• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA GAME TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS VI SD NEGERI PERCOBAAN 2 YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA GAME TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS VI SD NEGERI PERCOBAAN 2 YOGYAKARTA."

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA GAME TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS VI SD NEGERI

PERCOBAAN 2 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Andriyanto NIM 10105244012

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Bermain jika dikerjakan dengan serius akan menghasilkan sesuatu, tapi hal yang serius jika dikerjakan dengan main-main tidak akan menghasilkan apapun”

(6)

PERSEMBAHAN

Atas karunia Allah Subhanahu wata’ala

Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Bapak dan Ibu tercinta 2. Budhe Lilis

3. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta

(7)

PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA GAME TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS VI SD NEGERI

PERCOBAAN 2 YOGYAKARTA

Oleh Andriyanto NIM 10105244012

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh multimedia game terhadap kecerdasan emosional siswa kelas VI SD Negeri Percobaan 2 yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment, dengan variabel terikat kecerdasan emosional siswa, serta variabel bebas multimedia game. Desain penelitiannya yaitu pretest-posttest control group design. Subjek penelitian ini adalah 39 siswa kelas VI SD Negeri Percobaan 2 Yogyakarta. 19 siswa kelas VI- A sebagai kelas eksperimen dan 20 siswa kelas VI-B sebagai kelas kontrol. Objek penelitian berupa kecerdasan emosional siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan skala, observasi dan dokumentasi. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar skala kecerdasan emosional. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik uji-t (t-test).

Hasil penelitian menunjukan bahwa multimedia game memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosional siswa. Hal tersebut berdasarkan hasil analisis uji-t gain score, kedua kelompok, diperoleh thitung yaitu 5,599 lebih besar dari ttabel (2,093) dan memperoleh nilai signifikasi 0,000 lebih kecil dari 0,05.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’aalamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, karunia dan kasih sayang yang berlimpah sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh penggunaan multimedia game terhadap kecerdasan emosional siswa kelas VI SD Negeri Percobaan 2 Yogyakarta” sebagai salah satu pilihan sumber belajar siswa.

Keberhasilan yang penulis capai dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan uluran tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan FIP Universitas Negeri Yogyakarta atas izin yang diberikan untuk melakukan penelitian.

2. Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY yang telah menyetujui usulan judul skripsi ini.

3. Bapak Sungkono, M. Pd. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan masukan, saran, serta bimbingan selama proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Estu Miyarso, M. pd. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, nasihat, serta masukan selama proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Drs. Jumari, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SD Negeri Percobaan 2, Sleman, yang telah memberikan izin melakukan penelitian.

6. Ibu Lilis Supriyati, S. Pd. selaku guru kelas V di SD Negeri Percobaan 2, Sleman, yang telah banyak memberikan bantuan dan kerja sama dalam pelaksanaan penelitian pengembangan ini.

(9)
(10)
(11)

a. Definisi Multimedia ... 10

1) Komponen Multimedia ... 12

2) Karakteristik Multimedia ... 13

b. Tinjauan Game ... 14

c. Multimedia Game... 17

2. Kecerdasan Emosional... 18

3. Kajian Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 29

a. Karakter Siswa Sekolah Dasar ... 29

b. Karakteristik Siwa kelas 6 Sekolah Dasar ... 32

4. Kajian Tentang Teknologi Pendidikan ... 34

a. Definisi Teknologi Pendidikan ... 34

G. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data... 63

H. Teknik Analisis Data... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 74

(12)

C. Pelaksanaan Penelitian ... 75

1. Kelas Eksperimen ... 75

2. Kelas Kontrol ... 78

D. Deskripsi Data Penelitian... 79

E. Persyaratan Uji analisis... 87

F. Pengujian Hipotesis... 89

G. Pembahasan... 91

H. Keterbatasan Penelitian... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93

B. Implikasi ... 93

C. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(13)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Perbedaan Emosi Anak dan Orang Dewasa ...24

Tabel 2. Desain Eksperimen pretes-postest control group design ...58

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Angket Kecerdasan Emosional ...65

Tabel 4. Standar Nilai Kecerdasan Emosional ... 66

Tabel 6. Nilai Rata-Rata Pretest Kecerdasan Emosional Kelompok Eksperimen ... 80

Tabel 7. Kategori Hasil Interpretasi Nilai Pretest Kelompok Eksperimen ... 80

Tabel 8. Nilai pretest Kecerdasan Emosional Kelompok Kontrol ...81

Tabel 9. Kategori Hasil Interpretasi Nilai Pretest Kelompok Kontrol ...81

Tabel 10. Nilai Posttest Kecerdasan Emosional Kelompok Eksperimen ...82

Tabel 11. Kategori Hasil Interpretasi Nilai Rata-Rata Posttest Kelompok Eksperimen ... 83

Tabel 12. Nilai Rata-Rata Posttest Kecrdasan Emosional Kelompok Kontrol .. 83

Tabel 13. Kategori Hasil Interpretasi Nilai Posttest Kelompok Kontrol ...84

Tabel 14. Peningkatan Kecerdasan Emosional Siswa Kelompok Eksperimen ... 84

Tabel 15. Peningkatan Kecerdasan Emosional Siswa Kelompok Kontrol ...85

Tabel 16. Gian Skor Kelompok Eksperimen dan Kontrol ...86

Tabel 17. Hasil Uji Normalitas Pretest ...87

Tabel 18. Hasil Uji Normalitas Posttest ...87

Tabel 19. Hasil Uji Homogenitas Nilai Pretest ...88

Tabel 20. Hasil Uji Homogenitas Nilai Posttest ...88

Tabel 21. Hasil Uji Independent Sample T-test ...89

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Penelitian

1. Surat Permohon Penelitian ... 100

2. Surat Rekomendasi Penelitian ... 101

3. Surat Izin Penelitian ... 102

4. Surat Pernyataan Bersedia Menyerahkan Hasil Penelitian ... 103

Lampiran 2. Instrumen Skala Kecerdasan Emosional 1. Skala Kecerdasan Emosional Kelas Eksperimen ... 104

2. Skala Kecerdasan Emosional Kelas Kontrol ... 107

Lampiran 3. Screenshot Multimedia Game dan Dokumentasi 1. Screenshot Multimedia Game Cabut Gigi ... 110

2. Screenshot Multimedia Game Geometric Puzzle ... 111

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan teknologi sangat

berpengaruh pada kehidupan dan pola pikir manusia sekarang ini. Bisa kita lihat pada anak-anak jaman sekarang dimana anak usia dibawah 10 tahun

sudah pandai mengoperasikan teknologi canggih seperti handphone, laptop gadget dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan waktu bermain dihabiskan didepan layar monitor sehingga sangat berpengaruh terhadap pengalaman si

anak tersebut.

Pengalaman pada masa anak-anak merupakan potensi dasar bagi kepribadian yang sangat berpengaruh pada perkembangan anak terutama pada

kecerdasan emosionalnya. Anak yang rendah emosinya jika tidak dikendalikan akan menyebabkan perilaku negatif. Keadaan demikian disebabkan karena

kesadaran diri yang rendah, kurang memiliki kendali diri, empati yang salah, kurangnya motivasi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, sehingga setiap muncul persoalan cenderung menyikapinya dengan sikap yang salah

atau negatif.

