PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA GAME TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS VI SD NEGERI
PERCOBAAN 2 YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Andriyanto NIM 10105244012
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MOTTO
“Bermain jika dikerjakan dengan serius akan menghasilkan sesuatu, tapi hal yang serius jika dikerjakan dengan main-main tidak akan menghasilkan apapun”
PERSEMBAHAN
Atas karunia Allah Subhanahu wata’ala
Karya ini saya persembahkan untuk:
1. Bapak dan Ibu tercinta 2. Budhe Lilis
3. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta
PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA GAME TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS VI SD NEGERI
PERCOBAAN 2 YOGYAKARTA
Oleh Andriyanto NIM 10105244012
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh multimedia game terhadap kecerdasan emosional siswa kelas VI SD Negeri Percobaan 2 yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment, dengan variabel terikat kecerdasan emosional siswa, serta variabel bebas multimedia game. Desain penelitiannya yaitu pretest-posttest control group design. Subjek penelitian ini adalah 39 siswa kelas VI SD Negeri Percobaan 2 Yogyakarta. 19 siswa kelas VI- A sebagai kelas eksperimen dan 20 siswa kelas VI-B sebagai kelas kontrol. Objek penelitian berupa kecerdasan emosional siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan skala, observasi dan dokumentasi. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar skala kecerdasan emosional. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik uji-t (t-test).
Hasil penelitian menunjukan bahwa multimedia game memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosional siswa. Hal tersebut berdasarkan hasil analisis uji-t gain score, kedua kelompok, diperoleh thitung yaitu 5,599 lebih besar dari ttabel (2,093) dan memperoleh nilai signifikasi 0,000 lebih kecil dari 0,05.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’aalamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, karunia dan kasih sayang yang berlimpah sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh penggunaan multimedia game terhadap kecerdasan emosional siswa kelas VI SD Negeri Percobaan 2 Yogyakarta” sebagai salah satu pilihan sumber belajar siswa.
Keberhasilan yang penulis capai dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan uluran tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan FIP Universitas Negeri Yogyakarta atas izin yang diberikan untuk melakukan penelitian.
2. Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY yang telah menyetujui usulan judul skripsi ini.
3. Bapak Sungkono, M. Pd. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan masukan, saran, serta bimbingan selama proses penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Estu Miyarso, M. pd. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, nasihat, serta masukan selama proses penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Drs. Jumari, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SD Negeri Percobaan 2, Sleman, yang telah memberikan izin melakukan penelitian.
6. Ibu Lilis Supriyati, S. Pd. selaku guru kelas V di SD Negeri Percobaan 2, Sleman, yang telah banyak memberikan bantuan dan kerja sama dalam pelaksanaan penelitian pengembangan ini.
a. Definisi Multimedia ... 10
1) Komponen Multimedia ... 12
2) Karakteristik Multimedia ... 13
b. Tinjauan Game ... 14
c. Multimedia Game... 17
2. Kecerdasan Emosional... 18
3. Kajian Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 29
a. Karakter Siswa Sekolah Dasar ... 29
b. Karakteristik Siwa kelas 6 Sekolah Dasar ... 32
4. Kajian Tentang Teknologi Pendidikan ... 34
a. Definisi Teknologi Pendidikan ... 34
G. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data... 63
H. Teknik Analisis Data... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 74
C. Pelaksanaan Penelitian ... 75
1. Kelas Eksperimen ... 75
2. Kelas Kontrol ... 78
D. Deskripsi Data Penelitian... 79
E. Persyaratan Uji analisis... 87
F. Pengujian Hipotesis... 89
G. Pembahasan... 91
H. Keterbatasan Penelitian... 92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93
B. Implikasi ... 93
C. Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 95
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Perbedaan Emosi Anak dan Orang Dewasa ...24
Tabel 2. Desain Eksperimen pretes-postest control group design ...58
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Angket Kecerdasan Emosional ...65
Tabel 4. Standar Nilai Kecerdasan Emosional ... 66
Tabel 6. Nilai Rata-Rata Pretest Kecerdasan Emosional Kelompok Eksperimen ... 80
Tabel 7. Kategori Hasil Interpretasi Nilai Pretest Kelompok Eksperimen ... 80
Tabel 8. Nilai pretest Kecerdasan Emosional Kelompok Kontrol ...81
Tabel 9. Kategori Hasil Interpretasi Nilai Pretest Kelompok Kontrol ...81
Tabel 10. Nilai Posttest Kecerdasan Emosional Kelompok Eksperimen ...82
Tabel 11. Kategori Hasil Interpretasi Nilai Rata-Rata Posttest Kelompok Eksperimen ... 83
Tabel 12. Nilai Rata-Rata Posttest Kecrdasan Emosional Kelompok Kontrol .. 83
Tabel 13. Kategori Hasil Interpretasi Nilai Posttest Kelompok Kontrol ...84
Tabel 14. Peningkatan Kecerdasan Emosional Siswa Kelompok Eksperimen ... 84
Tabel 15. Peningkatan Kecerdasan Emosional Siswa Kelompok Kontrol ...85
Tabel 16. Gian Skor Kelompok Eksperimen dan Kontrol ...86
Tabel 17. Hasil Uji Normalitas Pretest ...87
Tabel 18. Hasil Uji Normalitas Posttest ...87
Tabel 19. Hasil Uji Homogenitas Nilai Pretest ...88
Tabel 20. Hasil Uji Homogenitas Nilai Posttest ...88
Tabel 21. Hasil Uji Independent Sample T-test ...89
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Surat Penelitian
1. Surat Permohon Penelitian ... 100
2. Surat Rekomendasi Penelitian ... 101
3. Surat Izin Penelitian ... 102
4. Surat Pernyataan Bersedia Menyerahkan Hasil Penelitian ... 103
Lampiran 2. Instrumen Skala Kecerdasan Emosional 1. Skala Kecerdasan Emosional Kelas Eksperimen ... 104
2. Skala Kecerdasan Emosional Kelas Kontrol ... 107
Lampiran 3. Screenshot Multimedia Game dan Dokumentasi 1. Screenshot Multimedia Game Cabut Gigi ... 110
2. Screenshot Multimedia Game Geometric Puzzle ... 111
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan teknologi sangat
berpengaruh pada kehidupan dan pola pikir manusia sekarang ini. Bisa kita lihat pada anak-anak jaman sekarang dimana anak usia dibawah 10 tahun
sudah pandai mengoperasikan teknologi canggih seperti handphone, laptop gadget dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan waktu bermain dihabiskan didepan layar monitor sehingga sangat berpengaruh terhadap pengalaman si
anak tersebut.
Pengalaman pada masa anak-anak merupakan potensi dasar bagi kepribadian yang sangat berpengaruh pada perkembangan anak terutama pada
kecerdasan emosionalnya. Anak yang rendah emosinya jika tidak dikendalikan akan menyebabkan perilaku negatif. Keadaan demikian disebabkan karena
kesadaran diri yang rendah, kurang memiliki kendali diri, empati yang salah, kurangnya motivasi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, sehingga setiap muncul persoalan cenderung menyikapinya dengan sikap yang salah
atau negatif.
