dengan

asumsi bahwa merek yang sudah dikenal lebih dapat dihandalkan.

Menurut Aaker (1997) dalam Fadli dan Inneke (2008: 50) menyebutkan

bahwa kesadaran merek adalah kesanggupan seorang pembeli untuk mengenali

dan mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan perwujudan kategori

produk tertentu.

Menurut Durianto, dkk (2004:54): “Kesadaran merek adalah kesanggupan

seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai

bagian dari suatu kategori produk tertentu”.

Menurut Tandjung, J.W (2004:54): Kesadaran merek adalah “Kemampuan

pembeli potensial untuk mengenali atau mengingat sebuah merek untuk kategori

produk tertentu”.

Menurut Durianto, dkk (2004:56) Peran kesadaran merek (brand

awareness) terhadap brand equity dapat dipahami dengan membahas bagaimana

Brand awareness menciptakan suatu nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan

paling sedikit dengan 4 cara:

1. Anchor to which other association can be attached (Jangkar yang jadi

(22)

Suatu merek dapat digambarkan seperti suatu jangkar dengan beberapa rantai,

dimana rantai tersebut menggambarkan asosiasi dari merek tersebut.

2. Familiarity-liking (keakraban/rasa suka)

Mengenal merek akan menimbulkan rasa terbiasa terutama untuk

produk-produk yang bersifat low involvement (keterlibatan rendah). Suatu kebiasaan

dapat menimbulkan keterkaitan, kesukaan yang kadang-kadang dapat menjadi

suatu pendorong dalam membuat keputusan.

3. Commitment (komitmen)

Kesadaran akan nama dapat menandakan keberadaan, komitmen dan inti yang

sangat penting bagi suatu perusahaan. Secara logika, suatu nama dikenal

karena beberapa alasan. Mungkin karena program iklan perusahaan yang

ekstensif, jaringan distribusi yang luas, eksistensi yang sudah lama dalam

industri dan lain-lain. Jika kualitas dari dua merek yang berbeda adalah nama,

maka brand awareness akan menjadi faktor yang menentukan dalam

keputusan pembelian konsumen.

4. Brand to consider (memperhitungkan merek-merek)

Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi dari suatu

kelompok merek-merek yang sudah dikenal sebagai pertimbangan merek

mana yang akan dibeli. Merek yang memiliki top of mind yang tinggi

mempunyai nilai yang tinggi pula. Jika suatu merek tidak dapat tersimpan

dalam ingatan, maka merek tersebut tidak dipertimbangkan dalam benak

konsumen. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam ingatan konsumen

(23)

Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa kesadaran merek (X1) diukur

menggunakan 3 indikator yaitu:

1. Pengenalan merek

2. Media iklan

3. Kegiatan promosi

2.2.1.2. Kesan Kualitas

Kesan kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keunggulan suatu

produk atau jasa yang sesuai dengan harapan konsumen itu sendiri, sehingga

dapat memberikan masukan yang sangat penting kepada konsumen sebagai bahan

pertimbangan sebelum akhirnya konsumen memilih membeli suatu produk

tertentu. Merek-merek yang sudah terkenal akan mempermudah konsumen dalam

menentukan pilihannya dengan catatan keunggulan dari merek tersebut

benar-benar dapat diandalkan.

Menurut Aaker (1997) dalam Fadli dan Inneke (2008: 51) mendefinisikan

“kesan atau persepsi kualitas merupakan peprsepsi konsumen terhadap

keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama

dengan maksud yang diharapkannya”.

Menurut Tandjung, J.W (2004:64) mendefinisikan “Perceived quality

sebagai persepsi pelanggan terhadap kualitas secara keseluruhan dari sebuah

(24)

Menurut Durianto, dkk (2004:96): Definisi “Perceived quality sebagai

persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk

atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan”.

Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa kesan kualitas (X2) diukur

menggunakan 5 indikator yaitu:

1. Kinerja produk

2. Rancangan produk / desain

3. Nilai fungsional - harga jual

4. Kesempurnaan produk

5. Nilai emosional - kenyamanan

2.2.1.3. Asosiasi Merek

Asosiasi merek berkaitan dengan ingatan konsumen mengenai merek

tertentu secara spesifik melalui atribut-atribut dan manfaatnya, dalam hal ini

keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyaknya

pengalaman konsumen terhadap merek tersebut. Dengan adanya asosiasi merek

dapat menciptakan suatu nilai bagi produsen dan konsumen karena sangat

membantu proses penyusunan informasi dalam membedakan merek yang satu

dengan merek yang lain.

Asosiasi merek dapat menciptakan nilai bagi perusahaan dan para

pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk

(25)

yang diingat oleh konsumen dapat menghasilkan suatu bentuk citra tentang merek

(brand image) di benak konsumen.

Menurut Aaker (1997) dalam Fadli dan Inneke (2008: 51) yang

menyatakan ”asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan

mengenai merek. Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu : 1) Membantu

proses penyusunan informasi yang dapat meringkaskan sekumpulan fakta yang

dapat dengan mudah dikenal konsumen. 2) Perbedaan, yang mempunyai peran

penting dalam menilai keberadaan atau fungsi suatu merek dibandingkan lainnya.

3) alasan untuk membeli, yang sangat membantu konsumen dalam mengambil

keputusan untuk membeli produk atau tidak. 4) perasaan positif yang erangsang

tumbuhnya perasaan positif terhadap produk. 5) Menjadi landasan untuk

perluasan merek yang dinilai kuat.