Mitch Antony (2004: 7) mengungkapkan dalam Goleman, di sana menunjukkan fakta bahwa kecerdasan emosional (Emotional Intellegence)

(17)

Dari fakta dan teori yang ada tersebut kebutuhan kecerdasan emosional

menjadi sangat penting untuk dipenuhi, khususnya pada anak-anak. Menurut Goleman dalam Amalia S. (2004: 5), seorang yang memperkenalkan (Emotional Quotient) EQ pertama kali menyatakan bahwa kecerdasan

emosional atau (EQ) adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence);

menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. EQ memiliki

dasar, yaitu: mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Kecerdasan emosi

merupakan sikap moral yang terbentuk melalui proses pengalaman sepanjang hidup dan bisa mengakar dan menjadi watak pada pribadi seseorang.

Kecerdasan emosional akan terus berkembang sepanjang hidup

manusia. Hal ini menjadi alasan kuat untuk menanamkan kecerdasan emosional sejak anak-anak. Karena momen anak-anak sangat tepat untuk menanamkan kecerdasan emosional. Pengalaman-pengalaman emosi pada

saat anak-anak akan menjadi pondasi kuat untuk mengembangkan potensi kecerdasan emosi anak. Penanaman kecerdasan emosi pada anak dapat

(18)

Lingkungan yang paling dekat dengan anak adalah keluarga dalam hal

ini adalah orang tua. Orang tua menjadi pihak pertama dan utama dalam pemberian pengalaman-pengalaman emosi bagi anak. Pemberian contoh merupakan cara bagi orang tua memberikan pengalaman tersebut. Sebagai

pihak yang memiliki peran penting , bekal agama dan pengetahuan mutlak diperlukan oleh orang tua.

Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan

anak. Lingkungan yang paling dekat dengan anak adalah keluarga dalam hal ini adalah orang tua. Orang tua menjadi pihak pertama dan utama dalam pemberian pengalaman-pengalaman emosi bagi anak. Dengan memberikan

contoh merupakan salah satu cara orang tua memberikan pengalaman tersebut, sebagai pihak yang memegang peran penting dan utama orang tua

harus memiliki bekal agama dan pngetahuan mutlak.

Selain orang tua, teman-teman sepermainan juga menjadi pihak selanjutnya yang akan mempengaruhi kecerdasan anak. Waktu yang dimiliki

seorang anak banyak yang digunakan untuk bermain. Bermain adalah makanan dan dunianya anak-anak karena sebagian waktu bagi anak

digunakan untuk bermain dan pada masa ini anak memiliki perhatian dan keinginan untuk melakukan sesuatu yang lain ( Bawani, dalam Yasin, 2007: 65).

(19)

tidak permainan yang dilakukan oleh anak memberikan banyak manfaat bagi

perkembangan mentalnya. Kecerdasan-kecerdasan yang telah menjadi potensi bagi anak, akan dapat dikembangkan dalam permainan dengan berbagai teknik dan alat yang digunakan.

Melalui bermain, anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya karena banyaknya larangan yang ia hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, anak akan melakukan penilaian-penilaian terhadap dirinya,

mempunyai harga diri, belajar bagaimana bersikap dan bertingkah laku, bekerjasama, dan sebagainya. Anak saat ini cenderung lebih tertarik pada permainan modern atau yang berbau teknologi. Dari berbagai jenis

permainan modern peneliti akan mencoba melakukan eksperimen dengan memanfaatkan game untuk memberi kesempatan bagi anak untuk

mendapatkan pengalaman emosional.

Memiliki motivasi yang besar serta rasa ingin tahu yang tinggi merupakan faktor penting dalam sebuah game. Manfaat dari game ini adalah

memberi motivasi kepada anak sehingga anak lebih termotivasi untuk bermain sambil belajar. Pengaruh permainan modern tidak bisa dianggap

remeh, game dianggap memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak di kemudian hari. Permainan ini memiliki manfaat yang besar dalam proses perkembangan

anak modern di tengah proses globalisasi.

(20)

yang negatif. Mereka cenderung memandang anak-anak yang sering nge-

game hanya membuang-buang waktu dan hanya bersenang-senang saja.

Di SD Percobaan 2 Yogyakarta siswa memiliki latar belakang dari keluarga menengah keatas sehingga hampir semua siswanya sudah diperkenalkan kecanggihan teknologi sejak dini, mulai dari hand phone,

gadget, computer dan yang lain. Sehingga waktu luang yang mereka miliki kebanyakan dihabiskan dengan bermain dengan gadget dan computer untuk

bermain beberapa permainan, sehingga sangat perlu bagi orang tua untuk melakukan monitoring dan memberi arahan terhadap anak sehingga memberikan efek positif terhadap anak. Hal ini sangat mendukung peneliti

untuk melakukan eksperimen terhadap pengaruh game terhadap kecerdasan emosional anak.

Multimedia game yang digunakan dalam penelitian ini pada

umumnya sama dengan multimedia interaktif lainya, yang artinya ada interaksi antara media dengan pengguna media melalui bantuan computer,

mouse, dan keyboard. Multimedia telah diaplikasikan dalam berbagai bentuk

dan tujuan sesuai dengan fungsi pengaplikasianya. Misalnya sebagai media pembelajaran, virtual game, film, animasi. (lilis nurwati, 2003:78)

Pengaruh game terhadap anak apabila dimainkan secara individu

memang cenderung berdampak negatif, Dari kenyataan tersebut lahirlah keinginan untuk menggunakan multimedia game yang dimainkan secara

(21)

perkembangan kecerdasan emosional anak. Pada jaman modern seperti

sekarang ini penggunaan game mulai memiliki peran penting dalam perkembangan kecerdasan anak. Permainan yang banyak mengandung unsur edukasi ini sangat penting dalam perkembangan anak untuk bekal dalam

kehidupan yang akan datang. Dengan alasan ini, maka peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan game yang dapat diajarkan oleh anak-anak

melalui sekolah agar anak-anak dapat merasakan manfaat dari perkembangan teknologi khususnya dalam bidang pendidikan bagi kecerdasan emosional anak. Maka judul yang diambil oleh peneliti adalah “Pengaruh penggunaan

multimedia game terhadap kecerdasan emosional siswa kelas VI SD Percobaan 2 Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka

dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :

1. Kecerdasan emosional yang terbentuk melalui proses pengalaman sepanjang hidup belum ditanamkan secara maksimal.

2. Multimedia game sebagai sarana untuk mengembangkan kecerdasan emosi pada anak-anak belum dimanfaatkan pada anak masa kini.

3. Game yang sering dimainkan anak pada jaman sekarang cenderung game yang tidak edukatif.

(22)

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini peneliti membatasi pada permasalahan pengaruh multimedia game terhadap kecerdasan emosi siswa kelas VI SD Percobaan 2 Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini yaitu, apakah ada pengaruh multimedia game

terhadap kecerdasan emosional siswa kelas VI SD Percobaan 2 Yogyakarta?

E. Tujuan

Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh multimedia game yang dimainkan secara kelompok terhadap kecerdasan emosional siswa kelas VI SD Percobaan 2 Yogyakarta.

F. Manfaat

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memiliki manfaat dan

kegunaan sebagai berikut :

1. Bagi Siswa

a. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaaatkan dengan baik untuk

memudahkan siswa dalam mengembangkan kecerdasan emosionalnya.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu alternative bagi siswa

(23)

c. Penelitian ini juga diharapkan sebagai suatu cara yang menyenangkan

untuk mengembangkan kecerdasan emosional dengan memanfaatkan multimedia game.

2. Bagi Guru

a. Penelitian ini diharapkan sebagai media ajar yang berkualitas untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa.

b. Penelitian ini juga diharapkan memberikan masukan pada guru

untuk lebih kreatif dalam mengembangkan kecerdasan emosional siswa.

c. Dapat mengembangkan media lain untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa.