Mitch Antony (2004: 7) mengungkapkan dalam Goleman, di sana menunjukkan fakta bahwa kecerdasan emosional (Emotional Intellegence)
Dari fakta dan teori yang ada tersebut kebutuhan kecerdasan emosional
menjadi sangat penting untuk dipenuhi, khususnya pada anak-anak. Menurut Goleman dalam Amalia S. (2004: 5), seorang yang memperkenalkan (Emotional Quotient) EQ pertama kali menyatakan bahwa kecerdasan
emosional atau (EQ) adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence);
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. EQ memiliki
dasar, yaitu: mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Kecerdasan emosi
merupakan sikap moral yang terbentuk melalui proses pengalaman sepanjang hidup dan bisa mengakar dan menjadi watak pada pribadi seseorang.
Kecerdasan emosional akan terus berkembang sepanjang hidup
manusia. Hal ini menjadi alasan kuat untuk menanamkan kecerdasan emosional sejak anak-anak. Karena momen anak-anak sangat tepat untuk menanamkan kecerdasan emosional. Pengalaman-pengalaman emosi pada
saat anak-anak akan menjadi pondasi kuat untuk mengembangkan potensi kecerdasan emosi anak. Penanaman kecerdasan emosi pada anak dapat
Lingkungan yang paling dekat dengan anak adalah keluarga dalam hal
ini adalah orang tua. Orang tua menjadi pihak pertama dan utama dalam pemberian pengalaman-pengalaman emosi bagi anak. Pemberian contoh merupakan cara bagi orang tua memberikan pengalaman tersebut. Sebagai
pihak yang memiliki peran penting , bekal agama dan pengetahuan mutlak diperlukan oleh orang tua.
Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan
anak. Lingkungan yang paling dekat dengan anak adalah keluarga dalam hal ini adalah orang tua. Orang tua menjadi pihak pertama dan utama dalam pemberian pengalaman-pengalaman emosi bagi anak. Dengan memberikan
contoh merupakan salah satu cara orang tua memberikan pengalaman tersebut, sebagai pihak yang memegang peran penting dan utama orang tua
harus memiliki bekal agama dan pngetahuan mutlak.
Selain orang tua, teman-teman sepermainan juga menjadi pihak selanjutnya yang akan mempengaruhi kecerdasan anak. Waktu yang dimiliki
seorang anak banyak yang digunakan untuk bermain. Bermain adalah makanan dan dunianya anak-anak karena sebagian waktu bagi anak
digunakan untuk bermain dan pada masa ini anak memiliki perhatian dan keinginan untuk melakukan sesuatu yang lain ( Bawani, dalam Yasin, 2007: 65).
tidak permainan yang dilakukan oleh anak memberikan banyak manfaat bagi
perkembangan mentalnya. Kecerdasan-kecerdasan yang telah menjadi potensi bagi anak, akan dapat dikembangkan dalam permainan dengan berbagai teknik dan alat yang digunakan.
Melalui bermain, anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya karena banyaknya larangan yang ia hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, anak akan melakukan penilaian-penilaian terhadap dirinya,
mempunyai harga diri, belajar bagaimana bersikap dan bertingkah laku, bekerjasama, dan sebagainya. Anak saat ini cenderung lebih tertarik pada permainan modern atau yang berbau teknologi. Dari berbagai jenis
permainan modern peneliti akan mencoba melakukan eksperimen dengan memanfaatkan game untuk memberi kesempatan bagi anak untuk
mendapatkan pengalaman emosional.
Memiliki motivasi yang besar serta rasa ingin tahu yang tinggi merupakan faktor penting dalam sebuah game. Manfaat dari game ini adalah
memberi motivasi kepada anak sehingga anak lebih termotivasi untuk bermain sambil belajar. Pengaruh permainan modern tidak bisa dianggap
remeh, game dianggap memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak di kemudian hari. Permainan ini memiliki manfaat yang besar dalam proses perkembangan
anak modern di tengah proses globalisasi.
yang negatif. Mereka cenderung memandang anak-anak yang sering nge-
game hanya membuang-buang waktu dan hanya bersenang-senang saja.
Di SD Percobaan 2 Yogyakarta siswa memiliki latar belakang dari keluarga menengah keatas sehingga hampir semua siswanya sudah diperkenalkan kecanggihan teknologi sejak dini, mulai dari hand phone,
gadget, computer dan yang lain. Sehingga waktu luang yang mereka miliki kebanyakan dihabiskan dengan bermain dengan gadget dan computer untuk
bermain beberapa permainan, sehingga sangat perlu bagi orang tua untuk melakukan monitoring dan memberi arahan terhadap anak sehingga memberikan efek positif terhadap anak. Hal ini sangat mendukung peneliti
untuk melakukan eksperimen terhadap pengaruh game terhadap kecerdasan emosional anak.
Multimedia game yang digunakan dalam penelitian ini pada
umumnya sama dengan multimedia interaktif lainya, yang artinya ada interaksi antara media dengan pengguna media melalui bantuan computer,
mouse, dan keyboard. Multimedia telah diaplikasikan dalam berbagai bentuk
dan tujuan sesuai dengan fungsi pengaplikasianya. Misalnya sebagai media pembelajaran, virtual game, film, animasi. (lilis nurwati, 2003:78)
Pengaruh game terhadap anak apabila dimainkan secara individu
memang cenderung berdampak negatif, Dari kenyataan tersebut lahirlah keinginan untuk menggunakan multimedia game yang dimainkan secara
perkembangan kecerdasan emosional anak. Pada jaman modern seperti
sekarang ini penggunaan game mulai memiliki peran penting dalam perkembangan kecerdasan anak. Permainan yang banyak mengandung unsur edukasi ini sangat penting dalam perkembangan anak untuk bekal dalam
kehidupan yang akan datang. Dengan alasan ini, maka peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan game yang dapat diajarkan oleh anak-anak
melalui sekolah agar anak-anak dapat merasakan manfaat dari perkembangan teknologi khususnya dalam bidang pendidikan bagi kecerdasan emosional anak. Maka judul yang diambil oleh peneliti adalah “Pengaruh penggunaan
multimedia game terhadap kecerdasan emosional siswa kelas VI SD Percobaan 2 Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka
dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :
1. Kecerdasan emosional yang terbentuk melalui proses pengalaman sepanjang hidup belum ditanamkan secara maksimal.
2. Multimedia game sebagai sarana untuk mengembangkan kecerdasan emosi pada anak-anak belum dimanfaatkan pada anak masa kini.
3. Game yang sering dimainkan anak pada jaman sekarang cenderung game yang tidak edukatif.
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini peneliti membatasi pada permasalahan pengaruh multimedia game terhadap kecerdasan emosi siswa kelas VI SD Percobaan 2 Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini yaitu, apakah ada pengaruh multimedia game
terhadap kecerdasan emosional siswa kelas VI SD Percobaan 2 Yogyakarta?
E. Tujuan
Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh multimedia game yang dimainkan secara kelompok terhadap kecerdasan emosional siswa kelas VI SD Percobaan 2 Yogyakarta.
