S K R I P S I
Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
J urusan Manajemen
Oleh :
ATIEK YOEWITA LIENARDI 0812015019 / FE / EM
FAKULTAS EKONOMI
S K R I P S I
Oleh :
ATIEK YOEWITA LIENARDI 0812015019 / FE / EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN
J AWA TIMUR
PEMBELIAN SEPEDA MOTOR HONDA VARIO
DI SURABAYA
(Studi Di Dealer PT. Calista Alba (HONDA) Sur abaya)
Yang Diajukan :
ATIEK YOEWITA LIENARDI 0812015019 / FE / EM
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi J urusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal 13 Desember 2013
Pembimbing : Tim Penguji :
Ketua
Dr s. Ec. Supriyono, MM Dr. Ali Maskun, MS
Sekretaris
Dr s. Ec. Her ry ALW, MM
Anggota
Dra. Ec. Nuruni Ika KW, MS
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Ekuitas Merek terhadap Keputusan Pembelian Sepeda
Motor Honda Vario di Surabaya” dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat
penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan
Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.
Dalam penyusunan skripsi, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan
selesai dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MT, selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa
Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Program Studi Manajemen
UPN “Veteran” Jawa Timur
4. Bapak Drs. Ec. Supriyono, MM, selaku Dosen Pembimbing yang penuh
dengan mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membimbing
menghargai jasa Bapak dan Ibu. Namun teriring do’a semoga apa yang sudah
diberikan kepada kami akan terbalaskan dengan berkah dari sang Ilahi.
6. Yang terhormat Bapak dan Ibu, sembah sujud serta ucapan terima kasih atas
semua do’a, restu, dukungan, nasehat yang diberikan kepada penulis.
Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua
pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata
penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, Januari 2014
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
ABSTRAKSI ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu... 7
2.2. Landasan Teori ... 9
2.2.1. Pengertian Pemasaran ... 9
2.2.1.1. Pengertian Pemasaran ... 9
2.2.1.2. Pengertian Manajemen Pemasaran ... 10
2.2.1.3. Konsep Pemasaran ... 11
2.2.1.4. Tujuan Pemasaran ... 12
2.2.2.3. Asosiasi Merek ... 18
2.2.2.4. Loyalitas Merek ... 20
2.2.3. Keputusan Pembelian ... 23
2.2.3. Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian ... 25
2.3. Kerangka Konseptual ... 27
2.4. Hipotesis ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 29
3.1.1. Definisi Operasional ... 29
3.1.2. Pengukuran Variabel ... 31
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 32
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 33
3.3.1. Jenis Data ... 33
3.3.2. Sumber Data ... 33
3.3.3. Pengumpulan Data ... 33
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 34
3.4.1. Teknik Analisis ... 34
3.4.2. Model Indikator Reflektif Dan Indikator Formatif ... 35
3.4.3.3. Kegunaan Metode Partial Least Square (PLS) 42
3.4.4. Pengukuran Metode Partial Least Square (PLS) ... 42
3.4.5. Langkah-langkah PLS ... 43
3.4.6. Asumsi PLS ... 45
3.4.7. Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 48
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 49
4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 49
4.2.2. Deskripsi Ekuitas Merek (X) ... 51
4.2.2.1. Kesadaran merek (X1) ... 52
4.2.2.2. Kesan Kualitas (X2) ... 53
4.2.2.3. Asosiasi Merek (X3) ... 54
4.2.2.4. Loyalitas Merek (X4) ... 55
4.2.3. Keputusan Pembelian (Y) ... 56
4.3. Analisis Data ... 57
4.3.1. Model Pengukuran PLS ... 57
4.3.2. Outer Loading (Model Pengukuran dan Validitas) . 57 4.3.2.1. First Order (Model Pengukuran Variabel dengan Dimensi) ... 57
4.4.1. Pengujian Hipotesis Pengaruh Ekuitas Merek (X)
Terhadap Keputusan Pembelian (Y) ... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 68
5.2. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA
Oleh :
ATIEK YOEWITA LIENARDI
Abstraksi
Berdasarkan data hasil penjualan Penjualan Sepeda Motor Honda Vario di PT. Calista Alba (Honda) Surabaya dalam periode 2010 – 2012 terakhir, yang menunjukkan bahwa telah bahwa selama 3 tahun dari tahun 2010 – 2012 telah terjadi ketidakstabilan dan kecenderungan penurunan pada tingkat penjualan Sepeda Motor Honda Vario di PT. Calista Alba (Honda) Surabaya. Fenomena ketidakstabilan dan kecenderungan penurunan pada tingkat penjualan Sepeda Motor Honda Vario di PT. Calista Alba (Honda) Surabaya merupakan fenomena yang harus segera diselesaikan dan dicari penyebabnya. Banyak hal yang menjadi penyebab dari penurunan penjualan Sepeda Motor Honda Vario di PT. Calista Alba (Honda) Surabaya tersebut, salah satunya adalah nilai ekuitas merek yang semakin menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian Sepeda Motor Honda Vario Di Surabaya (Studi Di Dealer PT. Calista Alba (HONDA) Surabaya).
Data yang digunakan adalah data primer yaitu data dikumpulkan melalui penyebaran kuisioner secara langsung pada konsumen yang menggunakan Sepeda Motor Honda Vario Di Surabaya yang menjadi sampel. Skala pengukuran yang digunakan adalah likert dengan teknik pengukuran dengan jenjang 1-5. Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling tepatnya accidental
sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kebetulan, dengan
mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu. Pada penelitian ini ada 10 indikator
formatif, sehingga jumlah sampel yang diestimasi penelitian ini adalah sebesar 10 x 10 = 100 responden. Teknik analisis yang digunakan adalah Partial Least
Square (PLS) untuk melihat pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan
pembelian.
Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Ekuitas merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian Sepeda Motor Honda Vario di Dealer PT. Calista Alba Surabaya.
1.1. Latar Belakang Masalah
Sekarang ini pelanggan sudah sangat teliti dalam membeli suatu produk
karena banyaknya produk yang ada dipasaran dan banyaknya informasi yang
diterima dari produsen. Hal ini menyebabkan persaingan antar Badan Usaha untuk
memuaskan pelanggannya saat ini sangat sulit.
Merek bukan hanya sekedar nama melainkan indikator value yang
ditawarkan perusahaan kepada pelanggan, tetapi juga menjadi ”alat ukur” bagi
kualitas value yang ditawarkan oleh perusahaan. Setiap konsumen merasa bahwa
dari merek yang disayanginya akan memperoleh kenyamanan, kepercayaan,
kesenangan dan identitas. Akibatnya, konsumen selalu memberikan ”praduga
baik” pada merek tersebut bukan pada merek lainnya. Konsumen yang loyal
terhadap suatu merek akan bersedia membayar lebih untuk merek tersebut, karena
konsumen merasa sudah mendapatkan nilai atau value yang unik dalam merek
tersebut sementara pada merek lain mereka tidak mendapatkannya.
Merek sangat variatif dalam pengaruh maupun ekuitasnya di pasaran,
merek yang ampuh memiliki ekuitas merek yang tinggi. Merek akan berekuitas
tinggi apabila memiliki loyalitas merek yang tinggi (brand loyalty), kesadaran
merek (brand awareness), kesan kualitas (perceived quality), dan asosiasi-asosiasi
merek (brand assosiation. Merek dengan ekuitas merek yang tinggi adalah aset
begitu banyak keunggulan bersaing. Merek yang kuat dapat memberikan
kesadaran serta loyalitas merek konsumen yang tinggi.