3. Sekolah

a. Hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pertimbangan dalam proses pembelajaran dan sebagai wacana dalam upaya mengambangkan

kecerdasan emosional.

b. Multimedia game dapat menjadi pertimbangan bagi sekolah sebagai salah satu media yang dapat menumbuhkan sikap positif siswa.

(24)

G. Definisi Operasional

Supaya tidak terjadi kesalahan dalam mengartikan istilah-istilah yang digunakan dalam judul ini maka perlu adanya batasan istilah. Batasan istilah dalam judul ini adalah sebagai berikut.

1. Multimedia game

Multimedia game yang di maksud peneliti tidak jauh berbeda dengan multimedia pembelajaran pada umumnya, yaitu dibuat menggunakan

macromedia flash, lectora atau sejenisnya. Yang membedakan dengan multimedia pembelajaran pada umumnya adalah multimedia game ini berisi permainan game saja, tanpa ada materi secara tertulis seperti materi

pelajaran.

2. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional menjadi salah satu kebutuhan penting yang harus

dipenuhi khususnya pada anak-anak. Anak dikatakan kecerdasan emosionalnya tinggi apabila memiliki indikasi sebagai berikut :

a. Mampu mengenali emosi diri sendiri b. Mampu mengelola emosi

c. Memiliki motivasi tinggi

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskkripsi Teori

1. Tinjauan Multimedia Game a. Multimedia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online

multimedia. Multimédia adalah berbagai jenis sarana: usaha pembangunan untuk dunia komunikasi, pendidikan, dan penyediaan informasi pada komputer yang menggunakan suara, grafik, animasi,

dan teks.

Secara etimologis multimedia berasal dari kata multi (bahasa Latin) yang berarti banyak, bermacam-macam, dan medium (bahasa

Latin) yang berarti sesuatu yang dipakai untuk menyampaikan atau membawa sesuatu.

Definisi multimedia menurut Ariesto Hadi Sutopo (2003: 251) : Multimedia merupakan perangkat lunak yang digunakan dalam pengembangan dengan lebih dari satu cara untuk menyampaikan informasi yang menyajikan teks dengan diagram kepada pengguna.

Istilah “multimedia” bisa mempunyai makna berlainan bagi

lain orang. Bagi sejumlah orang, multimedia berarti seseorang duduk di terminal komputer dan menerima presentasi yang terdiri atas; teks on-screen, grafik atau animasi on-screen, dan suara yang datang dari

(26)

on-line.

Menurut Seels dan Glasgow dalam Azhar Arsyad (2006: 36) mengemukakan bahwa multimedia merupakan media pengajaran yang menyajikan materi video rekaman dengan pengendalian komputer

kepada penonton (siswa). Media ini disebut multimedia, dikarenakan bahwa media ini memiliki unsur audio-visual (termasuk animasi) yang

dirancang dengan melibatkan respon pemakai secara aktif. Dengan kata lain dalam sebuah multimedia sudah mengandung unsur interaktif.

Dalam penjelasan multimedia tersebut menekankan bahwa multimedia sebagai tampilan teks, gambar, suara, animasi, dan video yang sebagian atau keseluruhannya tersusun rapi dalam program yang

jelas. Interaktif mengacu pada proses yang melibatkan pengguna untuk mengendalikan lingkungan, biasanya melalui komputer. Dari

penjelasan tersebut maka multimedia memiliki potensi untuk menciptakan suatu lingkungan multisensori yang mendukung cara belajar tertentu.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dirumuskan, bahwa multimedia adalah media yang digunakan dalam proses interaksi antara guru dengan siswa yang berupa teks, gambar, suara,

(27)

menyampaikan pesan kepada pengguna agar tercapai tujuan

pembelajaran yang baik.

1) Komponen Multimedia

Unsur yang terdapat dalam multimedia pembelajaran ini sesuai

dengan yang telah dijelaskan oleh Hofstetter (2001, p16) komponen Multimedia terbagi atas lima jenis, yaitu :

a) Teks (text)

Teks yang dimaksud dalam multimedia game ini yaitu

berupa kata-kata atau kalimat sebagai salah satu cara yang paling efektif dalam mengemukakan ide-ide kepada pengguna,

sehingga penyampaian informasi akan lebih mudah dimengerti oleh pengguna.

b) Grafik (image)

Grafik didefinisikan sebagai sebuah lukisan, pencetakan, gambar atau huruf dengan menggunakan berbagai media secara manual atau menggunakan teknologi komputer. Grafik atau

gambar yang terdapat pada multimedia game ini berguna untuk mengilustrasikan informasi yang akan disampaikan terutama

informasi yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

c) Suara (audio)

Multimedia game ini juga menggunakan audio,

(28)

peranan penting dalam teknologi multimedia saat ini. Suara

dalam multimedia ini berupa percakapan, musik dan efek suara.

d) Video

Video pada multimedia game ini dapat menerangkan

hal-hal yang sulit digambarkan lewat kata-kata atau gambar diam yang dapat menggambarkan emosi dan psikolog manusia agar memberikan penjelasan yang bisa diambil kesimpulan secara

mandiri oleh pengguna sehingga lebih mudah untuk diingat dan dipahami.

e) Animasi

Animasi adalah salah satu elemen multimedia yang cukup menarik, karena animasi membuat sesuatu seolah-olah

bergerak. Animasi yang terdapat pada multimedia game ini berupa tokoh atau mascot dari game tersebut.

2) Karakteristik Multimedia

Karakteristik multimedia game ini sesuai dengan yang

dijelaskan oleh Bambang Dwi Setiyono (2008: 15), yaitu sebagai berikut:

a) Memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan unsur audio dan visual.

(29)

c) Bersifat mandiri, dalam pengertian memberi kemudahan dan

kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa menggunakan tanpa bimbingan orang lain.

Selain memenuhi ketiga karakteristik tersebut, multimedia

sebaiknya juga memenuhi fungsi sebagai berikut:

a) Mampu memperkuat respon pengguna secepatnya dan sesering mungkin.

b) Mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengontrol

laju kecepatan belajarnya sendiri.

c) Memperhatikan bahwa siswa mengikuti suatu urutan yang koheren dan terkendalikan.

d) Mampu memberikan kesempatan adanya partisipasi dari pengguna dalam bentuk respon, baik berupa jawaban, pemilihan, keputusan, percobaan dan lain-lain.

b. Game

Teori persiapan atau latihan, Groos mengemukakan, bahwa permainan atau game itu sebagai latihan bagi manusia yang belum

dewasa untuk menyiapkan fungsi-fungsi bagi kebutuhan hidupnya. Selain itu Groos juga mengungkapkan tentang teori kelegaan

emosional setelah mengalami ketegangan (katarsis), yaitu bahwa permainan sebagai alat untuk menyalurkan keinginan-keinginan atau hasrat yang terkandung dalam angan-angan ke arah yang tidak

(30)

Spencer dalam Monks dkk (1998: 133) manandakan bahwa permainan merupakan kemungkinan penyaluran bagi menusia untuk

melepaskan sisa-sisa energi. Karena menusia melalui evolusi mencapai suatu tingkatan yang tidak terlalu membutuhkan energi untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, maka kelebihan energinya harus disalurkan melalui cara yang sesuai, dalam hal ini permainan merupakan cara yang dianggap paling baik untuk menyalurkan energi

tersebut.