F. Manfaat
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memiliki manfaat dan
kegunaan sebagai berikut :
1. Bagi Siswa
a. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaaatkan dengan baik untuk
memudahkan siswa dalam mengembangkan kecerdasan emosionalnya.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu alternative bagi siswa
c. Penelitian ini juga diharapkan sebagai suatu cara yang menyenangkan
untuk mengembangkan kecerdasan emosional dengan memanfaatkan multimedia game.
2. Bagi Guru
a. Penelitian ini diharapkan sebagai media ajar yang berkualitas untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa.
b. Penelitian ini juga diharapkan memberikan masukan pada guru
untuk lebih kreatif dalam mengembangkan kecerdasan emosional siswa.
c. Dapat mengembangkan media lain untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa.
3. Sekolah
a. Hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pertimbangan dalam proses pembelajaran dan sebagai wacana dalam upaya mengambangkan
kecerdasan emosional.
b. Multimedia game dapat menjadi pertimbangan bagi sekolah sebagai salah satu media yang dapat menumbuhkan sikap positif siswa.
G. Definisi Operasional
Supaya tidak terjadi kesalahan dalam mengartikan istilah-istilah yang digunakan dalam judul ini maka perlu adanya batasan istilah. Batasan istilah dalam judul ini adalah sebagai berikut.
1. Multimedia game
Multimedia game yang di maksud peneliti tidak jauh berbeda dengan multimedia pembelajaran pada umumnya, yaitu dibuat menggunakan
macromedia flash, lectora atau sejenisnya. Yang membedakan dengan multimedia pembelajaran pada umumnya adalah multimedia game ini berisi permainan game saja, tanpa ada materi secara tertulis seperti materi
pelajaran.
2. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional menjadi salah satu kebutuhan penting yang harus
dipenuhi khususnya pada anak-anak. Anak dikatakan kecerdasan emosionalnya tinggi apabila memiliki indikasi sebagai berikut :
a. Mampu mengenali emosi diri sendiri b. Mampu mengelola emosi
c. Memiliki motivasi tinggi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskkripsi Teori
1. Tinjauan Multimedia Game a. Multimedia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online
multimedia. Multimédia adalah berbagai jenis sarana: usaha pembangunan untuk dunia komunikasi, pendidikan, dan penyediaan informasi pada komputer yang menggunakan suara, grafik, animasi,
dan teks.
Secara etimologis multimedia berasal dari kata multi (bahasa Latin) yang berarti banyak, bermacam-macam, dan medium (bahasa
Latin) yang berarti sesuatu yang dipakai untuk menyampaikan atau membawa sesuatu.
Definisi multimedia menurut Ariesto Hadi Sutopo (2003: 251) : Multimedia merupakan perangkat lunak yang digunakan dalam pengembangan dengan lebih dari satu cara untuk menyampaikan informasi yang menyajikan teks dengan diagram kepada pengguna.
Istilah “multimedia” bisa mempunyai makna berlainan bagi
lain orang. Bagi sejumlah orang, multimedia berarti seseorang duduk di terminal komputer dan menerima presentasi yang terdiri atas; teks on-screen, grafik atau animasi on-screen, dan suara yang datang dari
on-line.
Menurut Seels dan Glasgow dalam Azhar Arsyad (2006: 36) mengemukakan bahwa multimedia merupakan media pengajaran yang menyajikan materi video rekaman dengan pengendalian komputer
kepada penonton (siswa). Media ini disebut multimedia, dikarenakan bahwa media ini memiliki unsur audio-visual (termasuk animasi) yang
dirancang dengan melibatkan respon pemakai secara aktif. Dengan kata lain dalam sebuah multimedia sudah mengandung unsur interaktif.
Dalam penjelasan multimedia tersebut menekankan bahwa multimedia sebagai tampilan teks, gambar, suara, animasi, dan video yang sebagian atau keseluruhannya tersusun rapi dalam program yang
jelas. Interaktif mengacu pada proses yang melibatkan pengguna untuk mengendalikan lingkungan, biasanya melalui komputer. Dari
penjelasan tersebut maka multimedia memiliki potensi untuk menciptakan suatu lingkungan multisensori yang mendukung cara belajar tertentu.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dirumuskan, bahwa multimedia adalah media yang digunakan dalam proses interaksi antara guru dengan siswa yang berupa teks, gambar, suara,
menyampaikan pesan kepada pengguna agar tercapai tujuan
pembelajaran yang baik.
1) Komponen Multimedia
Unsur yang terdapat dalam multimedia pembelajaran ini sesuai
dengan yang telah dijelaskan oleh Hofstetter (2001, p16) komponen Multimedia terbagi atas lima jenis, yaitu :
a) Teks (text)
Teks yang dimaksud dalam multimedia game ini yaitu
berupa kata-kata atau kalimat sebagai salah satu cara yang paling efektif dalam mengemukakan ide-ide kepada pengguna,
sehingga penyampaian informasi akan lebih mudah dimengerti oleh pengguna.
b) Grafik (image)
Grafik didefinisikan sebagai sebuah lukisan, pencetakan, gambar atau huruf dengan menggunakan berbagai media secara manual atau menggunakan teknologi komputer. Grafik atau
gambar yang terdapat pada multimedia game ini berguna untuk mengilustrasikan informasi yang akan disampaikan terutama
informasi yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.
c) Suara (audio)
Multimedia game ini juga menggunakan audio,
peranan penting dalam teknologi multimedia saat ini. Suara
dalam multimedia ini berupa percakapan, musik dan efek suara.
d) Video
Video pada multimedia game ini dapat menerangkan
hal-hal yang sulit digambarkan lewat kata-kata atau gambar diam yang dapat menggambarkan emosi dan psikolog manusia agar memberikan penjelasan yang bisa diambil kesimpulan secara
mandiri oleh pengguna sehingga lebih mudah untuk diingat dan dipahami.
e) Animasi
Animasi adalah salah satu elemen multimedia yang cukup menarik, karena animasi membuat sesuatu seolah-olah
bergerak. Animasi yang terdapat pada multimedia game ini berupa tokoh atau mascot dari game tersebut.
2) Karakteristik Multimedia
Karakteristik multimedia game ini sesuai dengan yang
dijelaskan oleh Bambang Dwi Setiyono (2008: 15), yaitu sebagai berikut:
a) Memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan unsur audio dan visual.
c) Bersifat mandiri, dalam pengertian memberi kemudahan dan
kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa menggunakan tanpa bimbingan orang lain.
Selain memenuhi ketiga karakteristik tersebut, multimedia
sebaiknya juga memenuhi fungsi sebagai berikut:
a) Mampu memperkuat respon pengguna secepatnya dan sesering mungkin.
b) Mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengontrol
laju kecepatan belajarnya sendiri.
c) Memperhatikan bahwa siswa mengikuti suatu urutan yang koheren dan terkendalikan.
d) Mampu memberikan kesempatan adanya partisipasi dari pengguna dalam bentuk respon, baik berupa jawaban, pemilihan, keputusan, percobaan dan lain-lain.
b. Game
Teori persiapan atau latihan, Groos mengemukakan, bahwa permainan atau game itu sebagai latihan bagi manusia yang belum
dewasa untuk menyiapkan fungsi-fungsi bagi kebutuhan hidupnya. Selain itu Groos juga mengungkapkan tentang teori kelegaan
emosional setelah mengalami ketegangan (katarsis), yaitu bahwa permainan sebagai alat untuk menyalurkan keinginan-keinginan atau hasrat yang terkandung dalam angan-angan ke arah yang tidak
Spencer dalam Monks dkk (1998: 133) manandakan bahwa permainan merupakan kemungkinan penyaluran bagi menusia untuk
melepaskan sisa-sisa energi. Karena menusia melalui evolusi mencapai suatu tingkatan yang tidak terlalu membutuhkan energi untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, maka kelebihan energinya harus disalurkan melalui cara yang sesuai, dalam hal ini permainan merupakan cara yang dianggap paling baik untuk menyalurkan energi
tersebut.