Ekuitas merek (brand equity) yang terdiri dari empat dimensi yaitu brand
loyalty, brand awareness, perceived quality, dan brand association dapat
memberikan nilai kepada konsumen dengan memperkuat informasi rasa percaya
diri dalam keputusan pembelian ulang serta pencapaian keputusan tersebut,
sehingga terdapat hubungan yang positif antara empat dimensi dari ekuitas merek
dengan keputusan pembelian konsumen. (Aaker, 1997:23).
Keputusan pembelian merupakan tindakan langsung dalam mendapatkan,
mengkonsumsi dan menghasilkan produk atau jasa pada konsumen. Proses
konsumen dalam mengambil keputusan pembelian harus dipahami oleh pemasar
perusahan dengan tujuan untuk membuat strategi yang tepat (Basu dan
T. Hani: 2000).
Perkembangan industri sepeda motor di Indonesia dengan bermacam
merek yang digunakan oleh perusahaan produsennya juga menjadi isu merek ini
menjadi sangat strategis dikarenakan dapat menjadi sarana bagi perusahaan untuk
mengembangkan dan memelihara loyalitas pelanggan, dan loyalitas akan
mendorong bisnis terulang kembali. Merek yang kuat juga akan menghasilkan
harga yang menarik dan menjadi penghalang bagi masuknya pesaing.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Assosiasi Sepeda Motor Indonesia
(AISI), bahwa penjualan sepeda motor pada September 2012 hanya 628.739 unit
atau turun 13,1 % dibandingkan bulan yang sama pada tahun 2011 yaitu 723.906
telah mencapai 5,391 juta unit, merosot 13,3 % dari periode yang sama dari tahun
sebelumnya 6,219 juta unit. (http://autoblogindonesia.wordpress.com)
Daftar TBI (Top Brand Indeks) pada sepeda motor Matic periode tahun
2010 - 2012 :
Table 1.1
Top Brand Indeks Award Sepeda Motor Matic
Periode Tahun 2010 - 2012
penurunan dari 24,4 % tahun 2010, menjadi 17,3 % tahun 2011, dan pada tahun
2012 menjadi 13,7 %.
Berikut ini akan disajikan hasil penjualan Sepeda Motor Honda di
PT. Calista Alba (Honda) Surabaya dalam 3 tahun terakhir, yaitu tahun
Tabel 1.2
Penjualan Sepeda Motor Honda Vario di PT. Calista Alba (Honda) Surabaya Periode 2010 – 2012
2011 - 2012 telah terjadi penurunan pada tingkat penjualan Sepeda Motor Honda
Vario di PT. Calista Alba (Honda) Surabaya dari 1050 unit di tahun 2011 menjadi
855 unit di tahun 2012.
Fenomena penurunan pada tingkat penjualan sepeda motor matic Honda
Vario di Surabaya salah satunya disebabkan oleh kinerja motor matic Honda
Vario yang semakin tahun semakin jelek, hal inilah yang menyebabkan ekuitas
merek honda vario semakin turun. Berdasarkan sumber terkait menyatakan bahwa
mesin yang digunakan honda vario mulai tahun 2012 telah menggunakan sistem
injeksi, dimana sistem injeksi perawatannya harus ekstra dan rutin servis. Jika
mesin injeksi mengalami kerusakan maka akan membutuhkan biaya yang jauh
lebih besar dibandingkan dengan mesin yang tidak injeksi. Selain itu tarikan
mesin Honda vario yang sekarang juga lebih berat dibandingkan dengan tarikan
mesin Honda vario keluaran tahun sebelum 2012. Dengan semakin menurunnya
pada akhirnya akan menyebabkan keputusan pembelian terhadap sepeda motor
honda vario akan semakin mengalami penurunan juga.
Ekuitas merek (brand equity) sangat berpengaruh terhadap keputusan
pembelian karena keempat dimensi yang terdapat dalam ekuitas merek yaitu
kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek dan loyalitas merek dapat
memberikan nilai kepada konsumen dengan memperkuat informasi rasa percaya
diri dalam keputusan pembelian serta pencapaian keputusan tersebut, sehingga
terdapat hubungan yang positif antara keempat dimensi dari ekuitas merek dengan
keputusan pembelian konsumen. (Fadli dan Qomariah, 2008)
Oleh karena itu, peneliti bermaksud melakukan penelitian berjudul
“Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda
Vario Di Surabaya”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dari
penelitian ini adalah: ”Apakah ekuitas merek berpengaruh terhadap keputusan
pembelian Sepeda Motor Honda Vario Di Surabaya ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pada penelitian ini
adalah: “Untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini akan diperoleh manfaat antara lain :
1. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengalaman secara praktik di bidang
pemasaran khususnya mengenai teoritik tentang ekuitas merek dan keputusan
pembelian.
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang menjadikan
pertimbangan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan ekuitas
merek dan keputusan pembelian.
3. Bagi Universitas
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan
menambah perbendaharaan perpustakaan serta sebagai bahan perbandingan
bagi rekan-rekan mahasiswa yang mengadakan penelitian dengan masalah
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang releven dengan penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh :
1. Fadli dan Inneke Qomariah, 2008, dengan judul “Analisis Pengaruh Faktor-
Faktor Ekuitas Merek Sepeda Motor Merek Honda Terhadap Keputusan
Pembelian (Studi Kasus Pada Universitas Sumatera Utara)”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis dimmmensi ekuitas merek
mana yang berpengaruh lebih signifikan pada merek sepeda motor honda
terhadap keputusan pembelian, dimana keempat dimensi ekuitas merek
tersebut terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek dan
loyalitas merek dan bagaimana pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan
pembelian sepeda motor merek honda di lingkungan universitas sumatera
utara. Sampel yang digunakan adalah 100 responden yang terdiri dari
mahasiswa USU yang mengikuti program doktor, magister, pendidikan
profesi, program sarjana, ekstensi, diploma periode tahun akademik 2007 /
2008. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda
dengan menggunakan software SPSS versi 12. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa secara serempak ekuitas merek yang terdiri dari
kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek dan loyalitas merek
merek honda di lingkungan USU. Secara parsial kesan kualitas, asosiasi
merek dan loyalitas merek berpengaruh sangat signifikan terhadap keputusan
pembelian sepeda motor merek honda di lingkungan USU, sedangkan
kesadaran merek tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian
sepeda motor merek honda di lingkungan USU. Selanjutnya variabel yang
dominan berpengaruh terhadap keputusan pembelian sepeda motor merek
honda di lingkungan USU adalah variabel loyalitas merek. Hal ini berarti
bahwa sepeda motor merek honda telah memberikan keterikatan emosional
yang dipengaruhi oleh kepuasan yang dirasakan oleh konsumen yang telah
menggunakan sepeda motor merek honda.