Menurut Rangkuti (2002:54): “Asosiasi merek dapat menciptakan suatu

nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena ia dapat membantu proses

penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dari merek yang lain”.

Menurut Durianto.D, dkk (2004:67): ”Asosiasi merek adalah segala kesan

yang muncul dibenak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu

merek”.

Menurut Tandjung, J.W (2004:59) “Asosiasi merek adalah segala sesuatu

yang “terjalin” di dalam ingatan mengenai sebuah merek”. Contohnya:

McDonald’s, asosiasi yang melekat dalam pikiran kita adalah anak-anak , layanan

yang memuaskan dan restoran keluarga. Kesan-kesan yang terkait merek akan

(26)

mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek

tersebut dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika kaitan tersebut

didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Suatu merek yang telah

mapan akan memiliki posisi yang menonjol dalam persaingan bila didukung oleh

berbagai asosiasi yang kuat.

Konsumen yang menggunakan merek tertentu cenderung memiliki

konsistensi terhadap citra merek (brand image) yang disebut juga dengan

kepribadian merek (brand personality) yang kemudian dapat membentuk

kesetiaan terhadap merek tertentu (brand loyalty).

Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa Asosiasi Merek (X3) diukur

menggunakan 3 indikator yaitu:

1. Harga produk

2. Keamanan produk

3. Lokasi penjualan dan purna jual

2.2.1.4. Loyalitas Merek

Dalam konsep brand loyalty produsen hanya mengkonsentrasikan pada

merek yang memiliki pelanggan yang loyal, Perusahaan tidak mengetahui siapa

saja pelanggan mereka, manajemen perusahaan hanya mengetahui bahwa mereka

memiliki pelanggan yang loyal. Sedangkan pada customer loyalty produsen

memperlakukan pelanggan sebagai masing–masing individu yang berbeda-beda

(27)

marketing. Sebab dalam konsep customer loyalty pembelian ulang dari pelanggan

yang telah ada dapat berpengaruh terhadap pelanggan baru.

Menurut Chaudhuri dan Holbrook (2001:82): Loyalitas merek (brand

loyalty) adalah “Sebuah komitmen mendalam untuk membeli kembali atau

menjadi pelanggan tetap dari sebuah produk atau jasa yang disukai secara

konsisten dimasa yang akan datang, dimana komitmen tersebut menyebabkan

pembelian yang berulang terhadap merek yang sama, meskipun

pengaruh-pengaruh situasional dan usaha-usaha pemasaran mempunyai kesanggupan atau

kemungkinan untuk mengakibatkan perubahan perilaku”.

Menurut Durianto.D, dkk (2004:127): Loyalitas merek (brand loyalty)

merupakan “Suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek”.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Brand

loyalty merupakan inti ekuitas suatu merek karena saat konsumen mencapai

tahapan loyal pada merek tertentu maka dapat dipastikan mereka tidak akan

mudah berpindah ke merek yang lain, karena Brand loyalty terkait lebih erat pada

pengalaman menggunakan dan tidak bisa terjadi tanpa lebih dahulu melakukan

pembelian. Brand loyalty juga mencerminkan seberapa jauh kecenderungan

pelanggan untuk berganti ke merek lain, khususnya saat merek itu mengalami

perubahan baik harga maupun ciri-ciri atau jasanya.

Menurut Durianto.D, dkk (2004:128-129) loyalitas merek mempunyai

(28)

a. Switcher (Berpindah-pindah)

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan

yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan

untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang

lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal

atau tidak tertarik pada merek tersebut.

b. Habitual Buyer (Pembelian yang bersifat kebiasan)

Pembeli yang berada pada tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai

pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya

mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk

tersebut.

c. Satisfied Buyer (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka

mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka

memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya

peralihan yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat

dengan tindakan mereka beralih merek.

d. Likes The Brand (Menyukai merek)

Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang

sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai

(29)

e. Committed Buyer (pembeli yang komit)

Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki

suatu kebanggan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan mereka menjadi

sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai

suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini salah

satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan dengan tindakan

merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.

Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa Loyalitas Merek (X4) diukur

menggunakan 3 indikator yaitu:

1. Merek prioritas

2. Minat pembelian ulang

3. Peralihan ke merek lain

2.2.2. Keputusan Pembelian

Menurut Nugroho (2003:413) keputusan pembelian adalah suatu proses

pemilihan diantara dua atau lebih alternatif, dimana suatu aspek perilaku dan

kondisi dilibatkan dalam suatu pengambilan keputusan konsumen, termasuk

pengetahuan, kepercayaan, perhatian dan pemahaman produk yang ditawarkan.

Fadli dan Inneke (2008: 54) menjelaskan bahwa keputusan pembelian

merupakan kegiatan penentuan pemilihan produk / jasa oleh konsumen yang

umumnya terdiri dari lima tahapan: pengenalan masalah, pencarian informasi,

evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian.

(30)

terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan pembelian yaitu pemrakarsa,

pemberi pengaruh,, pengambilan keputusan, pembeli, dan pemakai.