Buytendijk dalam Monks dkk (1998: 134) menemukan ciri-ciri permaianan sebagai berikut:

1) Permainan adalah selalu bermain dengan sesuatu.

2) Dalam permainan selalu ada sifat timbal balik, atau sifat interaksi.

3) Permainan berkembang, tidak statis melainkan dinamis, merupakan proses dialektis.

4) Permainan juga ditandai dengan pergantian yang tidak dapat diramalkan lebih dahulu.

5) Orang bermain tidak hanya bermain dengan sesuatu atau dengan orang lain, melainkan yang lain tadi juga bermain dengan orang yang bermain tadi.

6) Bermain menuntut ruangan untuk bermain dan menuntut aturan- aturan permainan

7) Aturan-atuaran permainan membatasi bidang permainannya.

Perkembangan permainan menurut Jean Piaget (1962) dalam Meyke (2007: 13-15):

1) Sensory motor play (± ¾ bulan- ½ bulan)

2) Symbolic atau make believe play (± 2- 7 tqhun) 3) Social games with rules (±8-11 tahun)

(31)

Tahap perkembangan bermain menurut Rubin, Fein, dan Vandenberg

dan Similansky dalam Meyke (2007: 28-30):

1) Bermain Fungsionil (functional play)

Tampak pada anak usia 1-2 tahun dengan gerakan yang bersifat

sederhana dan berulang-ulang. Dapat dilakukan dengan atau tanpa alat permainan. Misalnya berkeliling-keliling ke ruang tamu.

2) Bangun membangun ( constructive play) pada usia 3-6 tahun Menciptakan banguan tertentu dengan alat permainan yang

tersedia, misal membuat rumah-rumahan, legi dan lain-lain.

3) Bermain pura-pura ( make-believe play) pada usia 3-7 tahun

Anak menirukan kegiatan orang yang pernah dijumpainya dalam

kehidupan sehari-hari atau tokoh-tokoh kartun yang mereka lihat. Misalnya: main rumah-rumahan dan lain-lain.

4) Permainan dengan aturan (game with rules) pada usia 6-11 tahun anak sudah memahami dan bersedia mematuhi aturan permainan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa permainan

adalah suatu alat untuk kegiatan yang dilakukan atas kemauan sendiri pada tempat dan waktu yang ditentukan. Dalam sebuah permainan

terdapat aturan yang membatasi bidang permainan dengan permainan yang lainnya.

(32)

mendapatkan manfaat seperti yang telah diuraikan di atas. Namun,

anak yang melakukan aktifitas bemain dengan cara, alat dan jenis yang tidak tepat tidak akan mendapatkan manfaat permainan atau mungkin malah akan mendapatkan dampak yang negatif. Maka dari

itu, pemilihan permainan yang tepat akan sangat membantu anak dalam melakukan kegiatan bermain yang merupakan kegiatan yang

mereka butuhkan dan mereka inginkan.

Berbagai jenis permainan kini telah disajikan. Anak saat ini diberikan berbagai pilihan permainan yang sangat bervariasi mulai

dari, alat, tempat, cara bermain dan cara mendapatkannya. Fasilitas- fasilitas bermain untuk anak yang telah tersedia di sana sini dengan segala kemudahannya membuat anak terbius ke dalam kegiatan

bermian mereka. Permainan-permainan modern saat ini memudahkan anak untuk bermain secara mudah dan memungkinkan anak dapat

bermain di mana saja.

c. Multimedia game

Multimedia game pada umumnya sama dengan multimedia interaktif lainya, yang artinya ada interaksi antara media dengan pengguna media melalui bantuan computer, mouse, dan keyboard. Multimedia telah

diaplikasikan dalam berbagai bentuk dan tujuan sesuai dengan fungsi pengaplikasianya. Misalnya sebagai media pembelajaran, virtual game,

(33)

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa

multimedia game merupakan bentuk dari pengaplikasian multimedia interaktif sesuai dengan fungsi dan tujuanya yaitu sebagai virtual game.

2. Kecerdasan Emosional (EQ)

Dari pengertian kecerdasan dan emosi dapat didefinisikan pengertian kecerdasan emosional (EQ). Menurut Goleman dalam T. Hermaya. (2004: 5), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur

kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the

appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan

kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

Konsep EQ Goleman pada dasarnya berpijak pada jalur saraf emosi yang ditentukan ahli saraf Joseph deLoux. Kecerdasan emosi (EQ) bertumpu pada jalur emosi dalam otak manusia. Sistem limbik yang secara

evolusi lebih tua daripada bagian kulit otak (Cortex Celebri) memainkan peran penting dalam tatanan emosi. Selain itu, perkembangan otak manusia menunjukkan bahwa sebelum pikiran-pikiran rasional berfungsi

terutama pada jenis Homo Sapiens menunjukkan manusia menggunakan pikiran-pikiran emosional untuk merespon lingkungan. Posisi anatomis

(34)

menunjukkan kedudukan penting dari respon-respon emosi. Setidaknya,

sebelum manusia mampu berpikir secara rasional manusia terlebih dahulu memahami perasaannya (Taufiq Pasiaq, 2002: 18-19).

Daniel Goleman (2004 : 61-64), mengatakan bahwa membangun

koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat

emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan di lingkungannya. Lebih lanjut Goleman mengemukakan bahwa

kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi serta mampu mengatur keadaan jiwa. Dengan

kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.

Daniel Goleman menyebutkan bahwa kecerdasan emosi jauh lebih berperan ketimbang IQ atau keahlian dalam menentukan siapa yang akan jadi bintang dalam suatu pekerjaan.

Lima Dasar Kemampuan dalam Teori Kecerdasan Emosi menurut Daniel Goleman (2004:45)

1) Kesadaran Diri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk

(35)

seseorang akan emosinya sendiri. Kesadaran diri membuat lebih

waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum

menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah

menguasai emosi.

2) Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani

perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi

berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita . Kemampuan ini mencakup kemampuan

untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.

3) Memotivasi Diri

Motivasi diri merupakan usaha seseorang untuk melakukan sesuatu karena ingin mencapai sebuah tujuan. Kemampuan seseorang dalam

memotivasi diri dapat dilihat dari cara mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme,

(36)

4) Mampu berempati

Empati disebut juga kemampuan untuk mengenali emosi orang lain, yang artinya kemampuan seseorang menempatkan diri ke dalam alam perasaan orang lain sehingga bisa memahami pikiran,perasaan, dan

perilakunya. Selain itu seseorang yang dapat dikatan memiliki empati apabila orang tersebut mampu memnempatkan diri pada situasi dan

perasaan orang lain, tetapi dia tetap mempertahankan perasaan dirinya.

5) Mampu menjalin sosial dengan orang lain

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu sifat yang hakiki pada diri manusia sebagai makhluk social. Kemampuan tersebut dapat dilihat pada manusia dalam pergaulan dengan individu

yang lain dan penampilan yang selaras dengan alam perasaanya sendiri. Serta dia juga bisa memimpin dan mengorganisir orang lain

serta mampu mengatasi berbagai permasalahan yang sering kali muncul dalam pergaulan antar manusia di lingkunganya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi menurut

Bimo Walgito (2009: 24) adalah:

1) Faktor Internal

Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan emosi. Faktor internal ini memiliki dua

(37)

faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan

seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.

2) Faktor Eksternal.

Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor eksternal meliputi: a)

Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan

kecerdasan emosi tanpa distorsi dan b) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat

sulit dipisahkan.