2. Wiwit Dewi Kurnia dan Widyastuti, 2011, dalam dalam Jurnal Bisnis dan
Manajemen Universitas Negeri Surabaya, Volume 3 No 2, Februari 2011,
dengan judul “Pengaruh Kesadaran Merek, Kesan Kualitas Dan Asosiasi
Merek Terhadap Keyakinan Pelanggan Dalam Membeli Pasta Gigi Merek
Pepsodent (Studi Di Desa Sumberagung Bojonegoro)”. Tujuan penelitian
adalah untuk menganalisis pengaruh kesadaran merek, kesan kualitas dan
asosiasi merek terhadap keyakinan pelanggan dalam membeli pasta gigi
merek pepsodent (studi di desa sumberagung bojonegoro). Hipotesis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: a) diduga kesadaran merek, kesan
kualitas dan asosiasi merek terhadap keyakinan pelanggan dalam membeli
pasta gigi merek pepsodent (studi di desa sumberagung bojonegoro). b) itu
diduga kesadaran merek, kesan kualitas dan asosiasi merek terhadap
desa sumberagung bojonegoro). Sampel ditentukan oleh probability sampling
dengan metode non teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan
sampel dengan pertimbangan tertentu, yaitu konsumen yang telah
menggunakan pasta gigi merek pepsodent di desa sumberagung bojonegoro.
Hasil penelitian adalah: a) ada pengaruh secara simultan dan parsial antara
kesadaran merek, kesan kualitas dan asosiasi merek terhadap keyakinan
pelanggan dalam membeli pasta gigi merek pepsodent di desa sumberagung
bojonegoro. b) Variabel kesadaran merek mempunyai pengaruh yang paling
dominan terhadap keyakinan pelanggan dalam membeli pasta gigi merek
pepsodent.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Ekuitas Merek
Definisi Ekuitas merek (brand equity) menurut Aaker (1997) dalam Fadli
dan Inneke (2008: 50) menyebutkan bahwa “Brand Equity is a set of assets (and
liabilities) linked to a brand’s name and symbol that adds to (or substract from)
the value provided by a product or service to a firm and or that firm’s
customers”. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek
adalah kekayaan (investasi jangka panjang) yang berhubungan dengan suatu nama
merek dan simbol yang dapat menambah (atau mengurangi) suatu nilai yang
Menurut Tandjung, J.W (2004:53) ekuitas merek (brand equity) yaitu
kumpulan sesuatu yang berharga (asets) yang melekat pada merek serta
kewajiban-kewajiban yang terjalin pada sebuah merek, nama, dan simbol yang
dapat menambah atau mengurangi ”nilai” suatu produk”.
Menurut Durianto. D, dkk (2004:4) Ekuitas merek (brand equity) adalah
seperangkat aset dan liabilitas merek yang tekait dengan suatu merek, nama,
simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh
sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan”.
Menurut Aaker (1997) dalam Fadli dan Inneke (2008: 53), bahwa ekuitas
merek mempunyai beberapa dimensi utama antara lain:, kesadaran merek, kesan
kualitas, asosiasi merek dan loyalitas merek.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa ekuitas merek (brand equity) merupakan aset yang dapat
memberikan nilai tersendiri di mata pelanggannya. Aset yang dikandungnya dapat
membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi
yang tekait dengan produk dan merek tersebut.
Menurut Durianto. D, dkk (2004:6) Ekuitas merek dapat mempengaruhi
rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar
pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan
2.2.1.1. Kesadaran Merek
Kesadaran merek merupakan suatu penerimaan dari konsumen terhadap
sebuah merek. Hal itu ditunjukkan dari kemampuan konsumen dalam mengingat
dan mengenali kembali sebuah merek serta mengaitkan ke dalam kategori
tertentu. Kesadaran merek sangatlah penting karena konsumen cenderung
membeli suatu merek yang sudah dikenal, mereka merasa aman, nyaman. dengan
asumsi bahwa merek yang sudah dikenal lebih dapat dihandalkan.
Menurut Aaker (1997) dalam Fadli dan Inneke (2008: 50) menyebutkan
bahwa kesadaran merek adalah kesanggupan seorang pembeli untuk mengenali
dan mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan perwujudan kategori
produk tertentu.
Menurut Durianto, dkk (2004:54): “Kesadaran merek adalah kesanggupan
seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai
bagian dari suatu kategori produk tertentu”.
Menurut Tandjung, J.W (2004:54): Kesadaran merek adalah “Kemampuan
pembeli potensial untuk mengenali atau mengingat sebuah merek untuk kategori
produk tertentu”.
Menurut Durianto, dkk (2004:56) Peran kesadaran merek (brand
awareness) terhadap brand equity dapat dipahami dengan membahas bagaimana
Brand awareness menciptakan suatu nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan
paling sedikit dengan 4 cara:
1. Anchor to which other association can be attached (Jangkar yang jadi
Suatu merek dapat digambarkan seperti suatu jangkar dengan beberapa rantai,
dimana rantai tersebut menggambarkan asosiasi dari merek tersebut.
2. Familiarity-liking (keakraban/rasa suka)
Mengenal merek akan menimbulkan rasa terbiasa terutama untuk
produk-produk yang bersifat low involvement (keterlibatan rendah). Suatu kebiasaan
dapat menimbulkan keterkaitan, kesukaan yang kadang-kadang dapat menjadi
suatu pendorong dalam membuat keputusan.
3. Commitment (komitmen)
Kesadaran akan nama dapat menandakan keberadaan, komitmen dan inti yang
sangat penting bagi suatu perusahaan. Secara logika, suatu nama dikenal
karena beberapa alasan. Mungkin karena program iklan perusahaan yang
ekstensif, jaringan distribusi yang luas, eksistensi yang sudah lama dalam
industri dan lain-lain. Jika kualitas dari dua merek yang berbeda adalah nama,
maka brand awareness akan menjadi faktor yang menentukan dalam
keputusan pembelian konsumen.
4. Brand to consider (memperhitungkan merek-merek)
Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi dari suatu
kelompok merek-merek yang sudah dikenal sebagai pertimbangan merek
mana yang akan dibeli. Merek yang memiliki top of mind yang tinggi
mempunyai nilai yang tinggi pula. Jika suatu merek tidak dapat tersimpan
dalam ingatan, maka merek tersebut tidak dipertimbangkan dalam benak
konsumen. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam ingatan konsumen
Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa kesadaran merek (X1) diukur
menggunakan 3 indikator yaitu:
1. Pengenalan merek
2. Media iklan
3. Kegiatan promosi
2.2.1.2. Kesan Kualitas
Kesan kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keunggulan suatu
produk atau jasa yang sesuai dengan harapan konsumen itu sendiri, sehingga
dapat memberikan masukan yang sangat penting kepada konsumen sebagai bahan
pertimbangan sebelum akhirnya konsumen memilih membeli suatu produk
tertentu. Merek-merek yang sudah terkenal akan mempermudah konsumen dalam
menentukan pilihannya dengan catatan keunggulan dari merek tersebut
benar-benar dapat diandalkan.
Menurut Aaker (1997) dalam Fadli dan Inneke (2008: 51) mendefinisikan
“kesan atau persepsi kualitas merupakan peprsepsi konsumen terhadap
keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama
dengan maksud yang diharapkannya”.
Menurut Tandjung, J.W (2004:64) mendefinisikan “Perceived quality
sebagai persepsi pelanggan terhadap kualitas secara keseluruhan dari sebuah
Menurut Durianto, dkk (2004:96): Definisi “Perceived quality sebagai
persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk
atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan”.
Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa kesan kualitas (X2) diukur
menggunakan 5 indikator yaitu:
1. Kinerja produk
2. Rancangan produk / desain
3. Nilai fungsional - harga jual
4. Kesempurnaan produk
5. Nilai emosional - kenyamanan
2.2.1.3. Asosiasi Merek
Asosiasi merek berkaitan dengan ingatan konsumen mengenai merek
tertentu secara spesifik melalui atribut-atribut dan manfaatnya, dalam hal ini
keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyaknya
pengalaman konsumen terhadap merek tersebut. Dengan adanya asosiasi merek
dapat menciptakan suatu nilai bagi produsen dan konsumen karena sangat
membantu proses penyusunan informasi dalam membedakan merek yang satu
dengan merek yang lain.
Asosiasi merek dapat menciptakan nilai bagi perusahaan dan para
pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk
yang diingat oleh konsumen dapat menghasilkan suatu bentuk citra tentang merek
(brand image) di benak konsumen.
Menurut Aaker (1997) dalam Fadli dan Inneke (2008: 51) yang
menyatakan ”asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan
mengenai merek. Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu : 1) Membantu
proses penyusunan informasi yang dapat meringkaskan sekumpulan fakta yang
dapat dengan mudah dikenal konsumen. 2) Perbedaan, yang mempunyai peran
penting dalam menilai keberadaan atau fungsi suatu merek dibandingkan lainnya.
3) alasan untuk membeli, yang sangat membantu konsumen dalam mengambil
keputusan untuk membeli produk atau tidak. 4) perasaan positif yang erangsang
tumbuhnya perasaan positif terhadap produk. 5) Menjadi landasan untuk
perluasan merek yang dinilai kuat.
Menurut Rangkuti (2002:54): “Asosiasi merek dapat menciptakan suatu
nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena ia dapat membantu proses
penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dari merek yang lain”.
Menurut Durianto.D, dkk (2004:67): ”Asosiasi merek adalah segala kesan
yang muncul dibenak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu
merek”.
Menurut Tandjung, J.W (2004:59) “Asosiasi merek adalah segala sesuatu
yang “terjalin” di dalam ingatan mengenai sebuah merek”. Contohnya:
McDonald’s, asosiasi yang melekat dalam pikiran kita adalah anak-anak , layanan
yang memuaskan dan restoran keluarga. Kesan-kesan yang terkait merek akan
mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek
tersebut dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika kaitan tersebut
didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Suatu merek yang telah
mapan akan memiliki posisi yang menonjol dalam persaingan bila didukung oleh
berbagai asosiasi yang kuat.
Konsumen yang menggunakan merek tertentu cenderung memiliki
konsistensi terhadap citra merek (brand image) yang disebut juga dengan
kepribadian merek (brand personality) yang kemudian dapat membentuk
kesetiaan terhadap merek tertentu (brand loyalty).
Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa Asosiasi Merek (X3) diukur
menggunakan 3 indikator yaitu:
1. Harga produk
2. Keamanan produk
3. Lokasi penjualan dan purna jual
2.2.1.4. Loyalitas Merek
Dalam konsep brand loyalty produsen hanya mengkonsentrasikan pada
merek yang memiliki pelanggan yang loyal, Perusahaan tidak mengetahui siapa
saja pelanggan mereka, manajemen perusahaan hanya mengetahui bahwa mereka
memiliki pelanggan yang loyal. Sedangkan pada customer loyalty produsen
memperlakukan pelanggan sebagai masing–masing individu yang berbeda-beda
marketing. Sebab dalam konsep customer loyalty pembelian ulang dari pelanggan
yang telah ada dapat berpengaruh terhadap pelanggan baru.
Menurut Chaudhuri dan Holbrook (2001:82): Loyalitas merek (brand
loyalty) adalah “Sebuah komitmen mendalam untuk membeli kembali atau
menjadi pelanggan tetap dari sebuah produk atau jasa yang disukai secara
konsisten dimasa yang akan datang, dimana komitmen tersebut menyebabkan
pembelian yang berulang terhadap merek yang sama, meskipun
pengaruh-pengaruh situasional dan usaha-usaha pemasaran mempunyai kesanggupan atau
kemungkinan untuk mengakibatkan perubahan perilaku”.
Menurut Durianto.D, dkk (2004:127): Loyalitas merek (brand loyalty)
merupakan “Suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek”.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Brand
loyalty merupakan inti ekuitas suatu merek karena saat konsumen mencapai
tahapan loyal pada merek tertentu maka dapat dipastikan mereka tidak akan
mudah berpindah ke merek yang lain, karena Brand loyalty terkait lebih erat pada
pengalaman menggunakan dan tidak bisa terjadi tanpa lebih dahulu melakukan
pembelian. Brand loyalty juga mencerminkan seberapa jauh kecenderungan
pelanggan untuk berganti ke merek lain, khususnya saat merek itu mengalami
perubahan baik harga maupun ciri-ciri atau jasanya.
Menurut Durianto.D, dkk (2004:128-129) loyalitas merek mempunyai
a. Switcher (Berpindah-pindah)
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan
yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan
untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang
lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal
atau tidak tertarik pada merek tersebut.
b. Habitual Buyer (Pembelian yang bersifat kebiasan)
Pembeli yang berada pada tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai
pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya
mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk
tersebut.
c. Satisfied Buyer (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka
mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka
memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya
peralihan yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat
dengan tindakan mereka beralih merek.
d. Likes The Brand (Menyukai merek)
Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang
sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai
e. Committed Buyer (pembeli yang komit)
Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki
suatu kebanggan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan mereka menjadi
sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai
suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini salah
satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan dengan tindakan
merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa Loyalitas Merek (X4) diukur
menggunakan 3 indikator yaitu:
1. Merek prioritas
2. Minat pembelian ulang
3. Peralihan ke merek lain
2.2.2. Keputusan Pembelian
Menurut Nugroho (2003:413) keputusan pembelian adalah suatu proses
pemilihan diantara dua atau lebih alternatif, dimana suatu aspek perilaku dan
kondisi dilibatkan dalam suatu pengambilan keputusan konsumen, termasuk
pengetahuan, kepercayaan, perhatian dan pemahaman produk yang ditawarkan.
Fadli dan Inneke (2008: 54) menjelaskan bahwa keputusan pembelian
merupakan kegiatan penentuan pemilihan produk / jasa oleh konsumen yang
umumnya terdiri dari lima tahapan: pengenalan masalah, pencarian informasi,
evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian.
terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan pembelian yaitu pemrakarsa,
pemberi pengaruh,, pengambilan keputusan, pembeli, dan pemakai.
Sebelum konsumen mengambil keputusan pembelian, terdapat serangkaian
proses membeli yang dimulai jauh sebelum tindakan pembelian tersebut
dilakukan. Berikut ini adalah Gambar 2.1 tentang proses pembelian beserta
penjelasannya:
Sumber: Kotler dan Amstrong (2000:222)
Gambar 2.1.Prinsip-Prinsip Pemasaran
Pertama-tama tentang pengenalan akan kebutuhan, konsumen mulai
dikenalkan terhadap suatu produk yang dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginannya. Diawali dengan adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan
keinginan yang disebut need arousal.
Selanjutnya jika sudah disadari adanya kebutuhan dan keinginan, maka
konsumen akan berusaha mencari informasi mengenai keberadaan produk yang
diinginkannya dan konsumen menjadi tanggap serta aktif mencari informasi
tentang suatu produk tersebut. Semakin banyak informasi yang diperoleh,
kesadaran dan pengetahuan konsumen akan produk semakin meningkat dan
membantu konsumen dalam memastikan pruduk yang akan dipilih.