Sebelum konsumen mengambil keputusan pembelian, terdapat serangkaian

proses membeli yang dimulai jauh sebelum tindakan pembelian tersebut

dilakukan. Berikut ini adalah Gambar 2.1 tentang proses pembelian beserta

penjelasannya:

Sumber: Kotler dan Amstrong (2000:222)

Gambar 2.1.Prinsip-Prinsip Pemasaran

Pertama-tama tentang pengenalan akan kebutuhan, konsumen mulai

dikenalkan terhadap suatu produk yang dapat memenuhi kebutuhan dan

keinginannya. Diawali dengan adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan

keinginan yang disebut need arousal.

Selanjutnya jika sudah disadari adanya kebutuhan dan keinginan, maka

konsumen akan berusaha mencari informasi mengenai keberadaan produk yang

diinginkannya dan konsumen menjadi tanggap serta aktif mencari informasi

tentang suatu produk tersebut. Semakin banyak informasi yang diperoleh,

kesadaran dan pengetahuan konsumen akan produk semakin meningkat dan

membantu konsumen dalam memastikan pruduk yang akan dipilih.

Dari berbagai informasi yang diperoleh konsumen melakukan seleksi atas

alternatif–alternatif yang tersedia dan kemudian mempertimbangkannya, proses

(31)

Setelah mencari dan mengevaluasi berbagai alternatif, konsumen pada titik

tertentu harus mengambil keputusan antara membeli produk yang dibutuhkan atau

tidak. Jika keputusan yang diambil oleh konsumen adalah membeli, maka

konsumen harus membuat rangkaian keputusan yang menyangkut merek, harga,

toko, warna dan lain sebagainya. Banyak sekali orang yang mengalami kesukaran

dalam membuat keputusan, karena itu usaha yang dilakukan oleh para pemasar

untuk menyederhanakan pembuatan keputusan beli akan mempermudah dan

menarik konsumen.

Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami level kepuasan

atau ketidakpuasan tertentu sehingga tugas pemasar tidak berakhir begitu saja

ketika produk tersebut telah dibeli. Kepuasan atau ketidakpuasan terhadap suatu

produk akan mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya yaitu tindakan pasca

pembelian, dalam hal ini jika konsumen tersebut puas maka akan menunjukkan

kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali suatu produk, sebaliknya

bila konsumen tidak puas mungkin akan membuang atau mengembalikan produk

bahkan memutuskan untuk berhenti membeli produk tersebut. Komunikasi pasca

pembelian dengan konsumen sangatlah penting karena terbukti menghasilkan

penurunan pengembalian produk dan pembatalan pesanan.

Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa Keputusan Pembelian (Y)

diukur menggunakan 2 indikator yaitu:

1. Pengaruh orang lain

(32)

2.2.3. Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian

Aaker (1997:23) dalam Fadli dan Qomariah (2008: 53) menyatakan bahwa

ekuitas merek (brand equity) sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian

karena kelima dimensi yang terdapat dalam ekuitas merek yaitu brand loyalty,

brand awareness, perceived quality, brand association dan other asset dapat

memberikan nilai kepada konsumen dengan memperkuat informasi rasa percaya

diri dalam keputusan pembelian serta pencapaian keputusan tersebut, sehingga

terdapat hubungan yang positif antara lima dimensi dari ekuitas merek dengan

keputusan pembelian konsumen. Konsep ekuitas merek yang mempengaruhi

proses keputusan pembelian di atas dapat diketahui bahwa merek juga membantu

meyakinkan konsumen, dimana mereka akan mendapatkan kualitas yang

konsisten ketika mereka membeli produk merek tersebut. Merek itu berkaitan

dengan cara konsumen merasa dan membeli barang-barang bukan sekedar sebuah

karakteristik barang-barang tertentu.

Hubungan yang positif antara ketiga dimensi dari ekuitas merek dengan

keputusan pembelian konsumen adalah sebagai berikut :

1. Brand loyalty memiliki hubungan positif terhadap keputusan pembelian

karena konsumen yang loyal, pada umumnya akan melakukan pembelian

ulang terhadap merek tersebut walaupun dihadapkan pada berbagai alternatif

merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang mungkin

(33)

2. Hubungan positif antara brand awareness dengan keputusan pembelian

ditunjukkan dengan adanya kecenderungan konsumen membeli suatu merek

yang sudah dikenal, karena dengan merek produk yang telah dikenal

konsumen akan merasa aman dan terhindar dari berbagai resiko pemakaian

dengan catatan merek yang sudah dikenal benar-benar dapat diandalkan.

3. Perceived quality mempunyai hubungan positif dengan keputusan pembelian

konsumen karena persepsi terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan dari

suatu produk dapat menentukan nilai penting dari produk tersebut yang

berpengaruh secara langsung pada keputusan pembelian konsumen, sehingga

kesan kualitas yang positif dapat mendorong keputusan pembelian serta

menciptakan loyalitas terhadap merek tersebut.