Buytendijk dalam Monks dkk (1998: 134) menemukan ciri-ciri permaianan sebagai berikut:
1) Permainan adalah selalu bermain dengan sesuatu.
2) Dalam permainan selalu ada sifat timbal balik, atau sifat interaksi.
3) Permainan berkembang, tidak statis melainkan dinamis, merupakan proses dialektis.
4) Permainan juga ditandai dengan pergantian yang tidak dapat diramalkan lebih dahulu.
5) Orang bermain tidak hanya bermain dengan sesuatu atau dengan orang lain, melainkan yang lain tadi juga bermain dengan orang yang bermain tadi.
6) Bermain menuntut ruangan untuk bermain dan menuntut aturan- aturan permainan
7) Aturan-atuaran permainan membatasi bidang permainannya.
Perkembangan permainan menurut Jean Piaget (1962) dalam Meyke (2007: 13-15):
1) Sensory motor play (± ¾ bulan- ½ bulan)
2) Symbolic atau make believe play (± 2- 7 tqhun) 3) Social games with rules (±8-11 tahun)
Tahap perkembangan bermain menurut Rubin, Fein, dan Vandenberg
dan Similansky dalam Meyke (2007: 28-30):
1) Bermain Fungsionil (functional play)
Tampak pada anak usia 1-2 tahun dengan gerakan yang bersifat
sederhana dan berulang-ulang. Dapat dilakukan dengan atau tanpa alat permainan. Misalnya berkeliling-keliling ke ruang tamu.
2) Bangun membangun ( constructive play) pada usia 3-6 tahun Menciptakan banguan tertentu dengan alat permainan yang
tersedia, misal membuat rumah-rumahan, legi dan lain-lain.
3) Bermain pura-pura ( make-believe play) pada usia 3-7 tahun
Anak menirukan kegiatan orang yang pernah dijumpainya dalam
kehidupan sehari-hari atau tokoh-tokoh kartun yang mereka lihat. Misalnya: main rumah-rumahan dan lain-lain.
4) Permainan dengan aturan (game with rules) pada usia 6-11 tahun anak sudah memahami dan bersedia mematuhi aturan permainan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa permainan
adalah suatu alat untuk kegiatan yang dilakukan atas kemauan sendiri pada tempat dan waktu yang ditentukan. Dalam sebuah permainan
terdapat aturan yang membatasi bidang permainan dengan permainan yang lainnya.
mendapatkan manfaat seperti yang telah diuraikan di atas. Namun,
anak yang melakukan aktifitas bemain dengan cara, alat dan jenis yang tidak tepat tidak akan mendapatkan manfaat permainan atau mungkin malah akan mendapatkan dampak yang negatif. Maka dari
itu, pemilihan permainan yang tepat akan sangat membantu anak dalam melakukan kegiatan bermain yang merupakan kegiatan yang
mereka butuhkan dan mereka inginkan.
Berbagai jenis permainan kini telah disajikan. Anak saat ini diberikan berbagai pilihan permainan yang sangat bervariasi mulai
dari, alat, tempat, cara bermain dan cara mendapatkannya. Fasilitas- fasilitas bermain untuk anak yang telah tersedia di sana sini dengan segala kemudahannya membuat anak terbius ke dalam kegiatan
bermian mereka. Permainan-permainan modern saat ini memudahkan anak untuk bermain secara mudah dan memungkinkan anak dapat
bermain di mana saja.
c. Multimedia game
Multimedia game pada umumnya sama dengan multimedia interaktif lainya, yang artinya ada interaksi antara media dengan pengguna media melalui bantuan computer, mouse, dan keyboard. Multimedia telah
diaplikasikan dalam berbagai bentuk dan tujuan sesuai dengan fungsi pengaplikasianya. Misalnya sebagai media pembelajaran, virtual game,
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
multimedia game merupakan bentuk dari pengaplikasian multimedia interaktif sesuai dengan fungsi dan tujuanya yaitu sebagai virtual game.
2. Kecerdasan Emosional (EQ)
Dari pengertian kecerdasan dan emosi dapat didefinisikan pengertian kecerdasan emosional (EQ). Menurut Goleman dalam T. Hermaya. (2004: 5), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur
kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the
appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan
kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Konsep EQ Goleman pada dasarnya berpijak pada jalur saraf emosi yang ditentukan ahli saraf Joseph deLoux. Kecerdasan emosi (EQ) bertumpu pada jalur emosi dalam otak manusia. Sistem limbik yang secara
evolusi lebih tua daripada bagian kulit otak (Cortex Celebri) memainkan peran penting dalam tatanan emosi. Selain itu, perkembangan otak manusia menunjukkan bahwa sebelum pikiran-pikiran rasional berfungsi
terutama pada jenis Homo Sapiens menunjukkan manusia menggunakan pikiran-pikiran emosional untuk merespon lingkungan. Posisi anatomis
menunjukkan kedudukan penting dari respon-respon emosi. Setidaknya,
sebelum manusia mampu berpikir secara rasional manusia terlebih dahulu memahami perasaannya (Taufiq Pasiaq, 2002: 18-19).
Daniel Goleman (2004 : 61-64), mengatakan bahwa membangun
koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat
emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan di lingkungannya. Lebih lanjut Goleman mengemukakan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi serta mampu mengatur keadaan jiwa. Dengan
kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Daniel Goleman menyebutkan bahwa kecerdasan emosi jauh lebih berperan ketimbang IQ atau keahlian dalam menentukan siapa yang akan jadi bintang dalam suatu pekerjaan.
Lima Dasar Kemampuan dalam Teori Kecerdasan Emosi menurut Daniel Goleman (2004:45)
1) Kesadaran Diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk
seseorang akan emosinya sendiri. Kesadaran diri membuat lebih
waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum
menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah
menguasai emosi.
2) Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi
berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita . Kemampuan ini mencakup kemampuan
untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.
3) Memotivasi Diri
Motivasi diri merupakan usaha seseorang untuk melakukan sesuatu karena ingin mencapai sebuah tujuan. Kemampuan seseorang dalam
memotivasi diri dapat dilihat dari cara mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme,
4) Mampu berempati
Empati disebut juga kemampuan untuk mengenali emosi orang lain, yang artinya kemampuan seseorang menempatkan diri ke dalam alam perasaan orang lain sehingga bisa memahami pikiran,perasaan, dan
perilakunya. Selain itu seseorang yang dapat dikatan memiliki empati apabila orang tersebut mampu memnempatkan diri pada situasi dan
perasaan orang lain, tetapi dia tetap mempertahankan perasaan dirinya.