Dari berbagai informasi yang diperoleh konsumen melakukan seleksi atas
alternatif–alternatif yang tersedia dan kemudian mempertimbangkannya, proses
Setelah mencari dan mengevaluasi berbagai alternatif, konsumen pada titik
tertentu harus mengambil keputusan antara membeli produk yang dibutuhkan atau
tidak. Jika keputusan yang diambil oleh konsumen adalah membeli, maka
konsumen harus membuat rangkaian keputusan yang menyangkut merek, harga,
toko, warna dan lain sebagainya. Banyak sekali orang yang mengalami kesukaran
dalam membuat keputusan, karena itu usaha yang dilakukan oleh para pemasar
untuk menyederhanakan pembuatan keputusan beli akan mempermudah dan
menarik konsumen.
Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami level kepuasan
atau ketidakpuasan tertentu sehingga tugas pemasar tidak berakhir begitu saja
ketika produk tersebut telah dibeli. Kepuasan atau ketidakpuasan terhadap suatu
produk akan mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya yaitu tindakan pasca
pembelian, dalam hal ini jika konsumen tersebut puas maka akan menunjukkan
kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali suatu produk, sebaliknya
bila konsumen tidak puas mungkin akan membuang atau mengembalikan produk
bahkan memutuskan untuk berhenti membeli produk tersebut. Komunikasi pasca
pembelian dengan konsumen sangatlah penting karena terbukti menghasilkan
penurunan pengembalian produk dan pembatalan pesanan.
Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa Keputusan Pembelian (Y)
diukur menggunakan 2 indikator yaitu:
1. Pengaruh orang lain
2.2.3. Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian
Aaker (1997:23) dalam Fadli dan Qomariah (2008: 53) menyatakan bahwa
ekuitas merek (brand equity) sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian
karena kelima dimensi yang terdapat dalam ekuitas merek yaitu brand loyalty,
brand awareness, perceived quality, brand association dan other asset dapat
memberikan nilai kepada konsumen dengan memperkuat informasi rasa percaya
diri dalam keputusan pembelian serta pencapaian keputusan tersebut, sehingga
terdapat hubungan yang positif antara lima dimensi dari ekuitas merek dengan
keputusan pembelian konsumen. Konsep ekuitas merek yang mempengaruhi
proses keputusan pembelian di atas dapat diketahui bahwa merek juga membantu
meyakinkan konsumen, dimana mereka akan mendapatkan kualitas yang
konsisten ketika mereka membeli produk merek tersebut. Merek itu berkaitan
dengan cara konsumen merasa dan membeli barang-barang bukan sekedar sebuah
karakteristik barang-barang tertentu.
Hubungan yang positif antara ketiga dimensi dari ekuitas merek dengan
keputusan pembelian konsumen adalah sebagai berikut :
1. Brand loyalty memiliki hubungan positif terhadap keputusan pembelian
karena konsumen yang loyal, pada umumnya akan melakukan pembelian
ulang terhadap merek tersebut walaupun dihadapkan pada berbagai alternatif
merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang mungkin
2. Hubungan positif antara brand awareness dengan keputusan pembelian
ditunjukkan dengan adanya kecenderungan konsumen membeli suatu merek
yang sudah dikenal, karena dengan merek produk yang telah dikenal
konsumen akan merasa aman dan terhindar dari berbagai resiko pemakaian
dengan catatan merek yang sudah dikenal benar-benar dapat diandalkan.
3. Perceived quality mempunyai hubungan positif dengan keputusan pembelian
konsumen karena persepsi terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan dari
suatu produk dapat menentukan nilai penting dari produk tersebut yang
berpengaruh secara langsung pada keputusan pembelian konsumen, sehingga
kesan kualitas yang positif dapat mendorong keputusan pembelian serta
menciptakan loyalitas terhadap merek tersebut.
Dari hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek
berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Hal ini didukung Aaker (1997:23)
dalam Fadli dan Qomariah (2008: 53) bahwa ekuitas merek (brand equity) sangat
2.3. Kerangka Konseptual
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teori maka
dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
“Ekuitas merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian Sepeda
Motor Honda Vario Di Surabaya (Studi Di Dealer PT. Calista Alba (HONDA)
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.1.1. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel-variabel yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah :
1. Ekuitas merek (X) merupakan kekayaan (investasi jangka panjang) yang
berhubungan dengan suatu nama merek dan simbol yang dapat menambah
(atau mengurangi) suatu nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa bagi
sebuah perusahaan dan atau konsumen
Ekuitas merek dibentuk oleh 4 dimensi (Fadli dan Inneke (2008: 50) antara
lain :
a. Kesadaran merek (X1) adalah kesanggupan seorang pembeli untuk
mengenali dan mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan
perwujudan kategori produk tertentu
Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa kesadaran merek (X1) diukur
menggunakan 3 indikator yaitu:
1. Pengenalan merek
2. Media iklan
b. Kesan Kualitas (X2) merupakan peprsepsi konsumen terhadap keseluruhan
kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama
dengan maksud yang diharapkannya
Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa kesan kualitas (X2) diukur
menggunakan 5 indikator yaitu:
1. Kinerja produk
2. Rancangan produk / desain
3. Nilai fungsional - harga jual
4. Kesempurnaan produk
5. Nilai emosional - kenyamanan
c. Asosiasi Merek (X3) segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai
merek.
Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa Asosiasi Merek (X3) diukur
menggunakan 3 indikator yaitu:
1. Harga produk
2. Keamanan produk
3. Lokasi penjualan dan purnajual
d. Loyalitas merek (X4) adalah sebuah komitmen yang secara kuat dipegang
pelanggan untuk kembali membeli dan terus berlangganan sebuah barang
atau jasa secara konsisten dimasa yang akan datang.
Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa Asosiasi Merek (X3) diukur
1. Merek prioritas
2. Minat pembelian ulang
3. Peralihan ke merek lain
2. Keputusan Pembelian (Y) adalah proses pemilihan diantara dua atau lebih
alternatif dimana terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan pembelian
yaitu pemrakarsa, pemberi pengaruh, pengambilan keputusan, pembeli, dan
pemakai.
Menurut Fadli dan Inneke (2008: 54) bahwa Keputusan Pembelian (Y) diukur
menggunakan 2 indikator yaitu:
1. Pengaruh orang lain
2. Keinginan dan kemampuan
3.1.2. Pengukuran Variabel
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval dengan teknik
pengukuran menggunakan likert yaitu skala yang digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang suatu atau
gejala fenomena. Analisis ini dilakukan dengan meminta responden untuk
menyatakan pendapatnya tentang serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan
obyek yang diteliti dalam bentuk nilai yang berada dalam rentang dua sisi.
Digunakan jenjang 5 dalam penelitian ini mengikuti pola sebagai berikut :
1 5
Tanggapan atau pendapat konsumen dinyatakan dengan memberi skor yang
berada dalam rentang nilai 1 sampai dengan 5 pada kotak yang tersedia di
sebelahnya, dimana nilai 1 menunjukkan nilai terendah dan nilai 5 nilai tertinggi.
Jawaban dengan nilai antara 1-3 berarti kecenderungan untuk tidak setuju dengan
pernyataan yang diberikan, sedangkan jawaban dengan nilai antara 4-5 berarti
cenderung setuju dengan pernyataan yang diberikan.