Intelegensi emosional tidak sekedar kemampuan untuk mengendalikan emosi dalam kaitannya dengan hubungan sosial tetapi

juga mencakup kemampuan untuk mengendalikan emosi dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan psikofisik. Sebagai contoh

seseorang yang memiliki intelegensi emosional tinggi dapat mengendalikan keseimbangan dengan baik. Seseorang dengan intelegensi emosional yang tinggi mampu mengendalikan nafsuya

(38)

Persepsi emosi adalah kemampuan untuk dapat mengenali jenis

emosi dari ekspresi wajah, musik, warna, dan cerita. Pemahaman emosi adalah kemampuan dapat menyelesaikan masalah emosi serta mengetahui emosi mana yang sama atau berlawanan dan hubungan

antara satu emosi dengan emosi yang lainnya. Pengelilaan emosi adalah pemahaman tentang akibat perbuatannya terhadap emosinya atau orang

lain dan bagaimana mengatur kembali kondisi emosinya menjadi positif ( Eileen Rachman, 2005: 41)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Emotional Quotient

(EQ) menyangkut angka kapasitas yang didasari kepekaan emosi, penyadaran dan kemampuan mengatur emosi. Kecerdasan emosional yaitu kemampuan mengenali diri sendiri dan perasaan orang lain,

kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan pada hubungannya dengan orang lain.

Ada beberapa tahapan kecerdasan emosional disesuaikan dengan umur. Seperti kecerdasan yang lain, kecerdasan emosional pada anak juga memiliki karakteristik tersendiri. Menurut Syamsu Yusuf (2009:

(39)

Tabel 1. Perbedaan emosi anak dan emosi orang dewasa

EMOSI ANAK EMOSI ORANG DEWASA

1) Berlangsung singkat dan

1) Berlangsung lebih lama dan brskhir lambat

2) Tidak terlihat hebat/kuat 3) Lebih mendalam dan lama 4) Jarang terjadi

5) Sulit diketahui karena lebih pandai

menyembunyikannya

Syamsu (2009: 181) menjelaskan pada usia sekolah, anak mulai memiliki kesadaran bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidak

dapat diterima di masyarakat. Dalam hal ini anak mulai belajar untuk mengontrol dan mengendalikan ekspresi emosinya. Kemampuan untuk

mengontrol emosi pada anak diperoleh dari kegiatan peniruan dan latihan (pembiasaan). Orang tua menjadi pihak yang berperan sangat penting dalam pengontrolan emosi tersebut. Selain orang tua,

lingkungan bermain anak juga berperan penting.

Pada masa ini anak mengalami peningkatan diantaranya adalah kemampuan dalam memahami emosi kompleks, misalnya kebanggaan

(40)

Mereka juga telah mampu untuk mengalihkan perasaan tertentu ketika

mengalami emosi tertentu.

Emosi-emosi yang secara umum yang dialami dalam tahap perkembangan usia sekolah adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih

sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senang, nikmat, atau bahagia). Emosi yang positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk

mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disipilin dalam

belajar. Sebaliknya, emosi negatif akan menghambat proses belajar anak sehingga dapat mengalami kegagalan dalam belajarnya.

Dalam penelitian ini peneliti memusatkan perhatian pada

perkembangan emosi siswa kelas 6 SD. Anak kelas 6 SD memiliki rentangan umur dari 10-11 tahun dan dalam psikologi perkembangan menurut Santrock, anak dalam rentang usia ini masuk dalam akhir masa

kanak-kanak. Dalam fase perkembangan kognitif menurut Piaget anak dalam rentang usia ini termasuk dalam fase operasional konkrit.

Tinjauan mengenai dunia sosioemosioanal anak pada masa

pertengahan dan masa akhir anak-anak ini oleh Santrock (2002: 341) menjadi semakin kompleks. Relasi dengan keluarga dan teman sebaya terus memainkan peran penting dalam masa ini. Sekolah dan relasi

(41)

Orang tua anak lebih cenderung menggunakan pengurangan hak-hak

istimewa, tindakan-tindakan yang diarahkan kepada harga diri anak, komentar-komentar yang dirancang untuk menggugah rasa bersalah anak, dan pernyataan-pernyataan yang menunjukkan kepada anak

bahwa mereka bertanggung jawab atas tindakannya.

Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, dalam suatu investigasi diketahui anak-anak berinterkasi dengan teman sebaya

sebanyak 10 % dari waktu usia 2 tahun, 20 % pada usia 4 tahun, dan lebih dari 40 % antara usia 7 dan 11 tahun ( Barker & Wright dalam

Santrock (2007: 214)).

Pergaulan teman sebaya menjadi bagian dari kehidupan sosial mereka pada masa ini. Maka dari itu, anak-anak perlu mengetahui apa

yang harus diikuti agar anak-anak lain mau menjadi teman mereka. Dunia teman sebaya adalah suatu dunia perkenalan yang beragam yaitu anak-anak berinteraksi dengan teman yang lain yang baru saja dikenal

dan bersama teman selama berjam-jam setiap hari.

Selain kondisi sosioemosioanal mereka, perkembangan fisik dan motorik juga mempengaruhi kondisi emosi anak. Menurut Sri Rumini

dan Siti Sundari (2004: 50), anak pada akhir masa kanak-kanak mengalami pertumbuhan berupa bertambah besarnya badan dan pergaulan yang semakin luas. Kondisi yang demikian akan berpengaruh

(42)

tersebut dianggap sebagai perilaku bayi dan tidak diterima di dalam

kelompok. Emosi marah yang mereka alami lebih banyak diungkapkan dengan menggerutu, murung, dan ungkapan kasar. Selain itu, pada masa ini organ seks pada anak mulai berfungsi sehingga anak akan

cenderung lebih emosional.

Untuk mengurangi ketegangan emosinya, mereka melakukan kegiatan dengan cara sibuk bermain, tertawa terbahak-bahak,

membicarakan masalahnya dengan sahabatnya. Semua ini mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan mereka dan membantu mereka

untuk mengatasi emosi yang diharapkan masyarakat pada umumnya.

Akhir masa kanak-kanak merupakan periode relatif tenang dan berlangsung samap mulainya masa puber. Hal ini disebabkan:

1) Peranan yang harus dilakukan anak sudah terumus secara jelas dan

anak tahu cara melakukannya.

2) Mereka sudah dapat melakukan berbagai permainan dan olah raga sehingga dapat disalurkan secara positif.

3) Fisik anak makin kuat, sensor motor makin baik, keterampilan

semakin meningkat, sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugasnya. Ini juga merupakan penyaluran emosi (Sri Rumini dan Siti Sundari

,2004: 50-51).

Walaupun akhir masa kanak-kanak merupakan periode yang relatif tenang, ada kalanya mereka mengalami tekanan emosi yang hebat

(43)

Eileen Rachman (2005: 41-51) mengungkapkan bahwa anak dengan

kapasitas emosi tinggi dapat membedakan emosi negatif dan positif dan tahu bagaimana mengubah emosi negatif menjadi positif. Anak dengan kecakapan emosi tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Sadar diri, pandai mengendalikan diri, bisa dipercaya, bisa beradaptasi, dan kreatif.

2) Bisa berempati, memahami perasaan orang lain, bisa menyelesaikan konflik, bisa bekerjasama dengan tim.

3) Bisa bergaul dan membangun persahabatan. 4) Bisa memepengaruhi orang lain.

5) Berani bercita-cita.

6) Percaya diri.

7) Bermotivasi tinggi, menyambut tantangan, mempunyai dorongan

untuk maju, berinisiatif, dan optimis.