5) Mampu menjalin sosial dengan orang lain
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu sifat yang hakiki pada diri manusia sebagai makhluk social. Kemampuan tersebut dapat dilihat pada manusia dalam pergaulan dengan individu
yang lain dan penampilan yang selaras dengan alam perasaanya sendiri. Serta dia juga bisa memimpin dan mengorganisir orang lain
serta mampu mengatasi berbagai permasalahan yang sering kali muncul dalam pergaulan antar manusia di lingkunganya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi menurut
Bimo Walgito (2009: 24) adalah:
1) Faktor Internal
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan emosi. Faktor internal ini memiliki dua
faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan
seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
2) Faktor Eksternal.
Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor eksternal meliputi: a)
Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan
kecerdasan emosi tanpa distorsi dan b) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat
sulit dipisahkan.
Intelegensi emosional tidak sekedar kemampuan untuk mengendalikan emosi dalam kaitannya dengan hubungan sosial tetapi
juga mencakup kemampuan untuk mengendalikan emosi dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan psikofisik. Sebagai contoh
seseorang yang memiliki intelegensi emosional tinggi dapat mengendalikan keseimbangan dengan baik. Seseorang dengan intelegensi emosional yang tinggi mampu mengendalikan nafsuya
Persepsi emosi adalah kemampuan untuk dapat mengenali jenis
emosi dari ekspresi wajah, musik, warna, dan cerita. Pemahaman emosi adalah kemampuan dapat menyelesaikan masalah emosi serta mengetahui emosi mana yang sama atau berlawanan dan hubungan
antara satu emosi dengan emosi yang lainnya. Pengelilaan emosi adalah pemahaman tentang akibat perbuatannya terhadap emosinya atau orang
lain dan bagaimana mengatur kembali kondisi emosinya menjadi positif ( Eileen Rachman, 2005: 41)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Emotional Quotient
(EQ) menyangkut angka kapasitas yang didasari kepekaan emosi, penyadaran dan kemampuan mengatur emosi. Kecerdasan emosional yaitu kemampuan mengenali diri sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan pada hubungannya dengan orang lain.
Ada beberapa tahapan kecerdasan emosional disesuaikan dengan umur. Seperti kecerdasan yang lain, kecerdasan emosional pada anak juga memiliki karakteristik tersendiri. Menurut Syamsu Yusuf (2009:
Tabel 1. Perbedaan emosi anak dan emosi orang dewasa
EMOSI ANAK EMOSI ORANG DEWASA
1) Berlangsung singkat dan
1) Berlangsung lebih lama dan brskhir lambat
2) Tidak terlihat hebat/kuat 3) Lebih mendalam dan lama 4) Jarang terjadi
5) Sulit diketahui karena lebih pandai
menyembunyikannya
Syamsu (2009: 181) menjelaskan pada usia sekolah, anak mulai memiliki kesadaran bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidak
dapat diterima di masyarakat. Dalam hal ini anak mulai belajar untuk mengontrol dan mengendalikan ekspresi emosinya. Kemampuan untuk
mengontrol emosi pada anak diperoleh dari kegiatan peniruan dan latihan (pembiasaan). Orang tua menjadi pihak yang berperan sangat penting dalam pengontrolan emosi tersebut. Selain orang tua,
lingkungan bermain anak juga berperan penting.
Pada masa ini anak mengalami peningkatan diantaranya adalah kemampuan dalam memahami emosi kompleks, misalnya kebanggaan
Mereka juga telah mampu untuk mengalihkan perasaan tertentu ketika
mengalami emosi tertentu.
Emosi-emosi yang secara umum yang dialami dalam tahap perkembangan usia sekolah adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih
sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senang, nikmat, atau bahagia). Emosi yang positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk
mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disipilin dalam
belajar. Sebaliknya, emosi negatif akan menghambat proses belajar anak sehingga dapat mengalami kegagalan dalam belajarnya.
Dalam penelitian ini peneliti memusatkan perhatian pada
perkembangan emosi siswa kelas 6 SD. Anak kelas 6 SD memiliki rentangan umur dari 10-11 tahun dan dalam psikologi perkembangan menurut Santrock, anak dalam rentang usia ini masuk dalam akhir masa
kanak-kanak. Dalam fase perkembangan kognitif menurut Piaget anak dalam rentang usia ini termasuk dalam fase operasional konkrit.
Tinjauan mengenai dunia sosioemosioanal anak pada masa
pertengahan dan masa akhir anak-anak ini oleh Santrock (2002: 341) menjadi semakin kompleks. Relasi dengan keluarga dan teman sebaya terus memainkan peran penting dalam masa ini. Sekolah dan relasi
Orang tua anak lebih cenderung menggunakan pengurangan hak-hak
istimewa, tindakan-tindakan yang diarahkan kepada harga diri anak, komentar-komentar yang dirancang untuk menggugah rasa bersalah anak, dan pernyataan-pernyataan yang menunjukkan kepada anak
bahwa mereka bertanggung jawab atas tindakannya.
Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, dalam suatu investigasi diketahui anak-anak berinterkasi dengan teman sebaya
sebanyak 10 % dari waktu usia 2 tahun, 20 % pada usia 4 tahun, dan lebih dari 40 % antara usia 7 dan 11 tahun ( Barker & Wright dalam
Santrock (2007: 214)).
Pergaulan teman sebaya menjadi bagian dari kehidupan sosial mereka pada masa ini. Maka dari itu, anak-anak perlu mengetahui apa
yang harus diikuti agar anak-anak lain mau menjadi teman mereka. Dunia teman sebaya adalah suatu dunia perkenalan yang beragam yaitu anak-anak berinteraksi dengan teman yang lain yang baru saja dikenal
dan bersama teman selama berjam-jam setiap hari.
Selain kondisi sosioemosioanal mereka, perkembangan fisik dan motorik juga mempengaruhi kondisi emosi anak. Menurut Sri Rumini
dan Siti Sundari (2004: 50), anak pada akhir masa kanak-kanak mengalami pertumbuhan berupa bertambah besarnya badan dan pergaulan yang semakin luas. Kondisi yang demikian akan berpengaruh
tersebut dianggap sebagai perilaku bayi dan tidak diterima di dalam
kelompok. Emosi marah yang mereka alami lebih banyak diungkapkan dengan menggerutu, murung, dan ungkapan kasar. Selain itu, pada masa ini organ seks pada anak mulai berfungsi sehingga anak akan
cenderung lebih emosional.
Untuk mengurangi ketegangan emosinya, mereka melakukan kegiatan dengan cara sibuk bermain, tertawa terbahak-bahak,
membicarakan masalahnya dengan sahabatnya. Semua ini mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan mereka dan membantu mereka
untuk mengatasi emosi yang diharapkan masyarakat pada umumnya.
Akhir masa kanak-kanak merupakan periode relatif tenang dan berlangsung samap mulainya masa puber. Hal ini disebabkan:
1) Peranan yang harus dilakukan anak sudah terumus secara jelas dan
anak tahu cara melakukannya.
2) Mereka sudah dapat melakukan berbagai permainan dan olah raga sehingga dapat disalurkan secara positif.