3.2. Teknik Penentuan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2004:72).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen Sepeda Motor Honda
Vario Di Surabaya, terutama yang berada di daerah Surabaya Barat.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2004:73).
Penentuan jumlah sampel dalam PLS dengan perkiraan sebagai berikut:
- Sepuluh kali jumlah indikator formatif (mengabaikan indikator reflektif)
- Sepuluh kali jumlah jalur struktural (structural paths) pada inner model.
- Sample size kecil 30 – 50 atau sampel besar lebih dari 200
Pada penelitian ini ada 8 indikator formatif, sehingga jumlah sampel yang
c. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probability
sampling tepatnya accidental sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan
kebetulan, dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu. (Sugiyono,
2004:77). Kriteria- kriteria tesebut antara lain: responden berusia minimal 18
tahun, dan menggunakan Sepeda Motor Honda Vario.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. J enis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah jenis data primer yaitu
jenis yang diperoleh dengan jalan penyebaran kuisioner secara langsung pada
konsumen yang menggunakan Sepeda Motor Honda Vario Di Surabaya untuk
mengetahui pendapat mereka secara langsung.
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah diperoleh dari
konsumen yang menggunakan Sepeda Motor Honda Vario Di Surabaya
3.3.3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan riset lapangan yaitu
kegiatan penelitian dengan tujuan langsung ke obyek penelitian dengan :
a. Kuesioner
yaitu cara pengumpulan data dengan jalan memberikan pertanyaan-pertanyaan
b. Interview
yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan wawancara secara
langsung terhadap responden untuk mengetahui pendapat mereka.
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1. Teknik Analisis
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode Partial Least
Square (PLS). PLS dapat digunakan pada setiap jenis skala data (nominal, ordinal,
interval, rasio) serta syarat asumsi yang lebih fleksibel. PLS juga digunakan untuk
mengukur hubungan setiap indikator dengan konstruknya. Selain itu, dalam PLS
dapat dilakukan uji bootstrapping terhadap struktural model yang bersifat outer
model dan inner model
PLS merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi, hal ini
terutama pada kondisi dimana indikator bersifat formatif. Dengan variabel laten
berupa kombinasi linier dari indikatornya, maka prediksi nilai dari variabel laten
dapat dengan mudah diperoleh, sehingga prediksi nilai terhadap variabel laten
yang dipengaruhinya juga dapat dengan mudah diperoleh, sehingga prediksi
terhadap variabel laten yang dipengaruhi juga dapat dengan mudah dilakukan.
PLS tidak membutuhkan banyak asumsi. Data tidak harus berdistribusi
normal multivariate dan jumlah sampel tidak harus besar (Ghozali
merekomendasikan antara 30 – 100). Karena jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini kecil (<100) maka digunakan PLS sebagai alat analisisnya.
PLS mengenal dua macam komponen dalam model kausal yaitu model
pengukuran (measurement models) dan model structural (structural model).
Melalui pendekatan ini, diasumsikan bahwa semua varian yang dihitung
merupakan varian yang berguna untuk penjelasan. Pendekatan pendugaan variabel
laten dalam PLS adalah sebagai exact kombinasi linear dari indikator, sehingga
mampu menghindari masalah indeterminacy dan menghasilkan skor komponen
yang tepat. Dengan menggunakan algoritma iteratif yang terdiri dari beberapa
analisis dengan metode kuadrat kecil biasa (ordinary least square) maka persoalan
identifikasi tidak menjadi masalah, karena model bersifat rekursif.
Pendekatan PLS didasarkan pada pergeseran analisis dari pengukuran
estimasi parameter model menjadi pengukuran prediksi yang relevan. Sehingga
fokus analisis bergeser dari hanya estimasi dan penafsiran signifikan parameter
menjadi validitas dan akurasi prediksi. Didalam PLS variabel laten bisa berupa
hasil pencerminan indikatornya, diistilahkan dengan indikator reflektif (reflective
indicator). Disamping itu, juga bisa konstruk dibentuk (formatif) oleh
indikatornya, diistilahkan dengan indikator formatif (formative indicator).
3.4.2. Model Indikator Reflektif Dan Indikator For matif
3.4.2.1 Model Indikator Reflektif
Dikembangkan berdasarkan pada classical test theory yang
mengasumsikan bahwa variasi skor pengukuran konstruk merupakan fungsi dari
true score ditambah error. Jadi konstruk laten seolah-olah mempengaruhi variasi
reflektif sering juga disebut principal factor model dimana kovarian pengukuran
indicator seolah-olah dipengaruhi oleh konstruklaten atau mencerminkan variasi
dari konstruk laten.
Pada model reflektif, konstruk (unidimensional) digambarkan dengan
bentuk ellips dengan beberapa anak panah dari konstruk ke indikator. Model ini
menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan mempengaruhi
perubahan pada indikator. Model indicator reflektif harus memiliki internal
konsistensi karena semua indicator diasumsikan mengukur satu konstruk,
sehingga dua indikator yang sama reliabilitasnya dapat saling dipertukarkan.
Walaupun reliabilitas (Cronbach Alpha) suatu konstruk akan rendah jika hanya
ada sedikit indikator, tetapi validitas konstruk tidak akan berubah jika satu
indikator dihilangkan.
Contoh model indicator reflektif adalah konstruk yang berkaitan dengan
sikap (attitude) dan niat membeli (purchase intention). Sikap umumnya dipandang
sebagai jawaban dalam bentuk favorable (positif) atau unfavorable (negatif)
terhadap suatu obyek dan biasanya diukur dengan skala multi item dalam bentuk
semantik differences seperti, good-bad, like-dislike, dan favorable unfavorable.
Sedangkan niat membeli umumnya diukur dengan ukuran subyektif seperti how
Gambar 3.1
Composite Latent Variable (Reflektif) Model Untuk Kesadaran Merek (X1)
Gambar 3.2
Composite Latent Variable (Reflektif) Model Untuk Loyalitas merek (X4)
Ciri-ciri model indikator reflektif adalah:
• Arah hubungan kausalitas seolah-olah dari konstruk ke indikator.
• Antar indikator diarapkan saling berkorelasi (memiliki internal consitency
Reliability).
• Menghilangkan satu indikator dari model pengukuran tidak akan merubah
makna dan arti konstruk.