8) Berekspresi dan berbahasa lancar. 9) Menyukai gambar dan cerita.

10) Menyukai pengalaman baru. 11) Teliti dan perfeksionis.

12) Suka membaca tanpa didorong-dorong.

13) Mengingat kejadian dan penglaman dengan mudah. 14) Suka belajar.

(44)

17) Aktif dalam memecahkan masalah.

18) Senang mengatur dan mengorganisasikan aktifitas.

Peneliti dapat merumuskan garis besar dari uraian di atas bahwa perkembangan emosi anak pada akhir masa kanak-kanak dimulai dari

adanya keinginan anak untuk diterima dalam kelompoknya. Fase ini mendorong anak untuk dapat mengelola emosinya dengan lebih baik.

Ekspresi-ekspresi emosi yang dianggap dapat menghambat dirinya dalam pergaualan dengan kelomponya mulai dikurangi. Anak pada masa ini juga telah mulai mengenal emosi-emosi kompleks seperti rasa

bangga. Jenis-jenis emosi yang muncul pada masa anak di antaranya adalah: marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu,

dan kegembiraan (rasa senang, nikmat, atau bahagia). Emosi yang positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya

terhadap aktivitas belajar, seperti membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disipilin dalam belajar. Sebaliknya,

emosi negatif akan menghambat proses belajar anak sehingga dapat mengalami kegagalan dalam belajarnya.

3. Kajian tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar a. Karakteristik Siswa SD

Menurut Piaget yang di kutip oleh Asri Budiningsih (2004: 28-

(45)

1) Tahap Sensorimotor (umur 0-2 tahun)

Dengan ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dandilakukan langkah demi langkah. Kemampuan yang dimiliki :

a) Melihat dirinya sendiri sebagai mahluk yang berbeda dengan

objek di sekitarnya.

b) Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara. c) Suka memperhatikan sesuatu lebih lama.

d) Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.

e) Memperhatikan objek sebagai sesuatu yang tetap, selalu ingin merubah tempatnya.

2) Tahap Preoperasional

Dengan ciri pokonya adalah pada penggunaan simbol atau bahasa tanda dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahapan

ini di bagi dua, yaitu preoperasional dan intuitif.

a) Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya,

walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami objek.

Karakter tahap ini :

- Self Counter nya sangat menonjol.

(46)

- Tidak mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang

berbeda.

- Mampu mengumpulkan barang-barang menurut criteria, termasuk kriteria yang benar.

- Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak

dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.

b) Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8), anak dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak. Dalam

menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dalam kata-kata. Anak sudah dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas.

Karakteristik tahapan ini adalah:

- Anak dapat membentuk kelas-kelas dan katagori obyek, tapi kurang disadarinya.

- Anak mulai mengetahui hubungan secara logis, terhadap hal- hal yang kompleks.

- Dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.

- Mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar.

3) Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun) Dengan ciri pokoknya anak sudah mulai menggunakan aturan- aturan yang jelas dan logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit. Pada masa ini anak masih memiliki masalah

(47)

4) Tahap operasional formal (umur 11/12 – 18 tahun)

Dengan ciri anak sudah mampu berfikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berfikir “kemungkinan“. Model berfikir ilmiah

hipothetico – deductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak,

dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesis.

b. Karakteristik Siswa SD Kelas 6

Menurut Nasution (dalam Syaiful Bahri Djamarah 2008: 123) masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang

berlangsung dari usia 6 tahun hingga kira-kira 11 atau 12 tahun. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008: 123) “masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar maupun masa matang untuk sekolah”.

Masa usia sekolah dianggap oleh Surya Broto (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2008: 124) sebagai masa intektual atau masa

keserasian sekolah. Menurut Surya Broto dapat diperinci menjadi 2 fase yaitu (1) masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6 atau 7 sampai dengan 9 atau 10 tahun dan (2) masa kelas-kelas tinggi

sekolah dasar, kira-kira umur 9 atau 10 sampai dengan 12 atau13 tahun.

Anak kelas 6 SD termasuk dalam masa kelas tinggi. Menurut

(48)

umur 9,0 atau 10,0 sampai umur 12,0 atau 13,0 tahun. Beberapa

karakteristik anak-anak pada masa ini ialah:

1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-sehari yang kongkrit, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

2) Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar.

3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata

pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor, seperti bakat- bakat khusus.

4) Sampai kira-kira umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas umur ini pada umumnya anak

menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.

5) Pada masa ini, anak memandang nilai raport sebagai ukuran yang

tepat atau sebaik-baiknya mengenai prestasi sekolah.

6) Anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu

(49)

Berdasarkan karakteristiknya, siswa kelas 6 SD cenderung realistik

dan memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Guru dan orang tua harus berupaya untuk mengurangi konsep abstrak terutama pada hal-hal yang dapat berpengaruh terhadap kecerdasan emosional anak.

4. Kajian tentang Teknologi Pendidikan a. Definisi Teknologi Pendidikan

Teknologi Pendidikan menurut AECT 1994 dalam Barbara Seels & Rita Richey (1994: 1) adalah teori dan praktek dalam desain,

pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar. Definisi ini menegaskan adanya lima domain (kawasan) teknologi pembelajaran, yaitu kawasan desain, kawasan

pengembangan, kawasan pemanfaatan, kawasan pengelolaan, dan kawasan penilaian baik untuk proses maupun sumber belajar. Dalam definisi ini

tidak hanya menekankan pada teori saja, melainkan beserta prakteknya. Seorang teknolog pedidikan bisa saja memfokuskan bidang garapannya dalam salah satu kawasan tersebut. Sementara menurut S.Nasution (2005:

1) teknologi pendidikan adalah pengembangan, penerapan, dan penilaian sistem-sistem, teknik dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar manusia.

AECT (2004: 3): Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating,

(50)

Ini adalah definisi terbaru yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan

adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Tujuan

utamanya masih tetap untuk memfasilitasi pembelajaran (agar efektif, efisien dan menarik/joyfull) dan meningkatkan kinerja.

Gambar 1. Definisi Teknologi Pendidikan, AECT 2008

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa:

- Teknologi pembelajaran/teknologi pendidikan adalah suatu

(51)

- Tujuan utama teknologi pendidikan adalah (1) untuk memecahkan

masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran; dan (2) untuk meningkatkan kinerja dalam pembelajaran.

- Kawasan teknologi pendidikan dapat meliputi kegiatan yang berkaitan

dengan desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian baik proses maupun sumber-sumber belajar.

b. Kawasan Teknologi Pendidikan

Tekonologi pendidikan memiliki lima kawasan dalam bidangnya, yaitu kawasan desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan

penilaian. Diantara kelima kawasan tersebut saling berhubungan dan melengkapi satu sama lain.

Menurut Seels dan Richey (1994: 28), hubungan antara domain

(52)

Gambar 2. Bagan Kawasan Teknologi Pendidikan

Penjelasan dari kawasan-kawasan teknologi pendidikan di atas sebagai berikut:

1) Kawasan Desain

Menurut Barbara & Rita C. Richey (1994: 30) yang dimaksud dengan desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan strategi dan produk.

Kawasan desain bermula dari gerakan psikologi pembelajaran, terutama diilhami dari pemikiran B.F. Skinner dalam Barbara & Rita

C. Richey tentang teori pembelajaran berprogram (programmed

instructions). Selanjutnya, pada tahun 1969 dari pemikiran Herbert

(53)

Pendirian pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan terprogram, seperti “Learning Resource and Development Center” pada tahun 1960

semakin memperkuat kajian tentang desain. Dalam kurun waktu tahun 1960-an dan 1970-an, Robert Glaser, selaku Direktur dari Learning

Resource and Development Center tersebut menulis dan berbicara tentang desain pembelajaran sebagai inti dari Teknologi Pendidikan.