Dari hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek

berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Hal ini didukung Aaker (1997:23)

dalam Fadli dan Qomariah (2008: 53) bahwa ekuitas merek (brand equity) sangat

(34)

2.3. Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teori maka

dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

“Ekuitas merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian Sepeda

Motor Honda Vario Di Surabaya (Studi Di Dealer PT. Calista Alba (HONDA)

(35)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

3.1.1. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel-variabel yang akan dibahas dalam penelitian

ini adalah :

1. Ekuitas merek (X) merupakan kekayaan (investasi jangka panjang) yang

berhubungan dengan suatu nama merek dan simbol yang dapat menambah

(atau mengurangi) suatu nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa bagi

sebuah perusahaan dan atau konsumen

Ekuitas merek dibentuk oleh 4 dimensi (Fadli dan Inneke (2008: 50) antara

lain :

a. Kesadaran merek (X1) adalah kesanggupan seorang pembeli untuk

mengenali dan mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan

perwujudan kategori produk tertentu

Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa kesadaran merek (X1) diukur

menggunakan 3 indikator yaitu:

1. Pengenalan merek

2. Media iklan

(36)

b. Kesan Kualitas (X2) merupakan peprsepsi konsumen terhadap keseluruhan

kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama

dengan maksud yang diharapkannya

Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa kesan kualitas (X2) diukur

menggunakan 5 indikator yaitu:

1. Kinerja produk

2. Rancangan produk / desain

3. Nilai fungsional - harga jual

4. Kesempurnaan produk

5. Nilai emosional - kenyamanan

c. Asosiasi Merek (X3) segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai

merek.

Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa Asosiasi Merek (X3) diukur

menggunakan 3 indikator yaitu:

1. Harga produk

2. Keamanan produk

3. Lokasi penjualan dan purnajual

d. Loyalitas merek (X4) adalah sebuah komitmen yang secara kuat dipegang

pelanggan untuk kembali membeli dan terus berlangganan sebuah barang

atau jasa secara konsisten dimasa yang akan datang.

Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa Asosiasi Merek (X3) diukur

(37)

1. Merek prioritas

2. Minat pembelian ulang

3. Peralihan ke merek lain

2. Keputusan Pembelian (Y) adalah proses pemilihan diantara dua atau lebih

alternatif dimana terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan pembelian

yaitu pemrakarsa, pemberi pengaruh, pengambilan keputusan, pembeli, dan

pemakai.

Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa Keputusan Pembelian (Y) diukur

menggunakan 2 indikator yaitu:

1. Pengaruh orang lain

2. Keinginan dan kemampuan

3.1.2. Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval dengan teknik

pengukuran menggunakan likert yaitu skala yang digunakan untuk mengukur

sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang suatu atau

gejala fenomena. Analisis ini dilakukan dengan meminta responden untuk

menyatakan pendapatnya tentang serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan

obyek yang diteliti dalam bentuk nilai yang berada dalam rentang dua sisi.

Digunakan jenjang 5 dalam penelitian ini mengikuti pola sebagai berikut :

1 5

(38)

Tanggapan atau pendapat konsumen dinyatakan dengan memberi skor yang

berada dalam rentang nilai 1 sampai dengan 5 pada kotak yang tersedia di

sebelahnya, dimana nilai 1 menunjukkan nilai terendah dan nilai 5 nilai tertinggi.

Jawaban dengan nilai antara 1-3 berarti kecenderungan untuk tidak setuju dengan

pernyataan yang diberikan, sedangkan jawaban dengan nilai antara 4-5 berarti

cenderung setuju dengan pernyataan yang diberikan.

3.2. Teknik Penentuan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2004:72).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen Sepeda Motor Honda

Vario Di Surabaya, terutama yang berada di daerah Surabaya Barat.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiyono, 2004:73).

Penentuan jumlah sampel dalam PLS dengan perkiraan sebagai berikut:

- Sepuluh kali jumlah indikator formatif (mengabaikan indikator reflektif)

- Sepuluh kali jumlah jalur struktural (structural paths) pada inner model.

- Sample size kecil 30 – 50 atau sampel besar lebih dari 200

Pada penelitian ini ada 8 indikator formatif, sehingga jumlah sampel yang

(39)

c. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probability

sampling tepatnya accidental sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan

kebetulan, dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu. (Sugiyono,

2004:77). Kriteria- kriteria tesebut antara lain: responden berusia minimal 18

tahun, dan menggunakan Sepeda Motor Honda Vario.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

3.3.1. J enis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah jenis data primer yaitu

jenis yang diperoleh dengan jalan penyebaran kuisioner secara langsung pada

konsumen yang menggunakan Sepeda Motor Honda Vario Di Surabaya untuk

mengetahui pendapat mereka secara langsung.

3.3.2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah diperoleh dari

konsumen yang menggunakan Sepeda Motor Honda Vario Di Surabaya

3.3.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan riset lapangan yaitu

kegiatan penelitian dengan tujuan langsung ke obyek penelitian dengan :

a. Kuesioner

yaitu cara pengumpulan data dengan jalan memberikan pertanyaan-pertanyaan

(40)

b. Interview

yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan wawancara secara

langsung terhadap responden untuk mengetahui pendapat mereka.

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis

3.4.1. Teknik Analisis

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode Partial Least

Square (PLS). PLS dapat digunakan pada setiap jenis skala data (nominal, ordinal,

interval, rasio) serta syarat asumsi yang lebih fleksibel. PLS juga digunakan untuk

mengukur hubungan setiap indikator dengan konstruknya. Selain itu, dalam PLS

dapat dilakukan uji bootstrapping terhadap struktural model yang bersifat outer

model dan inner model

PLS merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi, hal ini

terutama pada kondisi dimana indikator bersifat formatif. Dengan variabel laten

berupa kombinasi linier dari indikatornya, maka prediksi nilai dari variabel laten

dapat dengan mudah diperoleh, sehingga prediksi nilai terhadap variabel laten

yang dipengaruhinya juga dapat dengan mudah diperoleh, sehingga prediksi

terhadap variabel laten yang dipengaruhi juga dapat dengan mudah dilakukan.