3.4.2.2 Model Indikator For matif
Konstruk dengan indikator formatif mempunyai karakteristik berupa
komposit, seperti yang digunakan dalam literatur ekonomi yaitu index of
sustainable economics welfare, the human development index, dan the quality of
life index. Asal usul model formatif dapat ditelusuri kembali pada “operational
definition”, dan berdasarkan definisi operasional, maka dapat dinyatakan tepat
menggunakan model formatif atau reflektif. Jika η menggambarkan suatu variabel
laten dan x adalah indikator, maka: η = x
Oleh karena itu, pada model formatif variabel komposit seolah-olah
dipengaruhi (ditentukan) oleh indikatornya. Jadi arah hubungan kausalitas
seolaholah dari indikator ke variabel laten. Dalam model formatif, perubahan pada
indikator dihipotesakan mempengaruhi perubahan dalam konstruk (variabel
laten). Tidak seperti pada model reflektif, model formatif tidak mengasumsikan
bahwa indikator dipengaruhi oleh konstruk tetapi mengasumsikan bahwa semua
indikator mempengaruhi single konstruk. Arah hubungan kausalitas seolah-olah
mengalir dari indikator ke konstruk laten dan indikator sebagai group secara
bersama-sama menentukan konsep, konstruk atau laten.Oleh karena, diasumsikan
bahwa indikator seolah-olah mempengaruhi konstruk laten, maka ada
kemungkinan antar indikator saling berkorelasi, tetapi model formatif tidak
mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator secara konsisten. Sebagai misal
komposit konstruk yang diukur oleh indikator yang saling mutually exclusive,
adalah konstruk Status Sosial Ekonomi diukur dengan indikator antara lain
Oleh karena diasumsikan bahwa antar indikator tidak saling berkorelasi
maka ukuran internal konsistensi reliabilitas (Alpha Cronbach) tidak diperlukan
untuk menguji reliabilitas konstruk formatif. Kausalitas hubungan antar indikator
tidak menjadi rendah nilai validitasnya hanya karena memiliki internal konsistensi
yang rendah. Untuk menilai validitas konstruk perlu dilihat vaiabel lain yang
mempengaruhi konstruk laten. Jadi untuk menguji validitas dari konstruk laten,
peneliti harus menekankan pada nimological dan atau criterion-related validity.
Implikasi lainnya dari model formatif adalah dengan menghilangkan
(dropping) satu indikator dalam model akan menimbulkan persoalan serius.
Menurut para ahli psikometri indikator formatif memerlukan semua indikator
yang membentuk konstruk. Jadi menghilangkan satu indikator akan
menghilangkan bagian yang unik dari konstruk laten dan merubah makna dari
konstruk. Komposit variabel laten memasukkan error term dalam model, hanya
error term diletakkan pada konstruk laten dan bukan pada indikator.
Model formatif memandang (secara matematis) indikator seolah-olah
sebagai variabel yang mempengaruhi variabel laten, dalam hal ini memang
berbeda dengan model analisis faktor, jika salah satu indikator meningkat, tidak
harus diikuti oleh peningkatan indikator lainnya dalam satu konstruk, tapi jelas
akan meningkatkan variabel latennya.
Model reflektif mengasumsikan semua indikator seolah-olah dipengaruhi
oleh variabel konstruk, oleh karena itu menghendaki antar indikator saling
berkorelasi satu sama lain. Dalam hal ini konstruk diperoleh menggunakan analis
utama) tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator, atau secara
konsisten berasumsi tidak ada hubungan antar indikator. Oleh karena itu, internal
konsisten (Alpha Cronbach) kadang-kadang tidak diperlukan untuk menguji
reliabilitas konstruk formatif.
Ciri-ciri model indikator formatif adalah:
• Arah hubungan kausalitas dari indikator ke konstruk.
• Antara indikator diasumsikan tidak berkorelasi (tidak diperlukan uji
konsistensi internal atau cronbach alpha ).
• Menghilangkan satu indikator berakibat merubah makna dari konstruk
• Kesalahan pengukuran diletakkan pada tingkat konstruk (zeta)
• Konstruk mempunyai makna “surplus”
• Skala skor tidak menggambarkan konstruk
Dalam penelitian yang masuk dalam indikator formatif adalah sebagai
berikut:
Gambar 3.3
Gambar 3.4
Composite Latent Variable (Formatif) Model Untuk Asosiasi Merek (X3)
Gambar 3.5
Composite Latent Variable (Reflektif) Model Untuk Keputusan Pembelian (Y)
Dalam model reflektif, semua indikator dalam suatu konstruk dapat
berhubungan dengan variabel lain dengan cara yang sama, sedangkan dalam
model formatif, indikator tidak berhubungan dengan variabel lain. Dalam model
pengukuran formatif, satu indikator menghasilkan pola hubungan berbeda dengan
3.4.3 Kegunaan Metode Partial Least Square (PLS)
Kegunaan PLS adalah untuk mendapatkan model struktural yang
powerfull untuk tujuan prediksi. Pada PLS, penduga bobot (weight estimate)
untuk menghasilkan skor variabel laten dari indikatornya dispesifikasikan dalam
outer model, sedangkan inner model adalah model struktural yang
menghubungkan antar variabel laten.
3.4.4 Pengukuran Metode Partial Least Square (PLS)
Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu :
1. Weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten.
2. Estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan antar variabel laten dan
estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya.
3. Means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator
dan variabel laten.
Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi
tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama
menghasilkan penduga bobot (weight estimate), tahap kedua menghasilkan
estimasi untuk inner model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan
estimasi means dan lokasi (konstanta). Pada dua tahap pertama proses iterasi
dilakukan dengan pendekatan deviasi (penyimpangan) dari nilai means (rata-rata).
Pada tahap ketiga, estimasi bisa didasarkan pada matriks data asli dan taua hasil
penduga bobot dan koefisien jalur pada tahap kedua, tujuannya untuk menghitung
3.4.5 Langkah-langkah PLS
1. Langkah Pertama: Merancang Model Struktural (inner model)
Inner model atau model stuktural menggambarkan hubungan antar variabel
laten berdasarkan pada substantive theory perancangan model struktural
hubungan antar variabel laten didasarkan pada rumusan masalah atau
hipotesis penelitihan.
2. Langkah Kedua: Merancang Model Pengukuran (outer model)
Outler Model atau model pengukuran mendefinisikan bagaimana setiap blok
indikator berhubungan dengan variabel latenya. Perancangan model
menentukan sifat indikator dari masing-masing variabel laten, apakah refleksi
atau formatif, berdasarkan devinisi oprasional variabel.
3. Langkah Ketiga: Mengkonstruksi Diagram Jalur
a. Model persamaan dasar dari inner model dapat di tulis sebagai berikut:
N = β0 + β ŋ + Γ + ξ
Nj = ∑i βji ŋi + ∑i yjb b + ξj
b. Model persamaan dasar Outer Model dapat di tulis sebagi berikut:
Χ = Λ x + ɛx Y = Λy ŋ + ɛy
4. Langkah Keempat: Estimasi: Weight, koofesien jalur, dan loading
Metode pendugaan parameter (estimasi) di dalam PLS adalah metode kuadrat
terkecil (Least squere methods). Proses perhitngan dilakukan dengan cara
iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi kenvargen.
• Weight estimasi yang digunakan untuk menghitung data variabel laten.
• Path estimasi yang menghubungkan antar variabel laten dan estimasi
loading antara variabel laten dan indikatornya.
• Means dan Parameter lokasi (nilai konstanta regresi, intersep) untuk
indikator dan variabel laten.
5. Langkah Keenam: Goodness of Fit
Goodness of Fit Model diukur menggunakan R2 variabel laten dipenden
dengan interpretasi yang sama dengan regresi. Q2 predictive relevance untuk
model struktural mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh
model dan juga estimasi parameternya.
Q2 = 1-(1-R22) (1-R22)...(1-Rp2)
Besarnya memiliki nilai dengan rentang 0 <> 2 pada analisis jalur ( Path
Analisis ).