Kawasan Desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu: (1) Desain Sistem Pembelajaran; (2) Desain Pesan; (3) Strategi Pembelajaran; (4) Karakteristik Pembelajar.

a) Desain Sistem Pembelajaran

Kawasan ini merupakan prosedur yang terorganisasi, meliputi: langkah-langkah: (a) penganalisaan (proses perumusan

apa yang akan dipelajari); (b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara mempelajarinya); (c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pelajaran);

(d) pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi) dan (e) penilaian (proses penentuan ketepatan pembelajaran).

Desain Sistem Pembelajaran biasanya merupakan prosedur

linier dan interaktif yang menuntut kecermatan dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat untuk saling mengontrol, semua langkah–langkah tersebut harus tuntas. Dalam Desain

(54)

b) Desain Pesan

Kawasan ini merupakan perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian,

persepsi,dan daya tangkap. Fleming dan Levie (1994: 234) membatasi pesan pada pola-pola isyarat, atau simbol yang dapat

memodifikasi perilaku kognitif, afektif dan psikomotor. Desain pesan berkaitan dengan hal-hal mikro, seperti : bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah. Desain harus bersifat

spesifik, baik tentang media maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan

berbeda, bergantung pada jenis medianya, apakah bersifat statis, dinamis atau kombinasi keduanya (misalnya, suatu potret, film, atau grafik komputer). Juga apakah tugas belajarnya tentang

pembentukan konsep, pengembangan sikap, pengembangan keterampilan, strategi belajar atau hafalan.

c) Strategi Pembelajaran

Kawasan ini merupakan spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan belajar dalam suatu pelajaran. Teori tentang strategi pembelajaran meliputi situasi

belajar dan komponen belajar/mengajar. Seorang desainer menggunakan teori atau komponen strategi pembelajaran

(55)

suatu strategi pembelajaran bergantung pada situasi belajar, sifat

materi dan jenis belajar yang dikehendaki.

d) Karakteristik Pembelajar

Kawasan ini merupakan segi-segi latar belakang

pengalaman pembelajar yang mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajarnya. Karaketeristik pembelajar mencakup keadaan sosio-psiko-fisik pembelajar. Secara

psikologis, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik pembelajar yaitu berkaitan dengan dengan kemampuannya (ability), baik yang bersifat potensial maupun kecakapan nyata

dan kepribadiannya, seperti, sikap, emosi, motivasi serta aspek- aspek kepribadian lainnya.

2) Kawasan Pengembangan

Pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik, di dalamnya meliputi : (1) teknologi cetak; (2)

teknologi audio-visual; (3) teknologi berbasis komputer; dan (4) teknologi terpadu.

a) Teknologi Cetak

Teknologi cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti: buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan mekanis atau

(56)

dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pembelajaran lain.

Hasil teknologi ini berupa cetakan. Teks dalam penampilan komputer adalah suatu contoh penggunaan teknologi komputer untuk produksi. Apabila teks tersebut dicetak dalam bentuk “cetakan” guna keperluan pembelajaran merupakan contoh

penyampaian dalam bentuk teknologi cetak.

b) Teknologi Audio-Visual

Teknologi audio-visual merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan dan

elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran audio-visual dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras di dalam proses pengajaran.

Peralatan audio-visual memungkinkan pemroyeksian gambar hidup, pemutaran kembali suara, dan penayangan visual yang

beukuran besar. Pembelajaran audio-visual didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan yang berkaitan dengan pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran yang secara

eksklusif tidak selalu harus bergantung kepada pemahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis.

c) Teknologi Berbasis Komputer

(57)

perangkat yang bersumber pada mikroprosesor. Pada dasarnya,

teknologi berbasis komputer menampilkan informasi kepada pembelajar melalui tayangan di layar monitor. Berbagai aplikasi komputer biasanya disebut “computer-based intruction (CBI)”,

computer assisted instruction (CAI”), atau “computer-managed

instruction (CMI)”.

d) Teknologi Terpadu

Teknologi terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media

yang dikendalikan komputer. Keistimewaan yang ditampilkan oleh teknologi ini, khususnya dengan menggunakan komputer dengan spesifikasi tinggi, yaitu adanya interaktivitas pembelajar

yang tinggi dengan berbagai macam sumber belajar.

3) Kawasan Pemanfaatan

Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber

untuk belajar. Fungsi pemanfaatan sangat penting karena membicarakan kaitan antara pembelajar dengan bahan atau sistem

pembelajaran. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokkan pembelajar dengan bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pembelajar agar dapat berinteraksi

(58)

pembelajar, serta memasukannya ke dalam prosedur oragnisasi yang

berkelanjutan.

a) Pemanfaatan Media

Pemanfaatan media yaitu penggunaan yang sistematis dari

sumber belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran. Misalnya bagaimana suatu film diperkenalkan

atau ditindak lanjuti dan dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang diinginkan. Prinsip-prinsip pemanfaatan juga dikaitkan

dengan karakteristik pembelajar. Seseorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan keterampilan visual atau verbal agar dapat menarik keuntungan dari praktek atau sumber belajar.

b) Difusi Inovasi

Difusi inovasi adalah proses berkomunikasi malalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi. Tujuan akhir yang

ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan. Selama bertahun-tahun, kawasan pemanfaatan dipusatkan pada aktivitas guru dan ahli media yang membantu guru. Model dan teori

pemanfaatan dalam kawasan pemanfaatan cenderung terpusat pada perpektif pengguna. Akan tetapi, dengan diperkenalkannya

(59)

mempermudah proses adopsi gagasan, perhatian kemudian

berpaling ke perspektif penyelenggara.

c) Implementasi dan Institusionalisasi

Implementasi dan Institusionalisasi yaitu penggunaan bahan

dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan institusionalisasi penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi

pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi. Begitu produk inovasi telah diadopsi, proses implementasi dan

pemanfaatan dimulai. Untuk menilai pemanfaatan harus ada implementasi. Bidang implementasi dan institusionalisasi (pelembagaan) yang didasarkan pada penelitian, belum

berkembang sebaik-baik bidang-bidang yang lain. Tujuan dari implementasi dan institusionalisasi adalah menjamin

penggunaan yang benar oleh individu dalam organisasi. Sedangkan tujuan dari institusionalisasi adalah untuk mengintegrasikan inovasi dalam struktur kehidupan organisasi.

Keduanya tergantung pada perubahan individu maupun organisasi.

d) Kebijakan dan Regulasi

(60)

Kebijakan dan peraturan pemerintah mempengaruhi

pemanfaatan teknologi. Kebijakan dan regulasi biasanya dihambat oleh permasalahan etika dan ekonomi. Misalnya, hukum hak cipta yang dikenakan pada pengguna teknologi, baik

untuk teknologi cetak, teknologi audio-visual, teknologi berbasis komputer, maupun terknologi terpadu.

4) Kawasan Pengelolaan

Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi Pendidikan melalui: perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan

supervisi. Kawasan pengelolaan bermula dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan media. Pembauran perpustakaan dengan program media membuahkan pusat dan ahli media sekolah.