3) Fisik anak makin kuat, sensor motor makin baik, keterampilan
semakin meningkat, sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugasnya. Ini juga merupakan penyaluran emosi (Sri Rumini dan Siti Sundari
,2004: 50-51).
Walaupun akhir masa kanak-kanak merupakan periode yang relatif tenang, ada kalanya mereka mengalami tekanan emosi yang hebat
Eileen Rachman (2005: 41-51) mengungkapkan bahwa anak dengan
kapasitas emosi tinggi dapat membedakan emosi negatif dan positif dan tahu bagaimana mengubah emosi negatif menjadi positif. Anak dengan kecakapan emosi tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Sadar diri, pandai mengendalikan diri, bisa dipercaya, bisa beradaptasi, dan kreatif.
2) Bisa berempati, memahami perasaan orang lain, bisa menyelesaikan konflik, bisa bekerjasama dengan tim.
3) Bisa bergaul dan membangun persahabatan. 4) Bisa memepengaruhi orang lain.
5) Berani bercita-cita.
6) Percaya diri.
7) Bermotivasi tinggi, menyambut tantangan, mempunyai dorongan
untuk maju, berinisiatif, dan optimis.
8) Berekspresi dan berbahasa lancar. 9) Menyukai gambar dan cerita.
10) Menyukai pengalaman baru. 11) Teliti dan perfeksionis.
12) Suka membaca tanpa didorong-dorong.
13) Mengingat kejadian dan penglaman dengan mudah. 14) Suka belajar.
17) Aktif dalam memecahkan masalah.
18) Senang mengatur dan mengorganisasikan aktifitas.
Peneliti dapat merumuskan garis besar dari uraian di atas bahwa perkembangan emosi anak pada akhir masa kanak-kanak dimulai dari
adanya keinginan anak untuk diterima dalam kelompoknya. Fase ini mendorong anak untuk dapat mengelola emosinya dengan lebih baik.
Ekspresi-ekspresi emosi yang dianggap dapat menghambat dirinya dalam pergaualan dengan kelomponya mulai dikurangi. Anak pada masa ini juga telah mulai mengenal emosi-emosi kompleks seperti rasa
bangga. Jenis-jenis emosi yang muncul pada masa anak di antaranya adalah: marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu,
dan kegembiraan (rasa senang, nikmat, atau bahagia). Emosi yang positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya
terhadap aktivitas belajar, seperti membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disipilin dalam belajar. Sebaliknya,
emosi negatif akan menghambat proses belajar anak sehingga dapat mengalami kegagalan dalam belajarnya.
3. Kajian tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar a. Karakteristik Siswa SD
Menurut Piaget yang di kutip oleh Asri Budiningsih (2004: 28-
1) Tahap Sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Dengan ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dandilakukan langkah demi langkah. Kemampuan yang dimiliki :
a) Melihat dirinya sendiri sebagai mahluk yang berbeda dengan
objek di sekitarnya.
b) Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara. c) Suka memperhatikan sesuatu lebih lama.
d) Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
e) Memperhatikan objek sebagai sesuatu yang tetap, selalu ingin merubah tempatnya.
2) Tahap Preoperasional
Dengan ciri pokonya adalah pada penggunaan simbol atau bahasa tanda dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahapan
ini di bagi dua, yaitu preoperasional dan intuitif.
a) Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya,
walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami objek.
Karakter tahap ini :
- Self Counter nya sangat menonjol.
- Tidak mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang
berbeda.
- Mampu mengumpulkan barang-barang menurut criteria, termasuk kriteria yang benar.
- Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak
dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.
b) Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8), anak dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak. Dalam
menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dalam kata-kata. Anak sudah dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas.
Karakteristik tahapan ini adalah:
- Anak dapat membentuk kelas-kelas dan katagori obyek, tapi kurang disadarinya.
- Anak mulai mengetahui hubungan secara logis, terhadap hal- hal yang kompleks.
- Dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.
- Mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar.
3) Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun) Dengan ciri pokoknya anak sudah mulai menggunakan aturan- aturan yang jelas dan logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit. Pada masa ini anak masih memiliki masalah
4) Tahap operasional formal (umur 11/12 – 18 tahun)
Dengan ciri anak sudah mampu berfikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berfikir “kemungkinan“. Model berfikir ilmiah
hipothetico – deductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak,
dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesis.
b. Karakteristik Siswa SD Kelas 6
Menurut Nasution (dalam Syaiful Bahri Djamarah 2008: 123) masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang
berlangsung dari usia 6 tahun hingga kira-kira 11 atau 12 tahun. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008: 123) “masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar maupun masa matang untuk sekolah”.
Masa usia sekolah dianggap oleh Surya Broto (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2008: 124) sebagai masa intektual atau masa
keserasian sekolah. Menurut Surya Broto dapat diperinci menjadi 2 fase yaitu (1) masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6 atau 7 sampai dengan 9 atau 10 tahun dan (2) masa kelas-kelas tinggi
sekolah dasar, kira-kira umur 9 atau 10 sampai dengan 12 atau13 tahun.
Anak kelas 6 SD termasuk dalam masa kelas tinggi. Menurut
umur 9,0 atau 10,0 sampai umur 12,0 atau 13,0 tahun. Beberapa
karakteristik anak-anak pada masa ini ialah:
1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-sehari yang kongkrit, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
2) Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar.
3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata
pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor, seperti bakat- bakat khusus.
4) Sampai kira-kira umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas umur ini pada umumnya anak
menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.
5) Pada masa ini, anak memandang nilai raport sebagai ukuran yang
tepat atau sebaik-baiknya mengenai prestasi sekolah.
6) Anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu
Berdasarkan karakteristiknya, siswa kelas 6 SD cenderung realistik
dan memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Guru dan orang tua harus berupaya untuk mengurangi konsep abstrak terutama pada hal-hal yang dapat berpengaruh terhadap kecerdasan emosional anak.
4. Kajian tentang Teknologi Pendidikan a. Definisi Teknologi Pendidikan
Teknologi Pendidikan menurut AECT 1994 dalam Barbara Seels & Rita Richey (1994: 1) adalah teori dan praktek dalam desain,
pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar. Definisi ini menegaskan adanya lima domain (kawasan) teknologi pembelajaran, yaitu kawasan desain, kawasan
pengembangan, kawasan pemanfaatan, kawasan pengelolaan, dan kawasan penilaian baik untuk proses maupun sumber belajar. Dalam definisi ini
tidak hanya menekankan pada teori saja, melainkan beserta prakteknya. Seorang teknolog pedidikan bisa saja memfokuskan bidang garapannya dalam salah satu kawasan tersebut. Sementara menurut S.Nasution (2005:
1) teknologi pendidikan adalah pengembangan, penerapan, dan penilaian sistem-sistem, teknik dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar manusia.
AECT (2004: 3): “Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating,
Ini adalah definisi terbaru yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan
adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Tujuan
utamanya masih tetap untuk memfasilitasi pembelajaran (agar efektif, efisien dan menarik/joyfull) dan meningkatkan kinerja.
Gambar 1. Definisi Teknologi Pendidikan, AECT 2008
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa:
- Teknologi pembelajaran/teknologi pendidikan adalah suatu
- Tujuan utama teknologi pendidikan adalah (1) untuk memecahkan
masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran; dan (2) untuk meningkatkan kinerja dalam pembelajaran.