6. Langkah Ketujuh: Pengujian Hipotesis (Resampling Bootstraping)
Pengujian hipotesi (β, Y, dan Λ ) dilakukan dengan metode resampling
boostrap yang dikembangkan oleh geisser dan stone statistik uji yang
digunakan adalah statistik t atau uji t. Penerapan metode resampling,
memungkinkan berlakunya data terdistribusi bebas (distribution free) tidak
memerlukan asumsi distribusi normal, serta tidak memerlukan sampel yang
besar (direkomendasikan sampel minimum 30). Pengujian dilakukan dengan
3.4.6 Asumsi PLS
Asumsi pada PLS hanya berkait dengan pemodelan persamaan struktural,
dan tidak terkait dengan pengujian hipotesis, yaitu:
1. Hubungan antar variabel laten dalam inner model adalah linier dan aditif.
2. Model struktural bersifat rekursif
Adapun alasan penulis memilih dan menggunakan PLS adalah sebagai
berikut:
1. Penggunaan PLS tidak mengharuskan jumlah sampel besar, karena ada
keterbatasan jumlah sampel yang akan didapatkan sebagai responden pada
penelitian maka pendekatan model PLS lebih bias diterapkan
2. Pada penelitian ini akan mengembangkan model untuk tujuan prediksi
3. Pada PLS tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu, data berupa
nominal, ordinal, interval dan rasio.
3.4.7 Uji Validitas Dan Reliabilitas
Hasil pengumpulan data yang didapat dari kuesioner harus diujikan
validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian dikatakan valid, bila terdapat
kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi
pada objek yang diteliti. Menurut Sugiyono (2008, 348) instrumen yang valid
berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid.
Valid berarti instrument dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak
menggunakan indicator reflektif dievaluasi dengan convergent dan diskriminan
validity.
Sedangkan outer-model dengan formatif indicator dievaluasi berdasarkan
pada substantive contentnya yaitu dengan membandingkan besarnya relatif weight
dan melihat signifikansi dari ukuran weight tersebut berdasarkan pada Chin dalam
(Ghozali, 2008, 24).
Convergent validity dari model pengukuran dengan reflektif indicator
dinilai berdasarkan korelasi antara item score/ component score dengan construst
score yang dihitungdengan PLS. ukuran reflektif individual dikatakan tinggi jika
berkorelasi lebih dari 0,07 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian
menurut Chin (Ghozali, 2008, 24) untuk penelitian tahap awal dari pengembangan
skala pengukuran nilai loading 0,05sampai 0,6 dianggap cukup.
Sedangkan discriminant validity dinilai berdasarkan crossloading, jika
korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar dari pada ukuran konstruk
lainnya, maka hal ini menunjuk kan bahwa konstruklaten memprediksi ukuran
pada blok. Mereka lebih baik dari pada blok lainnya. Bisa juga dinilai dengan
Square Root Of Average Extracted (AVE), jika nilai akar kuadrat AVE setiap
konstruk lebih besar dari pada nilai korelasi antar konstruk dengan konstruk
lainnya dalam model maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang
baik. (FornelldanlackerdalamGhozali, 2008, 25)
Hasil penelitian dikatakan reliable bila terdapat kesamaan data dalam
waktu yang berbeda, artinya instrumen yang memiliki reliabilitas adalah
akan menghasilkan data yang samajuga (Sugiyono, 2008, 348). instrumen yang
baik tidak bersifat mengarahkan responden untuk memilih jawaban tertentu
sebagaimana yang dikehendaki oleh peneliti. Untuk menguji apakah instrument
tersebut reliable dilihat dari nilai composite. Reliability blok indikator yang
mengukur suatu konstruk dan juga nilai cronbach alpha. Jika nilai composite
reliability maupun cronbach alpha diatas 0,70 berarti nilai konstruk dinyatakan
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian
PT. Calista Alba Surabaya perusahaan dagang yang bergerak di bidang
otomotif roda dua merk Honda terutama pada penjualan sepeda motor Honda.
PT. Calista Alba Surabaya beralamatkan di Jl. Pasar Besar Wetan No. 55-A.
Pertama kali berdiri pada tahun 1997 di kota Surabaya dengan Direktur
Bpk. Hendra Senjaya, karena pesatnya pertumbuhan di bidang otomotif merek
Honda, PT. Calista Alba Surabaya membuka cabang di Gresik pada tahun 1998.
Untuk mengembangkan usaha otomotif merek Honda maka perlu
diadakannya pembangunan cabang di Indonesia sehingga pada tahun 1999 PT.
Calista Alba Surabaya membuka cabang kota Mataram – Lombok Barat serta
Lombok Timur tahun 2002. Jawa Tengah tahun 2003 yaitu kota Ajibarang dan
pada tahun 2004 di Sleman. Begitu pesatnya permintaan kendaraan roda dua
khususnya Honda dan dengan terpenuhinya permintaan pasar maka PT. Calista
Alba Surabaya pada tahun 2004 diberi kepercayaan kembali untuk membuka
cabang kembali di Jawa Timur yaitu kota Tuban serta di ikuti dengan pembukaan
cabang di luar pulau Jawa lainnya dan cabang-cabang tersebut terdiri dari
Palembang, Sungai Lilin, Palu dan Toli-Toli. Hingga sekarang cabang PT. Calista
Alba Surabaya berjumlah 11 cabang dan sudah tersebar di wilayah strategis
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden
Tanggapan responden tentang pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan
pembelian sepeda motor Honda Vario di dealer Honda PT. Calista Alba Surabaya,
dimana kuisioner disebarkan pada 100 orang. Untuk jawaban kuisioner
dinyatakan dengan memberi skor yang berada dalam rentang nilai 1 sampai 5
pada masing-masing skala, dimana nilai 1 menunjukkan nilai terendah dan nilai 5
menunjukkan nilai tertinggi.
Karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian ini dilihat dari
jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Berikut
karakteristik responden yang disajikan dalam tabel frekuensi berikut :
1. Berdasarkan J enis Kelamin Responden
Dari 100 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat
diketahui jenis kelamin dari responden yakni pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
(%)
2. Berdasarkan Usia Responden
Dari 100 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat
diketahui usia para responden yakni pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.2.
Dari tabel tersebut diketahui responden berusia 18-30 tahun sebanyak 48
orang (48 %), usia 31-40 tahun sebanyak 33 orang (33 %), dan usia 40 tahun lebih
sebanyak 19 orang (19 %).
3. Berdasar kan Tingkat Pendidikan Responden
Dari 100 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat
diketahui tingkat Pendidikan responden yakni pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.3
Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden
No Pendapatan Jumlah Prosentase
Dari tabel tersebut diketahui responden dengan tingkat pendidikan
SD/Sederajat sebanyak 11 orang (11 %), responden dengan tingkat pendidikan
SLTP/Sederajat sebanyak 19 orang (19 %), responden dengan tingkat pendidikan
SLTA/Sederajat sebanyak 42 orang (42 %), dan responden dengan tingkat
pendidikan D3/S1sebanyak 28 orang (28 %).
4. Berdasar kan Tingkat Pendapatan Responden
Dari 100 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat
diketahui tingkat pendapatan responden yakni pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.4
Klasifikasi Tingkat Pendapatan Responden
No Pendapatan Jumlah Prosentase
(%)
Dari tabel tersebut diketahui responden dengan pendapatan <1jt sebanyak
24 orang (24 %), responden dengan pendapatan <1jt – 3jt sebanyak 45 orang (45
%), dan pendapatan >3jt sebanyak 31 orang (31 %).
4.2.2. Deskripsi Ekuitas Merek (X)
Ekuitas merek (X) merupakan kekayaan (investasi jangka panjang) yang
berhubungan dengan nama merek dan simbol yang dapat menambah atau