Program-program media sekolah ini menggabungkan bahan cetak dan non cetak sehingga timbul peningkatan penggunaan sumber-sumber

teknologikal dalam kurikulum.

a) Pengelolaan Sumber

Pengelolaan sumber mencakup perencanaan, pemantauan dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber.

Pengelolaan sumber memliki arti penting karena mengatur pengendalian akses. Pengertian sumber dapat mencakup personil

(61)

yang telah dijelaskan pada kawasan pengembangan. Efektivitas

biaya dan justifikasi belajar yang efektif merupakan dua karakteristik penting dari pengelolaan sumber.

b) Pengelolaan Sistem Penyampaian

Pengelolaan sistem penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan pengendalian “cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan” Hal tersebut merupakan suatu

gabungan antara medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada pembelajar.

Pengelolaan sistem penyampaian memberikan perhatian pada permasalahan produk seperti persyaratan perangkat keras/lunak dan dukungan teknis terhadap pengguna maupun

operator. Pengelolaan ini juga memperhatikan permasalaan proses seperti pedoman bagi desainer dan instruktur dan pelatih. Keputusan pengelolaan penyampaian sering bergantung pada

sistem pengelolaan sumber.

c) Pengelolaan Informasi

Pengelolaan informasi meliputi perencanaan, pemantauan,

(62)

terletak pada potensinya untuk mengadakan revolusi kurikulum

dan aplikasi desain pembelajaran.

5) Kawasan Penilaian

Penilaian merupakan proses penentuan memadai tidaknya

pembelajaran dan belajar yang mencakup analisis masalah, pengukuran acuan patokan, penilaian formatif dan penilaian sumatif.

a) Analisis Masalah

Analisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Telah lama para

evaluator yang piawai berargumentasi bahwa penilaian yang seksama mulai saat program tersebut dirumuskan dan

direncanakan. Bagaimanapun baiknya anjuran orang, program yang diarahkan pada tujuan yang tidak/kurang dapat diterima akan dinilai gagal memenuhi kebutuhan.

b) Pengukuran Acuan Patokan

Pengukuran acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pembelajaran menguasai materi yang

telah ditentukan sebelumnya. Penilaian acuan patokan memberikan informasi tentang penguasaan seseorang mengenai

(63)

berarti dapat melaksanakan ketentuan tertentu, biasanya

ditentukan dan mereka yang dapat mencapai atau melampaui skor minimal tersebut dinyatakan lulus. Pengukuran acuan patokan memberitahukan pada para siswa seberapa jauh mereka

dapat mencapai standar yang ditentukan.

c) Penilaian Formatif dan Sumatif

Penilaian formatif dan sumatif berkaitan dengan

pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Dengan

penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan. Penilaian formatif dilaksanakan pada waktu

pengembangan atau perbaikan program atau produk (atau orang dsb). Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan staf dalam

lembaga program dan biasanya tetap bersifat intern; akan tetapi penilaian ini dapat dilaksanakan oleh evaluator dalam atau luar atau (lebih baik lagi) kombinasi.

Penilaian sumatif dilaksanakan setelah selesai dan untuk kepentingan pihak luar atau para pengambil keputusan, sebagai contoh: lembaga penyandang dana, atau calon pengguna,

(64)

lebih baik evaluator luar dilibatkan daripada sekedar merupakan

penilaian formatif, hendaknya jangan dikacaukan dengan penilaian hasil (outcome) yang hanya sekedar menilai hasilnya, bukan prosesnya. Hal tersebut dapat berupa baik formatif

maupun sumatif. Metode yang digunakan dalam penilaian formatif berbeda dengan penilaian sumatif. Penilaian formatif

mengandalkan pada kajian teknis dan tutorial, uji coba dalam kelompok kecil atau kelompok besar. Metode pengumpulan data sering bersifat informal, seperti observasi, wawancara, dan tes

ringkas. Sebaliknya, penilaian sumatif memerlukan prosedur dan metoda pengumpulan data yang lebih formal. Penilaian

sumatif sering menggunakan studi kelompok komparatif dalam desain kuasi eksperimental.

Berdasarkan kawasan teknologi pendidikan yang telah dikemukakan

di atas, maka bidang penelitian ini termasuk dalam kawasan pemanfaatan, khususnya dalam pemanfaatan media, yaitu pemanfaatan multimedia game sebagai salah satu alternatife sumber belajar guna memudahkan siswa

dalam mengembangkan kecerdasan emosionalnya.

B. Penelitian yang Relevan

(65)

emosional siswa kelas 3 di SD Negeri se-rayon Barat Kabupaten Sragen”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut permainan monopoli dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa, membuat siswa lebih bersemangat,ekspresif dan meningkatkan kemampuan dalam

bersosialisasi. Secara keseluruhan permainan monopoli dapat digunakan sebagai media pelatihan kecerdasan emosi siswa SD Negeri se-rayon

Barat Kabupaten Sragen.

b. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maria Theresa Sri Hartati dengan memanfaatkan permainan cublek-cublek suweng sebagai media untuk

mencerdaskan emosi pada anak rumah singgah Yayasan Sugijopranoto untuk mencerdaskan emosi di Semarang tahun 2004 menunjukkan bahwa permainan ini berhasil membuat hubungan antar individu jadi lebih baik,

percaya diri anak meningkat dan anak memiliki motivasi yang tinggi.

C. Kerangka Berpikir

Anak yang memiliki kecerdasan emosional tinggi adalah anak yang memiliki kepekaan dalam mengenali emosi dirinya dan emosi orang lain di

sekitarnya. Kepekaan seseoarang anak terhadap lingkungannya dapat dilatih sejak dini oleh orang tua dan keluarga sejak dalam kandungan.

Pada usia kanak-kanak awal, anak sudah mulai menyadari perbedaan yang ada dalam dirinya dengan orang lain. Emosi yang mendominasi masa anak-

Gambar

Tabel 1. Perbedaan emosi anak dan emosi orang dewasa
Gambar 1. Definisi Teknologi Pendidikan, AECT 2008
Gambar 2. Bagan Kawasan Teknologi Pendidikan
Tabel 3. Kisi-kisi Skala Kecerdasan Emosional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini menunjukkan bahwa ayam broiler jantan maupun betina memperlihatkan pertumbuhan atau perkembangan tulang yang baik, dapat dilihat bahwa hasil rata- rata panjang tulang

1) Diperlukan pengolahan pendahuluan untuk menurunkan kadar Fluor pada limbah. Kehadiran ion ini pada kadar yang tinggi dapat menyebabkan penurunan removal amonium

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI TERHADAP KERJASAMA TIM DALAM CABANG OLAHRAGA PERMAINAN BOLA BASKET: Studi Deskriptif Tim Bola Basket di SMPN 1 Ciledug.. Universitas Pendidikan Indonesia |

menjelaskan hubungan tahap implementasi dengan tahapan proses keperawatan

Diterima pada salah sat u perguruan t inggi di luar negeri pada peringkat 200 t erbaik dunia. Atau memiliki sertifikat kejuaraan/ prestasi pada tingkat perguruan tinggi, atau

Puji syukur saya ucapkan kepada ALLAH SWT, karena dengan rahmat dan karunianya Penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Industri (PRAKERIN) yang telah

Aktifitas lalu lintas sendiri berarti suatu kegiatan dari sistem yang meliputi lalu lintas, jaringan lalu lintas dan angkutan.. jalan, prasarana lalu lintas dan

Hasil Survei Penggunaan Garam Iodium Rumah- Tangga 7 menunjukkan bahwa persentase ruta yang mengonsumsi garam mengandung cukup iodium di perdesaan hanya sekitar 70