- Kawasan teknologi pendidikan dapat meliputi kegiatan yang berkaitan
dengan desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian baik proses maupun sumber-sumber belajar.
b. Kawasan Teknologi Pendidikan
Tekonologi pendidikan memiliki lima kawasan dalam bidangnya, yaitu kawasan desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan
penilaian. Diantara kelima kawasan tersebut saling berhubungan dan melengkapi satu sama lain.
Menurut Seels dan Richey (1994: 28), hubungan antara domain
Gambar 2. Bagan Kawasan Teknologi Pendidikan
Penjelasan dari kawasan-kawasan teknologi pendidikan di atas sebagai berikut:
1) Kawasan Desain
Menurut Barbara & Rita C. Richey (1994: 30) yang dimaksud dengan desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan strategi dan produk.
Kawasan desain bermula dari gerakan psikologi pembelajaran, terutama diilhami dari pemikiran B.F. Skinner dalam Barbara & Rita
C. Richey tentang teori pembelajaran berprogram (programmed
instructions). Selanjutnya, pada tahun 1969 dari pemikiran Herbert
Pendirian pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan terprogram, seperti “Learning Resource and Development Center” pada tahun 1960
semakin memperkuat kajian tentang desain. Dalam kurun waktu tahun 1960-an dan 1970-an, Robert Glaser, selaku Direktur dari Learning
Resource and Development Center tersebut menulis dan berbicara tentang desain pembelajaran sebagai inti dari Teknologi Pendidikan.
Kawasan Desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu: (1) Desain Sistem Pembelajaran; (2) Desain Pesan; (3) Strategi Pembelajaran; (4) Karakteristik Pembelajar.
a) Desain Sistem Pembelajaran
Kawasan ini merupakan prosedur yang terorganisasi, meliputi: langkah-langkah: (a) penganalisaan (proses perumusan
apa yang akan dipelajari); (b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara mempelajarinya); (c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pelajaran);
(d) pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi) dan (e) penilaian (proses penentuan ketepatan pembelajaran).
Desain Sistem Pembelajaran biasanya merupakan prosedur
linier dan interaktif yang menuntut kecermatan dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat untuk saling mengontrol, semua langkah–langkah tersebut harus tuntas. Dalam Desain
b) Desain Pesan
Kawasan ini merupakan perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian,
persepsi,dan daya tangkap. Fleming dan Levie (1994: 234) membatasi pesan pada pola-pola isyarat, atau simbol yang dapat
memodifikasi perilaku kognitif, afektif dan psikomotor. Desain pesan berkaitan dengan hal-hal mikro, seperti : bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah. Desain harus bersifat
spesifik, baik tentang media maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan
berbeda, bergantung pada jenis medianya, apakah bersifat statis, dinamis atau kombinasi keduanya (misalnya, suatu potret, film, atau grafik komputer). Juga apakah tugas belajarnya tentang
pembentukan konsep, pengembangan sikap, pengembangan keterampilan, strategi belajar atau hafalan.
c) Strategi Pembelajaran
Kawasan ini merupakan spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan belajar dalam suatu pelajaran. Teori tentang strategi pembelajaran meliputi situasi
belajar dan komponen belajar/mengajar. Seorang desainer menggunakan teori atau komponen strategi pembelajaran
suatu strategi pembelajaran bergantung pada situasi belajar, sifat
materi dan jenis belajar yang dikehendaki.
d) Karakteristik Pembelajar
Kawasan ini merupakan segi-segi latar belakang
pengalaman pembelajar yang mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajarnya. Karaketeristik pembelajar mencakup keadaan sosio-psiko-fisik pembelajar. Secara
psikologis, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik pembelajar yaitu berkaitan dengan dengan kemampuannya (ability), baik yang bersifat potensial maupun kecakapan nyata
dan kepribadiannya, seperti, sikap, emosi, motivasi serta aspek- aspek kepribadian lainnya.
2) Kawasan Pengembangan
Pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik, di dalamnya meliputi : (1) teknologi cetak; (2)
teknologi audio-visual; (3) teknologi berbasis komputer; dan (4) teknologi terpadu.
a) Teknologi Cetak
Teknologi cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti: buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan mekanis atau
dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pembelajaran lain.
Hasil teknologi ini berupa cetakan. Teks dalam penampilan komputer adalah suatu contoh penggunaan teknologi komputer untuk produksi. Apabila teks tersebut dicetak dalam bentuk “cetakan” guna keperluan pembelajaran merupakan contoh
penyampaian dalam bentuk teknologi cetak.
b) Teknologi Audio-Visual
Teknologi audio-visual merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan dan
elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran audio-visual dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras di dalam proses pengajaran.
Peralatan audio-visual memungkinkan pemroyeksian gambar hidup, pemutaran kembali suara, dan penayangan visual yang
beukuran besar. Pembelajaran audio-visual didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan yang berkaitan dengan pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran yang secara
eksklusif tidak selalu harus bergantung kepada pemahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis.
c) Teknologi Berbasis Komputer
perangkat yang bersumber pada mikroprosesor. Pada dasarnya,
teknologi berbasis komputer menampilkan informasi kepada pembelajar melalui tayangan di layar monitor. Berbagai aplikasi komputer biasanya disebut “computer-based intruction (CBI)”,
“computer assisted instruction (CAI”), atau “computer-managed
instruction (CMI)”.
d) Teknologi Terpadu
Teknologi terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media
yang dikendalikan komputer. Keistimewaan yang ditampilkan oleh teknologi ini, khususnya dengan menggunakan komputer dengan spesifikasi tinggi, yaitu adanya interaktivitas pembelajar
yang tinggi dengan berbagai macam sumber belajar.
3) Kawasan Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber
untuk belajar. Fungsi pemanfaatan sangat penting karena membicarakan kaitan antara pembelajar dengan bahan atau sistem
pembelajaran. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokkan pembelajar dengan bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pembelajar agar dapat berinteraksi
pembelajar, serta memasukannya ke dalam prosedur oragnisasi yang
berkelanjutan.
a) Pemanfaatan Media
Pemanfaatan media yaitu penggunaan yang sistematis dari
sumber belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran. Misalnya bagaimana suatu film diperkenalkan
atau ditindak lanjuti dan dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang diinginkan. Prinsip-prinsip pemanfaatan juga dikaitkan
dengan karakteristik pembelajar. Seseorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan keterampilan visual atau verbal agar dapat menarik keuntungan dari praktek atau sumber belajar.
b) Difusi Inovasi
Difusi inovasi adalah proses berkomunikasi malalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi. Tujuan akhir yang
ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan. Selama bertahun-tahun, kawasan pemanfaatan dipusatkan pada aktivitas guru dan ahli media yang membantu guru. Model dan teori
pemanfaatan dalam kawasan pemanfaatan cenderung terpusat pada perpektif pengguna. Akan tetapi, dengan diperkenalkannya
mempermudah proses adopsi gagasan, perhatian kemudian
berpaling ke perspektif penyelenggara.
c) Implementasi dan Institusionalisasi
Implementasi dan Institusionalisasi yaitu penggunaan bahan
dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan institusionalisasi penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi
pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi. Begitu produk inovasi telah diadopsi, proses implementasi dan
pemanfaatan dimulai. Untuk menilai pemanfaatan harus ada implementasi. Bidang implementasi dan institusionalisasi (pelembagaan) yang didasarkan pada penelitian, belum
berkembang sebaik-baik bidang-bidang yang lain. Tujuan dari implementasi dan institusionalisasi adalah menjamin
penggunaan yang benar oleh individu dalam organisasi. Sedangkan tujuan dari institusionalisasi adalah untuk mengintegrasikan inovasi dalam struktur kehidupan organisasi.