PLS tidak membutuhkan banyak asumsi. Data tidak harus berdistribusi

normal multivariate dan jumlah sampel tidak harus besar (Ghozali

merekomendasikan antara 30 – 100). Karena jumlah sampel yang digunakan

dalam penelitian ini kecil (<100) maka digunakan PLS sebagai alat analisisnya.

(41)

PLS mengenal dua macam komponen dalam model kausal yaitu model

pengukuran (measurement models) dan model structural (structural model).

Melalui pendekatan ini, diasumsikan bahwa semua varian yang dihitung

merupakan varian yang berguna untuk penjelasan. Pendekatan pendugaan variabel

laten dalam PLS adalah sebagai exact kombinasi linear dari indikator, sehingga

mampu menghindari masalah indeterminacy dan menghasilkan skor komponen

yang tepat. Dengan menggunakan algoritma iteratif yang terdiri dari beberapa

analisis dengan metode kuadrat kecil biasa (ordinary least square) maka persoalan

identifikasi tidak menjadi masalah, karena model bersifat rekursif.

Pendekatan PLS didasarkan pada pergeseran analisis dari pengukuran

estimasi parameter model menjadi pengukuran prediksi yang relevan. Sehingga

fokus analisis bergeser dari hanya estimasi dan penafsiran signifikan parameter

menjadi validitas dan akurasi prediksi. Didalam PLS variabel laten bisa berupa

hasil pencerminan indikatornya, diistilahkan dengan indikator reflektif (reflective

indicator). Disamping itu, juga bisa konstruk dibentuk (formatif) oleh

indikatornya, diistilahkan dengan indikator formatif (formative indicator).

3.4.2. Model Indikator Reflektif Dan Indikator For matif

3.4.2.1 Model Indikator Reflektif

Dikembangkan berdasarkan pada classical test theory yang

mengasumsikan bahwa variasi skor pengukuran konstruk merupakan fungsi dari

true score ditambah error. Jadi konstruk laten seolah-olah mempengaruhi variasi

(42)

reflektif sering juga disebut principal factor model dimana kovarian pengukuran

indicator seolah-olah dipengaruhi oleh konstruklaten atau mencerminkan variasi

dari konstruk laten.

Pada model reflektif, konstruk (unidimensional) digambarkan dengan

bentuk ellips dengan beberapa anak panah dari konstruk ke indikator. Model ini

menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan mempengaruhi

perubahan pada indikator. Model indicator reflektif harus memiliki internal

konsistensi karena semua indicator diasumsikan mengukur satu konstruk,

sehingga dua indikator yang sama reliabilitasnya dapat saling dipertukarkan.

Walaupun reliabilitas (Cronbach Alpha) suatu konstruk akan rendah jika hanya

ada sedikit indikator, tetapi validitas konstruk tidak akan berubah jika satu

indikator dihilangkan.

Contoh model indicator reflektif adalah konstruk yang berkaitan dengan

sikap (attitude) dan niat membeli (purchase intention). Sikap umumnya dipandang

sebagai jawaban dalam bentuk favorable (positif) atau unfavorable (negatif)

terhadap suatu obyek dan biasanya diukur dengan skala multi item dalam bentuk

semantik differences seperti, good-bad, like-dislike, dan favorable unfavorable.

Sedangkan niat membeli umumnya diukur dengan ukuran subyektif seperti how

(43)

Gambar 3.1

Composite Latent Variable (Reflektif) Model Untuk Kesadaran Merek (X1)

Gambar 3.2

Composite Latent Variable (Reflektif) Model Untuk Loyalitas merek (X4)

Ciri-ciri model indikator reflektif adalah:

• Arah hubungan kausalitas seolah-olah dari konstruk ke indikator.

• Antar indikator diarapkan saling berkorelasi (memiliki internal consitency

Reliability).

• Menghilangkan satu indikator dari model pengukuran tidak akan merubah

makna dan arti konstruk.

(44)

3.4.2.2 Model Indikator For matif

Konstruk dengan indikator formatif mempunyai karakteristik berupa

komposit, seperti yang digunakan dalam literatur ekonomi yaitu index of

sustainable economics welfare, the human development index, dan the quality of

life index. Asal usul model formatif dapat ditelusuri kembali pada “operational

definition”, dan berdasarkan definisi operasional, maka dapat dinyatakan tepat

menggunakan model formatif atau reflektif. Jika η menggambarkan suatu variabel

laten dan x adalah indikator, maka: η = x

Oleh karena itu, pada model formatif variabel komposit seolah-olah

dipengaruhi (ditentukan) oleh indikatornya. Jadi arah hubungan kausalitas

seolaholah dari indikator ke variabel laten. Dalam model formatif, perubahan pada

indikator dihipotesakan mempengaruhi perubahan dalam konstruk (variabel

laten). Tidak seperti pada model reflektif, model formatif tidak mengasumsikan

bahwa indikator dipengaruhi oleh konstruk tetapi mengasumsikan bahwa semua

indikator mempengaruhi single konstruk. Arah hubungan kausalitas seolah-olah

mengalir dari indikator ke konstruk laten dan indikator sebagai group secara

bersama-sama menentukan konsep, konstruk atau laten.Oleh karena, diasumsikan

bahwa indikator seolah-olah mempengaruhi konstruk laten, maka ada

kemungkinan antar indikator saling berkorelasi, tetapi model formatif tidak

mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator secara konsisten. Sebagai misal

komposit konstruk yang diukur oleh indikator yang saling mutually exclusive,

adalah konstruk Status Sosial Ekonomi diukur dengan indikator antara lain

(45)

Oleh karena diasumsikan bahwa antar indikator tidak saling berkorelasi

maka ukuran internal konsistensi reliabilitas (Alpha Cronbach) tidak diperlukan

untuk menguji reliabilitas konstruk formatif. Kausalitas hubungan antar indikator

tidak menjadi rendah nilai validitasnya hanya karena memiliki internal konsistensi

yang rendah. Untuk menilai validitas konstruk perlu dilihat vaiabel lain yang

mempengaruhi konstruk laten. Jadi untuk menguji validitas dari konstruk laten,

peneliti harus menekankan pada nimological dan atau criterion-related validity.

Implikasi lainnya dari model formatif adalah dengan menghilangkan

(dropping) satu indikator dalam model akan menimbulkan persoalan serius.

Menurut para ahli psikometri indikator formatif memerlukan semua indikator

yang membentuk konstruk. Jadi menghilangkan satu indikator akan

menghilangkan bagian yang unik dari konstruk laten dan merubah makna dari

konstruk. Komposit variabel laten memasukkan error term dalam model, hanya

error term diletakkan pada konstruk laten dan bukan pada indikator.

Model formatif memandang (secara matematis) indikator seolah-olah

sebagai variabel yang mempengaruhi variabel laten, dalam hal ini memang

berbeda dengan model analisis faktor, jika salah satu indikator meningkat, tidak

harus diikuti oleh peningkatan indikator lainnya dalam satu konstruk, tapi jelas

akan meningkatkan variabel latennya.

Model reflektif mengasumsikan semua indikator seolah-olah dipengaruhi

oleh variabel konstruk, oleh karena itu menghendaki antar indikator saling

berkorelasi satu sama lain. Dalam hal ini konstruk diperoleh menggunakan analis

(46)

utama) tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator, atau secara

konsisten berasumsi tidak ada hubungan antar indikator. Oleh karena itu, internal

konsisten (Alpha Cronbach) kadang-kadang tidak diperlukan untuk menguji

reliabilitas konstruk formatif.

Ciri-ciri model indikator formatif adalah:

• Arah hubungan kausalitas dari indikator ke konstruk.

• Antara indikator diasumsikan tidak berkorelasi (tidak diperlukan uji

konsistensi internal atau cronbach alpha ).

• Menghilangkan satu indikator berakibat merubah makna dari konstruk

• Kesalahan pengukuran diletakkan pada tingkat konstruk (zeta)

• Konstruk mempunyai makna “surplus”

• Skala skor tidak menggambarkan konstruk

Dalam penelitian yang masuk dalam indikator formatif adalah sebagai

berikut:

Gambar 3.3

(47)

Gambar 3.4

Composite Latent Variable (Formatif) Model Untuk Asosiasi Merek (X3)

Gambar 3.5

Composite Latent Variable (Reflektif) Model Untuk Keputusan Pembelian (Y)

Dalam model reflektif, semua indikator dalam suatu konstruk dapat

berhubungan dengan variabel lain dengan cara yang sama, sedangkan dalam

model formatif, indikator tidak berhubungan dengan variabel lain. Dalam model

pengukuran formatif, satu indikator menghasilkan pola hubungan berbeda dengan

(48)

3.4.3 Kegunaan Metode Partial Least Square (PLS)

Kegunaan PLS adalah untuk mendapatkan model struktural yang

powerfull untuk tujuan prediksi. Pada PLS, penduga bobot (weight estimate)

untuk menghasilkan skor variabel laten dari indikatornya dispesifikasikan dalam

outer model, sedangkan inner model adalah model struktural yang

menghubungkan antar variabel laten.

3.4.4 Pengukuran Metode Partial Least Square (PLS)

Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu :

1. Weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten.

2. Estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan antar variabel laten dan

estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya.

3. Means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator

dan variabel laten.

Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi

tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama

menghasilkan penduga bobot (weight estimate), tahap kedua menghasilkan

estimasi untuk inner model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan

estimasi means dan lokasi (konstanta). Pada dua tahap pertama proses iterasi

dilakukan dengan pendekatan deviasi (penyimpangan) dari nilai means (rata-rata).

Pada tahap ketiga, estimasi bisa didasarkan pada matriks data asli dan taua hasil

penduga bobot dan koefisien jalur pada tahap kedua, tujuannya untuk menghitung

(49)

3.4.5 Langkah-langkah PLS

1. Langkah Pertama: Merancang Model Struktural (inner model)

Inner model atau model stuktural menggambarkan hubungan antar variabel

laten berdasarkan pada substantive theory perancangan model struktural

hubungan antar variabel laten didasarkan pada rumusan masalah atau

hipotesis penelitihan.

2. Langkah Kedua: Merancang Model Pengukuran (outer model)

Outler Model atau model pengukuran mendefinisikan bagaimana setiap blok

indikator berhubungan dengan variabel latenya. Perancangan model

menentukan sifat indikator dari masing-masing variabel laten, apakah refleksi

atau formatif, berdasarkan devinisi oprasional variabel.