Keduanya tergantung pada perubahan individu maupun organisasi.
d) Kebijakan dan Regulasi
Kebijakan dan peraturan pemerintah mempengaruhi
pemanfaatan teknologi. Kebijakan dan regulasi biasanya dihambat oleh permasalahan etika dan ekonomi. Misalnya, hukum hak cipta yang dikenakan pada pengguna teknologi, baik
untuk teknologi cetak, teknologi audio-visual, teknologi berbasis komputer, maupun terknologi terpadu.
4) Kawasan Pengelolaan
Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi Pendidikan melalui: perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan
supervisi. Kawasan pengelolaan bermula dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan media. Pembauran perpustakaan dengan program media membuahkan pusat dan ahli media sekolah.
Program-program media sekolah ini menggabungkan bahan cetak dan non cetak sehingga timbul peningkatan penggunaan sumber-sumber
teknologikal dalam kurikulum.
a) Pengelolaan Sumber
Pengelolaan sumber mencakup perencanaan, pemantauan dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber.
Pengelolaan sumber memliki arti penting karena mengatur pengendalian akses. Pengertian sumber dapat mencakup personil
yang telah dijelaskan pada kawasan pengembangan. Efektivitas
biaya dan justifikasi belajar yang efektif merupakan dua karakteristik penting dari pengelolaan sumber.
b) Pengelolaan Sistem Penyampaian
Pengelolaan sistem penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan pengendalian “cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan” Hal tersebut merupakan suatu
gabungan antara medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada pembelajar.
Pengelolaan sistem penyampaian memberikan perhatian pada permasalahan produk seperti persyaratan perangkat keras/lunak dan dukungan teknis terhadap pengguna maupun
operator. Pengelolaan ini juga memperhatikan permasalaan proses seperti pedoman bagi desainer dan instruktur dan pelatih. Keputusan pengelolaan penyampaian sering bergantung pada
sistem pengelolaan sumber.
c) Pengelolaan Informasi
Pengelolaan informasi meliputi perencanaan, pemantauan,
terletak pada potensinya untuk mengadakan revolusi kurikulum
dan aplikasi desain pembelajaran.
5) Kawasan Penilaian
Penilaian merupakan proses penentuan memadai tidaknya
pembelajaran dan belajar yang mencakup analisis masalah, pengukuran acuan patokan, penilaian formatif dan penilaian sumatif.
a) Analisis Masalah
Analisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Telah lama para
evaluator yang piawai berargumentasi bahwa penilaian yang seksama mulai saat program tersebut dirumuskan dan
direncanakan. Bagaimanapun baiknya anjuran orang, program yang diarahkan pada tujuan yang tidak/kurang dapat diterima akan dinilai gagal memenuhi kebutuhan.
b) Pengukuran Acuan Patokan
Pengukuran acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pembelajaran menguasai materi yang
telah ditentukan sebelumnya. Penilaian acuan patokan memberikan informasi tentang penguasaan seseorang mengenai
berarti dapat melaksanakan ketentuan tertentu, biasanya
ditentukan dan mereka yang dapat mencapai atau melampaui skor minimal tersebut dinyatakan lulus. Pengukuran acuan patokan memberitahukan pada para siswa seberapa jauh mereka
dapat mencapai standar yang ditentukan.
c) Penilaian Formatif dan Sumatif
Penilaian formatif dan sumatif berkaitan dengan
pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Dengan
penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan. Penilaian formatif dilaksanakan pada waktu
pengembangan atau perbaikan program atau produk (atau orang dsb). Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan staf dalam
lembaga program dan biasanya tetap bersifat intern; akan tetapi penilaian ini dapat dilaksanakan oleh evaluator dalam atau luar atau (lebih baik lagi) kombinasi.
Penilaian sumatif dilaksanakan setelah selesai dan untuk kepentingan pihak luar atau para pengambil keputusan, sebagai contoh: lembaga penyandang dana, atau calon pengguna,
lebih baik evaluator luar dilibatkan daripada sekedar merupakan
penilaian formatif, hendaknya jangan dikacaukan dengan penilaian hasil (outcome) yang hanya sekedar menilai hasilnya, bukan prosesnya. Hal tersebut dapat berupa baik formatif
maupun sumatif. Metode yang digunakan dalam penilaian formatif berbeda dengan penilaian sumatif. Penilaian formatif
mengandalkan pada kajian teknis dan tutorial, uji coba dalam kelompok kecil atau kelompok besar. Metode pengumpulan data sering bersifat informal, seperti observasi, wawancara, dan tes
ringkas. Sebaliknya, penilaian sumatif memerlukan prosedur dan metoda pengumpulan data yang lebih formal. Penilaian
sumatif sering menggunakan studi kelompok komparatif dalam desain kuasi eksperimental.
Berdasarkan kawasan teknologi pendidikan yang telah dikemukakan
di atas, maka bidang penelitian ini termasuk dalam kawasan pemanfaatan, khususnya dalam pemanfaatan media, yaitu pemanfaatan multimedia game sebagai salah satu alternatife sumber belajar guna memudahkan siswa
dalam mengembangkan kecerdasan emosionalnya.
B. Penelitian yang Relevan
emosional siswa kelas 3 di SD Negeri se-rayon Barat Kabupaten Sragen”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut permainan monopoli dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa, membuat siswa lebih bersemangat,ekspresif dan meningkatkan kemampuan dalam
bersosialisasi. Secara keseluruhan permainan monopoli dapat digunakan sebagai media pelatihan kecerdasan emosi siswa SD Negeri se-rayon
Barat Kabupaten Sragen.
b. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maria Theresa Sri Hartati dengan memanfaatkan permainan cublek-cublek suweng sebagai media untuk
mencerdaskan emosi pada anak rumah singgah Yayasan Sugijopranoto untuk mencerdaskan emosi di Semarang tahun 2004 menunjukkan bahwa permainan ini berhasil membuat hubungan antar individu jadi lebih baik,
percaya diri anak meningkat dan anak memiliki motivasi yang tinggi.
C. Kerangka Berpikir
Anak yang memiliki kecerdasan emosional tinggi adalah anak yang memiliki kepekaan dalam mengenali emosi dirinya dan emosi orang lain di
sekitarnya. Kepekaan seseoarang anak terhadap lingkungannya dapat dilatih sejak dini oleh orang tua dan keluarga sejak dalam kandungan.
Pada usia kanak-kanak awal, anak sudah mulai menyadari perbedaan yang ada dalam dirinya dengan orang lain. Emosi yang mendominasi masa anak-