3. Langkah Ketiga: Mengkonstruksi Diagram Jalur

a. Model persamaan dasar dari inner model dapat di tulis sebagai berikut:

N = β0 + β ŋ + Γ + ξ

Nj = ∑i βji ŋi + ∑i yjb b + ξj

b. Model persamaan dasar Outer Model dapat di tulis sebagi berikut:

Χ = Λ x + ɛx Y = Λy ŋ + ɛy

4. Langkah Keempat: Estimasi: Weight, koofesien jalur, dan loading

Metode pendugaan parameter (estimasi) di dalam PLS adalah metode kuadrat

terkecil (Least squere methods). Proses perhitngan dilakukan dengan cara

iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi kenvargen.

(50)

• Weight estimasi yang digunakan untuk menghitung data variabel laten.

• Path estimasi yang menghubungkan antar variabel laten dan estimasi

loading antara variabel laten dan indikatornya.

• Means dan Parameter lokasi (nilai konstanta regresi, intersep) untuk

indikator dan variabel laten.

5. Langkah Keenam: Goodness of Fit

Goodness of Fit Model diukur menggunakan R2 variabel laten dipenden

dengan interpretasi yang sama dengan regresi. Q2 predictive relevance untuk

model struktural mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh

model dan juga estimasi parameternya.

Q2 = 1-(1-R22) (1-R22)...(1-Rp2)

Besarnya memiliki nilai dengan rentang 0 <> 2 pada analisis jalur ( Path

Analisis ).

6. Langkah Ketujuh: Pengujian Hipotesis (Resampling Bootstraping)

Pengujian hipotesi (β, Y, dan Λ ) dilakukan dengan metode resampling

boostrap yang dikembangkan oleh geisser dan stone statistik uji yang

digunakan adalah statistik t atau uji t. Penerapan metode resampling,

memungkinkan berlakunya data terdistribusi bebas (distribution free) tidak

memerlukan asumsi distribusi normal, serta tidak memerlukan sampel yang

besar (direkomendasikan sampel minimum 30). Pengujian dilakukan dengan

(51)

3.4.6 Asumsi PLS

Asumsi pada PLS hanya berkait dengan pemodelan persamaan struktural,

dan tidak terkait dengan pengujian hipotesis, yaitu:

1. Hubungan antar variabel laten dalam inner model adalah linier dan aditif.

2. Model struktural bersifat rekursif

Adapun alasan penulis memilih dan menggunakan PLS adalah sebagai

berikut:

1. Penggunaan PLS tidak mengharuskan jumlah sampel besar, karena ada

keterbatasan jumlah sampel yang akan didapatkan sebagai responden pada

penelitian maka pendekatan model PLS lebih bias diterapkan

2. Pada penelitian ini akan mengembangkan model untuk tujuan prediksi

3. Pada PLS tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu, data berupa

nominal, ordinal, interval dan rasio.

3.4.7 Uji Validitas Dan Reliabilitas

Hasil pengumpulan data yang didapat dari kuesioner harus diujikan

validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian dikatakan valid, bila terdapat

kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi

pada objek yang diteliti. Menurut Sugiyono (2008, 348) instrumen yang valid

berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid.

Valid berarti instrument dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak

(52)

menggunakan indicator reflektif dievaluasi dengan convergent dan diskriminan

validity.

Sedangkan outer-model dengan formatif indicator dievaluasi berdasarkan

pada substantive contentnya yaitu dengan membandingkan besarnya relatif weight

dan melihat signifikansi dari ukuran weight tersebut berdasarkan pada Chin dalam

(Ghozali, 2008, 24).

Convergent validity dari model pengukuran dengan reflektif indicator

dinilai berdasarkan korelasi antara item score/ component score dengan construst

score yang dihitungdengan PLS. ukuran reflektif individual dikatakan tinggi jika

berkorelasi lebih dari 0,07 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian

menurut Chin (Ghozali, 2008, 24) untuk penelitian tahap awal dari pengembangan

skala pengukuran nilai loading 0,05sampai 0,6 dianggap cukup.

Sedangkan discriminant validity dinilai berdasarkan crossloading, jika

korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar dari pada ukuran konstruk

lainnya, maka hal ini menunjuk kan bahwa konstruklaten memprediksi ukuran

pada blok. Mereka lebih baik dari pada blok lainnya. Bisa juga dinilai dengan

Square Root Of Average Extracted (AVE), jika nilai akar kuadrat AVE setiap

konstruk lebih besar dari pada nilai korelasi antar konstruk dengan konstruk

lainnya dalam model maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang

baik. (FornelldanlackerdalamGhozali, 2008, 25)

Hasil penelitian dikatakan reliable bila terdapat kesamaan data dalam

waktu yang berbeda, artinya instrumen yang memiliki reliabilitas adalah

(53)

akan menghasilkan data yang samajuga (Sugiyono, 2008, 348). instrumen yang

baik tidak bersifat mengarahkan responden untuk memilih jawaban tertentu

sebagaimana yang dikehendaki oleh peneliti. Untuk menguji apakah instrument

tersebut reliable dilihat dari nilai composite. Reliability blok indikator yang

mengukur suatu konstruk dan juga nilai cronbach alpha. Jika nilai composite

reliability maupun cronbach alpha diatas 0,70 berarti nilai konstruk dinyatakan

(54)

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

PT. Calista Alba Surabaya perusahaan dagang yang bergerak di bidang

otomotif roda dua merk Honda terutama pada penjualan sepeda motor Honda.

PT. Calista Alba Surabaya beralamatkan di Jl. Pasar Besar Wetan No. 55-A.

Pertama kali berdiri pada tahun 1997 di kota Surabaya dengan Direktur

Bpk. Hendra Senjaya, karena pesatnya pertumbuhan di bidang otomotif merek

Honda, PT. Calista Alba Surabaya membuka cabang di Gresik pada tahun 1998.

Untuk mengembangkan usaha otomotif merek Honda maka perlu

diadakannya pembangunan cabang di Indonesia sehingga pada tahun 1999 PT.

Calista Alba Surabaya membuka cabang kota Mataram – Lombok Barat serta

Lombok Timur tahun 2002. Jawa Tengah tahun 2003 yaitu kota Ajibarang dan

pada tahun 2004 di Sleman. Begitu pesatnya permintaan kendaraan roda dua

khususnya Honda dan dengan terpenuhinya permintaan pasar maka PT. Calista

Alba Surabaya pada tahun 2004 diberi kepercayaan kembali untuk membuka

cabang kembali di Jawa Timur yaitu kota Tuban serta di ikuti dengan pembukaan

cabang di luar pulau Jawa lainnya dan cabang-cabang tersebut terdiri dari

Palembang, Sungai Lilin, Palu dan Toli-Toli. Hingga sekarang cabang PT. Calista

Alba Surabaya berjumlah 11 cabang dan sudah tersebar di wilayah strategis

(55)

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden

Tanggapan responden tentang pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan

pembelian sepeda motor Honda Vario di dealer Honda PT. Calista Alba Surabaya,

dimana kuisioner disebarkan pada 100 orang. Untuk jawaban kuisioner

dinyatakan dengan memberi skor yang berada dalam rentang nilai 1 sampai 5

pada masing-masing skala, dimana nilai 1 menunjukkan nilai terendah dan nilai 5

menunjukkan nilai tertinggi.

Karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian ini dilihat dari

jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Berikut

karakteristik responden yang disajikan dalam tabel frekuensi berikut :

1. Berdasarkan J enis Kelamin Responden

Dari 100 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat

diketahui jenis kelamin dari responden yakni pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.1.

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase

(%)

(56)

2. Berdasarkan Usia Responden

Dari 100 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat

diketahui usia para responden yakni pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.2.

Dari tabel tersebut diketahui responden berusia 18-30 tahun sebanyak 48

orang (48 %), usia 31-40 tahun sebanyak 33 orang (33 %), dan usia 40 tahun lebih

sebanyak 19 orang (19 %).

3. Berdasar kan Tingkat Pendidikan Responden

Dari 100 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat

diketahui tingkat Pendidikan responden yakni pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.3

Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden

No Pendapatan Jumlah Prosentase

(57)

Dari tabel tersebut diketahui responden dengan tingkat pendidikan

SD/Sederajat sebanyak 11 orang (11 %), responden dengan tingkat pendidikan

SLTP/Sederajat sebanyak 19 orang (19 %), responden dengan tingkat pendidikan

SLTA/Sederajat sebanyak 42 orang (42 %), dan responden dengan tingkat

pendidikan D3/S1sebanyak 28 orang (28 %).

4. Berdasar kan Tingkat Pendapatan Responden

Dari 100 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat

diketahui tingkat pendapatan responden yakni pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.4

Klasifikasi Tingkat Pendapatan Responden

No Pendapatan Jumlah Prosentase

(%)

Dari tabel tersebut diketahui responden dengan pendapatan <1jt sebanyak

24 orang (24 %), responden dengan pendapatan <1jt – 3jt sebanyak 45 orang (45

%), dan pendapatan >3jt sebanyak 31 orang (31 %).

4.2.2. Deskripsi Ekuitas Merek (X)

Ekuitas merek (X) merupakan kekayaan (investasi jangka panjang) yang

berhubungan dengan nama merek dan simbol yang dapat menambah atau

Gambar

Tabel 1.2
Gambar 2.1.Prinsip-Prinsip Pemasaran
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Gambar 3.2 Composite Latent Variable (Reflektif) Model
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh brand equity yang berupa kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek secara parsial terhadap keputusan pembelian sepeda

Untuk mengetahui pengaruh citra merk Honda terhadap keputusan pembelian sepeda motor Honda Vario oleh konsumen. Untuk mengetahui pengaruh iklan dan citra merk Honda terhadap

perceived quality terhadap keputusan pembelian sepeda motor merek Honda Vario di kota Purwokerto (Studi Kasus Pada Mahasiswa di Kota Purwokerto).. Telah berhasil

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kualitas Produk, Citra Merk dan Desain Produk terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda Vario pada PT Artha Sentra Oto ”..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh brand image terhadap keputusan pembelian sepeda motor merek honda yang diukur dengan: kualitas merek, loyalitas merek

Pertama, hasil penelitian membuktikan bahwa produk, harga, promosi, dan distribusi berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian Sepeda Motor Honda Vario 150

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa variabel Ekuitas Merek (X 2 ) memiliki pengaruh secara parsial terhadap Keputusan Pembelian Pengguna Motor Honda, hal

Secara parsial peubah ekuitas merek X1 mempengaruhi positif keputusan pembelian Y sepeda motor Honda Beat pada PT Nusantara Surya Sakti Kota Parepare, melalui poin thitung 7,205 >